Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 10, Oktober 2023

 

KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN PERBANKAN (PRUDENTIAL BANKING PRINCIPLE) DALAM OPERASIONAL PERBANKAN

 

Erdiana

Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Iblam

E-mail:

 

Abstrak

Perbankan adalah lembaga yang mempunyai peran utama dalam pembangunan suatu Negara. Peran ini terwujud dalam fungsi bank sebagai lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary institution), yakni menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Salah satu� prinsip� atau asas dalam hukum perbankan adalah Prinsip� kehati-hatian yang� menegaskan� bahwa� bank� dalam menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan terutama dalam penyaluran dana kepada� masyarakat� harus� sangat� berhati� hati.� Dalam penerapan prinsip kehati-hatian bertujuan agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku di dunia perbankan.�

Penelitian ini menggunakan jenis Pendekatan yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang menekankan pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan, tetapi disamping itu juga berusaha menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat serta� diharapkan� kepentingan manusia/masyarakat akan terlindungi.

 

Kata kunci: Prinsip Kehati-Hatian, Asas Dalam Hukum Perbankan.

 

Abstract

Banking is an institution that has a major role in the development of a country. This role is manifested in the function of the bank as a financial intermediary institution, namely collecting funds from the public in the form of deposits and distributing them to the public in the form of credit or other forms in order to improve the people's standard of living. One of the principles or principles in banking law is the precautionary / prudential principle which emphasizes that banks in carrying out business activities both in collecting, especially in channeling funds to the public must be very careful. In the application of the precautionary/ prudential principle, it is intended that banks are always in a healthy condition to run their business properly and comply with the provisions and legal norms that apply in the banking world. This study uses a normative juridical approach, which is a study that emphasizes the legal norms contained in legislation and court decisions, but besides that it also tries to examine the legal rules that apply in society and it is hoped that the interests of humans / society will be protected.

 

Keywords: Prudent Principle, Principles in Banking Law.

 

Pendahuluan

Perbankan merupakan suatu lembaga yang memiliki peran utama dalam perekonomian negara, perbankan tidak luput dari peraturan perundang-undangan yang menaunginya yaitu UU No.7 tahun 1992 kemudian dilakukan perubahan pada UU No.10 tahun 1998 tentang Perbankan (Djoni & Rachmadi, 2012). Di Indonesia, tindak pidana perbankan diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Di dalam undang-undang tersebut diatur secara tegas mengenai ancaman sanksi berupa pidana bagi pelanggarnya. Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 telah mengatur ancaman pidana untuk tindak pidana perbankan dengan sistem minimum khusus, yaitu paling singkat tiga tahun penjara dan denda paling sedikit Rp.5.000.000.000, - (lima miliar rupiah). Bahwa inti dari pengenaan pidana dalam pasal tersebut adalah karena tidak melaksanakan langah-langkah yang diperlukan dalam memastikan ketaatan bank yang dilakukan oleh pelaku perbankan yakni Direksi, Komisaris bahkan pegawai bank kaitannya dengan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking principle).

Dari pasal tersebut dapat kita lihat pelaku perbankan harus memastikan ketaatan bank, Ketaatan bank berarti bukan ketaatan individu sehingga jelas subjek hukum yang disasar adalah para pejabat bank yakni dewan komisaris, direksi dan pejabat eksekutif, adapun pegawai bank dalam hal ini adalah pegawai bank yang memang mempunyai kewenangan, komitmen suatu bank guna melakukan langkah-langkah yang telah dibuat oleh pihak pengawas bank tersebut dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK), komitmen bank untuk taat tercermin pada persetujuan pimpinan bank untuk melakukan langkah-langkah yang dibuat oleh OJK tersebut yang dicantumkan pada �surat pembinaan�, �action plan�,� atau risalah rapat antara bank dengan otoritasnya.

Proses pembinaan yang dilakukan oleh otoritas terhadap bank inilah yang dapat kita sebut penerapan asas ultimum remedium karena otoritas bank melakukan pembinaan dahulu secara administratif atau bisa disebut juga administrative penal, jadi upaya perbaikan secara administratif yang diminta oleh pihak otoritas harus dilaksanakan guna terpenuhinya unsur ketaatan bank (Sembiring, 2000).

�Langkah-langkah� yang dimaksud adalah pengawasan/pembinaan dan administratif yang diperintahkan kepada bank oleh otoritas, yang bersumber dari Pasal 52 UU Perbankan dan dalam Pasal 9 huruf d UU No.21 Tahun 2011 tentang OJK, penyimpangan bank dalam kegiatan perbankan harus ditegakkan dengan hukum / tindakan administratif Supervisory action terlebih dahulu, apabila Tindakan administrative / pembinaan tidak dipenuhi, barulah unsur �tidak melaksanakan langkah-langkah.� dapat dipenuhi

Contoh

Suatu bank diduga melanggar batas maksimum pemberian kredit (BMPK), terhadap dugaan pelanggaran ini, bank diminta untuk memperbaiki pelanggarannya dengan menambah setoran modal atau menurunkan fasilitas pinjaman nasabah dalam waktu tertentu. Apabila dalam waktu tertentu ini bank masih tidak melaksanakan perintah pengawas dan telah diberikan peringatan, maka dapat dikatakan melanggar ketentuan Pasal 49 ayat 2 huruf b UU Perbankan dan barulah otoritas dapat melakukan tindakan hukum yakni melaporkan pejabat bank kepada aparat hukum yakni kepolisian.

Untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan undang-undang ini dan ketentuan perundang-undangan lainnya�, perlu dilihat bahwa empat unsur peraturan perundang-undangan: a) Peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum. b) Dibuat oleh Lembaga Negara atau Pejabat yang berwenang. c) Melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. d) Harus diundangkan dengan menempatkannya pada salah satu tempat pengumuman seperti LN, TLN dst.

Bahwa terdapat kasus Bank Swadesi dimana mantan Direktur terkait tindak pidana perbankan (Putusan No.469/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Pst.) dalam pemberian fasilitas kredit, dan ternyata hakim membebaskan mantan direktur tersebut pada tingkat Pengadilan Negeri dan dalam upaya hukum luar biasa yakni Peninjauan Kembali karena menganggap mantan direktur tersebut hanya melanggar SOP sehingga tidak termasuk ranah pidana.

Namun adapula perkara Bank Permata (Putusan No.666/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Sel) dimana pelapornya adalah Penyidik Tindak Pidana Khusus Bareskrim POLRI, padahal dari otoritasnya yakni OJK tidak pernah membuat laporan investigasi terhadap para pejabat Bank Permata bahkan pejabat tersebut tidak pernah dinyatakan melakukan pelanggaran oleh OJK, namun para pejabat tersebut bernasib tidak baik dan tetap dihukum oleh Majelis Hakim.

Bahwa terkait dengan perkara No.666/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Sel. Direksi Bank permata tersebut juga dibawa ke meja hijau dan diadili namun dengan Putusan yang membebaskan Terdakwa sebagaimana Putusan No.937/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Sel. Dari ketiga kasus tersebut terdapat pertentangan terhadap Putusan satu sama lain padahal ketiga kasus tersebut kalaupun dianggap bersalah hanya sebatas kesalahan administrasi yang sama sekali tidak merugikan bank, quo vadis keadilan.

Atas dasar hal tersebut penulis bertanya-tanya dimanakah keadilan, apakah para pelaku bank yang melakukan suatu kesalahan administratif harus dipidana padahal Bank mempunyai aturan khusus yakni UU Perbankan dan memiliki sendiri pengawasnya yakni Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, keadilan bagi mereka apakah harus dicari pada saat mereka didudukkan di meja hijau, hal ini memberikan preseden buruk terhadap masyarakat, dimana bank merupakan lembaga kepercayaan masyarakat, para pejabat bank pun juga bukanlah orang-orang sembarangan karena harus melewati serangkaian tes fit and proper sebelum menjabat sehingga pelaku bank sebenarnya adalah orang-orang yang paham akan tindakannya dalam dunia perbankan sehingga apakah perlu pemidanaan terhadap mereka sebagai efek jera.

Bukankah irah-irah dalam setiap Putusan mengedepankan Keadilan, yakni �Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa� dikaitkan dengan Teori Keadilan bahwa Keadilan tidak dapat dipisahkan dari Hukum. Diktum terkenal St. Agustin menggambarkan hubungan itu, lex inusta non est lex atau unjust law is not law, hukum yang tidak adil bukanlah hukum atau sebagaimana dikatakan immoral rules are not legally valid, aturan yang bertentangan dengam moral tidak sah secara hukum. Dengan ini, dalam kasus konflik antara kepastian hukum dan keadilan, prioritas absolut diberikan pada keadilan (A�an Efendi et al., 2021).�

Ungkapan klasik lainnya untuk menggambarkan tidak terpisahnya keadilan dari Hukum, �bahwa hukum yang ketidakadilannya cukup parah dapat dan harus ditolak untuk memiliki karakter hukum, warga negara dan pengadilan, secara moral dan yuridis berhak untuk memperlakukan sebagai, atau seolah-olah bukan hukum.

Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu; 1) Bagaimana Kepastian Hukum Terhadap Prinsip Kehati-hatian Perbankan (prudential banking principle) dalam Undang-Undang Perbankan? 2) Bagaimana Batasan (parameter) Terhadap prinsip kehati-hatian (prudential banking principle) dalam melaksanakan operasional Perbankan Ditinjau Dari Hukum Perbankan? Maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Untuk mengetahui dan menganalisis Prinsip Kehati-hatian Perbankan dalam UU Perbankan. b) Untuk mengetahui dan menganalisis batasan prinsip kehati-hatian dalam pelaksanaan operasional perbankan sehubungan dengan adanya kepastian hukum guna pemenuhan rasa keadilan.

 

Metode Penelitian

Pada penelitiam ini penulis menggunakan bentuk penelitian deskriptif evaluatif yang artinya adalah suatu gambaran baik secara sistematis, akurat, maupun faktual tentang hubungan antar fenomena yang akan diteliti (Suprayogo, 2003). Dalam Penelitian evaluatif ini rekomendasi akhir yang menjelaskan obyek evaluatif dapat ditingatkan, dipertahankan dan atau bahkan diberhentikan seiring dengan data yang diperoleh merupakan evaluatif yang dasarnya terpusat pada rekomendasi akhir sehingga pada pelaksanaannya mendapatkan data dan kesimpulan yang peroleh di lapangan (Suharsimi, 2006).

Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian hukum normatif, adapaun pengertian dari penelitian normatif adalah suatu penelitian yang memiliki tujuan untuk mengilustrasikan mengenai penemuan, norma dan asas hukum positif, sistematika hukum yang telah ada dan terdapat dalam data sekunder (Soerjono, 1986). Sedangkan sifat atau tipe penelitian yang penulis gunakanadalah deskriptif analisis, diartikan sebagai suatu gambaran kenyataan mengenai situasi yang sebenarnya dalam penelitian ini dan juga menganalisis aturan hukum maupun teori-teori hukum yang kesemuanya saling berkaitan

Sumber data terdiri dari bahan hukum dan bahan non-hukum yakni:

Bahan Hukum Primer (hukum positif, hukum yang diberlakukan saat ini, ius consitutum), Yaitu Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan; Bahan Hukum Sekunder (hukum yang akan diberlakukan di masa yang akan datang, ius constituendum), dan Bahan Hukum Tertier (buku, makalah, dan laporan-laporan yang memuat pendapat ahli hukum tentang bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder).

Metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif. Metode analisis kualitatif dalam penelitian juridis normatif adalah analisis yang menggunakan tafsir hukum, nalar hukum, dan argumentasi rasional (Tommy, 2007).

Lokasi Penelitian yang menjadikan tujuan dari penelitian ini adalah di wilayah Propinsi DKI Jakarta dan hal tersebut sehubungan dengan aktifitas dan tempat bekerja dari penulis. Jadwal penelitian yang Penulis lakukan dimulai dari pengajuan proposal tesis, sidang proposal tesis, melakukan penelitian, bimbingan dengan dosen pembimbing hingga terbentuknya tesis penulis yang selanjutnya melakukan pertanggungjawaban atas hasil yang penulis teliti melalui sidang tesis, keseluruhan rangkaian tersebut penulis lakukan selama 4 (empat) bulan yakni terhitung sejak bulan Agustus 2022 s/d Nopember 2022.

 

Hasil dan Pembahasan

A.     Kepastian Hukum Terhadap Prinsip Kehati-Hatian Perbankan (Prudential Banking Principle) Dalam Undang-Undang Perbankan

1.      Prinsip Kehati-hatian

Prinsip kehati-hatian (prudent banking principle) merupakan suatu asas atau prinsip yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya (Dona et al., 2023). Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 UU Nomor 10 Tahun 1998 bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.

Prinsip kehati-hatian juga merupakan suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan dana dan terutama dalam penyaluran dana kepada masyarakat harus sangat berhati-hati. Tujuan dilakukannya prinsip kehati-hatian ini agar bank selalu dalam keadaan sehat dalam menjalankan usahanya dengan baik serta mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku di dunia perbankan (Perwirasari & Ikrardini, 2020).

Istilah prudent sangat erat kaitannya dengan fungsi pengawasan bank dan manajemen bank. Kata prudent itu sendiri secara harfiah dalam bahasa indonesia berarti bijaksana, namun dalam dunia perbankan istilah yang sering digunakan adalah asas kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian atau disebut juga prudential banking mengharuskan bank untuk selalu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, dalam arti diharuskan konsisten dalam melaksanakan peraturan (Sakti & Ahmad, 2023).

 

 

2.      Dasar Hukum Prinsip Kehati - hatian (Prudential Banking)

Meskipun Undang - Undang Perbankan tidak menjelaskan secara pasti mengenai pengertian prinsip kehati - hatian namun pengaturan mengenai prinsip kehati - hatian (prudential banking) secara eksplisit tersirat pada Undang - Undang nomor 10 Tahun 1998 sebagai perubahan atas Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yaitu pada pasal 29 ayat 2, 3, dan 4 yang menyatakan: 1) Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati - hatian. 2) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara - cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang memercayakan dananya kepada bank. 3) untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan terjadinya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank (Tektona & Risma, 2020).

Berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (2) di atas, maka tidak ada alasan apapun bagi pihak bank untuk tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dimaksud didalam menjalankan kegiatan usahanya dan wajib menjunjung tinggi prinsip kehati - hatian.� Ini mengandung arti, bahwa segala perbuatan dan kebijaksanaan serta kebijakan yang dibuat dalam rangka melakukan kegiatan usahanya harus senantiasa berdasarkan kepada peraturan perundang - undangan yang berlaku sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.�

Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 29 ayat (3) mengandung makna perlunya diterapkan prinsip kehati - hatian dalam rangka penyaluran kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada nasabah debitor.� Sedangkan ketentuan pasal 29 ayat (4) sangat erat kaitannya dengan dua pasal sebelumnya menyangkut perlindungan bagi kepentingan nasabah penyimpan dan simpanannya. Hal menarik dalam ketentuan prinsip kehati - hatian bank adalah kewajiban bagi bank menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank sebagaimana dinyatakan dalam pasal 29 ayat 4 diatas (Santoso, 2023).

Penyediaan informasi tersebut dimaksudkan agar akses untuk memperoleh informasi mengenai bank menjadi lebih terbuka, apabila informasi tersebut telah dilaksanakan, maka bank dianggap telah melaksanakan ketentuan pasal 29 ayat (4) dimaksud, ketentuan ini juga menunjukkan bahwa bank benar - benar memiliki tanggung jawab dengan nasabahnya karena hal ini sangat relevan dengan konsep hubungan antara bank dengan nasabahnya yang bukan hanya sekedar hubungan antara debitur dengan kreditur melainkan juga hubungan kepercayaan. Sebenarnya dalam pasal - pasal sebelumnya, Undang - Undang Perbankan secara tersirat juga mengatur mengenai prinsip kehati � hatian yaitu pada pasal 8 dan 11, sebagai berikut:

Pasal 8: �Dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai yang diperjanjikan�

Pasal 11:

(1) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan - perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan.

(2) Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh melebihi 30% (tiga puluh persen) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

(3) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank kepada : a) pemegang saham yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih dari modal disetor bank; b) anggota Dewan Komisaris; c) anggota Direksi; d) keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c; e) pejabat bank lainnya; dan f) perusahaan - perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari pihak - pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e.

(4) Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak boleh melebihi 30% (tiga puluh persen) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank dilarang melampaui batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4). Pengertian prinsip kehati - hatian dalam Undang - Undang Perbankan baik dalam ketentuan maupun penjelasannya tidak dijelaskan secara pasti, melainkan hanya menyebutkan istilah dan ruang lingkupnya saja sebagaimana dijelaskan dalam pasal - pasal diatas.

 

B.     Analisis Penerapan Pengaturan Prinsip Kehati-hatian (prudential banking principle) terkait Undang-Undang Perbankan dalam upaya menjamin kepastian hukum

1.      Undang-undang Nomor: 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Penerapan pengaturan mengenai prinsip kehati-hatian terdapat dalam pasal 7, yakni sebagai berikut:

Pasal 7

Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai wewenang:

1) Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi: a) perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank. b) kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;

2) Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: 1) likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; 2) laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3) sistem informasi debitur; 4) pengujian kredit (credit testing). �5) standar akuntansi bank.

3) Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: a) manajemen risiko; b) tata kelola bank; c) prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; d) pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan

4) Pemeriksaan Bank

Dalam penjelasan pasal 7 dijelaskan pula bahwa Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian, dan pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan microprudential yang menjadi tugas dan wewenang OJK.

 

2.      Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia

Bank Indonesia mempunyai tugas yang disebutkan di dalam Pasal 8 Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (selanjutnya disebut Undang Undang Bank Indonesia), antara lain yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi bank.

Selain melakukan tugas-tugas yang telah disebutkan dalam pasal tersebut, Bank Indonesia juga memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan hukum terhadap nasabah bank dari praktik-praktik perbankan yang merugikan (Efrianto & Wiyanti, 2022). Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki fungsi yang paling utama yakni mengatur jumlah uang yang beredar dalam perekonomian (to managenations money supply). Tujuannya guna mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang merupakan single objective dari Bank Indonesia. Kestabilan ini akan berdampak pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang lain.

Menurut Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Bank Indonesia, menerangkan bahwa: �Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur bank, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian.� Dalam penjelasan pasal tersebut, ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian bertujuan untuk memberikan rambu-rambu bagi penyelenggaraan kegiatan usaha perbankan, guna mewujudkan sistem perbankan yang sehat.

Untuk mewujudkan sistem perbankan yang sehat, maka peraturan - peraturan di bidang perbankan yang ditetapkan Bank Indonesia harus didukung dengan sanksi-sanksi yang adil, dan pengaturan Bank Indonesia tersebut disesuaikan pula dengan standar yang berlaku secara Internasional (Prasetio, 2018).�

 

 

3.      Peraturan Bank Indonesia

Menurut ketentuan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KE/DIR, menetapkan bagi semua bank untuk melakukan kegiatan usahanya berpedoman dengan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (KPB) dan melampirkan Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB) yang sekurang-kurangnya memuat: 1) Prinsip Kehati-hatian dalam perkreditan. 2) Organisasi dan manajemen perkreditan. 3) Kebijakan persetujuan kredit. 4) Dokumentasi dan administrasi kredit. 5) Pengawasan kredit. 6) Penyelesaian kredit bermasalah.

Dari ketentuan tersebut di atas, salah satu yang menjadi poin utama dalam melaksanakan kegiatan pemberian kredit adalah dengan menerapkan prinsip kehati-hatian. Agar dalam setiap pemberian kredit yang diberikan suatu bank kepada nasabahnya, tidak akan timbul masalah nantinya seperti kredit macet.

 

C.     Batasan (parameter) Terhadap Prinsip Kehati-Hatian Perbankan (prudential banking principle) Dalam Melaksanakan Operasional Perbankan Ditinjau Dari Hukum Perbankan.

1.      Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 1607 K/PID.SUS/2022 tanggal 9 Juni 2022 juncto Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 437/PID.SUS/2020/PT.DKI tanggal 2 Desember 2020 juncto Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 666/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Sel. tanggal 3 September 2020,

Adapun duduk perkara bermula dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum yakni:

Surat Dakwaan:

����������� Jaksa Penuntut Umum mendakwa terdakwa AS dan LZ dengan pasal: 49 ayat (2) b Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No.7 tahun 1992 Tentang Perbankan juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto pasal 64 ayat (1) KUHP;�

 

Surat Tuntutan:

Menuntut Terdakwa AS dan LZ terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana pasal 49 ayat 2 (b) UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No.7 tahun 1992 Tentang Perbankan juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto pasal 64 ayat (1) KUHP, dan menghukum Terdakwa dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dengan denda masing-masing Rp. 5 milyar atau apabila denda tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.

 

Pertimbangan Hukum / Hakim

Dalam Putusan Kasasi lebih kurang diambil dari Pertimbangan Hukum / Hakim pada Tingkat Pengadilan Negeri yakni sebagai berikut:

1) Terkait dengan unsur

��tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank.� �Menimbang, bahwa dalam menyusun Proposal Kredit atau Credit Facility Request (CFR) Pack, informasi dalam CFR tersebut hanya berdasarkan informasi yang diperoleh dari debitor (in casu PT. MJPL - PT. Megah Jaya Prima Lestari);

Menimbang, bahwa seorang Analis Kredit harus mempunyai sifat independensi agar tidak terpengaruh oleh beberapa hal secara subyektif, karena seorang analisis kredit suatu instansi (perbankan) biasanya dihadapkan pada beberapa prinsip untuk menilai kredit seseorang atau suatu instansi; Menimbang, bahwa Analisis Kredit haruslah melakukan penilaian kredit dalam segala aspek, baik keuangan maupun non keuangan. Menurut Tarmizi (2018), Analisis Kredit adalah suatu proses analisis kredit dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dan rasio-rasio keuangan untuk menentukan kebutuhan kredit yang wajar.

Menimbang, bahwa pendekatan-pendekatan atau metode-metode yang biasa dipakai dalam menganalisis kredit modal kerja adalah Turn Over Method, sedangkan untuk menganalisis kredit investasi adalah PP Method, NPV Method dan IRR Method;

Menimbang, bahwa dalam melakukan persetujuan dalam penyaluran kredit perbankan perlu diperhatikan prinsip 5C; yaitu: (1) Character, adalah keadaan watak dari nasabah, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha. (2) Capital, adalah jumlah dana/modal sendiri yang dimiliki oleh calon nasabah. Semakin besar modal sendiri dalam perusahaan, tentu semakin tinggi kesungguhan calon nasabah dalam menjalankan usahanya dan bank akan merasa lebih yakin dalam memberikan kredit. (3) Capacity, adalah kemampuan yang dimiliki calon nasabah dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. (4) Collateral, adalah barang-barang yang diserahkan nasabah sebagai agunan terhadap kredit yang diterimanya. (5)������� Condition of Economy, yaitu situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi,budaya yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat yang kemungkinannya mempengaruhi kelancaran perusahaan calon debitur.

 

Batasan Prinsip Kehati-Hatian Perbankan

Bahwa kredit macet merupakan jalan masuk terjadinya suatu dugaan tindak pidana, dan untuk mengkriminalisasikan hal tersebut tergantung kasus perkasus (Khalimi & Alam, 2022). Bahwa pemberian kredit yang seharusnya diterapkan pada calon nasabah / nasabah yakni melalui prosedur sebagai berikut: a) Debitur harus mengajukan permohonan; b) Terhadap permohonan tersebut kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan dasar 5C (Capital, Character, Collateral, Capacity dan Conditios of Economic. c) eputusan persetujuan atau penolakan kredit (Sihotang, 2022).

Bahwa pelanggaran terhadap Prinsip kehati-hatian adalah sangat mudah dijadikan suatu pertimbangan dalam suatu putusan terkait pemberian kredit apabila kredit tersebut macet, generalisasi pemikiran pelanggaran Prinsip Kehati-hatian karena terjadinya suatu kredit macet terkait dengan tugas dan tanggung jawab para pelaku perbankan. Untuk memastikan prinsip kehati-hatian perbankan ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pelaku perbankan sesuai dengan deskripsi pekerjaannya seperti dalam pemberian kredit, maka seorang analisis kredit mempunyai tugas dan tanggung jawab diantaranya sebagai berikut: a) Melaksanakan tugasnya dengan berdasarkan kemahiran dan keprofesionalannya dengan jujur, objektif, cermat dan seksama; b) Setiap kredit yangdiprakarsainya harus sesuai dengan ketentuan perbankan dan asas perkreditan yang sehat dan prinsip kehati-hatian. c) Meneliti dan memastikan bahwa dokumen yang mendukung putusan kredit masih berlaku, sah dan berkekuatan hukum.

Dari beberapa tanggung jawab pelaku perbankan tersebut dapat diperoleh suatu batasan prinsip kehati-hatian dalam suatu operasional perbankan sehingga pelaku perbankan terlindungi dari adanya pelanggaran tindak pidana perbankan karena telah melakukan tugas dan tanggung jawabnya berdasarkan prinsip kehati-hatian perbankan tersebut. Bahwa batasan prinsip kehati-hatian juga dinilai apabila tugas dan kewenangan dari pelaku perbankan telah dijalankan dengan benar dan sesuai dengan peraturan perbankan, maka prinsip kehati-hatian tersebut telah terpenuhi sehingga apabila terjadi suatu permalahan dalam operasional perbankan, pelaku perbankan tersebut tidak serta merta dapat dikenakan pemidanaan.

Sesuai dengan fungsi bank yang menghimpun dana dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat, kepercayaan dan masyarakat menjadi yang paling utama, namun demikian penyaluran dana melalui suatu kredit kepada masyarakat inilah yang senantiasa harus berdasarkan prinsip kehati-hatian karena kasus yang paling sering ditemui dalam dunia perbankan adalah kredit macet dan seringkali penyebabnya adalah pelaku perbankan tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dan menjadi suatu yang lazim yang menajdi dasar pemidanaan pelaku perbankan karena prinsip tersebut.

Standar moral dari suatu bank harus diperkuat dengan suatu standar baku guna menjaga ketaatan bank sehingga proses kegiatan perbankan yang berdasarkan Prinsip kehati-hatian dapat mencegah suatu bank terjerumus dalam suatu permasalahan hukum. Profesionalisme dan integritas pelaku perbankan yang mengedepankan Prinsip kehati-hatian perbankan tersebut dapat membuat bank menjadi sesuai dan sejalan dengan fungsinya yakni sebagai lembaga kepercayaan masyarakat.�

 

Analisis Penulis

Bahwa Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 adalah sebagai berikut: �Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank�

Bahwa hakekat dari Pasal 49 ayat 2 b Undang-undang Perbankan adalah sebagai berikut: a) Pasal ini merupakan ketentuan pidana yang berhubungan dengan pengawasan dan pembinaan bank. b) Pasal ini diterapkan dalam situasi bank yang mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya yang ditandai dengan berubahnya status bank dari bank yang sehat/ normal menjadi �bank dalam pengawasan intensif� atau �bank dalam pengawasan khusus�. c) Untuk memperbaiki keadaan bank tersebut, otoritas meminta �ketaatan bank�, sebagai badan usaha dan sebenarnya bukan �ketaatan individu�, namun jelas subyek hukum yang disasar adalah tetap para pejabat bank yakni: dewan komisaris, direksi dan pejabat eksekutif,� dan pegawai bank disini bukan menyasar pegawai yang tidak punya kewenangan, namun yang berinteraksi dengan pihak OJK saja; Komitmen bank untuk taat, tercermin pada persetujuan pimpinan bank untuk melakukan langkah-langkah yang dicantumkan pada �surat pembinaan�, �action plan� atau �risalah rapat� antara bank dan otoritas.� Semua ini dikenal dengan Cease and Desist Order (CDO).

Cease and Desist Order (CDO) merupakan perintah untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan kegiatan tertentu guna memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor perbankan dan / atau mencegah dan mengurangi kerugian konsumen, masyarakat dan sektor perbankan.

 

Kesimpulan

Penerapan Prinsip Kehati-hatian Perbankan (Prudent Banking Principle) dalam operasional perbankan dikaitkan dengan praktek penegakan hukum pidana telah terjadi perbedaan terkait suatu putusan pengadilan sehingga sesungguhnya masih ada hal yang menurut hemat penulis perlu dilakukan sebuah penguatan didalam pelaksanaan Undang - Undang tersebut, maka dari itu dalam penelitian ini mempunyai gagasan hukum yaitu dengan tujuan agar tidak terjadi korban yang menurut hemat penulis tidak seharusnya terdampak dan menjadi begitu penting disebabkan bukan karena perbuatannya tapi karena profesinya, maka dalam peraturan Bank Indonesia atau peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dibuatlah peraturan yang lebih khusus tentang definisi, pelaksanaan dan sanksinya serta dilakukan pelaksanaan dan pengawasan secara periodik didalam memastikan agar semua mekanisme keputusan dapat tetap menggunakan prinsip kehati-hatian yang bisa digunakan secara permanen peraturannya agar tidak terjadi problem hukum yang menyasar terhadap orang-orang yang salah;

Batasan bank dan petugas bank dalam melaksanakan Prinsip Kehati-hatian Perbankan (Prudential Banking Principle) dalam operasional perbankan menjadi tidak jelas sehingga terjadi keberagaman penerapan prinsip kehati-hatian. Adapun yang menjadi titik penyelesaian persoalan ini adalah perlunya diperkuat peraturan Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan yang secara spesifik yang lebih menjelaskan tentang prinsip kehati-hatian dari definisi hingga peaksanaannya, sehingga prinsip kehati-hatian itu tidak hanya sebatas diatas kertas namun mempunyai langkah-langkah secara periodik yang menyebabkan adanya kepastian hukum.

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAPHY

A�an Efendi, S. H., Susanti, D. O., & SH, M. (2021). Ilmu Hukum. Prenada Media.

 

Djoni, G. S., & Rachmadi, U. (2012). Hukum Perbankan. Sinar Grafika, Jakarta.

 

Dona, N. G. R., Rafidah, R., & Anggraeni, L. (2023). Pelaksanaan Prinsip Kehati-Hatian Dalam Pembiayaan Mudharabah Pada Bank Syariah Indonesia KC Jambi Gatot Subroto. Ekonomica Sharia: Jurnal Pemikiran Dan Pengembangan Ekonomi Syariah, 8(2), 205�220.

 

Efrianto, L. B. P., & Wiyanti, D. (2022). Tanggung Jawab Bank Terhadap Nasabah yang Dananya Terbukti Digunakan oleh Karyawan Bank. Jurnal Riset Ilmu Hukum, 107�112.

 

Khalimi, K., & Alam, K. (2022). Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Prinsip Kehati-Hatian Dalam Pemberian Kredit Perbankan. Yustitia, 8(1), 15�35.

 

Perwirasari, D. P., & Ikrardini, Z. (2020). PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT NON AGUNAN DITINJAU DARI SISI HUKUM PERIKATAN. Jurnal Dialektika Hukum, 2(2), 148�172.

 

Prasetio, R. (2018). Penerapan prinsip kehati-hatian (prudential banking) dalam pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) mikro pada Bank Rakyat Indonesia KC Depok Kota Depok. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah.

 

Sakti, M. A. P., & Ahmad, E. S. (2023). Penerapan Prinsip Kehati-Hatian (Prudential Principle) Dalam Proses Pembiayaan Pada Bank Syariah Di Indonesia:(Studi Kasus Bank Syariah Indonesia Kantor Cabang Mataram Nusa Tenggara Barat). Jurnal Risalah Kenotariatan, 4(1).

 

Santoso, R. (2023). Urgensi Prinsip Kehati-Hatian dalam Penyaluran Kredit Produk Digital Lending Perbankan Nasional. Edunity: Social and Educational Studies, 2(2), 202�216.

 

Sembiring, S. (2000). Hukum Perbankan. Mandar Maju.

 

Sihotang, L. K. (2022). PROSEDUR PEMBERIAN DAN PENAGIHAN KREDIT PADA PT. BTN KANTOR CABANG MEDAN.

 

Soerjono, S. (1986). Pengantar penelitian hukum. Universitas Indonesia, Jakarta.

 

Suharsimi, A. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 134.

 

Suprayogo, I. (2003). Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: Rosdakarya, 103.

 

Tarmizi, T. (2018). Analisis Kredit Usaha Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Islam dan Konvensional. EKOMBIS: JURNAL FAKULTAS EKONOMI, 3(1).

 

Tektona, R. I., & Risma, Q. (2020). Penerapan Prinsip Character Dalam Pelaksanaan Prinsip Kehati-Hatian Pada Analisis Pemberian Kredit Usaha Mikro. Batulis Civil Law Review, 1(1), 1�13.

 

Tommy, H. P. (2007). Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Atma Jaya.

 

Copyright holder:

Erdiana (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: