Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No.
11, November 2023
EFEKTIVITAS
SIDANG DI LUAR GEDUNG DALAM WILAYAH YURIDIKSI PENGADILAN AGAMA LABUHA
Rusdin Alauddin*, Bahri Conoras, Syawal Abdul
Ajid
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga
Email: *[email protected],
[email protected], [email protected]
Abstrak
Sidang di luar
gedung merupakan salah satu upaya untuk mendekatkan akses keadilan kepada masyarakat.
Hal ini penting, mengingat masih banyak masyarakat yang kesulitan untuk
mengakses keadilan di pengadilan karena berbagai faktor, seperti jarak, biaya,
dan waktu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas sidang di
luar gedung dalam wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama Labuha. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif. Data dikumpulkan melalui observasi
langsung saat sidang di luar gedung berlangsung, wawancara dengan hakim,
panitera, dan pihak yang terlibat dalam sidang, serta studi dokumen seperti
berita acara sidang dan putusan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sidang di
luar gedung efektif dalam menyelesaikan perkara di wilayah yurisdiksi
Pengadilan Agama Labuha. Waktu penyelesaian perkara melalui sidang di luar gedung
lebih cepat dibandingkan dengan sidang di dalam gedung. Selain itu, sidang di
luar gedung juga memberikan akses keadilan bagi masyarakat yang tinggal di
daerah terpencil. Namun, masih terdapat beberapa kendala seperti keterbatasan
infrastruktur dan fasilitas yang dapat mempengaruhi efektivitas sidang di luar
gedung.
Kata
Kunci:
Sidang Luar Gedung, Wilayah Yuridiksi, Pengadilan Agama Labuha
Abstract
Out-of-court hearings are one of the
efforts to bring access to justice closer to the community. This is important,
given that there are still many people who find it difficult to access justice
in court due to various factors, such as distance, cost and time. This study
aims to analyze the effectiveness of out-of-house trials within the jurisdiction
of the Labuha Religious Court. This study used
qualitative research methods. Data were collected through direct observation
when an out-of-house hearing took place, interviews with judges, clerks, and
parties involved in the hearing, as well as document studies such as court
minutes and decisions. The results showed that out-of-house sessions were
effective in resolving cases in the jurisdiction of the Labuha
Religious Court. The time to resolve cases through out-of-building hearings is
faster than in-building hearings. In addition, out-of-building hearings also
provide access to justice for people living in remote areas. However, there are
still some obstacles such as limited infrastructure and facilities that can
affect the effectiveness of trials outside the building.
Keywords: Outdoor Court, Jurisdiction, Labuha Religious Court.
Pendahuluan
Inovasi dan gagasan
Mahkamah Agung dalam memberikan pelayanan terbaik semakin hari semakin di
gencarkan seakan-akan tiada henti untuk memberikan pelayanan serta kepuasan
terhadap para pencari keadilan, perubahan dalam pelayanan tersebut,
diberlakukan oleh Mahkamah Agung di semua instansi yang berada di bawah naungan
Mahkamah Agung yakni, Peradilan Negeri, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha
Negara dan Peradilan Militer (Manan, 2005).
Dari keempat Peradilan
tersebut khusus untuk lingkungan Peradilan Agama yang berada di bawah� tanggung jawab Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Agama selalu melakukan inovasi dan menawarkan program-program yang
sangat membantu dan memudahkan masyarakat khususnya bagi masyarakat muslim
dalam hal berperkara di Pengadilan Agama, untuk Pengadilan Agama sendiri
mempunyai kewenangan mengadili perkara-perkara perceraian khusus warga yang
beragama Islam, tidak hanya perkara perceraian, ada juga perkara voluntair atau
permohonan berupa penetapan ahli waris dan lain-lain.
Kemudian dari sekian
banyaknya program mahkamah agung salah satunya adalah Program Sidang Keliling,
sekedar untuk di ketahui siding keliling adalah sidang
diluar Gedung Pengadilan
yang bertujuan memberikan akses yang mudah, biaya murah dan cepat kepada masyarakat
pencari keadilan yang bertempat tinggal di pelosok yang jauh, serta sulit terjangkau
dan membutuhkan biaya transportasi� yang tidak sedikit hanya
untuk mendaftarkan perkaranya ke Kantor Pengadilan Agama.
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Perkawinan (selanjutnya ditulis UU No. 1 Tahun 1974), Perkawinan memiliki tujuan untuk membentuk
keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Meskipun
demikian, tidak setiap perkawinan akan mencapai tujuan
yang baik. Kekekalan dan kebahagiaan yang diinginkan kadang tidak berlangsung
lama, dalam arti perkawinan
tersebut tidak berujung pada kebahagiaan dan tidak menutup kemungkinan
akan terjadinya perceraian walaupun sebelum menikah pasangan suami istri tersebut telah penuh kehati-hatian
dalam menjatuhkan pilihannya. Perceraian merupakan sebuah tindakan hukum yang dibenarkan oleh agama dalam keadaan darurat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW bahwa perbuatan halal yang paling
dibenci Allah adalah thalaq (Sabiq &
Sunnah, 1994).
Di negara Indonesia perceraian diatur oleh UU No. 1 Tahun 1974
pada Pasal 39 bahwa perceraian
hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Pengadilan
yang dimaksud yakni Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam sedangkan di luar agama Islam menjadi kewenangan Peradilan Umum (Rasyid & Roihan, 2016).
Secara umum mengenai
putusnya hubungan perkawinan, UU No. 1 Tahun 1974 membagi sebab-sebab putusnya perkawinan ke dalam 3 (tiga)
golongan, yaitu sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 38 yakni: a) karena kematian salah satu pihak; b) perceraian; dan c) putusan pengadilan.
Perceraian di muka pengadilan
dibagi menjadi 2 (dua), yaitu jika diajukan
oleh pihak suami disebut cerai talak dan jika diajukan oleh pihak istri disebut
cerai gugat. Adapun cerai talak diajukan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri, sedangkan cerai gugat diajukan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri Peradilan
Agama sebagai salah satu
badan di lingkungan peradilan
menurut Yahya Harahap, sebagai salah satu bagian dari pelaksana
kekuasaan kehakiman
(Judicial Power) di negara Republik Indonesia, selain berfungsi sebagai pengayom masyarakat pencari keadilan yang beragama Islam,
juga mempunyai upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban dan kepastian hukum (Harahap, 2003).
Perceraian di muka Pengadilan
Agama dibagi menjadi 2
(dua) macam, yakni cerai talak yang diajukan oleh suami dan cerai gugat yang diajukan oleh istri. Permohonan suami untuk menceraikan
isterinya dengan cerai talak, diajukan oleh suami (pemohon) kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat kediaman istri (termohon). Bila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan bersama tanpa izin
pemohon dan atau bila termohon bertempat
kediaman diluar negeri maka permohonan yang diajukan pemohon ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat kediaman pemohon.
Sedangkan perceraian diajukan
oleh isteri (penggugat) atau kuasanya ke
Pengadilan Agama yang mewilayahi
tempat kediaman isteri (penggugat). Bila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin
tergugat (suami), dan atau bila penggugat
bertempat kediaman di luar negeri gugatan perceraian diajukan oleh penggugat ke Pengadilan
Agama yang mewilayahi tempat
kediaman tergugat (Rasyid &
Roihan, 2016).�
Berdasarkan pengamatan, rata-rata masyarakat miskin dan awam hukum menganggap Pengadilan Agama adalah sebuah momok yang menakutkan, sehingga pandangan masyarakat tersebut menjadi hambatan utama (Salim & Nurbani, 2017). Selain itu, dalam
masalah keuangan untuk mengakses yang berkaitan dengan biaya perkara dan ongkos transportasi untuk datang ke
Pengadilan pun menjadi alasan untuk tidak
mereka lakukan. Masyarakat
miskin yang umumnya minim pengetahuan
dikarenakan jauh dari akses beranggapan
bahwa penyelesaian perkara melalui pengadilan cenderung kaku, formal serta prosedural. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi para penegak hukum agar keadilan tidak hanya dinikmati
oleh kalangan tertentu saja melainkan juga menjangkau semua kalangan masyarakat (Atmasasmita, 2001).
Kemudian karena temuan
inilah Mahkamah Agung membuat aturan yang dituangkan dalam Peraturan Mahkamah Agung atau PERMA No. 1 tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum. Indonesia
merupakan negara kepulauan
yang terdiri dari ribuan pulau. Hubungan
antara pulau yang satu dengan pulau
yang lain kadang-kadang sulit
dilakukan, karena masih terbatasnya sarana dan prasarana.
Sementara itu, keberadaan
kantor-kantor Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar�iyah
yang berkedudukan di ibukota
Kabupaten atau Kota, banyak menimbulkan kesulitan bagi pencari keadilan pencari keadilan yang berada di daerah terpencil untuk mendatanginya, mengingat jarak tempuh yang harus mereka lalui
sangat jauh dan sulit.
Selain itu, masih
banyak Kabupaten baru, akibat pemekaran
wilayah, yang belum dibentuk
Pengadilan Agama/Mahkamah Syar�iyah. Kondisi objektif territorial tersebut merupakan salah satu problema yang menghambat para pencari keadilan untuk memperoleh pelayanan hukum dan keadilan dari pengadilan.
Menurut Roihan A. Rasyid Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 pasal 17 ayat 1 menggariskan sidang diharuskan pemeriksaan perkaranya di Pengadilan dan terbuka untuk umum kecuali
ditentukan lain oleh undang-undang.
Selanjutnya di dalam Undang-Undang Nommor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989
Pasal 4 ayat 1 menyatakan bahwa Pengadilan Agama berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota.
Selain kendala lokasi yang jauh dan sulit, mereka juga dihadapkan kepada tingginya biaya dan terbatasnya sarana dan prasarana yang menghubungkan antara tempat tinggal
mereka di daerah-daerah pedalaman dan terpencil dengan kantor pengadilan
tersebut. Sedangkan mereka merupakan warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama seperti warga
negara Indonesia lainnya yang tinggal
di kota-kota besar. Banyak permasalahan hidup mereka yang membutuhkan perlindungan hukum, baik dalam kehidupan
rumah tangga, maupun sosial ekonomi.
Problema hukum yang mereka hadapi yang seharusnya segera mendapat kepastian hukum dan keadilan, menjadi gagal akibat
berbagai kesulitan tersebut terutama bagi masyarakat miskin (justice
for the poor) (Rahardjo, 2000).
Salah satu bentuk
pelayanan maksimal yang diberikan pengadilan adalah menyelenggarakan sidang keliling guna melayani pencari
keadilan yang tidak mampu baik secara
ekonomi, transportasi, maupun sosial di daerah-daerah yang lokasinya jauh dari kantor
Pengadilan Agama (Abubakar & Rahman,
2020). Untuk itulah diperlukan adanya sidang keliling pengadilan guna memberi pelayanan hukum dan keadilan bagi pencari keadilan
yang membutuhkan.
Melalui sidang keliling,
masyarakat yang bertempat tinggal jauh dari
kantor Pengadilan Agama dan
tidak mampu mengakseskan perkaranya ke pengadilan karena
miskin dan biaya tranportasi
yang besar, Mahkamah Agung merespon hasil survei yang telah dilaksanakan oleh IALDF (Indonesia Australia Legal
Development Facility) pada tahun 2007 terhadap pelayanan Peradilan Agama bagi masyarakat. Diharapkan, bahwa Pengadilan Agama dapat menjadi lebih
mudah diakses oleh kelompok- kelompok yang saat ini tidak
membawa perkara mereka ke pengadilan,
padahal mereka memiliki masalah yang berhubungan dengan yurisdiksi Pengadilan Agama dan memberikan tingkat pelayanan yang lebih baik.
Pengadilan Agama Kabupaten Labuha� adalah salah
satu Pengadilan Agama yang mengikuti kebijakan yang dibuat Mahkamah Agung untuk berusaha menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dan tumbuh dimasyarakat serta meberikan kemudahan- kemudahan hukum. Salah satu upayanya yaitu dengan melaksanakan pemeriksaan perkara tersendiri diluar ruang gedung sidang
pengadilan berkedudukan.
Pemerikasaan tersebut dilaksanakan
di Desa atau tempat yang memang terindikasi adanya masyarakat yang terbilang sulit unruk melakukan akses ke Pengadilan
yang kemudian sidang pemeriksaan tersebut dikenal dengan sebutan sidang keliling. Sidang keliling, atau sidang di luar gedung Pengadilan, merupakan salah satu penjabaran dari acces to justice, yang telah menjadi komitmen masyarakat hukum di banyak negara. Sidang keliling ini merupakan
langkah untuk mendekatkan �pelayanan hukum dan keadilan� kepada masyarakat (Soekanto, 1988).
Sebagai program pengembangan dari asas acces
to justice, sidang keliling
mesti mendapat perhatian dari semua pihak yang terkait, sehingga keadilan dapat terjangkau oleh setiap orang
(justice for all).� Manfaat dari sidang keliling
adalah lokasi sidang lebih dekat
dengan cepat tinggal yang mengajukan perkara, biaya transportasi lebih ringan, dan menghemat waktu (Hidayatullah, 2016). Dengan adanya
sidang keliling pencari keadilan yang kurang mampu khususnya,
dapat sedikit terbantu karena tidak perlu lagi
mengeluarkan biaya besar untuk berpekara
di pengadilan serta tidak lagi memakan
waktu yang lama (Wardana, 2022).
Namun dibalik cita-cita
besar diberlakukannya sidang keliling masih banyak permasalahan-permasalahan
yang dihadapi oleh Pengadilan
Agama. Minimnya anggaran
yang diberikan oleh Mahkamah
Agung membuat Pengadilan
Agama hanya dapat melakukan sidang keliling beberapa kali dalam setahun. Selain itu hukum acara yang digunakan sama dengan hukum acara yang digunakan di Pengadilan Agama, sehingga menimbulkan beberapa masalah terkait dengan pemanggilan para pihak yang tidak hadir dalam
persidangan, tahap jawab-menjawab, dan pembuktian (Abadi & Malang, 2021). Pemanggilan pihak
yang tidak hadir dalam sidang keliling
tetap mengacu pada tata cara pemanggilan sebagaimana biasa dengan memperhatikan tenggang waktu pemanggilan dan alasan tidak hadirnya para pihak.
Dengan minimnya waktu
sidang keliling tersebut tidak mesti perkara selesai
dalam sidang keliling, tetapi harus diselesaikan di Pengadilan Agama. Hal ini dikarenakan masih banyak tahapan yang harus dilalui dalam
persidangan dari awal sampai akhir
putusan, sehingga bagi pihak yang perkaranya tidak dapat diselesaikan dalam sidang keliling
harus melakukan sidang kembali ke Kantor Pengadilan Agama.
Karena lokasi Pengadilan
Agama yang jauh hal tersebut tentunya akan menyulitkan bagi masyarakat, mengingat sidang keliling salah satu tujuannya untuk meringankan atau memudahkan bagi para pihak yang kurang mampu (justice for the poor).
Perumusan permasalahan yang hendak diteliti dalam bentuk pertanyaan,
yaitu: 1) Bagaimanakah Efektivitas Pelaksanaan sidang di luar gedung Pengadilan Agama Labuha? 2) Apakah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan sidang di luar gedung Pengadilan Agama Labuha? Tujuan penelitian sebagai berikut: 1) Untuk mendeskripsikan dan menganalisis Efektivitas Pelaksanaan sidang di luar gedung Pengadilan
Agama Labuha sebagaimana asas sederhana, cepat, dan biaya ringan. 2) Untuk menganalisis kendala dalam pelaksanaan sidang di luar gedung Pengadilan Agama Labuha.
Manfaat penelitian secara teoritis; Memperkaya kajian teoritis dan Memberikan pengayaan kajian tentang efektivitas sidang di luar gedung dalam penerapan
asas sederhana, cepat dan biaya ringan di Pengadilan Agama Labuha. Manfaat penelitian secara praktis; Kegunaan praktis dari penelitian ini adalah untuk
memberikan sumbangan pemikiran bagi Pengadilan Agama Labuha dalam mengefektifkan sidang di luar gedung dan sebagai bahan pertimbangan kepada Pengadilan Agama Labuha dalam menentukan
kebijakan berkaitan dengan efektivitas sidang di luar gedung.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan
metode penyelidikan hukum empiris. Metode penyelidikan hukum empiris. Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan live case study sebagai� pendekatan terhadap peristiwa hukum dimana
persidangan masih berlangsung. Oleh karena itu, penulis akan melakukan
pengamatan atau studi langsung di tempat untuk mendapatkan kebenaran yang
akurat dalam proses penyelesaian penulisan ini.
Menurut
Abdulkadir Muhammad yang dimaksud sebagai penelitian hukum empiris adalah
penelitian yang menggunakan studi kasus hukum normatif dan empiris berupa
produk perbuatan hukum. Karena penelitian hukum empiris (terapan) didasarkan
pada norma hukum positif tertulis yang berlaku untuk peristiwa hukum tertentu
dalam masyarakat, penelitian selalu melibatkan kombinasi dua tingkat
penelitian: 1)������� Langkah pertama adalah mempelajari hukum normatif yang
berlaku; 2)
Langkah kedua
adalah aplikasi untuk peristiwa konkret untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Penerapan ini dapat dicapai melalui langkah-langkah konkrit dan dokumentasi
hukum.
Hasil dari
implementasi tersebut menghasilkan pemahaman tentang implementasi penegakan
hukum normatif, apakah dipelajari dengan baik atau tidak. Untuk kedua langkah
ini, Anda memerlukan data sekunder dan�
primer. Dalam penelitian hukum empiris,
peneliti tidak hanya memikirkan masalah hukum normatif (hukum yang tertulis
dalam buku), tetapi juga teknis dan hukum, seperti mesin yang menghasilkan dan
menghasilkan hasil tertentu dari� proses
mesin yang digunakan untuk mengoperasikan berbagai peraturan. Tentu saja harus
wajib, tapi itu wajar mengingat� sifat
norma hukum yang "seharusnya".
Selanjutnya,
sebagaimana disebutkan di atas, dari perspektif ilmu-ilmu sosial, pengakuan
bahwa hukum bukan hanya norma hukum atau teknik kerja, tetapi sebuah fenomena
sosial dan terkait dengan perilaku manusia di tengah-tengahnya. pergeseran
kehidupan sosial yang unik dan khas yang menarik untuk dikaji karena sifatnya
yang normatif dan deskriptif (Fuady, 2007). �
Dilihat dari
formatnya, penelitian ini termasuk dalam bentuk survei deskriptif yang
bertujuan untuk menyediakan data yang diteliti, seperti ditunjukkan dalam
Setiono, oleh karena itu, peneliti menggunakan norma dan aturan hukum yang
berlaku untuk menyelidiki dan menyempurnakan rumusan masalah dan memberikan solusi hukum terhadap
masalah tersebut. Untuk mendukung kajian normatif ini, peneliti tidak
menutup kemungkinan untuk memperoleh data di lapangan untuk mengkaji lebih lanjut rumusan masalah penelitian.
Metode pendekatan yang
digunakan adalah metode empiris yang menitikberatkan pada aspek hukum subjek penyidikan,
serta pendekatan empiris untuk memahami
tentang pelaksaan sidang di luar gedung di Pengadilan Agama Labuha. Sesuai dengan judulnya penelitian ini dilakukan di Pengadilan Agama Labuha yang beralamatkan di Jl.
Karet Putih, Desa Kampung Makian, Kecamatan
Bacan Selatan, Kabupaten
Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan
Sula dan Kabupaten Pulau Taliabu.
Ada dua cara yang diambil dalam penelitian
ini, yaitu:
a. Data Primer
Data primer berasal dari wawancara langsung dengan Hakim Pengadilan Agama, Panitera, juru sita dan masyarakat.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari dokumen�dokumen
yang terkait dengan pelaksanaan sidang di luar gedung antara
lain: 1) Perma No. 1 Tahun 2014 Pedoman
Pemberian Layanan Hukum
Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan. 2) Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 10 Tahun
2010 Tentang pedoman pemberian bantuan hukum, Lampiran B, pedoman pemberian bantuan hukum di lingkungan peradilan Agama, Bab I pendahuluan.
3) Surat Keputusan Ketua Muda Mahkamah
Agung RI Urusan Lingkungan Pengadilan Agama No.1/SK/TUADA-AG/I/2013 Tentang Pedoman Sidang keliling Di Lingkungan Peradilan Agama. 4) Keputusan
Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Ag 3 ama dan
Sekretaris Mahkamah Agung
RI No 04/TUADA-AG/II/2011 Tentang Pelaksanaan
SEMA RI No. 10 Tahun 2010 Tentang
Pedoman Bantuan Hukum,
Lampiran B. Bab III, Pasal 6. 5) SEMA RI No. 10 Tahun
2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan HukuRedaksi Sinar Grafika, Peraturan Lengkap Peradilan Agama,
(Jakarta: Sinar Grafika
Offset, 2017), cet ke-1.
Teknik Pengumpulan Data
a. Studi Pustaka
Studi Pustaka dilakukan
dengan mengkaji informasi yang diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik cetak maupun
elektronik lain.
b. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan
menggunakan pertanyaan dan jawaban langsung dan rinci dengan subjek
penelitian tentang topik yang terkait dengan masalah.
Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Artinya, dilakukan dengan mengolah data dan menyajikan data
yang digunakan dengan mendeskripsikan� hasil data dari Pengadilan Agama Labuha. Dari data yang diperoleh kemudian diedit secara sistematis setelah seleksi berorientasi masalah dan uji kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku, dan dibahas secara teoritis dalam kaitannya dengan kenyataan di lapangan untuk menarik kesimpulan
dalam format berikut: Deskripsi Pengadilan Agama Labuha, pelaksanaan sidang Di luar Gedung Pengadilan Agama Labuha, dan kendala yang di hadapi dalam pelaksanaan sidang di luar gedung Pengadilan Agama Labuha. Diharapkan juga ada pembahasan terkait solusi atas permasalahan mengenai kendala sidang di luar gedung.
Hasil
dan Pembahasan
����������� Sidang keliling atau sidang di luar gedung adalah
sidang yang dilakukan di luar gedung pengadilan,
seperti sidang yang diadakan di kecamatan dan lokasi lainnya. Menurut Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2014,
"Sidang di Luar Gedung Pengadilan
adalah sidang yang dilaksanakan secara berkala atau ad hoc oleh pengadilan di suatu tempat yang termasuk dalam wilayah hukumnya, tetapi di luar gedung pengadilan. Prinsip utamanya adalah kesederhanaan, kecepatan, dan biaya ringan� (Mustafa,
2023).
����������� Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2014 tentang pedoman pemberian layanan hukum bagi masyarakat
tidak mampu di pengadilan mendefinisikan "sidang di luar gedung pengadilan" atau yang biasa disebut "sidang keliling" sebagai salah satu bentuk bantuan
hukum. Sidang keliling adalah sidang pengadilan yang dilakukan secara berkala atau secara
ad hoc oleh pengadilan di suatu
tempat yang berada di
wilayah hukumnya namun di luar gedung pengadilan
(Alindah,
Ilyas, & Izzah, 2022).
����������� Prosedur Layanan Sidang di Gedung Pengadilan meliputi: 1) Pengadilan dapat menyelenggarakan sidang di luar
gedung Pengadilan berdasarkan pada karakterisitik jumlah perkara dan
keterjangakauan wilayah. 2) Lokasi penyelenggaraan sidang di luar gedung Pengadilan dapaat ditetapkan malalui koordinasi
antara Pengadilan dengan Pemerintah Daerah atau insitansi lain. 3) Pengadilan Negeri, Pengadilan
Agama, dan Pengadilan Tata Usaha Negara dapat menyelenggarakan layanan sidang
di luar gedung pengadilan secara bersama-sama sesuai dengan kebutuhan.
����������� Dalam menyelenggarakan
sidang di luar gedung pengadilan, pengadilan secara terpadu melakukan koordinasi
dengan pemerintah daerah atau kementerian/lembaga lain yang berwenang untuk
keperluan penertiban dokumen-dolumen sebagai akibar dari putusan pengadilan
pada sidang di luar gedung pengadilan. Sidang di luar gedung pengadilan
dapat dilaksanakan secara terpadu dengan
layanan posbakum pengadilan. Pengadilan dapat berkoordinasi dengna Lembaga Pemberi Layanan Posbakum Pengadilan untuk
meelakukan pendataan kebutuhan dan koordinasi penyelenggaraan sidang di luar
gedung Pengadilan yang terpadu dengan layanan Posbakum Pengadilan.
����������� Sidang di luar pengadilan ini juga dilaksanakan oleh Pengadilan Agama Labuha. Pengadilan Agama Labuhan berlokasi di Jln. Karet Putih, Kp. Makian, Kec.
Bacan Sel., Kabupaten
Halmahera Selatan, Maluku Utara. Pengadilan Agama Labuha saat ini
sedang melaksanakan sidang di luar gedung pengadilan di Pulau Taliabu, Maluku Utara. Meskipun menempuh perjalanan yang cukup jauh, Ketua, Wakil Ketua, Hakim, dan Panitera Pengganti Pengadilan Agama Labuha tetap semangat
dalam mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam persidangan. Terlebih lagi, delegasi dari Pengadilan Agama Labuha mendapatkan dukungan yang luar biasa dari pemerintah
daerah Pulau Taliabu pada tanggal 13 Februari lalu. Dalam mempersiapkan lokasi sidang, Kepala Bagian Umum dan Perlengkapan, Kasubag PTIP Pengadilan Negeri Bobong, dan Kabag Hukum Pemda Pulau Taliabu juga turut membantu mempersiapkan ruangan.
Gambar 1 Persiapan
Pelaksanaan Sidang di Luar
Gedung Pengadilan Agama Labuha
����������� Pengadilan biasanya melaksanakan sidang keliling di balai sidang pengadilan, kantor kecamatan, kantor KUA, atau tempat fasilitas umum yang mudah dijangkau oleh masyarakat yang tinggal jauh dari
kantor pengadilan. Langkah-langkah untuk mengajukan
perkara pada sidang keliling:
Langkah 1: Pencarian
Informasi Sidang Keliling Dapat dilakukan dengan menghubungi kantor
pengadilan setempat, melalui telepon, situs web pengadilan, kantor kecamatan,
atau kantor desa. Pastikan mendapatkan informasi yang akurat mengenai jadwal,
lokasi sidang keliling, biaya perkara, dan prosedur pengajuan perkara.
Langkah 2: Melengkapi
Persyaratan Administrasi Diperlukan persyaratan administratif, seperti surat gugatan
atau permohonan yang lengkap, dokumen-dokumen yang sesuai dengan jenis perkara,
dan membayar panjar biaya perkara yang telah ditetapkan. Bagi yang tidak mampu,
bisa mengajukan permohonan prodeo atau beperkara secara gratis. Saksi yang
mengetahui permasalahan harus hadir
saat persidangan.
Langkah 3: Mengikuti Proses Persidangan
Datang tepat waktu ke tempat sidang keliling bersama saksi, membawa bukti
pembayaran, dan salinan dokumen perkara. Ikuti seluruh proses persidangan
dengan tertib dan pakaian sopan. Jika tidak dapat hadir, pemeriksaan
sidang bisa ditunda.
Langkah 4:
Setelah Perkara Diputus Setelah perkara diputuskan, salinan putusan bisa
diambil di Pengadilan atau tempat sidang keliling.
����������� Sidang di
Luar Gedung Pengadilan Agama Labuha
memiliki beberapa dampak yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Akses Keadilan yang Lebih Mudah
����������� Sidang di luar gedung memungkinkan masyarakat yang tinggal di daerah terpencil atau sulit dijangkau
untuk mendapatkan akses keadilan yang lebih mudah. Dengan
adanya sidang di luar gedung, masyarakat
tidak perlu melakukan perjalanan jauh ke pengadilan
untuk menghadiri sidang, sehingga meminimalisir hambatan geografis dan transportasi.
2.
Efisiensi Waktu
Sidang di luar gedung dapat membantu
mengurangi waktu penyelesaian perkara. Dengan mengadakan sidang di tempat yang lebih dekat dengan
masyarakat, proses persidangan
dapat dilakukan dengan lebih efisien
dan cepat. Hal ini dapat mengurangi beban kerja pengadilan
dan mempercepat penyelesaian
perkara.
3.
Akses Keadilan bagi Daerah Terpencil
����������� Sidang di luar gedung pengadilan
memberikan akses keadilan yang lebih mudah bagi masyarakat
yang tinggal di daerah terpencil. Dalam kondisi geografis yang sulit dijangkau, masyarakat tidak perlu melakukan
perjalanan jauh ke pengadilan untuk
menghadiri sidang. Sidang di luar gedung memungkinkan pengadilan mendatangi daerah-daerah tersebut, sehingga masyarakat dapat dengan mudah
menghadiri persidangan dan memperoleh akses keadilan yang setara dengan daerah lainnya.
4. Penghematan Biaya
Sidang di luar gedung juga dapat memberikan dampak positif dalam hal
penghematan biaya.
Masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi dan akomodasi yang
mahal untuk menghadiri sidang di pengadilan yang jauh. Selain itu, pengadilan juga dapat mengurangi biaya operasional dengan tidak perlu menyewa
ruang sidang di gedung pengadilan.
5. Peningkatan
Keterlibatan Masyarakat
����������� Dengan adanya sidang di luar gedung, masyarakat
dapat lebih terlibat dalam proses peradilan. Mereka dapat dengan mudah menghadiri
sidang dan melihat langsung bagaimana proses persidangan berlangsung. Hal ini dapat meningkatkan
transparansi dan kepercayaan
masyarakat terhadap sistem peradilan.
6.
Penyelesaian Konflik Secara Damai
Sidang di luar gedung juga memberikan kesempatan bagi pihak yang terlibat dalam perkara untuk
mencapai penyelesaian konflik secara damai melalui mediasi
atau negosiasi. Dengan suasana yang lebih santai dan tidak formal seperti di gedung pengadilan, pihak-pihak yang bersengketa dapat lebih mudah
mencapai kesepakatan tanpa harus melalui
proses persidangan yang panjang.
����������� Dampak-dampak
tersebut menunjukkan pentingnya pelaksanaan sidang di luar gedung Pengadilan Agama Labuha dalam memberikan
akses keadilan yang lebih luas, efisiensi
waktu, penghematan biaya, keterlibatan masyarakat, dan penyelesaian konflik yang lebih baik. Semua perkara pada dasarnya dapat diajukan melalui sidang keliling, akan tetapi karena keterbatasan
pada pelayanan sidang keliling, maka perkara yang dapat diajukan melalui sidang keliling, di antaranya adalah: a) Itsbat
nikah: pengesahan/pencacatan
nikah bagi pernikahan yang tidak
terdaftar di KUA. b) Cerai gugat:
gugatan cerai yang ajukan oleh istri. c) Cerai talak: permohonan cerai yang diajukan oleh suami. d) Penggabungan
perkara Itsbat dan cerai gugat/cerai talak apabila pernikahan tidak tercatat
dan akan mengajukan perceraian. e)
Hak asuh anak: Gugatan atau permohonan
hak asuh anak yang belum dewasa. f) Penetapan ahli waris: Permohonan
untuk menetapkan ahli waris yang sah.
����������� Dalam wilayah yurisdiksi
Pengadilan Agama Labuha, terdapat beberapa faktor penghambat dan pendukung efektivitas pelaksanaan sidang di luar gedung, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Faktor Penghambat
a.
Infrastruktur
Kurangnya infrastruktur
yang memadai di daerah tertentu dalam wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama Labuha dapat menjadi
penghambat pelaksanaan sidang di luar gedung. Keterbatasan aksesibilitas, fasilitas pendukung, dan sarana transportasi yang terbatas dapat mempengaruhi efektivitas pelaksanaan sidang di luar gedung.
b.
Koordinasi
����������� Kurangnya koordinasi antara Pengadilan Agama Labuha dengan pemerintah daerah dan instansi terkait dapat menjadi
hambatan dalam pelaksanaan sidang di luar gedung. Ketidaktepatan
koordinasi dalam menentukan lokasi, persiapan ruangan, dan dukungan logistik dapat mempengaruhi kelancaran sidang di luar gedung.
2.
Faktor Pendukung
a. Dukungan
Pemerintah Daerah
����������� Adanya dukungan
yang kuat dari pemerintah daerah dalam wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama Labuha merupakan faktor pendukung efektivitas pelaksanaan sidang di luar gedung. Dukungan
ini bisa berupa alokasi anggaran, fasilitas ruangan, dan bantuan logistik untuk memastikan kelancaran sidang di luar gedung.
b.
Semangat dan Kerjasama
����������� Semangat
dan kerjasama dari Ketua, Wakil Ketua, Hakim, serta staf Pengadilan
Agama Labuha merupakan faktor penting dalam memastikan efektivitas pelaksanaan sidang di luar gedung. Dengan semangat yang tinggi dan kerjasama yang baik, mereka dapat mengatasi
hambatan dan menjalankan sidang dengan efisien
di luar gedung.
����������� Secara keseluruhan, faktor penghambat seperti infrastruktur yang kurang memadai dan kurangnya koordinasi dapat menjadi tantangan dalam pelaksanaan sidang di luar gedung dalam wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama Labuha. Namun, dukungan pemerintah daerah dan semangat kerja yang tinggi dapat menjadi faktor pendukung yang membantu meningkatkan efektivitas pelaksanaan sidang di luar gedung.
Kesimpulan
Sidang di luar gedung telah membuktikan
efektivitasnya dalam menyelesaikan perkara di wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama Labuha. Penyelesaian perkara melalui sidang di luar gedung cenderung lebih cepat dibandingkan
dengan sidang yang dilakukan di dalam gedung pengadilan. Selain mempercepat proses penyelesaian perkara, praktik sidang di luar gedung juga memberikan akses keadilan yang lebih luas bagi
masyarakat yang tinggal di daerah terpencil. Namun, kendati telah memberikan berbagai keunggulan, masih terdapat beberapa kendala yang dapat memengaruhi efektivitas sidang di luar gedung, terutama
dalam hal keterbatasan infrastruktur dan fasilitas yang dapat menjadi hambatan bagi pelaksanaan yang lebih optimal.
Abadi, CVLN, & Malang, Kecamatan Lowokwaru Kota.
(2021). Buku Ajar Hukum Acara Pengadilan Agama.
Abubakar,
Mardiana, & Rahman, Gazali. (2020). Efektivitas sidang keliling dalam
pemberian layanan hukum bagi masyarakat di Pengadilan Agama Tilamuta. As-Syams,
1(1), 47�79.
Alindah,
Rifda Cahya Alindah, Ilyas, Musyfikah, & Izzah, Ibnu. (2022). EFEKTIVITAS
SIDANG DI LUAR GEDUNG PENGADILAN DALAM PENYELESAIAN PERKARA ISBAT NIKAH TAHUN
2022 DI PENGADILAN AGAMA MAROS KELAS IB. Qadauna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Hukum Keluarga Islam, 4(1), 200�214.
Atmasasmita,
Romli. (2001). Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia & Penegakan Hukum.
Mandar maju.
Fuady,
Munir. (2007). Dinamika teori hukum.
Harahap,
M. Yahya. (2003). Kedudukan kewenangan dan acara peradilan agama UU No. 7
tahun 1989 Edisi Kedua.
Hidayatullah,
Muhammad Zaki. (2016). Efektivitas sidang keliling Pengadilan Agama Sampit
dalam penyelesaian perkara hukum keluarga. Jurnal Studi Agama Dan Masyarakat,
12(2), 214�231.
Manan,
H. Abdul. (2005). Penerapan hukum acara perdata di lingkungan peradilan
agama.
Mustafa,
Munawir. (2023). EFEKTIVITAS PELAKSANAAN SIDANG DI LUAR GEDUNG PENGADILAN
DALAM PEMBERIAN LAYANAN HUKUM BAGI MASYARAKAT DI PENGADILAN AGAMA SENGKANG.
UNIVERSITAS BOSOWA.
Rahardjo,
Satjipto. (2000). Ilmu hukum. Citra Aditya Bakti.
Rasyid,
Roihan A., & Roihan, A. (2016). Hukum acara peradilan agama.
Sabiq,
Sayyid, & Sunnah, Fikih. (1994). . Al-Ma�arif.
Salim,
H. S., & Nurbani, Erlies Septiana. (2017). Penerapan teori hukum pada
penelitian tesis dan disertasi/Salim HS.
Soekanto,
Soerjono. (1988). Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi, Bandung: CV. Ramadja
Karya.
Wardana,
Muhamad Reza Dafa. (2022). Efektivitas Pelaksanaan Sidang Keliling Dalam
Mewujudkan Asas Sederhana, Cepat Dan Biaya Ringan Di Pengadilan Agama Ponorogo.
IAIN Ponorogo.
Copyright holder: Rusdin Alauddin, Bahri Conoras, Syawal Abdul Ajid (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |