Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 10, Oktober
2023
PENEGAKAN
HUKUM TERHADAP PEMBAJAKAN HAK CIPTA FILM DENGAN MEDIA INTERNET BERDASARKAN UU
NO. 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA
Alicia Salsabila Theosalim
Fakultas Hukum, Universitas Tarumanagara
E-mail: [email protected]
Abstrak
Hak cipta adalah hak
ekslusif yang timbul ketika telah dipublikasikannya
sebuah karya dan bersifat deklaratif. Karya cipta film merupakan karya yang paling banyak di bajak dan mudah di akses melalui situs-situs internet dan hal
tersebut memberikan dampak negatif pada pencipta, sudah adanya peraturan menganai hak cipta
tetapi masih banyaknya pembajakan film melalui media internet akibat dari rendahnya kesadaran masyarakat mengenai hak cipta
sebuah karya. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode hukum normati
dengan pendekan peraturan perundang-undangan.
Kata kunci: Hak Cipta, Film, Pembajakan.
Abstract
Copyright is an exclusive right that arises when a work is published
and is declarative in nature. Film creative works are the works that are most
often pirated and are easily accessed via internet sites and this has a
negative impact on creators, there are already regulations regarding copyright
but there is still a lot of film piracy via the internet as a result of low
public awareness regarding copyright. a masterpiece. This research was
conducted using the normative legal method with a statutory regulation
approach.
Keywords:
Copyright, Film, Piracy.
Pendahuluan
Hak cipta
merupakan hak yang sifatnya eksklusif milik pencipta yang muncul secara otomatis
dikarenakan adanya prinsip deklaratif Ningsih (2019) setelah
suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa
mengurangi pembatasan seusai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) undang � undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak cipta. Hak cipta itu sendiri
adalah kekayaan intelektual yang memiliki hak ekslusif dimana
hak untuk menjadi milik pencipta
sehingga pihak lain tidak boleh memanfaatkan
hak tersebut tanpa adanya izin
dari pencipta (Letezia, 2023); (Mike,
2019).
Dalam hak
ekslusif terdapat 2 hak yaitu hak
ekonomi dan hak moral (Wijaya,
2003). Dalam hak
moral hak ini mengikat selamanya pada pencipta sifatnya kekal dan pribadi selamanya (Santoso, 2011). Berdasarkan
UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta �hak moral bersifat abadi yaitu tidak dibatasi
oleh waktu yaitu mencakup: a) Tetap mencantumkan
atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum. b) Menggunakan nama samarannya. c) Mempertahankan haknya jika terjadi distorsi
atas ciptaan, aransemen ciptaan, pemotongan ciptaan atau hal yang dapat
merugikan reputasi si pencipta.�
Hak ekonomi
adalah hak untuk mendapatkaan kemanfaatan ekonomi dari ciptaannya (Makka,
2015). Dengan
hak ekonomi pencipta memiliki hak untuk memperbanyak
ciptaannya, mengadaptasi dengan penerjemahan dalam bahasa lain, mengaransemen musik, merubah cerita fiksi menjadi non fiksi ataupun sebaliknya
dan dramatisasi (Magdariza,
2023). Selain itu
pencipta memiliki hak distribusi untuk menyebarkan ciptaanya kepada masyarakat.
Dalam perkembangan
zaman yang sangat pesat masyarakat
menjadi lebih mudah mengakses internet dan mendapatkan informasi (Setiawan,
2018). Seperti
dalam bidang perfilman masyarakat dapat dengan mudah
menonton bahkan mengunduh film-film bioskop melalui situs yang ada di
internet. dalam Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang perfilman �Film merupakan karya cipta seni
budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa
suara dan dipertunjukan�.
Film merupakan kekayaan intelektual milik penciptanya dan dilindungi oleh hukum positif di Indonesia, ketika film dipublikasi maka pencipta memiliki
hak eksklusif (Ningsih & Maharani, 2019);(Noor, 2019).�
Salah satu
pelanggaran hak cipta yang sangat marak terjadi yaitu pengumuman
dan perbanyakan film melalui
situs internet dengan mengunduh
ataupun streaming (Kurniawati,
2020). Pelanggaran
ini menyebabkan masyarakat lebih cenderung menonton secara gratis melalui situs-situs
di internet daripada di bioskop.
Hal ini tentunya merugikan pemilik hak cipta dengan
menonton film secara gratis
tanpa izin ini juga dapat menyebabkan kerugian pemerintah karena pendapatan negara melalui pajak penghasilan dari hak cipta
akan menurun padahal pajak tersebut
merupakan sumber dana pembangunan negara.
Meskipun sudah adanya UU Hak cipta namun pada praktiknya masih banyak pelanggaran
atas hak cipta film dalam masyarakat. Selain itu masyarakat yang meremehkan pelanggaran hak cipta dan tidak menyadari bahwa pentingnya hak cipta sehingga kurangnya kesadaran hukum masyarakat dan mengakibatkan maraknya pelanggaran akan hak cipta tersebut.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: a) Bagaimana Penegakan hukum bagi pelaku pembajakan
film berdasarkan UU Nomor
28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta? b) Bagaimana Perlindungan
hukum bagi pemilik Hak cipta berdasarkan peraturan perundang-undangan?
Metode Penelitian
Metode penelitian
yang digunakan oleh penulis
adalah penelitian hukum normatif mengkaji berdasarkan peraturan perundang-undangan, teori hukum dan publikasi ilmiah. Menggunakan pendekatan perundang-undangan atau statute
approach. Menggunakan bahan
hukum primer berupa perundang-undangan dan bahan hukum sekunder berupa buku-buku dan publikasi mengenai hak cipta.
Hasil dan Pembahasan
A. Penegakan hukum bagi pelaku pembajakan
film berdasarkan UU Nomor
28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta
HKI atau
Hak Kekayaan Intelektual adalah hak yang dimiliki para pencipta karya intelektual. Dengan HKI dapat melindungi karya cipta dari pembajakan
ataupun plagiasi yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab (Raharja, 2020). Dalam karya
cipta film pembajakan
sangat marak dilakukan, pembajakan itu sendiri terbagi menjadi 3 yaitu pembajakan sederhana dengan membuat tiruan suatu rekaman
karya cipta yang dikemas berbeda, pembajakan dengan meniru dan semirip mungkin dikemas sama dengan orisinil,
dan menggandakan ciptaan tanpa adanya persetujuan
pencipta (Ningsih & Maharani, 2019).
Pembajakan itu sendiri merupakan perampasan hak milik orang lain dengan memperbanyak karya cipta orang lain tanpa persetujuan si pencipta (Husada
& Rahaditya, 2022). Yang semestinya
untuk melakukan hal tersebut harus
memiliki izin dari pencipta atau
membeli lisensi karya cipta tersebut.
dengan kemudahan dalam mengakses film-film melalui situs internet membuat masyarakat menjadi lebih memilih untuk
menonton gratis melalui
situs gratis dibandingkan bioskop.
Yang sebenarnya hal ini merupakan pelanggaran
atas hak cipta film.
Masyarakat kurang
memahami akan hal tersebut dikarenakan
kurangnya edukasi atas Hak Eksklusif dalam Hak kekayaan intelektual sebuah karya. Mengenai Hak ekslusif ini sudah
tertulis dalam Pasal l4 UU tentang Hak Cipta
�yang dimana hak cipta memiliki hak eksklusif yang terdiri dari hak
ekonomi dan hak moral�.
Pembajakan film yang dilakukan
dengan menyebarluaskan melalui situs-situs streaming di internet tanpa izin dari
pemilik hak cipta film tersebut merupakan sebuah pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi (Werung,
2022). Berdasarkan
pasal 113 ayat (2) UU tentang Hak Cipta �setiap orang
yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa
izin si pencipta
atau pemilik hak cipta melakukan
pelanggaran ekonomi milik si pencipta
sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 9 ayat
(1) huruf c, d, f dan h untuk
penggunaan komersial dapat dipidana penjara paling lama 3 tahun dan pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah). Kemudian dalam pasal 113 ayat (4) dengan memenuhi unsur dalam pasal
113 ayat (3) maka dipidana paling lama 10 tahun dan
denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar
rupiah).�
Pembajakan yang dilakukan
melalui situs internet juga telah
diatur dalam Pasal 32 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Indormasi dan Transaksi Elektronik �setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum dengan cara apapun baik
itu mengubah, menambah, mengurangi, melakukan, transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik milik orang lain atau pun public dapat dikenakan pidana penjara selama delapan tahun dan denda paling banyak sebesar Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah). Kemudian didalam pasal 48 ayat 2 juga memberikan perlindungan bagi setiap orang yang merekam sekaligus mendistribusikan dapat dipidana penjara paling lama 9 tahun dan dengan paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).�
Dengan adanya
perlindungan UU ITE berhubungan
dengan pembajakan film secara media internet dikarenakan
dalam menyebarluaskan karya cipta film melalui media situs online. Yang kemudian
mendatangkan keuntungan bagi para pembajak dari iklan-iklan yang dipasang dalam website tersebut. Kemudian Mentri Kominfo ikut turut serta
dalam memberantas pembajakan melalui peraturan Mentri Kominfo Nomor 26 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Penutupan konten dan /atau hak akses pengguna
yang terbukti melanggar hak cipta dan atau
hak terkait di dalam sistem elektronik.
Pada Pasal 15 tertulis bahwa �pemerintah berhak melakukan penutupan konten dan hak akses pengguna
yang terbukti sudah melanggar hak cipta
dan hak terkait dengan kementerian Kominfo memiliki wewenang untuk melakukan penutupan konten, kanal, media atau hak akses
pengguna yang telah sah ditetapkan melanggar ketentuan Hak Cipta
dan, atau hak terkait didalam lingkup sistem berbasis elektronik, digital (Ahmad
M. Ramli, 2014). ���
B. Perlindungan hukum bagi pemilik Hak cipta berdasarkan peraturan perundang-undangan
Dalam perlindungan
hukum hak cipta berbeda dengan
kekayaan intelektual lain
yang harus didaftarkan terlebih dahulu pada Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual. Hak cipta memiliki unsur deklaratif yaitu saat karya
cipta dipublikasi maka secara otomatis
pencipta memiliki hak ekslusif yaitu
hak moral dan hak ekonomi sehingga tidak wajib didaftarkan.
Namun jika pencipta ingin mendaftarkan karyanya dapat didaftarkan pada Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual.
Dalam hak
cipta itu sendiri menimbulkan hak moral dan hak ekonomi yang mendapatkan pembatasan atas kedua hak tersebut
agar tidak terjadinya monopoli berhubungan dengan hak ekonomi.
Para pencipta akan merasakan manfaat ekonomi dari karya
ciptanya. Dalam film hak ekonomi dibatasi hanya selama 50 tahun jika lebih
dari 50 tahun maka karya cipta
merupakan public domain. Namun
berbeda dengan hak moral yang abadi bahkan dapat dihibahkan
kepada ahli warisnya.
Kesimpulan
Pembajakan atas hak cipta sudah terjadi sangat lama dan sangat sulit dihentikan upaya yang dapat dilakukan adalah hanya akan menekan angka pembajakan atas hak cipta dengan penyediaan film-film melalui situs legal dan terjangkau harganya.
Hak cipta adalah kekayaan intelektual yang tidak perlu didaftarkan karena hak ekslusif akan otomatis dimiliki pencipta atas karya ciptanya ketika telah mempulish karyanya. Hak ekonomi karya cipta memiliki pembatas selama 50 tahun setelah itu karya akan menjadi public domain sedangkan hak moral bersifat abadi selamanya.
BIBLIOGRAPHY
Ahmad
M. Ramli, �Perlindungan Hak Cipta Terhadap
Film Berdasarkan Undang-UndangNomor
28 Tahun 2014� online document.
Budi
Santoso, �HKI Hak Kekayaan Intelektual�,
(Semarang: Penerbit Pustaka Magister, 2011).
Letezia Tobing,S.
�Pemegang Hak Cipta danPemegang
Lisensi�,https://www.hukumonline.com/klinik/a/pemegang-hak-cipta-dan-pemegang-lisensi-lt550077782a2fb.
Husada, M., & Rahaditya, R. (2022). Pelaksanaan
Hukum Terkait Pembajakan Hak Cipta Film Di Masa Pandemi Melalui Media Internet
Menurut UU No. 28 Tentang Hak Cipta. Jurnal Hukum Adigama, 5(2),
536�558.
Kurniawati, A. (2020). Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta
Melalui Media Internet. JURNAL ILMIAH HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT, 18(1),
19�32
Magdariza, M. (2023). ANALISA YURIDIS TERHADAP HAK EKONOMI DAN HAK MORAL
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG HAK CIPTA DALAM RANGKA LIBERALISASI PERDAGANGAN. UNES
Law Review, 5(4), 2150�2159.
Makka, Z. (2015). Aspek hak ekonomi dan hak moral dalam hak cipta.
Mike, E. (2019). Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Terhadap Tindakan
Pelanggaran Pembajakan Buku Elektronik Melalui Media Online. Al Imarah:
Jurnal Pemerintahan Dan Politik Islam, 2(2).
Ningsih, A. S., & Maharani, B. H. (2019). Penegakan Hukum Hak Cipta
Terhadap Pembajakan Film Secara Daring. Jurnal Meta-Yuridis, 2(1).
Noor, N. K. (2019). Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Film Layar Lebar
Yang Dipublikasi Melalui Media Sosial Tanpa Izin. Riau Law Journal, 3(1),
124�148.
Raharja, G. G. G. (2020). Penerapan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta
Di Bidang Pembajakan Film. Jurnal Meta-Yuridis, 3(2).
Santoso, B. (2011). HKI Hak Kekayaan Intelektual. Semarang: Penerbit
Pustaka Magister.
Setiawan, D. (2018). Dampak perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi terhadap budaya. JURNAL SIMBOLIKA Research and Learning in
Communication Study, 4(1), 62�72.
Werung, A. (2022). SANKSI HUKUM TENTANG HAK CIPTA TERHADAP PENGUNDUH FILM
DI INTERNET SECARA ILEGAL. LEX CRIMEN, 11(5).
Wijaya, H. T. (2003). Konsep Hak Ekonomi dan Hak Moral Pencipta Menurut
Sistem Civil Law dan Common Law. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 10(23),
153�168.
Copyright holder: Alicia Salsabila Theosalim (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |