Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 09, September 2022���������������������
TRANSFUSION
DEPENDENT ALPHA-THALASSEMIA: A CASE REPORT
Priska
Bonnie Widiyanti1, Sabar Hutabarat2*
1,2* Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RSUD H. Abdul Manap, Kota Jambi, Indonesia
Email: 1[email protected], 2*[email protected]
Abstrak
Talasemia merupakan
penyakit anemia herediter yang paling sering ditemukan
terjadi akibat kondisi
genetik dari sintesis hemoglobin yang tidak adekuat atau sintesis hemoglobin
abnormal dalam eritrosit. Prevalensi talasemia alfa tinggi terutama di
daerah tropis dan sub-tropis (seperti Asia Tenggara, Mediterania, Timur Tengah, dan Afrika) dimana
prevalensinya sebesar
12-50%.
Pada sebagian besar kasus, talasemia alfa tidak menimbulkan gejala klinis berat
dan jarang membutuhkan terapi transfusi darah rutin. Pada kasus An. K, usia 13 tahun, datang ke Poli Anak RS. RSUD H.
Abdul Manap dengan keluhan lemas dan mau melakukan transfusi darah yang rutin dilakukan 1 bulan sekali. An. K didiagnosa
menderita Talasemia alfa.
Setelah dilakukan pengumpulan data secara retrospektif didapatkan hasil Analisa DNA bahwa pasien merupakan penderita
talasemia alfa/
penyakit HbH dengan jenis mutasi heterosigot ganda Hb Adana dan Hb Constant
Spring sehingga membutuhkan transfusi darah rutin.
Kata
Kunci:
Talasemia Alfa, Bergantung Transfusi,
Thalasemia
Abstract
Thalassemia is most common hereditary anemia disease that
occur due to genetic condition of inadequate hemoglobin synthesis or abnormal
hemoglobin synthesis in erythrocytes. The prevalence of alpha thalassemia is
high, especially in tropical and sub-tropical areas (such as Southeast Asia,
the Mediterranean, the Middle East and Africa) where the prevalence is 12-50%.
In most cases, alpha thalassemia does not cause severe clinical symptoms and
rarely requires routine blood transfusion therapy. In the case of child K, aged
13 years, came to pediatric polyclinic at H. Abdul Manap
Hospital with complaints of weakness and wanted to have a blood transfusion
which is routinely done once a month. Child K was diagnosed with alpha
thalassemia. After retrospective data collection, the results of DNA analysis
showed that patient was a sufferer of alpha thalassemia/HbH
disease with double heterozygous mutation Hb Adana
and Hb Constant Spring and therefore required routine
blood transfusions.
Keywords:
Alpha Thalassemia,
Transfusion Dependent, Thalasemia
Pendahuluan
Talasemia
merupakan penyakit anemia herediter yang paling sering ditemukan
terjadi akibat kondisi genetik dari sintesis
hemoglobin yang tidak adekuat atau sintesis hemoglobin abnormal dalam
eritrosit. (Ambarkova et al., 2021).
Ada dua
jenis utama talasemia yang paling umum terjadi berdasarkan gangguan pada rantai
globin : (1) alfa (α) dan (2) beta (β). (Goh
et al., 2020). Talasemia alfa biasanya
terjadi akibat delesi pada fragmen DNA yang cukup besar yang melibatkan satu atau kedua rantai globin alfa. Rantai globin alfa ini biasanya diduplikasi
dan terletak di ujung telomer kromosom
16. (TIF, 2021).
Prevalensi
talasemia alfa tinggi terutama di daerah tropis dan
sub-tropis (seperti Asia Tenggara, Mediterania, Timur Tengah, dan Afrika) dimana
prevalensinya sebesar
12-50%.
(Lee et al., 2022), (Betts et al., 2019). Di Asia Tenggara sendiri, kasus talasemia alfa seperti penyakit HbH
dan hidrops
fetalis sangat tinggi angka kejadiannya sehingga menjadi masalah kesehatan utama yang cukup diperhatikan. (TIF 2021). Di Indonesia, berdasarkan
data dari Yayasan Talasemia Indonesia, sejak tahun 2012 tercatat sebanyak 4.896
kasus talasemia dan hingga bulan Juni Tahun 2021 data semakin meningkat menjadi
sebanyak 10.973 kasus. (Widyawati, 2022). Prevalensi
Talasemia di Indonesia lebih didominasi
dengan talasemia beta yaitu
sebesar 3-10% dan talasemia alfa hanya sebesar 2.6-11%. (TIF, 2022).
Gejala klinis
talasemia
alfa yang dapat ditemukan yaitu pucat progresif,
anemia, mudah lelah atau lemah, ikterus, hepatosplenomegali, dan
gagal tumbuh. (Laltanpuii et al., 2020), (TIF, 2021). Pada sebagian besar kasus, talasemia alfa tidak menimbulkan gejala klinis berat
dan jarang membutuhkan terapi transfusi darah rutin. (TIF, 2021).
Talasemia alfa berdasarkan
banyaknya delesi gen dibagi menjadi 4 jenis yaitu: silent carrier talasemia alfa (delesi 1
gen) biasanya asimtomatis, carrier
talasemia alfa (delesi 2 gen) biasanya asimtomatis tetapi bisa ditemukan anemia mikrositik hipokrom ringan, penyakit HbH (delesi 3 gen) ditandai dengan anemia, splenomegali sedang, dan ditemukan HbH, serta hidrops fetalis (delesi 4 gen) ditandai dengan kematian janin atau
kematian segera setelah lahir. (Harewood et al., 2022),
(Goh et al., 2020). Pada
α-talasemia kerusakan genetik yang paling sering
adalah delesi pada gen α-globin yang melibatkan satu atau dua gen globin
seperti -α 3.7 , -α 4.2 , � SEA, � THAI , -α CD59 , -α 20.5
, -α IVS I-1 dan lainnya. (Goh et al., 2020),
(WHO, 2021).
Dikarenakan masih tingginya kasus talasemia di
Indonesia dan masih sedikitnya kasus talasemia alfa
yang terdeteksi dan memerlukan transfusi darah rutin, maka kasus ini dibahas dengan
tujuan meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit talasemia terutama talasemia alfa yang memerlukan transfusi darah rutin.
Laporan Kasus
Identifikasi Pasien
An.
K, usia 13 tahun, datang ke Poli Anak RS. RSUD H.
Abdul Manap dengan keluhan lemas dan mau melakukan transfusi darah yang rutin dilakukan 1 bulan sekali. An. K didiagnosa
menderita Talasemia alfa.
Metode
Data dikumpulkan
secara retrospektif dari catatan medis pasien
yang menderita alpha-thalassemia yang memerlukan transfusi darah secara berkala. Pasien diidentifikasi, dan data klinis, riwayat transfusi darah, hasil tes laboratorium, serta respons terhadap terapi dicatat. Variabel-variabel
tersebut dianalisis secara deskriptif,
termasuk informasi mengenai etiologi
alpha-thalassemia dan riwayat
pengobatan sebelumnya. Studi ini
mematuhi etika penelitian dan menjaga kerahasiaan
data pasien. Hasil analisis
data digunakan untuk mendokumentasikan
kasus pasien dan implikasinya dalam manajemen penyakit alpha-thalassemia.
Hasil dan Pembahasan
Gambar 1. Alur Perjalanan Penyakit Pasien
Tabel 1
Parameter Hematologi pada kasus
keluarga Talasemia
Parameter |
Ayah |
Ibu |
An. K |
An. Ke |
Usia |
32 tahun |
26 tahun |
2 tahun 6 bulan |
1 tahun 6 bulan |
Hb (g/dL) |
15.3 |
11.9 |
8.2 |
12 |
MCV (fL) |
83.7 |
73.3 |
83.7 |
70.8 |
MCH (pg) |
27.1 |
25.1 |
27.4 |
23.5 |
RBC (M/𝞵l) |
5.64 |
4.75 |
4.24 |
5.11 |
HbA2 (%) |
2.5 |
2.7 |
3.2 |
2.8 |
HbF (%) |
0.0 |
1.1 |
1.6 |
1.3 |
Apusan darah |
Normositik normokrom |
mikrositik hipokrom |
normositik normokrom (sulit
interpretasi dikarenakan riwayat transfusi darah (+) |
mikrositik hipokrom |
�
Pada hasil pemeriksaan orang tua dan adik pasien didapatkan gambaran dapat sesuai dengan carrier
talasemia alfa
pada ibu dan adik pasien. Pada ayah pasien
tidak ditemukan kelainan (Tabel 1).
Riwayat pernikahan orang tua tidak ada hubungan saudara. Kedua orang tua pasien tidak ada
keluhan kesehatan sama sekali. Pada riwayat keluarga ayah pasien didapatkan data bahwa sepupu dari ayah pasien merupakan carrier talasemia
alfa.
Hasil Analisa DNA An. K didapatkan bahwa pasien merupakan penderita
talasemia alfa/
penyakit HbH dengan jenis mutasi heterosigot ganda Hb Adana ( codon 59 gen
globin-𝞪2, GGC Glisin → GAC Aspartat)
dan Hb Constant Spring (Cd142 gen globin-𝞪2, TAA Stop → CAA
Glutamin+30aa).�
Gambar 2. Genogram An. K
Pembahasan
An. K usia 13 tahun datang dengan keluhan lemas dan mau melakukan transfusi darah yang rutin dilakukan 1 bulan sekali. An. K di diagnosa
menderita Talasemia alfa.
Pada kasus talasemia alfa biasanya
gejala ringan dan jarang memerlukan
transfusi rutin. Maka dari
itu dilakukan pengumpulan data secara retrospektif untuk mengetahui penyebab pasien membutuhkan transfusi darah rutin.
Gambaran klinis yang didapatkan pada pasien sesuai dengan ungkapan �NHS� dimana gejala yang ditemukan pada
kasus talasemia adalah mudah lelah, pucat, lemas, anemia, jaundice,
pembesaran organ, gagal tumbuh, hingga infertilitas. (Laltanpuii et al., 2020), (NHS, 2022).
Pada pengumpulan data didapatkan bahwa dari hasil Analisa DNA pasien merupakan penderita talasemia alfa/ penyakit HbH dengan jenis mutasi
heterosigot ganda Hb Adana (codon 59 gen globin-𝞪2, GGC Glisin → GAC Aspartat)
dan Hb Constant Spring (Cd142 gen globin-𝞪2, TAA Stop → CAA
Glutamin+30aa). Pada pemeriksaan ibu dan adik pasien juga didapatkan hasil gambaran dapat sesuai dengan carrier
talasemia alfa. Riwayat keluarga ayah pasien didapatkan data bahwa sepupu dari ayah pasien merupakan carrier talasemia
alfa. Menurut
Ali M, et al berat ringannya gejala talasemia alfa tergantung pada seberapa banyak
delesi pada gen alfa dimana pada delesi 1 gen alfa (silent carrier talasemia
alfa) biasanya asimtomatis tanpa adanya anemia, delesi 2 gen alfa (carrier
talasemia alfa) biasanya juga asimtomatis tetapi bisa didapatkan anemia
mikrositik hipokromik ringan dengan hasil hb elektroforesis normal, delesi 3
gen alfa (HbH) ditandai dengan anemia, splenomegali sedang, ��dan ditemukan HbH pada Hb elektroforesis, serta delesi 4 gen alfa (hidrops fetalis)
biasanya meninggal dalam kandungan ataupun meninggal setelah lahir. Pada kasus
HbH biasanya tidak tergantung dengan transfusi kecuali pada kasus tertentu
seperti faktor stress eksternal tinggi yaitu infeksi dan krisis aplastik
sehingga menyebabkan penurunan Hb. ( Ali et
al., 2020). Faktor
lainnya yang menyebabkan HbH membutuhkan transfusi rutin adalah adanya mutasi pada
gen dimana semakin banyak mutasi juga memperberat kondisi anemia. Pada
penelitian didapatkan bahwa HbH yang disebabkan delesi 3 gen alfa (deletional
HbH) menunjukkan gambaran klinis yang lebih ringan dibandingkan dengan kasus
delesi 2 gen alfa tetapi didapatkan mutasi pada gen ketiga (non-deletional
HbH). Pernyataan ini sesuai dengan kasus yang ditemukan pada pasien dimana
pasien rutin mendapatkan transfusi darah 1x/bulan meskipun merupakan penderita talasemia alfa. �Pada hasil analisa DNA pasien merupakan penderita Talasemia Alfa (penyakit HbH) dengan jenis mutasi heterosigot ganda Hb
Adana dan Hb Constant Spring sehingga pasien memerlukan transfusi rutin 1x/bulan. (Lal, no date), (TIF, 2021).
�
Kesimpulan
����������� Talasemia merupakan penyakit anemia
herediter yang paling sering ditemukan dan kasus Talasemia sendiri masih cukup
tinggi di Indonesia. Kasus Talasemia alfa di
Indonesia prevalensinya masih
cukup sedikit dibandingkan Talasemia beta. Talasemia alfa biasanya sifatnya ringan dan jarang
memerlukan terapi transfusi darah rutin. Akan tetapi pada kondisi
tertentu seperti pada kasus, Talasemia alfa dapat memerlukan transfusi darah rutin dimana bergantung dari seberapa banyak
delesi yang terjadi pada rantai alfa dan ada tidaknya mutasi
gen. Maka
dari itu, kasus ini dibuat dengan tujuan
menambah pengetahuan bahwa tidak semua talasemia alfa sifatnya ringan dan pada kondisi tertentu kita
perlu mempertimbangkan analisa
DNA untuk melihat faktor-faktor
yang memperberat kondisi pasien
talasemia alfa.
BIBLIOGRAFI
Ambarkova, V., Krmzova, T., & Nonkulovski,
Z. (2021). Thalassemia-Beta major-Case report. Peertechz.
Https://dx.doi.org/10.17352/ahcrr
Betts, M., Flight, P.A.,
Paramore, L.C., Tian, L., Milenkovic, D., & Sheth, S. (2019). Systematic Literature Review of the
Burden of Disease and Treatment for Transfusion-dependent Ꞵ-Thalassemia.
Clin Ther, 42(2),
322-337. Https://Doi.Org/10.1016/j.clinthera.2019.12.003.
Goh, L.P., Chong, E.T.J., & Lee, P-C. (2020). Prevalence of Alpha(α)-Thalassemia
in Southeast Asia (2010�2020): A Meta-Analysis Involving 83,674 Subjects. Int J Environ Res Public Health, 17(20), 7354. Https://Doi.Org/10.3390/ijerph17207354
Harewood, J., & Azevedo, A.M. (2022) . Alpha
Thalassemia. StatPearls publishing. Https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441826/
Lal, A. (no date). Treating
Thalassemia: Hemoglobin H Disease. https://thalassemia.com/treatment-HbH-Lal.aspx#gsc.tab=0 (Accessed: September 6, 2023).
Laltanpuii, Mourya, A., & Patil, M.
(2020). Case
Report on Thalassemia in Children. Indian Journal of Forensic
Medicine & Toxicology. Https://Doi.Org/10.37506/ijfmt.v14i4.12692
Lee, J-S., Rhee, T-M., Jeon, K., Cho, Y., Lee, S-W., Han, K-D., Seong, M-W., Park, S-S., & Lee, Y.K. (2022).
Epidemiologic Trends of Thalassemia, 2006-2018: A Nationwide Population-Based
Study. J Clin Med, 11(9), 2289. Https://Doi.Org/10.3390/jcm11092289
NHS. (2022). Thalassaemia. NHS. https://www.nhs.uk/conditions/thalassaemia/symptoms/
TIF. (2021). Guidelines for The
Management of
Transfusion Dependent Thalassaemia (TDT).
TIF.
TIF. (2022). Global
Thalassaemia
Review 2022. TIF.
Widyawati. (2022). Talasemia Penyakit
Keturunan, Hindari dengan Deteksi Dini. Kementerian
Kesehatan RI. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20220510/5739792/talasemia-penyakit-keturunan-hindari-dengan-deteksi-dini/#:~:text=Sejak%20tahun%202012%20sebanyak%204.896,sampai%20tahun%202020%20terus%20meningkat.
WHO. (2021). Regional desk review of
haemoglobinopathies with an emphasis on thalassaemia and accessibility and
availability of safe blood and blood products as per these patients�
requirement in South-East Asia under universal health coverage. WHO.
Copyright holder: Priska Bonnie Widiyanti, Sabar Hutabarat (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |