Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 10, Oktober 2023

 

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DALAM PENGGUNAAN DATA PRIBADI OLEH BANK UNTUK TUJUAN KOMERSIL KEPADA PIHAK KETIGA

 

Kartika Sandi Taurus, Wishnu Dewanto, Anggawira

Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan menganalisa hukum mengenai perlindungan hukum bagi nasabah dalam penggunaan data pribadi oleh bank untuk tujuan komersil kepada pihak ketiga. Dengan menggunakan Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Perlindungan hukum bagi nasabah selaku konsumen di bidang perbankan merupakan suatu hal yang sangat penting, karena pada faktanya kedudukan para pihak antara pelaku usaha dengan konsumen yang dalam ini adalah bank dan nasabah seringkali tidak seimbang. Bank sebagai lembaga keuangan profesional mempunyai kewajiban melindungi data para nasabah, kecuali demi kepentingan perpajakan, penyelesaian hutang piutang bank yang diserahkan kepada urusan piutang bank yang diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, untuk kepentingan peradilan dalam perkara perdata antara bank dengan nasabah, dalam rangka menukar informasi antar bank dan atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah yang dibuat secara tertulis kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah sebagaimana diatur dalam Pasal 40 Ayat (1) tentang Perbankan �bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Hakikat dari perlindungan hukum tersebut adalah melindungi kepentingan dari nasabah penyimpan dan simpanannya yang disimpan di suatu bank tertentu terhadap suatu risiko kerugian.

 

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Nasabah, Bank

 

Abstract

This study aims to obtain information and analyze laws regarding legal protection for customers in the use of personal data by banks for commercial purposes to third parties. Using the approach method in this study is a normative juridical approach. Legal protection for customers as consumers in the banking sector is very important, because in fact the position of the parties between business actors and consumers in this is the bank and customers is often unbalanced. The Bank as a professional financial institution has the obligation to protect customer data, except for tax purposes, settlement of bank receivables submitted to bank receivables affairs submitted to the State Receivables and Auction Affairs Agency/State Receivables Affairs Committee, for judicial purposes in criminal cases, for judicial purposes in civil cases between banks and customers, in the context of exchanging information between banks and upon request,agreement, or power of attorney from the customer made in writing to the party appointed by the customer as stipulated in Article 40 Paragraph (1) concerning Banking 'the bank must keep confidential information about its depository and deposit customers. The essence of legal protection is to protect the interests of depository customers and their deposits stored in a particular bank against a risk of loss.

 

Keywords: Legal Protection, Customers, Banks.

 

Pendahuluan

Perlindungan bagi nasabah dan/atau konsumen dalam peraturan bisnis dewasa ini adalah hal-hal yang sangat urgen, sehingga dengan adanya perlindungan secara legal atau payung hukum adalah menciptakan kenyamanan dan kedamaian kepada para pihak yang terkait (Andini & Rohmah, 2022). Perlindungan hukum seyogyanya menjadi upaya untuk menciptakan rasa aman dan terlindungi bagi para nasabah.

Kunci pokok dalam perlindungan hukum bagi nasabah bahwa antara nasabah dengan lembaga keuangan sangat erat hubungannya, bank tidak akan berkembang dengan baik serta tidak dapat memberi manfaat bagi masyarakat luas, jika tidak ada nasabah, oleh karena sebagai pelaku usaha perbankan sangat bergantung dengan nasabah, untuk dapat mempertahankan kelangsungan usahanya (Syawali & Imaniyati, 2000).

Perlindungan konsumen menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Az Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup (dalam Shidarta, 2000). Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa perlindungan konsumen adalah suatu ketentuan atau hukum yang mengatur mengenai perlindungan konsumen demi terpenuhinya hak-hak konsumen.

Perlindungan hukum bagi nasabah selaku konsumen di bidang perbankan merupakan suatu hal yang sangat penting, karena pada faktanya kedudukan para pihak antara pelaku usaha dengan konsumen yang dalam ini adalah bank dan nasabah seringkali tidak seimbang (Silalahi & Purba, 2021). Perjanjian-perjanjian ketika nasabah akan menggunakan jasa bank yang seharusnya dibuat berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak menjadi kesepakatan yang hanya dibuat oleh pihak yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi yaitu pihak bank. Sedangkan nasabah tidak mempunyai pilihan lain kecuali menerima atau menolak perjanjian yang disodorkan oleh pihak bank.

Di dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, bahwa adanya larangan bagi bank untuk memberikan keterangan nasabah yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan nasabah dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44. Ketentuan tersebut kemudian mengalami perubahan sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menjadi sebagai berikut: �Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A. Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.

Adapun bank sebagai lembaga keuangan profesional mempunyai kewajiban melindungi data para nasabah, kecuali demi kepentingan perpajakan, penyelesaian hutang piutang bank yang diserahkan kepada urusan piutang bank yang diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, untuk kepentingan peradilan dalam perkara perdata antara bank dengan nasabah, dalam rangka menukar informasi antar bank dan atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah yang dibuat secara tertulis kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah sebagaimana diatur dalam Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Perbankan.

Bank sangat berkepentingan agar kadar kepercayaan masyarakat, yang sudah maupun yang akan menyimpan dananya, serta yang telah atau akan menggunakan jasa-jasa bank lainnya terpelihara dengan baik dalam tingkat tinggi. Mengingat bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran, masyarakat luas berkepentingan atas kesehatan dari sistem-sistem tersebut. Adapun kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan unsur paling pokok dari eksistensi suatu bank, sehingga terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada perbankan adalah juga kepentingan masyarakat banyak (Djoni & Rachmadi, 2012).

Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok bank. Kegiatan menghimpun dana berupa mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito biasanya sambil diberikan balas jasa yang menarik seperti bunga, dan hadiah untuk menarik perhatian masyarakat sedangkan kegiatan menyalurkan dana berupa memberikan pinjaman kepada masyarakat.

Sedangkan diuraikan di Penjelasan dalam Pasal 40 ayat (1) adalah apabila nasabah bank adalah nasabah penyimpan serta sekaligus sebagai nasabah debitur, bank wajib merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam hal kedudukannya sebagai seorang nasabah penyimpan. Dalam penjelasan ayat tersebut ditegaskan juga bahwa, keterangan mengenai nasabah selain nasabah penyimpan, bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan bank. berdasarkan uraian di atas, kiranya dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan keterangan yaitu informasi, yang selanjutnya wajib dirahasiakan oleh bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 40 (1) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan �bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya�. Pasal ini secara tegas mengatur bahwa bank wajib merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan. Sejalan dengan Pasal di atas, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan Surat Edaran No. 14/SEOJK.07/2014 tentang Kerahasiaan dan Keamanan Data Dan/Atau Informasi Pribadi Konsumen.

Surat Edaran ini dikeluarkan sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Surat Edaran OJK ini mengatur bahwa para Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK), termasuk bank, wajib melindungi data dan atau informasi pribadi konsumen dan melarang dengan cara apapun untuk memberikan data dan atau informasi pribadi konsumen kepada pihak ketiga.

Pengaturan hukum terhadap perlindungan data pribadi nasabah terdapat di dalam beberapa peraturan perundang-undangan antara lain Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen khususnya pada Pasal 4, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/Pojk.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi.

Beberapa peraturan belum sepenuhnya dilaksanakan sebagaimana mestinya hingga belum sepenuhnya memberikan perlindungan terhadap data pribadi nasabah bank. Bahwa tanggung jawab bank terhadap kerahasiaan data pribadi nasabah belum dapat dilaksanakan sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan perlindungan data nasabah, karena masih terdapat persoalan yang dialami nasabah akibat data nasabah yang bocor kepada pihak ketiga, hal ini terjadi karena tentang tanggung jawab pihak bank bukanlah hal yang dianggap penting bagi bank untuk menjaganya karena sanksi yang dijatuhkan kepada pihak bank akibat kelalaian yang merugikan nasabah selama ini, belum dilaksanakan secara tegas oleh pihak pengawas yang dalam hal ini pihak Otoritas Jasa Keuangan.

Bahwa upaya hukum yang dapat dilakukan oleh nasabah bank yang merasa dirugikan akibat penyebaran data informasi nasabah yang dipergunakan oleh pihak ketiga adalah dengan melakukan pelaporan kepada pihak bank atas penggunaan data nasabah tanpa seijin nasabah.

Bank Indonesia yang merupakan Bank Sentral dari seluruh lembaga perbankan di Indonesia diberi wewenang dan tugas untuk melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian agar tercapai dan terpeliharanya kestabilan nilai rupiah sebagaimana yang tertera dalam Pasal 7 UU No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Dengan demikian lembaga yang bertanggung jawab atas terwujudnya sistem perbankan yang sehat adalah Bank Sentral

Informasi merupakan sesuatu yang berasal dari suatu data (yakni semua fakta yang direpresentasikan sebagai input baik dalam bentuk untaian kata, angka, gambar pencitraan, suara, ataupun gerak) yang telah diproses atau pun telah mengalami perubahan bentuk atau pertambahan nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti sesuai dengan konteksnya.

Perlindungan hukum nasabah dalam lembaga perbankan sebagai salah satu kegiatan perekonomian yang penting adalah kegiatan perbankan. Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan setiap negara. Bank adalah lembaga perbankan yang menjadi tempat bagi perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian (Makarim, 2003).

Krisis perbankan akan berdampak langsung pada kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan, oleh sebab itu maka tingkat kesehatan suatu bank harus terus dijaga agar tetap dipercaya oleh masyarakat. Tingkat kesehatan bank dapat diukur dari beberapa faktor berikut antara lain: permodalan, kualitas aktiva produktif, kualitas manajemen, rentabilitas, dan likuiditas suatu bank.

Dalam penilaian terhadap tingkat kesehatan bank, Bank Indonesia diberi kewenangan untuk menentukan sistem penilaian kesehatan bank berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 jis. UU No. 3 Tahun 2004 jis. UU No. 6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia dan UU No.7 Tahun 1992 jo. UUNo. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Bank yang tidak sehat akan kehilangan kepercayaan masyarakat, kelangsungan usaha bank tidak dapat dilanjutkan mengakibatkan bank tersebut menjadi bank gagal yang dapat dicabut izin usahanya.

Atas dasar pertimbangan tersebut, baik pemilik dan pengelolaan bank maupun otoritas yang terlibat dalam pengaturan dan pengawasan bank, harus bekerjasama mewujudkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan Edmon (2003) Digunakan norma hukum untuk mengatur kepentingan-kepentingan pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan industri perbankan nasional tersebut, dikarenakan norma hukum memiliki "legitimasi normatif " serta memberikan "efek jera" bagi pelanggarnya.

Dalam kaitan ini, hukum dipandang sebagai statutory instrument, yang berfungsi sebagai alat mekanis, yaitu sengaja secara sadar dipakai untuk mewujudkan keputusan-keputusan politik masyarakat dan sekaligus menghasilkan hukum yang responsif terhadap kegiatan industri perbankan nasional. Melalui sarana hukum, politik kegiatan industri perbankan nasional dapat diwujudkan.

Politik kegiatan industri perbankan nasional dengan sendirinya akan mendapatkan legitimasi dari hukum dan sebaliknya dengan menggunakan sarana hukum, maka kepentingan-kepentingan pihak-pihak terkait dalam kegiatan industri perbankan nasional dapat pula diwujudkan. Dengan demikian, hukum merupakan instrumen yang berhasil guna dan berdaya guna yang dimiliki oleh negara untuk mewujudkan berbagai politik kegiatan industri perbankan nasional dalam konteks mewujudkan sistem perbankan nasional yang sehat, kuat, dan efisien, guna menciptakan kestabilan sistem keuangan nasional.

Segala tindakan dan perilaku pihak-pihak yang terkait dalam atau dengan kegiatan industri perbankan nasional harus diatur secara normatif sebagai implementasi lebih lanjut dari prinsip-prinsip hukum yang mengatur hubungan pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan industri perbankan nasional. Tujuan utama pengaturan secara normatif kegiatan industri perbankan nasional tersebut dalam rangka menjaga keamanan dan kesehatan bank dengan baik serta sekaligus kesehatan sistem keuangan nasional secara keseluruhan, sehingga kegiatan industri perbankan nasional diharapkan akan dapat melaksanakan praktik-praktik perbankan yang sehat dan mampu bersaing secara sehat di antara sesama dalam kegiatan industri perbankan nasional.

Selain itu, pengaturan secara normatif kegiatan industri perbankan nasional ini, juga hendak melindungi dan menjamin keamanan nasabah serta terhindarnya nasabah dari praktik-praktik perbankan yang tidak sehat, yang kalau tidak diatur secara normatif pada gilirannya akan dapat merugikan asyarakat banyak serta sekaligus mengganggu sistem keuangan nasional secara keseluruhan Prinsip rahasia bank menjadi sangat penting dijaga dalam industri perbankan, karena prinsip tersebut merupakan jiwa dari industri perbankan.

Prinsip rahasia bank adalah suatu prinsip yang mengharuskan atau mewajibkan bank untuk merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan, dan lain-lain, dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan (wajib) dirahasiakan. Kerahasiaan bank ini diperlukan untuk kepentingan bank sendiri, yang memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila dari bank ada jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak akan disalahgunakan. Oleh karena itulah, maka bank harus memegang teguh prinsip rahasia bank

Stabilitas sistem keuangan akan dapat goyah jika bank tidak menganut prinsip kerahasiaan ini. Jika identitas atau keberadaan nasabah dan simpanannya atau rekeningnya tanpa alasan hukum yang kuat begitu mudah diterobos oleh pihak yang tidak berkepentingan dengan rekening atau dibocorkan kepada pihak yang tidak berkepentingan, dampaknya sudah dapat dipastikan bahwa pemilik rekening akan merasa privasinya terganggu.

Dapat dipastikan jika nasabah tersebut merasa tidak aman lagi berkaitan dengan harta milik yang disimpan di suatu bank tertentu. Ia akan memindahkannya ke sarana investasi atau sarana penyimpanan lain yang dirasa lebih menjanjikan keamanan dan kerahasiaannya. Berdasarkan uraian di atas maka penulis menetapkan judul penelitian ini adalah : Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Dalam Penggunaan Data Pribadi Oleh Bank Untuk Tujuan Komersil Kepada Pihak Ketiga

Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu; 1) Bagaimana Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank����������� Dalam Penggunaan Data Pribadi Oleh Bank Kepada Pihak Ketiga? 2) Bagaimana Hukum Positif Di Indonesia Yang Mengatur Tentang Kerahasiaan Data Nasabah Bank?

 

Metode Penelitian

Metode penelitian berperan penting untuk mendapatkan data yang akurat dan terpercaya. Metode penelitian ini juga digunakan sebagai alat atau cara untuk pedoman dalam melakukan penelitian. Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian hukum ini adalah dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang mengutamakan data kepustakaan yaitu penelitian terhadap data sekunder. Data sekunder tersebut dapat berupa bahan hukum primer,sekunder maupun tersier (Hanitijo, 2000).

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank Dalam Penggunaan Data Pribadi Oleh Bank Kepada Pihak Ketiga

Keberadaan hukum bertujuan untuk mewujudkan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. G. W. Paton mengatakan bahwa hak yang diberikan oleh hukum bukan hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan saja tetapi juga unsur kehendak. Pada hakikatnya hukum adalah sesuatu yang abstrak, namun dalam manifestasinya dapat berupa wujud konkret. Suatu ketentuan hukum dapat dinilai baik jika dari penerapannya menghasilkan akibat-akibat berupa kebaikan, kebahagiaan yang sebesar-besarnya, dan berkurangnya penderitaan (Zulham, 2017).

Terdapat dua teori mengenai kerahasiaan bank, yaitu teori kerahasiaan bank yang bersifat mutlak, dimana bank ini mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia nasabah yang diketahui bank karena kegiatan usahanya dalam keadaan apapun biasa ataupun dalam keadaan luar biasa, dan teori rahasia bank bersifat nisbi, yaitu bahwa bank diperbolehkan membuka rahasia nasabahnya apabila untuk kepentingan yang mendesak, misalnya untuk kepentingan negara .

Dalam sistem hukum perbankan Indonesia, pengertian mengenai rahasia bank selalu ditentukan dalam Undang-Undang yang mengatur lembaga perbankan. Mengenai pengertian dan ruang lingkup rahasia bank, sebelum berlakunya Undang-Undang No.7 Tahun 1998 jo. Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan dapat ditemukan dalam Undang-Undang No. 23 Prp 1960 tentang Rahasia Bank dan dalam Undang-Undang No.14 Tahun 1997 tentang pokokpokok perbankan (Hermansyah & Hum, 2005).

Ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, tidak ditemukan hal-hal yang mengatur hubungan hukum antara bank dan nasabah, namun hal ini dapat disimpulkan dalam beberapa ketentuan bahwa dasar hukum hubungan tersebut diatur oleh suatu perjanjian. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang menyatakan bahwa: �Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.�

Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pedoman yang dipergunakan oleh perbankan mengacu pada surat Keputusan Menteri Keuangan No. R-25/MK/IV/7/1969 tanggal 24 Juli 1969, dimana ketentuan rahasia bank ditafsirkan secara luas dan relatif ketat dengan meliputi baik sisi pasiva maupun aktiva, bahkan dalam pelaksanaannya termasuk hal-hal yang tercatat dalam rekening administrati

Sebagai suatu badan usaha yang dipercaya oleh masyarakat untuk menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, sudah sewajarnya bank memberikan jaminan perlindungan kepada nasabah yang berkenaan dengan "keadaan keuangan nasabah" yang lazimnya dinamakan dengan "Kerahasiaan Bank.�

Kerahasiaan bank sangat Penting karena bank memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Orang hanya mempercayakan uangnya atau memanfaatkan jasa bank apabila bank memberikan jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak akan disalahgunakan. Asas kerahasiaan (konfidensialitas) dalam soal-soal keuangan perbankan sudah dikenal sejak lama. Pada zaman pertengahan ketentuan semacam itu telah diatur pada peraturan perundang-undangan (Simatupang, 2011).

Perkembangan signifikan hukum perlindungan data terjadi ketika Uni Eropa melakukan unifikasi hukum perlindungan datanya melalui Peraturan Perlindungan Data Umum Uni Eropa (EU GDPR-General Data Protection Regulation), pada 2016, dan mulai berlaku pada 25 Mei 2018. GDPR bersifat komprehensif, mencakup hampir semua pemrosesan data pribadi. Selain itu, implementasinya juga tidak hanya akan mempengaruhi pengendali dan prosesor data yang berbasis di Uni Eropa, tetapi juga mereka yang menawarkan barang atau jasa kepada, atau memantau perilaku, individu warga negara Uni Eropa.

Sebagai hukum nasional, sampai dengan Januari 2018, setidaknya lebih dari 100 negara telah mengadopsi undangundang perlindungan data. Hukum perlindungan data umumnya strukturnya memuat mengenai: 1)�� Cakupan dan jangkauan dari perlindungan data, termasuk cakupan pengendali dan prosesor data, dan jangkauan teritorial/yurisdiksi; 2) Definisi dan jenis data pribadi; 3) Prinsip‐prinsip perlindungan data, mencakup di dalamnya alasan pemrosesan data; 4)�� Kewajiban pengendali dan prosesor data; 5) Hak‐hak dari pemilik data (data subject); 6) Pengawasan dan penegakan undang‐undang, yang umumnya dilengkapi dengan independent supervisory authority (data protection authority).

Tanggung jawab bank terhadap kerahasiaan data pribadi nasabah belum dapat dilaksanakan sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan perlindungan data nasabah, karena masih terdapat persoalan yang dialami nasabah akibat data nasabah yang bocor kepada pihak ketiga, hal ini terjadi karena tentang tanggung jawab pihak bank bukanlah hal yang dianggap penting bagi bank untuk menjaganya karena sanksi yang dijatuhkan pihak pengawas yang dalam hal ini pihak Otoritas Jasa Keuangan kepada pihak bank akibat kelalaian yang merugikan konsumen selama ini dirasa belum tegas.

Adapun Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh nasabah bank yang merasa dirugikan akibat penyebaran data informasi nasabah yang dipergunakan oleh pihak ketiga adalah dengan melakukan pelaporan kepada pihak bank atas penggunaan data nasabah tanpa seijin nasabah.

 

 

1.      Studi Kasus Putusan Nomor 84/Pdt.G/2019/PA.Yk

Bahwa di Magelang telah berdiri Yayasan Sosial yang bernama Yayasan Kesejahteraan Islam Kota magelang berdasarkan Akta Notaris No 7 tanggal 4 Agustus 1993 yang dibuat dihadapan Kunsri Hastuti, SH. Notaris di Kota Magelang yang kemudian diperbaharui dengan Akta No 38 tanggal 24 September 2008 yang dibuat dihadapan Kun Setyawati. SH, Notaris di Kabupaten Magelang sesuai dengan aturan baru yaitu Undang-undang Yayasan dan Yayasan Aquo telah mendapatkan Pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor AHU-88.AH.01.04. Tahun 2009.

Kemudian Yayasan Kesejahteraan Islam Kota Magelang mengadakan perubahan Pembina yang terakhir pada tanggal 7 April 2016 yakni penyempurnaan susunan Pembina Yayasan dengan menempatkan Sjailan, Dr. Untung Widodo, Jauhari Musthafa, Nurodin Usman,Pudiyatno, Sumarsono, Muhammad Suparlan. Sebagai Pembina Yayasan Kesejahteraan Islam Kota Magelang, masing-masing berkedudukan sebagai Ketua Pembina, dan Para anggota berdasarkan Berita Acara Rapat Pembina Yayasan Kesejahteraan Islam kota Magelang. Sebagai Pengurus Yayasan telah mengangkat Pelaksana Kegiatan Yayasan yakni (dr. Pamungkas Hary Suharso) lewat Surat Keputusan yang ditandatangani oleh Penggugat I dalam Surat Keputusan Nomor 19/KU-YKI/RSUKTMGL/XI/2014.

Kemudian pada sekitar akhir tahun 2014 Tergugat datang ke kantor Para Penggugat untuk menawarkan kerja sama Pembiayaan Pengembangan Rumah Sakit Islam Kota Magelang dengan berbagai keuntungan yang ditawarkan, yang kemudian pada tanggal 23 Maret 2015 Para Penggugat berencana membuka rekening dan meletakkan dana milik Yayasan sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Namun, dikarenakan pada waktu itu Para Penggugat belum sanggup memenuhi permintaan untuk mengendapkan uang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu Milyar rupiah) tersebut, maka sebagai tahap awal kerjasama, Para Penggugat sepakat menyetorkan (dengan cara transfer) sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) kepada Tergugat dan dana tersebut kemudian dibuatkan dalam bentuk buku tabungan BTN Syariah dengan rekening No. 7043031878 yang mana buku tabungan tersebut ditandatangani oleh Penggugat I dan Penggugat II.

Pembina Yayasan Kesejahteraan Islam memberhentikan Para Penggugat pada tanggal 6 November 2016 Ketua Pembina juga menerbitkan Surat Tugas Nomor 043/PB-YKI/ST/XI/2016 yang isinya Ketua Pembina memberi tugas sebagai Plt. Direktur Rumah Sakit Islam Kota Magelang kepada dr. Pamungkas Hary Suharso dan Ketua Pembina memberikan Surat Kuasa No. 030/PB- YKI/UM/XI/2016 tertanggal 7 November 2016 yang memberikan kuasa sebagai Plt. Direktur Rumah Sakit Islam Kota Magelang kepada dr. Pamungkas Hary Suharso untuk menon-aktifkan rekening atas nama Yayasan Kesejahteraan Islam Kota Magelang nomor rekening 7043031878 dan kemudian Ketua Pembina juga telah mengangkat Kepengurusan Yayasan Rumah Sakit Islam yang baru.

Satu minggu setelah Para Penggugat diberhentikan oleh Pembina, maka Para Penggugat mendatangi Tergugat untuk menanyakan status buku tabungan BTN Syariah dengan rekening No. 7043031878 yang mana buku tabungan tersebut ditandatangani oleh Penggugat I dan Penggugat II sebesar Rp.424.084.180,- (Empat ratus dua puluh empat juta delapan puluh empat ribu seratus delapan puluh rupiah) apakah masih aktif atau tidak, dan dijawab oleh Tergugat atas dasar Surat Tugas tertanggal 6 November 2016 Nomor: 043/PB-YKI/ST/XI/2016 dan Surat Kuasa tertanggal 7 November 2016 buku tabungan tersebut telah diblokir oleh Tergugat Namun ternyata Tergugat telah menutup buku tabungan tersebut tanpa konfirmasi kepada Para Penggugat, dan Tergugat beralasan bahwa penutupan buku tabungan tersebut dilakukan karena adanya laporan kehilangan Kepolisian terhadap buku tabungan dimaksud, yang dilakukan oleh beberapa orang yang mengatasnamakan Dewan Pengawas Yayasan (Keterangan Legal Officer BTN Syariah).

Dalam hal ini Bank BTN Syariah seharusnya tidak bisa menutup rekening atas nama nasabah (penggugat) karena adanya prinsip kerahasiaan dan dan perlindungan data pribadi nasabah. Penggugat dipermalukan harga dirinya, harkat martabatnya serta dipermainkan oleh Tergugat dengan berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas dimana Para Penggugat adalah berprofesi sebagai Dosen akibat dari perbuatan Tergugat, Para penggugat menanggung malu setidak tidaknya dihadapan pengurus periode 2016- 2021 dan atau organ Yayasan lainnya (Pembina, Pengawas) dan orang-orang yang terdekat dengannya dan untuk menghindarkan kesewenangan wenangan dari lembaga perbankan dalam perkara a quo Bank BTN Syariah Cabang Yogyakarta dan untuk memenuhi rasa keadilan maka patutlah Tergugat dihukum untuk mengganti kerugian immateriil sehingga dalam putusan perkara tersebut hakim menyatakan Tergugat dalam menutup buku tabungan BTN Syariah Nomor Rekening 7043031878 tanpa konfirmasi kepada Para Penggugat adalah Perbuatan Melawan Hukum.

 

2.      Pengaturan Perlindungan Data Pribadi Nasabah Perbankan di Indonesia

Perkembangan data di masyarakat menjamur luas ketika adanya industri perbankan, karena ketika seseorang hendak menggunakan kartu kredit maka dia harus mengirim data dirinya terlebih dahulu kepada aplikasi kredit, yang mana hal tersebut telah mengungkapkan siapa dirinya, riwayat pekerjaan, pendapatan, tabungan serta data sensitif lainnya. Sebagai contoh saja ada suatu bank yang menerima aplikasi kartu kredit sangat mungkin membagikan seluruh atau sebagian data yang diperoleh kepada suatu agensi pelaporan kredit (credit reporting agency). Bahkan sangat memungkin juga data tersebut dijual kepada perusahaan kartu kredit.

Pengaturan mengenai data pribadi nasabah juga erat kaitannya dengan prinsip mengenal nasabah. Menurut Pasal 1 angka (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 yang kemudian diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 Prinsip Mengenal Nasabah yang lebih dikenal dengan Know Your Customer Principles (KYCP) adalah yang diterapkan bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi.

Prinsip mengenal nasabah membantu melindungi reputasi dan integritas sistem perbankan dengan mencegah perbankan digunakan sebagai alat kejahatan keuangan. Penerapan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer Principle) didasari pertimbangan bahwa prinsip ini penting dalam rangka rangka melindungi bank dari berbagai risiko dalam berhubungan dengan nasabah (Priyohito, 2012).

Pengaturan hukum terhadap perlindungan data pribadi nasabah terdapat di dalam beberapa peraturan perundang-undangan antara lain Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen khususnya pada Pasal 4, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/Pojk.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi. Berdasarkan penelitian tergambar bahwa beberapa peraturan tersebut diatas belum sepenuhnya dapat memberikan perlindungan terhadap data pribadi nasabah bank hal ini dapat terlihat masih banyak nasabah yang merasa tidak nyaman karena data nasabah digunakan pihak ketiga untuk melakukan penawaran berbagai produk kepada nasabah.

Lembaga Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 1/POJK.07/2013 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan sebagai pelaksanaan dari ketentuan rahasia bank yang diatur dalam UU Perbankan untuk melindungi nasabah dari banyaknya penyalahgunaan data pribadi khususnya nomor telepon seluler nasabah. Dalam Pasal 19 POJK tersebut ditentukan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) dilarang melakukan penawaran produk dan/atau layanan kepada konsumen dan/atau masyarakat melalui sarana komunikasi pribadi tanpa persetujuan konsumen.

1.      Sumber Hukum Perbankan Di Indonesia

Bank Indonesia adalah lembaga yang memiliki peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional, karena fungsi utama yang dimiliki mengatur hal-hal yang berhubungan dengan keuangan secara luas. Dalam bidang perbankan, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai mengatur, mengkoordinir, mengawasi serta memberikan tindakan kepada perbankan. Tugas dan wewenang yang dimiliki Bank Indonesia juga berkaitan erat dengan usaha memberikan perlindungan.

Sebagai pengawas perbankan di Indonesia, Bank Indonesia mempunyai peranan yang besar sekali dalam usaha melindungi dan menjamin agar nasabah tidak mengalami kerugian akibat tindakan bank yang salah. Dengan wewenang yang ada terutama dalam hal pembinaan dan pengawasan bank secara tidak langsung ditujukan juga untuk kepentingan perlindungan nasabah. Mengacu pada ketentuan ini, maka Bank Indonesia memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang jelas dan tegas untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank, yang berupa: a)���������� menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian; b)�������� memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari Bank; mengenakan sanksi terhadap Bank;

Dalam rangka melakukan pembinaan dan pengawasan bank, Bank Indonesia mendukung penerapan perlindungan nasabah. Dalam rangka mendukung perlindungan terhadap nasabah bank, Bank Indonesia selaku otoritas pengawas perbankan berkepentingan meningkatkan perlindungan terhadap kepentingan nasabah dalam hubungannya dengan bank (Priliasari, 2008). Efektifitas Bank Indonesia Pada hakikatnya melaksanakan pengawasan dan pembinaan bank untuk meningkatkan keyakinan dari setiap orang yang mempunyai kepentingan dengan bank, bahwa bank-bank dari segi finansial tergolong sehat, dikelola dengan baik dan profesional, serta di dalam bank tidak terkandung segi-segi yang merupakan ancaman terhadap kepentingan masyarakat yang menyimpan dananya di bank.

Mengenai pengawasan dan pembinaan bank di Indonesia diatur di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Menurut Pasal 29 ayat (1) Undang-undang Perbankan dan Pasal 24 Undang-undang Bank Indonesia, pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia selaku Bank Sentral. Pengawasan tersebut dapat bersifat pengawasan langsung maupun tidak langsung.

 

2.      Asas, Fungsi dan Tujuan Perbankan

Fungsi utama ini akan terasa dengan memperhatikan ilustrasi sebagai berikut: dalam masyarakat pihakpihak yang kelebihan dan tidak dapat mengelolanya, demi mengamankan dana tersebut oleh bank akan disalurkan kepada pihak yang kekurangan dana. Katakanlah pihak yang kekurangan dana adalah sebuah perusahaan yang kegiatannya memproduksi barang, dengan demikian dana yang disalurkan tersebut akan lebih meningkat kegunaannya yaitu kegiatan produksi perusahaan tersebut dapat terus berjalan sehingga menyelamatkan pula nasib para pegawai dengan memberikan gaji yang normal.

Perbankan di Indonesia mempunyai tujuan yang strategis dan tidak sematamata berorientasi ekonomis, tetapi juga berorientasi kepada halhal yang non-ekonomis seperti masalah menyangkut stabilitas nasional yang mencakup antara lain stabilitas politik dan stabilitas sosial. Mengenai tujuan perbankan secara lengkap diatur dalam ketentuan pasal

4 Undang-Undang No.10 Tahun 1998, yang mengemukakan bahwa: �Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak�.

Fungsi pengaturan perbankan secara umum terbagi atas: 1) Fungsi untuk tujuan moneter, ditujukan untuk mendorong stabilitas moneter di Indonesia. Oleh karena masih dominannya perbankan di Indonesia sebagai salah satu sumber pembiayaan investasi. 2) Fungsi untuk tujuan pengawasan terhadap kegiatan usaha perbankan. Pengaturan ini ditujukan dalam rangka menjaga keamanan dan kesehatan bank maupun kesehatan sistem keuangan secara keseluruhan, sehingga diharapkan agar bank melaksanakan praktikpraktik perbankan yang sehat serta menjaga persaingan yang sehat diantara pelaku perbankan. 3) Fungsi untuk tujuan pencapaian program pembangunan indonesia. Dengan memperhatikan prinsip kehatihatian, diharapkan lembaga perbankan indonesia dalam melakukan usahanya dapat melindungi kepentingan masyarakat penyimpan dana khususnya, serta menunjang kegiatan ekonomi pada umumnya, terutama dalam lingkup dunia usaha dapat menunjang perkembangan sektor riil yang lebih baik dan dapat berperan dalam mengembangkan perekonomian nasional.

 

3.      Perlindungan Hukum Terhadap Data Pribadi Nasabah

Pada hakikatnya terdapat hubungan antara subjek hukum dengan objek hukum yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban timbul dari hubungan hukum tersebut harus dilindungi oleh hukum, sehingga anggota masyarakat merasa aman dalam melaksanakan kepentingannya. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum dapat diartikan sebagai suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan kewajibannya, sehingga yang bersangkutan merasa aman

Perlindungan hukum memiliki arti sebagai upaya atau tindakan yang diberikan oleh hukum dalam arti peraturan perundangundangan untuk melindungi subyek hukum dari adanya pelanggaran atas hak dan kewajiban para pihak yang terdapat dalam sebuah hubungan hukum. Perlindungan hukum nasabah penyimpan dana adalah perlindungan yang diberikan oleh peraturan perundangundangan atau hukum positif yang berlaku bagi nasabah penyimpan dana. Perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana bertujuan untuk melindungi kepentingan dari nasabah penyimpan dan simpanannya yang disimpan di suatu bank tertentu terhadap suatu resiko kerugian.

Hubungan antara bank dengan nasabahnya tidak hanya seperti hubungan kontraktual biasa, melainkan suatu hubungan yang terdapat kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia nasabahnya kepada pihak manapun kecuali jika ada ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Sutedi, 2008). Menurut Bambang Setioprodjo, secara filosofi kewajiban bank dalam memegang rahasia keuangan nasabah atau perlindungan atas kerahasiaan keuangan nasabah didasarkan pada Rachmadi Usman (2022): 1) Hak setiap orang atau badan untuk tidak dicampuri atas masalah yang bersifat pribadi (personal privacy). 2) Hak yang timbul dari perikatan antara bank dan nasabahnya, dalam kaitan ini bank berfungsi sebagai kuasa dari nasabahnya dan dengan itikad baik wajib melindungi kepentingan nasabah.

Meskipun data pribadi nasabah tidak diatur secara spesifik dalam UU Perbankan, namun tetap dikategorikan sebagai sesuatu yang harus dirahasiakan dalam menjalankan bisnis perbankan. Karena dengan adanya hubungan kontraktual antara bank dengan nasabah, bank memiliki kewajiban untuk melindungi kepentingan nasabah penyimpan. Jika bank tidak mampu dalam menjaga kepentingan nasabah, maka akan berdampak pada perkembangan usaha bank itu sendiri, masyarakat tidak akan lagi memberi kepercayaan kepada bank sebagai tempat yang aman untuk investasi mereka.

Sebelum Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi disahkan, tidak ada regulasi yang mengatur secara khusus perlindungan data pribadi. Meski demikian aturan terkait perlindungan data pribadi telah ada dan tersebar pada berbagai regulasi di berbagai sektor, mulai dari keuangan, kesehatan, hingga telekomunikasi.

Terdapat delapan asas yang menjadi dasar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, yaitu: perlindungan; kepastian hukum; kepentingan umum; pemanfaatan; kehati-hatian; keseimbangan; pertanggungjawaban; dan kerahasiaan.

a) Asas perlindungan memiliki maksud bahwa setiap pemrosesan Data Pribadi dilakukan dengan memberikan perlindungan kepada Subjek Data Pribadi atas Data Pribadinya agar tidak disalahgunakan. b) Asas kepastian hukum memiliki maksud bahwa setiap pemrosesan Data Pribadi dilakukan berdasarkan landasan hukum sehingga mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan. c) Asas kepentingan umum memiliki maksud bahwa dalam menegakkan Perlindungan Data Pribadi harus memperhatikan kepentingan umum secara luas. Yang dimaksud kepentingan umum di antaranya adalah kepentingan penyelenggaraan negara, pertahanan, dan keamanan nasional. d) Asas kemanfaatan bermaksud bahwa perlindungan Data Pribadi harus bermanfaat bagi kepentingan nasional.

e)Asas kehati-hatian bermaksud bahwa para pihak yang terkait dengan pemrosesan dan pengawasan Data Pribadi harus memperhatikan tiap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian. f) Asas keseimbangan yaitu menyeimbangkan antara hak atas Data Pribadi di satu pihak dengan hak negara yang sah berdasarkan kepentingan hukum. g) Asas pertanggungjawaban bermaksud bahwa semua pihak yang terkait dengan pemrosesan dan pengawasan Data Pribadi bertindak secara bertanggung jawab, sehingga dapat menjamin keseimbangan hak dan kewajiban para pihak, termasuk Subjek Data Pribadi. h) Asas kerahasiaan adalah bahwa Data Pribadi terlindungi dari pihak dan/atau kegiatan pemrosesan Data Pribadi yang tidak sah.

Jika kita Benchmarking dengan perlindungan data pribadi di negara Filipina Untuk mengakomodir perlindungan kepada warga negaranya maka pada tahun 2012 Filipina mengeluarkan undang- undang Data Privacy Act (DPA). DPA adalah peraturan untuk melindungi hak dasar warga negaranya terkait perlindungan privasi sekaligus menjamin kebebasan menerima dan menyalurkan informasi. Hal�hal yang diatur dalam DPA adalah: a) Ruang lingkup Terdapat kemiripan dengan GDPR dimana aturan ini mengikat perusahaan yang berdiri di Filipina dan WN Filipina dimanapun berada. b) Persetujuan Persetujuan wajib diberikan secara sukarela, spesifik dan terinformasi/tertulis. Yang tergolong informasi sensitif adalah terkait ras, etnik, status pernikahan, umur, usia, warna kulit, agama, afiliasi politik terkait kondisi kesehatan individu, pendidikan, kehidupan seksual, NIK, dianggap data yang rahasia oleh kongres. c) Pengawasan. Hal yang menarik adalah dalam sistem hukum Filipina, Undangundang keamanan Negara (undangundang anti terorisme yang memperbolehkan pengawasan) wajib tunduk pada ketentuan DPA.

 

 

 

Kesimpulan

Bahwa Sebagai suatu badan usaha yang dipercaya oleh masyarakat untuk menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, sudah sewajarnya bank memberikan jaminan perlindungan kepada nasabah yang berkenaan dengan "keadaan keuangan nasabah" yang lazimnya dinamakan dengan "Kerahasiaan Bank". Kerahasiaan bank sangat Penting karena bank memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang menyimpan uangnya di bank.

Orang hanya mempercayakan uangnya atau memanfaatkan jasa bank apabila bank memberikan jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak akan disalahgunakan. Lembaga Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 1/POJK.07/2013 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan sebagai pelaksanaan dari ketentuan rahasia bank yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan untuk melindungi nasabah dari banyaknya penyalahgunaan data pribadi khususnya nomor telepon seluler nasabah.

Dalam Pasal 19 POJK tersebut ditentukan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) dilarang melakukan penawaran produk dan/atau layanan kepada konsumen dan/atau masyarakat melalui sarana komunikasi pribadi tanpa persetujuan konsumen. POJK Nomor 1/POJK.07/2013 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dikeluarkan oleh OJK terkait dengan maraknya telemarketing yang biasa melakukan penawaran produk keuangan menggunakan data nasabah perbankan. Penggunaan data pribadi nasabah oleh para telemarketing dapat berakibat fatal terhadap keberlangsungan usaha pelaku jasa keuangan yang dalam hal ini adalah perbankan.

Bahwa Pengaturan mengenai data pribadi nasabah juga erat kaitannya dengan prinsip mengenal nasabah. Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 yang kemudian diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 Prinsip Mengenal Nasabah yang lebih dikenal dengan Know Your Customer Principles (KYCP) adalah yang diterapkan bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi.

Penerapan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer Principle) didasari pertimbangan bahwa prinsip ini penting dalam rangka rangka melindungi bank dari berbagai risiko dalam berhubungan dengan nasabah.Pengaturan hukum terhadap perlindungan data pribadi nasabah terdapat di dalam beberapa peraturan perundang-undangan antara lain Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen khususnya pada Pasal 4, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/Pojk.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi. Sebelum Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi disahkan, tidak ada regulasi yang mengatur secara khusus perlindungan data pribadi. Meski demikian aturan terkait perlindungan data pribadi telah ada dan tersebar pada berbagai regulasi di berbagai sektor, mulai dari keuangan, kesehatan, hingga telekomunikasi.

 

BIBLIOGRAFI

Andini, Amalia, & Rohmah, Siti Ngainnur. (2022). Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Koperasi Yang Belum Berbadan Hukum Ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Hukum Islam; Studi Kasus di Koperasi Paguyuban Madinah. Mizan: Journal of Islamic Law, 6(1), 61�76.

 

dalam Shidarta, A. Z. Nasution. (2000). Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo.

 

Djoni, Gazali S., & Rachmadi, Usman. (2012). Hukum Perbankan. Sinar Grafika, Jakarta.

 

Edmon, Makarim. (2003). Kompilasi Hukum Telematika. PT Raja Grafindo Persada.

 

Hanitijo, Ronny. (2000). Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia.

 

Hermansyah, S. H., & Hum, M. (2005). hukum perbankan nasional Indonesia. Jakarta: Kencana Predana Media Group.

 

Makarim, Edmon. (2003). Kompilasi Hukum Telekomunikasi. Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada.

 

Priliasari, Erna. (2008). Mediasi Perbankan Sebagai Wujud Perlindungan Terhadap Nasabah Bank. Jurnal Legislasi Indonesia, 5(2).

 

Priyohito, Mikael Haryo. (2012). PERLINDUNGAN HUKUM PRIVACY DATA NASABAH DALAM PENYELENGGARAAN INTERNET BANKING. UAJY.

 

Rachmadi Usman, S. H. (2022). Aspek hukum perbankan syariah di Indonesia. Sinar Grafika.

 

Silalahi, Rumelda, & Purba, Onan. (2021). PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999. JURNAL SOCIAL OPINION: Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi, 6(1), 51�65.

 

Simatupang, Taufik H. (2011). Asas Kerahasiaan Bank dan Pengecualiannya Demi Kepentingan Hukum. Forum Ilmiah, 8(2).

 

Sutedi, Adrian. (2008). Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan.

 

Syawali, Husni, & Imaniyati, Neni Sri. (2000). Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung: Mandar Maju.

 

Zulham, S. Hi. (2017). Hukum perlindungan konsumen. Prenada Media.

 

Copyright holder:

Kartika Sandi Taurus, Wishnu Dewanto Anggawira (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: