Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 09, September 2022��������������
STRATEGI PENERAPAN KONSEP TRANSIT
ORIENTED DEVELOPMENT (TOD) DI KOTA BOGOR
Muhammad Fikri Putra1*, Khursatul
Munibah2, Janthy
Trilusianthy Hidayat3
1*Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Indonesia
2Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Indonesia
3Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan, Indonesia
Email: *fikriputrap@gmail.com
Abstrak
Sebagai salah
satu daerah penyangga yang berbatasan langsung dengan Kota Jakarta, Kota Bogor
telah mengalami pertumbuhan penduduk yang signifikan sejak tahun 2014 hingga
2020 sebesar 1,6% per tahun. Memiliki angka pertumbuhan jumlah kendaraan
sebesar 44% selama tahun 2013 hingga 2021, menjadikan Kota Bogor sebagai kota
termacet nomor lima di Indonesia. Hal ini menjadi indikator diperlukannya
penataan kawasan dan pergeseran stigma penggunaan transportasi umum yang
terintegrasi dengan pembangunan kawasan sekitar yang memadai di sebagai salah
satu solusi untuk mencegah fenomena penjalaran kota.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat tingkat kesesuaian kawasan transit di
Kota Bogor untuk dikembangkan dengan konsep Transit Oriented Development (TOD)
dengan memanfaatkan variabel berupa area transit, penggunaan lahan, dan kebijakan tata ruang. Pengamatan riset ini difokuskan
pada 7 titik area transit dengan radius 400 hingga 800 meter dari stasiun, yang
ditentukan dengan
metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Technique for Order Preference by
Similarity to Ideal Solution (TOPSIS). Berdasarkan penelitian, ditemui bahwa kesesuaian konsep TOD kawasan masih
dalam kategori rendah-sedang. Terdapat potensi pengembangan kawasan yaitu
menggunakan Strategi redevelopment site untuk kawasan Stasiun
Bogor-Paledang dan Terminal Baranangsiang, Strategi infill development site untuk kawasan Terminal Bubulak, sedangkan untuk empat rencana stoplet Kota
Bogor dapat diarahakan
pengembangan dengan new growth area.
Kata Kunci:�
aksesibilitas, analisis jaringan, transit, transportasi�
Abstract
As one of the hinterlands that
directly adjacent to Jakarta, Bogor City has experienced a rapid population growth
of 1,6% annually between 2014 and 2020. Being fifth
the most congested city in Indonesia with vehicle growth rate of 44% during
2013 until 2020, the rapid population growth will also implicated to the demand
of public transportation system to prevent urban sprawling. The concept of
Transit Oriented Development (TOD) is to utilize various variables including
transits, land use, and policies. This allow to identify whether a transit area
can be developed by the TOD concept. This research took place among the transit
areas of 7 planned TOD areas in Bogor City with observation area within radius
of 400 to 800 meters from the public transportations station. Transit locations
are determined by accessibility and facilities analysis, Analytical Hierarchy
Process (AHP) and Technique for Order Preference by Similarity to Ideal
Solution (TOPSIS) method. Using the TOD concept suitability analysis, the
planned TOD areas in Bogor City are classified as having a low to medium TOD
level. Based on this research, it was discovered
that there is a lack of adequate outlook regarding the urban development,
leading to misuse of urban land and urban sprawl in Bogor City, suggesting that
a redevelopment site strategy for Bogor-Paledang Station and Baranangsiang
Terminal, infill development site strategy for Bubulak Terminal area, and new
growth area strategy for the planned 4 stoplets in Bogor City could be a good
way to address this issue.
Keyword:� accessibility, network
analysis, transit, transportation��
Pendahuluan
Kota Bogor merupakan salah
satu kota penyangga bagi kota inti di wilayah
metropolitan Jabodetabek. Interaksi
Jakarta dengan Kota Bogor di wilayah metropolitan Jabodetabek, menimbulkan
pertumbuhan tinggi pada aspek mobilitas penduduk dan perkembangannya berimplikasi
pada kebutuhan ruang kota yang besar (Hidajat, 2013). Fenomena tersebut berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan
berdampak negatif terhadap sektor kesenjangan pembangunan antara kota inti dengan kota penyangga. Laju pertumbuhan penduduk
rata rata Kota Bogor pada periode 2014�2020 sebesar 1,6%
per tahun, nilai ini lebih tinggi laju pertumbuhan penduduk rata rata Provinsi
Jawa Barat sebesar 1,1% per tahun. (BPS Provinsi Jawa Barat 2020; BPS Kota
Bogor 2020).
Periode
tahun 2014 hingga 2020 peningkatan luas pemukiman dan perumahan sebesar 267,63 Ha (5%) (BPS Kota Bogor 2015, BPS Kota Bogor 2021).
Peningkatan pertumbuhan penduduk berbanding lurus dengan peningkatan kebutuan
lahan terbangun untuk tempat tinggal. Pertumbuhan penduduk berimplikasi pada
kebutuhan transportasi dalam melakukan mobilitas. Portal Open Data Jawa Barat
mendata tahun 2013-2021, jumlah kepemilikan kendaraan bermotor Kota Bogor
meningkat sebesar 44%. Pada tahun 2022, INIRIX melakukan survey Global
Traffic Scorecard menghasilkan Kota Bogor termasuk dalam peringkat 5 kota
termacet di Indonesia, dengan durasi waktu terbuang 7 jam pada jam sibuk. Moda transportasi umum berbasis rel
mendominasi pergerakan penduduk di Kota Bogor, data PT
Kereta Commuter Indonesia tahun 2019, Stasiun Bogor melayani 17.725.955
penumpang atau sekitar 48.564 penumpang setiap hari. Stasiun Bogor merupakan
penunjang jalur mobilitas penduduk yang menghubungkan Bogor dengan Jadetabek.
Perencanaan bersifat berkelanjutan pada
kawasan transit dengan mengintegrasikan fungsi kawasan dan sistem transportasi
dapat menjadi solusi meminimalkan masalah kota.
Rencana pembangunan kawasan transit di Kota Bogor tercantum pada Peraturan
Daerah Kota Bogor Nomor 6 tahun 2021 tentang Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Bogor tahun 2011-2031. Peraturan daerah menitikberatkan penggunaan konsep Transit
Oriented Development (TOD) sebagai solusi peningkatan aksesibilitas dan
mobilitas. Tujuan penerapan konsep TOD adalah mengoptimalkan kawasan memiliki
kemudahan akses terhadap transportasi umum untuk menunjang mobilitas penduduk, memadatkan penggunaan lahan pada
kawasan transit yang di fasilitasi transportasi umum dan pandangan aspek
ekonomi menjadikan kawasan transit menjadi aspek ekonomi hub.
Penggunaan
konsep TOD mengarahkan transit rider memanfaatkan pedestrian dalam
memulai dan menghakhri perjalanan, dengan meninjau kemampuan seseorang
melakukan pergerakan tanpa moda (berjalan kaki) berjarak 400-800 m.
Konektivitas antar moda didesain pada kawasan transit dapat mendukung pertumbuhan
wilayah yang lebih terencana dengan tujuan untuk sarana mobilitas efektif
berimplikasi penggunaan kendaraan pribadi, kemacetan dan pembangunan kota. Kawasan transit Kota Bogor terdiri 7 titik rencana
kawasan TOD Kota Bogor yang dikategorikan kedalam 2 kategori yaitu TOD kota dan TOD subkota. Tahapan analisis adalah meninjau
kondisi dan kesesuaiaan penerapan konsep TOD di titik transit Kota Bogor,
sehingga dapat ditentukan model dan Strategi kesesuaian penerapan TOD dapat
menjadi masukan penyusunan kebijakan skala detail pada kawasan titik transit di
Kota Bogor.
Metode Penelitian
Penelitian
dilaksanakan mulai bulan Juni 2022 hingga bulan Agustus 2023 pada 7 titik
kawasan transit Kota Bogor. Radius penelitian ditentukan berdasarkan
keterjangkauan jalan eksisting 400-800 meter intersect dengan data
adminitrasi dalam unit Rukun Warga. Penelitian dibagi menjadi 4 tahapan,
menganalisis kawasan berdasarkan aksesibilitas, ketersediaan fasilitas,
kesesuaian indikator penerapan konsep TOD, dan penentuan Strategi kawasan.
Hasil dan Pembahasan
Analisis Kawasan Transit Berdasarkan
Kondisi Aksesibilitas
����������� Analisis
aksesibilitas kawasan transit dilakukan dengan perhitungan nilai indikator
sentralitas dan indeks konektivitas. Perhitungan sentralitas kawasan
dibagi menjadi 3 jenis, yaitu degree centrality, betweeness centrality
dan eigenvector centrality. Degree centrality berfokus pada node
kawasan yang berkaitan dengan node lainnya. Eigenvector centrality
merupakan perhitungan sentralitas dengan menilai besar pengaruh berdasarkan
bobot terhadap node lain. Betweenness centrality merupakan ukuran node
berperan sebagai penghubung antara beberapa node. Penerapan konsep TOD terdapat
prinsip konektivitas diukur dari ketersediaan jalan dan persimpangan yang
menghubungkan setiap segmen jalan, yang terhubung dengan kawasan transit. Nilai
indikator dilakukan skoring dengan rentang 1-3 (Tabel 1), dimana nilai 3
merupakan nilai indikator terbaik. Tipologi ditentukan dengan menjumlahkan
nilai skor. Tipologi tinggi memiliki nilai (10-12), tipologi sedang bernilai
(8-9) dan tipologi rendah bernilai (4-6). Analisis aksesibilitas kawasan
transit berdasarkan perhitungan nilai indikator sentralitas dan indeks
konektivitas dijelaskan pada Tabel 1.
Tabel 1
Indikator Penentuan Tingkat
Aksesibilitas Kawasan Transit
Variabel |
Indikator |
||
1 |
2 |
3 |
|
Degree centrality |
0-0,33 |
0,34-0,67 |
0,68-1 |
Eigenvector centrality |
0-0,33 |
0,34-0,67 |
0,68-1 |
Betweeness centrality |
0-0,33 |
0,34-0,67 |
0,68-1 |
Indeks konektivitas |
<1 |
1 |
>1 |
Analisis Kawasan Transit Berdasarkan
Ketersediaan Fasilitas
Analisis ketersediaan fasilitas Kawasan transit dilakukan
dengan menggunakan metode skalogram, metode mengidentifikasi ketersediaan
fasilitas sarana prasarana yang mampu menunjang penentuan hirearki wilayah.
Enam variabel jenis fasilitas digunakan antara lain: fasilitas perdaganan dan
jasa, penginapan, perkantoran, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan dan
fasilirtas keagamaan. Hierarki wilayah dihasilkan bertujuan untuk analisis
wilayah penelitian pada aspek fisik dan sosial ekonomi. Data potensi desa multi
temporal tahun 2014 dan 2020 digunakan sebagai perbandingan perkembangan
kawasan berdasarkan ketersediaan fasilitasnya.
Hasil analisis adalah nilai Indeks Perkembangan Desa
(IPD) dan laju pertumbuhan rata rata kawasan. Nilai IPD menunjukkan kaitan
antara fasilitas yang tersedia dengan fungsi daerah sebagai pusat pertumbuhan.
Ketersediaan fasilitas dimiliki oleh suatu wilayah, maka wilayah tersebut
memiliki fungsi yang lebih besar dibandingkan dengan wilayah lainnya. Unit
analisis yang digunakan merupakan skala kelurahan di Kota Bogor, lalu
dideliniasi pada Kawasan yang berada di radius kawasan TOD. Perbandingan hasil
IPD tahun 2014 dan 2020 akan menjadi indikator
perkembangan kawasan berdasarkan ketersediaan fasilitas. Hasil nilai IPD
dikategorikan menjadi 3 hierarki yaitu tinggi, sedang dan rendah dengan indikator
pada Tabel 2.
�
Tabel 2
Klasifikasi Hierarki
Wilayah
Kelas |
Indikator |
Tingkat
Hierarki |
Hierarki
I |
IPD
> (rataan + simpangan baku IPD |
Tinggi |
Hierarki
II |
rataan
≤ IPD ≤ (rataan + simpangan�
baku IPD ) |
Sedang |
Hierarki
III |
IPD
< rataan |
Rendah |
Identifikasi Keseuaian Kawasan dengan
Prinsip TOD
Analisis kesesuaian dengan prinsip TOD pada kawasan
transit, didasari prinsip TOD hasil uji literatur tahun 2014-2021 di Indonesia
dan berpedoman pada Peraturan Mentri ATR BPN No. 16 Tahun 2017 dan ITDP 3.0
sebagaimana dijelaskan pada Tabel 3.
Peneliti |
Tahun |
Variabel TOD |
||||
Transit |
Density |
Diversity |
Design |
Lainnya |
||
Fahma |
2014 |
Ketersediaan transportasi |
Kepadatan penumpang |
Penggunaan lahan |
Lahan parkir |
Lokasi Halte |
Ramdhani,
et al |
2017 |
|
Kepadatan bangunan KLB, KDB |
Penggunaan lahan |
Jalur pedestrian, konektivitas, ketersediaan jalur sepeda |
|
Priadmaja
et al |
2017 |
Transit |
Compact |
Mixed |
Walk, cycle |
|
Jati, et al |
2017 |
Koneksi jaringan jalan |
Kepadatan wilayah |
Land use |
Jalur pedestrian, ruang terbuka dan lahan parkir |
|
Taki |
2018 |
|
Kepadatan bangunan |
Rasio penggunaan lahan |
Konektivitas pejalan kaki, lahan parkir |
|
Surtaryo & Dwisaraswati |
2019 |
|
Density |
Diversity |
Design |
|
Ayuningtias& Karmilah |
2019 |
Density |
Diversity |
Design |
||
Gunawan et al |
2020 |
Location/ Accessbility |
|
|
Design/ Structure |
Environment/ Neighborhood |
Wilza, et al |
2021 |
Ketersediaan Transportasi |
Density |
Diversity |
|
Kebijakan tata ruang |
Hasil uji literatur tahun 2014 � 2021, variabel penerapan
konsep TOD di Indonesia adalah transit, density, diversity dan design.
Perbedaan prinsip dasar dan variabel yang digunakan pada wilayah penelitian
menunjukan penerapan konsep TOD dipengaruhi karakteristik kawasan transit,
sehingga dalam penelitian ditambahkan variabel kesesuaian kebijakan rencana
tata ruang untuk mendukung penerapan konsep TOD di Kota Bogor. Lima prinsip ini
diturunkan menjadi 10 indikator yang bersifat kuantitatif. Pendekatan nilai
kuantitatif dengan teknik skoring digunakan pada setiap indikator memiliki nilai
skor 0 � 3, hal ini bertujuan menilai karakteristik kawasan secara objektif
pada radius yang ditentukan 400 - 800 m atau waktu tempuh dengan berjalan kaki
5-10 menit, sehingga dapat memberikan informasi deskriptif secara terukur.
Skoring dan rincian indikator yang digunakan pada penelitian dijelaskan pada Tabel
4.
Tabel 4
Skor Variabel dan Indikator Analisis Konsep TOD
Variable |
Indikator |
Unit |
Skor |
|
||||||
0 |
1 |
2 |
3 |
|
||||||
Transit |
Jumlah moda transportasi |
0 |
1 |
2 |
>2 |
|
||||
Frekuensi moda tansportasi (headway) |
menit |
>30 |
15-30 |
5 -14 |
<5 |
|
||||
Density |
Tinggi Bnagunan rata-rata |
Lantai |
1 |
1-3 |
3-5 |
>5 |
|
|||
Tutupan lahan terbangun |
% |
< 60 |
60 - 70 |
71 � 80 |
>80 |
|
||||
Kepadatan populasi |
jiwa / ha |
<60 |
60 � 96 |
96 � 200 |
>200 |
|
||||
Diversity |
Jumlah jenis pemanfaatan ruang |
0 |
1-2 |
3-4 |
>4 |
|
||||
Rasio presentase hunian dan non
hunian |
% huninan : % non hunian |
>80
: <20 |
70-80: |
60-69:
|
30-59:
|
|||||
Design |
Aspek Berjalan Kaki* |
% |
<80 |
80< x < 90 |
90< x < 100 |
100 |
||||
Aspek Bersepeda* |
|
Tidak
terdapat fasilitas Besepeda |
Tedapat
jalur sepeda, tidak ada tempat parkir sepeda�
gedung transit mauppun gedung pada rasius 200 meter |
Tedapat
jalur sepeda, tidak ada tempat parkir sepeda�
gedung transit, terdapat parkir sepeda pada rasius 200 meter |
Tedapat
jalur sepeda, tempat parkir pada gedung transit, terdapat gedung parkir
sepeda pada rasius 200 meter |
|||||
Kebijakan
Tata Ruang |
Kedekatan kawasan Strategis |
Tidak ada |
Terdapat 1 KSK sudut kepentingan |
Terdapat 2 KSK sudut kepentingan |
Terdapat >2 KSK sudut
kepentingan |
|||||
Penentuan kesesuiaan Kawasan dengan
konsep Transit dibangun menggunakan metode Multiple
Criteria Decision Making (MCDM) yaitu metode AHP (Analytical Hierarchy
Process) dan Technique for Order Preference by Similarity to Ideal
Solution (TOPSIS). Metode memanfaatkan cara pengambilan
keputusan yang menetapkan alternatif terbaik variabel tertentu dalam menentukan
keputusan. Perencanaan kawasan TOD Kota Bogor, metode AHP digunakan untuk
menentukan bobot pada variabel transit, density, diversity, design
dan kebijakan tata ruang. Kuesioner merupakan intrumen yang digunakan dalam
mendapatkan informasi responden. Responden terdiri dari 5 narasumber: konsultan
bidang konstruksi, Lurah, konsultan bidang ekonomi, Staff Dinas Perhubungan dan
pelaju commuter.
Analisis TOPSIS merupakan pendekatan multiciteria decision making (MCDM)
dengan konsep pemilihan alternatif terbaik berdasarkan jarak terdekat dari
solusi ideal positif dan jarak terjauh dari solusi ideal negatif. Solusi ideal
positif adalah pencapaian suatu nilai maksimal untuk kriteria keuntungan dan
pencapaian nilai minimal. Sedangkan solusi ideal negatif adalah pengertian
sebaliknya dimana pencapaian suatu nilai maksimal untuk kriteria biaya dan
pencapaian nilai minimal untuk kriteria keuntungan. Perhitungan kesesuaian
dilakukan dengan melakukan klasifikasi berdasarkan rentang kesesuaian tinggi,
sedang dan rendah, dengan cara mengikutsertakan
perhitungan dengan indikator dengan nilai 1, 2 dan 3 pada setiap indikator.
Perumusan Strategi Pengembangan
Kawasan Transit
Rancangan penerapan kosep TOD di kawasan transit Kota Bogor bertujuan
memberikan masukan kepada pemerintah kota dalam
penyusunan kebijakan tata tata ruang dan sistem tranportasi. Rancangan model
konsep TOD didasarkan hasil analisis penelitian pada tujuan 1 hingga 3.
Tipologi kawasan TOD disusun secara sintesa berdasarkan analisis setiap tujuan
aspek aksesibilitas, ketersediaan fasilitas dan kesesuaian konsep TOD. Strategi
pengembangan kawasan dikategorikan berdasarkan metode pengembangan redevelopment
site, infill development site dan growth area. Hasil metode
pengembangan ini dijadikan acuan dalam mementukan saran/ Strategi yang
digunakan pada setiap kawasan transit. Strategi berupa perubahan yang perlu
dilakukan, sebagai proyeksi pada kawasan transit dengan indikator yang digunakan.�
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat Kawasan Transit Berdasarkan
Kondisi Aksesibilitas
Hasil analisis rata rata degree centrality di Kota Bogor adalah
0,154, betweeness centrality 0.079 dan eigenvector centrality 0,341.
Nilai tertinggi dari aspek sentralitas kawasan diperoleh di kawasan transit
Terminal Baranagsiang. Nilai degree centrality kawasan Baranangsiang
adalah 0,625, kawasan ini terhubung dengan 10 titik transit lain dari 16 titik
transit yang terkoneksi. Hasil nilai betweenness menunjukkan bahwa
kawasan transit Terminal Baranangsiang menjadi titik pertemuan atau jembatan
terhadap titik transit tujuan. Hasil penelitian menjadikan Terminal
Baranangsiang menjadi titik pusat transit Kota Bogor, meninjau kawasan ini
didukung transportasi umum bus antar kota, antar daerah, BRT dan rute angkutan
kota sebagai feeder, selain itu kawasan Terminal Baranangsiang
terintegrasi dengan bus layanan bandara dan rencana transportasi umum berbasis
rel. Hasil sentralistas menujukkan kawasan transit yang berada pada pinggiran
kota kan cenderung memiliki nilai betweenness centrality dengan nilai
rendah. Kawasan stoplet Kertamaya merupakan kawasan transit dengan kondisi
sentralitas terendah di Kota Bogor. Tipologi dan hasil analisis aksesibilitas
dijelaskan pada Tabel 5.
Tabel 5
Hasil Tipologi Kawasan
Berdasarkan Analisis Aksesibilitas
TOD |
Degree Centrality |
Betweeness Centrality |
Eigenvector Centrality |
Indeks Konektivitas |
Tipologi |
T1 |
0,375 (2) |
0,261 (1) |
0,769 (3) |
1,09 (3) |
Sedang (9) |
T2 |
0,625 (2) |
0,644 (2) |
1,000 (3) |
1,10 (3) |
tinggi (10) |
T3 |
0,125 (1) |
0,000 (1) |
0,390 (2) |
1.25 (3) |
Sedang (7) |
T4 |
0,438 (2) |
0,397 (1) |
0,797 (3) |
0.70 (1) |
Sedang (8) |
T5 |
0,063 (1) |
0,000 (1) |
0,199 (3) |
0,00 (1) |
rendah (4) |
T6 |
0,125 (1) |
0,028 (1) |
0,316 (3) |
0,75 (1) |
rendah (4) |
T7 |
0,125 (1) |
0,011 (1) |
0,270 (3) |
0,75 (1) |
rendah (4) |
Rata rata |
0,154 |
0,079 |
0,341 |
0.81 |
|
Tingkat Kawasan Transit Berdasarkan
Ketersediaan Fasilitas
Hasil analisis skalogram terhadap data fasilitas tingkat
kelurahan Kota Bogor menghasilkan nilai IPD pada kawasan transit. Nilai IPD
menjelaskan tingkat perkembangan wilayah dipengaruhi faktor oleh ketersediaan
fasilitas dan jumlah perkembangan penduduk di wilayah. Hasil perhitungan metode
skalogram rata rata nilai IPD tahun 2014 Kota Bogor adalah 21,8, sedangkan pada
tahun 2020 rata rata IPD adalah 24,9, kondisi ini menjelaskan terdapat
peningkatan perkembangan pada kawasan penelitian berdasarkan ketersediaan
faslitas pada tahun 2020 di Kota Bogor pada tahun dasar 2014. Hasil hierearki
kawasan penelitian Kota Bogor di tentukan dari nilai IPD masing masing dan dijelaskan
pada Tabel 6. Tipologi dibangun berdasarkan nilai IPD rata-rata dan pertumbuhan
laju penduduk. Nilai IPD menjadi factor utama dalam menentukan kesesuaian
kawasan berdasarkan ketersediaan fasilitas.
Tabel 6
Tipologi Kawasan
Berdasarkan Laju Pertumbuhan Penduduk dan Perubahan Nilai IPD di Kawasan
Transit Kota Bogor Tahun 2014 dan 2020
Kawasan Transit |
IPD rata Rata Tahun 2014 |
IPD Rata Rata 2020 |
Perubahan IPD 2014 -2020
(%)/tahun |
Laju Pertumbuhan Penduduk
(%)/tahun |
Tingkat Hierarki |
Stasiun
Bogor Paledang |
53,1 |
57,1 |
1,5 |
1,6 |
Tinggi
(1) |
Terminal
Baranangsiang |
29,1 |
33,4 |
2,4 |
1,4 |
Sedang (2) |
Terminal
Bubulak |
20,3 |
27,9 |
6,2 |
3,0 |
Sedang (2) |
Stasiun
Sukaresmi |
16,8 |
21,4 |
4,5 |
2,4 |
Rendah (3) |
Terminal
Tanah Baru |
12,2 |
16,6 |
6,0 |
1,3 |
Rendah (3) |
Terminal
Kertamaya |
17,1 |
17,7 |
0,6 |
1,6 |
Rendah (3) |
Terminal
Mulyaharja |
10,8 |
11,7 |
1,3 |
2,9 |
Rendah (3) |
Rata-rata pertumbuhan penduduk tahun 2014 � 2020 adalah 1,6% /tahun. Pada Tabel 6 terdapat 2 kawasan dengan
pertumbuhan penduduk dibawah rata rata yaitu kawasan transit Terminal
Baranangsiang dan Terminal Tanah Baru, sedangkan laju pertumbuhan penduduk
tertinggi terjadi di kawasan Transit terminal Bubulak dengan pertumbuhan 3,0%. Terminal bubulak termasuk dalam kawasan perbatasan
administrasi Kota Bogor. Penelitian mengkategorikan kawasan analisis yaitu
kawasan transit yang memiliki fasilitas pendukung mobilitas dan kawasan dalam
tahap rencana pembangunan. Kawasan transit Stasiun Bogor-Paledang, Terminal
Baranangsiang dan Terminal Bubulak merupakan kawasan transit yang sudah
dilengkapi fasilitas pendukung mobilitas. Stasiun Bogor Paledang memiliki
tipologi kawasan tinggi, diinterpretasikan bahwa ketersediaan kawasan lebih
baik dibandingkan dengan kawasan transit lain di Kota Bogor.
Identifikasi Keseuaian Kawasan dengan
Prinsip TOD
Hasil pengamatan dan kuantifikasi data indikator, dilakukan pemberian
bobot menggunakan metode AHP. Hasil wawancara 5 narasumber menghasilkan bobot
variabel dan indikator analisis jumlah moda transportasi 19,5%, Headway
transportasi 19,5%, tinggi bangunan rata rata 6,9%, tututpan lahan terbangun, 6,9%,
kepadan populasi 6,9%, jumlah jenis pemanfaatan ruang 10,3%, Rasio presentase
hunian dan non hunian 10,3%, aspek jalur pejalan kaki 5,5%, aspek bersepeda
5,5% dan Kedekatan dengan kawasan strategis kota 8,9%.
Tabel 7
Hasil Skoring Indikator Kesesuaian Kawasan Dengan Konsep TOD
Transit |
Density |
Diversity |
Design |
Kebijakan |
||||||
I1 |
I2 |
I3 |
I4 |
I5 |
I6 |
I7 |
I8 |
I9 |
I10 |
|
T1 |
3 |
2 |
1 |
1 |
2 |
3 |
2 |
1 |
0 |
3 |
T2 |
3 |
2 |
1 |
1 |
2 |
3 |
1 |
1 |
1 |
3 |
T3 |
2 |
2 |
1 |
0 |
2 |
3 |
0 |
0 |
0 |
1 |
T4 |
3 |
3 |
1 |
0 |
1 |
3 |
0 |
0 |
0 |
2 |
T5 |
1 |
1 |
1 |
0 |
0 |
2 |
0 |
0 |
0 |
1 |
T6 |
1 |
1 |
1 |
0 |
2 |
3 |
0 |
0 |
0 |
1 |
T7 |
1 |
1 |
1 |
0 |
0 |
3 |
0 |
0 |
0 |
1 |
Total |
14 |
12 |
7 |
2 |
9 |
20 |
3 |
2 |
1 |
12 |
Tabel 8
Matirks
Solusi Ideal Positif dan Soluai Ideal Negatif
Transit |
Density |
Diversity |
Design |
Kebijakan |
||||||
Bobot |
0,195 |
0,195 |
0,069 |
0,069 |
0,069 |
0,103 |
0,103 |
0,055 |
0,055 |
0,089 |
TOD |
I1 |
I2 |
I3 |
I4 |
I5 |
I6 |
I7 |
I8 |
I9 |
I10 |
T1 |
0,084 |
0,063 |
0,015 |
0,017 |
0,025 |
0,036 |
0,047 |
0,014 |
0,013 |
0,042 |
T2 |
0,084 |
0,063 |
0,015 |
0,017 |
0,025 |
0,036 |
0,024 |
0,014 |
0,025 |
0,042 |
T3 |
0,056 |
0,063 |
0,015 |
0,000 |
0,025 |
0,036 |
0,000 |
0,000 |
0,000 |
0,014 |
T4 |
0,084 |
0,095 |
0,015 |
0,000 |
0,012 |
0,036 |
0,000 |
0,000 |
0,000 |
0,028 |
T5 |
0,028 |
0,032 |
0,015 |
0,000 |
0,000 |
0,024 |
0,000 |
0,000 |
0,000 |
0,014 |
T6 |
0,028 |
0,032 |
0,015 |
0,000 |
0,025 |
0,036 |
0,000 |
0,000 |
0,000 |
0,014 |
T7 |
0,028 |
0,032 |
0,015 |
0,000 |
0,000 |
0,036 |
0,000 |
0,000 |
0,000 |
0,014 |
BA |
0,084 |
0,095 |
0,045 |
0,052 |
0,037 |
0,036 |
0,071 |
0,041 |
0,038 |
0,042 |
BT |
0,056 |
0,063 |
0,030 |
0,034 |
0,025 |
0,024 |
0,047 |
0,027 |
0,025 |
0,028 |
T7 |
0,028 |
0,032 |
0,015 |
0,000 |
0,000 |
0,036 |
0,000 |
0,000 |
0,000 |
0,014 |
Max Ideal |
0,084 |
0,095 |
0,045 |
0,052 |
0,037 |
0,036 |
0,071 |
0,041 |
0,038 |
0,042 |
Min Ideal |
0,028 |
0,032 |
0,015 |
0,000 |
0,000 |
0,012 |
0,000 |
0,000 |
0,000 |
0,014 |
Matirks Kedekatan Relatif
dengan Solusi Ideal dan Prioritas Keputusan
TOD |
Kawasan Transit |
d+ |
d- |
S |
Tingkat kesesuaian |
BA |
|
0,000 |
0,147 |
1,000 |
|
BT |
|
0,061 |
0,088 |
0,591 |
|
T1 |
Bogor
Paledang |
0,072 |
0,095 |
0,569 |
Rendah-Sedang |
T2 |
BaranangSiang |
0,080 |
0,088 |
0,526 |
Rendah-Sedang |
T4 |
Bubulak |
0,112 |
0,090 |
0,446 |
Rendah-Sedang |
T3 |
Sukaresmi |
0,120 |
0,055 |
0,313 |
Rendah-Sedang |
BB |
|
0,122 |
0,037 |
0,232 |
|
T6 |
Tanah
Baru |
0,141 |
0,035 |
0,198 |
Rendah |
T7 |
Mulayaharja |
0,145 |
0,024 |
0,143 |
Rendah |
T5 |
Kertamaya |
0,145 |
0,012 |
0,077 |
Rendah |
Berdasarkan perhitungan, tiga kawasan transit yang sudah terbangun
menenempati posisi 3 teratas, dikategorikan pada tipologi Sedang-Rendah. Nilai
hasil kedekatan relatif konsep TOD menunjukan kawasan transit Kota Bogor tidak
ada kategori tinggi. Sebagaimana dijelaskan pada Tabel 10, Stasiun Bogor
Paledang, Terminal Baranangsiang, terminal Bubulak dan Stoplet Sukaresmi memiliki
nilai kedekatan relatif sedang-rendah dibandingkan kawasan transit lainnya,
dikarenakan nilai kedekatan relatif masih dibawah standard TOD. tiga lokasi
rencana stoplet yaitu: stoplet Kertamaya, Stoplet Mulyaharja dan Stoplet Tanah
Baru �memiliki nilai yang relative
rendah, dibawah 0,232 sehingga diinterpretasikan sebagai tipologi kawasan
kesesuaian kawasan TOD rendah.
Strategi Pengembangan Transit
Strategi pengembangan Kawasan transit berdasarkan kombinasi hasil
analisis aksesibilitas, ketersediaan fasilitas, dan tingkat kesesuaian TOD
kawasan transit dijelaskan pada Tabel 10.
Tabel 10
Strategi Metode Pengembangan
Kawasan Transit
Lokasi |
Tipologi
Aksesibilitas |
Tipologi
Ketersediaan Fasilitas |
Tipologi
Kesesuaian TOD |
Strategi
Pengembangan Kawasan Transit |
Stasiun Bogor Paledang |
S |
T |
SR |
Redevelopment site |
Terminal Baranangsiang |
T |
S |
SR |
Redevelopment site |
Stoplet Sukaresmi |
S |
R |
SR |
Infill development site |
Terminal Bubulak |
S |
S |
SR |
Redevelopment site |
Stoplet Kertamaya |
R |
R |
R |
Growth area |
Stoplet Tanah Baru |
R |
R |
R |
Growth area |
Stoplet Mulyaharja |
R |
R |
R |
Growth area |
TS = Tinggi, S = Sedang, R = Rendah,
ST = Sedang-Tinggi, RS = Rendah-Sedang
Strategi pembangunan dengan kesesuaian konsep TOD dengan tipologi
sedang-rendah, diklasifikasikan dalam 2 kategori yaitu redevelopment site
dan infill development site. Perbedaan pengembangan ditentukan dengan
kondisi ketersediaan fasilitas. Jika ketersedian fasilitas sedang-tinggi
diarahkan dengan metode redevelopment site, metode melakukan penataan
kembali pada kawasaan terbangun. Penataan yang dimaksud adalah memberikan
kebijakan perizinan tinggi bangunan dengan konsekuensi penyediaan RTH dan
pembangunan rumah susun. Kawasan transit Bogor-Paledang, Terminal Baranang
Siang dan Terminal Bubulak termasuk dalam strategi dengan metode redevelopment
site. Stoplet Sukaresmi dikategorikan dengan infill development site
dikarenakan masih bnyak lahan kosong pada area yang dapat dimanfaatkan untuk
memampatkan kawasan. Tiga rencana stoplet Kota Bogor dikategorikan dalam
kawasan pengembangan dengan metode growth area, dikarenakan masih tahap
rencana masih belum terpenuhinya indikator kesesuaian TOD.
Kesimpulan
Meninjau hasil
analisis aksesibilitas kawasan transit Kota Bogor dikategorikan dalam tipologi
rendah-sedang. Moda transportasi yang terhubung pada kawasan transit dirasa
cukup, akan tetapi diperlukan perbaikan headway,
infrastruktur penunjang dan faktor percepatan pembangunan jalan sebagai
aksesibilitas. Pembangunan jalan berperan penting meningkatkan nilai
konektivitas sehingga lebih mudah dijakau pelaju. Hasil analisis ketersediaan
fasilitas menunjukkan bahwa belum meratanya pembangunan fasilitas pendukung
pada kawasan transit, akan tetapi data menunjukan
adanya peningkatan nilai fasilitas berbading lurus dengan laju pertumbuhan
penduduk. Perlu diperhatikan dalam pemenuhan kebutuhan fasilitas, terdapat
peninngkatan laju penduduk signifikan tidak diikuti pemenuhan fasilitasnya,
seperti terjadi dikawasan pinggiran kota.
Aspek
kesesuaian Konsep TOD menunjukan bahwa tidak terdapat kawasan dengan tingkat
kesesuaian tinggi sehingga perlu dilakukan beberapa perbaikan. Stasiun
Bogor-paledang dan terminal Baranangsiang diperlukan perbaikan dengan cara penentaan ruang kawasan, sehingga penataan pada
indikator TOD dapat meningkatakan nilai kesesuaian.� Rencana kawasan stoplet Kota Bogor dengan
pemengambangan new growth area memiliki perhatian khusus untuk membangun
kawasan dengan indikator TOD, sehingga dapatmenikatkan potensi kawasan serta
menjadi alternatif solusi permasalahan kota.� Strategi pengembangan jaringan jalan di
kawasan transit Kota Bogor, diharapkan mempertimbangkan konektifitas dan jalan
bersifat permiabel sebagai pemenuhan aspek aksesibilitas. Sistem moda
transportasi perlu didasari keamanan, mudah diakses dan kenyamanan. Sisi
penggunan ruang perlu pembangunan fasilitas sesuai dengan kapasitas kawasan
dengan membuat kebijakan dengan mempertimbangkan konsekuensi terhadap ruang.
Seperti penambahan nilai KLB dengan konsekuensi penyedian RTH. Kebijakan
penataan dan perencanaan sistem transportasi berintegrasi dengan kawasan perlu
diatur pada satu lembaga, sehingga tidak tidak tejadi tumpang tindih kebijakan.
BIBLIOGRAFI
Ayuningtias SH,
Karmilah M. (2019). Penerapan transit oriented development (TOD) sebagai upaya
mewujudkan transportasi yang berkelanjutan. Pondasi. 24(1):45.
doi:10.30659/pondasi.v24i1.4996.
Badan Pusat Statistik Jawa Barat. (2021). Jawa Barat dalam
angka tahun 2021. Jawa Barat: BPS.
Badan Pusat Statistik Kota Bogor. (2012). Kota Bogor dalam
angka tahun 2012. Kota Bogor: BPS.
Badan Pusat Statistik Kota Bogor. (2021). Kota Bogor dalam
angka tahun 2021. Kota Bogor: BPS.
Fahma, Buni Lukito H.
(2014). Transit Oriented Development (TOD) di Sekitar Stasiun Tugu Yogyakarta. Jurnal Penelitian Transportasi Darat,
Volume 16, Nomor 3.
Gunawan, Mohammed Ali, Mustika S. (2020).
Optimizing Property Income in Transit Oriented Development: A Case Study of
Jakarta TOD. Civil Engineering and
Architecture 8(2): 136-143, 2020. DOI: 10.13189/cea.2020.08021
Hidajat JT, Sitorus
SRP, Rustiadi E, Machfud. (2013). Dinamika pertumbuhan dan status keberlanjutan
kawasan permukiman di pinggiran kota wilayah
Metropolitan Jakarta. Jurnal Globe. 15(1):93-100.
Institute for Transportation & Development Policy.
(2017). TOD Standard 3,0, New York � United States.
Jati DK, Nurhadi K,
Rini EF. (2017). Kesesuaian kawasan transit di Kota Surakarta berdasarkan konsep
transit oriented development. Jurnal Pembangungan Wil. dan Perenc. Partisipatif. 12(2):168.
doi:10.20961/region.v12i2.12542.
Kepala Daerah Kota Bogor. (2021). Peraturan daerah Kota Bogor Nomor 6 Tahun 2021 perubahan Peraturan
daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor. Bogor: Kepala Daerah Kota Bogor.
Menteri Agraria dan
Tata Ruang/Kepala BPN. (2017). Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit.
Jakarta
(ID): Kementrian Agraria dan Tata
Ruang/BPN
Priadmaja AP, Anisa, Prayogi
L. (2017). Penerapan konsep transit oriented development (TOD) pada penataan
kawasan di Kota Tangerang. PURWARUPA Jurnal Arsitektur, 1 (2), 53-60.
Ramadhani VS,
Sarjitito. (2017). Penentuan prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun
Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development. Jurnal Teknik ITS Vol. 6 No.2
Sutaryo, Gabriela
Dwisarasawati. (2019). Aanalisa Penilaian kawaan Transit Oriented Development
(TOD) Light Rail Transit (LRT). Jurnal
Ilmiah Plano Krisna Vol. 14 No. 2
Taki H M, Maatouk M M H. (2018).
Spatial planning for potential green TOD using suitability analysis at the
metropolitan region scale. IOP Conf, Ser,
Earth Environ, Sci, 160 012020
Wilza, Nedalia 2021. Potensi Pengembangan Kawasan Berbasis Transit Oriented Development (TOD) di Sekitar Titik Transit
Kabupaten Bogor. Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Copyright holder: Muhammad Fikri Putra, Khursatul Munibah, Janthy
Trilusianthy Hidayat (2022) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |