Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No.
11, November 2023
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN DANA DESA
PADA KECAMATAN BUNGURAN TENGAH KABUPATEN NATUNA
Wahyu Saputro*, Razaki Persada, Mani Festati Broto
Universitas Terbuka Batam, Indonesia
Email:[email protected],[email protected],
[email protected]
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
Implementasi Kebijakan Pengelolaan Dana Desa di Kecamatan Bunguran Tengah,
Kabupaten Natuna, termasuk analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi kebijakan, Faktor yang menghambat implementasi kebijakan, dan
upaya-upaya terhadap faktor yang menghambat implementasi kebijakan. Teori yang
digunakan sebagai landasaan untuk mengkaji fokus penelitian,
yaitu Teori Implementasi
Kebijakan menggunakan Model Donald P.Warwick, meliputi Faktor Pendorong terdiri
dari Komitmen
organisasi, Kemampuan Organisasi, Mutu Informasi, dan Potensi. Faktor
Penghambat terdiri dari banyaknya aktor yang terlibat dalam implementasi
kebijakan, komitmen rendah atau loyalitas ganda, kerumitan yang melekat pada
kebijakan (instrinsik complexity), jenjang pengambilan keputusan yang terlalu
panjang, waktu dan perubahan kepemimpinan. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode kualitatif. Penentuan informan dalam penelitian ini
dilakukan secara purposive sampling, meliputi Kepala Dinas, Camat, Kepala Desa,
Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat, Pendamping Desa, Kader Pembangunan
Masyarakat (KPM), Tokoh Masyarakat. Analisa data akan dilakukan dengan analisa
deskriptif dengan menggunakan tahapan analisa data menurut Miles dan Huberman.
Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa Proses Implementasi Kebijakan
Pengelolaan Dana Desa pada Kecamatan Bunguran Tengah Kabupaten Natuna Propinsi
Kepulauan Riau berjalan cukup baik, namun belum optimal. Dipengaruhi oleh
faktor komitmen organisasi, Kemampuan organisasi, mutu Informasi, Potensi.
Faktor yang menghambat implementasi meliputi masih rendahnya kemampuan sumber
daya manusia, Standar Operasional Prosedur dalam upaya pencegahan stunting di
tiga desa� belum tersusun sebagai pedoman
aliran tata kerja, komitmen rendah yang terjadi pada pemimpinan dan pelaksana,
jenjang pengambilan keputusan yang terlalu panjang, perubahan kepemimpinan
berarti pula ada kemungkinan perubahan kebijakan dan belum tersedianya
peralatan penunjang, hal ini berakibat kurang efektifnya pengelolaan Dana Desa.
�
Kata kunci: Dana Desa, Implementasi, Kebijakan, Natuna.
Abstract
The purpose of this study is to analyze the implementation of the Village
Fund Management Policy in Bunguran Tengah
Sub-district, Natuna Regency, including an analysis
of the factors that influence policy implementation, factors that hinder policy
implementation, and efforts to overcome factors that hinder policy
implementation.� The theory used as a
basis for examining the focus of research, namely Policy Implementation Theory
using the Donald P. Warwick Model, includes Enabling Factors consisting of
Organizational Commitment, Organizational Capability, Information Quality, and
Potential. The inhibiting factors consist of the number of actors involved in
policy implementation, low commitment or dual loyalty, the inherent complexity
of the policy (instrinsic complexity), too long
decision-making levels, time and leadership changes. This research was
conducted using qualitative methods. The determination of informants in this
study was carried out by purposive sampling, including the Head of Service,
Sub-District Head, Village Head, Community Empowerment Expert, Village
Facilitator, Community Development Cadre (KPM), Community Leaders. Data
analysis will be carried out with descriptive analysis using the stages of data
analysis according to Miles and Huberman. The results of this study indicate
that the Village Fund Management Policy Implementation Process in Bunguran Tengah District, Natuna
Regency, Riau Islands Province is running quite well, but not yet optimal.
Influenced by factors of organizational commitment, organizational capability,
quality of information, potential. Factors that hinder implementation include
the low ability of human resources, Standard Operating Procedures in stunting
prevention efforts in three villages have not been compiled as guidelines for
the flow of work procedures, low commitment that occurs in leaders and
implementers, decision-making levels that are too long, changes in leadership
mean there is also the possibility of policy changes and the unavailability of
supporting equipment, this results in less effective management of the Village
Fund.
Keywords: Village Fund, Implementation, Policy, Natuna.
Pendahuluan
Konsep membangun Indonesia
dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan Desa dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia Astuti (2017), merupakan implikasi dari
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Hal ini merupakan salah satu
kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan negara yaitu
memajukan kesejahteraan umum. Pemerintah Indonesia melalui Program Nawacita
tersebut berkomitmen untuk membangun Indonesia dari pinggiran, diantaranya
dengan meningkatkan pembangunan di desa.
Dana desa adalah dana APBN yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui APBD Kabupaten/Kota dan diprioritaskan
untuk pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat (Damar, Masinambow, & Naukoko, 2021). Implementasi pengelolaan dana desa pada tahap perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan berpedoman pada prioritas penggunaan dana desa (Hutami, 2017). Prioritas dana desa. Prioritas penggunaan dana desa diutamakan untuk membiayai pelaksanaan program dan
kegiatan yang bersifat lintas bidang yang diperuntukkan untuk kesejahteraan masyarakat desa, khususnya pada peningkatan taraf hidup dan pengembangan sumber daya manusia
(Kobak, 2021);(Manembu, Kusen, & Deeng, 2019).
Penggunaan Dana
Desa 2021 berdasarkan Permendesa
No. 13 Tahun 2020 diprioritaskan,
salah satunya untuk membiayai program/kegiatan yang mendukung pencapaian 10 (sepuluh) dari 18 (delapan belas) tujuan SDGs Desa, 1). Desa tanpa kemiskinan melalui program/kegiatan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa; 2). Desa tanpa
kelaparan melalui program/kegiatan penguatan ketahanan pangan dan pencegahan stunting;3). Desa sehat
sejahtera melalui program/kegiatan Desa Aman Covid-19; 4).Keterlibatan perempuan
Desa melalui program/kegiatan
desa inklusif;5). Desa berenergi
bersih dan terbarukan melalui program/kegiatan penyediaan listrik desa;6). Pertumbuhan ekonomi Desa merata melalui program/kegiatan pembentukan, pengembangan, dan revitalisasi
badan usaha milik
Desa/badan usaha milik
Desa;
7). Konsumsi dan produksi Desa sadar lingkungan melalui pengembangan usaha ekonomi produktif
yang diutamakan dikelola
badan usaha milik
Desa/badan usaha milik Desa
bersama;8). Desa damai berkeadilan
melalui program/kegiatan desa inklusif; 9). Kemitraan untuk pembangunan Desa melalui program/kegiatan pendataan Desa, pemetaan potensi dan sumberdaya, dan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi;dan 10). Kelembagaan Desa Dinamis dan budaya Desa adaptif melalui program/kegiatan desa inklusif (Kemendes PDTT, 2020). Dari sepuluh tujuan
SDGs desa tersebut, khusus dalam penelitian
ini akan menganalisis salah satu tujuan SDGs Desa, yaitu Desa tanpa kelaparan dengan progam / kegiatan pencegahan stunting.
Gambar 1
Sustainable Development Goals (SDGs) Desa
Penelitian terdahulu, implementasi kebijakan pengelolaan desa lebih fokus
pada prioritas penyaluran
BLT DD dan penanggulangan� pandemi Covid 19 (Sasuwuk,
Lengkong, & Palar, 2021), (Rahayuningsih,
2021), (Hidayat,
2020). Pergeseran anggaran terhadap Permendes PDTT No 11 Tahun 2019 menjadi Permendes No.6 Tahun 2020 mengisyaratkan adanya intervensi regulation yang
secara implisit dari pemerintah terkait kebijakan pengelolaan dana desa di masa pandemi. (Valentina,
Putera, & Safitri, 2020).
Dalam hal pengimplentasian alokasi dana desa secara konsisten dan bertanggungjawab sesuai SOP yang dijalankan, ditinjau berdasarkan teori Edward III, perlu ditingkatkan dimensi komunikasi dan sumber daya di desa meliputi, kualifikasi pendidikan dan kapasitas aparat desa serta sarana
dan prsarana.(Riadi, Slamet, 2020)
penelitian Faoziyah
dan wilmar (2020), berjudul
�Seeking Prosperity Through Village Proliferation: An Evidence of the
Implementation of Village Funds (Dana Desa) in Indonesia�, menggunakan
analisis spasial dan statistik deskriptif, dengan hasil 60,56% daerah yang mengalami proliferasi desa mampu menurunkan tingkat kemiskinan di daerahnya.
Namun tidak semua daerah tersebut
mampu menurunkan presentase desa tertinggal dan meningkatkan pembangunan tingkat desa. Terkait dana desa, 25.35% daerah yang mengalami proliferasi mendapatkan kenaikan dana desa yang cukup signifikan, namun masih belum namun
menurunkan tingkat kemiskinan (Faoziyah,
2020). Implementasi Kebijakan
Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Kubutamabahan
utamanya dalam upaya pencegahan stunting berjalan cukup lancar. Hal ini dapat terlihat dari tahap persiapan
berupa penyusunan Daftar Usulan Rencana kegiatan (DURK), penyelesaian setiap kegiatan sampai dengan tahap
penyusunan pertanggungjawaban.
(Prihatini
& Subanda, 2020).
����������� Sebagian
besar penelitian terdahulu sangat sedikit yang membahas pengelolaan dana desa dalam penurunan
prevalensi stunting, oleh karena
itu penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui implementasi kebijakan pengelolaan dana desa dalam pencegahan
stunting. Setelah lebih dari tiga tahun
kebijakan dana desa berjalan, prioritas
penggunaan dana desa yang diarahkan untuk pencegahan stunting belum berdampak
pada penurunan angka stunting secara signifikan. Anak teridentifikasi stunting
di tiga desa pada Kecamatan Bunguran Tengah masih tinggi. Asumsinya dengan
adanya� pengelolaan dana desa untuk pencegahan
stunting di tiga desa, turun. Hal ini dapat dilihat berdasarkan data pada tabel
berikut :
No |
Provinsi |
Kab/Kota |
SSGI 2021 |
SGBI 2019 |
RISKESDAS 2018 |
PSG 2017 |
PSG 2016 |
PSG 2015 |
1 |
Kepulauan Riau |
Kabupaten Bintan |
20 |
24.37 |
21.48 |
19.6 |
25.2 |
19.94 |
2 |
Kepulauan Riau |
Kabupaten Karimun |
17.6 |
15.08 |
31.59 |
19.9 |
22.4 |
24.57 |
3 |
Kepulauan Riau |
Kabupaten Kepulauan
Anambas |
21.7 |
12.54 |
26.09 |
24.6 |
22 |
25.23 |
4 |
Kepulauan Riau |
Kabupaten Lingga |
25.4 |
16.49 |
22.03 |
33.2 |
23.2 |
34.44 |
5 |
Kepulauan Riau |
Kabupaten Natuna |
17.8 |
17.36 |
22.17 |
19.7 |
26.4 |
20.24 |
6 |
Kepulauan Riau |
Kota B A T A M |
17.5 |
15.88 |
22.92 |
20.7 |
20.1 |
18.21 |
7 |
Kepulauan Riau |
Kota Tanjung Pinang |
18.8 |
21.69 |
23.35 |
20.8 |
21.1 |
17.63 |
Tabel 1 Data Prevalensi Stunting Kab/Kota se-Propinsi
Kepulauan Riau
Sumber
: Kemenkes.go.id
Tabel
1. diatas menunjukkan bahwa Kabupaten / Kota di Propinsi Kepulauan Riau
mengalami kejadian stunting, khusus di Kabupaten Natuna angka kejadian stunting
(prevalensi stunting), berdasarakan Pemantauan Status Gizi (PSG) pada tahun
2015 sebesar 20,24 persen, pada tahun 2016 bertambah sebesar 26,4 persen dan
pada tahun 2017 menurun sebesar 19,7 persen. Selanjutnya berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2018, angka prevalensi stunting sebesar
22,17 persen. Pada tahun 2019, angka prevalensi stunting berdasarkan Survei
Gizi Balita Indonesia (SGBI) sebesar 17,36 persen dan pada tahun 2021
berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) sebesar 17,8 persen.
Apabila
disandingkan dengan target nasional penurunan angka stunting sebesar 14 persen,
angka stunting di Kabupaten Natuna khususnya di Kecamatan Bunguran Tengah
berdasarkan Tabel 1 diatas, masih
belum mencapai target yang diharapkan. Hal ini merupakan fenomena yang menarik
untuk di teliti, melalui implementasi dana desa, diharapkan desa menjadi ujung
tombak dalam percepatan penurunan stunting. Mengingat Desa merupakan suatu
kesatuan hukum yang dekat dengan masyarakat. Penelitian ini di analisis
menggunakan model implementasi kebijakan publik milik Donald P.Warwick yang
terdiri dari tahap perencanaan meliputi kemampuan staf perencanaan, kemampuan
organisasi perencanaan, kemampuan teknik analisis, dan mutu informasi yang
dibutuhkan.
Sedangkan
pada tahap implementasi terdiri dari 2 faktor, yaitu faktor pendorong meliputi
Komitmen organisasi, Kemampuan organisasi meliputi kemampuan teknis dan
kolaborasi, mutu Informasi, dan Potensi. Faktor penghambat meliputi komitmen atau adanya loyalitas
ganda, jenjang
pengambilan keputusan yang terlalu banyak, dan waktu dan perubahan
kepemimpinan. Permasalahan penelitian ini�
adalah 1) Bagaimana implementasi kebijakan
pengelolaan Dana Desa di Kecamatan Bunguran Tengah Kabupaten Natuna ? 2) Faktor-faktor apa saja yang
menghambat keberhasilan implementasi kebijakan pengelolaan Dana Desa di
Kecamatan Bunguran Tengah Kabupaten Natuna? 3) Bagaimana
upaya untuk mengoptimalkan Implementasi Kebijakan Pengelolaan Dana Desa di
Kecamatan Bunguran Tengah Kabupaten Natuna ? Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi pada pengetahuan dan penanganan stunting.
Metode Penelitian
Penelitian implementasi kebijakan
pengelolaan Dana Desa dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian secara holistik (utuh) dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa yang naratif. Sehubungan dengan hal
tersebut, desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hal ini didasarkan pada pertimbangan,
bahwa penelitian ini bukan sekedar mengungkapkan fakta, tapi juga berupaya
mengungkap fenomena yang lebih mendalam, karena metode kualitatif memiliki
kemampuan mengungkap fenomena secara mendetail sehingga memberi pencerahan.
Penelitian kualitatif, menurut pandangan
Sugiyono (2017:15) mengungkapkan �Metode penelitian kualitatif adalah metode
penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah,
(sebagai lawannya eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci,
teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif/kualitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna dari pada generalisasi� (Sugiono,
2016).
Sanafiah dalam sugiono (2017:304),
mengutip pendapat spradley mengemukakan bahwa, situasi sosial untuk sampel awal
sangat disarankan suatu situasi sosial yang didalamnya menjadi semacam muara
dari banyak domain lainnya. Selanjutnya dinyatakan bahwa informan sebaiknya
memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) Mereka yang menguasai atau
memahami sesuatu melalui proses enkulturasi sehingga sesuatu itu bukan sekedar
diketahui, tetapi juga dihayati; 2) Mereka yang tergolong masih
sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti; 3) Mereka yang mempunyai waktu
yang memadai untuk dimintai informasi; 4) Mereka yang tidak cenderung
menyampaikan informasi hasil kemasannya sendiri; 5) Mereka yang pada mulanya
tergolong cukup asing dengan peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk
dijadikan semacam guru atau nara sumber.
Informan dalam penelitian ini dipilih
sebagaimana kriteria diatas, yang dipandang cakap, memahami dan mengetahui
pelaksanaan dana desa, yaitu sebagai berikut: a) Kepala DPMD Kabupaten Natuna. b) Kasi Pemberdayaan Masyarakat Desa Kecamatan Bunguran
Tengah. c) Tenaga Ahli Pemberdayaan
Masyarakat Kabupaten Natuna. d) Kepala Desa se-Kecamatan Bunguran Tengah. e) Pendamping Desa se-Kecamatanan
Bunguran Tengah. f) Kader Pembangunan Masyarakat (KPM). g) Kader Posyandu. h) Tokoh Masyarakat. i) Unsur masyarakat lain.
Hasil dan Pembahasan
A. Proses Implementasi kebijakan pengelolaan Dana Desa
di Kecamatan Bunguran
Tengah Kabupaten Natuna
Permasalahan stunting merupakan permasalahan strategis nasional yang sangat diperhatikan oleh pemerintah hingga sampai ke desa-desa. Penanganan stunting merupakan salah satu target pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals (SDGs), yakni berkaitan dengan tujuan ke-1 Tanpa kelaparan, dalam hal ini penanganan stunting menyasar pada kelompok miskin dan termiskin.� Kelompok ini dalam masyarakat lebih sulit keluar dari jerat kemiskinan karena kondisi dalam keadaan jauh lebih rumit, tidak hanya sekedar ketidakmampuan dalam finansial, akan tetapi juga masalah tempat tinggal yang terpencil, akses yang terbatas pada layananan kesehatan, pendidikan, sanitasi layak, juga listrik.
Tujuan ke-2 Menghapus Kelaparan (Zero Hunger). Menurut WHO angka prevalensi stunting di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. Anak-anak yang berasal dari keluarga miskin lebih cenderung mengalami stunting dibanding anak-anak lain seusianya yang tidak miskin. Penanganan stunting dalam mendukung tujuan ke 3 Kehidupan sehat dan Sejahtera, adanya intervensi stunting mendorong penurunan angka kematian Ibu dan bayi, serta meningkatkan hidup sehat penduduk.
Selanjutnya untuk mencegah stunting perlu penyedian
air bersih dan sanitasi yang layak, hal ini merupakan tujuan ke-6 Air bersih
dan Sanitasi layak. Pencegahan stunting diharapkan dapat mewujudkan generasi
unggul sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang menuju pada
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, dan hal ini menjadi tujuan ke 8 yaitu
Pekerjaan layak dan Pertumbuhan ekonomi. Generasi yang unggul dapat bekerja
serta menciptakan lapangan pekerjaan, sehingga terus mendorong pertumbuhan
ekonomi.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak
berusia dibawah lima tahun (balita) yang diakibatkan kekurangan gizi kronis dan
infeksi berulang terutama pada periode 1.000 HPK, yaitu dari janin hingga anak
berusia 0-23 bulan. Anak disebut stunting apabila panjang atau tinggi badanya
berada dibawah minus 2 (dua) standar deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya
(BPS,
2021). Anak yang mengalami stunting akan
memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, menjadikan anak lebih rentan
terhadap penyakit dan di masa depan dapat beresiko pada menurunnya tingkat
produktivitas.� Pada akhirnya secara luas
stunting akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan,
dan memperlebar ketimpangan.
Dalam menghadapi permasalahan stunting, pemerintah di
tiga desa pada Kecamatan Bunguran Tengah mengalokasikan anggaran untuk mendanai
stunting,� yang mengacu pada� Menteri Desa, PDTT Nomor 13 Tahun 2020
tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021. Anggaran tersebut, dipergunakan untuk
mendanai kegiatan koordinasi lintas sektor berupa layanan publik dalam
intervensi pencegahan stunting di Kecamatan Bunguran Tengah. Pada tahun 2021
penanganan stunting di kecamatan Bunguran tengah, telah ditangani dengan cukup
baik, dibuktikan melalui pelaporan-pelaporan yang telah disampaikan.
1. Kemampuan Organisasi
a. Kemampuan Teknis Aparatur
Peningkatan kemampuan teknis aparatur desa di Kecamatan Bunguran Tengah mengenai stunting masih minim. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan masih adanya aparatur desa yang belum memperoleh pelatihan khusus terkait stunting, hanya memperoleh pengetahuan terkait stunting melalui kegiatan rembuk stunting yang diikuti. Menurut Donald P. Warwick (1979), Kemampuan teknis meliputi kemampuan menggunakan sarana pengolahan data elektronik dan mengoperasikan peralatan.
Dalam implementasi pengelolaan dana desa yang berfokus pada penanganan stunting di desa,aparatur desa, pemangku kepentingan� dan khususnya tim percepatan penurunan stunting sebagaimana Peraturan Presiden nomor 72 Tahun 2021, harus memahami hukum dan peraturan yang terkait dengan pencegahan stunting, memiliki keterampilan administrasi yang kuat, meliputi pengelolaan data keluarga beresiko stunting, data calon pasangan usia subur (PUS), melakukan survey keluarga beresiko stunting dan mengevaluasi kasus stunting.
Untuk mengimplementasikan kebijakan pengelolaan dana desa secara baik maka aparatur desa dan petugas pelaksana khususnya tim percepatan penurunan serta pendamping desa harus belajar. Proses belajar dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk meningkatkan kemampuan dan kompetensi. Sehingga dengan meningkatnya kemampuan teknis aparatur yang berkelanjutan, akan dapat mempengaruhi percepatan penurunan angka stunting di tiga desa pada kecamatan Bunguran tengah.
b. Kemampuan
menjalin hubungan (berkolaborasi)
Dalam implementasi pengelolaan dana desa yang berfokus pada penanganan stunting di tiga desa, kecamatan Bunguran Tengah, kemampuan berkolaborasi� menjadi strategi percepatan penurunan stunting di desa. Hal ini sebagaimana� Warwick (1979) bahwa kemampuan menjalin hubungan dengan organisasi lain yang beroperasi pada tujuan yang sama dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan.
Pada tiga desa di kecamatan Bunguran tengah, dibentuk Tim percepatan penurunan stunting di desa, berdasarkan Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021, dan merupakan tim leader dalam berkolaborasi dengan pemangku kepentingan di desa. Tim percepatan penurunan stunting mengkoordinasikan percepatan penurunan stunting di tingkat desa, mendukung prioritas penggunaan dana desa dalam melaksanakan percepatan penurunan stunting dan mengoptimalkan program kegiatan pembangunan untuk percepatan penurunan stunting.
Kolaborasi dalam tim percepatan penurunan stunting, memastikan keluarga beresiko stunting memperoleh akses informasi dan pelayanan, melalui penyuluhan mengenai pencegahan stunting dalam forum-forum musyawarah, pertemuan rutin tingkat RT dan RW, pengajian-pengajian, dan forum diskusi lainya. Dengan memberikan informasi secara memadai, akurat, dan adil kepada masyarakat yang menjadi kelompok sasaran kebijakan. Disamping itu, mereka juga menyediakan waktu untuk melayani kelompok sasaran kebijakan, dengan memfasilitasi pelayanan rujukan dan memfasilitasi keluarga miskin dan termiskin untuk mendapatkan bantuan sosial.
Selanjutnya dalam melaksanakan pendampingan calon pengantin, tim percepatan penurunan stunting, berkolaborasi dengan Kantor Urusan Agama, melalui pendampingan pra nikah. Terkait pola asuh pada anak yang beresiko stunting, Tim percepatan penurunan stunting bersama guru PAUD, memberikan penyuluhan mengenai pola asuh anak kepada keluarga beresiko stunting. Sebagaimana uraian diatas, kolaborasi yang dilakukan oleh tim percepatan penurunan stunting secara konsisten dan berkelanjutan, akan mendorong percepatan penurunan stunting di tiga desa pada kecamatan bunguran tengah.
C. Faktor-faktor yang menghambat keberhasilan implementasi kebijakan pengelolaan dana desa di Kecamatan Bunguran Tengah Kabupaten Natuna
Dalam implementasi kebijakan pengelolaan dana desa di Kecamatan Bunguran Tengah tidak terlepas dari pengaruh yang memacetkan pelaksanaan kebijakan atau faktor penghambat implementasi kebijakan. Sebagaimana menurut Donald P. Warwick (1979), pertama, banyaknya aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan pengelolaan dana desa yang berfokus pada pencegahan stunting di kecamatan Bunguran Tengah meliputi pemerintah desa, tenaga kesehatan, penyuluh keluarga berencana, Kader pembangunan manusia, penyuluh agama dari KUA dan unsur masyarakat lainnya, dapat menghambat implementasi.
Sebagaimana hasil penelitian, semakin banyak pihak yang terlibat serta ikut mempengaruhi implementasi, maka semakin rumit komunikasi dalam proses pengambilan keputusan, sehingga semakin besar potensi terjadinya �delay� hambatan dalam proses implementasi. Kedua, rendahnya komitmen atau loyalitas ganda, menimbulkan ketidakpatuhan pada aturan dan atau prosedur yang berlaku dalam pengelolaan dana desa menjadi sebab timbulnya penyimpangan-penyimpangan.
Ketiga, kerumitan yang melekat pada kebijakan, sebagaimana diketahui kebijakan pengelolaan dana desa yang difokuskan untuk stunting memiliki kerumitan-kerumitan dalam implementasinya, adanya faktor teknis yang harus dipahami oleh implementor, agar dapat menginformasikan kepada keluarga berisiko secara tepat dan akurat. Kemudian, harus menyediakan bahan-bahan yang sulit untuk disediakan, seperti pemberian makanan dan obat-obatan serta peralatan yang harus didatangkan dari luar daerah.
D.
Upaya untuk mengoptimalkan Implementasi Kebijakan Pengelolaan Dana Desa di Kecamatan
Bunguran Tengah Kabupaten Natuna.
Upaya-upaya pemerintah dalam pencegahan stunting pada Peraturan Menteri Desa, PDTT Nomor 13 Tahun 2020, yaitu: a) Pengelolaan Advokasi konvergensi pencegahan stunting di desa menggunakan aplikasi digital electronic-Human Development Worker (e-HDW); b) Tindakan promotif dan preventif untuk pencegahan stunting melalui rumah tangga sehat;
c) Peningkatan layanan kesehatan, peningkatan gizi dan pengasuhan anak melalui kegiatan: 1) Kesehatan ibu dan anak; 2) konseling gizi; 3)����������� air bersih dan sanitasi; 4) Perlindungan sosial untuk peningkatan askes ibu hamil dan menyusui serta balita terhadap jaminan kesehatan dan administrasi kependudukan; 5) Pendidikan tentang pengasuhan anak melalui Pendidikan Anak Usian Dini (PAUD) dan Bina Keluarga Balita (BKB); 6) upaya pencegahan perkawinan anak usia dini; 7) pendayagunaan lahan pekarangan keluarga dan tanah kas Desa untuk pembangunan Kandang, Kolam dan kebun (3K) dalam rangka penyediaan makanan yang sehat dan bergizi untuk ibu hamil, balita dan anak sekolah; 8) Peningkatan kapasitas bagi Kader Pembangunan Manusia (KPM), Kader Posyandu dan Pendidik Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD); dan 9) Pemberian insentif untuk Kader Pembangunan Manusia (KPM), Kader Posyandu, dan Pendidik pada Pendidikan Anak Usia Dini yang menjadi Kewenangan Desa.
Apabila sasaran adalah Ibu Hamil, paket layanan harus memenuhi indikator sebagai berikut: 1) Ibu hamil periksa kehamilan paling sedikit 4 kali selama kehamilan. 2) Ibu hamil mendapatkan dan minum 1 tablet tambah darah (pil FE) setiap hari minimal selama 90 hari. 3) Ibu bersaling mendapatkan layanan nifas oleh nakes dilaksanakan minimal 3 kali. 4) Ibu hamil mengikuti kegiatan konseling gizi atau kelas ibu hamil minimal 4 kali selama kehamilan. 5) Ibu hamil dengan kondisi resiko tinggi dan/atau Kekurangan Energi Kronis (KEK) mendapat kunjungan ke rumah oleh bidan Desa secara terpadu minimal 1 bulan sekali. 6) Rumah Tangga ibu hamil memiliki sarana akses air minum yang aman. 7) Rumah Tangga Ibu hamil memlikik sarana jamban keluarga yang layak. 8) Ibu hamil memiliki jaminan layanan kesehatan.
Untuk sasaran anak 0 s/d 23 bulan (0 s.d 2 Tahun),� indikator layanan pencegahan stunting, sebagai berikut: 1) Bayi usia 12 bulan ke bawah mendapatkan imunisasi dasar lengkap. 2) Anak usia 0-23 bulan diukur berat badannya di posyandu secara rutin setiap bulan. 3) Anak usia 0-23 bulan diukur panjang/tinggi badannya oleh tenaga kesehatan terlatih minimal 2 kali dalam setahun. 4) Orang tua/pengasuh yang memiliki anak usia 0-23 bulan mengikuti kegiatan konseling gizi secara rutin minimal sebulan sekali. 5) Anak usia 0-23 bulan dengan status gizi buruk, gizi kurang, dan stunting mendapat kunjungan ke rumah secara terpadu minimal 1 bulan sekali. 6) Rumah Tangga anak usia 0-23 bulan memiliki sarana akses air minum yang aman. 7) Rumah Tangga anak usia 0-23 bulan memiliki sarana jamban yang layak. 8) Anak usia 0-23 bulan memiliki akte kelahiran. 9) Anak usia 0-23 bulan memiliki jaminan layanan kesehatan. 10) Orang tua/pengasuh yang memiliki anaksia 0-23 bulan mengikuti Kelas Pengasuhan minimal.
Kesimpulan
Proses Implementasi Kebijakan Pengelolaan Dana
Desa pada Kecamatan Bunguran Tengah Kabupaten Natuna berjalan cukup baik. Hal
ini dianalisis mulai dari tahap Pedoman Implementasi Kebijakan pengelolaan dana
Desa, Perencanaan dan Penganggaran, Penyaluran Anggaran Dana Desa, dan
Pelaporan. Pemerintah Desa menggunakan Pedoman Peraturan yang berlaku dalam
implementasi kebijakan pengelolaan dana desa. Perencanaan dan penganggaran
telah melalui proses mekanisme musdes, Penyaluran Anggaran dana Desa secara
keseluruhan, disalurkan tepat waktu. Dan pelaporan penanganan stunting telah
dilaporkan pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Natuna.
Implementasi Kebijakan Pengelolaan Dana Desa
pada Kecamatan Bunguran Tengah Kabupaten Natuna, kurang efektif. Dugaan
ini� dapat dilihat dari faktor penghambat
implementasi kebijakan, banyaknya aktor yang terlibat dalam implementasi
kebijakan pengelolaan dana desa yang berfokus pada pencegahan stunting di
kecamatan Bunguran Tengah,� yang dapat
mempersulit koordinasi antar organisasi dalam pengambilan keputusan, berpotensi
besar menimbulkan �delay� hambatan dalam proses implementasi.
Rendahnya komitmen atau loyalitas ganda,
menimbulkan ketidakpatuhan pada aturan dan atau prosedur yang berlaku dalam
pengelolaan dana desa menjadi sebab timbulnya penyimpangan-penyimpangan.
Kerumitan yang melekat pada kebijakan, yang secara teknis yang harus dipahami
oleh implementor dan kelompok sasaran (keluarga beresiko stunting). Hambatan
teknis seperti belum tersedianya alat ukur tinggi badan yang valid dan akurat
cenderung berakibat, penyelesaian permasalahan stunting kurang efektif.
Upaya-upaya dalam pencegahan stunting masih
belum efektif.� Dugaan ini dapat dilihat
dari� laporan stunting,� ada upaya yang belum dapat dilaksanakan
pemerintah desa terkait program ketahanan pangan. Walaupun penelitian ini menemukan beberapa hal
yang dinilai menarik, tetap saja memiliki kekurangan dari informan� yang diwawancara masih kurang dalam
memberikan informasi, dan juga metodologi yang digunakan dalam penelitian ini
masih kurang cukup untuk menganaliais�
permasalahan dalam penelitian.
BIBLIOGRAFI
Astuti, Wenny. (2017). REGULATORY IMPACT ANALYSIS
PROGRAM NAWACITA PRESIDEN: MEMBANGUN INDONESIA DARI PINGGIRAN DENGAN MEMPERKUAT
DAERAH-DAERAH DAN DESA DALAM KERANGKA NEGARA KESATUAN MELALUI KEBIJAKAN DANA
DESA. Jurusan Imu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Padang, 34.
BPS.
(2021). Laporan Indeks Khusus Penanganan Stunting 2019-2020. In Badan Pusat
Statistik.
Damar,
Vanti I., Masinambow, Vecky A. J., & Naukoko, Amran T. (2021). Efektivitas
Penggunaan Dana Desa Terhadap Pembangunan Dan Pemberdayaan Masyarakat Di Desa
Humbia Kecamatan Tagulandang Selatan Kabupaten Kepulauan Sitaro. Jurnal
Berkala Ilmiah Efisiensi, 21(3).
Faoziyah,
U. (2020). Seeking prosperity through village proliferation: An evidence of the
implementation of village funds (Dana Desa) in Indonesia. Journal of
Regional and City Planning, 31(2), 97�121.
https://doi.org/10.5614/jpwk.2020.31.2.1
Hidayat,
Endik. (2020). Implementasi Kebijakan Dana Desa untuk Penanggulangan Pandemi
Covid-19 di Sampang. Soetomo Communication and Humanities, 1,
126�136.
Hutami,
Andi Siti Sri. (2017). Analisis Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa
Abbatireng Kecamatan Gilireng, Kabupaten Wajo. Government: Jurnal Ilmu
Pemerintahan, 10�19.
Kemendes
PDTT. (2020). Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi No. 13 Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun
2021. Peraturan Menteri,Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan
Transmigrasi Republik Indonesia, (1), 1�32.
Kobak,
Noto. (2021). Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa (Add) Di Distrik Ninia
Kabupaten Yahukimo Provinsi Papua. Jurnal Kebijakan Publik, 3(3),
136�145. https://doi.org/10.31957/jkp.v3i3.1572
Manembu,
Roni Ritonga, Kusen, Albert W. S., & Deeng, Djefry. (2019). Padat Karya
Sebagai Kontribusi Kehidupan Masyarakat pada Penggunaan Dana Desa (Studi Kasus
Desa Kaneyan Kecamatan Tareran Kabupaten Minahasa Selatan). Holistik,
Journal of Social and Culture.
Prihatini,
D., & Subanda, IN. (2020). Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa dalam
Upaya Pencegahan Stunting Terintegrasi. Jurnal Ilmiah MEA (Manajemen,
Ekonomi, Dan Akuntansi), 4(2), 1�14.
Rahayuningsih,
Eka. (2021). Implementasi Kebijakan Penyaluran dan Pemanfaatan Bantuan Langsung
Tunai Desa Pada Korban Covid 19 di Desa Bulumargi Perspektif Maslahah. Thesis,
6.
Riadi,
Slamet, Dkk. (2020). Implementasi kebijakan alokasi dana desa di desa tolole
kecamatan ampibabo kabupaten parigi moutong. Jurnal Moderat, 6(3),
490�500.
Sasuwuk,
Cecelia Helenia, Lengkong, Florence Daicy, & Palar, Novie Anders. (2021).
Implementasi Kebijakan Penyaluran Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (Blt-Dd)
Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Desa Sea Kabupaten Minahasa. Jap, VII(108),
78�89.
Sugiono.
(2016). Metodologi Penelitian Kombinasi. Yogyakarta: CAPS.
Valentina,
Tengku Rika, Putera, Roni Ekha, & Safitri, Cici. (2020). Analisis
Pemanfaatan Dana Desa Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Nagari Talang Anau
Kabupaten Lima Puluh Kota. Prosiding Simposium Nasional Multidisiplin, 2,
124�132.
Copyright holder: Wahyu Saputro,
Razaki Persada, Mani Festati Broto (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |