Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 2, Februari 2024
JURNALISME DIGITAL DAN SEMANGAT ANTI HOAX: MEMBENTENGI
DUNIA INFORMASI
Eka Putra
Universitas Muhammadiyah Riau, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Dalam era jurnalisme digital yang
berkembang pesat, transformasi media menjadi digital telah menghadirkan
tantangan baru dalam bentuk penyebaran berita palsu atau hoaks. Semangat
anti-hoax menjadi kunci dalam mengidentifikasi dan melawan berita palsu, serta
menjaga etika jurnalisme. Wartawan memiliki tanggung jawab penting dalam
memastikan berita akurat dan berarti. Kolaborasi antara jurnalisme digital,
semangat anti-hoax, media massa, pemerintah, dan masyarakat sangat penting.
Peningkatan literasi media dan kesadaran publik tentang berita palsu membantu
melindungi integritas informasi. Dalam dunia yang penuh dengan informasi
beragam, semangat anti-hoax menjadi pedoman penting untuk membedakan fakta dari
fiksi dan memastikan media massa tetap menjadi sumber informasi yang dapat
dipercaya. Kolaborasi dan kesadaran bersama adalah fondasi kuat dalam
memastikan informasi yang benar dan dapat dipercaya, membangun dunia informasi yang
lebih aman dan jujur di era digital. Penelitian ini bertujuan untuk
mengeksplorasi peran semangat anti-hoax dalam mengidentifikasi, melawan, dan
mencegah penyebaran berita palsu dalam konteks jurnalisme digital, serta untuk
memahami dampak kolaborasi antara media massa, pemerintah, dan masyarakat dalam
memerangi hoaks. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, studi ini melakukan
tinjauan literatur dan analisis konten untuk menyimpulkan bahwa semangat
anti-hoax memainkan peran kunci dalam menjaga integritas informasi, sementara
kolaborasi dan kesadaran bersama menjadi fondasi penting dalam membangun dunia
informasi yang lebih aman dan jujur di era digital. Hasil analisis menunjukkan
bahwa semangat anti-hoax memainkan peran kunci dalam menjaga integritas
informasi dalam konteks jurnalisme digital. Wartawan memiliki tanggung jawab
besar dalam memastikan berita akurat dan berarti, sementara masyarakat perlu
meningkatkan literasi media dan kesadaran tentang berita palsu.
Kata Kunci: Jurnalisme Digital,
Semangat Anti-Hoax, Kolaborasi Informasi
Abstract
In
the rapidly evolving era of digital journalism, the transformation of media
into digital form has presented new challenges in the form of the spread of
fake news or hoaxes. The anti-hoax spirit is crucial in identifying and
combating fake news, as well as upholding journalistic ethics. Journalists bear
significant responsibility in ensuring accurate and meaningful news.
Collaboration among digital journalism, the anti-hoax spirit, mass media,
government, and society is vital. Collaborative
efforts and collective awareness are strong foundations in ensuring accurate
and trustworthy information, building a safer and more honest information world
in the digital era. This research aims to explore the role of the anti-hoax
spirit in identifying, combating, and preventing the spread of fake news in the
context of digital journalism, as well as to understand the impact of
collaboration among mass media, government, and society in combating hoaxes.
Using a qualitative approach, this study conducts a literature review and
content analysis to conclude that the anti-hoax spirit plays a key role in
maintaining the integrity of information, while collaboration and collective
awareness serve as important foundations in building a safer and more honest
information world in the digital era. The analysis results indicate that the
anti-hoax spirit plays a key role in maintaining the integrity of information
in the context of digital journalism. Journalists have a significant responsibility
in ensuring accurate and meaningful news, while the public needs to enhance
media literacy and awareness of fake news.
Keywords:
Digital Journalism, Anti-Hoax Spirit, Information Collaboration
Pendahuluan
Jurnalisme digital telah mengalami perkembangan pesat
dalam beberapa dekade terakhir, mempengaruhi cara kita menerima dan berbagi
informasi (Asprilla & Maharani, 2019). Namun, dengan
pertumbuhan ini juga muncul tantangan serius, terutama dalam hal penyebaran
berita palsu atau hoax. Artikel ini akan membahas bagaimana jurnalisme digital
dan semangat anti hoax dapat bekerja bersama untuk menjaga integritas informasi
dalam era digital (Desga, 2018).
Dalam
beberapa dekade terakhir, jurnalisme digital telah mengalami perkembangan pesat
yang telah mengubah lanskap media secara dramatis. Inovasi teknologi dan perkembangan
internet telah memungkinkan munculnya berbagai platform media baru,
mempengaruhi cara kita menerima, mengonsumsi, dan berbagi informasi (Tandoc Jr et al., 2018).
Jurnalisme digital membuka pintu bagi akses yang lebih cepat dan luas terhadap
berita dari berbagai belahan dunia, memungkinkan individu untuk menjadi
konsumen serta produsen informasi (Wardle & Derakhshan, 2017).
Namun, di tengah dinamika ini, muncul tantangan serius dalam bentuk penyebaran
berita palsu atau hoax yang dapat merusak integritas informasi yang disampaikan
oleh media digital (Gorbach, 2018).
Berita
palsu atau hoax telah menjadi salah satu masalah utama yang dihadapi oleh
jurnalisme digital saat ini. Dengan mudahnya penyebaran informasi melalui
platform online, berita palsu dapat dengan cepat menyebar dan mempengaruhi
opini publik, bahkan dalam skala global (Allcott & Gentzkow, 2017).
Kehadiran berita palsu mengancam integritas jurnalisme dan kepercayaan
masyarakat terhadap media digital, serta menimbulkan dampak sosial, politik,
dan ekonomi yang serius (Lazer et al., 2018).
Oleh karena itu, penting untuk memahami peran jurnalisme digital dalam
memerangi penyebaran berita palsu dan bagaimana semangat anti-hoax dapat
berkontribusi dalam menjaga integritas informasi.
Pada
level konseptual, jurnalisme digital memiliki potensi besar untuk menjadi alat
yang efektif dalam mengidentifikasi, menyoroti, dan melawan berita palsu (Guess et al., 2019).
Dengan kecepatan dan jangkauan yang dimiliki oleh media digital, jurnalis dapat
dengan cepat merespons dan mengklarifikasi informasi yang tidak benar,
memberikan konteks yang diperlukan, dan memperkuat kebenaran dengan fakta yang
dapat diverifikasi (Ward, 2016).
Namun, untuk memanfaatkan potensi ini secara maksimal, diperlukan semangat
anti-hoax yang kuat, baik di kalangan wartawan maupun masyarakat umum.
Kerjasama
antara jurnalisme digital dan semangat anti-hoax menjadi kunci dalam memastikan
integritas informasi di era digital ini. Melalui edukasi publik tentang cara
mengidentifikasi dan melawan berita palsu, serta kerjasama aktif antara media,
pemerintah, dan masyarakat sipil, kita dapat membangun lingkungan informasi
yang lebih aman dan terpercaya (Wardle & Derakhshan, 2017).
Dengan demikian, artikel ini akan menguraikan bagaimana jurnalisme digital dan
semangat anti-hoax dapat bekerja bersama untuk mengatasi tantangan penyebaran
berita palsu, menjaga integritas informasi, dan mempromosikan keberlangsungan
media yang dapat dipercaya di era digital yang semakin kompleks ini.
Penelitian
ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran semangat anti-hoax dalam
mengidentifikasi, melawan, dan mencegah penyebaran berita palsu dalam konteks
jurnalisme digital, serta untuk memahami dampak kolaborasi antara media massa,
pemerintah, dan masyarakat dalam memerangi hoaks.
Metode Penelitian
Studi
ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan tinjauan literatur dan
analisis konten untuk menjelajahi peran semangat anti-hoax dalam menjaga
integritas informasi di era digital. Pendekatan kualitatif memungkinkan
peneliti untuk memahami secara mendalam konteks sosial dan budaya yang
melingkupi masalah ini, serta menganalisis pandangan dan pengalaman berbagai
pemangku kepentingan terkait (Creswell & Poth, 2016).
Tinjauan literatur dilakukan untuk menyusun landasan teoretis yang kuat,
memeriksa kajian-kajian terdahulu tentang jurnalisme digital, penyebaran berita
palsu, semangat anti-hoax, dan kolaborasi antara media, pemerintah, dan
masyarakat. Selain itu, analisis konten dilakukan untuk mengeksplorasi berbagai
artikel, laporan, dan publikasi terkait yang mencakup tema-tema yang relevan.
Analisis konten membantu dalam mengidentifikasi tren, pola, dan temuan kunci
yang berkaitan dengan peran semangat anti-hoax dan kolaborasi dalam menjaga
integritas informasi di era digital. Dengan menggunakan pendekatan ini, studi
ini dapat menyimpulkan bahwa semangat anti-hoax memainkan peran kunci dalam
menjaga integritas informasi, sementara kolaborasi dan kesadaran bersama
menjadi fondasi penting dalam membangun dunia informasi yang lebih aman dan
jujur di era digital.
Hasil dan Pembahasan
Transformasi
Jurnalisme Digital
Era
digital telah mempercepat transformasi media di Indonesia. Dulu, media utama
adalah surat kabar, radio, dan televisi. Namun, seiring dengan munculnya
internet dan media sosial, akses informasi telah menjadi lebih mudah dan cepat.
Dalam artikel jurnalnya "Journalism,
Media and Technology Trends and Predictions 2018"
wartawan senior asal Inggris Newman (2018) menjelaskan
bahwa perubahan ini memaksa media tradisional untuk beradaptasi dengan media
digital, yang memungkinkan publik untuk berperan aktif dalam menyebarkan
berita. Menurut pendiri
Situs Berita BBC tersebut, media tradisional telah
bertransformasi menjadi bentuk digital mengikuti kemajuan teknologi. Internet
dan media sosial memungkinkan informasi untuk tersebar lebih cepat daripada
sebelumnya. Jurnalisme digital memanfaatkan platform ini untuk menyampaikan
berita secara lebih cepat dan efisien kepada khalayak luas.
Jurnalisme
digital sendiri telah mengalami perkembangan yang signifikan di Indonesia
seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Untuk memahami
transformasi jurnalisme digital, kita perlu terlebih dahulu memahami apa yang
dimaksud dengan jurnalisme digital itu sendiri. Menurut Salaverría-Aliaga (2019),
seorang ahli komunikasi terkemuka, jurnalisme digital adalah praktik jurnalisme
yang menggunakan platform digital, seperti situs web berita, media sosial, dan
aplikasi seluler, untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Ini mencakup
penggunaan berbagai jenis media seperti teks, gambar, audio, dan video untuk
menginformasikan pembaca. Kawamoto (2003),
seorang peneliti terkemuka dalam bidang komunikasi online, menambahkan bahwa
jurnalisme digital juga mencakup interaktivitas antara pembaca dan penyedia
berita. Pembaca dapat berpartisipasi dalam diskusi, memberikan komentar, dan
bahkan berbagi berita dengan mudah melalui platform digital.
Transformasi
jurnalisme digital di Indonesia telah menjadi fenomena menarik. Dalam beberapa
tahun terakhir, banyak outlet berita tradisional telah beralih ke platform
digital untuk mencapai audiens yang lebih luas dan beradaptasi dengan perubahan
perilaku konsumen informasi. Artikel jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Muliawanti (2018) dalam “Jurnalisme Era Digital: Digitalisasi
Jurnalisme dan Profesionalitas Jurnalisme Online”
mengungkapkan bahwa transformasi ini tidak hanya tentang teknologi, tetapi juga
tentang perubahan dalam paradigma jurnalisme itu sendiri.
Salah
satu perubahan penting adalah kecepatan dalam penyampaian berita. Dulu, berita
bisa memakan waktu berjam-jam atau bahkan hari untuk sampai ke pembaca melalui
koran atau televisi. Namun, dengan jurnalisme digital, berita dapat diterbitkan
secara instan dan diakses oleh banyak orang dalam hitungan detik. Namun, dalam
upaya menyampaikan berita lebih cepat, terkadang integritas berita dapat
terancam. Berita palsu atau hoax dapat menyebar dengan cepat melalui platform
digital, mempengaruhi opini publik dan menciptakan ketidakpastian dalam
masyarakat.
Peran
Media Sosial
Media
sosial juga memainkan peran kunci dalam transformasi ini. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Hamna (2017) dalam
artikelnya yang berjudul "Eksistensi
Jurnalisme di Era Media Sosial", media sosial
telah memungkinkan jurnalisme partisipatif. Masyarakat dapat dengan mudah
berbagi berita, mengomentari, dan bahkan berpartisipasi dalam investigasi
bersama melalui platform ini.
Jurnalisme
digital telah mengalami transformasi yang signifikan di Indonesia, mempengaruhi
cara kita mengakses dan berinteraksi dengan berita. Para sarjana komunikasi
telah memberikan definisi yang kuat tentang jurnalisme digital sebagai praktik
yang menggunakan platform digital untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat.
Transformasi ini juga memperkenalkan peran penting media sosial dalam
memungkinkan partisipasi masyarakat dalam proses jurnalisme.
Media
sosial telah mengubah lanskap informasi dan pemberitaan secara dramatis dalam
beberapa tahun terakhir. Fenomena ini telah menghadirkan pelbagai implikasi,
baik positif maupun negatif, terutama dalam hal kecepatan penyebaran informasi
dan pemberitaan (Hamna, 2017).
Dulu, informasi bisa memakan waktu untuk mencapai audiens yang luas. Namun,
dengan media sosial, informasi dapat diterbitkan dan disebarkan dalam hitungan
detik. Setiap orang dengan akses internet dapat menjadi reporter atau penyiar,
yang menghasilkan kemampuan untuk menyebarluaskan informasi dengan cepat. Hal
ini bisa sangat positif dalam situasi darurat atau ketika informasi penting
perlu sampai kepada banyak orang dengan cepat.
Media
sosial juga memungkinkan pemberitaan real-time yang sebelumnya sulit dicapai
oleh media tradisional. Berkat platform seperti Twitter, Facebook, Instagram,
Tiktok dan sejenisnya, kita dapat mengikuti peristiwa-peristiwa dunia saat itu
juga melalui laporan-laporan warga atau akun resmi. Namun, ini juga bisa
menjadi bumerang karena berita palsu atau tidak terverifikasi juga dapat
menyebar dengan cepat (Puspita & Suciati, 2020).
Media
sosial sering kali menghasilkan filter bubble di mana individu hanya
terpapar pada pandangan dan opini yang sesuai dengan keyakinan mereka sendiri.
Hal ini dapat memicu polarisasi masyarakat dan kurangnya pemahaman yang baik
tentang pandangan yang berbeda. Dalam masyarakat yang semakin terhubung, media
sosial juga memiliki dampak sosial yang signifikan. Ini bisa termasuk
peningkatan tekanan sosial, perubahan dalam komunikasi interpersonal, dan
pengaruh yang lebih besar dari selebriti dan tokoh publik.
Salah
satu dampak negatif dari kecepatan media sosial adalah penyebaran hoax atau
informasi palsu. Hoax adalah informasi palsu yang disebarkan dengan maksud
menyesatkan atau merusak opini publik. Menurut Lowe (2012), dosen senior di University of Florida College
of Journalism and Communications, dalam jurnalnya “An Online Hoax Reminds
Journalists to do Their Duty” menjelaskan informasi
yang tidak diverifikasi dengan baik dapat menyebar lebih cepat daripada fakta,
dan ini bisa merugikan masyarakat dan kepercayaan publik pada media. Penyebaran
hoax semakin mudah dengan adanya media sosial dan platform berita online.
Tantangan utama yang dihadapi oleh media massa adalah bagaimana
mengidentifikasi dan menghindari penyebaran berita palsu ini. Mirisnya justru
para netizen yang mengumbar informasi secara cepat dan meluas ini justru
mengutip pemberitaan-pemberitaan dari media massa online yang tidak
terverifikasi informasinya. Media yang mengedepankan unsur sensansional tanpa
memperhatikan kesahihan informasi telah menjadi penyebab maraknya berita-berita
hoax di tengah masyarakat.
Peran
Wartawan dalam Era Digital
Wartawan
memainkan peran kunci dalam menjaga integritas berita dalam era digital. Dalam
era digital yang terus berkembang, peran wartawan menjadi semakin penting dalam
menghadirkan berita yang akurat dan berarti kepada masyarakat. Mereka memiliki
tanggung jawab untuk melakukan investigasi yang cermat, memeriksa fakta, dan
melibatkan sumber yang dapat dipercaya. Prinsip dasar jurnalisme, seperti
kejujuran dan kredibilitas, tetap berlaku dalam konteks digital.
Dalam
era digital, peran wartawan sebagai gatekeeper tetap relevan. Gorbach (2018), seorang
pakar komunikasi terkemuka dari University
of Hawaii at Manoa, menekankan bahwa wartawan memiliki
tanggung jawab untuk menyaring dan memverifikasi informasi sebelum disampaikan
kepada masyarakat. Dengan banyaknya informasi yang beredar di internet,
wartawan berperan sebagai penjaga pintu untuk memastikan bahwa berita yang
diterbitkan adalah yang akurat dan dapat dipercaya.
Namun,
tantangan muncul ketika berita harus diproduksi dalam waktu yang sangat
singkat. Tekanan untuk merilis berita lebih cepat dapat mengurangi waktu yang
diperlukan untuk memeriksa dan memverifikasi informasi. Inilah saat semangat
anti hoax menjadi sangat penting. Dikatakan Gorbach lagi, semangat anti hoax
adalah komitmen untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan berita palsu serta
memerangi penyebarannya. Ini melibatkan upaya kolektif dari berbagai pihak,
termasuk wartawan, platform media sosial, dan pengguna internet. Masyarakat
juga memiliki peran dalam semangat anti hoax ini. Pendidikan masyarakat tentang
bagaimana mengenali berita palsu dan sumber yang dapat dipercaya adalah kunci.
Selain itu, melaporkan berita palsu kepada aparat berwenang dan menunjukkan
ketidaksetujuan terhadapnya adalah cara penting untuk membantu membersihkan
dunia digital dari hoax.
Menurut Ward (2016),
etika jurnalisme digital menjadi faktor penting dalam menjaga kepercayaan
masyarakat. Dalam bukunya "Digital Journalism Ethics"
dikatakan bahwa wartawan harus mengikuti standar etika yang tinggi, terutama
dalam menghadapi tekanan untuk menghasilkan berita dalam waktu singkat.
Penyimpangan dari prinsip-prinsip etika dapat merusak integritas wartawan dan
media.
Berita
hoax telah menjadi salah satu tantangan utama dalam era digital. Dalam
penelitiannya, Nurlatifah
dan Irwansyah (2019) pula menyebutkan bahwa
wartawan memiliki peran kunci dalam mengidentifikasi dan melawan berita palsu.
Mereka harus mampu melakukan penelusuran fakta yang mendalam dan menyediakan
konteks yang akurat untuk menghindari penyebaran informasi yang salah.
Semangat
Anti Hoax
Media
massa, sebagai salah satu sumber utama informasi, memiliki peran penting dalam
memastikan bahwa berita yang mereka sampaikan adalah akurat dan dapat
dipercaya. Salah satu masalah utama yang dihadapi oleh media massa dalam
beberapa tahun belakangan ini adalah penyebaran hoax atau berita palsu. Namun,
semangat anti hoax dalam media massa muncul sebagai kekuatan besar untuk
melawan gelombang berita palsu ini. Pemerintah di Indonesia sangat menggalakkan
gerakan ini, terutama sekali ketika momen Pemilu 2014 dan 2019, serta masa-masa
awal masuknya Covid-19 ke Indonesia tahun 2020 lalu.
Semangat
anti hoax adalah gerakan untuk melawan penyebaran berita palsu atau hoax. Dalam
konteks media massa, semangat ini menekankan pentingnya memverifikasi informasi
sebelum disebarkan kepada publik. Media massa di seluruh dunia telah mengadopsi
berbagai strategi untuk melawan hoax. Salah satunya adalah meningkatkan
literasi media masyarakat. Ini melibatkan pendidikan dan kampanye kesadaran
untuk membantu masyarakat mengenali hoax. Pentingnya etika jurnalisme juga
ditekankan, dengan wartawan melakukan verifikasi yang ketat sebelum mengambil
berita. Desga (2018) dalam jurnalnya “Upaya Media Massa Online
dalam Menghadapi Berita Hoax” menjelaskan bahwa
semangat anti hoax mencakup etika jurnalisme yang ketat dan pendidikan literasi
media untuk masyarakat.
Selain
upaya dari media massa itu sendiri, pemerintah juga memiliki peran penting
dalam memerangi hoax. Mereka dapat menerapkan peraturan yang mengatur
penyebaran hoax dan memberikan sanksi kepada mereka yang terlibat dalam
penyebaran berita palsu. Organisasi masyarakat juga dapat berperan dengan
mengedukasi masyarakat tentang risiko hoax dan cara menghindarinya.
Semangat
anti hoax dalam media massa memiliki dampak positif yang signifikan. Pertama,
itu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap media. Ketika masyarakat
melihat bahwa media berkomitmen untuk melawan hoax, kepercayaan mereka terhadap
sumber berita tersebut meningkat. Kedua, semangat anti hoax juga membantu
menjaga integritas media sebagai penjaga demokrasi. Dalam masyarakat
demokratis, media massa memiliki peran penting dalam menyediakan informasi yang
akurat dan objektif kepada masyarakat. Ketika media massa bekerja untuk melawan
hoax, ini membantu mempertahankan peran tersebut (Tandoc Jr et al., 2018).
Semangat
anti hoax dalam media massa adalah langkah penting dalam menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap media. Dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk media
massa, pemerintah, dan organisasi masyarakat, serta menjaga etika jurnalisme
yang tinggi, kita dapat bersama-sama melawan gelombang berita palsu dan menjaga
integritas informasi yang kita konsumsi.
Dalam
dunia yang penuh dengan informasi yang bermacam-macam, semangat anti hoax
adalah pedoman yang diperlukan untuk memastikan bahwa kita dapat membedakan
fakta dari fiksi, dan bahwa media massa tetap menjadi sumber informasi yang
dapat dipercaya.
Kolaborasi
dalam Membentengi Informasi
Era
digital telah menghadirkan perubahan besar dalam cara kita mengakses,
menyebarkan, dan mengonsumsi berita. Indonesia, sebagai salah satu negara
dengan pertumbuhan internet yang pesat, juga mengalami perubahan signifikan
dalam lanskap media dan informasi. Dalam konteks ini, kolaborasi antara
jurnalisme digital dan semangat anti hoax muncul sebagai kekuatan yang penting
untuk memastikan bahwa informasi yang disajikan kepada masyarakat adalah akurat
dan dapat dipercaya.
Jurnalisme
digital dan semangat anti hoax harus bekerja bersama untuk menjaga integritas
informasi. Wartawan dapat memainkan peran dalam mendeteksi dan mengungkapkan
berita palsu, sementara platform media sosial dapat mengambil langkah-langkah
untuk membatasi penyebaran berita palsu.
Peran
wartawan dalam era digital di Indonesia adalah kunci dalam menyajikan berita
yang akurat dan berarti kepada masyarakat. Mereka adalah gatekeeper yang harus
menyaring informasi, menjaga etika jurnalisme, dan melawan berita palsu.
Wartawan memainkan peran kunci dalam menjaga integritas berita dalam era
digital. Mereka memiliki tanggung jawab untuk melakukan investigasi yang
cermat, memeriksa fakta, dan melibatkan sumber yang dapat dipercaya. Prinsip
dasar jurnalisme, seperti kejujuran dan kredibilitas, tetap berlaku dalam
konteks digital.
Dalam
menghadapi perubahan terus-menerus dalam media dan teknologi, wartawan perlu
terus mengembangkan keterampilan dan pengetahuan mereka. Dengan melakukan hal
ini, mereka dapat menjalankan peran penting mereka dalam menjaga kualitas
informasi dalam era digital yang penuh tantangan ini.
Penting
juga untuk menciptakan insentif bagi wartawan dan media untuk melakukan
pekerjaan mereka dengan baik. Ini dapat berupa penghargaan untuk jurnalisme
berkualitas. Sedangkan bagi penyebar berita palsu seharusnya mendapatkan
penalti atau hukuman. Pakar
komunikasi Marwan dan Ahyad (2016) mengatakan hal tersebut perlu dilakukan,
sebagaimana yang ditulisnya pada artikel “Analisis Penyebaran Berita hoax di
Indonesia”.
Namun,
tantangan muncul ketika berita harus diproduksi dalam waktu yang sangat
singkat. Tekanan untuk merilis berita lebih cepat dapat mengurangi waktu yang
diperlukan untuk memeriksa dan memverifikasi informasi. Inilah saat semangat
anti hoax menjadi sangat penting. Interaktivitas dan partisipasi publik juga
menjadi aspek penting dalam memperkuat hubungan antara media dan masyarakat.
Hoax
dan berita palsu telah menjadi ancaman serius dalam dunia media massa modern.
Perilaku tak bertanggung jawab ini dapat merusak opini publik, menciptakan
ketidakpastian, dan mengganggu kehidupan sehari-hari. Dalam menghadapi
tantangan ini, peran partisipasi publik sangat penting untuk membantu menangkal
hoax dan menjaga integritas berita di media massa. Bui dan Moran (2020) memandang penggalangan partisipasi publik
adalah sesuatu yang penting sebagaimana yang mereka tulis pada artikel “Making
the 21st century mobile journalist: Examining Definitions and
Conceptualizations of Mobility and Mobile Journalism within Journalism
Education”.
Salah
satu keunggulan jurnalisme digital adalah interaktivitasnya. Masyarakat dapat
berpartisipasi dalam diskusi, memberikan komentar, dan bahkan berkontribusi
dengan informasi mereka sendiri. Nielsen, Fletcher dan Newman (2016)
dalam studinya mengenai "The Changing Landscape of News Consumption"
menekankan bahwa wartawan perlu berinteraksi dengan pembaca dan mendengarkan
masukan mereka untuk meningkatkan kualitas berita. Publik dapat berkontribusi
dalam menangkal hoax adalah dengan melakukan pengawasan kritis terhadap
informasi yang mereka terima. Ini melibatkan penilaian yang hati-hati terhadap
sumber berita, memeriksa fakta, dan mencari konfirmasi dari sumber-sumber yang
dapat dipercaya sebelum menyebarkan informasi lebih lanjut.
Publik
dapat melaporkan hoax kepada otoritas yang berwenang dan platform media sosial.
Melaporkan berita palsu dapat membantu mengidentifikasi sumber-sumber hoax dan
mengambil tindakan yang sesuai terhadap mereka. Dengan melaporkan hoax, publik
berperan dalam membersihkan lingkungan informasi dari informasi yang
menyesatkan (Asprilla & Maharani, 2019). Oleh sebab itu,
meningkatkan tingkat literasi media dan kesadaran publik tentang berita palsu
adalah langkah penting yang harus dilakukan wartawan dan mitra selaku pemangku
kepentingan lainnya. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana hoax
dibuat dan menyebar, publik dapat lebih waspada dan tidak dengan mudah
terpedaya oleh informasi yang tidak benar.
Melakukan
diskusi dan perdebatan mengenai berita dan isu-isu penting adalah cara lain
partisipasi publik untuk menangkal hoax. Dengan berpartisipasi dalam diskusi,
publik dapat membantu menyebarkan informasi yang benar dan memeriksa klaim yang
tidak sah. Sebagai apresiasi terhadap jurnalisme berkualitas yang dilakukan
oleh media dan wartawan profesional maka publik memberikan dukungan kepada
media-media yang melakukan pekerjaan jurnalisme dengan baik dan mengapresiasi
wartawan yang berkomitmen terhadap kejujuran dan integritas. Diantara dukungan
tersebut adalah berlangganan atau membaca berita dari media-media yang dapat
dipercaya serta memberikan dukungan finansial melalui saluran ekonomi yang ada
pada media tersebut, seperti beriklan di media masa tersebut atau kerja sama
bisnis dengan mereka.
Kesimpulan
Artikel ini menyoroti pentingnya jurnalisme
digital dalam menghadapi tantangan informasi kompleks di era digital, dengan
fokus pada transformasi jurnalisme digital sebagai respons terhadap perubahan
teknologi. Semangat anti-hoax menjadi landasan utama dalam menjaga kejujuran
dalam informasi digital, dengan wartawan memiliki peran sentral dalam menjaga
integritas jurnalisme. Kolaborasi antara wartawan, media, dan masyarakat
menjadi krusial dalam mengatasi tantangan penyebaran berita palsu. Oleh sebab
itu kolaborasi dan kesadaran bersama dalam mempertahankan semangat anti-hoax
merupakan sesuatu yang sangat penting. Kolaborasi antara berbagai pihak,
termasuk media, wartawan, dan masyarakat, akan menjadi fondasi kuat dalam
memastikan bahwa informasi yang beredar adalah yang benar dan dapat dipercaya.
Dengan demikian, kita dapat menjaga integritas jurnalisme digital dan membangun
dunia informasi yang lebih aman dan jujur. Semangat anti-hoax harus menjadi
bagian dari upaya bersama untuk memahami, menginterpretasikan, dan menyebarkan
berita dengan tepat, sehingga dunia informasi di era digital ini dapat
dibentengi.
BIBLIOGRAFI
Allcott, H., & Gentzkow, M. (2017). Social media and fake
news in the 2016 election. Journal of Economic Perspectives, 31(2),
211–236.
Asprilla, A.,
& Maharani, N. (2019). Jurnalisme data dalam digitalisasi jurnalisme
investigasi Tempo. Jurnal Kajian Jurnalisme, 2(2).
Bui, M. N., &
Moran, R. E. (2020). Making the 21st century mobile journalist: Examining
definitions and conceptualizations of mobility and mobile journalism within
journalism education. Digital Journalism, 8(1), 145–163.
Creswell, J. W.,
& Poth, C. N. (2016). Qualitative inquiry and research design: Choosing
among five approaches. Sage publications.
Desga, A. N.
(2018). Upaya Media Massa Online dalam Menghadapi Berita Hoax. Jurnal Kajian
Media, 2(2).
Gorbach, J.
(2018). Not your grandpa’s hoax: A comparative history of fake news. American
Journalism, 35(2), 236–249.
Guess, A., Nagler,
J., & Tucker, J. (2019). Less than you think: Prevalence and predictors of
fake news dissemination on Facebook. Science Advances, 5(1),
eaau4586.
Hamna, D. M. (2017).
Eksistensi jurnalisme di era media sosial. Jurnal Jurnalisa, 3(1).
Kawamoto, K.
(2003). Digital journalism: Emerging media and the changing horizons of
journalism. Rowman & Littlefield Publishers.
Lazer, D. M. J.,
Baum, M. A., Benkler, Y., Berinsky, A. J., Greenhill, K. M., Menczer, F.,
Metzger, M. J., Nyhan, B., Pennycook, G., & Rothschild, D. (2018). The
science of fake news. Science, 359(6380), 1094–1096.
Lowe, H. (2012).
An online hoax reminds journalists to do their duty. Journal of Mass Media
Ethics, 27(1), 62–64.
Marwan, M. R.,
& Ahyad, A. (2016). Analisis penyebaran berita hoax di Indonesia. Jurusan
Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Gunadarma, 5(1),
1–16.
Muliawanti, L. (2018).
Jurnalisme Era Digital: Digitalisasi Jurnalisme dan Profesionalitas Jurnalisme
Online. LENTERA.
Newman, N. (2018).
Journalism, media and technology trends and predictions 2018. Reuters
Institute for the Study of Journalism.
Nielsen, R. K.,
Fletcher, R., & Newman, N. (2016). The changing landscape of news
consumption. Reuters Institute for the Study of Journalism: University of
Oxford.
Nurlatifah, M.,
& Irwansyah, I. (2019). Fact-checking journalism sebagai platform
kolaborasi human and machine pada jurnalisme digital. Jurnal Komunikasi,
13(2), 121–134.
Puspita, R., &
Suciati, T. N. (2020). Mobile Phone dan Media Sosial: Penggunaan dan
Tantangannya pada Jurnalisme Online Indonesia. Ekspresi Dan Persepsi: Jurnal
Ilmu Komunikasi, 3(2), 132–146.
Salaverría-Aliaga,
R. (2019). Digital journalism: 25 years of research. Review article.
Tandoc Jr, E. C.,
Lim, Z. W., & Ling, R. (2018). Defining “fake news” A typology of scholarly
definitions. Digital Journalism, 6(2), 137–153.
Ward, S. J. A.
(2016). Digital journalism ethics. The SAGE Handbook of Digital Journalism,
164–178.
Wardle, C., &
Derakhshan, H. (2017). Information disorder: Toward an interdisciplinary
framework for research and policymaking (Vol. 27). Council of Europe
Strasbourg.
Copyright holder: Eka Putra (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |