Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 11, November 2023

 

KUALITAS SPERMA PADA LAKI-LAKI DEFISIENSI VITAMIN D DI PALEMBANG

 

Maya Eka Apriyanti*, Yusuf Effendi, Zen Hafy

Universitas Sriwijaya

Email: [email protected]

 

Abstrak

Defisiensi vitamin D dapat berperan dalam infertilitas laki-laki. Sejumlah besar reseptor vitamin D ditemukan di saluran reproduksi pria, sehingga diduga ada peran vitamin D yang krusial untuk spermatogenesis dan/atau sintesis testosteron. Peneitian ini bertujuan untuk mengukur parameter sperma pada laki-laki dengan defisiensi vitamin D di Palembang, Sumatra Selatan. Penelitian ini dilakukan sebagai studi observasional deskriptif potong-lintang pada salah satu RSIA di Palembang. Kadar vitamin D subjek diperiksa di laboratorium independen sesuai dengan standar yang berlaku, dan kualitas sperma diperiksa di laboratoium yang sama. Median usia subjek adalah 30,0 (24-49) tahun. Rerata kadar vitamin D serum adalah 21,372 � 4,202 ng/mL. Konsentrasi sperma median adalah 21,75 (0,00-137,00) juta/mL. Median hitung sperma adalah 66,14 (0,00-378,00) juta. Rerata motilitas progresif adalah 35,64 � 18,573%. Median morfologi normal adlah 5,00 (0,00-7,00) %. Kadar sperma yang normal di penelitian ini mengimplikasikan tidak adanya peran bermakna dari vitamin D terhadap kuailtas sperma.

 

Kata Kunci: Paramter Sperma, Defisiensi Vitamin D, Reproduksi Laki-Laki

 

Abstract

Vitamin D deficiency may play some roles in male infertility. Abundant vitamin D receptors exist in male reproductive tracts, implying some significant functions of vitamin D in spermatogenesis and/or testosterone synthesis. This study aims to measure sperm parameters in males with vitamin D deficiency in Palembang, South Sumatra. This study was a conducted as observational, cross-sectional descriptive study on single mother and child hospital in Palembang. Subjects� serum vitamin D was measured in an accredited external clinical laboratory and sperm samples were collected and examined in same laboratory according to standard protocols. Median age of subject was 30,0 (24-49) years old. Mean serum vitamin D concentration was 21.372 � 4.202 ng/mL. Median sperm concentration was 21.75 (0.00-137.00) millions/mL. Median sperm count was 66.14 (0.00-370.80) millions. Average progressive motility was 35.64 � 18.573%. Median normal morphology was 5.00 (0.00-7.00)%. Normal sperm parameters observed in this study implicated vitamin D plays no significant role in sperm quality.

 

Keywords: Sperm Parameters, Vitamin D Deficiency, Male Reproduction

 

Pendahuluan

Infertilitas pada pasangan usia subur adalah ketidakmampuan untuk hamil setelah melakukan hubungan seksual secara rutin tanpa menggunakan kontrasepsi apapun selama setidaknya dua belas bulan dan dapat terjadi karena faktor laki-laki maupun perempuan. Tingkat infertilitas di Indonesia berkisar antara 10-15% dari pasangan usia subur (Harzif et al., 2019). Di Palembang sendiri, 48,4% infertilitas disebabkan oleh pihak laki-laki (Khaidir, 2006).

Selain faktor anatomis maupun genetik, infertilitas dapat disebabkan oleh defisiensi vitamin D (Jungwirth et al., 2012). Pro-vitamin D disintesis di kulit akibat paparan dengan sinar UVB. Selanjutnya pro-vitamin D diaktivasi di hati dan bekerja pada vitamin D receptor (VDR). Pada saluran reproduksi pria, reseptor tersebut dapat ditemukan di sel germinal, sel Leydig, epididimis, prostat, vesikula seminalis, dan spermatozoa matang (Lorenzen et al., 2017).

Vitamin D sendiri dapat mempengaruhi sintesis testosteron melalui induksi osteocalcin dan calbindin-D (Cito et al., 2019; Jensen, 2014). Berangkat dari hal tersebut, Peneliti melakukan kajian pada kualitas sperma di laki-laki dengan defisiensi vitamin D di salah satu rumah sakit ibu dan anak di kota Palembang.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode studi dekriptif observasional dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian dilakukan di sebuah rumah sakit ibu dan anak di kota Palembang dan dilakukan pada bulan November 2022 hingga Maret 2023.

Penelitian ini melibatkan 39 subjek dengan defisiensi vitamin D yang dibuktikan melalui pemeriksaan laboratorium pada laboratorium klinis independen dan terakreditasi. Subjek selanjutnya menjalani pemeriksaan kualitas sperma pada laboratorium yang dimaksud setelah pantang ejakulasi selama 3-7 hari. Data disajikan secara deskriptif dalam bentuk rerata � SD atau median (rentang). Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik (No. Protokol 280-2022) yang dikeluarkan oleh Komite Etik Penelitian dan Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

 

Hasil dan Pembahasan

Penelitian melibatkan 39 subjek dengan kadar vitamin D < 30 ng/mL. Median usia subjek ada di angka 30 (24-49) tahun. Rerata kadar volume ejakulat pada subjek adalah 3,295 � 0,963 mL. Median waktu likuefaksi pada subjek adalah 40,0 (15-150) menit. Konsentrasi sperma median subjek adalah 21,75 (0,00-137,00) juta/mL dan median jumlah sperma absolut adalah 66,14 (0,00-370,80) juta. Ditemukan rerata motilitas progresif sebanyak 35,64 � 18,573% dan median sperma dengan morfologi normal adalah 5,00 (0,00-7,00)%. Secara ringkas, data tersebut tersaji dalam tabel di bawah.

 

 

 

Tabel 1 Data kualitas sperma

Karakteristik

Karakteristik

Rerata � SD

Median (min-maks)

Usia (tahun)

30,0 (24-49)

Kadar vitamin D (ng/mL)

21,372 � 4,202

Lama likuefaksi (menit)

40,0 (15-150)

Konsentrasi sperma (juta/mL)

21,75 (0,00-137,00)

Jumlah sperma (juta)

66,14 (0,00-370,80)

Motilitas progresif (%)

35,64 � 18,573

Motilitas non-progresif (%)

13,00 (0,0-26,00)

Imotil (%)

41,64 � 20,477

Morfologi normal (%)

5,00 (0,00-7,00)

 

Dalam penelitian ini, ditemukan rerata kadar vitamin D adalah 21,372 � 4,202 ng/mL. Nilai tersebut berada di bawah nilai rujukan dari laboratorium yang dilibatkan dalam penelitian (30-100 ng/mL). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan, (Aji et al., 2019) menemukan bahwa 82,8% perempuan hamil di Sumatra Barat memiliki kadar vitamin D di bawah 20 ng/mL. Rerata kadar vitamin D pada nelayan adalah 16,8 ng/mL, sementara rerata kadar vitamin D pada bukan nelayan adalah 6,5 ng/mL (p < 0,01) (Irawati et al., 2020)sejalan dengan penelitian ini.

Defisiensi vitamin D dapat disebabkan oleh beberapa faktor. (Irawati et al., 2019) menemukan bahwa defisiensi vitamin D dapat disebabkan oleh gangguan penglihatan pada lansia. Faktor risiko dari defisiensi vitamin D yang signifikan adalah karena aktivitas yang terlalu lama berada dalam ruangan, sehingga paparan terhadap radiasi UVB menjadi lebih rendah. Kurangnya asupan makanan yang kaya dengan vitamin D telah diketahui meningkatkan risiko defisiensi vitamin D (Aji et al., 2019; Irawati et al., 2020; Rimahardika et al., 2017).

Asupan vitamin D yang disarankan pada remaja dan dewasa berkisar antara 5-20 �g/hari, tergantung dari panduan yang digunakan (Roth et al., 2018). Penelitian pada anak usia SD menemukan bahwa defisiensi vitamin D disebabkan karena paparan sinar matahari yang rendah (OR: 1,002; 95%CI: p = 0,004) (Pulungan et al., 2021). Faktor lain yang berperan terhadap defisiensi vitamin D adalah aktivitas kurang dari 60 menit per minggu di luar ruangan (OR: 9,659; 95%CI: 1,883-49,550; p = 0,007) (Aji et al., 2019). Faktor lain yang diketahui terhadap defisiensi vitamin D di Thailand adalah usia muda dan tinggal di daerah urban (Nimitphong & Holick, 2013).

Vitamin D sendiri merupakan prohormon steroid yang disintesis di kulit setelah kulit dipaparkan dengan radiasi ultraviolet B. Radiasi ltraviolet mengubah 7-dehydrocholesterol menjadi cholecalciferol. Selanjutnya, cholecalciferol mengalami proses aktivasi untuk membentuk 25-hydroxyvitamin D (25OHD). Aktivasi provitamin D menjadi vitamin D terjadi di hati dan bekerja pada tingkat seluler melalui perantaraan VDR (Lerchbaum & Obermayer-Pietsch, 2012; Lorenzen et al., 2017).

Setelah diserap di saluran cerna atau disintesis di kulit, vitamin D dibawa oleh vitamin D-binding protein (VDBP) melalui sirkulasi. Sekitar 80-90% dari jumlah vitamin D dalam tubuh berasal dari vitamin D yang disintesis di kulit. Kadar vitamin D normal dalam darah adalah ≥ 30 ng/mL; insufisiensi vitamin D terjadi pada kadar vitamin D yang berkisar antara 20-29 ng/mL 25OHD dan defisiensi terjadi saat adalah kadar vitamin D < 20 ng/mL (Lerchbaum & Obermayer-Pietsch, 2012). Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa kadar vitamin D rerata pada kelompok dengan kadar vitamin D rendah hanya mencapai tahap insufisien, tetapi sudah mendekati taraf defisiensi.

Aktivitas biologis vitamin D sendiri terjadi akibat ikatan vitamin D pada vitamin D receptor (VDR) yang ditemukan di berbagai jaringan. Vitamin D akan berikatan dengan VDR yang merupakan salah satu jenis reseptor inti, di mana kemudian VDR akan berinteraksi dengan berbagai faktor transkripsi yang dapat menyebabkan perubahan transkripsi maupun translasi. Vitamin D yang berlebih dapat diinaktivasi oleh 24-hydroxylase menjadi asam kalsitroat (Lerchbaum & Obermayer-Pietsch, 2012).

Pada saluran reproduksi lak-laki, reseptor vitamin D dapat ditemukan pada sel germinal, sel Leydig, epididimis, prostat, vesikula seminalis, dan spermatozoa matang. Kadar vitamin D yang cukup memiliki hubungan yang positif dengan kualitas sperma. Selain itu, pada sel Leydig yang ditemukan di rongga interstisial testis, terdapat banyak VDR dan enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme vitamin D. Sel Leydig sendiri berfungsi memproduksi testosteron, sehingga diduga ada kaitan antara kadar vitamin D dengan testosteron(Hammoud et al., 2012; Jensen et al., 2016; Lorenzen et al., 2017).

Pada tikus, vitamin D berperan sebagai stimulator yang poten untuk akumulasi asam amino pada testis. Vitamin D bekerja melalui protein kinase A dan kanal Ca2+/K+ pada membran plasma.Vitamin D juga mempengaruhi uptake kalskum pada sel Sertoli yang dipengaruhi oleh aktivitas reseptor inti. Vitamin D diketahui dapat mempengaruhi fungsi testis melui beberapa mekanisme (Lerchbaum & Obermayer-Pietsch, 2012).

Terhadap faktor kesuburan sendiri, diketahui bahwa kadar vitamin D di atas 75 nmol/L memiliki motilitas spermatozoa dan jumlah spermatozoa motil yang baik, sementara kadar di bawah 25 nmol/L menunjukkan motilitas spermatozoa yang kurang baik setelah 45 dan 262 menit berdasarkan penelitian di Denmark (Jensen et al., 2016). Hasil yang serupa ditemukan di Amerika Serikat, di mana motilitas spermatozoa terbaik berada pada kadar vitamin D plasma antara 20-50 ng/mL (Hammoud et al., 2012).

Defisiensi vitamin D pada tikus dapat menurunkan keberhasilan koitus sebanyak 45% dan menurunkan fertilitas sebanyak 73% jika dibandingkan dengan kontrol. Testis tikus yang mengalami defisiensi vitamin D juga menunjukkan spermatogenesis yang tidak sempurna dan disertai dengan perubahan yang terkait dengan proses degeneratif (Lerchbaum & Obermayer-Pietsch, 2012).

Sebuah andomized clinical trial terkait suplementasi vitamin D ternyata membawa manfaat hanya pada beberapa varaibel. Dalam randomized clinical trial tersebut, tidak ditemukan perubahan jumlah ejakulat (3,75 � 1,49 mL berbanding 3,84 � 1,24 mL; p = 0,162), perubahan jumlah sperma total (64,11 � 10,63 juta berbanding 66,04 � 10,96 juta; p = 0,051), dan persentase morfologi normal (7,53 � 2,98% berbanding 7,79 � 2,57%; p = 0,195) pada kelompok yang mendapat perlakuan.

Lebih lanjut, penelitian (Maghsoumi-Norouzabad et al., 2022) menemukan bahwa perubahan yang bermakna terjadi pada persentase sperma motil (33,65 � 7,99% berbanding 38,72 � 8,42%; p < 0,001) dan persentase sperma dengan motilitas progresif (18,56 � 6,41% berbanding 23,41 � 8,62%; p < 0,001)

Sebuah meta-analisis yang dilakukan oleh (Tania et al., 2023) menemukan bahwa suplementasi vitamin D tidak membawa perbaikan yang bermakna terhadap jumlah sperma (SMD: 9,62; 95%CI: -3,36-22,61; p = 0,15), konsentrasi sperma (SMD: -0,70; 95%CI: -6,58-5,18; p = 0,82), dan volume ejakulat (SMD: -0,02; 95%CI: -0,18-0,15; p = 0,83). Tetapi, suplementasi vitamin D membawa perubahan positif pada motilitas progresif (SMD: 4,14; 95%CI: 0,25-8,02; p = 0,04), dan persentase morfologi normal (SMD: 0,44; 95%CI: 0,30-0,57; p < 0,001). Dengan demikian, suplementasi vitamin D dapat mendatangkan manfaat dalam beberapa kondisi.

Dalam penelitian (Ramlau-Hansen et al., 2011) Di Denmark, ditemukan bahwa kelompok dengan kadar vitamin D yang rendah memiliki konsentrasi sperma yang lebih tinggi secara tidak bermakna dibanding kelompok dengan kadar vitamin D sedang maupun tinggi (49 juta/mL berbanding 46 juta/mL berbanding 34 juta/mL; p = 0,08). Hal yang serupa ditemukan pada jumlah sperma total (137 juta berbanding 127 juta berbanding 94 juta; p = 0,07), volume ejakulat (3,3 mL berbanding 2,8 mL berbanding 2,6 mL; p = 0,07) dan persentase sperma dengan morfologi normal (6,5% berbanding 5% berbanding 5%; p = 0,05).

Hasil yang kebalikan dapat diamati pada persentase sperma motil (69% berbanding 71% berbanding 72%; p = 0,06). Dengan demikian, meskipun secara teoretis dan studi in vivo pada hewan vitamin D dapat membawa manfaat terhadap kualitas sperma, penelitian pada manusia gagal menemukan hubungan yang dimaksud. Gagalnya menemukan hubungan pada penelitian di manusia dapat disebabkan oleh adanya faktor perancu lain yang mempengaruhi kualitas sperma maupun karena adanya variasi individual. Terlepas dari efek vitamin D yang tidak bermakna pada kualitas sperma, defisiensi vitamin D yang tidak dikoreksi dapat membawa dampak negatif terhadap kesehatan tulang dan jaringan lain, sehingga suplementasi vitamin D dapat dilakukan.

Penelitian ini memiliki keterbatasan karena tidak dilakukan wawancara secara langsung kepada subjek penelitian untuk melihat faktor risiko yang dimiliki subjek. Lebih lanjut, penelitian ini memiliki keterbatasan dalam jumlah sampel akibat keengganan subjek untuk terlibat dalam penelitian. Karena jumlah sampel yang terbatas, maka analisis bivariat tidak dapat dilakukan.

 

Kesimpulan

Kadar rata-rata 21,372 � 4,202 ng/mL pada subjek yang memeriksakan diri dalam penelitian ini.Variabel sperma subjek berada dalam rentang yang beragam tetapi sebagian berada dalam batas normal. Dengan demikian, diduga tidak ada hubungan yang kuat antara kadar vitamin D dengan kualitas sperma.

Oleh karena itu, konsumsi vitamin D sesuai dengan angka kecukupan gizi adalah tindakan yang dapat dipertimbangkan oleh seluruh penduduk Indonesia, terutama yang bekerja sepanjang hari di dalam ruangan. Melalui suplementasi vitamin D, diharapkan kadar vitamin D penduduk Indonesia dapat mencapai tingkat yang cukup.

BIBLIOGRAFI

Aji, A. S., Erwinda, E., Yusrawati, Y., Malik, S. G., & Lipoeto, N. I. (2019). Vitamin D deficiency status and its related risk factors during early pregnancy: A cross-sectional study of pregnant Minangkabau women, Indonesia. BMC Pregnancy and Childbirth, 19(1), 1�10. https://doi.org/10.1186/s12884-019-2341-4

 

Cito, G., Cocci, A., Micelli, E., Gabutti, A., Russo, G. I., Coccia, M. E., Franco, G., Serni, S., Carini, M., & Natali, A. (2019). Vitamin D and Male Fertility: An Updated Review. The World Journal of Men�s Health, 37, 1�14. https://doi.org/10.5534/wjmh.190057

 

Hammoud, A. O., Wayne Meikle, A., Matthew Peterson, C., Stanford, J., Gibson, M., & Carrell, D. T. (2012). Association of 25-hydroxy-vitamin D levels with semen and hormonal parameters. Asian Journal of Andrology, 14(6), 855�859. https://doi.org/10.1038/aja.2012.77

 

Harzif, A. K., Santawi, V. P. A., & Wijaya, S. (2019). Discrepancy in perception of infertility and attitude towards treatment options: Indonesian urban and rural area. Reproductive Health, 16(1), 1�7. https://doi.org/10.1186/s12978-019-0792-8

 

Irawati, D., Ekawanti, A., & Nurbaiti, L. (2020). Determinan Kecukupan Vitamin D Pada Nelayan. Jurnal Kedokteran, 9(2), 100�110.

 

Irawati, D., Ekawanti, A., Yuda, G. W., & Palgunadi, G. (2019). Identifikasi Dan Penanggulangan Faktor Resiko Defisiensi Vitamin D Pada Lansia Di Kota Mataram. Abdi Insani, 6(1), 120. https://doi.org/10.29303/abdiinsani.v6i1.192

 

Jensen, M. B. (2014). Vitamin D and male reproduction. Nature Reviews Endocrinology, 10(3), 175�186. https://doi.org/10.1038/nrendo.2013.262

 

Jensen, M. B., Lawaetz, J. G., Andersson, A. M., Petersen, J. H., Nordkap, L., Bang, A. K., Ekbom, P., Joensen, U. N., Pr�torius, L., Lundstr�m, P., Boujida, V. H., Lanske, B., Juul, A., & J�rgensen, N. (2016). Vitamin D deficiency and low ionized calcium are linked with semen quality and sex steroid levels in infertile men. Human Reproduction, 31(8), 1875�1885. https://doi.org/10.1093/humrep/dew152

 

Jungwirth, A., Giwercman, A., Tournaye, H., Diemer, T., Kopa, Z., Dohle, G., & Krausz, C. (2012). European association of urology guidelines on male infertility: The 2012 update. European Urology, 62(2), 324�332. https://doi.org/10.1016/j.eururo.2012.04.048

 

Khaidir, M. (2006). Penilaian tingkat fertilitas dan penatalaksanaannya pada pria. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 30�34.

 

Lerchbaum, E., & Obermayer-Pietsch, B. (2012). Mechanisms in endocrinology - Vitamin D and fertility: A systematic review. European Journal of Endocrinology, 166(5), 765�778. https://doi.org/10.1530/EJE-11-0984

 

Lorenzen, M., Boisen, I. M., Mortensen, L. J., Lanske, B., Juul, A., & Blomberg Jensen, M. (2017). Reproductive endocrinology of vitamin D. Molecular and Cellular Endocrinology, 453, 103�112. https://doi.org/10.1016/j.mce.2017.03.023

 

Maghsoumi-Norouzabad, L., Zare Javid, A., Mansoori, A., Dadfar, M., & Serajian, A. (2022). Vitamin D3 Supplementation Effects on Spermatogram and Oxidative Stress Biomarkers in Asthenozoospermia Infertile Men: a Randomized, Triple-Blind, Placebo-Controlled Clinical Trial. Reproductive Sciences, 29(3), 823�835. https://doi.org/10.1007/s43032-021-00769-y

 

Nimitphong, H., & Holick, M. F. (2013). Vitamin D status and sun exposure in Southeast Asia. Dermato-Endocrinology, 5(1), 34�37. https://doi.org/10.4161/derm.24054

 

Pulungan, A., Soesanti, F., Tridjaja, B., & Batubara, J. (2021). Vitamin D insufficiency and its contributing factors in primary school-aged children in Indonesia, a sun-rich country. Annals of Pediatric Endocrinology and Metabolism, 26(2), 92�98. https://doi.org/10.6065/apem.2040132.066

 

Ramlau-Hansen, C. H., Moeller, U. K., Bonde, J. P., Olsen, J., & Thulstrup, A. M. (2011). Are serum levels of vitamin D associated with semen quality? Results from a cross-sectional study in young healthy men. Fertility and Sterility, 95(3), 1000�1004. https://doi.org/10.1016/j.fertnstert.2010.11.002

 

Rimahardika, R., Subagio, H. W., & Wijayanti, H. S. (2017). Asupan Vitamin D Dan Paparan Sinar Matahari Pada Orang Yang Bekerja Di Dalam Ruangan Dan Di Luar Ruangan. Journal of Nutrition College, 6(4), 333. https://doi.org/10.14710/jnc.v6i4.18785

 

Roth, D. E., Abrams, S. A., Aloia, J., Bergeron, G., Bourassa, M. W., Brown, K. H., Calvo, M. S., Cashman, K. D., Combs, G., De-Regil, L. M., Jefferds, M. E., Jones, K. S., Kapner, H., Martineau, A. R., Neufeld, L. M., Schleicher, R. L., Thacher, T. D., & Whiting, S. J. (2018). Global prevalence and disease burden of vitamin D deficiency: a roadmap for action in low- and middle-income countries. Annals of the New York Academy of Sciences, 1430, 44�79. https://doi.org/10.1111/nyas.13968

 

Tania, C., Tobing, E. R. P. L., Tansol, C., Prasetiyo, P. D., Wallad, C. K., & Hariyanto, T. I. (2023). Vitamin D supplementation for improving sperm parameters in infertile men: A systematic review and meta-analysis of randomized clinical trials. Arab Journal of Urology, 00(00), 1�9. https://doi.org/10.1080/2090598X.2023.2165232

 

 

 

 

 

 

Copyright holder:

Maya Eka Apriyanti, Yusuf Effendi, Zen Hafy (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: