Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 11, November 2023

 

PERBANDINGAN PENGGUNAAN VARIASI TIPE BEKISTING DITINJAU DARI SISI BIAYA, MUTU, WAKTU DAN WASTE PADA PELAKSANAAN KONSTRUKSI GEDUNG BERTINGKAT DI INDONESIA

 

M. Agung Wibowo, Jati Utomo D. Hatmoko, Shafril Yinurullah

Universitas Diponegoro, Semarang

E-mail: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mencari rasio biaya, waktu, waste untuk berbagai jenis bekisting dalam dunia konstruksi khususnya konstruksi bangunan. Bekisting yang digunakan adalah konvensional, semi sistem, sistem, PERI dan alumunium. Rasio biaya dan waktu pekerjaan bekisting terhadap luas bangunan terkecil adalah penggunaan bekisting aluminium, bekisting PERI dan bekisting sistem. Rasio biaya dan waktu pekerjaan bekisting terhadap luas bangunan tertinggi terdapat dalam penggunaan bekisting semi sistem dan konvensional. Rasio limbah (waste) kayu dan plywood terhadap luas bangunan terkecil adalah penggunaan bekisting Alumunium dan bekisting sistem dan rasio limbah (waste) kayu dan plywood terhadap luas bangunan tertinggi terdapat dalam penggunaan bekisting konvensional. Rasio biaya limbah (waste) kayu terhadap total biaya bekisting terkecil adalah penggunaan bekisting Alumunium, bekisting PERI dan bekisting sistem dan rasio biaya limbah (waste) kayu terhadap total biaya bekisting terbesar adalah penggunaan bekisting konvensional. Rasio biaya limbah (waste) plywood terhadap total biaya bekisting terkecil adalah penggunaan bekisting dan rasio biaya limbah (waste) plywood terhadap total biaya bekisting terbesar adalah penggunaan bekisting konvensional.

 

Kata Kunci: Bekisting, Rasio, Biaya, Waktu, Limbah (Waste)

 

Abstract

This study aims to find the ratio of costs, time, waste for various types of formwork in the world of construction, especially building construction. The formwork used is conventional, semi-system, system, PERI and aluminum. The ratio of the cost and time of formwork work to building area is smallest in the use of aluminum formwork, PERI formwork and system formwork. The ratio of the cost and time of formwork work to building area is highest in the use of semi-system and conventional formwork. The ratio of wood and plywood waste to building area is smallest in use of aluminum formwork and system formwork and the highest ratio of wood and plywood waste to building area is found in the use of conventional formwork. The smallest ratio of wood waste to total formwork costs is the use of aluminum formwork, PERI formwork and system formwork and the largest ratio of wood waste costs to total formwork costs is the use of conventional formwork. The smallest ratio of plywood waste to total formwork costs is the use of formwork and the largest ratio of plywood waste to total formwork costs is the use of conventional formwork.

 

Keywords: Formwork, Ratio, Cost, Time, Waste

 

Pendahuluan

Proyek industri konstruksi banyak sejalan dengan perkembangan fisik pembangunan. Setiap tahun permintaan untuk kegiatan konstruksi tinggi sehingga berkorelasi menghasilkan limbah konstruksi yang besar. Konstruksi, sebagai salah satu aktivitas dari pembangunan infrastruktur, baik langsung atau tidak, ikut bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan dan fenomena pemanasan global. Rosemary A. Colliver, peneliti AS, menyebut konstruksi menghasilkan limbah 31,5 juta ton setiap tahunnya.

Limbah (Waste) menjadi salah satu hal yang belum dapat terlepas dari dunia pekerjaan konstruksi (Dalvin, 2021). Limbah pasti terjadi dalam suatu proyek meskipun hanya sedikit tetapi bila dihitung ke dalam rupiah dapat menjadi kerugian yang cukup merugikan bagi suatu proyek konstruksi.

Limbah dapat diartikan sebagai segala macam kehilangan pada material, waktu dan hasil moneter dari sebuah kegiatan tetapi tidak menambah nilai atau proses untuk produk (Munthe et al., 2022). Limbah juga dapat diartikan sebagai segala macam kehilangan yang dihasilkan dari sebuah aktifitas yang menghasilkan secara langsung maupun tidak secara langsung menghasilkan biaya, tetapi tidak menambah manfaat/ nilai suatu produk dari sudut pandang klien (Kristianto et al., 2019).

Limbah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sebuah proses konstruksi, sebagaimana dinyatakan dalam berbagai hasil penelitian di banyak negara. Craven dkk �menyatakan bahwa kegiatan konstruksi menghasilkan limbah sebesar kurang lebih 20% s/d 30% dari keseluruhan limbah di Australia (Ervianto, 2013). Rogoff dan Williams menyatakan bahwa 29% limbah padat di Amerika Serikat berasal dari limbah konstruksi (Sanjaya, 2019).

Ferguson dkk menyatakan lebih dari 50% dari seluruh limbah di United Kingdom berasal dari limbah konstruksi (Ervianto, 2019). (Nugrahardani et al., 2017) menyebutkan bahwa sektor konstruksi yang terdiri dari tahap pengambilan material, pengangkutan material ke lokasi proyek konstruksi, proses konstruksi, operasional gedung, pemeliharaan gedung sampai tahap pembongkaran gedung mengkonsumsi 50% dari seluruh pengambilan material alam dan mengeluarkan limbah sebesar 50% dari seluruh limbah.

Oladiran (2008) menuliskan bahwa salah satu penyebab timbulnya limbah konstruksi adalah penggunaan sumberdaya alam melebihi dari apa yang diperlukan untuk proses konstruksi (Turot, 2022). Limbah yang dihasilkan oleh aktivitas konstruksi seperti tersebut diatas berpotensi menurunkan kualitas lingkungan, sebagaimana dinyatakan oleh Hendrickson dan Horvath pada tahun 2000, bahwa konstruksi berpengaruh secara signifikan terhadap lingkungan.

Formwork (bekisting)  adalah Sebuah cetakan atau tempat dimana beton basah dapat dituangkan dan dipadatkan sehingga akan mengalir  ke profil dalam kotak atau cetakan , dipasang dengan sangat cepat dimuat untuk beberapa jam selama penempatan beton dan setelah  beberapa hari dapat dibongkar untuk penggunaan berikutnya.

Penelitian yang dilakukan oleh (Hangarge et al., 2017) memperoleh bahwa limbah konstruksi yang dihasilkan selama proses lengkap pembentukan sebuah bangunan juga merupakan masalah yang membuat kita beralih ke perumahan dengan limbah rendah. Bekisting sistem dapat memberikan hasil yang lebih baik daripada bekisting konvensional untuk aspek perbandingan ini. Gambar 1 memberikan gambaran tentang persentase kontribusi sumber limbah konstruksi.

 

Gambar 1 Sumber Limbah Konstruksi (%)

Sumber : (Hangarge et al., 2017)

 

(Karke & Kumathekar, 2014) menyatakan Dari hasil penelitiannya mengenai perbandingan kelebihan dan kekurangan penggunaan bekisting konvensional, bekisting MIVAN (Alumunium) dan Bekisting Tunnel System disajikan dalam Tabel 3 di bawah ini.

 

Tabel 1 Perbandingan Bekisting Konvensional, MIVAN (Alumunium) dan Tunnel System

 

No.

Characteristics

MIVAN System (Alumunium)

Tunnel Form Technology

Conventional Formwork System

1.

Speed of construction

Four days cycle per floor.

One day�s cycle per floor.

Min. cycle time is of 21 days.

2.

Quality�� of surface finish

Excellent. Plastering is not required

Excellent. Plastering is not required

Bad.������ Plastering is required

3.

Pre-planning�������� of formwork system

Required

Required

Not required

4.

Type of construction

Cast-in-situ Cellular construction

Cast-in-situ Cellular construction

Simple��� RCC framed construction

5.

Wastage of formwork material

Very less

Very less

In great amount.

6.

Accuracy�������������� in

construction

Accurate construction

Accurate construction

Accuracy is Less than Modern Systems

7.

Coordination between different agencies

Essential

Essential

Not necessarily required

8.

Resistance earthquake

to

Good resistance

Good resistance

Less������� than Modern Systems

 

9.

Removing of floor slab forms without removing props

 

Possible

 

Possible

 

Not possible

10.

Need of any timber plywood

or

Not required

Not required

These are components

the

main

11.

Re-usage value formwork

of

250 � 300

300 � 350

Maximum 50

12.

Suitability for high rise construction

Very much suitable

Very much suitable

Not suitable

13.

Initial investment the system

in

High

High

Less

14.

Economy construction

in

Economical for mass housing

Economical mass housing

for

Economical scale

on

small

 

Berikut disampaikan beberapa hasil penelitian terdahulu mengenai penggunaan jenis-jenis bekisting dalam pekerjaan konstruksi.

 

Tabel 2 Penggunaan Berbagai Jenis Bekisting dalam Konstruksi

Peneliti

Jenis Bekisting

Hasil Penelitian

(Ais�y et al., 2023)

Konvensional, Semi Sistem dan Sistem (PERI)

Ditinjau dari sisi biaya yang paling baik adalah bekisting semi sistem. Jika dari sisi waktu yang terbaik adalah bekisting sistem (PERI)

(EMERALDI, 2021)

Konvensional, Tunnel dan Alumunium.

Urutan bekisting yang paling baik ditinjau dari sisi waktu pelaksanaan, kualitas hasil cetakan, limbah yang dihasilkan dari yang terbaik adalah bekisting tunnel, bekisting alumunium dan terakhir bekisting konvensional

(Hangarge et al., 2017)

Konvensional, Tunnel dan Alumunium.

Bekisting alumunium walaupun memerlukan biaya awal yang tinggi tapi dapat mereduksi biaya 40% (pemakaian berulang 200-250 kali untuk proyek Villa) dan mengurangi waktu 50%

(Kareem et al., 2019)

Konvensional/Kayu dan Plastik

Penggunaan bekisting plastik secara jangka panjang akan mengurangi biaya karena dapat dipakai berulangkali serta dapat membantu pelestarian hutan walaupun untuk konstruksi kecil bekisting kayu masih menjadi pilihan yang lebih baik.

(Nugroho, 2012)

ICF, Plastic, Alumunium & Tunnel

Pemilihan jenis material bekisting dipengaruhi oleh faktor kecepatan pelaksanaan dan juga faktor lingkungan

(Salloum & Kuo, 2017)

Konvensional & Alumunium

Penggunaan bekisting alumunium selain bisa mengurangi biaya dan mempercepat waktu pelaksanaan juga sangat membantu mengurangi limbah konstruksi yang dapat mengurangi emisi karbon

 

Dalam mencari rasio biaya, waktu, waste jenis bekisting dalam dunia konstruksi khususnya konstruksi bangunan, penulis belum menemukan standar, referensi yang baku untuk besaran nilai rasio tersebut. Data yang ada adalah hasil penelitian para peneliti terdahulu untuk besaran biaya, waktu dan waste untuk berbagai jenis bekisting.

Rasio yang umum dalam dunia konstruksi adalah rasio terhadap luas bangunan seperti rasio volume beton m3 terhadap m2 luas bangunan (m3/m2) dan harga satuan pekerjaan terhadap luas bangunan (Rp/m2). Untuk itu rasio biaya, waktu dan waste bekisting yang dihitung dalam penelitian ini adalah perbandingan nilai biaya, waktu dan waste terhadap luas bangunan.

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan perbandingan antara berbagai metode bekisting, yakni konvensional, semi sistem, sistem, PERI, dan alumunium, dalam beberapa aspek kunci. Pertama, penelitian ini berusaha menghitung perbandingan rasio biaya yang diperlukan untuk masing-masing jenis bekisting. Kedua, penelitian ini juga mencoba mengukur perbandingan rasio waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan bekisting menggunakan metode-metode tersebut. Selanjutnya, penelitian ini mengevaluasi perbandingan rasio limbah kayu dan plywood yang dihasilkan selama pelaksanaan pekerjaan bekisting. Akhirnya, penelitian ini menghitung perbandingan rasio biaya limbah kayu dan plywood yang timbul sebagai konsekuensi dari penggunaan berbagai metode bekisting tersebut.

 

Metode Penelitian

Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang membandingkan biaya, mutu, waktu dan waste penggunaan material bekisting alternatif sebagai pengganti material kayu dalam pekerjaan bekisting serta penerapkan green supply chain management dalam industry konstruksi khususnya proyek gedung bertingkat. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi melalui studi literatur, data realisasi proyek dan juga wawancara dengan para pakar sebagai pelaku dunia konstruksi khususnya bangunan gedung bertingkat.

Gambar 2 Diagram Alir Penelitian

 

Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini melakukan pengumpulan data terhadap 12 (dua belas) jenis proyek yang dilaksanakan dalam rentang waktu tahun 2011 sampai dengan tahun 2020 dengan 7 (tujuh) fungsi bangunan yang berbeda dan dikerjakan oleh 7 (tujuh) kontraktor nasional dan asing di 5 (lima) kota yang berbeda. Terdapat 5 (lima) jenis bekisting yang ditinjau dalam penelitian ini.

Jumlah penelitian yang disajikan dalam pembahasan ini adalah proyek yang penulis bisa dapatkan datanya secara lengkap baik data proyek maupun data jenis bekisting dan variabel biaya, waktu dan waste (limbah)

Berikut data proyek yang dilakukan penelitian dalam tulisan ini, yaitu sebagai berikut :

 

Tabel 3 Data Proyek

No

Nama Proyek

Jenis Bangunan

Jumlah Lantai

Kontraktor Pelaksana

Tahun

Luas Bangunan (m2)

Lokasi

1

Gedung A

Apartemen

25

A

2018

80.872,00

Jakarta

2

Gedung B

Apartemen

55

B-A JO

2016

91.519,63

Jakarta

3

Gedung C

Kantor

54

C

2014

254.000,00

Jakarta

4

Gedung D

Apartemen

25

D

2011

115.000,00

Jakarta

5

Gedung E

Hotel

8

E

2012

35.000,00

Bogor

6

Gedung F

Apartemen

23

F

2019

97.266,00

Jakarta

7

Gedung G

Rumah Susun

16

G

2016

28.037,30

Jakarta

8

Gedung H

Asrama

13

F

2017

27.984,96

Jakarta

9

Gedung I

Rumah Susun

15

G

2018

37.041,58

Jakarta

10

Gedung J

Mall & Hotel

13

G

2020

108.433,00

Tangerang Selatan

11

Gedung K

Rumah Sakit

6

G

2019

11.099,00

Banjarmasin

12

Gedung L

Rumah Sakit

6

G

2020

11.510,00

Muara Teweh

 

Dari hasil pengumpulan data primer melalui data tertulis dan hasil wawancara terhadap proyek-proyek di atas, dihasilkan data-data sebagai berikut yang disajikan dalam Tabel 4.2. Data-data tersebut yang akan dilakukan pengolahan data untuk mendapatkan kesimpulan hasil penelitian dalam tulisan ini.

 

Tabel 4 Data Jenis Bekisting dan Variabel Biaya, Waktu dan Waste (Limbah)

No

Nama Proyek

Jenis Bekisting

Biaya (Rp)

Waktu Pelaksanaan (hari)

Waste Kayu (m3)

Waste Plywood (lembar)

1

Gedung A

Alumunium

12.311.636.200, -

215

-

-

2

Gedung B

Alumunium

13.235.960.000, -

296

-

-

3

Gedung C

PERI

32.512.000.000, -

380

2,70

2.700,00

4

Gedung D

PERI

13.225.000.000, -

240

1,25

1.250,00

5

Gedung E

PERI

4.375.000.000, -

150

0,24

240,00

6

Gedung F

Sistem

13.857.668.104, -

159

-

11.888,00

7

Gedung G

Semi Sistem

4.959.131.100, -

122

24,00

2.500,00

8

Gedung H

Semi Sistem

5.536.945.310, -

86

37,23

3.731,30

9

Gedung I

Semi Sistem

7.772.474.926, -

330

23,58

4.652,00

10

Gedung J

Semi Sistem

32.522.394.727, -

582

82,34

19.651,76

11

Gedung K

Konvensional

3.250.000.000, -

112

170,62

1.870,00

12

Gedung L

Konvensional

1.749.520.000, -

150

103,82

1.370,00

 

Rasio biaya terhadap luas bangunan disajikan dalam gambar 3.

Gambar 3 Tipe Bekisting vs Rasio Biaya/Luas Bangunan

 

Untuk menyederhanakan pembagian rasio biaya digunakan pengelompokkan rasio per-kelipatan Rp 50.000, -. Dari data Grafik di atas diperoleh bahwa bekisting aluminium, bekisting PERI dan bekisting sistem memiliki rasio biaya terhadap luas bangunan Rp 100.000, - < rasio < Rp 150.000, -/m2, bekisting semi sistem mayoritas memiliki rasio biaya terhadap luas bangunan Rp 150.000, -/m2 < rasio<Rp 200.000, - dan ada satu proyek (Gedung J) menggunakan bekisting semi sistem meiliki rasio biaya terhadap luas bangunan mendekati Rp 300.000, -/m2.

Sementara untuk dua proyek yang menggunakan bekisting konvensional. Satu proyek (Gedung K) memiliki rasio biaya terhadap luas bangunan mendekati Rp 300.000, -/m2 dan satu proyek (Gedung L) memiliki rasio biaya terhadap luas bangunan Rp 100.000, - < rasio < Rp 150.000,-/m2.

 

Rasio waktu terhadap luas bangunan disajikan dalam Gambar 4.

Gambar 4 Tipe Bekisting vs Rasio Waktu/Luas Bangunan

 

Untuk menyederhanakan pembagian rasio waktu digunakan pengelompokkan rasio per-kelipatan 1 hari. Dari data Grafik di atas diperoleh bahwa bekisting aluminium memiliki rasio waktu terhadap luas bangunan 2 hari/1.000 m2 < rasio < 4 hari/1.000 m2. Bekisting PERI memiliki rasio waktu terhadap luas bangunan 1 hari/1.000 m2 < rasio < 2 hari/1.000 m2 untuk dua proyek (Gedung C dan Gedung D) dan satu proyek (Gedung E) memiliki rasio waktu terhadap luas bangunan sekitar 4 hari/1.000 m2 < rasio < 5 hari/1.000 m2. Bekisting Sistem memiliki rasio waktu terhadap luas bangunan 1 hari/1.000 m2 < rasio < 2 hari/1.000 m2.

Bekisting semi sistem memiliki variasi rasio waktu yaitu: Gedung H memiliki rasio waktu terhadap luas bangunan sekitar 3 hari/1.000 m2, Gedung G memiliki rasio waktu terhadap luas bangunan 4 hari/1.000 m2 < rasio < 5 hari/1.000 m2, Gedung J memiliki rasio waktu terhadap luas bangunan sekitar 5 hari/1.000 m2 < rasio < 6 hari/1.000 m2 dan Gedung I memiliki rasio waktu terhadap luas bangunan mendekati 9 hari/1.000 m2.

Sementara bekisting konvensional memiliki rasio waktu waktu terhadap luas bangunan sekitar 10 hari/1.000 m2 < rasio < 11 hari/1.000 m2 untuk Gedung K dan Gedung L memiliki rasio waktu waktu terhadap luas bangunan sekitar 13 hari/1.000 m2.

 

Rasio limbah (waste) kayu terhadap luas bangunan disajikan dalam Gambar 5.

 

Gambar 5 Tipe Bekisting vs Rasio Waste Kayu/Luas Bangunan

 

Untuk menyederhanakan pembagian rasio waste kayu digunakan pengelompokkan rasio per-kelipatan 1 m3. Dari data Grafik di atas diperoleh bahwa bekisting aluminium, bekisting PERI, bekisting sistem dan bekisting semi sistem memiliki rasio limbah (waste) kayu terhadap luas bangunan < 1 m3/1.000 m2 kecuali bekisting semi system untuk Gedung H memiliki rasio limbah (waste) kayu terhadap luas bangunan adalah 1 m3/1.000 m2 < rasio < 2 m3/1.000 m2 bahkan untuk bekisting aluminium, bekisting PERI dan bekisting sistem meiliki rasio limbah (waste) kayu terhadap luas bangunan 0 m3/1.000 m2 sementara bekisting konvensional memiliki rasio limbah (waste) kayu terhadap luas bangunan sekitar 15 m3/1.000 m2 untuk Gedung K dan memiliki rasio limbah (waste) kayu terhadap luas bangunan sekitar 9 m3/1.000 m2 untuk Gedung L. Rasio limbah (waste) plywood terhadap luas bangunan disajikan dalam Gambar 6.

Gambar 6 Tipe Bekisting vs Rasio Waste Plywood/Luas Bangunan

 

Untuk menyederhanakan pembagian rasio waste plywood digunakan pengelompokkan rasio per-kelipatan 10 lembar. Dari data Grafik di atas diperoleh bahwa bekisting aluminium rasio limbah (waste) plywood terhadap luas bangunan 0 lbr/1.000 m2. Bekisting PERI memiliki rasio limbah (waste) plywood terhadap luas bangunan 10 lbr/1.000 m2 < rasio < 20 lbr/1.000 m2 kecuali bekisting PERI Gedung E memiliki rasio < 10 lbr/1.000 m2.

Bekisting semi sistem untuk Gedung G memiliki rasio limbah (waste) plywood terhadap luas bangunan sekitar 90 lbr/1.000 m2, Gedung H memiliki rasio limbah (waste) plywood terhadap luas bangunan 130 lbr/1.000 m2 < rasio < 140 lbr/1.000 m2 dan Gedung I memiliki rasio limbah (waste) plywood terhadap luas bangunan 120 lbr/1.000 m2 < rasio < 130 lbr/1.000 m2 dan Gedung J memiliki rasio limbah (waste) plywood terhadap luas bangunan sekitar 180 lbr/1.000 m2. Bekisting konvensional memiliki rasio limbah (waste) plywood terhadap luas bangunan sekitar 170 lbr/1.000 m2 untuk Gedung K dan Gedung L memiliki rasio limbah (waste) plywood terhadap luas bangunan sekitar 120 lbr/1.000 m2.

Rasio biaya limbah (waste) kayu pekerjaan bekisting terhadap total biaya pekerjaan bekisting disajikan dalam Gambar 7.

 

Gambar 7 Tipe Bekisting vs Rasio Biaya Waste Kayu/Total Biaya Bekisting

 

Untuk menyederhanakan pembagian rasio biaya waste kayu digunakan pengelompokkan rasio per-kelipatan 2 %. Dari data Grafik di atas diperoleh bahwa bekisting aluminium, bekisting PERI dan bekisting sistem� memiliki rasio biaya� (waste) kayu terhadap total biaya bekisting adalah sekitar 0% terhadap total biaya bekisting. Bekisting semi sistem memiliki rasio biaya limbah (waste) kayu terhadap total biaya bekisting adalah 0% < rasio < 2% dan bekisting konvensional memiliki rasio biaya limbah (waste) kayu terhadap total biaya bekisting adalah 8% < rasio < 10% untuk Gedung K dan 12% < rasio < 14% terhadap total biaya bekisting untuk Gedung L.

Rasio biaya limbah (waste) Plywood pekerjaan bekisting terhadap total biaya pekerjaan bekisting disajikan dalam Gambar 8.

 

Gambar 8 Tipe Bekisting vs Rasio Biaya Waste Plywood/Total Biaya Bekisting

 

Untuk menyederhanakan pembagian rasio biaya waste kayu digunakan pengelompokkan rasio per-kelipatan 2 %. Dari data Grafik di atas diperoleh bahwa bekisting aluminium memiliki rasio biaya� (waste) plywood terhadap total biaya bekisting adalah 0% terhadap total biaya bekisting. Bekisting PERI memiliki rasio biaya limbah (waste) plywood terhadap total biaya bekisting adalah sekitar < 2% terhadap total biaya bekisting. Bekisting Sistem memiliki rasio biaya limbah (waste) plywood terhadap total biaya bekisting adalah 28% < rasio 30% terhadap total biaya bekisting.

Bekisting Semi Sistem memiliki rasio biaya limbah (waste) plywood terhadap total biaya bekisting adalah 6% < rasio < 8% terhadap total biaya bekisting untuk Gedung G, Gedung H memiliki rasio biaya limbah (waste) plywood terhadap total biaya bekisting adalah 20% < rasio < 22% terhadap total biaya bekisting dan Gedung I serta Gedung J memiliki rasio biaya limbah (waste) plywood terhadap total biaya bekisting adalah 8% < rasio < 10% terhadap total biaya bekisting.

Bekisting konvensional memiliki rasio biaya limbah (waste) plywood terhadap total biaya bekisting adalah sekitar 16% < rasio < 18% terhadap total biaya bekisting untuk Gedung K dan Gedung L memiliki rasio biaya limbah (waste) plywood terhadap total biaya bekisting adalah sekitar 22% < rasio < 24% terhadap total biaya bekisting. Dalam penelitian ini dari 12 proyek yang diteliti hanya 6 proyek yang bisa didapat rencana biaya waste bekisting. Perbandingan rasio biaya waste bekisting terhadap total biaya bekisting antara rencana dan realisasi dapat dilihat pada tabel 7.

 

Tabel 5 Perhitungan Rasio Biaya Waste Plywood terhadap Biaya Bekisting

Dalam penelitian di atas diperoleh hanya 1 (satu) proyek yaitu Gedung G-K yang realisasi rasio biaya waste bekisting terhadap total biaya bekisting melebihi dari rencana. 5 (lima) gedung lainnya realisasi rasio biaya waste bekisting terhadap total biaya bekisting kurang dari rencana.

 

Kesimpulan

Hasil analisis data sekunder dari proyek-proyek yang menjadi sumber penelitian menunjukkan sejumlah temuan penting. Pertama, rasio biaya pekerjaan bekisting terhadap luas bangunan terendah terdapat pada penggunaan bekisting aluminium, bekisting PERI, dan bekisting sistem dengan kisaran Rp 100.000,- hingga Rp 150.000,- per meter persegi. Di sisi lain, rasio biaya tertinggi muncul pada penggunaan bekisting semi sistem dan konvensional, mendekati Rp 300.000,- per meter persegi.

Kedua, rasio waktu pelaksanaan pekerjaan bekisting tercepat adalah dengan bekisting PERI dan bekisting sistem, berkisar antara 1 hingga 2 hari per 1.000 meter persegi. Sementara itu, penggunaan bekisting konvensional memerlukan waktu paling lama, antara 10 hingga 13 hari per 1.000 meter persegi. Ketiga, rasio limbah kayu terkecil terdapat pada bekisting aluminium dan bekisting sistem (0 m3 per 1.000 meter persegi), sementara bekisting konvensional menghasilkan limbah kayu terbanyak (antara 9 hingga 15 m3 per 1.000 meter persegi).

Keempat, rasio limbah plywood terendah adalah pada bekisting aluminium (0 lembar per 1.000 meter persegi), sedangkan bekisting semi sistem Gedung J menghasilkan limbah plywood tertinggi (sekitar 180 lembar per 1.000 meter persegi). Kelima, rasio biaya limbah kayu terhadap total biaya bekisting terkecil adalah dengan penggunaan bekisting aluminium, PERI, dan sistem, yakni sekitar 0% dari total biaya pekerjaan bekisting, sementara bekisting konvensional Gedung K memiliki rasio tertinggi, antara 12% hingga 14% dari total biaya.

Keenam, rasio biaya limbah plywood terendah juga ditemukan pada bekisting aluminium (0% dari total biaya), sementara bekisting konvensional memiliki rasio tertinggi, berkisar antara 22% hingga 24% dari total biaya pekerjaan bekisting. Terakhir, dari enam proyek yang diteliti, hanya Gedung G-K mengalami realisasi rasio biaya limbah bekisting terhadap total biaya bekisting yang melebihi rencana, sementara lima gedung lainnya (G-G, G-H, G-I, G-J, & G-L) mengalami realisasi rasio biaya limbah bekisting yang kurang dari rencana.

 

BIBLIOGRAFI

Ais�y, R. A. R., Silviana, P. R., & Farichah, H. (2023). Efisiensi Pekerjaan Bekisting Konvensional dan Semi Sistem pada Kolom Bangunan Bertingkat di Madura. Rekayasa: Jurnal Teknik Sipil, 8(1), 17�22.

 

Dalvin, A. (2021). Konstruksi Sosial Zero Waste: Studi Kasus Pada Masyarakat Kelurahan Ballaparang Kecamatan Rappocini di Kota Makassar. Universitas Hasanuddin.

 

EMERALDI, F. (2021). Perbandingan Anggaran Penggunaan Floordeck Dengan Konvensional Pada Pelat Lantai Bangunan 2 Tingkat (Cost Comparison Between Conventional Plate And Floordeck For 2 Story Building).

 

Ervianto, W. I. (2013). Manajemen limbah dalam proyek konstruksi. Semin. Nas. Arsit. SCAN, 1�9.

 

Ervianto, W. I. (2019). Pengelolaan infrastruktur berdasarkan isu berkelanjutan di Indonesia. SENADA (Seminar Nasional Manajemen, Desain Dan Aplikasi Bisnis Teknologi), 2, 574�581.

 

Hangarge, R., Waghmare, A., & Patil, S. (2017). Comparison of conventional, aluminium and tunnel formwork. International Journal of Scientific and Research Publications, 7(1), 176�181.

 

Kareem, M. M., Hodgkinson, T., Sanchez, M. S., Dalby, M. J., & Tanner, K. E. (2019). Hybrid core�shell scaffolds for bone tissue engineering. Biomedical Materials, 14(2), 25008.

 

Karke, S. M., & Kumathekar, M. B. (2014). Comparison of the use of traditional and modern formwork systems. Civil Engineering Systems and Sustainable Innovations, 348�351.

 

Kristianto, M. A., Ajie, E. P., Hermawan, H., & Setiyadi, B. (2019). ANALISIS WASTE MATERIAL KONSTRUKSI PADA PEKERJAAN STRUKTUR ATAS BETON BERTULANG BANGUNAN TINGKAT TINGGI. Jurnal Teknik Sipil, 15(3), 143�149.

 

Munthe, J., Rahmi, Y., & Astiahamir, A. (2022). Pemborosan Terhadap Material Kontruksi Jalan, Studi Kasus Lanjutan Peningkatan Jalan Lingkar Ibu Kota Seuneuam Kecamatan Darul Makmur Nagan Raya. Jurnal Ilmiah Teknik Unida, 3(2), 113�123.

 

Nugrahardani, A., Jatmiko, I. S., Wibowo, M. A., & Budieny, H. (2017). Evaluasi Material Waste dan Carbon Footprint Pada Penerapan Green Construction. Jurnal Karya Teknik Sipil, 6(1), 375�384.

 

Nugroho, P. S. (2012). Peningkatan produktivitas konstruksi melalui pemilihan metode konstruksi. Dinamika Rekayasa, 8(1), 25�30.

 

Salloum, R., & Kuo, C.-C. J. (2017). ECG-based biometrics using recurrent neural networks. 2017 IEEE International Conference on Acoustics, Speech and Signal Processing (ICASSP), 2062�2066.

 

Sanjaya, I. K. A. (2019). Pengelolaan Limbah Konstruksi Pada Proyek Pembangunan Di Bali. Seminar Nasional Arsitektur, Budaya Dan Lingkungan Binaan (SEMARAYANA), 135�140.

 

Turot, F. M. (2022). NALISIS TINGKAT PEMAHAMAN PEMANGKU KEPENTINGAN TERKAIT PENERAPAN KONSEP GREEN ROAD DI KABUPATEN SORONG. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

 

Copyright holder:

M. Agung Wibowo, Jati Utomo D. Hatmoko, Shafril Yinurullah (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: