Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 11, November 2023

 

IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGANAN NELAYAN PELINTAS BATAS NEGARA DI WILAYAH KERJA STASIUN PSDKP BELAWAN

 

Sunaryo, Arifiani Widjayanti, Hamka

Administrasi Pembangunan Negara, Politeknik STIA LAN Jakarta, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Nelayan pelintas batas negara menjadi isu penting dalam pembangunan kelautan dan perikanan khususnya di wilayah perbatasan. Untuk menangani permasalahan tersebut telah ditetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 39/PERMEN-KP/2016. Penelitian ini fokus untuk menjawab penerapan peraturan Menteri tersebut dengan lokasi di Stasiun PSDKP Belawan, Sumatera Utara yang belum optimal, dengan pendekatan kualitatif bersifat deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan telaah dokumen. Peneliti menggunakan teknik purposive sampling dalam menentukan informan. Hasil penelitian adalah belum tercapainya seluruh aspek model implementasi kebijakan dari Van Meter dan Van Horn sebagai pengukur keberhasilan dari penerapan Permen KP Nomor 39/PERMEN-KP/2016 yang disebabkan standar dan tujuan kebijakan belum sepenuhnya mampu menyelesaikan permasalahan, keterbatasan anggaran, dan lingkungan eksternal ekonomi, sosial dan politik. Rekomendasi yang diberikan antara lain merevisi Permen KP Nomor 39/PERMEN-KP/2016, memberikan bantuan sarana dan prasarana bagi nelayan pelintas batas negara, memberikan edukasi sejak dini kepada anak-anak nelayan, peningkatan anggaran, sinergi operasi pengawasan di laut antara Kementerian Kelautan dan Perikanan, POLRI, TNI AL untuk mencegah terjadinya nelayan pelintas batas negara, membangun secara terintegrasi di lokasi nelayan pelintas batas dengan model Kampung Nelayan Modern.

 

Kata Kunci: Implementasi Kebijakan; Nelayan Pelintas Batas Negara; Permen KP Nomor 39/PERMEN-KP/2016.

 

Abstract

Fishermen who cross national borders are an important issue in marine and fisheries development, especially in border areas. To deal with this problem, Minister of Marine and Fisheries Affairs Regulation Number 39/PERMEN-KP/2016 has been stipulated. This research focuses on answering the implementation of the Minister's regulations located at Belawan Marine and Fisheries Surveillance Station, North Sumatra which is not yet optimal, with a descriptive qualitative approach. Data collection techniques were carried out using interviews, observation and document review. Researcher used purposive sampling techniques to determine informants. The result of the research is that all aspects of the policy implementation model from Van Meter and Van Horn have not been achieved as a measure of the success of implementing Ministerial Decree Number 39/PERMEN-KP/2016, which is due to the fact that policy standards and objectives have not been fully able to resolve problems, limited budged, and the economic, social and political external environment. The recommendations given include revising Marine and Fisheries Ministerial Regulation Number 39/PERMEN-KP/2016, providing assistance with facilities and infrastructure for cross national border fishermen, providing early education to fishermen's children, increasing the budget, synergizing surveillance operations at sea between the Ministry of Marine Affairs and Fisheries, Indonesian Republic Police, Indonesian Navy to prevent the occurrence of fishermen crossing state borders, built an integrated location at the location of fishermen crossing borders with the Modern Fisherman's Village model.

 

Keywords: Policy Implementation; Fishermen who cross national borders; Minister of Marine and Fisheries Affairs Regulation Number 39/PERMEN-KP/2016.

 

Pendahuluan

Indonesia berada di posisi strategis di antara Samudera Hindia dan Pasifik, dan di posisi silang antara benua Asia dan Australia, dengan luas daratan 1,9 juta km2 (terdiri dari lahan darat 72%, dan perairan tawar 28%); luas perairan 6,4 juta km2 (terdiri dari laut teritorial 0,29 juta km2, dan perairan pedalaman - perairan kepulauan 3,11 juta km2); dan luas ZE 3,00 juta km2. Indonesia juga memiliki luas zona tambahan perairan 0,27 juta km2, luas landas kontinen 2,8 juta km2, serta dengan garis pantai sepanjang 108.000 km. Potensi lestari sumber daya ikan laut sebesar 12,01 juta ton per tahun, dengan 8.500 spesies ikan, 555 spesies rumput laut, dan 950 biota terumbu karang. Sumber daya ikan di Indonesia merupakan 37% dari spesies ikan dunia. Secara demografi, jumlah penduduk Indonesia berjumlah 270 juta orang, dengan jumlah penduduk di wilayah pesisir dan kepulauan sebanyak 20 juta penduduk, dan sekitar 2,8 juta adalah nelayan (KKP, 2022). Besarnya potensi pada sektor kelautan dan perikanan tersebut berbanding terbalik dengan kondisi yang ada, karena keterbatasan sarana, prasarana, akses pembiayaan para nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam dengan jumlah sekitar14,58 juta jiwa atau sekitar 90 persen dari 16,2 juta berada dibawah garis kemiskinan (Goso & Anwar, 2017).

Kesejahteraan nelayan menjadi tugas negara dan harus menjadi prioritas dalam pembangunan di sektor kelautan dan perikanan. Lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam menjadi payung hukum dan angin segar bagi peningkatan kesejahteraan nelayan, pembudaya ikan dan petambak garam. Upaya lain yang dilakukan oleh pemerintah adalah melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional. Lebih lanjut komitmen Presiden RI dalam pembangunan sektor perikanan dan peningkatan kesejahteraan nelayan disampaikan pada Rapat Terbatas tanggal 10 Desember 2019 yang meminta akselerasi penguatan di sektor tersebut. Presiden memberikan 3 (tiga) arahan (Humas Kemensetneg, 2019), yakni: 1) upaya peningkatan produksi pertanian dan perikanan di on-farm dan tidak pernah menyentuh off-farm, terutama pada tahapan pascaproduksi, 2) para petani dan nelayan memerlukan skema pendanaan dan kegiatan pendampingan, dan 3) agar para Menteri mendorong usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), petani, sehingga para nelayan dengan usaha skala ekonomi kecil untuk bergabung dan berkolaborasi menjadi korporasi besar. Kebijakan untuk mensejahterakan nelayan juga menjadi prioritas pembangunan nasional dalam RPJMN tahun 2020 � 2024. Hal ini dilakukan dengan strategi peningkatan pengelolaan kemaritiman, perikanan dan kelautan, salah satu strateginya adalah dengan meningkatkan fasilitasi usaha, pembiayaan, pasar dan teknologi; peningkatan kesejahteraan dan pemberdayaan nelayan secara terpadu; memberikan perlindungan bagi usaha kelautan dan perikanan dengan skala kecil (Bappenas, 2020).

Permasalahan lain dalam pengelolaan perikanan diantaranya: 1) pengelolaan sumber daya ikan yang belum optimal dan pemanfaatan yang melebihi kapasitasnya; 2) keterbatasan infrastruktur dan konektivitas pelabuhan perikanan; 3) masih rendahnya produktivitas kapal perikanan dan alat penangkapan ikan; 4) keterbatasan akses permodalan dan sistem perlindungan yang perlu ditingkatkan bagi nelayan (KKP, 2020). Selain itu masih terdapat nelayan yang melintas batas negara menjadi permasalahan tersendiri bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Banyaknya nelayan yang melintas batas negara, tentunya dapat mencoreng harga diri bangsa Indonesia, karena melakukan pelanggaran batas negara. Selain itu nelayan pelintas batas negara dapat membuat hubungan antar negara menjadi tidak harmonis sehingga Pemerintah perlu membuat kebijakan terobosan untuk menyelesaikan permasalahan nelayan pelintas batas negara.

Nelayan pelintas batas negara tersebar di wilayah Indonesia yang berbatasan laut dengan negara tetangga antara lain: Malaysia, Myanmar, India, Thailand, Australia, Timor Leste, Papua Nugini. Nelayan pelintas batas ke Malaysia sebagian besar terjadi di selat Malaka yang dilakukan oleh nelayan yang berasal dari Aceh, Sumatera Utara dan Kepulauan Bangka Belitung. Nelayan pelintas batas negara ke India, Myanmar dan Thailand dilakukan oleh nelayan Aceh melalui perairan di Kepulauan Escobar India dan selat Malaka. Pelintas Batas ke Australia dilakukan oleh nelayan yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTT, Maluku, Sulawesi Tenggara dan Papua. Sedangkan pelintas batas ke Negara Timor Leste dilakukan oleh Nelayan NTT, serta pelintas batas ke Papua Nugini dilakukan oleh nelayan yang berasal dari Papua (KKP, 2023).

 

 

 

Gambar 1. Sebaran dan lokasi asal nelayan pelintas batas negara

Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2023

 

Nelayan pelintas batas negara yang ditangkap di negara tetangga akan menjalani proses hukum yang berlaku di negara tersebut. Nelayan pelintas batas negara dikenakan pelanggaran atas ketentuan perikanan, keimigrasian, dan kekarantinaan. Sampai bulan Agustus 2023, masih terdapat 176 (seratus tujuh puluh enam) orang yang berada di negara: Australia, Malaysia, Thailand dan Papua Nugini. Jumlah ini merupakan kumulatif dari nelayan yang masih menjalani tindakan hukum dari sebelum tahun 2023.

 

Tabel 1. Nelayan Pelintas Batas yang Masih di Negara Tetangga

No

Negara

Jumlah (orang)

1

Australia

46

2

Malaysia

79

3

Thailand

1

4

Papua Nugini

50

Total

176

Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2023

 

Program penanganan nelayan pelintas batas negara di Kementerian Kelautan dan Perikanan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan dengan pelaksana operasional adalah Pangkalan PSDKP Lampulo, Pangkalan PSDKP Tual, Stasiun PSDKP Belawan dan Stasiun PSDKP Kupang. Stasiun PSDKP Belawan di Sumatera Utara memiliki wilayah kerja di sepanjang Selat Malaka, dari Pantai Aceh Timur sampai Provinsi Riau. Lokasi strategis di Selat Malaka dan berbatasan dengan negara Malaysia membuat banyak nelayan di wilayah kerjanya yang melakukan lintas batas negara. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan selama tahun 2020 � 2023 sebanyak 267 (dua ratus enam puluh tujuh) orang nelayan pelintas batas negara ditangkap di Malaysia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2. Nelayan pelintas batas negara di wilayah kerja Stasiun PSDKP Belawan

Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2023

 

Stasiun PSDKP Belawan melakukan program penanganan nelayan pelintas batas negara dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 39/PERMEN-KP/2016 tentang Tata Cara Pemulangan Nelayan Indonesia yang Ditangkap di Luar Negeri karena Melakukan Penangkapan Ikan di Negara Lain Tanpa Izin. Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan antara lain: sosialisasi dengan memberikan pemahaman untuk tidak melintas batas negara dan koordinasi pemulangan nelayan pelintas batas negara bersama dengan Kementerian Luar Negeri dan Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota). Masih tingginya nelayan pelintas batas negara di wilayah kerja Stasiun PSDKP Belawan selama tahun 2020 � 2023 menandakan belum optimalnya implementasi program tersebut.

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: 1) Mengapa implementasi program penanganan nelayan pelintas batas negara di wilayah kerja Stasiun PSDKP Belawan belum optimal? 2) Bagaimana strategi untuk mengatasi tantangan dalam implementasi program penanganan nelayan pelintas batas negara wilayah kerja Stasiun PSDKP Belawan?. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi program penanganan nelayan pelintas batas negara di wilayah kerja Stasiun PSDKP Belawan dan memberikan rekomendasi untuk mengatasi tantangan implementasi program penanganan nelayan pelintas batas negara di wilayah kerja Stasiun PSDKP Belawan.

 

Penelitian terdahulu merupakan hasil dari penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang diangkat peneliti akan menganalisis program penanganan nelayan pelintas batas negara di wilayah kerja Stasiun PSDKP Belawan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan optimalisasi program yang selama ini telah dilakukan.

Berikut adalah penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, antara lain penelitian yang dilakukan oleh Sriyono, Santi Rahma Dewi, Puspita Handayani tahun 2021 yang berjudul �Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Nelayan di Era New Realiti Melalui Model Pembiayaan Inklusif: Perspektif Al Mudharobah� (Sriyono, Dewi, & Puspita, 2021). Penelitian ini memiliki tujuan meningkatkan kesejahteraan nelayanyang berada di Kabupaten Sidoarjo. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan interpretif. Penelitian ini menganalisa pendapat informan atas kesejahteraan, pembiayaan inklusi dan perspektif Al Mudharoba. Hasil penelitiannya menemukan adanya kekurangan pemodalan untuk mengembangkan usaha lain dan terbatasnya keahlian para nelayan.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Darwis dan Hertina tahun 2018 yang berjudulParadigma Baru Perlindungan Hukum Terhadap Nelayan Tradisional di Perbatasan� (Darwis & Hertina, 2018). Penelitian ini bertujuan menganalisa standarisasi paradigma baru perlindungan hukum pada hak nelayan tradisional Indonesia khususnya di wilayah perbatasan. Metode penelitian dengan penelitian hukum doktrinal bersifat deskriptif analitis kualitatif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam pembangunan di wilayah perbatasan perlu melibatkan nelayan, hal ini juga sebagai wujud nyata upaya perlindungan dan kehadiran negara kepada nelayan perbatasan, selain itu perlunya pihak internasional yang dilibatkan.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Yoisye Lopulalan tahun 2023 yang berjudulAlternatif Kelembagaan Kemitraan bagi Pemberdayaan Nelayan Perikanan Tangkap di Kota Ambon� (Lopulalan, 2023). Tujuan penelitian adalah pemberdayaan nelayan di Kota Ambon melalui perumusan kerangka alternatif kelembagaan. Metode penelitian yang digunakan adalah case study, pengumpulan data menggunakan metode purposive sampling. Penelitian menghasilkan rekomendasi aspirasi dari masyarakat perlu dipelajari tentang potensi masyarakat itu sendiri, baik dari human capital, natural capital, maupun social capital dalam membuat alternatif kelembagaan kemitraan perikanan tangkap.

Dari hasil seluruh penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, dapat menunjukkan bahwa pemerintah telah melakukan upaya berupa program kepada nelayan baik dari perlindungan hukum, permodalan, pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, fokus penelitian ini pada peningkatan peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mengoptimalkan program yang selama ini dilakukan yakni pemulangan nelayan dan sosialisasi serta mencari solusi agar nelayan tidak melakukan lintas batas negara.

 

 

Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif bersifat deskriptif. Pendekatan kualitatif adalah mekanisme penelitian yang mengandalkan deskriptif kata atau kalimat yang disusun secara sistematis mulai dari mengumpulkan data hingga melaporkan hasil penelitian (Ibrahim, 2015, p. 52). Tujuan dari deskriptif ini untuk memahami bagaimana kondisi aktual yang terjadi dalam implementasi kebijakan program penanganan nelayan pelintas batas negara di wilayah kerja Stasiun PSDKP Belawan.

Pengumpulan data yaitu suatu langkah yang sangat penting dalam metode ilmiah karena data yang terkumpul digunakan dalam rangka analisis penelitian (Pasolong, 2020, p. 130). Dalam penelitian ini akan menggunakan tiga jenis teknik pengumpulan data, yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data menurut Sugiyono (2018), menyampaikan bahwa teknik pengumpulan data dapat dilakukan melalui observasi, wawancara, dokumentasi dan triangulasi. Peneliti akan melakukan pengumpulan data primer melalui wawancaramendalam terhadap informan kunci. Untuk pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi pustaka peraturan perundang-undangan dan literatur yang terkait lainnya.

Dalam wawancara, informan kunci dipilih secara purposive sampling. Peneliti akan melakukan pengambilan data di wilayah kerja Stasiun PSDKP Belawan, yang berbatasan dengan negara Malaysia, yakni Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat. Adapun informan kunci sejumlah 15 (lima belas) orang terdiri dari: 3 (tiga) orang pejabat/pelaksana pada Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2 (dua) orang pejabat/pelaksana pada Stasiun PSDKP Belawan, 1 orang pejabat pada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara, 1 orang pejabat pada Dinas Perikanan Kabupaten Deli Serdang, 6 (enam) orang nelayan pelintas batas negara, dan 2 (dua) orang anggota Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas).

Analisis data menggunakan model Miles and Huberman, yang dilakukan melalui data reduction (Reduksi Data), data display (Penyajian Data), dan conclusion drawing/verification (Sugiyono, 2021, p. 134).

 

Hasil dan Pembahasan

Untuk menganalisis implementasi kebijakan program penanganan nelayan pelintas batas negara di wilayah kerja Stasiun PSDKP Belawan dilakukan melalui model pendekatan top-down atau A Model of The Policy Implementation yang dirumuskan oleh Donald van Meter dan Carl van Horn. Terdapat 6 (enam) variabel yang mempengaruhi kebijakan publik antara lain:(1) standar dan tujuan kebijakan, (2) sumber daya, (3) karakteristik pelaksana, (4) sikap pelaksana; (5) komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana; dan (6) lingkungan ekonomi, sosial dan politik.

 

Gambar 1. Model Van Meter dan Van Horn

 

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan kunci menghasilkan sebagai berikut:

 

Standar dan Tujuan Kebijakan

Program penanganan nelayan pelintas batas negara dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 39/PERMEN-KP/2016 tentang Tata Cara Pemulangan Nelayan Indonesia yang Ditangkap di Luar Negeri Karena Melakukan Penangkapan Ikan di Negara Lain Tanpa Izin. Kebijakan yang ditetapkan pada tahun 2016 bertujuan untuk perlindungan terhadap nelayan Indonesia yang ditangkap di luar negeri karena melakukan penangkapan ikan tanpa izin. Selain itu kebijakan ini juga sebagai pedoman penyinergian dalam melakukan upaya pemulangan nelayan Indonesia yang ditangkap di luar negeri karena melakukan penangkapan ikan tanpa izin.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci 1 pada Direktorat Penanganan Pelanggaran, KKP menyampaikan bahwa kebijakan ini sebagai tindaklanjut dari amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. Selanjutnya dengan kebijakan ini peran sinergi dan koordinasi baik antara Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Luar Negeri dan Pemerintah Daerah telah diatur, termasuk kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Namun berdasarkan implementasi dari tahun 2016 � 2023 ini masih terdapat kendala dalam mencapai tujuan dari kebijakan tersebut. Masih tingginya nelayan pelintas batas negara perlu dipikirkan untuk melakukan revisi terhadap Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 39/PERMEN-KP/2016, tentunya agar mengatur lebih jelas tentang peran masing-masing Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dan peningkatan program dalam menangani nelayan pelintas batas negara.

Upaya perlindungan terhadap nelayan pelintas batas negara menjadi kewajiban pemerintah, menurut informan kunci 2, pada Direktorat Penanganan Pelanggaran, KKP menyampaikan bahwa lahirnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 39/PERMEN-KP/2016 tentang Tata Cara Pemulangan Nelayan Indonesia yang Ditangkap di Luar Negeri Karena Melakukan Penangkapan Ikan di Negara Lain Tanpa Izin menjadi payung hukum bersama, dan memudahkan koordinasi di lapangan, serta kejelasan siapa melakukan apa. Namun berbekal pengalaman ketika bertugas di Stasiun PSDKP Belawan, kebijakan yang diatur dalam peraturan ini harus lebih diperluas agar dapat menyelesaikan akar permasalahan bagi nelayan pelintas batas negara.

Berdasarkan hal tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa dari aspek standar dan tujuan kebijakan, program penanganan nelayan pelintas batas negara belum optimal karena masih tingginya nelayan pelintas batas, hal ini dibuktikan selama tahun 2020 � 2023 sebanyak 267 (dua ratus enam puluh tujuh) nelayan pelintas batas negara di wilayah kerja Stasiun PSDKP Belawan, untuk itu perlu dilakukan revisi kebijakan tersebut, dengan tujuan meningkatkan upaya perlindungan bukan hanya ketika kejadian nelayan melintas batas negara, namun upaya pencegahan dan pemberdayaannya.

 

Sumber Daya

Sumberdaya menjadi faktor yang penting dalam keberhasilan dan kegagalan implementasi sebuah kebijakan. Sumber Daya Manusia yang terlibat dalam program penanganan nelayan pelintas batas negara adalah pegawai di Direktorat Penanganan Pelanggaran, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan-KKP, Stasiun PSDKP Belawan, Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara, Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat.

Berdasarkan wawancara dengan informan kunci 2 pada Direktorat Penanganan Pelanggaran - KKP mengatakan bahwa secara tugas dan fungsi organisasi, di Direktorat Penanganan Pelanggaran, program penanganan nelayan pelintas batas negara ditangani oleh Tim Kerja Pembinaan dan Pengembangan Penegakan Hukum. Lebih lanjut ditambahkan bahwa personil yang terlibat aktif dalam program ini sebanyak 3 (tiga) orang, baik menangani koordinasi pada saat pemulangan nelayan di luar negeri, sosialisasi/penyadartahuan. Untuk pelaksana program di Stasiun PSDKP Belawan, berdasarkan informasi dari informan kunci 3 pada Stasiun PSDKP Belawan mengatakan bahwa sebagai pelaksana kebijakan Ditjen PSDKP dilapangan/operasional menugaskan 3 (tiga) orang Pengawas Perikanan untuk menangani program penanganan nelayan pelintas batas negara.

Mengacu pada hasil wawancara dengan informan kunci 4 pada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara, untuk pegawai yang bertanggungjawab terhadap program ini adalah 2 (dua) orang, yakni Kepala Bidang dan Pengawas Perikanan. Sedangkan pegawai yang bertanggungjawab terhadap program penanganan nelayan pelintas batas negara di tingkat Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat berjumlah 2 (dua) orang, yakni Kabid Pengawasan dan Pengawas Perikanan, hal ini didasarkan pada keterangan informan kunci 5 pada Dinas Perikanan Kabupaten Deli Serdang.

Kompetensi para pelaksana yang terlibat dalam implementasi penanganan program penanganan nelayan pelintas batas negara ini telah memadai, hal ini dibuktikan dengan kemampuan untuk melakukan sosialisasi/pemahaman terkait dengan kebijakan dan aturan perundang-undangan perlindungan nelayan pelintas batas negara serta kemampuan dalam melakukan koordinasi pemulangan.

Kendala dalam implementasi program ini adalah pada anggaran. Kegiatan sosialisasi dan pembinaan kepada nelayan pelintas batas negara pada Stasiun PSDKP Belawan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara, Dinas Perikanan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat belum secara khusus dialokasikan dalam anggaran tahun 2023. Keterbatasan anggaran tersebut mengakibatkan belum optimalnya program penanganan nelayan pelintas batas negara.

 

Karakteristik dari agen pelaksana

Keberhasilan suatu kebijakan, dapat diidentifikasi dari karakteristik agen pelaksana, yang dapat dilihat dari struktur birokrasi, norma dan aturan, pola hubungan dalam birokrasi. Pembagian tugas dan wewenang di masing-masing instansi yang berperan dalam penanganan nelayan pelintas batas negara telah dilakukan dengan jelas. Dalam program penanganan nelayan pelintas batas negara di wilayah kerja Stasiun PSDKP Belawan ditangani oleh Stasiun PSDKP Belawan, Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten. Di Stasiun PSDKP Belawan program penanganan nelayan pelintas batas ditangani oleh Tim Kerja Penanganan Pelanggaran yang memiliki tugas untuk penanganan awak kapal tindak pidana kelautan dan perikanan (penerimaan, penempatan penampungan, perawatan kesehatan, pengamanan awak kapal tersangka dan bukan tersangka). Untuk ditingkat Pemerintah Provinsi ditangani oleh Kepala Bidang Pengawasan pada Dinas Kelautan dan Perikanan. Sedangkan ditingkat Kabupaten ditangani oleh Kepala Bidang Pengawasan pada Dinas Perikanan.

Pelaksanaan program penanganan nelayan pelintas batas negara tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah, dalam pelaksanaan ditingkat desa melibatkan Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) dan Penyuluh Perikanan Bantu Perikanan. Pokmaswas merupakan kelompok yang terdiri dari beberapa nelayan di suatu wilayah dengan tugas membantu Stasiun PSDKP Belawan dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi serta Dinas Perikanan Kabupaten dalam pengawasan terhadap pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan. Surat Keputusan Pokmaswas ditetapkan oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi. Untuk Penyuluh Bantu Perikanan ditetapkan oleh Kepala Dinas Perikanan Kabupaten.

Berdasarkan uraian diatas, struktur organisasi dan kejelasan tugas masing-masing instansi dalam program penanganan nelayan pelintas batas negara telah jelas dan tidak menemukan kendala.

 

Sikap pelaksana

Sikap pelaksana sebagai implementator suatu kebijakan memegang peranan penting. Para nelayan yang pernah melakukan lintas batas negara mengetahui upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah baik KKP, Stasiun PSDKP Belawan maupun Pemerintah Provinsi dan Kabupaten. Menurut informan kunci 11, nelayan di Kabupaten Deli Serdang telah mengikuti kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh KKP (Direktorat Penanganan Pelanggaran dan Stasiun PSDKP Belawan) bersama Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2020, bahkan papan larangan/edukasi untuk tidak melintas batas juga masih terpasang sampai sekarang di lokasi tambat labuh kapal nelayan. Lebih lanjut informan kunci ke 5, pelaksana pada Stasiun PSDKP Belawan menyampaikan bahwa Stasiun PSDKP Belawan dan Dinas Perikanan Deli Serdang minimal per 3 (tiga) bulan melakukan sosialisasi/penyadartahuan kepada nelayan. Namun hal ini berbanding terbalik dengan masih tingginya nelayan yang melakukan lintas batas negara.

Masih banyaknya nelayan yang melintas batas negara ke Malaysia menjadi keprihatinan tersendiri, menurut informan kunci ke 7, Kelompok Masyarakat Pengawas, sebagai pengurus kelompok masyarakat pengawas dan rekan kerja dari nelayan pelintas batas negara, tidak kurang dalam memberikan himbauan dan juga ajakan untuk tidak melintas batas negara. Upaya lain yang ditempuh oleh Dinas Perikanan Kabupaten Deli Serdang adalah dengan mengangkat penyuluh perikanan bantu yang ditugaskan untuk melakukan pendampingan agar nelayan tidak melakukan lintas batas negara.

Nelayan pelintas batas negara di Kabupaten Langkat juga mengakui telah beberapa kali menerima kegiatan penyadartahuan/sosialisasi untuk tidak melintas batas negara, dan sebenarnya sangat paham dengan larangan atau sanksi yang akan diterima di negara tetangga (Malaysia) apabila melakukan pelanggaran lintas batas. Oleh karenanya apabila dibandingkan dengan nelayan di Kabupaten Deli Serdang tren nelayan di Kabupaten Langkat hampir tidak pernah tertangkap sampai 2 (dua) kali. Menurut informan kunci 14, nelayan di Kabupaten Langkat, semestinya untuk melakukan pencegahan nelayan melintas batas di laut, aparat hukum RI (KKP, TNI AL, POLRI dan Bakamla) yang punya kewenangan patroli di laut dapat mencontoh seperti negara Malaysia, yang melakukan pengusiran atau memperingatkan ketika melihat nelayan berada di sekitar batas laut negara.

Berdasarkan fakta tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya nelayan yang pernah melakukan lintas batas negara, memahami program yang dilakukan oleh pemerintah dalam penanganan yakni: penanganan pemulangan dan sosialisasi/penyadartahuan.

 

Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana

Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana menjadi faktor yang penting untuk mengkoordinasikan keberhasilan program penanganan nelayan pelintas batas negara di wilayah kerja Stasiun PSDKP Belawan. Menurut informan kunci 6, pada Direktorat Penanganan Pelanggaran selama ini wadah komunikasi dilakukan melalui WhatsApp Group yang beranggotakan: Kementerian Luar Negeri, Tim Direktorat Penanganan Pelanggaran, Tim Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi dan Kabupaten. Hal tersebut dikuatkan pernyataan dari informan kunci ke 7, Pelaksana pada Stasiun PSDKP Belawan, yang menyatakan bahwa Tim Kementerian Luar Negeri (KJRI di Penang) akan menginformasikan apabila terdapat nelayan yang mengalami proses hukum maupun telah selesai menjalani proses hukum dan siap dilakukan pemulangan. Selanjutnya Tim Stasiun PSDKP Belawan bersama Pejabat Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi serta Kabupaten akan membantu mengurus administrasi ke keluarga di tempat domisilinya, dan membantu proses sampai pemulangan ke keluarganya.

Koordinasi dan komunikasi juga dilakukan melalui rapat koordinasi yang terjadwal untuk membahas program penanganan nelayan pelintas batas negara, hal ini sesuai pernyataan informan kunci 2 pada Direktorat Penanganan Pelanggaran, KKP, dalam setiap bulan dilakukan updating terhadap proses hukum nelayan pelintas batas negara, dan rencana pemulangannya. Hal lain yang dibicarakan adalah terkait rencana sosialisasi/penyadartahuan. Lebih lanjut menurut informan kunci 6 pada Direktorat Penanganan Pelanggaran menyampaikan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam hal ini Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Luar Negeri yang diwakili oleh Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler telah memiliki Perjanjian Kerjasama (PKS) nomor: PRJ/PK/002027/09/2021/64 dan 07/PKS-DJPSDKP/VIII/2021 yang ditandatangani tanggal 19 Agustus 2021. PKS ini sebagai aturan turunan dari Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 39 Tahun 2016 serta menjadi payung hukum untuk koordinasi antar 2 (dua) Kementerian yang meliputi: 1) pertukaran dan pemanfaatan data dan informasi, 2). Koordinasi penanganan permasalahan, dan 3). Diseminasi/sosialisasi.

Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa komunikasi antar organisasi telah terdapat payung hukum dan media melalui WhastApp Group dan telah efektif, namun secara formal perlu dibuat Surat Keputusan tentang Tim Koordinasi Penanganan Nelayan Pelintas Batas yang beranggotakan KKP, Kementerian Luar Negeri, Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten) sebagai wadah komunikasi dan koordinasi.

 

Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik

Lingkungan eksternal yang terdiri dari ekonomi, sosial, dan politik, sangat mempengaruhi keberhasilan implementasi program penanganan nelayan pelintas batas negara di wilayah kerja Stasiun PSDKP Belawan. Seluruh informan kunci yang berasal dari nelayan pelintas batas negara menyampaikan bahwa faktor ekonomi membuat mereka melintas batas negara, dengan keterbatasan alat tangkap ikan dan kapal yang digunakan membuat nelayan akan semakin jauh mencari ikan dan melewati batas negara. Untuk itu nelayan pelintas batas negara mengharapkan agar pemerintah pusat dan daerah dapat memberikan bantuan antara lain: kapal ikan yang memadai beserta alat tangkapnya, rumpon sehingga nelayan tidak perlu sampai melintas batas negara. Untuk faktor sosial, informan kunci 3, pada Stasiun PSDKP Belawan menyampaikan bahwa yang paling berpengaruh adalah tingkat pendidikan dan literasi nelayan yang masih kurang, sehingga belum memahami secara menyeluruh mengenai kondisi perbatasan laut Indonesia. Selain itu masyarakat nelayan memiliki kebiasaan menangkap ikan di wilayah perbatasan negara.

Faktor politik juga mempengaruhi dalam implementasi program ini, menjelang pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah, para kandidat akan berupaya mendapatkan simpatik dari masyarakat, tak terkecuali nelayan pelintas batas, menurut informan kunci 2 pada Direktorat Penanganan Pelanggaran, menyampaikan bahwa terdapat beberapa calon kandidat legislator yang memfasilitasi pemulangan nelayan pelintas batas negara bahkan melakukan penjemputan ke Malaysia. Hal ini dapat memberikan pengaruh tidak baik dalam hubungan diplomatik dengan Malaysia, karena seakanakan melintas batas negara bukan menjadi pelanggaran dan tindak pidana. Nelayan yang dipulangkan juga berpotensi akan melakukan lintas batas kembali karena terdapat pihak yang akan memulangkannya secara gratis.

Nelayan pelintas batas negara juga berpotensi melakukan tindak pidana lain seperti kejahatan imigrasi, penyelundupan narkoba dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Hal ini seperti yang disampaikan oleh informan kunci 1 dan informan kunci 2 pada Direktorat Penanganan Pelanggaran, sehingga pemerintah perlu bertindak cepat untuk menyelesaikan permasalahan nelayan pelintas batas negara ini sampai ke akar permasalahannya, bukan seperti pemadam kebakaran yang bekerja ketika telah terjadi pelanggaran.

 

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa program penanganan nelayan pelintas batas negara di wilayah kerja Stasiun PSDKP ditinjau dari 6 (enam) aspek implementasi kebijakan model Van Meter dan Van Horn belum semuanya optimal pada: (1). Standar dan tujuan kebijakan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 39/PERMEN-KP/2016 tentang Tata Cara Pemulangan Nelayan Indonesia yang Ditangkap di Luar Negeri karena Melakukan Penangkapan Ikan di Negara Lain Tanpa Izin, sebagai landasan kebijakan belum sepenuhnya mampu menyelesaikan permasalahan nelayan pelintas batas. Dalam program yang ada masih sebatas pada: informasi, prosedur pemulangan dan sosialisasi. Strategi implementasi kebijakan untuk mengoptimalkan dilakukan dengan melakukan revisi Peraturan Menteri 39/PERMEN-KP/2016 dengan menambahkan: edukasi sejak dini kepada keluarga dan anak-anak nelayan pelintas batas, kolaborasi pencegahan dan peningkatan kapasitas SDM. (2). Sumber Daya. Keterbatasan anggaran untuk membantu pemulangan nelayan dari negara tetangga setelah menjalani proses hukum serta untuk kegiatan sosialisasi menjadi kendala implementasi program penanganan nelayan pelintas batas negara. Strategi optimalisasi dilakukan dengan menjadikan program penanganan nelayan pelintas batas negara menjadi kegiatan prioritas pada saat pengalokasian anggaran. (3). Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik. Keterbatasan sarana yang dimiliki oleh nelayan berupa kapal ikan, alat tangkap dan peralatan navigasi membuat nelayan masih melakukan lintas batas. Selain itu tingkat pendidikan dan literasi nelayan yang masih kurang, sehingga belum memahami secara menyeluruh mengenai kondisi perbatasan laut Indonesia. Faktor politik yangmemperlakukan secara istimewa nelayan pelintas batas yang tertangkap di negara tetangga oleh kandidat legislator, menjadikan nelayan pelintas batas tidak jera melakukan pelanggaran lintas batas negara. Strategi implementasi kebijakan untuk mengoptimalkan dilakukan dengan peningkatan sosialisasi/penyadartahuan dan pemberian bantuan sarana penangkapan ikan.

Untuk mengoptimalkan program rekomendasi dan saran yang diberikan adalah: (1) Kementerian Kelautan dan Perikanan agar melakukan revisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 39/PERMEN-KP/2016 tentang Tata Cara Pemulangan Nelayan Indonesia yang Ditangkap di Luar Negeri karena Melakukan Penangkapan Ikan di Negara Lain Tanpa Izin, dengan memperkuat pencegahan dan meningkatkan pemberdayaan bagi nelayan pelintas batas negara. (2) Kementerian Kelautan dan Perikanan, menetapkan Surat Keputusan tentang Tim Terpadu Lintas Kementerian dan Pemerintah Daerah untuk penanganan nelayan pelintas batas negara. (3) Stasiun PSDKP Belawan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi dan Kabupaten melakukan penyadartahuan dan edukasi sejak dini berupa kegiatan pemberian pemahaman kepada anak-anak usia sekolah dan diprioritaskan kepada anak-anak nelayan pelintas batas negara dengan melibatkan Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS), Penyuluh Perikanan Bantu, tokoh masyarakat dan tokoh agama. (4) Memberikan bantuan kapal dan alat tangkap serta rumpon bagi nelayan pelintas batas negara baik melalui APBN maupun APBD. (5) KKP dan Pemerintah Daerah memfasilitasi akses permodalan dan pemberdayaan bagi nelayan pelintas batas negara, sehingga dapat meningkatkan usahanya dan mulai beralih ke mata pencaharian lainnya menjadi pembudidaya ikan dan pengolah ikan. (6) Membangun secara terintegrasi di lokasi nelayan pelintas batas negara dengan model Kampung Nelayan Modern, sehingga tersedia sarana dan prasarana yang memadai untuk meningkatkan nilai tambah hasil tangkapan nelayan. (7) Meningkatkan anggaran untuk kegiatan pencegahan/sosialisasi di lokasi nelayan pelintas batas negara. (8) Sinergi operasi pengawasan di laut antara Kementerian Kelautan dan Perikanan, POLRI, TNI AL dan Bakamla untuk mencegah terjadinya nelayan pelintas batas negara karena merupakan tindakan pidana. (9) Penelitian lebih lanjut untuk membuat formulasi kebijakan dalam rangka alih mata pencaharian nelayan pelintas batas negara.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Adam (2015), Telaah Kebijakan Perlindungan Nelayan dan Pembudi Daya Ikan di Indonesia. Journal Kajian, 20 (2), 145 - 162

 

Darwis, M., & Hertina. (2018). Paradigma Baru Perlindungan Hukum Terhadap Nelayan Tradisional di Perbatasan. Al Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam, 8(2), 513-536.

 

Dorisman, A., Muhammad, A. S., & Setiawan, R. (2021, April). Kolaborasi antar Stakeholder dalam Penanggulangan Kecelakaan Lalu Lintas. JIANA: Jurnal Ilmu Administrasi Negara, 19(1), 70-83.

 

Goso, & Anwar, S. M. (2017, Februari). Kemiskinan Nelayan Tradisional serta Dampaknya terhadap Perkembangan Kumuh. Jurnal Manajemen, 3(1).

 

Ibrahim. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit Alfabeta. Dipetik Mei 25, 2023

 

Indiahono, D. (2017). Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis Edisi Kedua Revisi. Yogyakarta: Penerbit Gava Media. Dipetik Mei 24, 2023

 

Juanita, M. D., & Setiani, M. F. (2021). Fishermen Empowerment Strategy as a Solution in the Security Management Crisis in the North Natuna Sea. JMSNI (Journal of Maritime Studies and National Integration), 5(2), 93-100.

 

Kusnandar, I. (2018). Analysis of Certification Policy Implementation. Journal of Education, Teaching and Learning, 130.

 

Lestari, E., & Maliki, M. (2001). Negosiasi, Kolaborasi dan Jejaring Kerja. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.

 

Londa, V. Y., & Pangemanan, F. N. (2021). Empowerment of Small-Scale Fishery Businesses in Coastal Communities in Tatapaan Minapolitan Area, South Minahasa Regency. Journal of Asian Multicultural Research for Social Sciences Study, 2(2), 006-014.

 

Lopulalan, Y. (2023, Juni). Alternatif Kelembagaan Kemitraan bagi Pemberdayaan Nelayan Perikanan Tangkap di Kota Ambon. PAPALELE: Jurnal Penelitian Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan, 7(1), 77-86.

 

Pasolong, H. (2020). Metode Penelitian Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.

 

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 17/PERMEN-KP/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2020-2024.

 

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 39/PERMEN-KP/2016 tentang Tata Cara Pemulangan Nelayan Indonesia yang Ditangkap di Luar Negeri Karena Melakukan Penangkapan Ikan di Negara Lain Tanpa Izin.

 

Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2020 � 2024.

 

Purwanto, H. and Mangku, D. G. S. (2016). Legal Instruments of the Republic of Indonesia in Border Management Using the Perspective of Archipelagic State, International Journal of Business, Economics and Law, 51-59.

 

Setyawan, D. (2017). Pengantar Kebijakan Publik. Malang: Inteligensia Media.

 

Solihin, A. (2014, Desember). Tata Kelembagaan Penanganan Nelayan Tradisional Indonesia Pelintas Batas di Wilayah Perairan Australia. Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan, 1(3), 121-128.

 

Sriyono, Dewi, S. R., & Puspita, H. (2021). Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Nelayan di Era New Realiti Melalui Model Pembiayaan Inklusif: Perspektif Al Mudharobah. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(01), 81-89.

 

Stasiun PSDKP Belawan (2023). Laporan Kinerja Tahun 2022. Belawan

 

Sugiyono. (2021). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

 

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.

 

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam

 

Van Meter, D. S., & Van Horn, C. E. (1975). The Policy Implementation Process: A Conceptual Framework. Administration & Society, 6(4), 445�488. https://doi.org/10.1177/009539977500600404

 

Yanti (2017), Upaya Indonesia Dalam Mengatasi Permasalah Nelayan Tradisional di Perairan Australia, Universitas Bosowa Makassar.

 

Ahmad, J. (2015). Metode Penelitian Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit Gava Media.

 

KKP (2022). Kelautan dan Perikanan Dalam Angka Tahun 2022. Jakarta: Pusdatin

 

Humas Kemensetneg. (2019, Desember 10). Tiga Arahan Presiden untuk Perkuat Ekonomi Sektor Pertanian dan Perikanan. Diambil kembali dari https://setneg.go.id/baca/index/tiga_arahan_presiden_untuk_perkuat_ekonomi_sektor_pertanian_dan_perikanan

 

Humas Setkab. (2016, Agustus 24). Presiden Jokowi Teken Inpres Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional. Diambil kembali dari https://setkab.go.id/presiden-jokowi-teken-inpres-perce

Copyright holder:

Sunaryo, Arifiani Widjayanti, Hamka (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: