Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 11, November 2023

 

PENGEMBANGAN KAPASITAS RESIDEN DENGAN METODE THERAPEUTIC COMMUNITY DIPANTI REHABILITASI NARKOBA AR-RAHMAN PALEMBANG

 

Aidil Fitri1, Sriati2, Yoyok Hendarso3

1,3Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sriwijaya, Indonesia

2Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Penyalahgunaan narkoba, psikotropika, dan zat adiktif lainnya sudah semakin meningkat tinggi di Indonesia. Penyalahgunaan narkoba dapat menimbulkan ancaman serius bagi kehidupan sosial dan kesehatan dalam masyarakat. Badan Narkotika Nasional Provinsi Sumatera Selatan mencatat angka pravelensi penyalahgunaan narkoba sepanjang tahun 2021 mencapai 5,5 persen atau sebanyak 359.363 jiwa dari jumlah penduduk Provinsi Sumatera Selatan. Angka tersebut menjadi yang tertinggi kedua di Indonesia. Diperlukan adanya gerakan sosial dari pemerintah atau masyarakat untuk mengatasi problematika penyalahgunaan narkoba. Masyarakat yang mandiri adalah masyarakat yang memiliki kapasitas yang baik. Adapun pengembangan kapasitas untuk mengembangkan mutu karakteristik pribadi agar lebih efektif dan efesien baik dalam entitasnya maupun lingkup global. Penelitian bertujuan mengetahui proses pengembangan kapasitas residen dengan metode Therapeutic Community di Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang. Metode peneltian kualitatif dengan jenis kualitatif deskriptif melalui strategi penelitian fenomenologi. Informan penelitian terdiri dari informan kunci,informan utama dan informan pendukung. Para residen menjadi unit analisis data. Teknik pengumpulan data melalui observasi, dokumentasi, dan wawancara. Teknis analisis data melalui proses pengumpulan data, kodensasi data,penyajian data dan penarikan kesimpulan. Proses Metode Therapeutic Community memfokuskan pada pembinaan yang meliputi 4 hal utama yaitu: (1) mengubah perilaku, (2) mengendalikan emosi dan pikiran, (3) bertumbuh secara spiritual dan intelektual, dan (4) mampu bertahan dan mandiri.

 

Kata Kunci: Pengembangan Kapasitas, Residen,Therapeutic Community, Panti Rehabilitasi Ar-Rahman Palembang

 

Abstract

Drug abuse, psychotropics, and other addictive substances have increased in Indonesia. Drug abuse can pose a serious threat to social life and health in society. The National Narcotics Agency of South Sumatra Province recorded that the prevalence of drug abuse throughout 2021 reached 5.5 percent or as many as 359,363 people from the total population of South Sumatra Province. This figure is the second highest in Indonesia. There is a need for a social movement from the government or society to overcome the problem of drug abuse. An independent society is a society that has good capacity. Capacity building to develop the quality of personal characteristics to be more effective and efficient both in the entity and global scope. The research aims to determine the process of capacity building of residents with the Therapeutic Community method at the Ar-Rahman Palembang Drug Rehabilitation Center. Qualitative research method with descriptive qualitative type through phenomenological research strategy. Research informants consist of key informants, key informants and supporting informants. The residents become the unit of data analysis. Data collection techniques through observation, documentation, and interviews. Technical data analysis through the process of data collection, data coding, data presentation and conclusions. The process of the Therapeutic Community Method focuses on coaching which includes 4 main things, namely: (1) changing behavior, (2) controlling emotions and thoughts, (3) growing spiritually and intellectually, and (4) being able to survive and be independent.

 

Keywords: Capacity Building, Resident, Therapeutic Community, Ar-Rahman Rehabilitation Center Palembang

 

Pendahuluan

Probematika peredaran dan penyalahgunaan narkoba, psikotropika, dan zat telah semakin tinggi di Indonesia (Amanda, Humaedi, & Santoso, 2017). Permasalahan ini sudah mulai mengkhawatirkan sejak tahun 1960-an. Penyalahgunaan narkoba telah menjadi masalah nasional yang pantas mendapat perhatian serius untuk diatasi baik oleh pemerintah maupun masyarakat sehingga persoalan berkaitan penyalahgunaan zat adiktif tersebut dapat teratasi (Rismanda & Ginting, 2018). Narkoba dapat merusak pikiran, perasaan, fungsi mental, dan perilaku seseorang setelah masuk ke dalam tubuh (Kela, 2015);(Majid, 2020).

Merusaknya kerja syaraf otak dapat menyebabkan perilaku tidak normal dan memungkinkan untuk melakukan tindakan kriminal seperti pencurian, pemaksaan, pelacuran, dan lain-lain, sehingga menjadi penyakit masyarakat dan selain itu dapat menjadi sebab dari perkelahian, tawuran, dan hal-hal lainnya bagi generasi muda (BNN, 2007)

Kasus penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di wilayah hukum Polda Sumatera Selatan mengalami peningkatan sepanjang tahun 2021. Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumsel mencatat angka pravelensi penyalahgunaan narkoba sepanjang tahun 2021 mencapai 5,5 persen dari jumalh penduduk atau sebanyak 359.363 jiwa. Angka tersebut menjadi yang tertinggi kedua di Indonesia setelah Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Pengguna narkoba di Sumsel didominasi laki-laki dengan persentase 84,70 persen atau setara 304.380 jiwa. Sementara pengguna perempuan sebesar 15,30 persen atau sebanyak 54.983 jiwa.

Berdasarkan data pengungkapan kasus narkoba bersama jajaran di 17 kabupaten/kota sepanjang 2022 ini tercatat di Sumsel ada 3.322 kawasan yang rawan peredaran narkoba. Rincian kategorinya, 14 kawasan bahaya, 733 waspada dan 2.374 siaga. Sementara, sebanyak 203 kawasan masuk kategori aman. Keterlibatan penyalahgunaan narkoba tidak menyasar orang dewasa. Tapi juga anak-anak usia 12 tahun mereka telah diracuni oleh bandar yang menyekokinya dengan narkoba secara gratis (BNNP Sumsel, 2022)

Penyalahgunaan narkoba dapat terjadi karena berbagai alasan, termasuk untuk menghilangkan stres, kecemasan, kebosanan, kelelahan, dan gejala lainnya (Pahlevi, 2020). Sebab dari penyebab sesorang menggunakan narkoba adalah akibat langsung dari perasaan senang dan nyaman pada penggunaan utama yang kemudian akan membentuk kebiasaan dan berubah menjadi kebiasaa yang bekelanjutan jika tidak segara dihentikan dengan tindakan karena mereka yang mengkonsumsi narkoba tidak melihat dampak buruk dari penggunaan narkoba karena mereka merasa kecanduan dan membutuhkan (St Fatmawati & Niasa, 2022);(Amanda et al., 2017).

Dengan adanya fenomena yang sudah genting seperti ini haruslah ada langkah yang konkrit yang dirancang oleh pemerintah untuk meminimalis peredaran dan penggunaan narkoba agar tidak berdampak secara luas lagi di kalangan masyarakat berkaitan dengan keadaan ini.

Pemerintah telah mengajak tiap lembaga dan menginisiasi banyak program untuk menangani persoalan tersebut, namun keikutsertaan aktif dari masyarakat serta rasa peduli untuk turut serta mengentaskan persoalan ini menjadi kunci utama dan berperan krusial dalam memerangi penyalahgunaan narkoba. Program Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (RBM) adalah contoh terlibatnya masyarakat dalam memerangi penyalahgunaan narkoba dengan memberdayakan potensi dan sumber daya di semua elemen masyarakat (Saputra, 2017).

Peranan dari kelembagaan sosial disini menjadi krusial untuk masyarakat dikarenakan bergabungnya masyarakat dengan pemikiran yang sama sehingga membentuk lembaga sosial, maka peran lembaga sosial menjadi sangat penting bagi masyarakat. Serangkaian norma di semua tingkatan yang berkisar pada kebutuhan dasar manusia dikenal sebagai institusi sosial.

Dimana suatu yayasan sosial memiliki satu kemampuan, yaitu khusus sebagai pendamping bagi individu-individu daerah, bagaimana mereka harus bersikap atau bertindak dalam mengelola isu-isu di mata publik untuk menyusun kerangka kontrol sosial. Masyarakat harus ikut serta dalam memerangi penyalahgunaan narkoba. Masyarakat diharapkan agar dapat memberdayakan programnya secara mandiri, profesional, dan bertanggung jawab di lingkungannya sendiri.

Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang adalah Lembaga sosial yang melakukan pengembangan kapasitas dengan adanya program rehabilitasi dengan metode Therapeutic Community sebagai proses penyembuhan kepada para pasien rehabilitasi atau yang sering disebut dengan para Residen yang mulanya hidup dengan ketergantungan narkoba sehingga menjadikan para residen dapat terlepas dari kecanduan narkoba sampai residen itu sendiri mendapatkan kemampuan kemandirian sehingga dapat diterima dilingkungan masyarakat secra seutuhnya.

Adapun program yang dilaksanakan berawal dari proses detoksifikasi, primary sampai pemberian bekal/kemampuan keterampilan tambahan (Re-Entry) dengan adanya tahap-tahap pengembangan kapasitas pada program ini bertujuan untuk mengubahan perilaku para resdien lalu dapat mengendalikan emosi dan pikiran mereka sendiri secara sadar dan tanpa tekanan lalu residen dapat bertumbuh secara spiritual dan intelektual dan terakhir residen dapat bertahan dan mandiri (PPRN Ar-Rahman, 2022).

Sumadyo (2001) yang merumuskan tiga pokok upaya pada setiap Pengembangan kapasitas, yang disebut sebagai Tri Bina, yaitu: Bina Manusia, Bina Usaha, dan Bina Lingkungan. Sebagaimana konsep Pengembangan kapasitas pada proses rehabilitasi narkoba di Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang merupakan bina manusia yang merupakan upaya pertama dan utama yang harus diperhatikan dalam setiap upaya Pengembangan kapasitas yang bertujuan untuk terlepas dari jeratan narkoba dan dapat hidup mandiri.

Pengembangan kapasitas melalui pemberdayaan yang dilakukan oleh oleh lembaga-lembaga sosial adalah sebuah proses yang menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Suharto, 2005);(Maspaitella & Rahakbauwi, 2014).

Fadlina dan Rachmawati (2017) dalam penelitiannya dengan judul Penggunaan Pendekatan Healing Architecture dan Konsep Therapeutic Spaces Pada Rancangan Fasilitas Rehabilitasi Sosial Bagi Korban Narkoba. Hasil akhir dari penelitian ini adalah bahwa dalam siklus pemulihan ada kesesuaian antara metodologi kantor teknik pemulihan dan gagasan ruang bantuan yang sesuai dengan teknik pemulihan korban narkoba yang banyak digunakan di Indonesia, khususnya daerah restoratif.

Daerah objek desain menghadirkan lingkungan dengan elemen alam yang kuat yang mendorong dan memfasilitasi interaksi sosial. Para korban narkoba dapat memperoleh manfaat dari hal-hal tersebut selama masa rehabilitasinya sehingga mereka dapat kembali bekerja dan bermasyarakat.

Pauzana (2022) dalam penelitiannya mengenai konseling kelompok mengurangi kecemasan residen rehabilitasi dengan masalah penyalahgunaan narkoba. Penelitian ini adalah untuk memutuskan kelangsungan pertemuan menyarankan untuk mengurangi kegugupan dalam mengelola iklim sosial pada penghuni melalui pemulihan dengan masalah kecanduan narkoba. Studi ini menunjukkan bahwa residen yang pernah mengikuti kegiatan konseling kelompok memiliki kecemasan yang lebih sedikit karena mereka tahu bahwa mereka tidak sendirian.

Mereka juga merasa lebih nyaman di lingkungannya setelahnya, meskipun memiliki riwayat penyalahgunaan narkoba karena mendapat dukungan dari orang-orang dalam kelompok yang memiliki masalah yang sama. Selain itu, warga yang sebelumnya menjadi peserta pasif dalam semua kegiatan rehabilitasi mulai berani mengungkapkan pendapatnya di forum-forum. Ketika orang mendapat dukungan dari sekelompok orang yang sama-sama menjalani pengarahan kelompok hal itu akan mempengaruhi pengakuan diri si penghuni.

Schaefer, Irvine, Bouchard (2021) di dalam penelitian yang judulnya Integrasi Jaringan dalam Komunitas Terapi Berbasis Penjara. penelitian inimenjelaskan mekanisme penting integrasi dan keterlibatan dalam terapi komuniti berbasis penjara. Memahami siapa yang berhasil berintegrasi ke dalam terapi komuniti, dan bagaimana proses sosial, kunci dari semua mekanisme terapi komuniti, memengaruhi integrasi tersebut merupakan langkah penting dalam memahami pengoperasian terapi komuniti berbasis penjara. Mengingat prevalensi terapi komuniti berbasis penjara, pemahaman yang lebih dalam tentang mekanisme integrasi ke dalam masyarakat sebagai model metode akan menawarkan implikasi kebijakan yang signifikan.

Welsh, Wayne (2008) pada penelitiannya yang berjudul Predictors Of Therapeutic Engagement In Prison-Based Drug Treatment. Mengenai penentu keberhasilan program rehabilitasi dengan metode Therapeutic Community berbasis penjara dengan tjuan untuk melihat factor-faktor pendukung dalam keberhasilan program Therapeutic Community.

Mereka menjelaskan bahwa menemukan faktor-faktor penentu keberhasilan program rehabilitasi yaitu tingkat motivasi diprediksi memiliki efek pada rehabilitasi yang dilakukan, dukungan kelurga, dukungan sebaya, kompetensi konselor, hubungan konselor dan struktur pelaksanaan program dinilai menjadi faktor penting dalam keberhasilan progrm rehabilitasi.

Sehingga dapat disimpulkan, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh sejumlah peneliti memberikan hasil bahwa keberhasilan program rehabilitasi therapeutic community ini dipengaruhi oleh banyak faktor-faktor yang mendukung seperti motivasi individu, dukungan keluarga, dukungan sebaya dan lingkungan yang mendukung serta hubungan dengan konselor juga dapat mempengaruhi keberhasilan program rehabilitasi

Dengan adanya komitmen program tersebut dalam proses pemulihan obat di tempat pemulihan obat-obat terlarang di Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang. Maka dalam hal ini turut serta membantu pemerintah sebagai usaha untuk mendayagunakan masyarakat Indonesia yakni dengan diberikannya terapi dan penyembuhan kepada pasien pecandu. Kemudian, Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-rahman Palembang adalah satu-satunya yang di kota Palembang yang menerapkan metode Therapeutic Community yang dilakukan berdasarkan nilai-nilai keagamaan.

Hal inilah yang menarik penulis untuk melakukan kajian lebih mendalam tentang program Pengembangan kapasitas bagi pasien yang dapat disebut sebagai residen dengan tahapan merehabilitasi pecandu narkoba menggunakan metode komunitas terapeutik. Adapun masalah penelitian ini adalah (1) Bagaimana Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang melaksanakan program pengembangan kapasitas sebagai bagian dari pengobatan penyalahgunaan narkoba menggunakan metode Therapeutic Community?: (2) Apa faktor pendukung dan penghambat bagi Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang dalam melaksanakan proses Pengembangan kapasitas Pasien Pengguna Narkoba (Residen) dengan metode Therapeutic Community?: (3) Bagaimana hasil pelaksanaan program pengembangan kapasitas pasien pengguna narkoba (Residen) dari proses pengobatan penyalahgunaan narkoba dengan menggunakan metode Therapeutic Community di Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang?

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yaitu kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang menggunakan kata-kata lisan atau tulisan dan perilaku yang diamati untuk menghasilkan data deskriptif (Moleong, 2005);(Sugiyono, 2019). Strategi yang digunakan yaitu fenomenologi dengan tujuan Tujuan strategi penelitian fenomenologi ini untuk mengetahui atau melihat pengalaman residen atau korban penyalahgunaan narkoba menjadi fokus penelitian ini dengan residen berpartisipasi dalam kegiatan yang berkaitan dengan pola komunikasi fasilitas rehabilitasi.

Berdasarkan kesadaran individu terhadap pengalamannya sendiri, penelitian fenomenologi berusaha menjelaskan dan menguraikan makna dari konsep atau fenomena. Metode penelitian fenomenologis ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimana seorang individu menggambarkan dunia dan mengkonstruksi makna dari interaksi dengan orang lain dengan sengaja dengan tujuan untuk memahami apa dan bagaimana seseorang mengembangkan pemahaman melalui peristiwa kehidupan sehari-hari, ia harus memasuki dunia konseptual subjek yang diteliti selama aktivitasnya. Karena penelitian ini dilakukan di lapangan tidak ada batasan bagaimana fenomena yang dipelajari dapat ditafsirkan atau dipahami.

Penelitian ini menggunakan snowball sampling untuk mencari sumber data. Snowball Sampling adalah cara mencari, memilih, dan mengambil sampel dari jaringan atau rantai hubungan yang berkesinambungan. Prosedur Snowball Sampling adalah teknik pemeriksaan dimana contoh diperoleh melalui siklus yang bergerak mulai dari satu responden kemudian ke responden berikutnya.

Jenis dan sumber data berasal dari data primer dan sekunder lalu untuk informan terdiri dari infroman inti, informan utama dan infroman pendamping dengan Kelompok pasien pengguna narkoba di Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang adalah kelompok unit analisis penelitian ini, Teknik pengumpulan data menngunakan teknik trigulasi yaitu observasi, dokumentasi dan wawancara dan terakhir data dianalisis dengan menggunakan beberapa langkah sesuai teori Miles, Huberman dan Saldana (2014) yaitu menganalisis data dengan tiga langkah: kondensasi data (condensation), menyajikan data (display), dan menarik simpulan atau verifikasi (conclusion drawing and verification).

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Pelaksanaan Program Pengembangan Kapasitas Melalui Proses Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba dengan Metode Therapeutic Community

����������� Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang menjalankan berbagai program untuk mendukung pengembangan kapasitas, terutama untuk korban penyalahgunaan narkoba. Program-program ini menunjukkan bahwa program pengembangan kapasitas melalui rehabilitasi penyalahgunaan narkoba dengan metode Therapeutic Community yang terdiri dari Alur atau tahap pelayanan yang dilakukan oleh Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang dalam pengembangan kapasitas para residen.

1. Alur dan Proses Tahapan yang dilakukan Meliputi:

Bagan 1 Alur/Tahap Pelayanan

(Sumber: Dokumentasi Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang)

 

a. Tahap Penerimaan dan Detoksifikasi (Intake Process)

Pada tahapan ini calon residen datang ke Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang kemudian mengikuti sejumlah prosedur, termasuk interview diawal, mengisi formulir perjanjian, melakukan pemeriksaan pakaian dan alatpribadi, dan pengecekan secara fisik dan psikis.

Proses detoksifikasi dilakukan pada mereka dalam jangka waktu selama satu hingga dua minggu untuk mendetoks setiap racun dalam tubuh mereka dan mencegah terjadi sakau. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengumpulkan informasi tentang latar belakang dan sejarah residen, termasuk data pribadi dan keluarga, serta riwayat penggunaan atau penyalahgunaan NAPZA. Setelah menyelesaikan prosedur sebelumnya di tahap ini, residen dapat melanjutkan ke tahap berikutnya yakni Entry Unit.

 

b. Tahap Pemulihan Awal (Entry Unit)

Pada tahap ini, penghuni akan disosialisasikan berkaitan program, terapi, dan perawatan yang diterima ketika berada di panti. Proses ini dilakukan oleh seluruh penghuni yang baru masuk dan akan mendapatkan pendampingan dari fasilitator, berlangsung dalam kurun waktu dua hingga tiga minggu sebagai tahapan persiapan bagi para residen sebelum menyiapkan dirinya memasuki tahapan yang pertama.

 

c. Tahap Rawatan Utama (Primary Stage)

����������� Setelah melewati tahap Entry Unit (tahap pemulihan awal), kemudian akan memasuki tahaoan selanjutnya, yang memiliki tujuan pembinaan terhadap perilaku, emosi, spiritual, pengetahuan, dan keahlian. Tahap ini berlangsung dalam kurun waktu 3-7 bulan (bergantung pada berkembangnya diri. Pada tahapan ini ada 4 fase yaitu fase Perkenalan, fase Intensif, Fase Pematangan, dan Fase Pemantapan.

 

d. Tahap Resosialisasi (Re-Entry Stage)

Re-Entry ialah langkah memulihkan dirinya, bertanggungjawab sosial dan psikologis, agar penghuni dapat dan mampu berinteraksi dengan masyarakat dan kedluarga secara bertahap. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengembalikan pengguna ke masyarakat dan keluarga sebagai orang yang positif dan produktif. Selain itu, menanamkan kepercayaan untuk bertanggung jawab kepada masyarakat, keluarga, dan dirinya sendiri.

 

e. Tahap Pembinaan Lanjut dan Terminasi (After Care Stage)

Pada tahap ini sasarannya ialah alumni atau mantan residen program yang telah diakui lulus dari sini. Kegiatan dilakukan diluar panti dan tiap angkatan terlibat dibawah komando dan dampingan dari petugas pengelola panti . Tujuan pembentukan kelompok alumni adalah untuk memastikan bahwa adanya tempat (kelompok) yang sehat, memahami diri mereka sendiri, dan dikelilingi oleh lingkungan yang positif.

 

2. Kegiatan di Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang

Kegiatan yang dilaksanakan oleh Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang untuk korban penyalahgunaan narkoba yaitu dimulai dan terdiri dari Morning Meeting, Morning Briefing, Evening Wrap Up, Residen Meeting, Weekend Wrap Up, Induction Group, PAGE (Peer Accountibily Group Evaluation), Static Group, Confrontation Group, Group Sharing, Family Visit, Edcounter Group, Seminar, Diskusi, Kelas Keagamaan, Membaca Yasin dan Dialog, Makan Pagi, makan siang dan makan malam, Function, Sport Out Door, Dynamic Group. Kemudian terdapat pula kegiatan yang mendukung disamping dari kegiatan utama yang telah diuraikan sebelumnya, adapun kegiatannya meliputi. (1) keterampilan montir mobil dan motor, (2) keterampilan computer, (3) keterampilan musik, (4) on job training.

 

3. Metode yang Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang dalam Menanggulangi Korban Penyalahgunaan Narkoba

Di Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang, program terapi dan rehabilitasi korban penyalahgunaan NAPZA mencakup rehabilitasi medis, detoksifikasi, dan rehabilitasi sosial, serta mengembalikan korban penyalahgunaan NAPZA (residen) kepada keluarga dan lingkungan sosialnya. Program ini berlangsung selama 1 hingga 4 bulan dan melibatkan berbagai profesi dalam satu tim.

Di Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang yang melaksanakan program terapi dan rehabilitasi menggunakan metode Therapeutic Community yang berfokus pada "bagi, oleh, dan untuk pecandu itu sendiri" dan "orang untuk membantu orang lain untuk membantu dirinya sendiri" (man to help man to help himself.

 

4. Indikator Keberhasilan Proses Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba di Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang

Dalam proses rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba, Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-RahmanPalembang memiliki indikator keberhasilan yang mendorong mereka untuk terus membantu dalam pengembangan kapasitas melalui proses rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan indikator keberhasilan dari Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang yaitu:Para residen mempunyai semangat yang tinggi untuk maju, baik dalam belajar atau bekerja lalu mampu beradaptasi dengan baik terhadap norma-norma yang berlaku dan residen benar-benar terbebas dari ketergantungan narkoba dan dapat mengatasi gejala putus zat yang timbul.

Ada dua bagian indicator keberhasilan melalui program ini yaitu yang disebut juga dengan Clean yaitu dengan ciri-cirinya yaitu: (1) residen sudah benar-benar tidak menggunakan narkoba lagi dan, (2) residen mampu menghilangkan keinginan untuk kembali menyalahgunakan narkoba. Sober dengan ciri-cirinya adalah (1) residen tidak berkumpul kembali dengan komunitas pelaku penyalahguna narkoba baik itu teman atau keluarganya, (2) residen memilikikesadaran untuk hidup sehat, teratur dan penuh disiplin, (3) mampu mengendalikan diri, lalu residen memiliki kriteria kepulihan di dalam dirinya seperti tidak menggunakan narkoba secara total, tidak lagi melakukan tindak criminal, menjadi orang yang produktif, memiliki pola hidup yang sehat, mempunyai pola piker yang selalu positif dan memilki sifat sabar yang besar.

 

B.     Hasil Pelaksanaan Program Pengembangan Kapasitas Melalui Proses Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba Dengan Metode Therapeutic Community (TC)

Proses rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba dengan menggunakan metode Therapeutic Community di Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembangdapat dikatakan sebagai upaya Pengembangan kapasitas. Hal ini dapat terlihat dari tujuan dari seluruh rangkain dan kegiatan yang ada dalam Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang yang mengacu pada upaya pengembangan kapasitas.

Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang adalah lembaga khusus yang didirikan untuk membantu korban penyalahgunaan narkoba dan berkontribusi besar pada upaya pengembangan kapasitas melalui proses rehabilitasi mereka. Dengan metodenya ialah Therapeutic Community. Adapun fokus utamanya ialah membina dengan empat hal instrumen utamanya yang meliputi: a) Perubahan perilaku. b) Penataan emosi dan psikologi. c) Peningkatan bidang spiritual dan intelektual. d) Kemampuan bertahan hidup dan kemandirian.

 

C. Faktor-faktor yang Menjadi Penghambat Dan Pendukung bagi Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang dalam Merehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkoba dengan Metode Therapeutic Community

Dalam pelaksanaan keberfungsian sebuah lembaga, faktor penghambat dan pendukung selalu ada dalam proses pelaksanaannya. Faktor penghambat yang ada dalam proses rehabilitasi penyalahgunaan narkoba di Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang yaitu adanya hambatan biaya dimana Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang belum mampu membeli/menyediakan fasilitas-fasilitas yang canggih dalam proses rehabilitasi.

Walaupun sebenarnya, dalam proses rehabilitasi penyalahgunaan narkoba perlu adanya fasilitas yang memadai dalam menunjang keberhasilan dari proses rehabilitasi tersebut. Fasilitas-fasilitas yag ada di Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang sudah cukup menunjang tetapi ada beberapa fasilitas yang memang belum ada di Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang seperti ruang terapi yang modern dengan ketersediaan computer, peralatan medis yang masih minim seperti belum adanya tabung oksigen laluruang terapi dengan CCTV, serta fasilitas-fasilitas canggih lainnya

1. Faktor Penghambat

Faktor pertama adalah kurangnya kesadaran dari anggota keluarga terutama orang tuapasien rehabilitasi karena masih minimnya informasi yang didapatkan oleh para orang tua terhadap program rehabilitasi yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun yayasan sosial hal ini juga diikuti dengan ketakutan dari para pengguna narkoba dan keluarga dalam melaporkan dalam mencari solusi permasalahan kecanduan narkoba tersebut akan dijadikan target operasi karena pandangan kepolisian masih menerapkan pidana penjara bagi pecandu narkotika.

Para penyidik polisi masih bertahan dengan pandangan bahwa tempat rehabilitasi belum memadai dan jumlahnya belum sesuai kebutuhan. Hambatan lainnya pada pembiayaan karena Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang masih bergantung dengan iuran bulananadministrasi dari para residen sehingga anggaran masih tergantung dengan kuantitas jumlah residen karena pihak panti rehabilitasi tidak mendapatkan pendanaan tetap dari pemerintah karena Panti Rehabilitasi Narkoba Narkoba Ar-Rahman Palembang sifatnya swasta dan pihak Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman juga belum dapat menyediakanruang terapi yang modern, seperti layar LCD, serta fasilitas-fasilitas penunjang yang canggih lainnya.

Fasilitas dalam proses terapi dan rehabilitasi sangat penting untuk keberhasilan proses karena fasilitas yang memadai dan canggih akan digunakan sebagai alat bantu dalam proses terapi dan rehabilitasi.

 

2. Faktor Pendukung

Adanya keinginan yang besar dari residen untuk sembuh total dari penyalahgunaan narkoba. Dukungan dari pihak luar seperti lembaga NGO (Non-Governmental Organization) yang memiliki kepentingan sosial dan ligkungan berupa pendanaan dan non-materil berupa keilmuan dan wawasan mengenai pengembangan kapasitas.Dukungan lainnya adalah adanya keikhlasan, kekompakan, kesukarelawanan dan semangat yang besar dari para pengelola dan tenaga profesional dalam proses rehabilitasi, dan ketersediaan sarana dan prasarana yang sudah cukup baik untuk proses rehabilitasi.

 

Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : (1) seluruh rangkaian tahapan yang ada di Panti Rehabilitasi Narkoba Ar-Rahman Palembang yaitu : Tahap awal penerimaan, tahap pemulihan awal, tahap rawatan utama, tahap resosialisasi, tahap pembinaan lanjut, (2) hasil pelaksanaan program pengembangan kapasitas melalui proses rehabilitasi penyalahgunaan narkoba dengan metode Therapeutic Communityyaitu adanya perubahan perilaku, penataan emosi dan psikologi, peningkatan bidang spiritual dan intelektual, kemampuan bertahan hidup dan kemandirian, serta adanya sebuah pengembangan kapasitas khususnya untuk korban penyalahgunaan narkoba.

Selain itu juga adanya clean and Sober, residen terbebas dari narkoba, (3) faktor penghambat : adanya hambatan dari segi pembiayaan dan kurangnya pemahaman para pengguna narkoba dan keluarga mengenai program rehabilitasi di badan pemerintahan seperti Badan Narkotika Nasional serta yayasan sosial seperti panti rehabilitasi.Sedangkan faktor pendukung: adanya keikhlasan, kekompakan dan semangat para pengelola dan tenaga profesional dalam merehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba (residen), adanya keinginan/motivasi yang tinggi dari residen dengan dukungan wali/Keluarga.

 

BIBLIOGRAFI

Amanda, Maudy Pritha, Humaedi, Sahadi, & Santoso, Meilanny Budiarti. (2017). Penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja (Adolescent Substance Abuse). Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(2).

 

Kela, Doni Albert. (2015). Penyalahgunaan Narkotika Ditinjau dari Undang-undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Lex Crimen, 4(6).

 

Majid, Abdul. (2020). Bahaya Penyalahgunaan Narkoba. Alprin.

 

Maspaitella, M. J., & Rahakbauwi, Nancy. (2014). Pembangunan Kesejahteraan Sosial: Pemberdayaan Masyarakat dalam Pendekatan Pekerja Sosial. Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah Sosial, 5(2), 157�164.

 

Miles, M. B., Huberman, A. M., & Saldana, J. (2014). Qualitative Data Analysis A Methods Sourcebook Edition 3. United States of America.

 

Moleong, Lexy J. (2005). metodologi penelitian kualitatif, Bandung: Remaja. Rosdakarya. T. Hani.

 

Pahlevi, Diki. (2020). Peran Badan Narkotika Nasional (Bnn) Dalam Penanggulangan Narkoba Di Kelurahan Pelita Kota Samarinda. Ilmu Pemerintahan, 8(2), 60�75.

 

Pauzana, Anisa. (2022). Konseling Kelompok Mengurangi Kecemasan Residen Rehabilitasi dengan Masalah Penyalahgunaan Narkoba. Jurnal Inovasi Penelitian, 2(11), 3705�3708.

 

Rismanda, Cakra, & Ginting, Rehnalemken. (2018). Faktor-Faktor Penyebab Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Di Kota Surakarta. Jurnal Hukum Pidana Dan Penanggulangan Kejahatan, 6(2), 227�243.

 

Saputra, Putra Pratama. (2017). Penguatan Manajemen Organisasi Lokal dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif di Bandung. Pekerjaan Sosial, 16(1).

 

Schaefer, David R., Davidson, Kimberly M., Haynie, Dana L., & Bouchard, Martin. (2021). Network integration within a prison-based therapeutic community. Social Networks, 64, 16�28.

 

St Fatmawati, L., & Niasa, La. (2022). Penanggulangan Peredaran Dan Penyalahgunaan Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak Dikota Kendari. Sultra Law Review, 4(1), 1�22.

 

Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta.

 

Sumadyo, Hadi. (2001). Psikologi Sosial. Bandung: Pustaka Setia.

 

Welsh, Wayne N., & McGrain, Patrick N. (2008). Predictors of therapeutic engagement in prison-based drug treatment. Drug and Alcohol Dependence, 96(3), 271�280. https://doi.org/doi.org/10.1016/j.drugalcdep.2008.03.019

 

Copyright holder:

Aidil Fitri, Sriati, Yoyok Hendarso (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: