Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 09, September 2022

�����������������������������������������������������������

PERUBAHAN POLA SOLIDARITAS MASYARAKAT PEDESAAN DALAM MENGHADAPI PANDEMI COVID-19 DI KABUPATEN BANYUMAS

 

Muhammad Abi Firmansyah1*, Masrukin2, Ankarlina Pandu P.3

1* Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Indonesia

2, 3 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Indonesia

Email: 1*[email protected]; 2[email protected]; 3[email protected]

 

Abstrak

Solidaritas masyarakat Banyumas yang tinggi sebagai masyarakat pedesaan menjadi modal sosial dalam menghadapi pandemi COVID-19. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan pola solidaritas masyarakat pedesaan dalam menghadapi pandemi COVID-19 di Kabupaten Banyumas, dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan alat analisis domain. Instrumen penelitian dengan focus group discussion dan wawancara terhadap perangkat desa, tokoh masyarakat, dan warga lokal. Penelitian dilaksanakan di salah satu desa di Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan pandemi COVID-19 dapat mengubah pola solidaritas masyarakat Banyumas dari yang sebelumnya menjunjung tinggi nilai gotong royong dan tolong menolong menjadi lebih individualis. Penelitian menunjukkan bahwa sifat ketergantungan menjadi faktor utama perubahan pola solidaritas masyarakat Banyumas dalam menghadapi pandemi COVID-19. Bantuan makanan, masker, dan obat-obatan yang diberikan pemerintah membuat masyarakat bergantung dengan pemerintah daerah, sehingga masyarakat merasa tidak perlu melakukan gotong royong dan tolong menolong untuk memenuhi kebutuhan hidup selama pandemi COVID-19. Pola solidaritas masyarakat Banyumas yang sebelumnya didasarkan pada rasa senasib sepenanggungan mulai memudar, sehingga masyarakat Banyumas saat ini menjadi lebih individualistis.

 

Kata Kunci: Pandemi COVID-19, Perubahan solidaritas, Sifat Ketergantungan dan Solidaritas

 

Abstract

The high solidarity of Banyumas community as a rural community becomes social capital in dealing with COVID-19 pandemic. This study aims to analyze changes in pattern of solidarity of rural communities in facing COVID-19 pandemic in Banyumas regency, with a qualitative approach and using domain analysis tools. The research instrument interviewed with village officials, community leaders, and local resident. The research was conducted in village at Banyumas regency, Central Java Province. The results of the study shown that existences of COVID-19 pandemic can change solidarity pattern of Banyumas Community from previously upholding values ​​of mutual cooperation and mutual assistance to being more individualistic. Research shown that the nature of dependence is main factor in changing solidarity pattern of Banyumas community in facing COVID-19 pandemic. Food assistance, masks, and medicines provided by local government make people dependent on the government so that people feel they don't need to do mutual cooperation and help to meet the needs of life during COVID-19 pandemic. The pattern of solidarity of the Banyumas community which was previously based on a sense of sharing the same fate is starting to fade, so that the Banyumas community is now becoming more individualistic.

 

Keywords: COVID-19 Pandemic, Change in Solidarity, Dependency Nature and Solidarity

 

Pendahuluan

Pandemi COVID-19 terjadi secara global, ditemukan pertama kali di Wuhan China pada Desember 2019. Penyakit ini ditularkan melalui saluran pernapasan, proses penularan yang cepat membuat sebagian besar negara di dunia harus menghadapi pandemi COVID-19. Perkembangan pandemi COVID-19 di Indonesia turut meningkat cepat hampir di sebagian besar wilayah, baik wilayah provinsi maupun kabupaten/kota. Setiap provinsi dan kabupaten/kota memiliki tim Gugus Tugas penanggulangan COVID-19. Pandemi COVID-19 terjadi di Indonesia selama 2,5 tahun (Maret 2020 sampai September 2022). Pemerintah Indonesia menghimbau masyarakat membatasi aktivitas dan kontak fisik, pemerintah mengeluarkan aturan seperti, lockdown terbatas, yang dikenal dengan sebutan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) guna menekan angka penyebaran pandemi COVID-19 di Indonesia.

Berdasarkan rata-rata provinsi di pulau Jawa, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Jawa Timur dan DI Yogyakarya, memiliki penambahan kasus, penambahan sembuh, penambahan meninggal dan total terkonfirmasi (kasus) di atas rata-rata provinsi lain di Indonesia. Data perkembangan COVID-19 di Indonesia menurut provinsi, dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

 

 

 

 

 

Tabel 1

Data Perkembangan COVID-19 di Indonesia Menurut Provinsi

No

Provinsi

Penambangan Kasus

Penambahan Sembuh

Penambahan Meninggal

Total Terkonfirmasi (Kasus)

1

DKI Jakarta

633

1.038

8

1.239.010

2

Jawa Barat

463

746

5

1.099.888

3

Jawa Tengah

214

433

16

624.356

4

Banten

208

178

0

289.668

5

Jawa Timur

158

235

16

573.562

6

DI Yogyakarta

85

388

6

219.799

7

Total 28 Provinsi Lainnya

539

1.780

26

1.971.765

 

Grand Total

2.300

4.798

77

6.018.048

Sumber: Data statistik, Kementerian Kesehatan, Katadata.co.id per tanggal 2 April 2022

 

Data tabel 1 menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Tengah dibandingkan provinsi lainnya di pulau Jawa, menempati urutan ketiga untuk penambahan kasus, penambahan sembuh dan total terkonfirmasi (kasus), kecuali penambahan meninggal berada pada urutan pertama sama seperti Provinsi Jawa Timur. Provinsi Jawa Tengah, sebagai salah satu provinsi terpadat dari segi jumlah penduduk, merasakan dampak dari pandemi COVID-19. Dampak pandemi COVID-19 di Provinsi Jawa Tengah sangat terasa, hampir semua sekolah dan perguruan tinggi tutup atau diliburkan, tempat aktivitas ekonomi, sosial, dan budaya yang menimbulkan kerumunan juga dihentikan, hal tersebut dilakukan sebagai upaya menerapkan social distancing guna meminimalisir penyebaran kasus COVID-19 di Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan Assesmen WHO COVID-19 Provinsi Jawa Tengah, maka lebih lanjut dapat dijelaskan mengenai data perkembangan COVID-19 di Provinsi Jawa Tengah dan dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

 

Tabel 2

Data Perkembangan COVID-19 di Provinsi Jawa Tengah

No

Provinsi

Dalam Perawatan (Isolasi)

Sembuh (selesai Isolasi)

Meninggal

Total Terkonfirmasi (Kasus)

1

Jawa Tengah

1.810

605.389

33.530

640.729

 

Grand Total

1.810

605.389

33.530

640.729

Sumber: https://corona.jatengprov.go.id/data, oktober 2022

 

Data Tabel 2 menunjukkan bahwa setiap kabupaten/kota memiliki level yang berbeda-beda, sesuai dengan asesmen WHO untuk pemetaan COVID-19 di Provinsi Jawa Tengah, yang termasuk kategori level 1, antara lain: (i) Kabupaten Banyumas, (ii) Kota Surakarta, (iii) Kota Semarang dan (iv) Kabupaten Semarang, sementara Kabupaten Klaten masuk kategori level 3, dan kabupaten/kota lainnya masuk level 2. Kabupaten Banyumas merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang masuk dalam kategori level 1 dan terdampak pandemi COVID-19. Kabupaten Banyumas, berbatasan langsung dengan Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Kebumen. Ibu kota kabupaten yaitu Kota Purwokerto. Perkembangan pandemi COVID-19 di Kabupaten Banyumas berdasarkan data statistik Corona di Kabupaten Banyumas, dapat dilihat pada Tabel 3, di bawah ini.

 

Tabel 3

Perkembangan Data Corona Kabupaten Banyumas

No

Keterangan

Kasus Positif Total (Terkonfirmasi)

Positif Baru

Meninggal Total

Meninggal Baru

Sembuh Total

Masih Sakit (Positif Aktif)

1

30 Juni 2020

82

-

4

-

66

12

2

31 Des 2020

3.793

32

140

2

3.174

479

3

30 Juni 2021

12.525

47

479

2

11.416

630

4

30 Sept 2022

27.828

-

845

-

26.983

-

Sumber: https://corona.jatengprov.go.id/, September 2022

 

Data Tabel 3 menunjukkan bahwa ada peningkatan signifikan dari bulan Juni sampai dengan September 2022, dari sisi kasus positif (terkonfirmasi), termasuk jumlah yang meninggal, hal ini menambah kekhawatiran bagi masyarakat Kabupaten Banyumas. Berdasarkan data faktual tersebut, maka menarik untuk dilakukan penelitian terkait dengan upaya menahan laju penyebaran COVID-19, dengan melibatkan masyarakat di Kabupaten Banyumas. Masyarakat perkotaan kabupaten Banyumas, memilih mengisolasi diri di rumah dan menerapkan work from home (WFH), berbeda dengan masyarakat pedesaan yang tetap bekerja di sawah dan kebun. Perbedaan cara menghadapi pandemi COVID-19, antara masyarakat perkotaan dengan masyarakat pedesaan dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pandemi COVID-19. Kristiyanto (2020) menjelaskan bahwa masyarakat perkotaan lebih senang pergi ke dokter dan mengonsumsi obat dalam mengatasi pandemic COVID-19, sementara masyarakat pedesaan masih menggunakan pengobatan tradisional atau etnomedisin dalam metode penyembuhan penyakit. Masyarakat pedesaan lebih senang menggunakan cara alami untuk mengobati COVID-19.

Masyarakat Kabupaten Banyumas memiliki nilai kearifan lokal, yang disebut �Jogo tonggo� yang mengikat. Jogo tonggo merupakan gerakan kearifan lokal masyarakat untuk saling menjaga antar tetangga, saling tolong menolong, dan bergotong royong. Program Jogo tonggo, selama ini dijalankan oleh masyarakat pedesaan dalam upaya mengatasi beban permasalahan yang dialami oleh masyarakat pedesaan, di mana apabila ada salah satu warga yang mengalami kesulitan atau kesusahan, maka masyarakat pedesaan saling membantu, tolong-menolong serta bergotong-royong untuk meringankan beban yang dialami warga, kearifan lokal ini selama ini berjalan dengan baik dan menjadi ciri khas karakteristik masyarakat pedesaan Kabupaten Banyumas. Pemerintah daerah Kabupaten Banyumas telah membuat program sinergi antara pemerintah daerah dengan masyarakat dalam upaya menekan laju penyebaran corona virus melalui program Jogo Tonggo (Probosiwi & Afrinia, 2021). Program Jogo Tonggo merupakan program bentuk konkret pemerintah Kabupaten Banyumas dalam upaya menekan penyebaran kasus pandemi COVID-19.

Sejalan dengan program yang dicanangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas dalam mengatasi penyebaran pandemi COVID-19, maka akan menjadi suatu tantangan tersendiri bagi masyarakat pedesaan di Kabupaten Banyumas, untuk hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian atas program �jonggo tonggo�, khususnya masyarakat pedesaan di Kabupaten Banyumas. Program �jonggo tonggo� diasumsikan efektif dalam upaya mengatasi mengatasi penyebaran COVID-19. Praktik umum Jonggo Tonggo yang selama ini berjalan di masyarakat pedesaan di Kabupaten Banyumas, adalah melakukan gotong royong untuk membantu warga desa yang memiliki permasalahan. Perangkat desa dan masyarakat desa selalu membantu memenuhi kebutuhan hidup dengan cara memberikan bahan makanan dan kebutuhan lainnya yang diperlukan bagi masyarakat desa yang sedang mengalami kesulitan atau kesusahan hidup. Masyarakat desa selalu memberikan dukungan dan bantuan apapun yang diperlukan oleh warga desa, yang sedang membutuhkan uluran tangan dari warga desa lainnya. Masyarakat desa di Kabupaten Banyumas dalam menghadapi pandemik COVID-19, melakukan upaya untuk saling menjaga satu sama lain, mendistribusikan masker, menjaga jarak, dan membatasi aktivitas. Karakteristik masyarakat pedesaan Kabupaten Banyumas yang gemar tolong menolong, gotong royong, dan saling menjaga menjadi modal sosial masyarakat dalam menghadapi pandemi COVID-19.

Penanganan penyebaran pandemi COVID-19 di pedesaan di Kabupaten Banyumas menimbulkan konflik tersendiri, baik sesama warga desa, maupun antara aparat desa dengan warga desa. Solidaritas sosial masyarakat desa merupakan modal sosial dalam upaya penanganan konflik dalam upaya penanggulangan kasus COVID-19, dengan memanfaatkan nilai kearifan lokal yaitu jonggo tonggo (Umisharoh, 2021). Nilai-nilai kearifan lokal tersebut, seiring berjalannya waktu dalam upaya penanganan pandemi COVID-19 semakin terkikis, solidaritas sosial masyarakat pedesaan memiliki tanda-tanda semakin luntur dan memudar, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah bahwa bantuan logistik yang diberikan pemerintah daerah Kabupaten Banyumas, membuat masyarakat desa, tidak lagi memiliki keinginan untuk saling membantu, tolong-menolong serta bergotong-royong dalam membantu masyarakat desa yang terpapar COVID-19, karena warga desa terpapar COVID-19 sudah dibantu oleh pemerintah daerah.

Penanganan kasus COVID-19 berbasis kearifan lokal yang dijalankan pemerintah daerah Kabupaten Banyumas, sudah tepat sasaran, namun sedikit memiliki dampak negatif, yaitu masyarakat desa menjadi memiliki sifat ketergantungan, karena segala kebutuhan terkait penanganan pandemi COVID-19 sudah disediakan oleh pemerintah daerah baik makanan, masker dan obat-obatan dan kebutuhan lainnnya. Sifat ketergantungan masyarakat pedesaan memberikan efek lain yaitu menghilangkan solidaritas masyarakat tersebut. Lunturnya nilai solidaritas masyarakat pedesaan disebabkan oleh bantuan logistik yang diberikan pemerintah daerah, kepada warga terpapar COVID-19, masyarakat kehilangan nilai �ngerasake� sebab masyarakat mulai berpikir ketika terpapar COVID-19, pemerintah daerah melalui perangkat desa akan membantu. Keberadaan Pandemi COVID-19 menjadi bukti bahwa konflik mampu mengubah pola solidaritas sosial masyarakat pedesaan khususnya masyarakat pedesaan di Kabupaten Banyumas. Karakteristik masyarakat Banyumas dengan solidaritas yang kuat dapat hilang dan berubah akibat hadirnya konflik di dalam masyarakat desa tersebut.

Penelitian ini bermaksud menanalisis pola solidaritas masyarakat pedesaan dalam menghadapi Pandemi COVID-19 dan menganalisis perubahan pola solidaritas masyarakat pedesaan, khususnya masyarakat di salah satu pedesaan di Kabupaten Banyumas dalam menghadapi Pandemi COVID-19. Pandemi (Kamus Besar Bahasa Indonesia), memiliki pengertian sebagai suatu wabah penyakit yang terjadi serempak dimana-mana meliputi daerah geografi yang luas dan global. Wabah penyakit yang termasuk dalam kategori pandemi adalah penyakit menular dan memiliki garis infeksi berkelanjutan.

COVID-19 (Coronavirus Disease-2019) adalah penyakit yang disebabkan oleh jenis coronavirus baru yaitu sars-Cov-2. Pandemi COVID-19 bisa dimaknai sebagai wabah yang menyebar secara luas dan serempak yang disebabkan oleh jenis Corona Virus yang menyerang tubuh manusia.

Karakteristik COVID-19, menurut World Health Organization (WHO), bahwa virus corona adalah sebuah keluarga virus yang ditemukan pada manusia dan hewan. Virus ini dapat menginfeksi manusia serta menyebabkan berbagai gejala penyakit, antara lain dari flu, pilek, batuk, hingga demam tinggi. Penyakit sejenis yang sama beratnya, antara lain seperti middle east respiratory syndrome (MERS) dan severe acute respiratory syndrome (SARS). Virus corona sensitif terhadap sinar ultraviolet dan panas, dan dapat dinonaktifkan (secara efektif dengan hampir semua disinfektan kecuali klorheksidin).

Solidaritas, menurut Durkheim (1985), dibagi menjadi 2 (dua) jenis solidaritas yakni solidaritas mekanik, dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik adalah kesadaran kolektif yang berlaku disuatu masyarakat yang tanpa protes memenuhi sebuah aturan, norma, atau kepercayaan yang sama. Solidaritas mekanik berkembang di daerah pedesaan yang masih kental akan nilai tradisionalitas. Solidaritas mekanik membuat suatu komunitas masyarakat menjadi akrab dan erat. Scott (2012) juga menyatakan bahwa soidaritas mekanik juga didasarkan pada tingkat homogenitas yang tinggi. Contohnya, masyarakat pedesaan terdapat jadwal ronda yang harus dijalani setiap warganya bergantian. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keamanan warga di malam hari. Solidaritas organik adalah solidaritas yang berkembang dalam kelompok masyarakat yang kompleks. Contohnya, pada masyarakat perkotaan di mana para anggotanya disatukan oleh rasa saling membutuhkan untuk kepentingan bersama, dalam solidaritas organik, masyarakat saling membutuhkan dan berhubungan untuk memenuhi kebutuhan masing-masing, bukan karena asas kebersamaan ataupun ikatan moral. Jones (2009) juga menjelaskan bahwa solidaritas sosial adalah kesetiakawanan yang menunjuk pada suatu keadaan hubungan antar individu dan/atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama.

Ritzer (2011) dan Ritzer & Goodman (2011) menyatakan bahwa solidaritas organik lahir dari perbedaan para anggota suatu komunitas, masyarakat, atau kelompok. Solidaritas organik terjadi karena adanya tugas-tugas dan tanggung jawab yang berbeda. Spesialisasi atas aktivitas atau pekerjaan ini menyebabkan pekerjaan yang relatif sempit atau kecil. Johnson (1986), menyatakan bahwa solidaritas merupakan suatu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas menekankan pada keadaan hubungan antar individu dan kelompok yang mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat. Johnson (1986), menjelaskan bahwa ciri-ciri masyarakat yang didasarkan pada solidaritas mekanik, antara lain (i) Pembagian kerja rendah; (ii) Kesadaran kolektif kuat; (iii) Hukum represif dominan; (iv) Individualitas rendah;(v) Konsensus terhadap pola normative penting; (vi) Adanya keterlibatan komunitas dalam menghukum orang yang menyimpang; (vii) Secara relatif sifat ketergantungan rendah; (viii) Bersifat primitif atau pedesaan, sementara itu ciri-ciri masyarakat pada solidaritas organik, antara lain: (i) Pembagian kerja tinggi; (ii) Kesadaran kolektif lemah; (iii) Hukum restitutif/memulihkan dominan; (iv) Individualitas tinggi. (v) Konsensus pada nilai abstrak dan umum penting; (vi) Badan-badan kontrol sosial menghukum orang yang menyimpang; (vii) Saling ketergantungan tinggi; dan (viii) Bersifat industrial perkotaan.

Perubahan solidaritas (Johnson, 1986), dapat diartikan bahwa suatu perubahan solidaritas yang terjadi di masyarakat, dalam konteks masyarakat itu bergerak dari solidaritas mekanik menuju solidaritas organik dengan ditandai dengan ciri-ciri masing masing kategori tersebut. Perubahan solidaritas dapat dipicu dengan berbagai persoalan yang terjadi di masayarakat, salah satunya terjadinya konflik saat penanggulangan pandemi COVID-19.

Sifat Ketergantungan (Johnson,1986), dapat dimaknai sebagai suatu ciri masyarakat yang memiliki sifat saling ketergantungan satu sama lain dan atau ketergantungan kepada pihak lain. Sifat ketergantungan menurut Johnson (1986), dapat terjadi pada ciri masyarakat didasarkan solidaritas mekanik, di mana memiliki sifat ketergantungan yang rendah, sementara itu ciri masyarakat didasarkan solidaritas organik, memiliki sufat ketergantungan yang tinggi.

 

Metode Penelitian

����������� Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Instrumen penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara dan focus group discussion (FGD) yang diperkaya dengan studi kepustakaan melalui buku, data statistik, dan artikel jurnal, juga dilakukan wawancara ke beberapa pihak yang terlibat langsung dengan penanganan pandemi COVID-19. Focus group discussion atau FGD dilakukan beberapa kali, dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat desa. Wawancara dilakukan untuk menggali informasi detail mengenai pola solidaritas sosial masyarakat kabupaten Banyumas, sebelum, saat, dan sesudah Pandemi COVID-19. Pelaksanaan focus group discussion atau FGD dipandu oleh pembawa acara agar masyarakat lebih terbuka untuk menyampaikan pendapat atau informasi termasuk keluhan dan masukkan.

����������� Lokasi penelitian dilakukan di desa Karangendap, kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas, yang merupakan pedesaan yang terletak sekitar 30 Km dari Ibukota Kabupaten Banyumas dan bisa ditempuh sekitar 30 Menit. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan sekitar bulan Mei � September 2022.

Data primer penelitian ini adalah wawancara dengan berbagai pihak, seperti warga desa, aparatur desa, termasuk para tokoh masyarakat desa Karangendep, kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Data sekunder penelitian ini bersumber dari publikasi informasi COVID-19 dari dinas kesehatan Kabupaten Banyumas, jurnal nasional terkait perubahan solidaritas sosial masyarakat pedesaan dalam menghadapi pandemi COVID-19, buku, dan data statistik COVID-19. Narasumber dalam penelitian ini adalah perangkat desa, aoaratur desa dan tokoh masyarakat desa. Narasumber dipilih karena dianggap memiliki informasi yang dibutuhkan untuk penelitian ini, terlibat langsung dalam kegiatan masyarakat, dan merupakan warga desa asli. Data dan informasi penelitian berupa hasil wawancara diolah melalui transkripsi data dan analisis. Instrumen Penelitian yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.

 

 

Gambar 3: Instrumen Penelitian

Sumber: Creswell, John W. (2009)

�����������

Berdasarkan gambar 3 tersebut, dapat dijelaskan bahwa wawancara kepada warga desa dilakukan kepada warga desa yang terlibat langsung dalam penanganan pandemi COVID-19, sementara itu aparatur desa juga diwawancara, khususnya yang aktif sebagai gugus tugas penanganan pandemi COVID-19. Pelaksanaan focus group discussion dilakukan dengan melibatkan semua unsur dari warga desa, aparat desa serta tokoh-tokoh masyarakat desa dan narasumber lain yang relevan dengan penelitian.

 

Hasil dan Pembahasan (Result and Discussion)

����������� Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perubahan solidaritas sosial di masyarakat pedesaan yang diteliti dari solidaritas mekanik (Durkheim,1985) menjadi solidaritas organik (Durkheim,1985; Ritzer,2011; Ritzer & Goodman,2011), di mana salah satu faktor disebabkan adanya konflik, di mana konflik disini lebih merujuk pada konflik perbedaan pandangan, pendapat, pikiran serta rencana kerja dam implementasi dalam upaya penanganan penyebaran pandemik COVID-19 di daerah pedesaan yang diteliti. Adapun secara umum hasil penelitian dan analisisnya, sebagai berikut:

A.    Solidaritas Masyarakat Banyumas Dalam Menghadapi Pandemi COVID-19

Program Jogo Tonggo yang direncanakan oleh gubernur Jawa Tengah telah membuktikan kesesuaiannya dengan kebutuhan masyarakat (Probosiwi & Afrinia, 2021). Kabupaten Banyumas, yang didominasi oleh masyarakat pedesaan dan dipenuhi dengan nilai-nilai kearifan lokal (Priyadi, 2003), telah berhasil melaksanakan program "Jonggo Tonggo" yang dipromosikan oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten. Salah satu desa yang menjadi subjek penelitian adalah contoh nyata pelaksanaan yang berhasil dari program Jogo Tonggo, dengan berhasil mengendalikan penyebaran pandemi COVID-19 dan mengalami penurunan kasus baru pada tahun 2022. Masyarakat Banyumas, dalam menyelesaikan tantangan pandemi COVID-19, telah menggunakan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat pedesaan sebagai pedoman. Meskipun Pemerintah Banyumas telah mengambil tindakan preventif yang signifikan, peran masyarakat tetap sangat penting untuk memastikan bahwa program dan tindakan pemerintah tepat sasaran.

Hagul (1992) menjelaskan bahwa dalam penyelesaian konflik di masyarakat pedesaan, pemerintah perlu melibatkan masyarakat dalam proses penyelesaian tersebut. Khususnya, di Desa Karangendep, masyarakat telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) COVID-19, yang terdiri dari warga yang secara sukarela berpartisipasi. Hasil wawancara dengan salah satu anggota Satgas COVID-19 di Desa Karangendep mengungkapkan bahwa motivasi mereka untuk menjadi bagian dari Satgas ini didasari oleh konsep "ngerasake," atau rasa empati terhadap kesulitan yang dialami oleh sesama warga di sekitarnya. Solidaritas yang kuat di antara masyarakat pedesaan tercermin dalam karakteristik masyarakat Banyumas, yang selalu siap untuk tolong-menolong dan saling bergantung.

Priyadi (2003) dalam artikelnya yang berjudul "Beberapa Karakter Masyarakat Banyumas" menjelaskan bahwa masyarakat Banyumas dikenal sebagai masyarakat yang bebas dan terbuka. Karakteristik ini memberikan modal sosial yang kuat bagi masyarakat Banyumas dalam menghadapi pandemi COVID-19. Solidaritas, yang menjadi ekspresi nyata dari kepedulian terhadap sesama, tampaknya lebih mendalam di antara masyarakat Banyumas, terutama di Desa Karangendep. Masyarakat di desa ini telah membentuk Satgas COVID-19 yang unik, dengan tidak adanya struktur hirarki, sehingga setiap warga berhak menjadi anggota Satgas COVID-19. Penanganan kasus COVID-19 di Desa Karangendep, termasuk distribusi sembako, makanan, dan obat-obatan, mirip dengan yang dilakukan di desa lain di Kabupaten Banyumas. Namun, yang membedakan Desa Karangendep adalah penggunaan balai desa sebagai fasilitas karantina. Pendatang dan penduduk lokal yang baru tiba dari luar kota diwajibkan menjalani karantina selama satu minggu di balai desa tersebut. Penggunaan balai desa sebagai lokasi karantina memudahkan pemerintah desa dalam pemantauan dan pelaksanaan program Jogo Tonggo. Warga Desa Karangendep telah merespons kasus COVID-19 dengan tenang, meskipun awalnya muncul kepanikan. Hingga saat ini, tidak ada warga yang meragukan penyebaran COVID-19, bahkan masyarakat mendukung dan membantu warga yang terkonfirmasi positif COVID-19. Bantuan dalam bentuk dukungan moral, dukungan mental, dan dukungan psikis sangat penting dalam mengatasi pandemi ini, selain dari bantuan fisik. Bantuan moral, mental, dan psikis yang diberikan oleh masyarakat desa telah memberikan harapan hidup yang tinggi bagi mereka yang terdampak, sehingga, menurut penuturan salah satu tokoh masyarakat Desa Karangendep, kasus kematian akibat COVID-19 di Desa Karangendep hanya tercatat enam orang.

Selain dukungan dari masyarakat setempat, masyarakat Banyumas, termasuk Desa Karangendep, bekerja sama dengan Satgas COVID-19 dan pemerintah daerah Kabupaten Banyumas dalam mengatasi dampak pandemi COVID-19. Pemerintah daerah juga memberikan bantuan logistik kepada warga yang terinfeksi virus COVID-19, seperti sembako, masker, obat-obatan, dan vaksin gratis. Bantuan ini didistribusikan melalui perangkat desa dan disalurkan oleh Satgas COVID-19 kepada setiap warga desa. Dengan bantuan ini, kebutuhan hidup selama pandemi yang sebelumnya memerlukan kerja sama gotong-royong dalam persiapan dan distribusi makanan serta perawatan, kini terpenuhi melalui bantuan dari pemerintah. Ini menjadi tanda bahwa nilai Jogo Tonggo, yang sebelumnya dihayati dengan kuat oleh masyarakat Desa Karangendep, mulai meredup. Warga Desa Karangendep merasa bahwa mereka tidak lagi perlu berkontribusi secara bergotong-royong untuk memenuhi kebutuhan warga terdampak COVID-19. Saat ini, perhatian mereka lebih tertuju pada aktivitas ekonomi, seperti pertanian dan lainnya.

B.     Memudarnya Nilai Solidaritas Masyarakat Banyumas Saat Pandemi COVID-19

Pemerintah Kabupaten Banyumas telah melakukan upaya preventif untuk mengendalikan peningkatan kasus COVID-19 dengan mendistribusikan bantuan logistik berupa sembako, obat-obatan, masker, dan vaksin. Berdasarkan SK Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyumas Nomor 0564 Tahun 2021, bantuan logistik disalurkan melalui BPBD kepada setiap desa atau kelurahan dan didistribusikan kepada masyarakat setempat oleh Satgas COVID-19 desa terkait. Pada tanggal 9 Juni 2020, pemerintah Banyumas mulai mendistribusikan bantuan logistik ini. Ini memunculkan pertanyaan tentang bagaimana masyarakat pedesaan di Banyumas bertahan sebelum pemerintah memberikan bantuan logistik.

Masyarakat Desa Karangendep mampu bertahan selama pandemi COVID-19 dengan menerapkan nilai-nilai kearifan lokal. Program "Jogo Tonggo" yang diinisiasi oleh Gubernur Jawa Tengah pada 25 April 2020 menjadi salah satu upaya penyelesaian konflik (pandemi COVID-19) berbasis kearifan lokal. Program ini mencerminkan solidaritas masyarakat Desa Karangendep dengan prinsip "saling menjaga tetangga," yang didorong oleh hubungan kekeluargaan yang kuat di antara warga Desa Karangendep dan telah berkontribusi pada keberhasilan program "Jogo Tonggo."

Perencanaan program "Jogo Tonggo" sebagai solusi konflik sangat sesuai dengan masyarakat pedesaan, terutama di Kabupaten Banyumas, yang masih sangat menghargai nilai-nilai luhur. Masyarakat pedesaan di daerah ini telah memelihara nilai-nilai solidaritas dan keharmonisan sosial. Hubungan kekeluargaan yang kuat bukan hanya faktor utama dalam menjalankannya dengan benar sesuai prosedur, tetapi juga sikap ketergantungan yang dimiliki oleh masyarakat Desa Karangendep merupakan salah satu faktor penting yang menjadikan program "Jogo Tonggo" berjalan lancar.

Sifat ketergantungan ini sejalan dengan konsep solidaritas mekanik yang dijelaskan oleh Wulandari (2019) dalam studi mengenai perbandingan solidaritas mekanik dengan solidaritas organik. Masyarakat pedesaan mempercayai nilai-nilai yang membenarkan sikap ketergantungan sebagai individu yang baik dalam kehidupan bermasyarakat. Sikap ketergantungan ini membuat masyarakat Desa Karangendep mengandalkan bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Seiring dengan bantuan yang diberikan oleh pemerintah, masyarakat Desa Karangendep merasa tidak perlu lagi berpartisipasi dalam kerja gotong-royong dan tolong-menolong karena mereka tidak lagi merasa bergantung satu sama lain.

Salah satu alasan masyarakat pedesaan, termasuk Desa Karangendep, melaksanakan gotong-royong dan tolong-menolong adalah perasaan "ngerasake" atau rasa empati; dengan adanya bantuan dari pemerintah, masyarakat merasa bahwa jika mereka terinfeksi COVID-19, pemerintah akan membantu mereka, seperti yang dilakukan kepada masyarakat lainnya. Oleh karena itu, mereka merasa tidak perlu lagi melakukan gotong-royong dan tolong-menolong dengan memberikan bantuan makanan atau obat-obatan. Memudarnya pola solidaritas masyarakat Desa Karangendep dalam menghadapi pandemi COVID-19 menunjukkan bahwa konflik dapat mengubah pola solidaritas dalam masyarakat. Meskipun Program "Jogo Tonggo" diharapkan meningkatkan efektivitas dan efisiensi penanggulangan pandemi COVID-19, namun memiliki dampak sampingan, yaitu melemahnya solidaritas masyarakat pedesaan. Sifat ketergantungan masyarakat pedesaan menjadi faktor utama yang memicu perubahan pola solidaritas dalam kehidupan masyarakat Desa Karangendep.

C.    Perubahan Pola Solidaritas Masyarakat Banyumas Sebelum, Saat, dan Sesudah Pandemi COVID-19

Perubahan pola solidaritas masyarakat pedesaan di Kabupaten Banyumas dalam menghadapi pandemi COVID-19 merupakan sebuah fenomena sosial yang menunjukkan bahwa konflik bisa memberikan perubahan signifikan dalam kehidupan masyarakat. Perubahan ini tidak terjadi atas dasar keinginan masyarakat, tetapi sebagai hasil dari intervensi pemerintah dalam bentuk bantuan logistik yang membuat masyarakat semakin bergantung (interpedency).

Sebelum pandemi COVID-19, masyarakat Desa Karangendep sangat menghargai nilai-nilai kearifan lokal, termasuk menjaga keselarasan sosial dan menghindari konflik. Masyarakat Banyumas secara umum memiliki jiwa solidaritas tinggi, didorong oleh banyak nilai yang sifatnya menjustifikasi atau mengikat masyarakat. Nilai-nilai ini, seperti gotong royong, kerja bakti, saling menjaga, dan tolong menolong, mendorong masyarakat untuk menciptakan kerukunan dan keselarasan sosial. Kegiatan-kegiatan ini perlu dilakukan agar mereka mendapatkan penilaian baik dari masyarakat sekitarnya. Masyarakat Desa Karangendep melakukan berbagai kegiatan ini sebagai bentuk "saling menjaga" tanpa mengharapkan balasan, karena mereka memiliki konsepsi bahwa "jika saya ingin dibantu, maka saya harus membantu."

Namun, munculnya pandemi COVID-19 mengakibatkan perubahan signifikan dalam pola solidaritas masyarakat Desa Karangendep. Masyarakat yang sebelumnya sangat solidaritas, terutama dalam kegiatan gotong-royong dan tolong-menolong, kini cenderung kurang peduli dengan lingkungan sekitarnya. Perubahan ini terutama disebabkan oleh sifat ketergantungan masyarakat pedesaan yang tidak mudah hilang. Faktor-faktor internal, seperti kesepakatan bersama dalam masyarakat Desa Karangendep bahwa gotong royong dan tolong menolong tidak lagi diperlukan, serta faktor eksternal, yakni adanya perubahan lingkungan (pandemi COVID-19), berperan dalam perubahan ini.

Perubahan tersebut dapat dianggap sebagai revolusi dan termasuk dalam perubahan yang tidak direncanakan (unplanned change) yang mampu mengubah pola solidaritas masyarakat. Masyarakat Desa Karangendep sebelumnya merasa bergantung satu sama lain, tetapi dengan bantuan pemerintah, mereka merasa tidak perlu lagi membantu masyarakat lain karena ada yang memberikan bantuan. Angka penyebaran kasus COVID-19 yang berkurang membuat masyarakat Desa Karangendep tidak lagi khawatir dan takut untuk beraktivitas di luar rumah, sehingga mereka fokus pada aktivitas produksi, seperti bertani dan berjualan. Namun, sektor perekonomian masyarakat Desa Karangendep juga terdampak pandemi, dengan beberapa usaha harus tutup dan kegiatan pertanian dikurangi.

Solidaritas masyarakat pedesaan adalah modal sosial penting dalam menyelesaikan konflik dan tantangan yang muncul dalam kehidupan bermasyarakat. Penting untuk menjaga dan memperkuat solidaritas sosial dalam masyarakat pedesaan, terutama setelah pandemi COVID-19. Salah satu cara untuk meningkatkan kembali solidaritas masyarakat adalah dengan program revitalisasi solidaritas sosial, yang melibatkan sinergi antar masyarakat, seperti kerja bakti, lomba, pesta rakyat, dan kegiatan lainnya. Dengan cara ini, solidaritas masyarakat dapat kembali ditingkatkan dan dihargai sebagai aset penting dalam menghadapi konflik.

 

Kesimpulan

Solidaritas sosial adalah wujud dari kepedulian sesama, baik di antara individu maupun kelompok, yang didasarkan pada kesamaan moral, kolektif, kepercayaan, dan pengalaman emosional. Solidaritas dapat dibagi menjadi dua tipe utama, yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik.

Di Kabupaten Banyumas, terutama di masyarakat pedesaan, mayoritas penduduknya memiliki tipe solidaritas mekanik. Hal ini berarti solidaritas mereka lebih didasarkan pada persamaan-nilai yang dianut dan ikatan sosial yang kuat. Dalam menghadapi pandemi COVID-19, masyarakat pedesaan, khususnya Desa Karangendep, telah menekankan resolusi konflik berdasarkan kearifan lokal, yaitu Jogo tonggo. Kearifan lokal ini telah menjadi modal sosial yang kuat bagi masyarakat dalam mengatasi pandemi. Tingkat solidaritas yang tinggi ini tercermin dalam tindakan mereka, seperti membantu sesama dengan memberikan sembako, mendistribusikan masker, menyediakan fasilitas karantina, membersihkan lingkungan, dan menyebarkan vaksin secara gratis.

Namun, seiring berjalannya waktu, solidaritas sosial di pedesaan Kabupaten Banyumas, dalam menghadapi pandemi COVID-19, telah mulai memudar. Hal ini terutama disebabkan oleh bantuan logistik yang diberikan oleh pemerintah daerah, seperti sembako, masker, obat-obatan, dan vaksin. Masyarakat yang awalnya saling tolong-menolong dengan konsep "ngerasakni" atau saling merasakan, kini semakin cenderung untuk sepakat pada ide bahwa "masyarakat yang terdampak virus COVID-19 akan dibantu oleh pemerintah daerah, sehingga kita tidak perlu repot untuk membantu." Hal ini menyebabkan masyarakat keengganan untuk tolong-menolong dan bergotong-royong.

Perubahan ini menunjukkan bahwa masyarakat pedesaan di Kabupaten Banyumas telah mulai merasa kurang perlu untuk saling membantu karena mereka menganggap bahwa pemerintah akan memberikan bantuan yang cukup. Masyarakat yang awalnya sangat solidaritas telah mulai kehilangan semangat gotong-royong dan kepedulian sosial mereka.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Corona.jatengprov.id. Perkembangan Data Corona Kabupaten Banyumas. Diakses melalui https://corona.jatengprov.id pada 1 Oktober 2022.

 

COVID-19.go.id. (2022). Peta Sebaran COVID-19. Diakses melalui https://COVID-1919.go.id, pada tanggal 1 Oktober 2022.

 

Creswell, John W. (2009). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed-Method Approaches. Edition: 3rded.Publisher: Sage Publications.

 

Databoks.katadata.co.id. (2022).Total Kasus dan Kasus Baru COVID-19. Diakses melaluihttps://databoks.katadata.co.id/, diakses pada tanggal 1 Oktober 2022.

 

Durkheim, Emile (1986). The Division of Labour in Society. Book. The Free Press. New York.USA.

 

Geertz. Clifford (1986). Mojokuto: Dinamika Sosial Sebuah Kota di Jawa.Pustaka. Jakarta

 

Hagul (1992). Pembangunan Desa Dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Rajawali.Jakarta.

 

Johnson (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jilid 1. PT Gramedia: Jakarta.

 

Jones (2009). Pengantar Teori-Teori Sosial. Buku. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

 

Kamus Besar Bahasa Indonesia Online (2022). http://kbbi.kemdikbud.go.id (diakses pada: 1 Oktober 2022, pukul 11.22 WIB).

 

Kristiyanto. (2020). Budaya Pengobatan Etnomedisin di Desa Porelea Kecamatan Pipikoro

��������� Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Jurnal Holistik 13(1): Universitas Samratulangi.

 

Priyadi (2008).Orientasi Nilai Budaya Banyumas: Antara Masyarakat Tradisional Dan Modern. Jurnal Humaniora 20 (2). Universitas Gadjah Mada.

 

Priyadi (2003).Beberapa Karakter Orang Banyumas. Jurnal Bahasa dan seni 31(1): Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

 

Probosiwi & Afrinia. (2021).Jogo Tonggo: Solidaritas Masyarakat Di Era Pandemi COVID-19. Jurnal Sosio Konsepsia: Kementerian Sosial.

 

Ritzer, George & Goodman, Douglas J. (2011). Teori Sosiologi Modern. Buku. Kencana, Jakarta

 

Ritzer, George (2011). Teori Sosiologi (Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutkahir Teori Sosial PostModern). Buku.Kreasi Wacana. Yogyakarta.

 

Scott, John (2012). Teori Sosial: Masalah-Masalah Sosial Dalam Sosiologi.Buku. Pusataka Pelajar.Yogyakarta.

 

Suryono (2020). Teori dan Strategi Perubahan Sosial.Bumi Aksara.Jakarta

 

Umisahroh. (2021). Pembentukan Nilai-Nilai Moralitas dalam Gerakan Jogo Tonggo Pada Masa Pandemi COVID-19 di Kabupaten Karanganyar. Institut Agama Islam Negeri Surakarta.

 

Wulandari. (2019). Warga Madura di Kota Makassar (Studi antara Solidaritas Sosial Mekanik dan Solidaritas Sosial Organik Warga Madura dalam Wadah PERKIM Kota Makassar). Diakses melalui http://eprints.unm.ac.id/id/eprint/16129 pada 1 Oktober 2022.

Copyright holder:

Muhammad Abi Firmansyah, Masrukin, Ankarlina Pandu P. (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: