Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 11, November 2023

 

PERAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP CAREER SEARCH EFFICACY DENGAN MODERATOR FUTURE WORK SELF PADA MAHASISWA DI KOTA BANDUNG

 

Gianti Gunawan*, Indah Puspitasari, Meta Dwijayanthy

Faculty of Psychology, Maranatha Christian University

E-mail: [email protected]; [email protected]; [email protected]

 

Abstrak

Salah satu tugas perkembangan yang dalam usia remaja dan usia dewasa awal adalah menemukan arah karir yang tepat. Menemukan karir yang sesuai dengan minat dan cara untuk mengaktualisasikan diri, menjadi sesuatu hal yang perlu dieksplorasi dimulai di masa remaja. Mahasiswa juga tidak bisa lepas dari proses eksplorasi untuk menemukan karir yang selaras dengan minat dan kemampuan yang dimilikinya. Proses eksplorasi karir inilah yang diarahkan pada career search efficacy. Selain itu, representasi mahasiswa terhadap dirinya di masa depan yang mencerminkan harapan dan aspirasinya dalam kaitannya dengan pekerjaan menjadi sangat penting untuk dimiliki. Penelitian ini dilakukan untuk melihat peran dari dukungan sosial terutama dari orang tua dan teman sebaya terhadap career search efficacy dengan moderator future work self mahasiswa. Populasi dari penelitian ini adalah mahasiswa di kota Bandung. Teknik analisa data dengan menggunakan regresi linear antara variabel dukungan sosial dan career search efficacy, dengan variabel future work self sebagai moderator. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial orang tua dan dukungan sosial teman sebaya secara simultan tidak memberikan kontribusi terhadap variabel career self-efficacy. Dukungan sosial orang tua secara parsial tidak menunjukkan adanya kontribusi untuk bisa memprediksi career self efficacy. Hasil serupa juga terjadi pada dukungan sosial teman sebaya yang tidak signifikan memberikan kontribusi untuk memprediksi career self efficacy. Variabel future work self tidak memoderasi pengaruh antara dukungan sosial orang tua terhadap career self efficacy. Di sisi lain, variabel future work self dapat memoderasi pengaruh antara dukungan sosial teman sebaya terhadap career self efficacy.

 

Kata kunci: Dukungan Sosial, Career Search Efficacy, Future Work Self, Mahasiswa, Bandung.

 

Abstract

One of the developmental tasks in adolescence and early adulthood is finding the right career direction. Finding a career that matches your interests and ways to actualize yourself, becomes something that needs to be explored and start in adolescence. Students also cannot be separated from the exploration process to find a career that is in line with their interests and abilities. This career exploration process is lead to career search efficacy. In addition, the student's representation of himself in the future that reflects his expectations and aspirations related to work becomes very important to have. This research wants to see the role of social support, especially from parents and peers towards career search efficacy with the moderator of future work self-students. The population of this study is students in the city of Bandung. Data analysis techniques using linear regression between social support variables and career search efficacy, with future work self variables as moderators. The results showed that parental social support and peer social support simultaneously did not contribute to the variable career self-efficacy. Partial parental social support showed no contribution to predicting career self-efficacy. Similar results also occurred in peer social support that did not significantly contribute to predicting career self-efficacy. The future work self variable does not moderate the influence between parental social support and career self-efficacy. On the other hand, the future work self variable can moderate the influence between peer social support on career self-efficacy.

 

Keywords: Social Support, Career Search Efficacy, Future Work Self, Students, Bandung.

 

Pendahuluan

Setiap tahap perkembangan memiliki tuntutan tugas yang perlu dipenuhi oleh setiap individu. Berdasarkan pendekatan sosiologis, individu dikatakan dewasa jika mereka dapat mandiri, memilih karir, menikah atau memiliki hubungan serius dengan lawan jenis atau mulai berkeluarga. Santrock (2002) juga menyampaikan salah satu kebutuhan individu di masa dewasa awal adalah bekerja dan menjalin hubungan dengan lawan jenis.

Masa dewasa melibatkan periode transisi yang panjang. Dari tugas perkembangan terlihat bahwa individu dewasa awal sudah mulai dituntut untuk memilih karir yang ingin dilakukan hingga pensiun. Karir yang dilakukan bukan hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan hidup namun sebagai sarana untuk mengaktualisasikan diri.

Berdasarkan Super (1996), berkarir adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Kehidupan seseorang banyak berorientasi pada persoalan karir disepanjang rentang kehidupan seseorang. Semenjak lahir hingga usia 14 atau 15 tahun seseorang akan berada dalam tahap growth, dalam tahap ini seorang anak akan melakukan pengembangan kapasitas, minat, sikap dan kebutuhan terkait konsep diri. Sering kali anak-anak akan menetapkan cita-cita sesuai dengan fantasi atau gambaran ideal mengenai karir atau pekerjaan yang diharapkan.

Pada usia 15 -24 tahun seseorang akan masuk pada tahap exploration yakni mereka akan berusaha mencari pengalaman, minat, bakat dan mulai mengembangkan pilihan dan ketrampilan untuk mengarah pada pekerjaan yang diharapkan. Tidak jarang tahap ekplorasi ini menjadi tahap yang membingungkan bagi seseorang karena mereka dihadapkan pada situasi pengambilan keputusan dan memilih karir merupakan langkah pengambilan keputusan yang cukup kompleks dan berdampak jangka panjang.

Hurlock (1997) juga menyatakan setelah seseorang melewati masa fantasi mengenai karir, individu akan masih ke periode realistik yang terbagi menjadi 3 tahapan. Tahap pertama dalam periode realistik adalah eksplorasi, yang berpusat pada saat masuk ke perguruan tinggi. Pada tahap ini, individu mempersempit pilihan karir menjadi dua atau tiga kemungkinan tetapi pada umumnya masih belum menentu. Setelah memasuki pendidikan di perguruan tinggi, ternyata tidak sepenuhnya mahasiswa memiliki keyakinan diri yang tinggi dalam memilih dan menentukan karirnya. Waktu pemilihan karir yang semakin pendek seringkali justru membuat mahasiswa semakin ragu dan kurang memiliki keyakinan diri dalam pemilihan karir.

Kebimbangan karir dapat menjadi suatu respon normal yang dialami oleh remaja yang sedang berhadapan dengan penetapan karirnya (Patton & Creed, 2001). Kebimbangan akan semakin besar dialami khususnya pada mahasiswa karena waktu dalam pemilihan pekerjaan akan semakin dekat. Pada mahasiswa terutama yang sudah berada ditahun-tahun akhir dalam masa perkuliahannya biasanya akan mengalami kesulitan dan kebimbangan dalam menentukan jalur karir, perusahaan, bahkan lokasi tempat kerjanya.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Inisiator Semua Murid Semua Guru (SMSG) yang dimuat dalam media massa daring di Indonesia menunjukkan bahwa ketika sudah berada di bangku perguruan tinggi pun, mahasiswa di Indonesia masih mengalami permasalahan terkait pengambilan keputusan karier. Hasil survei menunjukkan bahwa 90% mahasiswa di Indonesia mengalami kebimbangan karier saat memilih jurusan kuliah dan 87% mahasiswa merasa salah dalam memilih jurusan.

Tidak sedikit pula mahasiswa yang meragukan akan kemampuannya dalam mencari pekerjaan yang diidamkan. Situasi kebimbangan akan semakin kuat ketika muncul tantangan dari lingkungan, misalnya dengan kondisi pandemi saat ini ketika lowongan pekerjaan semakin berkurang dan tidak berbanding lurus dengan jumlah pencari kerja yang justru semakin meningkat. Dengan kelesuan kondisi ekonomi baik di Indonesia atau di berbagai belahan bumi lainnya, didapatkan fakta banyak perusahaan melakukan tindakan efisiensi.

Mereka tidak membuka lowongan pekerjaan, bahkan tidak sedikit perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja dalam rangka efisiensi.� Berdasarkan analisis big data BPS mencatat jumlah lowongan pekerjaan di bulan Januari 2020 sempat mencapai 12.168, kemudian turun menjadi 11.103 dibulan Maret 2020, kemudian 6.134 dibulan April 2020 dan 3.726 dibulan Mei 2020. Data ini menggambarkan bahwa selama tahun 2020, pembukaan lowongan pekerjaan semakin menurun. Data BPS ini juga menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja pada Agustus 2020 sebanyak 138,22 juta orang, naik 2,36 juta orang dibanding Agustus 2019.

Sejalan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga naik sebesar 0,24 persen poin. Di lain pihak tingkat pengangguran terbuka (TPT) Agustus 2020 sebesar 7,07 persen, meningkat 1,84 persen poin dibandingkan dengan Agustus 2019. Penduduk yang bekerja sebanyak 128,45 juta orang, turun sebanyak 0,31 juta orang dari Agustus 2019. Situasi seperti ini sering kali membuat mahasiswa yang dalam beberapa tahun kedepan akan menjadi pencari kerja mengalami kebimbingan akan pilihan karirnya kedepan.

Tidak sedikit mahasiswa yang meragukan kemampuan untuk melakukan aktifitas pencarian kerja dan memilih karir yang tepat serta mempersiapkan ketrampilan yang dibutuhkan dalam mencari karir dan perusahaan idaman yang diharapkan. Keyakinan seseorang mengenai kemampuan untuk melakukan berbagai aktifitas pencarian karir termasuk ekplorasi karir secara pribadi dan aktifitas mencari pekerjaan disebut dengan career search efficacy (Solberg, Good, & Nord, 1994). Kemampuannya untuk melakukan berbagai aktifitas pencarian karir termasuk eksplorasi karir secara pribadi dan aktifitas mencari pekerjaan atau dapat diartikan sebagai derajat kepercayaan dalam aktifitas percarian pekerjaan.

Berdasarkan definisi ini, career search efficacy bukan hanya terkait keyakinan untuk memilih pekerjaan namun juga berkaitan dengan kemampuan untuk mengeksplorasi informasi mengenai pekerjaan yang ingin dipilih dan melakukan aktifitas untuk mempersiapkan diri dalam mencari pekerjaan yang diharapkan. Penelitian Bandura (1997) mengatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sumber-sumber dari self-efficacy dengan career search efficacy.

Sumber-sumber self-efficacy ini memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan career search efficacy. Kurangnya prestasi masa lalu, pengalaman belajar, tidak adanya persuasi verbal atau dorongan dari orang lain dapat mempengaruhi career search efficacy menjadi negatif (Betz & Hackett, 1986);(Betz, Klein, & Taylor, 1996). Career search efficacy terdiri atas tiga aspek yaitu personal exploration, career exploration dan job exploration. Personal exploration menyangkut kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian atas pekerjaan yang diminati dikaitan dengan ketrampilan serta tujuan dari hidupnya.

Kemampuan akan memahami diri baik mengenai minat, bakat dan proses ekplorasi diri lainnya akan sangat bermanfaat bagi individu untuk mencari kesesuaian antara karir yang paling tepat dengan karakter pribadinya. Career exploration mengacu pada tindakan untuk mencari informasi, melakukan wawancara dan menjalankan tugas lain yang akan menghasilkan informasi dan pemahaman mengenai karir tertentu.

Mahasiswa sebagian besar sudah mulai melakukan personal exploration untuk menentukan minat dan kesukaannya mengenai suatu karir. Selanjutnya mereka akan mencari career yang diidamkan. Mereka akan mencari informasi dari berbagai pihak atau melalui berbagai media untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai karir. Dalam tahap ini mereka seringkali bertanya pada pihak-pihak yang dianggap dapat memberikan informasi yang akurat mengenai pekerjaan dan tidak jarang mereka juga aktif mencari kesempatan untuk dapat meningkatkan pemahaman atau ketrampilan pekerjaan misalnya dengan melakukan kegiatan magang, praktek kerja atau freelance untuk mengekplorasi karir atau pekerjaan-pekerjaan yang dianggap menjadi minatnya.

Dalam tahap job exploration, mahasiswa berusaha untuk melakukan langkah-langkah untuk mempersiapkan diri dalam pencarian pekerjaan seperti mempersiapkan diri mengikuti proses seleksi dan wawancara serta mulai mencari perusahaan potensial yang dapat memberikan pekerjaan dan juga dianggap mampu memberikan kesempatan karir atau masa depan yang baik untuk individu. Dalam tahap ini, tidak jarang mahasiswa akan aktif mencari informasi secara formal maupun informal.

Misalnya dengan mengikuti seminar persiapan masuk dunia kerja sampai mencari informasi mengenai perusahaan yang dianggap sesuai dan mampu memberikan kesempatan untuk mengaktualisasikan diri maupun kenyamanan dalam bekerja sesuai dengan karakter dan kepribadian individu. Ketika individu melakukan career search efficacy ini akan mengarahkannya untuk menetapkan keputusan karir yang ingin dilakukannya di masa yang akan datang. Individu perlu secara eksplisit mendorong diri untuk berfokus pada masa depan, berpikir positif dan spesifik namun tidak menutup kemungkinan untuk merujuk pada keadaan diri yang kita yakini atau hal yang kita miliki saat ini.

Hal yang dapat mendorong diri inilah yang disebut dengan future work self (Solberg, 1998). Taber (2015) mendefinisikan future work self sebagai representasi diri di masa depan yang mencakup harapan dan aspirasi yang signifikan secara individu dalam kaitannya dengan karir. Future work self adalah komponen dari sistem diri yang dinamis, yang mana mereka menjadi relevan dengan motivasi dan perilaku individu ketika menjadi bagian aktif dari self-concept (Strauss, Griffin, & Parker, 2012). Arti penting dari future work self adalah sejauh mana pekerjaan di masa depan jelas dan mudah dibayangkan bagi seseorang yang selanjutnya dapat mempengaruhi kekuatan motivasi individu itu sendiri.

Orientasi masa depan yang eksplisit dari future work self memungkinkan individu untuk mengambil resiko dan menetapkan tujuan yang lebih ambisius. Hal tersebut dikarenakan future work self berpotensi meregangkan aspirasi individu dan memperluas pemikiran kreatif tentang masa depan, sehingga membekali individu secara proaktif membentuk karir mereka. Selain itu, secara eksternal mereka akan menggali dari orang-orang yang terdekat. Ketika seseorang memasuki masa remaja atau dewasa awal, pengaruh dari lingkungan juga menjadi hal yang penting.

Ketika ia mendapatkan dukungan sosial dari pihak lain ia akan mempercayai dan meyakini informasi dari pihak-pihak yang dianggap mampu memberikan dukungan sosial yang diharapkan. Dukungan sosial adalah kenyamanan, kepedulian, penghargaan atau bantuan yang tersedia untuk seseorang dari orang lain ataupun kelompok (Sarafino & Smith, 2011). Dukungan dari orang-orang yang ada di lingkungannya dapat berasal dari berbagai sumber, seperti pasangan atau orang yang dicintai, keluarga, teman-teman, atau organisasi komunitas.

Orang yang mendapatkan dukungan sosial meyakini bahwa mereka dicintai, berharga dan menjadi bagian dari jaringan sosial seperti sebuah keluarga ataupun komunitas organisasi, yang dapat membantu pada saat orang tersebut membutuhkan. Ketika seseorang mendapatkan dukungan sosial ia merasa mendapatkan empati, kepedulian, perhatian, pandangan yang positif dan dorongan untuk individu. Hal tersebut memberikan kenyamanan dan ketenangan dengan rasa dimiliki dan dicintai saat berada dalam situasi stress.

Hasil penelitian dari Cutrona dan Gardner (2004) dan Sarafino (2011) menggambarkan 4 fungsi dasar dari dukungan sosial, yaitu emotional atau self-esteem support, tangible atau instrumental support, informational support dan companionship support. Emotional atau esteem support mengarahkan pada empati, kepedulian, perhatian, pandangan yang positif dan dorongan untuk mahasiswa ketika mengeksplorasi karir impiannya. Hal tersebut memberikan kenyamanan dan ketenangan dengan rasa dimiliki dan dicintai saat berada dalam situasi stress.

Tangible atau instrumental support yakni bantuan secara nyata yang kepada mahasiswa ketika menghadapi situasi yang menekan misalnya financial support dari orangtuanya maupun bantuan untuk mengerjakan tugas dari temannya, bantuan untuk mencari tempat magang dari orang tua, dan lain-lain. Informational support meliputi pemberian masukan, saran-saran ataupun umpan balik mengenai apa yang telah dilakukan oleh mahasiswa terkait dengan eksplorasi karir ini. Companionship support terarah pada kesediaan orangtua atau teman untuk menghabiskan waktu dengan mahasiswa, cara ini untuk dapat membuat mahasiswa merasa bahwa ia berada dalam sebuah kelompok yang berbagi minat dan aktifitas sosial yang sama.

Tuntutan mahasiswa untuk menemukan pekerjaan di perusahaan menuntut individu untuk mengeksplorasi berbagai kemungkinan karir yang dapat dijalankan. Proses eksplorasi yang dilakukan oleh mahasiswa inilah yang perlu mendapatkan dukungan baik itu dari orangtua ataupun teman. Mahasiswa yang mempersepsikan mendapatkan dukungan dari orang lain, akan memiliki career decision self-efficacy belief.

Penelitian yang selaras juga pernah dilakukan di Indonesia dengan subjek siswa sekolah menengah atas atau SMA, hasil yang didapatkan selaras dengan penelitian lainnya, yang menyatakan bahwa ada hubungan yang positif antara dukungan sosial dengan career decision making selfefficacy (Safriani & Rinaldi, 2019). Ryan et al. (1996) melakukan penelitian dengan hasil bahwa influence of family dysfunction dan parental attachment menjadi prediktor dari career search efficacy.

Khususnya pada subyek dengan jenis kelamin wanita. Roe (1956) menekankan bahwa pengalaman pada awal masa kanak-kanak memainkan peranan penting dalam pencapaian kepuasan dalam bidang yang dipilih seseorang. Penelitiannya menginvestigasi bagaimana gaya asuh orang tua (parental styles) mempengaruhi hierarkhi kebutuhan anak, dan bagaimana hubungan antara kebutuhan ini dengan gaya hidup masa dewasanya. Dalam mengembangkan teorinya, dia menggunakan teori Maslow tentang hierarchy of needs sebagai dasar.

Struktur kebutuhan seorang individu, menurut Roe, sangat dipengaruhi oleh frustasi dan kepuasan pada awal masa kanak-kanak. Pada remaja di Italia, menunjukan bahwa dukungan sosial dari keluarga memiliki pengaruh yang kuat terhadap career search self-efficacy (Nota, Ferrari, Solberg, & Soresi, 2007). Pada remaja, dukungan sosial baik itu dari keluarga, teman ataupun pihak yang lain signifikan dalam kehidupan relasinya mempengaruhi career exploration (Turan, �elik, & Turan, 2014). Menurut Turan et al., (2014) dukungan sosial ini menjadi faktor penting bagi adolescents yang sedang berada dalam periode career exploration.

 

Metode Penelitian

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa regresi linear. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran dukungan sosial terhadap career search efficacy melalui future work self pada mahasiswa di kota Bandung. Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa di kota Bandung dengan menggunakan accidental sampling sebagai teknik penarikan sampel.

Jumlah responden penelitian sebanyak 102 orang. Alat ukur yang digunakan adalah career search efficacy scale yang disusun oleh Solberg, (1995) yang terdiri dari 35 item, dukungan sosial yang disusun oleh Cindy Maria berdasarkan teori social support dari Curtona dan Gardner (2004) serta Sarafino (2011) yang terdiri dari 20 item. Future work self dikembangkan oleh Strauss et.all (2012) yang terdiri dari 5 item dengan nilai reliabilitasnya 0,91.

 

Hasil dan Pembahasan

Sebelum dilaksanakan pengujian regresi dilakukan uji normalitas residual terhadap semua variable penelitian, yaitu dukungan sosial orangtua, dukungan sosial teman, future workself dan career self-efficacy. Hasil uji normalitas residual dapat dilihat pada tabel 1.

 

Tabel 1 Hasil Uji Normalitas

Variabel

p-value

Keterangan

Kolmogorov-Smirnov Test

0.200

Tidak signifikan, data berdistribusi normal

Total

101

 

 

Hasil di atas menunjukkan bahwa semua variabel dalam penelitian ini memiliki data residual yang berdistribusi secara normal. Artinya, syarat uji normalitas sudah terpenuhi. Selanjutnya dalam uji multikolinearitas yang dilakukan untuk melihat pada sebuah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas yang terlibat, diperoleh hasil yang dapat dilihat dalam Tabel 2.

 

Tabel 2 Hasil Uji Multikolinearitas

Model

Collinearity Statistics

Tolerance

VIF

1

(Constant)

 

 

Dukungan Sosial Orangtua

.672

1.487

Dukungan Sosial Teman

.706

1.416

Future Work

.883

1.132

 

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa semua variabel yang akan menjadi predictor dan calon variabel moderasi memiliki nilai VIF diantara 1-10. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas pada model regresi ini. Hasil uji multikolinearitas ini memenuhi syarat untuk dilakukannya uji regresi. Selain itu juga dilakukan uji heteroskedastisitas untuk melihat apakah terjadi perbedaan varian residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain. Syarat untuk bisa dilakukannya regresi adalah tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi yang terlibat.

Kriteria yang menunjukkan tidak adanya heteroskedaastisitas salah satunya dapat dilihat melalui grafik scatter plot dengan syarat (1) titik-titik data menyebar di atas dan dibawah atau di sekitar angka 0; (2) titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja; (3) penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar lagi; dan (4) penyebaran titik-titik tidak berpola. Berikut ini adalah grafik scatter plot dalam model regresi yang dapat dilihat dalam gambar 1.

 

Gambar 1 Hasil Uji Heteroskedastisitas

 

Gambar di atas menunjukkan bahwa titik-titik yang tersebar dalam grafik scatter plot memenuhi keempat syarat tidak terjadinya heteroskedastisitas. Artinya dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas dan syarat untuk melakukan rangkaian uji regresi dapat dilakukan terhadap semua variabel penelitian ini.

Sebelum dilakukan uji moderasi, akan dilakukan uji regresi untuk mengetahui bagaimana pengaruh dukungan sosial orangtua dan dukungan sosial teman terhadap career self-efficacy. Setelah diketahui pengaruh kedua variabel tersebut terhadap CSE, barulah dilakukan uji moderasi dengan menambahkan variabel future work self. Uji moderasi akan dilakukan terhadap variabel DSOT dan DST secara terpisah terhadap CSE dengan FW sebagai variabel moderasi yang akan berinteraksi dengan DSOT dan DST.

 

Tabel 3 Hasil Uji Regresi Berganda

Variabel

Rsquare

F

β

t

p-value

DSOT & DST

0.028

1.407

 

 

0.250

(p>0.05)

 

 

 

 

 

 

DSOT

 

 

-0.123

-1.042

0.300

(p>0.05)

DST

 

 

-0.065

-0.551

0.583

(p>0.05)

DSOT=dukungan sosial orangtua; DST=dukungan sosial teman

 

Tabel di atas menunjukkan bagaimana variabel dukungan sosial orangtua dan dukungan sosial teman memengaruhi career search efficacy baik secara bersama-sama (simultan) maupun terpisah (parsial). Hasil menunjukkan bahwa dukungan sosial orangtua dan dukungan sosial teman secara simultan tidak memberikan kontribusi terhadap variabel career search efficacy (p>0.05; F=1.407). Dukungan sosial orangtua secara parsial tidak menunjukkan adanya kontribusi untuk bisa memprediksi career search efficacy (p>0.05; t= -1.042; β= -0.123). Hasil serupa juga terjadi pada dukungan sosial teman yang tidak signifikan memberikan kontribusi untuk memprediksi career search efficacy (p>0.05; t= -0.551; β= -0.065) dalam penelitian ini.

 

Tabel 4 Hasil Uji Moderasi Dukungan Sosial Orangtua terhadap Career Search Efficacy Dengan Future Work Self Sebagai Moderator

Variabel

t

p-value

Keterangan

DSOT

-0.018

0.986

(p>0.05)

 

FW

-0.424

0.672

(p>0.05)

 

DSOT*FW

-0.470

0.639

(p>0.05)

Tidak signifikan, H0 diterima

DSOT=dukungan sosial orangtua; FW=future work self ; DSOT*FW=interaksi antara dukungan sosial orangtua dengan future work

 

Tabel di atas menunjukkan bahwa dukungan sosial orangtua akan memengaruhi career search efficacy dengan future work self sebagai variabel moderator. Hasil menunjukkan bahwa interaksi antara variabel dukungan sosial orangtua dengan future work self tidak signifikan berkontribusi untuk bisa memprediksi memengaruhi career search efficacy (p>0.05; t= -0.470). Hal ini berarti variabel future work self tidak memoderasi pengaruh antara dukungan sosial orangtua terhadap memengaruhi career search efficacy. Gambaran visualisasi dari hasil uji moderasi ini dapat dilihat pada Gambar 2.

 

 

Berdasarkan grafik di atas, sumbu datar (X) merupakan variabel dukungan sosial orang tua, sumbu Y merupakan variabel career search efficacy. Garis berwarna biru adalah kelompok responden yang tergolong memiliki future work self rendah, garis berwarna merah adalah kelompok responden dengan future work self rata-rata, dan garis hijau adalah kelompok responden dengan future workself yang tergolong tinggi.

Dapat dilihat bahwa ketika responden mendapatkan dukungan sosial orangtua yang tinggi, maka career search efficacy yang dimiliki responden cenderung semakin rendah (sumbu Y semakin menurun) dan kondisi ini terjadi pada semua responden baik yang memiliki future work self rendah, sedang, maupun tinggi, Artinya adanya perbedaan future workself tidak memperkuat hubungan kontribusi antara dukungan sosial orangtua terhadap career search efficacy.

 

Tabel 5 Hasil Uji Moderasi 2 Dukungan Sosial Teman terhadap Career Search Efficacy Dengan Future Work Self Sebagai Moderator

Variabel

t

p-value

Keterangan

DST

2.422

0.0173

(p<0.05)

 

FW

2.755

0.007

(p<0.05)

 

DST*FW

-2.830

0.006

(p<0.05)

Signifikan, H0 ditolak

DST=dukungan sosial teman; FW=future work; DST*FW=interaksi antara dukungan sosilteman dengan future work

 

Tabel di atas menunjukkan dukungan sosial teman terhadap career search efficacy dengan future work self sebagai variabel moderator. Hasil menunjukkan bahwa interaksi antara variabel dukungan sosial teman dengan dengan future work self signifikan berkontribusi untuk bisa memprediksi career search efficacy (p<0.05; t= -2.830). Hal ini berarti variabel future work self dapat memoderasi pengaruh antara dukungan sosial teman terhadap career search efficacy. Gambaran visualisasi dari hasil uji moderasi ini dapat dilihat pada Gambar 3.

 

Gambar 3 Visualisasi Hasil Uji Moderasi 2

 

Grafik diatas menunjukkan bahwa garis berwarna biru adalah kelompok responden yang tergolong memiliki future work self rendah, garis berwarna merah adalah kelompok responden dengan future work self rata-rata, dan garis hijau adalah kelompok responden dengan future workself yang tergolong tinggi. Pada kelompok responden dengan future work self rendah, ketika dukungan sosial teman mereka semakin tinggi (Sumbu X ke kanan), maka career search efficacy mereka juga semakin tinggi (Sumbu Y ke atas). Pada kelompok responden dengan future workself tinggi, semakin tinggi dukungan sosial teman yang dimiliki oleh responden (Sumbu X ke kanan), justru semakin rendah career search efficacy yang dimiliki oleh responden (Sumbu Y ke bawah).

Pada sisi lain, responden pada kelompok future workself yang sedang, peningkatan ataupun penurunan pada dukungan sosial teman yang dimiliki responden tidak diikuti dengan perubahan apapun pada career search efficacy (garis mendatar). Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini, future work self dapat dapat menjadi moderator antara hubungan dukungan sosial teman sebagai prediktor dengan career search efficacy sebagai outcome.

Career self-efficacy yang ditandai dengan adanya kesiapan kerja, kemampuan mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang memadai yang akan digunakan dalam menghadapi persaingan di dunia kerja dan dalam mempertahankan pekerjaannya merupakan kunci agar mahasiswa dapat meniti karirnya dengan baik.

Upaya untuk menciptakan career self-efficacy dengan melakukan career search efficacy. Sumber-sumber self-efficacy ini memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan career search efficacy. Kurangnya prestasi masa lalu, pengalaman belajar, tidak adanya persuasi verbal atau dorongan dari orang lain dapat mempengaruhi career search efficacy menjadi negatif. Penelitian yang dilakukan pada mahasiswa di kota Bandung, yang memperbandingkan antara dukungan orang tua dan dukungan teman mendapati bahwa kedua hal ini tidak memiliki hubungan dengan kemampuan seseorang memiliki kesiapan dalam bekerja.

Tentunya hal ini menunjukkan bahwa banyak faktor lain diluar dukungan eksternal, yaitu teman dan orang tua yang akan mempengaruhi kesiapan seseorang untuk bekerja yang dapat diteliti lebih lanjut, seperti misalnya pengalaman magang, adanya prestasi yang didapat semasa kuliah, adanya pengalaman belajar yang berhubungan dengan dunia industri atau dunia kerja yang akan digelutinya, adanya contoh keberhasilan dari orang lain, dan lain-lain. Kesiapan untuk bekerja akan lebih mudah ditetapkan apabila individu mengetahui akan bekerja di bidang apa dan di industri apa, sehingga mengetahui pengetahuan dan keterampilan apa yang dibutuhkan untuk dapat mengerjakan tugas-tugas yang diperlukan dalam mengerjakan pekerjaan tersebut.

Pemikiran akan karir apa yang akan dijalani akan mendorong individu untuk memenuhi tuntutan yang dipersyaratkan untuk dapat melakukan pekerjaan tersebut. Hal yang dapat mendorong diri inilah yang disebut dengan future work self (Higgins, 1998; Ibarra, 1999). Berdasarkan penelitian lanjutan yang dilakukan pada mahasiswa yang masih tergolong remaja, gambaran akan karir masa depan ini tidak memberikan penguatan akan peran dukungan orang tua terhadap pembentukan kesiapan mahasiswa untuk bekerja.

Namun hasil yang berbeda ditunjukkan pada dukungan teman, dimana future workself yang berarti representasi diri di masa depan yang mencakup harapan dan aspirasi diri mahasiswa dalam kaitannya dengan karir (Markus & Nurius, 1986) justru memberikan penguatan pada kesiapan mahasiswa untuk berkarir. Hal ini memberikan temuan yang menarik bahwa gambaran orientasi masa depan memperkuat dukungan dari teman-teman untuk mempersiapkan karir menjadi lebih baik.

Proses ini akan menjadi motivasi dan perilaku mahasiswa ketika menjadi bagian aktif dari self-concept (Hoyle & Sherill, 2006; Markus & Nurius, 1986). Arti penting dari future work self ini memberikan pengaruh yang signifikan dalam memperkuat hubungan dukungan teman-teman mahasiswa dalam memberikan gambaran sejauh mana pekerjaan di masa depan dapat diwujdukan dan tentu saja hal ini akan menguatkan kesiapan mahasiswa dalam meraih karir di masa depan.

Penelitian ini memberikan implikasi bahwa mahasiswa memerlukan orientasi masa depan yang eksplisit dari future workself yang memungkinkan mahasiswa untuk mengambil resiko dan menetapkan tujuan yang lebih ambisius dalam pencapaian karir atau meraih pekerjaan tertentu. Hal ini juga akan memperluas pemikiran kreatif mahasiswa tentang masa depan, sehingga membekali mahasiswa secara proaktif untuk membentuk karir mereka.

Selain itu, secara eksternal mahasiswa membutuhkan dukungan terutama dari teman-teman untuk menguatkan langkah yang akan diambilnya dalam karir. Hal ini menunjukkan rekan-rekan yang baik serta suportif akan lebih banyak menunjang seseorang untuk lebih dapat siap berkarir di dunia kerja. Ketika mahasiswa mendapatkan dukungan sosial dari rekan-rekannya, ia akan mempercayai dan meyakini informasinya dibandingkan dari orang tua karena dianggap lebih mampu memberikan dukungan sosial untuk meraih dunia kerja yang diharapkan.

 

Kesimpulan

Kesiapan kerja dibutuhkan mahasiswa untuk meraih karir dimasa depan menjadi lebih baik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 102 responden yang berstatus mahasiswa di kota Bandung diperoleh hasil bahwa dukungan sosial orang tua dan teman sebaya tidak memberikan kontribusi terhadap career self-efficacy. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya dilakukan di beberapa negara lain yang menunjukkan bahwa dukungan sosial memiliki pengaruh terhadap career search efficacy secara langsung.

Bentuk-bentuk dukungan sosial yang beragam sesuai dengan karakteristik nilai dan budaya di setiap daerah dapat menjadi salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan munculnya hasil yang berbeda. Namun hasil yang berbeda diperoleh bahwa dukungan teman sebaya memiliki pengaruh dengan adanya moderasi dari future work self. Dengan adanya moderasi dari future work self maka meningkatnya dukungan sosial teman akan meningkatkan career search efficacy mahasiswa di Kota Bandung. Hal ini menunjukkan diperlukannya orientasi masa depan kerja dan dukungan teman pada mahasiswa untuk memberikan kesiapan kerja yang lebih baik

 

BIBLIOGRAFI

Bandura, Albert. (1997). Self-eficacy: The exercise of self-control. New York: WH Freeman and Company.

 

Betz, Nancy E., & Hackett, Gail. (1986). Applications of self-efficacy theory to understanding career choice behavior. Journal of Social and Clinical Psychology, 4(3), 279�289.

 

Betz, Nancy E., Klein, Karla L., & Taylor, Karen M. (1996). Evaluation of a short form of the career decision-making self-efficacy scale. Journal of Career Assessment, 4(1), 47�57.

 

Hurlock, Elizabeth B. (1997). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan.

 

Nota, Laura, Ferrari, Lea, Solberg, V. Scott H., & Soresi, Salvatore. (2007). Career search self-efficacy, family support, and career indecision with Italian youth. Journal of Career Assessment, 15(2), 181�193. https://doi.org/110.1177/1069072706298019.

 

Patton, Wendy, & Creed, Peter A. (2001). Developmental issues in career maturity and career decision status. The Career Development Quarterly, 49(4), 336�351.

 

Santrock, W. (2002). Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jakarta: Gelora Aksara Pratama.

 

Sarafino, P. E., & Smith, W. T. (2011). Biopsychosocial interaction seventh edition. Health Psychology.

 

Savickas, Mark L., Super, C. M., & Super, D. E. (1996). The life span, life space approach to careers. D. Brown & L. Brooks, Career Choice and Development: Applying Contemporary Theories to Practice, 121�178.

 

Solberg, V. Scott. (1998). Assessing career search self-efficacy: Construct evidence and developmental antecedents. Journal of Career Assessment, 6(2), 181�193.

 

Solberg, V. Scott, Good, Glenn E., Fischer, Ann R., Brown, Steven D., & Nord, Dennis. (1995). Career decision-making and career search activities: Relative effects of career search self-efficacy and human agency. Journal of Counseling Psychology, 42(4), 448.

 

Solberg, V. Scott, Good, Glenn E., & Nord, Dennis. (1994). Career search self-efficacy: Ripe for applications and intervention programming. Journal of Career Development, 21, 63�72.

 

Strauss, Karoline, Griffin, Mark A., & Parker, Sharon K. (2012). Future work selves: how salient hoped-for identities motivate proactive career behaviors. Journal of Applied Psychology, 97(3), 580. https://doi.org/10.1037/a0026423

 

Suhr, Julie A., Cutrona, Carolyn E., Krebs, Krista K., & Jensen, Sandra L. (2004). The social support behavior code (SSBC). Couple Observational Coding Systems, 311�318.

 

Taber, Brian J., & Blankemeyer, Maureen. (2015). Future work self and career adaptability in the prediction of proactive career behaviors. Journal of Vocational Behavior, 86, 20�27.

 

Turan, Erkan, �elik, Ey�p, & Turan, Mehmet Emin. (2014). Perceived social support as predictors of adolescents� career exploration. Australian Journal of Career Development, 23(3), 119�124.

 

Copyright holder:

Gianti Gunawan, Indah Puspitasari, Meta Dwijayanthy (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: