Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 10, Oktober 2023

 

PERTANGGUNGJAWABAN PEMILIK SENJATA API LEGAL YANG DISALAHGUNAKAN OLEH ORANG LAIN

 

Widiastuti Endah Febrianti, Jamiatur Robekha

Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan menganalisa hukum mengenai kepemilikan senjata api legal yang disalahgunakan oleh orang lain. Dengan menggunakan Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Maraknya persebaran senjata api di kalangan sipil adalah sebuah fenomena global. Tidak tertatanya pengawasan terhadap kepemilikan senjata api, baik legal maupun ilegal yang dimiliki oleh masyarakat umum, aparat kepolisian dan TNI, merupakan salah satu penyebab timbulnya kejahatan-kejahatan dengan penyalahgunaan senjata api di Indonesia. Sementara korban yang tewas akibat kejahatan ini kebanyakan adalah warga sipil. Di Indonesia, angka pasti tentang perdagangan senjata api, legal maupun ilegal sulit diperoleh, meski peredarannya di masyarakat sipil dipastikan meningkat tajam. Karena alasan administrasi kepemilikan senjata api kurang tertib dan pengawasannya, maka aparat kepolisian tidak tahu pasti berapa banyak senjata api yang beredar di masyarakat, sehingga kepemilikan senjata api sulit sekali untuk dilacak. Beredarnya senjata api tentu akan menimbulkan keresahan di masyarakat, mengingat senjata api sangat berbahaya. Penggunaan senjata api ada yang legal alias berizin seperti yang dimiliki anggota kepolisian, TNI, Dinas/instansi dan masyarakat umum. Namun ada pula yang ilegal alias tidak berizin, melanggar hukum dan sangat berpotensi digunakan untuk aksi kejahatan. Penggunaan senjata api legal dalam prakteknya ternyata tidak lepas dari berbagai masalah, di samping ada oknum aparat yang menyalahgunakan senjata apinya, masyarakat yang memiliki izin senjata api juga ada yang melanggar aturan, seperti untuk tindak kriminal.

 

Kata Kunci: Senjata Api, Kejahatan, Penyalahgunaan Senjata Api.

 

Abstract

This study aims to obtain information and analyze the law regarding the ownership of legal firearms that are misused by others. Using the approach method in this study is a normative juridical approach. The widespread spread of firearms among civilians is a global phenomenon. The lack of supervision of firearm ownership, both legal and illegal owned by the general public, police and TNI, is one of the causes of crimes with misuse of firearms in Indonesia. While the victims who died as a result of this crime were mostly civilians. In Indonesia, exact figures on the trade in firearms, legal or illegal, are difficult to obtain, although their circulation in civil society is certain to increase sharply. Due to the lack of order and supervision of firearm administration, police officers do not know for sure how many firearms are circulating in the community, making firearm ownership very difficult to trace. The circulation of firearms will certainly cause unrest in the community, considering that firearms are very dangerous. The use of firearms is legal alias licensed as owned by members of the police, TNI, agencies / agencies and the general public. But there are also illegal alias unlicensed, unlawful and very potentially used for crime. The use of legal firearms in practice is inseparable from various problems, in addition to unscrupulous officers who misuse their firearms, there are also people who have firearm permits who violate the rules, such as for criminal acts.

 

Keywords: Firearms, Crime, Misuse of Firearms

 

Pendahuluan

Maraknya kepemilikan senjata api ilegal oleh masyarakat sipil cukup meresahkan masyarakat (Yudistira, 2022). Hal ini karena kepemilikan tersebut tidak mustahil akan disalahgunakan untuk hal-hal yang bersifat melawan hukum, seperti mengancam, menakut-nakuti bahkan menggunakan untuk melakukan kejahatan. Razia peredaran senjata api ilegal, termasuk senjata api rakitan telah dilakukan oleh aparat penegak hukum (Syahputra, 2019).

Kepemilikan senjata api bukan berarti tak diperbolehkan, setiap orang yang memiliki dan memakai senpi harus memenuhi persyaratan dan mendapat izin dari lembaga berwenang (Septiandi, 2021). Ada sejumlah dasar hukum yang mengatur mengenai hal ini, mulai dari level undang- undang yakni Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Kepemilikan Senjata Api. Selebihnya adalah peraturan yang diterbitkan oleh Kepolisian yaitu Surat Keputusan (Skep) Kepala Kepolisian (Kapolri) Nomor 82 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Non-Organik TNI/Polri dan Peraturan Kapolri (Perkap) No. Pol: 13/II/2006 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Non Organik TNI/Polri untuk kepentingan olahraga (Leden Marpaung, 2002).

Berdasarkan SK tahun 2004, persyaratan untuk mendapatkan senjata api ternyata relatif mudah. Cukup dengan menyerahkan syarat kelengkapan dokumen seperti KTP, Kartu Keluarga, dan lain-lain, seseorang berusia 24-65 tahun yang memiliki sertifikat menembak dan juga lulus tes menembak, maka dapat memiliki senjata api. SK tersebut juga mengatur bahwa individu pemilik senjata api untuk keperluan pribadi dibatasi minimal setingkat Kepala Dinas atau Bupati untuk kalangan pejabat pemerintah, minimal Letnan Satu untuk kalangan angkatan bersenjata, dan pengacara atas rekomendasi Departemen Kehakiman.

Kepemilikan senjata api diizinkan untuk masyarakat umum, namun diawasi dengan sangat ketat, melibatkan pelaporan pada polisi, tes tertulis, dan serangkaian latihan menembak, selain pemeriksaan latar belakang yang sangat menyeluruh dan rencana penyimpanan yang mendetail. Berangkat dari kekhawatiran penduduk sipil terhadap penggunaan senjata api oleh kelompok geng lokal, muncul sebuah keputusan oleh pemerintah terhadap kepemilikan senjata api (A Josias Simon Runturambi & Pujiastuti, 2015).

Maraknya persebaran senjata api di kalangan sipil adalah sebuah fenomena global. Tidak tertatanya pengawasan terhadap kepemilikan senjata api, baik legal maupun ilegal yang dimiliki oleh masyarakat umum, aparat kepolisian dan TNI, merupakan salah satu penyebab timbulnya kejahatan-kejahatan dengan penyalahgunaan senjata api di Indonesia (Bernady, 2022). Sementara korban yang tewas akibat kejahatan ini kebanyakan adalah warga sipil.

Di Indonesia, angka pasti tentang perdagangan senjata api, legal maupun ilegal sulit diperoleh, meski peredarannya di masyarakat sipil dipastikan meningkat tajam. Karena alasan administrasi kepemilikan senjata api kurang tertib dan pengawasannya, maka aparat kepolisian tidak tahu pasti berapa banyak senjata api yang beredar di masyarakat, sehingga kepemilikan senjata api sulit sekali untuk dilacak (Dudikoff, 2022).

Beredarnya senjata api tentu akan menimbulkan keresahan di masyarakat, mengingat senjata api sangat berbahaya. Penggunaan senjata api ada yang legal alias berizin seperti yang dimiliki anggota kepolisian, TNI, Dinas/instansi dan masyarakat umum. Namun ada pula yang ilegal alias tidak berizin, melanggar hukum dan sangat berpotensi digunakan untuk aksi kejahatan. Penggunaan senjata api legal dalam prakteknya ternyata tidak lepas dari berbagai masalah, di samping ada oknum aparat yang menyalahgunakan senjata apinya, masyarakat yang memiliki izin senjata api juga ada yang melanggar aturan, seperti untuk tindak criminal (A Josias Simon Runturambi & Pujiastuti, 2015).

Kepemilikan senjata api ini sendiri memang diatur secara terbatas. Di lingkungan kepolisian dan TNI sendiri terdapat peraturan mengenai prosedur kepemilikan dan syarat tertentu untuk memiliki senjata api. Di lingkungan masyarakat sipil juga terdapat prosedur tertentu untuk memiliki senjata api secara legal. Prosedur tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran Dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api. Pasal 5 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1948 mewajibkan setiap senjata api yang berada di tangan orang bukan anggota Tentara atau Polisi harus didaftarkan oleh Kepala Kepolisian Karesidenan. Menurut pasal 9 UU No. 8 Tahun 1948, setiap orang atau warga sipil yang mempunyai dan memakai senjata api harus mempunyai surat izin pemakaian senjata api menurut contoh yang ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Negara. Surat izin pemakaian senjata api ini diberikan oleh Kepala Kepolisian Karesidenan atau orang yang ditunjukkannya.

Ketentuan mengenai pejabat yang diberikan kewenangan pemberian izin kepemilikan senjata api ini diubah oleh Perpu No 20 Tahun 1960 untuk menyesuaikan penyebutannya. Pasal 1 Perpu No. 20 Tahun 1960 mengatur bahwa kewenangan untuk mengeluarkan dan/atau menolak sesuatu permohonan perizinan diberikan kepada Menteri/Kepala Kepolisian Negara atau pejabat yang dikuasakan olehnya untuk itu. Jadi penyebutannya bukan oleh Kepala Kepolisian Residen sebagaimana dalam UU No. 8 Tahun 1948.

Lebih lanjut, pengajuan izin kepemilikan senjata api non organik yang dilakukan oleh masyarakat yang biasa disebut dengan Izin Khusus Senjata Api (IKSHA), dilakukan sesuai ketentuan Surat Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No.Pol : Skep/82/II/2004. Maka dapat dilihat bahwa kepemilikan senjata api oleh masyarakat sipil jelas memerlukan prosedur permohonan izin tertentu mencakup syarat keterampilan dan psikologis (Mulkan & Wulandari, 2022).

Hal ini diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan di atas. Bahkan surat izin tersebut harus diperpanjang per jangka waktu tertentu. Oleh karena itu, kepemilikan senjata api oleh masyarakat sipil bukanlah hal yang sembarangan. Bahkan, kepemilikan tanpa hak atas senjata api dapat dijatuhkan sanksi pidana hingga hukuman mati. Hal ini terkait potensi besar penyalahgunaan senjata api ilegal yang bahkan dapat mengancam keamanan dan stabilitas negara.

Kepolisian adalah pihak yang harus menindak tegas kepemilikan senjata api oleh masyarakat sipil ini (Andamari, 2011). Kepolisian Negara RI merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (Pasal 5 UU No.2 Tahun 2002). Instrumen hukum yang lama dan tidak sesuai lagi juga harus diperbaharui (instrumen undang-undang tahun 1951 sebaiknya diajukan perubahan). Selain itu, tindakan preventif seperti razia senjata api juga harus terus diupayakan. Pengawasan peredaran senjata api ilegal harus ditangani serius agar tidak terjadi penyalahgunaan senjata api yang membahayakan masyarakat.

Jenis senjata api tajam diperbolehkan untuk kalangan pejabat pemerintah yang diberi izin antara lain Menteri, Ketua DPR/MPR-RI, Sekjen, Irjen, Dirjen, Sekretaris Kabinet, Gubernur, Wagub, Sekda/Wil Prov, DPRD Provinsi, Walikota dan Bupati, Pejabat TNI/POLRI dan Purnawirawan, harus golongan Perwira Tinggi dan Pamen berpangkat paling rendah Kompo. Sedangkan untuk jenis senjata api karet, yang diberi izin adalah anggota DPRD Kota /Kabupaten, Camat di tingkat Kotamadya.

Instansi pemerintah paling rendah Gol III anggota TNI/POLRI minimal berpangkat Ipda, pengacara dengan skep menteri kehakiman/pengadilan, dan dokter praktek dengan skep menteri kesehatan. Kalangan swasta antara lain presiden komisaris, komisaris, dirut, direktur keuangan, direktur bank, PT, CV, PD, Pimpinan perusahaan/organisasi, pedagang mas (pemilik) dan manajer dengan SIUP tbk/Akte pendirian perusahaan (PT, CV, dan PD).

Kalangan swasta yang boleh memiliki senjata api tajam, masing-masing komisaris, presiden komisaris, komisaris, presiden direktur, direktur utama, direktur dan direktur keuangan Golongan profesi, antara lain pengacara senior dengan skep menteri kehakiman/pengadilan, dokter dengan skep menteri kesehatan atau Departemen Kesehatan. Kepemilikan senjata api perorangan untuk olahraga menembak sasaran/target, menembak reaksi dan olahraga berburu harus mengikuti persyaratan yang telah ditentukan. Untuk menembak sasaran atau target (reaksi) tiap atlet penembak/yang diberikan izin senjata api dan amunisi wajib menjadi anggota perbakin.

Mereka harus sehat jasmani dan rohani, umur minimal 18 tahun dan maksimal 65 tahun, punya kemampuan menguasai dan menggunakan senjata api (Wuwung, 2019). Dalam hal izin pembelian senjata api, juga harus mendapat rekomendasi Perbakin, surat keterangan catatan permohonan ke Kapolri Up. KabaIntelkam Polri dengan tembusan Kapolda setempat untuk mendapat rekomendasi.

Salah satu contoh penyalahgunaan senjata api untuk melakukan kejahatan adalah yang terjadi di Jakarta Barat yang dilakukan oleh Partono Alias Tono Bin Kasmadi terbukti secara meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan dan tanpa hak kepemilikan senjata api berdasarkan putusan Nomor 1206/Pid.B/2020/PN.Jkt.Brt.

Bahwa pada hari Senin tanggal 06 April 2020 sekira pukul 12.30 WIB terdakwa berangkat bersama dengan Tugiman Alias Dudung, Agus Anshori Alias Anshori Bin Syakur, Andre Hermawan Dan Rizki Andrea Alias Rizki ke lokasi Toko Emas Kasio dan Pelita Pasar Kemiri Jl. Basmol Raya Rt.011/044 Kelurahan Kembangan Utara Kecamatan Kembangan Jakarta Barat;Dimana setelah melihat situasi sekitar lokasi toko emas terlihat aman, terdakwa dan teman lainnya membagi tugas, kemudian sekira pukul 13.15 WIB terdakwa bersama dengan teman lainnya langsung melakukan aksinya, dimana saat itu terdakwa bertugas memantau dan melihat dari jarak kurang lebih 30 (tiga puluh) meter dari toko emas sambil duduk diatas sepeda motor dalam keadaan mesin nyala.

Terdakwa beserta pelaku lainnya untuk melakukan aksi tersebut memiliki 2 (dua) pucuk senjata api rakitan dan orang yang menyimpan atau menguasai perhiasan emas yang sebelumnya diambil secara paksa di Toko Emas Kasio dan Pelita dan juga orang yang memberikan tugas kepada terdakwa dan pelaku lainnya serta yang memberikan dan meminjamkan terdakwa senjata api saat melakukan aksinya adalah Tugiman Alias Dudung.

Adapun yang menjadi rumusan masalahnya adalah: 1) Bagaimana� Pertanggungjawaban�� Pemilik Senjata Api Legal Yang disalahgunakan Oleh Orang Lain? 2) Bagaimana�� Pertimbangan� hakim� dalam Putusan Nomor 1206/Pid.B/2020/PN.Jkt.Brt?

 

Metode Penelitian

Metode pendekatan yang dilakukan oleh Penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan implementasi terhadap Pertanggungjawaban Pemilik Senjata Api Legal Yang disalahgunakan Oleh Orang Lain secara sistematis, metodologis, dan konsisten di masa yang akan datang. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisis dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah (Soekanto, 1985).

Pendekatan yuridis adalah pendekatan yang memakai kaidah-kaidah serta perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, sedangkan pendekatan normatif adalah penelitian yang menggunakan bahan pustaka atau sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier sebagai data utama, yaitu bahwa Penulis tidak perlu mencari data langsung ke lapangan.

Adapun spesifikasi dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, dan untuk menarik suatu kesimpulan dan hasil penelitian, maka data yang telah dikumpulkan oleh Penulis dalam penelitian ini kemudian dianalisis secara yuridis kualitatif, dengan mengacu pada data sekunder yang Penulis peroleh dari penelitian kepustakaan, baik terhadap peraturan perundangan maupun terhadap teori ataupun pendapat para pakar yang berkaitan dengan Pertanggungjawaban Pemilik Senjata Api Legal Yang disalahgunakan Oleh Orang Lain, yaitu dengan menyusun secara sistematis yang bertujuan untuk dianalisis tanpa menggunakan angka-angka.

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Pertanggungjawaban Pemilik Senjata Api Legal Yang disalahgunakan Oleh Orang Lain

Senjata Api adalah setiap alat baik yang sudah terpasang ataupun yang belum, yang dapat dioperasikan atau yang tidak lengkap, yang dirancang atau diubah, atau yang diubah dengan mudah agar mengeluarkan proyektil akibat perkembangan gas-gas yang dihasilkan dari penyalaan bahan yang mudah terbakar di dalam alat tersebut, dan termasuk perlengkapan tambahan yang dirancang dan dimaksudkan untuk di pasang demikian.

Penyalahgunaan senjata api dalam kalangan masyarakat sipil menjadi kajian penting dalam ruang lingkup nasional dan internasional termasuk Indonesia sendiri dan dirasa masih belum dapat mengurangi terjadinya penyalahgunaan senjata api di kalangan masyarakat sipil yang memiliki tujuan untuk melakukan tindakan kejahatan yang memiliki dampak menakutkan bagi masyarakat sipil lainnya, dikarenakan sampai pada saat ini kejahatan dengan menggunakan senjata api itu masih sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia, tingkat pengangguran yang tinggi menjadi salah satu faktor tingkat kejahatan ini terus bertambah baik menggunakan senjata api ataupun tidak tindakan kejahatan yang sering terjadi itu seperti perampokan, pencurian bahkan pelaku pembegalan kendaraan bermotor pun melakukan kejahatan tersebut dengan menggunakan senjata api tersangka melakukan pengancaman terhadap korban atau bahkan langsung melepaskan tembakan ke arah korban yang mengakibatkan korban terluka parah atau bahkan meninggal dunia.

Dalam hal ini dapat diartikan bahwa masyarakat sipil dapat memiliki atau menggunakan Senjata Api secara legal sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku di Indonesia sesuai dengan profesi atau pekerjaan pemegang izin Senjata Api tersebut serta penggunaan nya dan sesuai dengan kebutuhan nya apabila memang sangat dibutuhkan bagi masyarakat sipil dapat mengajukan perijinan tersebut, namun kaliber peluru yang digunakan untuk Senjata Api yang dipegang oleh masyarakat sipil ilu biasanya lebih kecil dari Senjata Api yang umumnya dipakai oleh alat pertahanan Negara TNI, POLRI. Senjata Api yang digunakan atau diperuntukan bagi masyarakat sipil hanya bersifat melumpuhkan bukan untuk membunuh.

Apabila kepemilikan senjata api yang legal tetapi digunakan oleh orang lain untuk melakukan tindak pidana maka pertanggungjawabannya Akbar (2023) adalah secara umum diatur dalam Undang-Undang Darurat No 12 Tahun 1951 yang bersifat pidana. Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 disebutkan: �Barangsiapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati dan/atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun�.

Dalam pasal tersebut, terdapat pengertian yang sangat luas mengenai kepemilikan senjata api. Pasal ini meliputi peredaran, kepemilikan, penyimpanan, penyerahan, dan penggunaan senjata api, amunisi, atau bahan peledak lainnya tanpa hak yang digolongkan ke dalam tindak pidana. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana (Ruba�i, 2021). Pemerintah menganggap masalah kepemilikan senjata api oleh masyarakat sangatlah berbahaya bagi keamanan dan stabilitas negara. Jadi, bagi mereka yang melanggar dan akhirnya dipidana, berarti dirinya menjalankan suatu hukuman untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya yang dinilai kurang baik da membahayakan kepentingan umum (Djamali, 2013).

Izin kepemilikan senjata api untuk tujuan bela diri hanya diberikan kepada pejabat tertentu (Aldwin Rahadian Megantara, 2021). Menurut ketentuannya, mereka harus dipilih secara selektif Karena pada dasarnya banyak terjadi penyalahgunaan kepemilikan Senjata Api oleh masyarakat sipil baik yang memiliki Senjata Api ilu secara legal maupun secara Ilegal, di Indonesia sendiri banyak terjadi kasus kejahatan dengan menggunakan Senjata Api seperti perampokan di jalanan yang saat ini sedang marak terjadi tidak jarang si perampok beraksi menggunakan Senjata Api untuk melukai korbannya.

Bahkan hingga menyebabkan kematian terhadap korban, atau bahkan pembunuhan dengan Senjata Api yang beberapa waktu lalu pernah terjadi di Indonesia. Dan bahkan tidak jarang aparat penegak hukum menjadi korban dalam tindak kejahatan bersenjata api, dalam beberapa kasus kejahatan dengan Senjata Api yang pemah terjadi di Indonesia tersangka tidak segan-segan atau langsung melakukan penembakan terhadap korbannya hingga menyebabkan korban meninggal dunia.

Ada sejumlah dasar hukum yang mengatur mengenai hal ini, mulai dari level undang-undang yakni UU Darurat No. 12 Tahun 1951, UU No 8 Tahun 1948 dan Perpu No. 20 Tahun 1960. Selebihnya adalah peraturan yang diterbitkan oleh Kepolisian, seperti SK Kapolri No. Skep/244/II/1999 dan SK Kepala Polri Nomor 82 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Non-Organik.

Kepala direktorat intelijen pengamanan dalam keputusan menteri pertahanan keamanan/panglima angkatan bersenjata nomor KEP/27/XII/1997 tentang tuntunan kebijakan untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian senjata api sebagai pelaksanaan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1976, izin untuk mengimpor, memiliki dan menguasai serta menggunakan senjata api dan atau amunisi untuk perorangan dapat diberikan untuk keperluan:

1. Pembatasan senjata Api perorangan untuk bela diri

a. Izin untuk memasukkan, memiliki, menguasai dan atau menggunakan senjata api dan atau amunisi untuk perorangan dibatasi untuk kepentingan bela diri karena untuk kepentingan bela diri karena untuk menghadapi ancaman yang nyata-nyata dapat membahayakan keselamatan jiwanya.

b. Pemberian izin senjata api perorangan untuk membela diri tersebut dibatasi 1 (satu) pucuk senjata api dari jenis, macam dan ukuran/kaliber non standar TNI/POLRI dengan amunisi sebanyak untuk 1 magazin/silinder.

c. Kepala kepolisian Republik Indonesia mengeluarkan syarat�syarat dan ketentuan�ketentuan lainnya yang diperlukan agar pembatasan dapat dikendalikan.

d. Izin senjata api perorangan untuk bela diri sewaktu�waktu dapat dicabut atau tidak diperbaharui, apabila alasan tersebut tidak sesuai lagi.

Dalam hal dipandang perlu kepada pejabat�pejabat pemerintah tertentu dapat diberikan izin untuk menguasai dan atau menggunakan senjata api dan amunisi dari jenis, macam dan ukuran standar TNI/POLRI. Senjata api yang dimaksudkan merupakan pinjaman dari departemen pertahanan dan keamanan yang diperoleh melalui permohonan diri yang berkepentingan kepada Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima Angkatan bersenjata Republik Indonesia berdasarkan rekomendasi dari Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

 

2. Pembatasan senjata api perorangan untuk olahraga

a) izin untuk memasukkan, memiliki, menguasai dan atau menggunakan senjata api dan atau amunisi untuk olahraga dibatasi pada olahraga menembak sasaran dan atau berburu. b) Senjata api yang digunakan untuk olahraga tersebut adalah senjata api dari jenis, macam dan ukuran/kaliber yang khusus (original) digunakan untuk olahraga tersebut dan bukan berasal dari senjata api lain yang telah dirombak. c) Setiap olahragawan menembak sasaran dan atau berburu diwajibkan menjadi anggota dari persatuan olahraga menembak dan atau berburu yang telah mendapat pengesahan dari komite olahraga nasional Indonesia.

 

3. Pembatasan senjata api perorangan untuk koleksi

a) Izin untuk memasukkan, memiliki, menguasai, senjata api untuk keperluan koleksi dibatasi pada senjata api antik atau senjata api lainnya yang mempunyai arti khusus bagi si kolektor. b) Senjata api koleksi dibuat menjadi tidak berfungsi dengan diambil pasak, dan pegas pemalunya atau peralatan vital lainnya. c) Pasak dan pegas pemalu atau peralatan vital lainnya dari senjata koleksi tersebut wajib diserahkan kepada pihak kepolisian yang memberikan izin. d) Senjata api koleksi tidak dapat digunakan untuk tujuan lain kecuali untuk koleksi semata � mata.

Atas diperolehnya surat izin atas kepemilikan senjata api oleh warga sipil, Pasal 13 UU No. 8 Tahun 1948 memberikan pembatasan atau hukuman kepada pemilik senjata api yang menyalahgunakan penggunaan senjata api yaitu dengan mencabut surat izin kepemilikan senjata api, dinyatakan bahwa surat izin pemakaian senjata api (termasuk izin sementara) dapat dicabut oleh pihak yang berhak memberikannya apabila senjata api itu disalah pergunakan, dan senjata api tersebut dapat dirampas.

Hal ini pun selaras dengan Pasal 29 Perkap No. 18 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa bagi pemegang surat izin senjata api non organik Polri/TNI untuk kepentingan bela diri yang melakukan penyimpangan atau penyalahgunaan izin, menjadi tersangka dalam suatu tindak pidana, wajib menyerahkan senjatanya untuk disimpan di gudang Polri dan surat izin pemilikan dan kartu surat izin penggunaan senjata apinya dicabut. Dikarenakan pada persyaratan yang diwajibkan oleh Perkap No. 18 Tahun 2015 diwajibkan bagi pemohon (pemilik senjata api) untuk membuat surat pernyataan kesanggupan tidak menyalahgunakan senjata api non organik Polri/TNI.

Kemudian akibat dari penyalahgunaan kepemilikan senjata api, Pasal 29 ayat (3) Perkap No. 18 Tahun 2015 menyatakan bahwa bagi pemilik yang pernah terlibat tindak pidana dan/atau penyalahgunaan senjata api, tidak dapat diberikan penggantian surat izin pemilikan dan tidak dapat diberikan perpanjangan kartu surat izin penggunaan senjata api.9 Di dalam perundang-undangan di Indonesia tidak secara langsung menggunakan frasa �bela diri� melainkan Pasal 49 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menggunakan frasa �pembelaan darurat atau pembelaan terpaksa�, dimana Pasal tersebut menyatakan bahwa tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.

Kemudian, pembelaan terpaksa yang melampaui batas yang langsung disebabkan oleh guncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana. Pasal ini mengatur alasan penghapus pidana yaitu alasan pembenar karena perbuatan pembelaan darurat bukan merupakan suatu perbuatan melawan hukum. Syarat-syarat suatu perbuatan dikategorikan sebagai pembelaan darurat menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-undang Hukum Pidana serta Komentar-komentar Lengkap Pasal Demi Pasal, disebutkan 3 (tiga) syarat, yaitu:10 1) perbuatan yang dilakukan itu harus terpaksa dilakukan untuk mempertahankan (membela), pertahanan itu harus amat perlu, boleh dikatakan tidak ada jalan lain, dalam hal ini harus ada keseimbangan yang tertentu antara pembelaan yang dilakukan dengan serangannya; 2) Pembelaan atau pertahanan itu harus dilakukan hanya terhadap kepentingan yang disebutkan dalam Pasal 49 KUHP saja yaitu badan, kehormatan, dan barang diri sendiri atau orang lain. 3) harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam pada ketika itu juga Penguasaan senjata api yang diberikan peraturan kepada masyarakat sipil tentunya harus dengan batasan-batasan.

Cara kepemilikan senjata api harus memenuhi persyaratan-persyaratan berikut ini: 1) Pemohon izin kepemilikan senjata api harus memenuhi syarat medis dan psikologis tertentu. Secara medis pemohon harus sehat jasmani, tidak cacat fisik yang dapat mengurangi keterampilan membawa dan menggunakan senjata api dan berpenglihatan normal; 2) Pemohon haruslah orang yang tidak cepat gugup dan panik, tidak emosional dan tidak cepat marah. Pemenuhan syarat ini harus dibuktikan dengan hasil psikotes yang dilaksanakan oleh tim yang ditunjuk Dinas Psikologi Mabes Polri; 3) Harus dilihat kelayakan, kepentingan, dan pertimbangan keamanan lain dari calon pengguna senjata api, untuk menghindari adanya penyimpangan atau membahayakan jiwa orang lain; 4) Pemohon harus berkelakuan baik dan belum pernah terlibat dalam suatu kasus tindak pidana yang dibuktikan dengan SKKB; 5) Pemohon harus lulus screening yang dilaksanakan Kadit IPP dan Subdit Pamwassendak; 6) Pemohon harus berusia 21 tahun hingga 65 tahun; 7) Pemohon juga harus memenuhi syarat administratif dan memiliki Izin Khusus Hak Senjata Api (IKHSA).Penggunaan senjata api oleh sipil antara lain untuk kepentingan tertentu yaitu olahraga menembak dan/atau berburu, serta sebagai koleksi.

 

B.     Pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor 1206/Pid.B/2020/PN.Jkt.Brt

Dalam pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 1206/Pid.B/2020/PN.Jkt.Brt diketahui bahwa Berita Acara Pemeriksaan Senjata Api Barang Bukti tanggal 07 Juli 2020 yang ditandatangani oleh Pemeriksa AQQIL SUAL ALAYDRUS dengan kesimpulan bahwa barang bukti berupa 2 (dua) pucuk senjata api tersebut adalah senjata air gun jenis pistol asli buatan pabrik dan senjata api tersebut menggunakan Gas CO2 untuk menggerakkan dan mendorong peluru (ball bearing) keluar dari laras, senjata air gun tersebut masih dalam kondisi baik dan dapat digunakan atau ditembakan.

Secara keseluruhan 2 (dua) buah barang bukti senjata air gun tersebut dalam hal bentuk dan mekanisme kerja maupun komponen senjatanya menyerupai komponen senjata api jenis pistol. Senjata api airgun tersebut berbeda dengan airsoft gun, dimana senjata airsoft gun bisa digunakan untuk kepentingan olahraga menembak atau olahraga rekreasi dan atraksi/permainan, sedangkan senjata airgun tidak bisa. Walaupun dalam hal kepemilikan dan penggunaan, pembawaan dan penyimpanan senjata tersebut belum diatur dalam perundang-undangan atau ketentuan lainnya.

Namun dilihat dari dari akibat penggunaannya dapat membahayakan bagi keselamatan jiwa seseorang dan dapat digunakan untuk melakukan kejahatan, maka untuk pemilikan dan penggunaannya diberlakukan senjata api, selain itu senjata tersebut adalah senjata yang digolongkan senjata api sesuai dengan pengertian senjata api dalam UU Darurat No 12 Tahun 1951. Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No 12 Tahun 1951 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau yang turut serta melakukan perbuatan, yang tanpa hak menguasai, membawa, mempergunakan sesuatu senjata api. Bahwa dengan diperolehnya fakta�fakta tersebut, maka unsur �mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau yang turut serta melakukan perbuatan, yang tanpa hak menguasai, membawa, mempergunakan sesuatu senjata api� sebagaimana putusan hakim Nomor 1206/Pid.B/2020/PN.Jkt.Brt telah terpenuhi.

Terdakwa Partono Alias Tono Bin Kasmadi terbukti secara meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan dan tanpa hak kepemilikan senjata api dan Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan menyatakan barang bukti 1 (satu) pucuk senjata api jenis revolver berlogo WG berwarna silver bergagang plastic warna hitam berikut 6 (enam) butir selongsong peluru gotri, 1 (satu) pucuk senjata api warna hitam bergagang kayu berwarna coklat seluruhnya dipergunakan di dalam perkara Agus ansori bin syakur (untuk barang bukti perkara selanjutnya).

 

Kesimpulan

Bahwa kepemilikan senjata api yang legal tetapi digunakan oleh orang lain untuk melakukan tindak pidana maka pertanggungjawabannya adalah secara umum diatur dalam Undang-Undang Darurat No 12 Tahun 1951 yang bersifat pidana. Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 disebutkan: �Barangsiapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati dan/atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun�.

Dalam pasal tersebut, terdapat pengertian yang sangat luas mengenai kepemilikan senjata api. Pasal ini meliputi peredaran, kepemilikan, penyimpanan, penyerahan, dan penggunaan senjata api, amunisi, atau bahan peledak lainnya tanpa hak yang digolongkan ke dalam tindak pidana. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana. Pemerintah menganggap masalah kepemilikan senjata api oleh masyarakat sangatlah berbahaya bagi keamanan dan stabilitas negara. Jadi, bagi mereka yang melanggar dan akhirnya dipidana, berarti dirinya menjalankan suatu hukuman untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya yang dinilai kurang baik da membahayakan kepentingan umum. Izin kepemilikan senjata api untuk tujuan bela diri hanya diberikan kepada pejabat tertentu. Menurut ketentuannya, mereka harus dipilih secara selektif.

Bahwa pertimbangan hakim dalam putusan Nomor 1206/Pid.B/2020/PN.Jkt.Brt dalam tindak pidana pencurian dengan kekerasan dan tanpa hak kepemilikan senjata api telah terpenuhi dengan adanya Unsur �mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau Sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri, dilakukan di jalan umum, yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu dan mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau yang turut serta melakukan perbuatan, yang tanpa hak menguasai, membawa, mempergunakan sesuatu senjata api.

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

A Josias Simon Runturambi, MSi, & Pujiastuti, Atin Sri. (2015). Senjata Api dan Penanganan Tindak Kriminal. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

 

Akbar, Muhammad Ridho, Jainah, Zainab Ompu, & Safitri, Melisa. (2023). Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Hak Membawa dan Menguasai Senjata Api dan Amunisi. PAMPAS: Journal of Criminal Law, 4(1), 129�140.

 

Aldwin Rahadian Megantara, S. H. (2021). Aspek Hukum Atas Senjata Api Bela Diri. Deepublish.

 

Andamari, Ricky. (2011). PENYALAHGUNAAN TERHADAP IZIN KEPEMILIKAN SENJATA API BAGI MASYARAKAT SIPIL DI DIY. UAJY.

 

Bernady, Wahyu Dwie. (2022). Tinjauan Yuridis Tentang Tindak Pidana Penguasaan Senjata Api Secara Illegal. Universitas Islam Kalimantan MAB.

 

Djamali, R. Abdoel. (2013). Pengantar Hukum Indonesia.

 

Dudikoff, Luthfy Abbad. (2022). PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ATAS KEPEMILIKAN SENJATA API ILEGAL OLEH WARGA SIPIL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 12 TAHUN 1951 TENTANG SENJATA API (Studi Putusan No: 994/Pid. Sus. LH/2017/PN. Jkt. Sel Jo. Putusan No: 270/PID. SUS. LH/2018/PT. DKI). Universitas Nasional.

 

Leden Marpaung, Jakarta. (2002). Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh: Pemberantasan dan Prevensinya. Ed.

 

Mulkan, Hasanal, & Wulandari, Mona. (2022). Penegakan Hukum Pidana Terhadap Kepemilikan Senjata Api Ilegal yang Disalahgunakan yang Mengakibatkan Matinya Seseorang: Criminal Law Enforcement Against Possession of Illegally Abused Firearms that Causes Someone�s Death. DOKTRINA: JOURNAL OF LAW, 5(2), 275�287.

 

Ruba�i, Masruchin. (2021). Buku Ajar Hukum Pidana. Media Nusa Creative (MNC Publishing).

 

Septiandi, Teja Nanda. (2021). PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU KEPEMILIKAN SENJATA API ILEGAL. Universitas Islam Kalimantan MAB.

 

Soekanto, Soerjono. (1985). Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Cet.

 

Syahputra, Bagoes Rendy. (2019). PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ATAS KEPEMILIKAN SENJATA API TANPA IZIN BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA. Universitas Airlangga.

 

Wuwung, Marcelio Mourits. (2019). HAK DAN PERLINDUNGAN BAGI PENGGUNA SENJATA API YANG SUDAH MEMPUNYAI IJIN PAKAI. Lex Crimen, 8(4).

 

Yudistira, Nugroho. (2022). Tinjauan Hukum Kepemilikan Senjata Api Oleh Masyarakat Sipil. FENOMENA, 20(2), 198�217.

 

Copyright holder:

Widiastuti Endah Febrianti, Jamiatur Robekha (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

This article is licensed under: