Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 10, Oktober 2023

 

PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERBARENGAN DENGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (CONCURRCUS REALIS)

 

Suhardi, Tatok Sudjiarto, Armunanto Hutahaean

Universitas Kristen Indonesia, Jakarta

Email: [email protected]

 

Abstrak:

Penelitian ini bertujuan memberikan sumbangan pemikiran dan memperkaya konsep dan pemahaman dari teori-teori hukum mengenai Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan pejabat negara terutama mengenai penegakkan hukum beradasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, untuk memberikan gambaran serta masukan mengenai penyidikan dalam tindak pidana korupsi oleh pihak kepolisian. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif yang hanya menggunakan data sekunder sebagai data yang bersumber dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Adanya peran tersangka Ervan Fajar Mandala sebagaimana dibahas sebagaimana dalam putusan Mahkamah Agung Nomor: 1621 K/Pidsus/2013. Oleh karena perbuatan melawan hukum tersebut telah terbukti memenuhi unsur sebagaiman diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UUNo. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan atau pasal 3 UU RI No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 KUHPjo Pasal 64 KUHP maka Terdakwa haruslah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berbarengan dengan tindak pidana pencucian uang.

 

Kata Kunci: Korupsi, PT. Askrindo, Ervan Fajar Mandala, Penyidik Polri

 

Abstrak

The purpose of this research is to contribute ideas and enrich the concepts and understanding of legal theories regarding Corruption Crimes committed by state officials, especially regarding law enforcement based on Law no. 20 of 2001 in conjunction with Law no. 31 of 1999 concerning the Eradication of Corruption Crimes. For the development of science, to provide an overview and input regarding investigations into criminal acts of corruption by the police. This research uses normative juridical research which only uses secondary data as data sourced from primary legal materials and secondary legal materials. The role of the suspect Ervan Fajar Mandala as properly regulated in the Supreme Court decision Number: 1621 K/Pidsus/2013. Because the unlawful act has been proven to fulfill the elements as stipulated in Article 2 paragraph (1) and or Article 3 of Law No. 31 of 1999 concerning the Eradication of Corruption in conjunction with Law no. 20 of 2001 concerning changes to Law no. 31 of 1999 concerning the Eradication of Corruption Crimes and/or Article 3 of RI Law No.15 of 2002 concerning Money Laundering Crimes as amended by RI Law No. legally and convincingly committed the crime of corruption together with the crime of money laundering.

 

Keywords: Corruption, PT. Askrindo, Ervan Fajar Mandala, POLRI Investigators.

 

Pendahuluan

Di Indonesia, tindak pidana korupsinya sampai sekarang ini masih menjadi salah satu faktor yang menyebabkan keterpurukan sistem perekonomian secara meluas dan sistemik, dengan demikian bukan hanya menyebabkan kerugian terhadap keuangan Negara dan kondisi perekonomian, namun juga melanggar semua hak sosial dan ekonomi masyarakat dengan cara luas. Oleh karenanya, berlebihan dan tidak salah jika dinyatakan bahwa peristiwa maraknya tindak pidana korupsi yang dialami di Indonesia menjadi penyakit yang sulit sembuh.��

Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia sudah dijalankan lebih dari 60 tahun, baik di zaman lama, orde baru, ataupun reformasi, serta era baru pemerintahan sekarang ini. Namun demikian, segala daya dan upaya yang sudah dilaksanakan pemerintah dan semua lapisan masyarakat dalam menanggulangi tindak pidana korupsi belum menunjukkan hasil yang diinginkan (Siregar et al., 2021).

Korupsi bersifat universal. Itu mempengaruhi semua wilayah di dunia dan semua lapisan masyarakat, tetapi dampaknya paling besar di negara-negara berkembang. Dampak korupsi sangat luas: dapat merusak stabilitas politik, social dan ekonomi, dan pada akhirnya mengancam keselamatan dan keamanan masyarakat secara keseluruhan.

Berbagai faktor menjadi penyebab terjadinya hal tersebut seperti kurangnya lapangan pekerjaan, butuhnya pengeluaran pribadi yang besar, rendahnya moral dan perilaku serta kurang ketatnya dalam menyeleksi calon-calon pejabat pemerintahan. Pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 disebutkan Indonesia adalah negara hukum, dengan adanya pasal tersebut mengandung konsekuensi bahwa segala persoalan yang terjadi harus diselesaikan berdasarkan hukum yang berlaku, namun dalam kenyataan ternyata hal tersebut sangat sulit untuk dilaksanakan, sebab para pelaku sudah semakin pintar dalam menyamarkan berbagai bukti tindak kejahatan yang dilakukannya, termasuk hasil-hasil kejahatan yang berupa harta benda.

Saat ini, pelaku kejahatan semakin canggih dalam mengelola harta benda hasil kejahatan dengan upaya menyembunyikan asal-usulnya. Namun, aparat penegak hukum seringkali tidak mampu secara efektif mengatasi masalah ini. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan pencegahan yang efektif dalam menghadapi pencucian uang yang dilakukan oleh pelaku untuk menyembunyikan kejahatannya. Pencucian uang bukan kejahatan biasa, akan tetapi merupakan kejahatan yang terorganisir dan sistematis, dengan demikian penanganannya dibutuhkan kecermatan dan keseriusan yang tinggi.

Korupsi dan pencucian uang terkait erat. Pelanggaran korupsi, seperti penyuapan atau pencurian barang publik, menghasilkan uang dalam jumlah besar yang perlu dicuci - atau "dibersihkan" - untuk masuk ke sistem keuangan tanpa stigma ilegalitas. Pada saat yang sama, korupsi dapat memfasilitasi pencucian uang: pejabat yang korup dapat mempengaruhi proses dimana hasil (terlepas dari kejahatan yang menghasilkan aset yang mereka peroleh) dicuci, dan memungkinkan pencuci untuk lolos dari semua kontrol dan sanksi. Penelitian staf IMF telah menunjukkan bahwa negara-negara dengan tingkat kontrol korupsi yang rendah cenderung memiliki tingkat kepatuhan yang lebih rendah terhadap standar anti pencucian uang dan pemberantasan pendanaan terorisme.

Dalam upaya penegakan hukum untuk kasus kejahatan korupsi serta pencucian uang berbagai pihak turut serta mulai dari Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK Serta ada juga Kepolisian atau Polri yang bertugas dalam penyelidikan dan penyidikan atas semua tindak pidana, yang di sini Tindak Pidana tersebut diatas termasuk di dalamnya (Suprasetya, 2021).

Kepolisian Negara Indonesia merupakan suatu institusi yang berfungsi dalam melayani masyarakat dituntut untuk bisa memberi pelayanan yang terbaik pada masyarakat melalui memberikan kinerja kesatuan yang profesional dan handal di bidangnya.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini yakni penelitian yuridis normatif yang mempergunakan data sekunder sebagai data dimana spesifikasi dan metode pendekatan, yang didapatkan melalui membaca dan memahami buku-buku literatur serta pengaturan-pengaturan yang relevan terhadap masalah yang dibahas, sebagai data sekunder yang mencakup dipergunakan juga yang bersumber dari bahan hukum sekunder dan primer. Data yang sudah didapatkan kemudian dinalisa secara kualitatif yakni dengan menjelaskan menggunakan kata-kata sehingga membentuk kalimat yang bisa dipahami tidak memakia angka-angka dan rumusan rumusan statistika selanjutnya hasil tersaji secara deskriptif analisis.

 

Hasil dan Pembahasan

Pada tahun 2013 terdakwa Ervan Fajar Mandala sebagai mantan Direktur PT. Reliance Asset Management terpidana tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara hingga milyaran rupiah kabur dan masuk kedalam DPO (Daftar Pencarian Orang). Lalu pada Februari 2021 Indonesia kembali dihebohkan oleh tertangkapnya buronan Ervan Fajar Mandala dan terpidana kasus korupsi itu dibekuk di tempat tinggalnya di kawasan Bintaro Menteng, Tangerang. Kini terdakwa telah ditahan di Lapas Salemba.

Berawal pada kurun waktu 2004 sampai 2009, saat itu, Ervan menjabat sebagai Direktur Utama PT. RAM yang bertindak sebagai Manajer Investasi (MI) bersama-sama dengan beberapa pejabat PT Askrindo (Persero) melakukan bisnis investasi, dimana PT Askrindo dengan sengaja menempatkan dana sekitar Rp.439 miliar setidaknya kepada 6 perusahaan investasi termasuk di PT. RAM milik terpidana, yang ternyata berseberangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan putusan No 1621 K/Pidsus/2013 tanggal 8 Oktober 2013, Ervan secara bersama-sama telah terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang. Ervan dijatuhi pidana selama 15 tahun dan denda sebanyak Rp 1 miliar serta membayar uang pengganti sebanyak Rp 796,387 juta.

Berdasarkan uraian yang diuraikan di atas, penulis tertarik mengangkat kasus tersebut dengan menjelaskan inti-inti gambaran terkait pengaturan tindak pidana korupsi yang terkait tindak pidana pencucian uang yang dijatuhkan kepada terdakwa dalam kaitannya pada Undang-Undang Nomor 3l tahun l999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 200l danTentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan UU No. 8 Tahun 20l0 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Indonesia memiliki landasan hukum yang menjadi acuan dan landasan dalam upaya memerangi korupsi, baik dari segi pencegahan maupun penegakan hukum. Salah satu hasil yayasan ini adalah berdirinya KPK sebagai lembaga utama dalam upaya memerangi korupsi di Indonesia. Landasan-Landasan hukum pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia yaitu: Undang-Undang No 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada masa Orde Baru ketika Presiden Soeharto memimpin, Ketetapan MPR No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN, UU No.28 tahun l999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, UU No.20 Tahun 200l jo UU No. 3l/l999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Peraturan Pemerintah No 7l Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No.30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No.l5 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 20l8 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), dan Peraturan Presiden No.102/2020 tentang tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Perbuatan Terdakwa EF, bersama sama dengan ZL, DPO, MS, HA, BA, CT dan UZ sudah membuat kerugian keuangan negara Cq. PT. ASKRINDO mencapai Rp90.000.000.000 berdasarkan Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas dugaan Tipikor dalam Penempatan Investasi PT. Askrindo pada PT. HAM, PT. RAM, PT. JS dan PT. JI Tahun 2004-2009 No : SR-7l75/PW09/5/20l1 tertanggal 5 September 20l1.

Bahwa terdakwa sudah didakwakan oleh penuntut umum melalui dakwaan yang terbentuk subsideritas yaitu primair di mana Perbuatan Terdakwa seperti halnya yang diancam dan diatur pidana pada Pasal 2 ayat (l) jo pasal l8 ayat (l) UU Nomor : 3l Tahun l999 tentang Pemberantasan Tipikor seperti halnya yang dganti menjadi UU No: 20 Tahun 200l Tentang Perubahan Atas UU No: 3l Tahun l999 Jo. Pasal 55 ayat (l) ke-l jo Pasal 64 ayat (l) KUHP.

Upaya yang dilaksanakan untuk memperkuat pemberantasan tipikor di antaranya membuat, merevisi dan memperbaiki kebijakan-kebijakan terkait Pemberantasan Tipikor untuk menjerat koruptor. Keberhasilan menjerat pelaku Tindak Pidana tentu tergantung dari aparat penegak hukum. Polri memiliki wewenang melaksanakan tugas Penyidikan kasus Korupsi. Selain KPK, Kejaksanaan, dan Polri berwenang melakukan penyidikan terhadap kasus Tipikor. Polri bertugas melakukan Penyidikan kasus Korupsi selalu berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum mencegah adanya perkara yang berulang. Guna mempercepat penyidikan kasus tipikor. Pada pemberantasan Tipikor dan hambatan yuridis yang dialami Polri dalam melaksanakan penyidikan Tipikor. Lalu dilakukan analisis dan dipaparkan dengan cermat Kewenangan Polri pada Pemberantasan Tipikor. Metode pendekatan yang digunakan yakni penelitian yuridis normatif yakni menganalisis hukum dengan cara tertulis, studi dokumen dan bahan kepustakaan menjadi bahan utama sedangkan data lapangan melalui wawancara menjadi data pelengkap/pendukung. Analisis Data, sesudah seluruh data sekunder didapatkan dari library research (studi kepustakaan), dan data pendukung dari hasil wawancara, diperiksa dan dievaluasi untuk mengetahui validitasnya, lalu datanya dikategoriasikan data sejenis. Data kualitatif ditafsirkan deng sistematis, lgois, dan yuridis dengan metode induktif dan deduktif. Induktif artinya dari generalisasi mengalami perkembangan pada Kewenangan Polri sebagai penyidik Tipikor. Metode deduktif artinya kebijakan-kebijakan yang diberlakukan dengan cara umum meskipun tidak pasti mutlak, tapi menjadi landasan hukum dalam menyelesaikan kasus Tipikor. Melalui penggunaan metode induktif dan deduktif, didapatkan kesesuaian mengenai bagaimana sesungguhnya Kewenangan Polri sebagai penyidik Tipikor Hasil penelitian menunjukkan Wewenang Polri sebagai Penyidik melakukan pemberantasan Tipikor diberikan wewenang dan tugas oleh undang-undang melaksanakan Penyidikan/ Penyelidikan pada seluruh tindak pidana berdasarkan peraturan. Pada pelaksanaan Penyidikan Polri menghimpun bukti dan menemukan tersangka Tipikor berdasarkan Pasal 5 dan Pasal 7 UU No.8 tahun l98l tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Inpres No.5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, dan UU nomor 2 tahun 2002 tentang Polri. Sementara Wewenang Jaksa selaku penuntut umum, Penyidik pada Tindak Pidana tertentu sesuai dengan undang-undang berdasarkan Pasal 30 UU No.l6 Tahun 2004. Dibandingkan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, kewenangnya sangat luas melaksanakan penuntutan, penyidikan, dan penyelidikan pada Tipikor dan kasus yang ditangani terkait kerugian Negara paling sedikit Rp1000.000.000,-.

Unit Tipikor Kepolisian berdasarkan pasal l ayat l Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisisan yaitu kepolisian merupakan seluruh hal ikhwal yang berhubungan terhadap lembaga dan fungsi polisi berdasarkan Pepu. Kepolisian masuk dalam fungsi pemerintahan negara pada bidang ketertiban masyarakat dan pemeliharaan keamanan, penegakan hukum, perlindungan, pelayanan, dan pengayoman kepada masyarakat.

Berdasarkan Barang bukti yang didapatkan EF sudah turut serta atau melakukan sejumlah tindakan yang memiliki hubungan sedemikian rupa dengan demikian harus dilihat isebag suatu tindakan berlanjut, yang bertujuan menguntungkan suatu korporasi, orang lain, atau diri sendiri menyalahgunakan sarana, kesempatan, atau kewenangan yang terdapat padanya dikarenakan kedudukan atau jabatan yang bisa menimbulkan kerugian terhadap perekonomian Negara atau keuangan negara. Sehinga isi dari pasal itu sudah dipenuhi.

Bahwa terdakwa sudah didakwakan oleh penuntut umum melalui dakwaan yang terbentuk subsideritas yaitu primair di mana Perbuatan Terdakwa seperti halnya yang diancam dan diatur pidana pada Pasal 2 ayat (l) jo pasal l8 ayat (l) UU Nomor : 3l Tahun l999 tentang Pemberantasan Tipikor seperti halnya yang dganti menjadi UU No: 20 Tahun 200l Tentang Perubahan Atas UU No: 3l Tahun l999 Jo. Pasal 55 ayat (l) ke-l jo Pasal 64 ayat (l) KUHP.

Berdasarkan Barang bukti yang didapatkan EF sudah turut serta atau melakukan sejumlah tindakan yang memiliki hubungan sedemikian rupa dengan demikian harus dilihat isebag suatu tindakan berlanjut, yang bertujuan menguntungkan suatu korporasi, orang lain, atau diri sendiri menyalahgunakan sarana, kesempatan, atau kewenangan yang terdapat padanya dikarenakan kedudukan atau jabatan yang bisa menimbulkan kerugian terhadap perekonomian Negara atau keuangan negara. Sehinga isi dari pasal itu sudah dipenuhi dan menjadi dasar analisis tuntutan.

Untuk menganalisis Putusan, diikarenakan seluruh unsur pada dakwaan Primair penuntut umum telah dipenuhi, dengan demikian majelis berkeyakinan bahwa terdakwa sudah dibuktikan dengan sah dan meyakinkan melaksanakan perbuatan sebagaimana yang didakwakan oleh Penuntut umum pada dakwaan Primer melanggar yaitu melanggar pasal 2 ayat (l) jo pasal l8 UU No.3l tahun l999 seperti halnya yang ditambah dan diubah dengan Undang-Undang No.20 tahun 200l Tentang Pemberantasan Tipikor jo. Pasal 55 ayat (l) ke-l Jo. Pasal 64 ayat (l) KUHP yakni paling sedikit empat Tahun sementara untuk dakwaan kedua yakni melakukan pelanggaran pasal 6 ayat (l) Undang-Undnag TPPU dengan hukamannya paling sedikit 5 tahun

Menimbang bahwa permintaan banding dari Penuntut Umum Pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat maupun Penasihat Hukum Terdakwa, nyatanya diajukan pada menurut cara dan tenggang waktu dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan undang-undang, dengan demikian bisa diterima permintaan banding itu dengan cara formal.

Menimbang Majelis Hakim Tingkat Banding sesudah mencermati secara seksama berkas perkara banding a quo yang meliputi keterangan saksi ataupun pendapat ahli, berita acara sidang, barang bukti dan surat, keterangan Terdakwa, salinan resmi Putusan Pengadilan Tipikor terhadap PN Jakarta Pusat No32/PID.B/TPK/20l2/PN.JKT.PST. Tertanggal 22 Oktober 20l2 memori banding dari para pembanding dan surat lain yang berkaitan terhadap kasus ini, dengan demikian pertimbangan dan alasan Majelis Hakim Tingkat Pertama pada keputusan tersebut, yang menarik kesimpulan Dakwaan Kesatu Primer terbukti yakni sudah benar dan tepat dan melalui persetujuan Majelis Hakim Tingkat Banding, sehingga pertimbangan dan alasan hukum Maajelis Hakim Tingkat Pertama diambil alih menjadi pertimbangan Majelis Hakim Tingkat banding dan menganggap terdakwa sudah dibuktikan bersalah berbuat Tindak Pidana seperti halnya yang didakwakan terhadap dakwaan kesatu primair.

Pertimbangan dan Vonis Hakim jika dianalisis dari sisi vonis dan pertimbangan hakim selayaknya Hakim pada pemutusan perkara sesuai dengan Pasal 7 PERMA No.l tahun 2020 Tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberatasan Tipikor, menyebutkan bahwa: Tingkat keuntungan, dampak, dan kesalahan dibagi menjadi 3 kategori antara lain : a. tinggi; b. sedang; dan c. rendah.

Sesuai dengan Pasal 7 PERMA No.l tahun 2020 Tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberatasan Tipikor dipaparkan bahwa ada keuntungan, dampak, dan tingkat yang menjadi kategori dalam hakim memberi vonis hukum pada terdakwa. Lalu selanjutnya pada Pasal 10 PERMA No.l tahun 2020 Tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberatasan Tipikor. Sesuai dengan Pasal 10 PERMA No.l tahun 2020 Tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberatasan Tipikor itu dihubungkan terhadap Putusan No: 1/PID/20l3/PT.DKI, sesuai dengan hal itu tersebut berdasarkan penulis hakim sudah tepat pada vonisnya yakni:

���������� Terdakwa, EF dibuktikan dengan sah dan meyakinkan bersalah berbuat tipikor dengan cara berlanjut, seperti halnya didakwakan pada Dakwaan Kesatu Primer.

���������� Terdakwa, tidak terbukti dengan sah dan meyakinkan bersalah berbuat tindak pidana sepertinya didakwakan pada Dakwaan Kedua.

���������� Membebaskan Terdakwa dari Dakwaan Kedua.

���������� Menjatuhkan pidana pada Terdakwa, dipidana penjara 7 tahun, dan pidana denda sejumlah Rp.400.000.000,- atau diganti pidana kurungan 4 bulan apabila tidak dibayarkan sejumlah ketentuan tersebut.

���������� Menghukum Terdakwa, membayarkan uang pengganti sejumlah Rp. 796.387.077,- di mana ketentuannya jika uang pengganti itu tidak dibayarkan pada waktu sebulan sesudah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, dengandemikian harta benda Terdakwa bisa dilelang dan disita oleh Jaksa guna menutupi uang pengganti tersebut, dan jika harta itu, dengan demikian Terdakwa dipenjara 6 bulan.

���������� Menetapkan Terdakwa tetap ditahan. Masa penahanan ditetapkan berdasarkan yang sudah dijalankan Terdakwa dikurangi seluruh dari pidana yang diberikan.

Dari paparan yang sudah dijelaskan diatas, Tipikor yang dilaksanakan terdakwa EF dibuktikan bersalah berbuat tipikor dengan cara berlanjut dan bersama- sama, seperti halnya seperti halnya pada pasal 2 ayat (l) jo. Pasal l8 ayat (l) UU No.3l tahun l999 tentang Pemberantasan Tipikor seperti halnya diganti menjadi UU No: 20 tahun 200l tentang Perubahan atas UU No: 3l tahun l999 jo. Pasal 55 ayat (l) ke-l jo. Pasal 64 ayat (l) KUHP. dan TPPU SECARA BERSAMA-SAMA SEBAGAI PERBUATAN BERLANJUT seperti halnya pasal 6 ayat (l) UU No.l5 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang seperti halnya yang sudah diganti menjadi Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 tentang Perubahan atas UU No.l5 tahun 2002, jo. Pasal 55 ayat (l) ke-l KUHP, Jo. Pasal 64 ayat (l) KUHP.

 

 

 

Kesimpulan

Korupsi terus menjadi masalah di Indonesia dan semakin diperparah dengan kurangnya penegakan hukum yang tegas untuk menghukum mereka yang telah merugikan keuangan negara. Undang-undang yang ada menguraikan hukuman yang sangat berat bagi mereka yang dihukum, namun sering kali tidak ditegakkan dengan baik bagi mereka yang melakukan kejahatan ini. Polisi memiliki peran penting dalam proses penyidikan sebagaimana diatur dalam KUHAP. Penyidik dalam kasus seperti yang disebutkan di atas telah berhasil mengumpulkan bukti-bukti, barang bukti, mewawancarai saksi dan tersangka, dan berhasil menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara dan denda satu miliar Rupiah (Rp 1 Miliar). Jika denda tidak dibayar, maka akan dikenakan pidana tambahan berupa pidana penjara selama enam bulan dan membayar uang pengganti sebesar Rp 796.387.077,-.

 

BIBLIOGRAPHY

Abdul Hakim G. Nusantara, Luhut M. P. Pangaribuan, Mas Achmad Santosa, Studi Kasus Hukum Acara Pidana, cet. 1, (Jakarta: Penerbit Djambatan, 1986)

 

Andi Hamzah (b), Perlindungan Hak-Hak Asasi Manusia dalam Hukum Acara Pidana, Perbandingan dengan Beberapa Negara, cet. 1, (Jakarta: Universitas Trisakti, 2010)Use the "Insert Citation" button to add citations to this document.

 

Luhut M. P. Pangaribuan, et. al, Menuju Sistem Peradilan Pidana yang Akusatorial dan Adversarial, Butir-Butir Pikiran PERADI untuk Draft RUU-KUHAP, cet.1, (Jakarta: Papas Sinar Sinanti, 2010)

 

Makarim, Emon, Kompilasi Hukum Telematika (Jakarta: PT. Grafindi Persada, 2003), Marpaung, Laden Tipikor Masalah Dan Pemecahannya, Jakarta, Sinar Grafika, 1992

 

Muzakkir, Posisi Hukum Korban Kejahatan dalam Sistem Peradilan Pidana (Jakarta: Disertasi Program Pascasarjana FH-UI, 2001).

 

P.A.F Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Kepentingan Hukum Negara, Jakarta: Sinar Grafika 2010.

 

R. Abdussalam dan Zen Zanibar M.Z., Refleksi Keterpaduan Penyidikan, Penuntutandan Peradilan Dalam Penanganan Perkara, cet. 1, (Jakarta: Dinas Hukum Polri, 1998)

 

Rukmini, Mien, Perlindungan Hak Asasi Manusia melalui Asas Praduga Tidak Bersalah dan Asas Persamaan Kedudukan dalam Hukum, cet. 2, (Bandung: PT Alumni, 2007)

 

Siregar, E. F., Helvis, H., & Markoni, M. (2021). Analisa Yuridis Eksekusi Sita Jaminan Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) First Travel. Jurnal Syntax Transformation, 2(11), 1560�1573

 

Suprasetya, G. (2021). Kajian Yuridis Terhadap Penerapan Hukum Adat dalam Menyelesaikan Kasus Tindak Pidana di Papua. Jurnal Syntax Transformation, 2(07), 971�984

 

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, 1983, Rajawali Press, Jakarta

 

Sudarto, Hukum Pidana: Jilid I A (Semarang: Badan Penyedia Kuliah FH-UNDIP, 1973)

 

Sudarto, Kapita Selejta Hukum Pidana, Penerbit Alumni, 1986, Bandung,

 

Susmono Sumowardojo, Pedoman Dasar dan Cara Pengusutan Peristiwa Tindak Pidana, cet. 1, (Semarang: SS Semarang, 1969)

 

W.J.S Poerwadaminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Cetakan Pertama Edisi III, (Jakarta; BalaiPustaka).

 

Wirjono Projodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung: Reflika Aditama 2003,

 

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

 

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI and Crime. Money Laundering Financial Action Task Force. �History of the FATF

 

Copyright holder:

Suhardi, Tatok Sudjiarto, Armunanto Hutahaean (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: