Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 11, November 2023

 

EFEKTIVITAS SIDANG DI LUAR GEDUNG DALAM WILAYAH YURIDIKSI PENGADILAN AGAMA LABUHA

 

Rusdin Alauddin*, Bahri Conoras, Syawal Abdul Ajid

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga

Email: *[email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Sidang di luar gedung merupakan salah satu upaya untuk mendekatkan akses keadilan kepada masyarakat. Hal ini penting, mengingat masih banyak masyarakat yang kesulitan untuk mengakses keadilan di pengadilan karena berbagai faktor, seperti jarak, biaya, dan waktu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas sidang di luar gedung dalam wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama Labuha. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Data dikumpulkan melalui observasi langsung saat sidang di luar gedung berlangsung, wawancara dengan hakim, panitera, dan pihak yang terlibat dalam sidang, serta studi dokumen seperti berita acara sidang dan putusan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sidang di luar gedung efektif dalam menyelesaikan perkara di wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama Labuha. Waktu penyelesaian perkara melalui sidang di luar gedung lebih cepat dibandingkan dengan sidang di dalam gedung. Selain itu, sidang di luar gedung juga memberikan akses keadilan bagi masyarakat yang tinggal di daerah terpencil. Namun, masih terdapat beberapa kendala seperti keterbatasan infrastruktur dan fasilitas yang dapat mempengaruhi efektivitas sidang di luar gedung.

 

Kata Kunci: Sidang Luar Gedung, Wilayah Yuridiksi, Pengadilan Agama Labuha

 

Abstract

Out-of-court hearings are one of the efforts to bring access to justice closer to the community. This is important, given that there are still many people who find it difficult to access justice in court due to various factors, such as distance, cost and time. This study aims to analyze the effectiveness of out-of-house trials within the jurisdiction of the Labuha Religious Court. This study used qualitative research methods. Data were collected through direct observation when an out-of-house hearing took place, interviews with judges, clerks, and parties involved in the hearing, as well as document studies such as court minutes and decisions. The results showed that out-of-house sessions were effective in resolving cases in the jurisdiction of the Labuha Religious Court. The time to resolve cases through out-of-building hearings is faster than in-building hearings. In addition, out-of-building hearings also provide access to justice for people living in remote areas. However, there are still some obstacles such as limited infrastructure and facilities that can affect the effectiveness of trials outside the building.

 

Keywords: Outdoor Court, Jurisdiction, Labuha Religious Court.

 

Pendahuluan

Inovasi dan gagasan Mahkamah Agung dalam memberikan pelayanan terbaik semakin hari semakin di gencarkan seakan-akan tiada henti untuk memberikan pelayanan serta kepuasan terhadap para pencari keadilan, perubahan dalam pelayanan tersebut, diberlakukan oleh Mahkamah Agung di semua instansi yang berada di bawah naungan Mahkamah Agung yakni, Peradilan Negeri, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Militer (Manan, 2005).

Dari keempat Peradilan tersebut khusus untuk lingkungan Peradilan Agama yang berada di bawah� tanggung jawab Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama selalu melakukan inovasi dan menawarkan program-program yang sangat membantu dan memudahkan masyarakat khususnya bagi masyarakat muslim dalam hal berperkara di Pengadilan Agama, untuk Pengadilan Agama sendiri mempunyai kewenangan mengadili perkara-perkara perceraian khusus warga yang beragama Islam, tidak hanya perkara perceraian, ada juga perkara voluntair atau permohonan berupa penetapan ahli waris dan lain-lain.

Kemudian dari sekian banyaknya program mahkamah agung salah satunya adalah Program Sidang Keliling, sekedar untuk di ketahui siding keliling adalah sidang diluar Gedung Pengadilan yang bertujuan memberikan akses yang mudah, biaya murah dan cepat kepada masyarakat pencari keadilan yang bertempat tinggal di pelosok yang jauh, serta sulit terjangkau dan membutuhkan biaya transportasi� yang tidak sedikit hanya untuk mendaftarkan perkaranya ke Kantor Pengadilan Agama.

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Perkawinan (selanjutnya ditulis UU No. 1 Tahun 1974), Perkawinan memiliki tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Meskipun demikian, tidak setiap perkawinan akan mencapai tujuan yang baik. Kekekalan dan kebahagiaan yang diinginkan kadang tidak berlangsung lama, dalam arti perkawinan tersebut tidak berujung pada kebahagiaan dan tidak menutup kemungkinan akan terjadinya perceraian walaupun sebelum menikah pasangan suami istri tersebut telah penuh kehati-hatian dalam menjatuhkan pilihannya. Perceraian merupakan sebuah tindakan hukum yang dibenarkan oleh agama dalam keadaan darurat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW bahwa perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah thalaq (Sabiq & Sunnah, 1994).

Di negara Indonesia perceraian diatur oleh UU No. 1 Tahun 1974 pada Pasal 39 bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Pengadilan yang dimaksud yakni Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam sedangkan di luar agama Islam menjadi kewenangan Peradilan Umum (Rasyid & Roihan, 2016).

Secara umum mengenai putusnya hubungan perkawinan, UU No. 1 Tahun 1974 membagi sebab-sebab putusnya perkawinan ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 38 yakni: a) karena kematian salah satu pihak; b) perceraian; dan c) putusan pengadilan.

Perceraian di muka pengadilan dibagi menjadi 2 (dua), yaitu jika diajukan oleh pihak suami disebut cerai talak dan jika diajukan oleh pihak istri disebut cerai gugat. Adapun cerai talak diajukan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri, sedangkan cerai gugat diajukan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri Peradilan Agama sebagai salah satu badan di lingkungan peradilan menurut Yahya Harahap, sebagai salah satu bagian dari pelaksana kekuasaan kehakiman (Judicial Power) di negara Republik Indonesia, selain berfungsi sebagai pengayom masyarakat pencari keadilan yang beragama Islam, juga mempunyai upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban dan kepastian hukum (Harahap, 2003).

Perceraian di muka Pengadilan Agama dibagi menjadi 2 (dua) macam, yakni cerai talak yang diajukan oleh suami dan cerai gugat yang diajukan oleh istri. Permohonan suami untuk menceraikan isterinya dengan cerai talak, diajukan oleh suami (pemohon) kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat kediaman istri (termohon). Bila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan bersama tanpa izin pemohon dan atau bila termohon bertempat kediaman diluar negeri maka permohonan yang diajukan pemohon ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat kediaman pemohon.

Sedangkan perceraian diajukan oleh isteri (penggugat) atau kuasanya ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat kediaman isteri (penggugat). Bila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat (suami), dan atau bila penggugat bertempat kediaman di luar negeri gugatan perceraian diajukan oleh penggugat ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat kediaman tergugat (Rasyid & Roihan, 2016).�

Berdasarkan pengamatan, rata-rata masyarakat miskin dan awam hukum menganggap Pengadilan Agama adalah sebuah momok yang menakutkan, sehingga pandangan masyarakat tersebut menjadi hambatan utama (Salim & Nurbani, 2017). Selain itu, dalam masalah keuangan untuk mengakses yang berkaitan dengan biaya perkara dan ongkos transportasi untuk datang ke Pengadilan pun menjadi alasan untuk tidak mereka lakukan. Masyarakat miskin yang umumnya minim pengetahuan dikarenakan jauh dari akses beranggapan bahwa penyelesaian perkara melalui pengadilan cenderung kaku, formal serta prosedural. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi para penegak hukum agar keadilan tidak hanya dinikmati oleh kalangan tertentu saja melainkan juga menjangkau semua kalangan masyarakat (Atmasasmita, 2001).

Kemudian karena temuan inilah Mahkamah Agung membuat aturan yang dituangkan dalam Peraturan Mahkamah Agung atau PERMA No. 1 tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau. Hubungan antara pulau yang satu dengan pulau yang lain kadang-kadang sulit dilakukan, karena masih terbatasnya sarana dan prasarana.

Sementara itu, keberadaan kantor-kantor Pengadilan Agama/Mahkamah Syar�iyah yang berkedudukan di ibukota Kabupaten atau Kota, banyak menimbulkan kesulitan bagi pencari keadilan pencari keadilan yang berada di daerah terpencil untuk mendatanginya, mengingat jarak tempuh yang harus mereka lalui sangat jauh dan sulit.

Selain itu, masih banyak Kabupaten baru, akibat pemekaran wilayah, yang belum dibentuk Pengadilan Agama/Mahkamah Syar�iyah. Kondisi objektif territorial tersebut merupakan salah satu problema yang menghambat para pencari keadilan untuk memperoleh pelayanan hukum dan keadilan dari pengadilan.

Menurut Roihan A. Rasyid Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 pasal 17 ayat 1 menggariskan sidang diharuskan pemeriksaan perkaranya di Pengadilan dan terbuka untuk umum kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Selanjutnya di dalam Undang-Undang Nommor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Pasal 4 ayat 1 menyatakan bahwa Pengadilan Agama berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota.

Selain kendala lokasi yang jauh dan sulit, mereka juga dihadapkan kepada tingginya biaya dan terbatasnya sarana dan prasarana yang menghubungkan antara tempat tinggal mereka di daerah-daerah pedalaman dan terpencil dengan kantor pengadilan tersebut. Sedangkan mereka merupakan warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama seperti warga negara Indonesia lainnya yang tinggal di kota-kota besar. Banyak permasalahan hidup mereka yang membutuhkan perlindungan hukum, baik dalam kehidupan rumah tangga, maupun sosial ekonomi. Problema hukum yang mereka hadapi yang seharusnya segera mendapat kepastian hukum dan keadilan, menjadi gagal akibat berbagai kesulitan tersebut terutama bagi masyarakat miskin (justice for the poor) (Rahardjo, 2000).

Salah satu bentuk pelayanan maksimal yang diberikan pengadilan adalah menyelenggarakan sidang keliling guna melayani pencari keadilan yang tidak mampu baik secara ekonomi, transportasi, maupun sosial di daerah-daerah yang lokasinya jauh dari kantor Pengadilan Agama (Abubakar & Rahman, 2020). Untuk itulah diperlukan adanya sidang keliling pengadilan guna memberi pelayanan hukum dan keadilan bagi pencari keadilan yang membutuhkan.

Melalui sidang keliling, masyarakat yang bertempat tinggal jauh dari kantor Pengadilan Agama dan tidak mampu mengakseskan perkaranya ke pengadilan karena miskin dan biaya tranportasi yang besar, Mahkamah Agung merespon hasil survei yang telah dilaksanakan oleh IALDF (Indonesia Australia Legal Development Facility) pada tahun 2007 terhadap pelayanan Peradilan Agama bagi masyarakat. Diharapkan, bahwa Pengadilan Agama dapat menjadi lebih mudah diakses oleh kelompok- kelompok yang saat ini tidak membawa perkara mereka ke pengadilan, padahal mereka memiliki masalah yang berhubungan dengan yurisdiksi Pengadilan Agama dan memberikan tingkat pelayanan yang lebih baik.

Pengadilan Agama Kabupaten Labuha� adalah salah satu Pengadilan Agama yang mengikuti kebijakan yang dibuat Mahkamah Agung untuk berusaha menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dan tumbuh dimasyarakat serta meberikan kemudahan- kemudahan hukum. Salah satu upayanya yaitu dengan melaksanakan pemeriksaan perkara tersendiri diluar ruang gedung sidang pengadilan berkedudukan.

Pemerikasaan tersebut dilaksanakan di Desa atau tempat yang memang terindikasi adanya masyarakat yang terbilang sulit unruk melakukan akses ke Pengadilan yang kemudian sidang pemeriksaan tersebut dikenal dengan sebutan sidang keliling. Sidang keliling, atau sidang di luar gedung Pengadilan, merupakan salah satu penjabaran dari acces to justice, yang telah menjadi komitmen masyarakat hukum di banyak negara. Sidang keliling ini merupakan langkah untuk mendekatkan �pelayanan hukum dan keadilan� kepada masyarakat (Soekanto, 1988).

Sebagai program pengembangan dari asas acces to justice, sidang keliling mesti mendapat perhatian dari semua pihak yang terkait, sehingga keadilan dapat terjangkau oleh setiap orang (justice for all).� Manfaat dari sidang keliling adalah lokasi sidang lebih dekat dengan cepat tinggal yang mengajukan perkara, biaya transportasi lebih ringan, dan menghemat waktu (Hidayatullah, 2016). Dengan adanya sidang keliling pencari keadilan yang kurang mampu khususnya, dapat sedikit terbantu karena tidak perlu lagi mengeluarkan biaya besar untuk berpekara di pengadilan serta tidak lagi memakan waktu yang lama (Wardana, 2022).

Namun dibalik cita-cita besar diberlakukannya sidang keliling masih banyak permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh Pengadilan Agama. Minimnya anggaran yang diberikan oleh Mahkamah Agung membuat Pengadilan Agama hanya dapat melakukan sidang keliling beberapa kali dalam setahun. Selain itu hukum acara yang digunakan sama dengan hukum acara yang digunakan di Pengadilan Agama, sehingga menimbulkan beberapa masalah terkait dengan pemanggilan para pihak yang tidak hadir dalam persidangan, tahap jawab-menjawab, dan pembuktian (Abadi & Malang, 2021). Pemanggilan pihak yang tidak hadir dalam sidang keliling tetap mengacu pada tata cara pemanggilan sebagaimana biasa dengan memperhatikan tenggang waktu pemanggilan dan alasan tidak hadirnya para pihak.

Dengan minimnya waktu sidang keliling tersebut tidak mesti perkara selesai dalam sidang keliling, tetapi harus diselesaikan di Pengadilan Agama. Hal ini dikarenakan masih banyak tahapan yang harus dilalui dalam persidangan dari awal sampai akhir putusan, sehingga bagi pihak yang perkaranya tidak dapat diselesaikan dalam sidang keliling harus melakukan sidang kembali ke Kantor Pengadilan Agama. Karena lokasi Pengadilan Agama yang jauh hal tersebut tentunya akan menyulitkan bagi masyarakat, mengingat sidang keliling salah satu tujuannya untuk meringankan atau memudahkan bagi para pihak yang kurang mampu (justice for the poor).

Perumusan permasalahan yang hendak diteliti dalam bentuk pertanyaan, yaitu: 1) Bagaimanakah Efektivitas Pelaksanaan sidang di luar gedung Pengadilan Agama Labuha? 2) Apakah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan sidang di luar gedung Pengadilan Agama Labuha? Tujuan penelitian sebagai berikut: 1) Untuk mendeskripsikan dan menganalisis Efektivitas Pelaksanaan sidang di luar gedung Pengadilan Agama Labuha sebagaimana asas sederhana, cepat, dan biaya ringan. 2) Untuk menganalisis kendala dalam pelaksanaan sidang di luar gedung Pengadilan Agama Labuha.

Manfaat penelitian secara teoritis; Memperkaya kajian teoritis dan Memberikan pengayaan kajian tentang efektivitas sidang di luar gedung dalam penerapan asas sederhana, cepat dan biaya ringan di Pengadilan Agama Labuha. Manfaat penelitian secara praktis; Kegunaan praktis dari penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi Pengadilan Agama Labuha dalam mengefektifkan sidang di luar gedung dan sebagai bahan pertimbangan kepada Pengadilan Agama Labuha dalam menentukan kebijakan berkaitan dengan efektivitas sidang di luar gedung.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penyelidikan hukum empiris. Metode penyelidikan hukum empiris. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan live case study sebagai� pendekatan terhadap peristiwa hukum dimana persidangan masih berlangsung. Oleh karena itu, penulis akan melakukan pengamatan atau studi langsung di tempat untuk mendapatkan kebenaran yang akurat dalam proses penyelesaian penulisan ini.

Menurut Abdulkadir Muhammad yang dimaksud sebagai penelitian hukum empiris adalah penelitian yang menggunakan studi kasus hukum normatif dan empiris berupa produk perbuatan hukum. Karena penelitian hukum empiris (terapan) didasarkan pada norma hukum positif tertulis yang berlaku untuk peristiwa hukum tertentu dalam masyarakat, penelitian selalu melibatkan kombinasi dua tingkat penelitian: 1)������� Langkah pertama adalah mempelajari hukum normatif yang berlaku; 2) Langkah kedua adalah aplikasi untuk peristiwa konkret untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Penerapan ini dapat dicapai melalui langkah-langkah konkrit dan dokumentasi hukum.

Hasil dari implementasi tersebut menghasilkan pemahaman tentang implementasi penegakan hukum normatif, apakah dipelajari dengan baik atau tidak. Untuk kedua langkah ini, Anda memerlukan data sekunder dan� primer. Dalam penelitian hukum empiris, peneliti tidak hanya memikirkan masalah hukum normatif (hukum yang tertulis dalam buku), tetapi juga teknis dan hukum, seperti mesin yang menghasilkan dan menghasilkan hasil tertentu dari� proses mesin yang digunakan untuk mengoperasikan berbagai peraturan. Tentu saja harus wajib, tapi itu wajar mengingat� sifat norma hukum yang "seharusnya".

Selanjutnya, sebagaimana disebutkan di atas, dari perspektif ilmu-ilmu sosial, pengakuan bahwa hukum bukan hanya norma hukum atau teknik kerja, tetapi sebuah fenomena sosial dan terkait dengan perilaku manusia di tengah-tengahnya. pergeseran kehidupan sosial yang unik dan khas yang menarik untuk dikaji karena sifatnya yang normatif dan deskriptif (Fuady, 2007). �

Dilihat dari formatnya, penelitian ini termasuk dalam bentuk survei deskriptif yang bertujuan untuk menyediakan data yang diteliti, seperti ditunjukkan dalam Setiono, oleh karena itu, peneliti menggunakan norma dan aturan hukum yang berlaku untuk menyelidiki dan menyempurnakan rumusan masalah dan memberikan solusi hukum terhadap masalah tersebut. Untuk mendukung kajian normatif ini, peneliti tidak menutup kemungkinan untuk memperoleh data di lapangan untuk mengkaji lebih lanjut rumusan masalah penelitian.

Metode pendekatan yang digunakan adalah metode empiris yang menitikberatkan pada aspek hukum subjek penyidikan, serta pendekatan empiris untuk memahami tentang pelaksaan sidang di luar gedung di Pengadilan Agama Labuha. Sesuai dengan judulnya penelitian ini dilakukan di Pengadilan Agama Labuha yang beralamatkan di Jl. Karet Putih, Desa Kampung Makian, Kecamatan Bacan Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula dan Kabupaten Pulau Taliabu.

Ada dua cara yang diambil dalam penelitian ini, yaitu:

a. Data Primer

Data primer berasal dari wawancara langsung dengan Hakim Pengadilan Agama, Panitera, juru sita dan masyarakat.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari dokumen�dokumen yang terkait dengan pelaksanaan sidang di luar gedung antara lain: 1) Perma No. 1 Tahun 2014 Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan. 2) Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 10 Tahun 2010 Tentang pedoman pemberian bantuan hukum, Lampiran B, pedoman pemberian bantuan hukum di lingkungan peradilan Agama, Bab I pendahuluan. 3) Surat Keputusan Ketua Muda Mahkamah Agung RI Urusan Lingkungan Pengadilan Agama No.1/SK/TUADA-AG/I/2013 Tentang Pedoman Sidang keliling Di Lingkungan Peradilan Agama. 4) Keputusan Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Ag 3 ama dan Sekretaris Mahkamah Agung RI No 04/TUADA-AG/II/2011 Tentang Pelaksanaan SEMA RI No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Bantuan Hukum, Lampiran B. Bab III, Pasal 6. 5) SEMA RI No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan HukuRedaksi Sinar Grafika, Peraturan Lengkap Peradilan Agama, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2017), cet ke-1.

 

Teknik Pengumpulan Data

a. Studi Pustaka

Studi Pustaka dilakukan dengan mengkaji informasi yang diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik cetak maupun elektronik lain.

b. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan menggunakan pertanyaan dan jawaban langsung dan rinci dengan subjek penelitian tentang topik yang terkait dengan masalah.

 

Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Artinya, dilakukan dengan mengolah data dan menyajikan data yang digunakan dengan mendeskripsikan� hasil data dari Pengadilan Agama Labuha. Dari data yang diperoleh kemudian diedit secara sistematis setelah seleksi berorientasi masalah dan uji kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku, dan dibahas secara teoritis dalam kaitannya dengan kenyataan di lapangan untuk menarik kesimpulan dalam format berikut: Deskripsi Pengadilan Agama Labuha, pelaksanaan sidang Di luar Gedung Pengadilan Agama Labuha, dan kendala yang di hadapi dalam pelaksanaan sidang di luar gedung Pengadilan Agama Labuha. Diharapkan juga ada pembahasan terkait solusi atas permasalahan mengenai kendala sidang di luar gedung.

 

Hasil dan Pembahasan

����������� Sidang keliling atau sidang di luar gedung adalah sidang yang dilakukan di luar gedung pengadilan, seperti sidang yang diadakan di kecamatan dan lokasi lainnya. Menurut Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2014, "Sidang di Luar Gedung Pengadilan adalah sidang yang dilaksanakan secara berkala atau ad hoc oleh pengadilan di suatu tempat yang termasuk dalam wilayah hukumnya, tetapi di luar gedung pengadilan. Prinsip utamanya adalah kesederhanaan, kecepatan, dan biaya ringan� (Mustafa, 2023).

����������� Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2014 tentang pedoman pemberian layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu di pengadilan mendefinisikan "sidang di luar gedung pengadilan" atau yang biasa disebut "sidang keliling" sebagai salah satu bentuk bantuan hukum. Sidang keliling adalah sidang pengadilan yang dilakukan secara berkala atau secara ad hoc oleh pengadilan di suatu tempat yang berada di wilayah hukumnya namun di luar gedung pengadilan (Alindah, Ilyas, & Izzah, 2022).

����������� Prosedur Layanan Sidang di Gedung Pengadilan meliputi: 1) Pengadilan dapat menyelenggarakan sidang di luar gedung Pengadilan berdasarkan pada karakterisitik jumlah perkara dan keterjangakauan wilayah. 2) Lokasi penyelenggaraan sidang di luar gedung Pengadilan dapaat ditetapkan malalui koordinasi antara Pengadilan dengan Pemerintah Daerah atau insitansi lain. 3) Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, dan Pengadilan Tata Usaha Negara dapat menyelenggarakan layanan sidang di luar gedung pengadilan secara bersama-sama sesuai dengan kebutuhan.

����������� Dalam menyelenggarakan sidang di luar gedung pengadilan, pengadilan secara terpadu melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah atau kementerian/lembaga lain yang berwenang untuk keperluan penertiban dokumen-dolumen sebagai akibar dari putusan pengadilan pada sidang di luar gedung pengadilan. Sidang di luar gedung pengadilan dapat dilaksanakan secara terpadu dengan layanan posbakum pengadilan. Pengadilan dapat berkoordinasi dengna Lembaga Pemberi Layanan Posbakum Pengadilan untuk meelakukan pendataan kebutuhan dan koordinasi penyelenggaraan sidang di luar gedung Pengadilan yang terpadu dengan layanan Posbakum Pengadilan.

����������� Sidang di luar pengadilan ini juga dilaksanakan oleh Pengadilan Agama Labuha. Pengadilan Agama Labuhan berlokasi di Jln. Karet Putih, Kp. Makian, Kec. Bacan Sel., Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara. Pengadilan Agama Labuha saat ini sedang melaksanakan sidang di luar gedung pengadilan di Pulau Taliabu, Maluku Utara. Meskipun menempuh perjalanan yang cukup jauh, Ketua, Wakil Ketua, Hakim, dan Panitera Pengganti Pengadilan Agama Labuha tetap semangat dalam mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam persidangan. Terlebih lagi, delegasi dari Pengadilan Agama Labuha mendapatkan dukungan yang luar biasa dari pemerintah daerah Pulau Taliabu pada tanggal 13 Februari lalu. Dalam mempersiapkan lokasi sidang, Kepala Bagian Umum dan Perlengkapan, Kasubag PTIP Pengadilan Negeri Bobong, dan Kabag Hukum Pemda Pulau Taliabu juga turut membantu mempersiapkan ruangan.

 

Gambar 1 Persiapan Pelaksanaan Sidang di Luar Gedung Pengadilan Agama Labuha

 

����������� Pengadilan biasanya melaksanakan sidang keliling di balai sidang pengadilan, kantor kecamatan, kantor KUA, atau tempat fasilitas umum yang mudah dijangkau oleh masyarakat yang tinggal jauh dari kantor pengadilan. Langkah-langkah untuk mengajukan perkara pada sidang keliling:

Langkah 1: Pencarian Informasi Sidang Keliling Dapat dilakukan dengan menghubungi kantor pengadilan setempat, melalui telepon, situs web pengadilan, kantor kecamatan, atau kantor desa. Pastikan mendapatkan informasi yang akurat mengenai jadwal, lokasi sidang keliling, biaya perkara, dan prosedur pengajuan perkara.

Langkah 2: Melengkapi Persyaratan Administrasi Diperlukan persyaratan administratif, seperti surat gugatan atau permohonan yang lengkap, dokumen-dokumen yang sesuai dengan jenis perkara, dan membayar panjar biaya perkara yang telah ditetapkan. Bagi yang tidak mampu, bisa mengajukan permohonan prodeo atau beperkara secara gratis. Saksi yang mengetahui permasalahan harus hadir saat persidangan.

Langkah 3: Mengikuti Proses Persidangan Datang tepat waktu ke tempat sidang keliling bersama saksi, membawa bukti pembayaran, dan salinan dokumen perkara. Ikuti seluruh proses persidangan dengan tertib dan pakaian sopan. Jika tidak dapat hadir, pemeriksaan sidang bisa ditunda.

Langkah 4: Setelah Perkara Diputus Setelah perkara diputuskan, salinan putusan bisa diambil di Pengadilan atau tempat sidang keliling.

����������� Sidang di Luar Gedung Pengadilan Agama Labuha memiliki beberapa dampak yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1.      Akses Keadilan yang Lebih Mudah

����������� Sidang di luar gedung memungkinkan masyarakat yang tinggal di daerah terpencil atau sulit dijangkau untuk mendapatkan akses keadilan yang lebih mudah. Dengan adanya sidang di luar gedung, masyarakat tidak perlu melakukan perjalanan jauh ke pengadilan untuk menghadiri sidang, sehingga meminimalisir hambatan geografis dan transportasi.

 

2.      Efisiensi Waktu

Sidang di luar gedung dapat membantu mengurangi waktu penyelesaian perkara. Dengan mengadakan sidang di tempat yang lebih dekat dengan masyarakat, proses persidangan dapat dilakukan dengan lebih efisien dan cepat. Hal ini dapat mengurangi beban kerja pengadilan dan mempercepat penyelesaian perkara.

 

3.      Akses Keadilan bagi Daerah Terpencil

����������� Sidang di luar gedung pengadilan memberikan akses keadilan yang lebih mudah bagi masyarakat yang tinggal di daerah terpencil. Dalam kondisi geografis yang sulit dijangkau, masyarakat tidak perlu melakukan perjalanan jauh ke pengadilan untuk menghadiri sidang. Sidang di luar gedung memungkinkan pengadilan mendatangi daerah-daerah tersebut, sehingga masyarakat dapat dengan mudah menghadiri persidangan dan memperoleh akses keadilan yang setara dengan daerah lainnya.

 

4.      Penghematan Biaya

Sidang di luar gedung juga dapat memberikan dampak positif dalam hal penghematan biaya. Masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi dan akomodasi yang mahal untuk menghadiri sidang di pengadilan yang jauh. Selain itu, pengadilan juga dapat mengurangi biaya operasional dengan tidak perlu menyewa ruang sidang di gedung pengadilan.

 

5.      Peningkatan Keterlibatan Masyarakat

����������� Dengan adanya sidang di luar gedung, masyarakat dapat lebih terlibat dalam proses peradilan. Mereka dapat dengan mudah menghadiri sidang dan melihat langsung bagaimana proses persidangan berlangsung. Hal ini dapat meningkatkan transparansi dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan.

 

6.      Penyelesaian Konflik Secara Damai

Sidang di luar gedung juga memberikan kesempatan bagi pihak yang terlibat dalam perkara untuk mencapai penyelesaian konflik secara damai melalui mediasi atau negosiasi. Dengan suasana yang lebih santai dan tidak formal seperti di gedung pengadilan, pihak-pihak yang bersengketa dapat lebih mudah mencapai kesepakatan tanpa harus melalui proses persidangan yang panjang.

����������� Dampak-dampak tersebut menunjukkan pentingnya pelaksanaan sidang di luar gedung Pengadilan Agama Labuha dalam memberikan akses keadilan yang lebih luas, efisiensi waktu, penghematan biaya, keterlibatan masyarakat, dan penyelesaian konflik yang lebih baik. Semua perkara pada dasarnya dapat diajukan melalui sidang keliling, akan tetapi karena keterbatasan pada pelayanan sidang keliling, maka perkara yang dapat diajukan melalui sidang keliling, di antaranya adalah: a) Itsbat nikah: pengesahan/pencacatan nikah bagi pernikahan yang tidak terdaftar di KUA. b) Cerai gugat: gugatan cerai yang ajukan oleh istri. c) Cerai talak: permohonan cerai yang diajukan oleh suami. d) Penggabungan perkara Itsbat dan cerai gugat/cerai talak apabila pernikahan tidak tercatat dan akan mengajukan perceraian. e) Hak asuh anak: Gugatan atau permohonan hak asuh anak yang belum dewasa. f) Penetapan ahli waris: Permohonan untuk menetapkan ahli waris yang sah.

����������� Dalam wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama Labuha, terdapat beberapa faktor penghambat dan pendukung efektivitas pelaksanaan sidang di luar gedung, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1.   Faktor Penghambat

a.    Infrastruktur

Kurangnya infrastruktur yang memadai di daerah tertentu dalam wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama Labuha dapat menjadi penghambat pelaksanaan sidang di luar gedung. Keterbatasan aksesibilitas, fasilitas pendukung, dan sarana transportasi yang terbatas dapat mempengaruhi efektivitas pelaksanaan sidang di luar gedung.

 

b.   Koordinasi

����������� Kurangnya koordinasi antara Pengadilan Agama Labuha dengan pemerintah daerah dan instansi terkait dapat menjadi hambatan dalam pelaksanaan sidang di luar gedung. Ketidaktepatan koordinasi dalam menentukan lokasi, persiapan ruangan, dan dukungan logistik dapat mempengaruhi kelancaran sidang di luar gedung.

 

2. Faktor Pendukung

a.    Dukungan Pemerintah Daerah

����������� Adanya dukungan yang kuat dari pemerintah daerah dalam wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama Labuha merupakan faktor pendukung efektivitas pelaksanaan sidang di luar gedung. Dukungan ini bisa berupa alokasi anggaran, fasilitas ruangan, dan bantuan logistik untuk memastikan kelancaran sidang di luar gedung.

 

b. Semangat dan Kerjasama

����������� Semangat dan kerjasama dari Ketua, Wakil Ketua, Hakim, serta staf Pengadilan Agama Labuha merupakan faktor penting dalam memastikan efektivitas pelaksanaan sidang di luar gedung. Dengan semangat yang tinggi dan kerjasama yang baik, mereka dapat mengatasi hambatan dan menjalankan sidang dengan efisien di luar gedung.

����������� Secara keseluruhan, faktor penghambat seperti infrastruktur yang kurang memadai dan kurangnya koordinasi dapat menjadi tantangan dalam pelaksanaan sidang di luar gedung dalam wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama Labuha. Namun, dukungan pemerintah daerah dan semangat kerja yang tinggi dapat menjadi faktor pendukung yang membantu meningkatkan efektivitas pelaksanaan sidang di luar gedung.

 

Kesimpulan

Sidang di luar gedung telah membuktikan efektivitasnya dalam menyelesaikan perkara di wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama Labuha. Penyelesaian perkara melalui sidang di luar gedung cenderung lebih cepat dibandingkan dengan sidang yang dilakukan di dalam gedung pengadilan. Selain mempercepat proses penyelesaian perkara, praktik sidang di luar gedung juga memberikan akses keadilan yang lebih luas bagi masyarakat yang tinggal di daerah terpencil. Namun, kendati telah memberikan berbagai keunggulan, masih terdapat beberapa kendala yang dapat memengaruhi efektivitas sidang di luar gedung, terutama dalam hal keterbatasan infrastruktur dan fasilitas yang dapat menjadi hambatan bagi pelaksanaan yang lebih optimal.

 

BIBLIOGRAFI

Abadi, CVLN, & Malang, Kecamatan Lowokwaru Kota. (2021). Buku Ajar Hukum Acara Pengadilan Agama.

 

Abubakar, Mardiana, & Rahman, Gazali. (2020). Efektivitas sidang keliling dalam pemberian layanan hukum bagi masyarakat di Pengadilan Agama Tilamuta. As-Syams, 1(1), 47�79.

 

Alindah, Rifda Cahya Alindah, Ilyas, Musyfikah, & Izzah, Ibnu. (2022). EFEKTIVITAS SIDANG DI LUAR GEDUNG PENGADILAN DALAM PENYELESAIAN PERKARA ISBAT NIKAH TAHUN 2022 DI PENGADILAN AGAMA MAROS KELAS IB. Qadauna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum Keluarga Islam, 4(1), 200�214.

 

Atmasasmita, Romli. (2001). Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia & Penegakan Hukum. Mandar maju.

 

Fuady, Munir. (2007). Dinamika teori hukum.

 

Harahap, M. Yahya. (2003). Kedudukan kewenangan dan acara peradilan agama UU No. 7 tahun 1989 Edisi Kedua.

 

Hidayatullah, Muhammad Zaki. (2016). Efektivitas sidang keliling Pengadilan Agama Sampit dalam penyelesaian perkara hukum keluarga. Jurnal Studi Agama Dan Masyarakat, 12(2), 214�231.

 

Manan, H. Abdul. (2005). Penerapan hukum acara perdata di lingkungan peradilan agama.

 

Mustafa, Munawir. (2023). EFEKTIVITAS PELAKSANAAN SIDANG DI LUAR GEDUNG PENGADILAN DALAM PEMBERIAN LAYANAN HUKUM BAGI MASYARAKAT DI PENGADILAN AGAMA SENGKANG. UNIVERSITAS BOSOWA.

 

Rahardjo, Satjipto. (2000). Ilmu hukum. Citra Aditya Bakti.

 

Rasyid, Roihan A., & Roihan, A. (2016). Hukum acara peradilan agama.

 

Sabiq, Sayyid, & Sunnah, Fikih. (1994). . Al-Ma�arif.

 

Salim, H. S., & Nurbani, Erlies Septiana. (2017). Penerapan teori hukum pada penelitian tesis dan disertasi/Salim HS.

 

Soekanto, Soerjono. (1988). Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi, Bandung: CV. Ramadja Karya.

 

Wardana, Muhamad Reza Dafa. (2022). Efektivitas Pelaksanaan Sidang Keliling Dalam Mewujudkan Asas Sederhana, Cepat Dan Biaya Ringan Di Pengadilan Agama Ponorogo. IAIN Ponorogo.

 

Copyright holder:

Rusdin Alauddin, Bahri Conoras, Syawal Abdul Ajid (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: