Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No.
10, Oktober 2023
PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH SEBAGAI KONSUMEN PERBANKAN
TERHADAP KEJAHATAN SKIMMING
Ditmar Hadi, Wiwik Sri Widiarty, Gindo L. Tobing
Universitas Kristen Indonesia�
Email: [email protected]
Abstrak
Berdasarkan latar belakang ini, terdapat beberapa
pokok permasalahan dalam penulisan ini yaitu bagaimana perlindungan hukum
terhadap nasabah bank dalam hal terjadinya kejahatan skimming� dan bagaimana upaya penyelesaian sengketa
yang dapat dilakukan nasabah bank dalam hal terjadinya kejahatan skimming.
Teori hukum yang digunakan adalah teori perlindungan hukum dari John Austin dan
teori keadilan dari John Rawls. Metode penelitian adalah yuridis normative dan alat
pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen atau kepustakaan dan
wawancara. Hasil penelitian yang ada adalah Perlindungan hukum terhadap nasabah
bank dalam hal terjadinya kejahatan skimming terdiri dari dua macam yaitu
perlindungan hukum secara tidak langsung dan perlindungan hukum secara
langsung. Selanjutnya tentang penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa yang
dapat dilakukan nasabah bank dalam hal terjadinya kejahatan skimming dapat
ditempuh melalui jalur non litigasi dan melalui jalur litigasi. Penyelesaian
sengketa melalui jalur non litigasi yaitu bank bertanggung jawab terhadap
pengembalian dana nasabah yang hilang akibat skimming dengan melakukan mediasi
untuk penyelesaian sengketa secara sederhana, murah dan cepat. Sedangkan apabila
nasabah tidak puas dengan ganti kerugian akibat skimming tersebut nasabah dapat
melakukan penyelesaian sengketa melalui pengadilan.
Kata Kunci: Skimming,
Bank, Perlindungan Hukum.
Abstract
Based on this background, there are several main problems in this
writing, namely how legal protection for bank customers in the event of
skimming crimes and how dispute resolution efforts can be made by bank
customers in the event of skimming crimes. The legal theories used are the
theory of legal protection from John Austin and the theory of justice from John
Rawls. The research method is juridical normative and the data collection tools
used are document or literature studies and interviews. The results of the
existing research are Legal protection for bank customers in the event of
skimming crimes consists of two types, namely indirect legal protection and
direct legal protection. Next about dispute resolution. Dispute resolution that
can be done by bank customers in the event of skimming crimes can be taken
through non-litigation channels and through litigation channels. Dispute
resolution through non-litigation channels, where banks are responsible for the
refund of customer funds lost due to skimming by mediating for simple, cheap
and fast dispute resolution. Meanwhile, if the customer is not satisfied with
the compensation due to skimming, the customer can resolve the dispute through
the court.
Keywords: Skimming, Bank, Legal Protection
Pendahuluan
Bank sebagai lembaga utama di
bidang keuangan diharapkan dapat menjaga kepercayaan masyarakat atas simpanan
yang ditanamkan kepadanya. Mengingat tugas tersebut memiliki sifat yang berbeda
antara yang satu dengan yang lainnya, pengaturan atas industri perbankan
nasional mutlak diperlukan untuk menjaga keseimbangan di antara tugas-tugas di
atas. Fungsi utama perbankan Indonesia sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat, dalam hal ini bank dapat berfungsi sebagai penerima kredit,
menyalurkan kredit, melakukan pembiayaan, investasi, menerima deposito, dan
jasa-jasa lainnya seperti tempat penyimpanan barang-barang berharga.
Bank sebagai salah satu lembaga
keuangan memiliki peranan yang penting dan besar dalam kehidupan masyarakat.
Dalam menjalankan peranannya, maka bank bertindak sebagai salah satu bentuk
lembaga keuangan yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat banyak, dengan
cara memberikan kredit, pembiayaan dan jasa-jasa lainnya (Supartayana, 2020). Untuk memudahkan
operasional intern perusahaan, diperlukan beberapa fasilitas untuk membantu
memudahkan pelayanan terhadap nasabah, misalnya penggunaan fasilitas kartu ATM
(Automatic Teller Machine) atau biasa dikenal dengan Anjungan Tunai Mandiri,
maupun produk elektronik perbankan lainnya telah menggantikan jasa perbankan
yang dulu hanya dapat dilakukan melalui kantor cabang (dalam Shidarta,
2000).
Saat
ini seluruh lembaga perbankan (bank) telah mengeluarkan produk kartu plastik
sebagai upaya memberikan kepuasan kepada nasabah. Kartu ATM biasanya diberikan kepada setiap nasabah
yang ingin memiliki kartu untuk kemudahan
dalam melakukan transaksi keuangan. Beberapa bank juga memberikan fasilitas kartu debit pada kartu ATM yang dapat digunakan untuk transaksi pembelian barang. Pada dasarnya kartu plastik bertujuan
untuk mengurangi penggunaan uang tunai dalam melakukan berbagai transaksi keuangan. Hal ini dilakukan dengan alasan kemudahan serta keamanan.
Kemajuan teknologi dan globalisasi keuangan dan globalisasi keuangan menyebabkan transaksi dalam negeri dan antar Negara dimungkinkan berlangsung hanya dalam beberapa detik. Pada negara Indonesia hal ini juga dapat dilakukan dengan adanya Automatic Teller Machine (ATM) dan Elektronic Wire Transfer. Sementara
itu perkembangan globalisasi ekonomi sekarang ini telah
menyebabkan terbukanya ekonomi negara-negara berkembang bagi arus dana dari dan ke negara-negara maju.
Kemajuan teknologi informasi dan globalisasi keuangan mengakibatkan makin mendunianya perdagangan barang dan jasa serta arus finansial.
Kemajuan tidak selamanya berdampak positif bagi masyarakat,
tetapi terkadang justru menjadi sarana berkembangnya kejahatan terutama kejahatan kerah putih (white collar crime), kejahatan
bisnis (bussines crime), atau kejahatan korporasi (corporate crime) (Imaniyati &
Putra, 2016).
ATM
(Anjungan Tunai Mandiri), merupakan sarana teknologi yang dapat melayani kebutuhan nasabah secara otomatis setiap saat (24 jam) dan 7 hari dalam seminggu termasuk hari libur,
namun dibalik kemudahan dan keamanan teknologi mesin ATM ternyata masih terdapat kelemahan. Kenyataan yang terjadi di lapangan, masyarakat dikejutkan dengan hilangnya sejumlah dana nasabah melalui mesin ATM tanpa diketahui siapa dan kapan transaksi tersebut dilakukan sedangkan nasabah pemilik kartu tidak
merasa melakukan transaksi yang dimaksud.
Peristiwa ini telah membuat
para nasabah merasakan
trauma apabila mereka melakukan transaksi melalui mesin ATM. Nasabah sebagai konsumen wajib mendapat perlindungan hukum atas pemanfaatan
produk jasa yang ditawarkan oleh bank. Perlindungan
hukum merupakan suatu upaya dalam
mempertahankan serta memelihara kepercayaan masyarakat luas khususnya nasabah.
Pada
kenyataannya, terdapat permasalahan berupa hilangnya dana nasabah akibat kurangnya perlindungan bank terhadap para nasabahnya. Lembaga perbankan adalah lembaga yang mengandalkan kepercayaan masyarakat. Untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat terhadap bank, pemerintah harus melindungi masyarakat dari tindakan oknum
yang tidak bertanggung jawab.
Hal
ini bisa menimbulkan terjadinya penurunan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan, hal tersebut merupakan suatu bencana bagi
ekonomi bagi negara secara keseluruhan dan keadaan tersebut sangat sulit untuk dipulihkan
kembali karena mati hidupnya suatu
lembaga perbankan tergantung pada dana yang disimpan
dan dipercayakan pada suatu
bank tersebut.
Pada
perkembangannya modus-modus kejahatan
tersebut berkembang sedemikian rupa, kejahatan yang dilakukan pun telah masuk ke
dalam sistem perbankan di Indonesia. Kejahatan
di bidang perbankan, serta dampak dari
kejahatan ekonomi di bidang perbankan terhadap perekonomian nasional mengakibatkan timbulnya banyak korban. Korban akibat kejahatan ekonomi di bidang perbankan di antaranya para nasabah penyimpan dana, dan bank
yang bersangkutan.
Salah
satu tindak kejahatan skimming terjadi di daerah Denpasar, Bali. Pelaku bernama Dogan Kimis melakukan tindak pidana skimming. Pelaku melakukan pencurian dana nasabah dengan menggunakan teknik skimming di beberapa ATM milik bank Mandiri sekitar tahun 2017. Tindakan pelaku baru diketahui
ketika pegawai teknisi bank tersebut melakukan maintenance atau perawatan mesin di salah satu ATM milik bank Mandiri tersebut.
Pegawai bank tersebut merasa curiga dengan adanya
alat yang diletakkan dibawah keyboard mesin ATM tersebut. Terhadap hal tersebut, pegawai
bank melaporkan kejadian tersebut kepada pihak bank Mandiri untuk ditindaklanjuti. Lalu berdasarkan laporan yang diajukan oleh bank Mandiri atas kejadian tersebut
kepada pihak kepolisian, pihak kepolisian melakukan tindakan investigasi.�
Pelaku kejahatan skimming tersebut akhirnya tertangkap oleh pihak kepolisian dan pelaku diproses dan diadili di Pengadilan Negeri
Denpasar. Banyaknya kejadian
pencurian dana nasabah bank
melalui penyalahgunaan sistem layanan ATM menunjukan semakin canggihnya pelaku kejahatan cyber. Banyaknya fasilitas ATM yang disediakan
oleh bank sebagai bentuk memberikan kemudahan kepada nasabahnya, disalahgunakan oleh pelaku kejahatan untuk melakukan kejahatan.
Termasuk mencuri data dan mengambil uang
yang dimiliki oleh nasabah
bank tersebut.�
Menanggapi maraknya kejadian pencurian dana nasabah bank, pada dasarnya Bank
Indonesia memerintahkan bank mengganti
kerugian nasabah segera setelah proses verifikasi kerugian dilakukan. Kejahatan skimming
yang terjadi akhir-akhir ini telah meresahkan
nasabah, karena telah memakan banyak
kerugian akibat kejahatan skimming.
Skimming
merupakan kegiatan menggandakan data kartu nasabah karena pada saat bertransaksi menggunakan mesin ATM telah terpasang alat skimmer di depan mulut card reader. Belum optimalnya
perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan semakin mendorong diperlukannya pembentukan lembaga pengawasan di sektor jasa keuangan
yang terintegrasi.
Perlindungan hukum terhadap nasabah terdapat dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang menyebutkan menyebutkan, �bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44 A�. Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan (Djoni &
Rachmadi, 2012).
Kasus
skimming yang terjadi akhir-akhir
ini menunjukkan masih terdapat kelemahan pada penerapan pihak bank kepada nasabah. Disisi lain penerapan kerahasiaan bank pun masih banyak kekurangan,
terbukti dengan munculnya berbagai kasus kejahatan yang salah satunya pembobolan ATM dengan modus card skimming pada mesin
ATM. Masyarakat juga pada umumnya tidak
mengetahui hak dan kewajiban sebagai nasabah apabila terjadi masalah dalam penggunaan kartu ATM.
Kurangnya sosialisasi terhadap aturan-aturan hukum yang terjadi jika dilihat
pada masalah yang ada dalam nasabah sehingga
masyarakat tidak memahami perlindungan hukum apabila masyarakat
mengalami kerugian terutama masalah kartu ATM dan penyelesaian masalah yang dihadapi nasabah dalam pengguna
kartu ATM dan karena para pihak tidak selamanya
selalu merujuk pada peradilan tetapi pihak juga dapat diselesaikan diluar peradilan.
Berbagai
kejahatan yang terjadi dengan menggunakan fasilitas perkembangan teknologi khususnya pencurian dana nasabah bank bermacam-macam bentuknya, salah satunya dengan menggunakan modus penggandaan kartu ATM membuat pemahaman sendiri bagi penulis untuk
menganalisis lebih lanjut mengenai bagaimana perlindungan hokum terhadap dana nasabah korban
skimming berikut dengan upaya penyelesaian yang dapat dilakukan nasabah apabila mengalami kerugian berkurang atau hillangnya dana nasabah akibat kasus pencurian
melalui metode skimming.
Dari
latar belakang permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya timbul beberapa permasalahan yang akan menjadi pokok pembahasan
yaitu: 1) Bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah bank dalam hal terjadinya
kejahatan skimming? 2) Bagaimana
upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan nasabah bank dalam hal terjadinya
kejahatan skimming?
Teori
hukum sehubungan dengan ruang lingkup
dan fungsinya diartikan sebagai ilmu yang dalam perspektif interdisipliner dan eksternal secara kritis menganalisis
berbagai aspek gejala hokum, baik dalam konsepsi teoritisnya maupun dalam kaitan keseluruhan,
baik dalam konsepsi teoritis maupun manifestasi praktis, dengan tujuan memperoleh pemahaman yang lebih baik dan memberikan penjelasan sejernih mungkin tentang bahan hokum yang tersaji dan kegiatan yuridis dalam kenyataan masyarakat (Valerine, 2015). Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu;
1) Teori Perlindungan hukum.
Teori
Perlindungan hukum merupakan salah satu teori yang sangat penting untuk dikaji di dalam penulisan ini. Salah satu ahli yang mengemukakan teori perlindungan hokum adalah John Austin. John Austin memberikan
defenisi hukum sebagai �peraturan yang diadakan untuk memberikan bimbingan kepada mahluk yang berkal oleh mahluk yang berkuasa atasnya�.
Hukum
merupakan perintah dari mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau dari pemegang kedaulatan
(Mertokusumo, 2019). John Austin menganggap hukum sebagai suatu
sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup. Menurutnya hukum yang sebenarnya mengandung empat unsur yaitu; perintah,
sanksi, kewajiban, dan kedaulatan (Fuady, 2013). Berkaitan dengan
perlindungan hukum terhadap nasabah, dikenal beberapa metode yaitu perlindungan
secara implisit dan perlindungan secara eksplisit. Perlindungan secara implisit, yaitu perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang
dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank Mamuaja (2015), sedangkan perlindungan
secara eksplisit, yaitu perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat.
2) Teori Keadilan
John
Rawls menyusun teori keadilan dalam buku A Theory of Justice (1971). John Rawls menyebut teori keadilan yang disusunnya sebagai �justice as fairness� (�keadilan
sebagai kewajaran�), yang dimaksudkan dengan �justice as
fairness� adalah sejenis �teori kontrak� yang menyiratkan abstraksi tertentu, yaitu abstraksi mengenai berkumpulnya orang-orang rasional,
bebas, dan setara untuk menerima prinsip-prinsip keadilan dari sebuah posisi
kesetaraan awal yang fair atau �posisi asli�.
Rawls
menjelaskan bahwa ada dua prinsip keadilan yang dipilih,yaitu
Pertama, tiap-tiap orang memiliki hak yang sama atas kebebasan
dasar yang paling luas sepadan dengan kebebasan yang sama diberikan kepada tiaptiap orang. Kedua, ketidaksaman sosial dan ekonomi hendaknya diatur sedemikian cara sehingga (a) diharapkan memberikan keuntungan bagi tiap-tiap orang, dan (b) semua posisi dan jabatan terbuka bagi semua
orang (Alwino, 2016).
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang
dipergunakan dalam penyusunan artikel ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang
menganalisis hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan dengan
cara meneliti data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier (Soerjono, 1986). Bahan-bahan tersebut
disusun secara sistematis, dianalisis, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam
hubungannya dengan rumusan masalah yang diteliti.
Pada
penelitian ini jenis data yang akan digunakan adalah data sekunder, yaitu data
yang sudah tersedia dengan bahan hukumnya yaitu;
a) Bahan
hukum primer, Yaitu
bahan-bahan hukum seperti peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
berhubungan penulisan ini yaitu;1) Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan. 2) Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 3) Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana. 4) Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 jo Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE
b) Bahan
hukum sekunder, Yaitu
bahan-bahan hukum yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer yang
terdiri dari buku-buku tentang hokum yang berkaitan dengan penulisan ini, dan
Hasil-hasil penelitian hukum yang telah ada sebelumnya yang berkaitan dengan
penulisan tesis ini.
c) Bahan
hukum tersier, Yaitu
bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
sekunder, contohnya adalah kamus, dan lain-lain.
Dalam
penulisan ini, penulis akan menggunakan teknik pengumpulan data dengan
menggunakan dua jenis alat pengumpulan data yaitu dengan penelitian kepustakaan
dan melakukan wawancara dengan pihak bank yang berkaitan dengan penulisan tesis
ini.
Analisis
data yang digunakan di penulisan ini adalah analisis data kualitatif. Analisis
data kualitatif merupakan analisis penelitian yang digunakan untuk menyelidiki,
dan menjelaskan kualitas suatu penelitian, yang dilakukan dengan cara
menjelaskan berdasarkan data yang ada, baik primer, sekunder maupun tertier,
sehingga memperoleh jawaban yang benar sesuai permasalahan yang ada di
penulisan ini.
Hasil dan Pembahasan
Perlindungan Hukum
Perlindungan dalam bahasa Inggris adalah protection. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perlindungan diartikan 1) tempat berlindung 2) perbuatan atau hal dan sebagainya memperlindungi, dari kedua defenisi tersebut secara kebahasaan terdapat unsur-unsur dari makna perlindungan, yaitu: 1) Unsur tindakan melindungi. 2) Unsur adanya pihak-pihak
yang melindungi. 3) Unsur cara melindungi.
Berdasarkan unsur-unsur
di atas kata perlindungan mengandung makna, suatutindakan perlindungan atau tindakan melindungi
dari pihak-pihak tertentu yang ditujukan untuk pihak tertentu
dengan menggunakan cara-cara tertentu. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlindungan terhadap nasabah bank sebagai konsumen dapat dilakukan melalui berbagai bentuk diantaranya perlindungan ekonomi, sosial, politik dan perlindungan hukum.
Bentuk-bentuk perlindungan
terhadap nasabah sebagai konsumen tersebut yang terpenting adalah perlindungan yang diberikan oleh hukum, sebab hukum dapat
mengakomodir berbagai kepentingan konsumen, selain itu hukum
memiliki daya paksa sehingga bersifat permanen karena sifatnya yang konstitusional yang diakui dan ditaati keberlakuannya dalam kehidupan bermasyarakat. Perlindungan hukum dapat diartikan
perlindungan oleh hukum atau perlindungan dengan menggunakan pranata dan sarana hukum.
Ada beberapa
cara perlindungan secara hukum, antara
lain sebagai berikut
1) Membuat
peraturan yang bertujuan untuk: a) Memberikan hak dan kewajiban; b) Menjamin hak-hak para subyek hukum. 2) Menegakkan peraturan melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku baik secara hukum
pidana, hukum perdata maupun hukum administrasi.
Hukum adalah
himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk
mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya (Kansil, 1979). Pengertian
perlindungan hukum adalah suatu perlindungan
yang diberikan terhadap subyek hukun dalam
bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu
gambaran dari fungsi hukum, yaitu
konsep dimana hukum dapat memberikan
suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.
Berkaitan dengan
perlindungan hukum terhadap nasabah, Marulak Pardede Hermansyah (2008) mengemukakan
bahwa dalam system perbankan Indonesia, mengenal perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana, dapat dilakukan melalui dua cara
a. Perlindungan secara implisit (implicit deposit protection)
����������� Perlindungan yang dihasilkan oleh
pengawasan dan pembinaan
yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini diperoleh melalui:
a) Peraturan perundang-undangan di bidang perbankan. b) Perlindungan yang dihasilkan oleh
oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif, yang dilakukan oleh Bank Indonesia. c) Upaya menjaga
kelangsungan usaha bank sebagai suatu lembaga
pada khususnya perlindungan
terhadap system perbankan
pada umumnya. d) Memelihara
tingkat kesehatan bank. e) Melakukan usaha sesuai dengan prinsip
kehati-hatian. f) Cara pemberian
kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah dan. g) Menyediakan informasi risiko pada nasabah.
b. Perlindungan secara eksplisit (eksplicit deposit
protection)
Perlindungan melalui
pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada
bank yang gagal tersebut. Perlindungan ini dapat diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat.
Perlindungan Konsumen
Di dalam
mewujudkan upaya terhadap perlindungan konsumen di Indonesia, Undang-Undang
Perlindungan Konsumen memiliki asas dan tujuan yang diyakini dapat memberikan arahan terhadap penerapannya di tingkat praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan konsumen memiliki dasar pijakan kuat
dalam penegakannya.
Adapun asas
yang terkandung dalam UU Perlindungan Konsumen antara lain sebagai berikut:
a) Asas
manfaat, artinya ialah bahwa dalam
mengamanatkan segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen haruslah memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha
b) Asas
keadilan, dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
c) Asas
keseimbangan maksudnya ialah untuk memberikan
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materil ataupun spiritual
d) Asas
keamanan dan keselamatan konsumen, dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan
dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan
e) Asas
kepastian hukum, maksud dari asas
ini ialah agar pelaku usaha baik
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Pengertian Konsumen
dalam Pasal 1 Angka 2 UU Perlindungan Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan
diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Konsumen tentunya memiliki hak dan kewajiban yang penting untuk dipahami oleh konsumen. Apabila tidak, konsumen bisa dirugikan dan kehilangan hak-haknya, oleh karena itu yang tidak lepas harus
diberi perhatian ialah kewajiban konsumen itu sendiri.�
Berdasarkan keseluruhan
hak konsumen tersebut, terlihat bahwa UU Perlindungan Konsumen masih menitikberatkan masalah mengenai kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen yang merupakan hal pokok paling penting untuk dilindungi.
Apabila dalam penggunaan suatu produk dapat membahayakan
keselamatan konsumen maka jelas produk
tersebut tidak layak untuk dikonsumsi
dan/atau diedarkan.
Untuk menghindari
hal tersebut, konsumen diberikan hak untuk memilih
segala produk yang dikehendakinya berdasarkan keterbukaan informasi yang akurat dan apabila konsumen mengalami kerugian, konsumen berhak untuk didengarkan
keluhannya, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang tidak diskriminasi sampai pada mendapatkan ganti kerugian. Selain hak, Kewajiban konsumen pun tidak lepas diatur
di dalam UU Perlindungan Konsumen. Pengaturan mengenai kewajiban konsumen dimaksudkan agar konsumen sendiri dapat memperoleh hasil yang optimal atas perlindungan dan/atau kepastian hukum bagi dirinya sendiri.
Adapun kewajiban
konsumen adalah sebagai berikut; a) Membaca atau mengikuti
petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; b) Beritikad baik dalam melakukan
transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c) Membayar sesuai dengan nilai
tukar yang disepakati; d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Sesuatu sengketa
dapat terjadi apabila terdapat perbedaan pandangan atau pendapat antara
para pihak tertentu tentang hal tertentu.
Satu pihak merasa dirugikan hak-haknya oleh pihak yang lain sedang yang lain tidak merasa demikian.
Oleh karena itu batasan sengketa konsumen dimaksud adalah sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha
(public atau privat) tentang produk konsumen, barang dan atau jasa konsumen
tertentu.
Ketidaktaatan pada isi
transaksi konsumen, kewajiban serta larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dapat melahirkan sengketa antara pelaku usaha
dengan konsumen. Sengketa konsumen dapat bersumber dari dua hal yaitu:
1) Pelaku usaha tidak melaksanakan kewajiban hukumnya sebagaimana diatur di dalam undang- undang.
2) Pelaku usaha atau konsumen tidak
menaati isi perjanjian.
Ketentuan tentang
penyelesaian sengketa konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diatur di dalam BAB X dengan judul Penyelesaian
Sengketa mulai Pasal 45-48, Pasal 49-58. Ketentuan tentang penyelesaian sengketa didahului dengan Pasal 19 dan Pasal 23. Mengikuti ketentuan Pasal 19 Ayat 3 dan Pasal 23 Jo Pasal 45 Ayat 1 dan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sengketa konsumen dapat diselesaikan di luar pengadilan maupun didalam pengadilan.
Kejahatan Skimming
Sebagaimana kita ketahui bahwa hukum
pidana adalah hukum publik. Menurut
Prof. Moeljatno S.H yang dimaksud hukum pidana adalah
bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara yang mengadakan dasar- dasar dan aturan untuk: 1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak
boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu
bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. 2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa
kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana telah diancamkan, dan 3) Menentukan dengan cara bagaimana
pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan
apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Tindak pidana
merupakan suatu konsep yuridis yang berarti tingkah laku manusia yang dapat dihukum berdasarkan
Hukum Pidana. Menurut Prof.
Moeljatno S.H, tindak pidana adalah perbuatan
yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan
mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan
yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana asal saja dalam
waktu itu diingat bahwa larangan
ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau
kejadian yang ditujukan
yang ditimbulkan oleh kelakuan
orang) sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkannya.
Tindak pidana,
selain dibedakan dalam kejahatan dan pelanggaran biasanya dalam teori dan praktek dibedakan pula antara lain� dalam delik dolus
(kesengajaan) dan delik
culpa (kelalaian); delik commissionis atau delik yang terdiri dari melakukan sesuatu (berbuat sesuatu) perbuatan yang dilarang oleh aturan pidana dan delik ommisi atau delik
yang melalaikan kewajiban untuk melakukan sesuatu; delik biasa dan delik yang dikualifisir (dikhususkan) serta delik terus
berlanjut dan delik tidak berlanjut.
Kejahatan perbankan
melalui kecanggihan ITE tidak hanya berskala
nasional, tetapi juga berskala regional dan internasional.
Lebih jauh dilihat dari aspek
korbannya, kriminalitas perbankan bertendensi besar dan masal dimana pelaku umumnya
intelektual yang sulit tersentuh oleh perangkat hukum. Subjek korban kejahatan perbankan terdiri dari: (1) orang dalam, yakni para anggota Direksi, anggota Komisaris, pegawai bank atau pemegang saham; (2) Nasabah bank, yakni nasabah penyimpan, nasabah debitor atau nasabah yang menggunakan jasa bank selain jasa simpanan
dan kredit; (3) Pihak ketiga, yakni orang atau korporasi yang bukan orang dalam ataupun nasabah bank (Kusuma & SH, 2019).
Penguraian terhadap
korban kejahatan perbankan tersebut memiliki dasar bahwa, bank sebagai bagian dari sistem moneter
dan sistem pembayaran suatu negara, sangat berpengaruh terhadap sistem moneter atau sistem
pembayaran. Akibatnya, bank
bisa dilikuidasi karena pailit. Jika suatu bank mengalami rush (oleh
para nasabah), hal ini dapat menimbulkan
domino effect terhadap bank-bank lain.
Mengenai kejahatan
skimming ini, digolongkan sebagai tindak pidana pencurian. Tindak pidana pencurian
(diefstal) diatur dalam Pasal 362 KUHP, sedang variasinya diatur dalam Pasal
363 KUHP (pencurian dengan pemberatan), Pasal 364 KUHP (pencurian ringan), 365 KUHP (pencurian yang disertai dengan kekerasan/ancaman kekerasan) dan Pasal 367 KUHP (pencurian di lingkungan keluarga).
Pencurian yang berkaitan
dengan penyalahgunaan teknologi telematika adalah Wisnubroto (2011): a) Pencurian
terhadap informasi (data atau program) elektronik, yaitu informasi (data atau program) yang tersimpan di dalam media penyimpanan elektronik/digital. Bentuk perbuatan ini bisa
berupa offences related to infringements of copyright
and related rights, dan bisa juga berupa
perbuatan illegal interception; b) Pencurian terhadap �waktu� pemakaian komputer, yaitu bentuk kejahatan yang oleh Nico
Keijzer disebut dengan istilah �joycomputing�: perbuatan menggunakan komputer secara tidak sah/tanpa
izin menggunakannya melampaui wewenang yang diberikan; c) Pencurian terhadap denyut elektronik yang bernilai ekonomis misalnya �pulsa� telepon; d) Mengambil barang milik orang lain tanpa hak yang dilakukan dengan sarana teknologi telematika, misalnya: carding dan
unauthorized transfer.
Selain penggunaan
ATM memberikan manfaat untuk nasabah, penggunaan ATM juga memiliki risiko. Salah satu risiko yang dapat terjadi adalah hilangnya simpanan nasabah karena ulah para kriminal dengan cara kejahatan
teknologi skimming. Skimming adalah
tindakan pencurian informasi kartu kredit atau kartu
ATM dengan cara menyalin informasi yang terdapat pada strip magnetik kartu kredit atau
kartu ATM secara ilegal. Skimming adalah Pengertian skimming adalah tindakan pencurian informasi kartu ATM atau kartu kredit
dengan cara menyalin informasi yang terdapat pada strip magnetik kartu ATM atau kartu kredit secara
illegal
(Manurung, 2018).
Strip magnetik
adalah garis lebar hitam yang berada dibagian belakang kartu ATM. Fungsinya kurang lebih seperti
tape kaset yang dapat dipakai untuk menyimpan
data pribadi pemegang kartu dalam bentuk
kode-kode tertentu yang hanya bisa dibaca
oleh komputer dan dilengkapi
dengan mesin pembaca strip magnetik. Sebagian besar kartu ATM yang digunakan bank saat ini jenisnya kartu
strip magnetik yang tidak dilengkapi pengaman chip (smart
card).
Adapun yang dimaksud
dengan Skimming adalah
salah satu jenis penipuan yang masuk ke dalam metode
phising. Pelaku bisa mendapatkan data beserta pin kartu ATM atau nomor kartu
kredit korban menggunakan metode sederhana seperti halnya fotokopi, atau metode yang lebih canggih seperti menggunakan perangkat elektronik kecil (skimmer) untuk menggesek kartu lalu menyimpan
ratusan data dan PIN ATM atau
nomor kartu kredit korban.
Skimming merupakan
suatu hi-tech method dengan
menggunakan alat elektronik (electronic drive) untuk
memperoleh informasi tersebut. Alat ini disebut skimmer yang akan membaca informasi yang terdapat di dalam strip magnetik pada kartu ATM/kredit ketika digesek.
Selanjutnya informasi mengenai data pribadi kartu ATM/kartu kredit korban disimpan di dalam alat skimmer tersebut atau di dalam komputer yang tersambung dengan alat tersebut (Kusuma & SH, 2019).
Pembahasan
Perlindungan hukum terhadap nasabah terdiri dari dua macam yaitu perlindungan
hukum secara tidak langsung dan perlindungan hukum secara langsung. Perlindungan secara tidak langsung merupakan perlindungan yang diberikan oleh dunia perbankan
yang sifatnya internal. Perlindungan
secara tidak langsung oleh dunia perbankan terhadap kepentingan nasabah penyimpan dana adalah suatu perlindungan
hukum yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana tehadap segala resiko kerugian
yang timbul dari suatu kebijakaan atau timbul dari
kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank, sedangkan Perlindungan langsung oleh dunia perbankan terhadap kepentingan nasabah penyimpan dana dana adalah suatu perlindungan
yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana secara langsung terhadap kemungkinan timbulnya risiko kerugian dari kegiatan
usaha yang dilakukan oleh
bank.
Perlindungan mengandung
makna, suatu tindakan perlindungan atau tindakan melindungi
dari pihak-pihak tertentu yang ditujukan untuk pihak tertentu
dengan menggunakan cara-cara tertentu. Bentuk-bentuk perlindungan terhadap nasabah sebagai konsumen tersebut yang terpenting adalah perlindungan yang diberikan oleh hukum, sebab hukum dapat
mengakomodir berbagai kepentingan konsumen, selain itu hukum
memiliki daya paksa sehingga bersifat permanen karena sifatnya yang konstitusional yang diakui dan ditaati keberlakuannya dalam kehidupan bermasyarakat.
Perlindungan hukum dapat diartikan perlindungan oleh hukum atau perlindungan dengan menggunakan pranata dan sarana hukum dengan cara-cara
antara lain membuat peraturan yang bertujuan untuk memberikan hak dan kewajiban dan menjamin hak-hak para subyek hukum dan Menegakkan peraturan melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku baik secara hukum
pidana, hukum perdata maupun hukum administrasi. Hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur
tata kehidupan bermasyarakat
yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan
menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.
Pengertian perlindungan
hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukun dalam
bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu
gambaran dari fungsi hukum, yaitu
konsep dimana hukum dapat memberikan
suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.
Berkaitan dengan
perlindungan hukum terhadap nasabah terdapat dua macam yaitu perlindungan hukum secara tidak
langsung dan perlindungan hukum secara langsung.
Perlindungan secara tidak langsung merupakan perlindungan yang diberikan oleh dunia perbankan
yang sifatnya internal. Perlindungan
secara tidak langsung oleh dunia perbankan terhadap kepentingan nasabah penyimpan dana adalah suatu perlindungan
hukum yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana tehadap segala resiko kerugian
yang timbul dari suatu kebijakaan atau timbul dari
kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank, sedangkan Perlindungan langsung oleh dunia perbankan terhadap kepentingan nasabah penyimpan dana dana adalah suatu perlindungan
yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana secara langsung terhadap kemungkinan timbulnya risiko kerugian dari kegiatan
usaha yang dilakukan oleh
bank.
Bentuk-bentuk perlindungan
secara tidak langsung antara lain pihak bank diharuskan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan setiap kegiatan usahanya, adanya batas maksimun pemberian kredit (BMPK) yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998, kewajiban mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi. Terkait
dengan tindak kejahatan perbankan terutama pembobolan ATM, perlindungan tidak langsung dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian. Perlunya hal ini dalam
menjalankan usaha bank untuk memberikan kenyamanan dan keamanan dalam pelayanan kepada nasabah dapat melindungi nasabah jika terjadi
permasalahan dalam menggunakan produk perbankan.
Bentuk-bentuk perlindungan
langsung yang diberikan kepada nasabah khususnya nasabah penyimpan dana adalah adanya hak preferen
Nasabah penyimpan Dana.
Adanya hak preferen ini maka nasabah
mendapatkan haknya untuk didahulukan dalam penyimpanan dana dibandingkan dengan kreditur-kreditur lainya dan lembaga asuransi deposito. Pentingnya lembaga asuransi deposito yaitu apabila dikemudian hari bank dihentikan karena masalah-masalah adanya kegagalan bank maka nasabah-nasabah penyimpan dana diberikan perlindungan maka diperlukannya suatu system asuransi deposito. Mengenai hal ini
diatur di dalam Pasal 37 B Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan yang menyebutkan setiap bank Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada
bank yang bersangkutan.
Lembaga perbankan
(bank) merupakan lembaga kepercayaan masyarakat dimana bank beserta pemerintah memberikan perlindungan terhadap nasabah. Adanya hubungan antara bank dengan nasabah berdasarkan perjanjian. Maka pentingnya perlindungan hukum bagi nasabah yang berkaitan dengan tindak kejahatan pembobolan ATM dengan modus card
skimming. Penggunaan ATM menjadikan
suatu kebutuhan bagi sebagian besar
nasabah bank dalam melakukan transaksi secara mudah, nyaman
dan cepat dimana masyarakat semakin tergantung terhadap penggunaan ATM. Oleh karena itu, sangat penting bagi pihak bank untuk menjamin penggunaan ATM oleh nasabah terhadap upaya-upaya dari yang tidak bertanggungjawab.
Adanya jaminan
kerahasiaan bank atas
data-data yang hubungannya dengan
bank, maka masyarakat mempercayai bank dan mempercayakan
uangnya kepada bank, berdasarkan hal tersebut, bank harus menjaga kerahasiaan kepemilikan ATM oleh nasabah terutama PIN ataupun trsanaki lainnya agar tidak mudah dilacak
oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Di dalam melakukan aksi pembobolan rekening para pelaku kejahatan skimming sering memanfaatkan kelemahan nasabah. Ada pula pelaku yang memanfaatkan kecanggihan teknologi komputerisasi. Seringkali dalam proses kejahatan pelaku melakukan aksinya nasabah tidak merasa
curiga. Mereka sadar setelah berkurangnya saldo dalam rekeningnya
berkurang atau hilang sama sekali.
Kecanggihan teknologi
tidak selamanya berjalan dengan baik tanpa menimbulkan
masalah. Sebagai produk teknologi yang canggih semakin canggihnya system elektronik dalam penggunaan ATM. Selain banyak manfaatnya tetapi kadang banyak
menimbulkan permasalahan hukum yang muncul dari pihak nasabah
bank pengguna ATM ini. Berbagi kasus yang terjadi dalam pembobolan
ATM nasabah bank. Kedudukan
nasabah yang lemah dan tidak mengetahui secara keseluruhan produk dan jasa yang dikeluarkan oleh pihak bank membuat hak-hak dan kepentingan nasabah bank tidak tejamin.
Yang sering
kita ketahui baha pihak bank selalu ada di posisi
yang paling diuntungkan dalam
setiap permasalahan yang terjadi. Pihak bank dalam mempertanggungjaabkan sebagai pihak penyelenggara
layanan ATM ini dirasakan sangat kurang dan mengesampingkan kepentingan nasabahnya. Banyaknya kasus pembobolan ATM ini, kebanyakan perlindungan tehadap hak-hak konsumen belum terlalu difoskukan.
Kurangnya pemahaman pengetahuan nasabah mengenai dunia perbankan dan layanan jasa perbankan
yang menggunakan system elektronik.
Nasabah yang belum
menyadari betapa pentingnya memperjuangkan hak-hak mereka sebagai nasabah. Banyaknya factor penghambat sehingga nasabah tidak mempersoalkan kerugian yang dialaminya secara hukum lewat
pengadilan, salah satu
factor penghambat yang mungkin
disebabkan dari pihak bank sehingga banyak nasabah yang membiarkan kerugian yang dihadapi tidak mendapat gati rugi
yang sesuai.
Dalam kenyataannya
yang sering terjadi adalah pihak bank sering tidak memperhatikan
dan menanggapi dengan baik laporan yang diteima oleh nasabah. Pihak bank kurang memberikan rasa tanggungjawab untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi nasabah membuat nasabah tidak mendapatkan
perlindungan yang wajar dari pihak bank. Maka perlunya perlindungan terhadap kepentingan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankkan agar terwujudnya keseimbangan antara bank dengan nasabah.
Adapun masalah
yang dihadapi terkait dengan pembobolan ATM yaitu mengenai system keamanan yang lemah. Kesadaran dalam menjaga keamanan informasi produk perbankan merupakan hal yang penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan bank tehadap nasabahnya, karena menyangkut keamanan dana nasabah. Pengawasan keamanan ini belum disadari
oleh pihak bank sehingga masih rendah. Mesin
ATM yang terletak ditempat-tempat
yang strategis maupun diluar lingkungan bank kadang keamanan mesin ATMnya itu
ditempatkan pada tempat
yang kurang aman. Sehingga membuka peluang bagi pihak-pihak
yang memiliki modus-modustertentu
dengan tujuan mengambil keuntungan dari keberadaan ATM dan menimbulkan kerugian bagi nasabah. Di dalam ruangan ATM belum ada alat-alat
tertentu untuk mencuri data dan mengetahui
Personal Identification Number (PIN) orang lain.
Banyaknya modus-modus yang dilakukan tehadap tindak kejahatan pembobolan ATM. Salah satu diantaranya yaitu skimmer.
Skimmer adalah alat pencurian yang digunakan pelaku pembobol mesin ATM untuk mencuri data nasabah yang dipasang dimulut ATM. Skimmer ini akan menyalin
data korbannya jika si korban ini memasukan
kartu ATM, kemudian setelah itu maka
pelaku yang menempatkan
skimmer pada lobang ATM akan
memiliki data nasabah pemilik ATM.
Hambatan yang dirasakan
nasabah berkaitan dengan pembobolan ATM yaitu konsumen merasa dirugikan jika harus menuntut
pelaku suaha karena antara biaya
yang dikeluarkan kadang lebih besar dari
pada ganti rugi yang didapatkan. Perlunya perlindungan hukum bagi para nasabah bank dalam memperjuangkan haknya karena biasanya
posisi bank lebih kuat dibandingkan dengan nasabahnya. Hak yang dituntut dan yang sering dipermasalahkan oleh nasabah jika terjadi kasus
pembobolan ATM adalah hak atas ganti
kerugian yang dialami oleh nasabah.
Berdasarkan hal-hal
tersebut diatas, menjadi dasar dibentuk
dan diberlakukannya aturan-aturan
hukum, dalam hal ini aturan-aturan
hukum dalam bidang perbankan. Hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur
tata kehidupan bermasyarakat
yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan
menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.
Selain itu,
adanya himpunan peraturan-peraturan di bidang perbankan sebagai upaya memberikan perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang terkait dalam bidang
perbankan, termasuk pihak nasabah. Perlindungan hukum adalah segala upaya
pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada korban Dikaitkan dengan teori perlindungan hukum dari John Austin, hukum menurutnya merupakan perintah dari mereka yang memegang kekuasaan tertinggi dari pemegang kedaulatan.
Menurutnya hukum mengandung empat unsur yaitu perintah,
sanksi, kewajiban dan kedaulatan. Hakekat hukum menurut John Austin terletak pada unsur perintah (command) yang dibuat
oleh penguasa dan diberikan
oleh pribadi-pribadi tertentu
atau badan tertentu, ada yang disebut hukum, yang dipersenjatai dengan sanksi-sanksi dengan membebankan tugas-tugas tertentu sesuai dengan fungsinya
masing-masing
Landasan hukum perlindungan terhadap Nasabah dapat ditemukan
dalam berbagai peraturan perundang-undangan antara lain Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE),� Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian
Pengaduan Nasabah dan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Pada Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, perlindungan hukum terhadap nasabah dalam hal terjadinya
transaksi elektronik terdapat dalam beberapa pasal antara lain, Pasal 2 Undang-Undnag Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang menyebutkan bahwa Perbankan Indonesia dalam menjalankan usahanya berasakan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.
Selanjutnya, Pasal
29 Ayat 4 Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perbankan� yang menyebutkan bahwa Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan terjadinya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank serta� Pasal 37 B Ayat 1
dan Ayat 2 Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang pada Pasal 37Ayat
1 menyebutkan bahwa setiap bank wajib menyimpan dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan
dan ayat 2 menyatakan bahwa untuk menjamin
simpanan masyarakat pada
bank sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dibentuk
Lembaga Penjamin Simpanan.
Selain di dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, perlindungan nasabah bank terdapat pula dalam beberapa Pasal dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Pasal-pasal tersebut antara lain Pasal 2 UUPK yang mencantumkan tentang asas-asas perlindungan konsumen yang terdiri dari asas
manfaat, asas keadilan, asas keseimbangan, asas keamanan dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum, Pasal 4 UUPK tentang Hak-Hak Konsumen yang meliputi Hak-hak tersebut meliputi:
Hak atas keamanan dan keselamatan, Hak untuk memperoleh informasi; Hak untuk memilih; Hak untuk didengar; Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup; Hak untuk memperoleh ganti rugi;Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen;Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat; Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan
nilai tukar yang diberikannya; dan Hak�
untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut, dan Pasal 19 Ayat 1 UUPK yang mencantumkan
tentang ketentuan tanggung jawab pelaku usaha memberikan
ganti rugi atas kerusakan atau kerugian konsumen
mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Selanjutnya perlindungan
hukum terhadap nasabah bank dalam hal transaksi elektronik
diatur di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ketentuan pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa setiap penyelenggara
system elektronik harus menyelenggarakan system elektronik
secara andal dan aman serta bertanggungjawab
mengenai beroperasinya dalam system elektronik sebagaimana mestinya.
Adanya peraturan-peraturan
tersebut diatas merupakan bentuk perlindungan hukum guna mencegah terjadinya
tindak pidana di bidang perbankan. Adanya peraturan-peraturan tersebut sebagai upaya perlindungan
secara preventif atau pencegahan. Peraturan perundang-undangan tersebut masing-masing terdiri dari delik, unsur-unsur
tindak pidana, ancaman hukuman penjara dan denda yang berbeda satu sama
lain. Ancaman hukuman berupa pidana penjara
maupun pidana denda digunakan sebagai upaya perlindungan
hukum yang bersifat represif.
Seperti diketahui
perlindungan terdiri dari dua bentuk perlindungan yang bersifat preventif dan perlindungan yang bersifat represif. Perlindungan bersifat preventif adalah upaya pencegahan sebelum terjadinya suatu tindak pidana,
sedangkan perlindungan represif adalah perlindungan akhir berupa penindakan dan pemberian sanksi seperti denda, penjara, yang diberikan apabila sudah terjadi
pelanggaran.
Kesimpulan
Perlindungan hukum terhadap nasabah bank dalam hal terjadinya kejahatan skimming terdiri dari dua macam yaitu perlindungan hukum secara tidak langsung dan perlindungan hukum secara langsung. Perlindungan secara tidak langsung merupakan perlindungan yang diberikan oleh dunia perbankan yang sifatnya internal. Perlindungan secara tidak langsung oleh dunia perbankan terhadap kepentingan nasabah penyimpan dana adalah suatu perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana tehadap segala resiko kerugian yang timbul dari suatu kebijakaan atau timbul dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank.
Sedangkan Perlindungan langsung oleh dunia perbankan terhadap kepentingan nasabah penyimpan dana dana adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana secara langsung terhadap kemungkinan timbulnya risiko kerugian dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank. Perlindungan hukum dapat diartikan perlindungan oleh hukum atau perlindungan dengan menggunakan pranata dan sarana hukum dengan cara-cara antara lain membuat peraturan yang bertujuan untuk memberikan hak dan kewajiban dan menjamin hak-hak para subyek hukum dan Menegakkan peraturan melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku baik secara hukum pidana, hukum perdata maupun hukum administrasi.
Upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan nasabah bank dalam hal terjadinya kejahatan skimming dapat ditempuh melalui jalur non litigasi dan melalui jalur litigasi. Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi yaitu bank bertanggung jawab terhadap pengembalian dana nasabah yang hilang akibat skimming dengan melakukan mediasi untuk penyelesaian sengketa secara sederhana, murah dan cepat. Sedangkan apabila nasabah tidak puas dengan ganti kerugian akibat skimming tersebut nasabah dapat melakukan penyelesaian sengketa melalui pengadilan.
Alwino, Alfensius. (2016). Diskursus Mengenai Keadilan
Sosial: Kajian Teori Keadilan dalam Liberalisme Locke, Persamaan Marx,
dan�Justice as Fairness� Rawls. Melintas, 32(3), 309�328.
dalam Shidarta, A. Z.
Nasution. (2000). Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: PT.
Grasindo.
dan Hermansyah,
Chatamarrasjid. (2008). Hukum Perbankan Nasional Indonesia Ditinjau Menurut
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah
dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998 dan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 jo.
Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indone. Edisi Revisi). Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Djoni, Gazali S., &
Rachmadi, Usman. (2012). Hukum Perbankan. Sinar Grafika, Jakarta.
Fuady, Munir. (2013).
Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum. Jakarta: Kencana.
Imaniyati, Neni Sri, &
Putra, Panji Adam Agus. (2016). Pengantar Hukum Perbankan Indonesia.
Refika Aditama.
Kansil, Christine S. T.
(1979). Pengantar ilmu hukum dan tata hukum Indonesia. (No Title).
Kusuma, Mahesa Jati, &
SH, M. H. (2019). Hukum Perlindungan Nasabah Bank: Upaya Hukum Melindungi
Nasabah Bank terhadap Tindak Kejahatan ITE di Bidang Perbankan. Nusamedia.
Mamuaja, Juanda. (2015).
Fungsi lembaga penjamin simpanan dalam rangka perlindungan hukum bagi nasabah
perbankan di Indonesia. Lex Privatum, 3(1).
Manurung, Nirwana E. S.
(2018). ANALISIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KERUGIAN NASABAH PENGGUNA
ATM (SKIMMING KARTU ATM PADA MESIN ATM BRI KESAWAN MEDAN).
Mertokusumo, Sudikno.
(2019). Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Yogyakarta: CV. Maha Karya Pustaka.
Soerjono, Soekanto. (1986).
Pengantar penelitian hukum. Universitas Indonesia, Jakarta.
Supartayana, I. Nyoman.
(2020). Pelayanan Jasa-Jasa Bank Dalam Kegiatan Usaha Perbankan Di Indonesia
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Lex Privatum, 8(2).
Valerine, J. L. K. (2015).
Metode Penelitian Hukum (Bagian I). Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas
Hukum Universitas Indonesia.
Wisnubroto, Aloysius.
(2011). Konsep Hukum Pidana Telematika. Universitas Atma Jaya.
Copyright holder: Ditmar Hadi, Wiwik
Sri Widiarty, Gindo L. Tobing (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |