Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 12, Desember 2023
Dicky Permana
Putra1*, Anita Rahmiwati2, Yuanita
Windusari3, Novrikasari4, Misnaniarti5, Nur
Alam Fajar6.
1-6Faculty of Public Health,
Universitas Sriwijaya, Jl. Palembang-Prabumulih KM 32 Ogan Ilir, 30662, Indonesia
Email:
[email protected]
Abstrak
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa jumlah penderita diabetes melitus (DM) di seluruh dunia akan meningkat pesat hingga mencapai
21,3 juta pada tahun 2030, meningkat dari 8,4 juta pada tahun 2020. Pekerja adalah salah satu kelompok yang paling rentan terhadap risiko diabetes melitus (DM). Hampir seluruh waktu pekerja dihabiskan
untuk bekerja di dalam ruangan dan hanya melakukan beberapa gerakan fisik. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan. Karena tekanan yang ditimbulkan oleh pekerjaan mereka, pekerja cenderung melakukan kebiasaan buruk seperti merokok,
alkohol, dan makan makanan yang tidak sehat, antara lain, yang berdampak pada perilaku mereka dan pola hidup mereka. Tingkat stres yang tinggi yang dialami para adalah penyebab kecenderungan perilaku tersebut. Dampak prilaku ini membuat pekerja
rentan terhadap penyakit diabetes melitus (DM). Penyakit diabetes melitus (DM) dapat muncul tiba-tiba
tanpa gejala (silent
killer). Para pekerja harus
melakukan pengecekan kesehatan segera untuk mengetahui dan mencegah penyakit seperti diabetes melitus (DM) sejak dini. Karena Diabetes Mellitus
akan cenderung meningkat dan mulai muncul pada usia pekerja yang lebih muda, perusahaan harus merencanakan dan mengoptimalkan pengelolaan pemeriksaan skrining sejak dini bagi
pekerja untuk mendeteksi kejadian Diabetes
Mellitus melalui kegiatan kesehatan kerja (occupational
health) terutama dengan melibatkan seluruh pekerja agar risiko kejadian Diabetes Mellitus dengan
faktor risiko yang sudah ada di setiap
pekerja dapat di prediksi sejak dini melalui Program
Pengelolaan Penyakit Kronis
(PROLANIS) memiliki dampak positif dalam mengelola
Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 dalam
pencegahan penyakit
degenerative di Indonesia. Namun, masih
terdapat beberapa hambatan, seperti jadwal yang tidak sesuai, kurangnya kesadaran masyarakat, dan kebutuhan akan role model dan dukungan peer group dalam menjalankan program ini. Oleh karena itu, upaya
optimalisasi program PROLANIS DM dan peningkatan pemahaman peserta dan masyarakat tentang pentingnya pencegahan DM sangat penting untuk mengatasi masalah ini dan dampaknya bagi pekerja Indonesia dalam pencegahan PTM yang degenerative yang dapat
dicegah sejak usia produktif.
Kata
Kunci: Deteksi Dini, Diabetes Mellitus Tipe 2, Pekerja, PROLANIS.
Abstract
The
World Health Organization (WHO) estimates that the number of people with
diabetes mellitus (DM) worldwide will increase rapidly to reach 21.3 million by
2030, an increase from 8.4 million in 2020. Workers are one of the groups most
vulnerable to the risk of diabetes mellitus (DM). Almost all of the worker time
is spent working indoors and doing only a few physical movements. This can lead
to health problems. Due to the pressure brought on by their jobs, workers tend
to engage in bad habits such as smoking, alcohol, and eating unhealthy foods,
among others, which have an impact on their behavior and their lifestyle. The
high level of stress experienced by para is the cause of this behavioural tendency. The impact of this behaviour makes workers vulnerable to diabetes mellitus
(DM). Diabetes mellitus (DM) can appear suddenly without symptoms (silent
killer). Workers must carry out health checks immediately to find out and
prevent diseases such as diabetes mellitus (DM) early. Because Diabetes
Mellitus tends to increase and begin to appear at a younger age of workers,
companies must plan and optimize the management of screening examinations early
for workers to detect the incidence of Diabetes Mellitus through occupational
health activities, especially by involving all workers so that the risk of
Diabetes Mellitus events with risk factors that already exist in each worker
can be predicted early through The Chronic Disease Management Program (PROLANIS) has a
positive impact in managing type 2 Diabetes Mellitus (DM) in the prevention of
degenerative diseases in Indonesia. However, there are still several obstacles,
such as inappropriate schedules, lack of public awareness, and the need for
role models and peer group support in running this program. Therefore, efforts
to optimize the PROLANIS DM program and increase the understanding of
participants and the public about the importance of DM prevention are very
important to overcome this problem and its impact on Indonesian workers in the
prevention of degenerative NCDs that can prevent productive age.
Keywords: Diabetes Mellitus Type 2, Early Detection, PROLANIS, Worker.
Pendahuluan
Tujuan utama dari program-program pemerintah, seperti Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS), Program
CERDIK, dan empat pilar oleh PERKENI, adalah untuk mengurangi
prevalensi diabetes mellitus. Langkah-langkah pencegahan ini dilakukan untuk
menurunkan prevalensi penyakit degenerative dan komplikasi
serta meningkatkan kualitas hidup penderita. Karena perawatan yang
lama dan biaya yang membebani
keluarga, optimisme kadang-kadang menjadi kurang. Meskipun kempanye dan berbagai penyuluhan perilaku hidup sehat terus
dilakukan, penyakit ini kadang-kadang muncul ketika kondisi
seseorang sedang stres karena semua
tantangan dan tekanan hidup.
Program pencegahan yang saat ini dilaksanakan
oleh Badan Penyelenggara BPJS Kesehatan dan hubungannya dengan prevalensi DM dan hubungannya dengan program PROLANIS (Program Pengelolaan
Penyakit Kronis). Tujuan program ini
dalam pencegahan diharapkan bahwa program ini dapat efektif
dalam mencegah perkembangan DM di Indonesia, terutama
di kalangan karyawan. Oleh karena itu, pekerja
harus menjaga pola hidup sehat
untuk menghindari gula darah yang tinggi, yang dapat menyebabkan diabetes, penyakit kronis yang sulit disembuhkan. Penulis penelitian ini bertujuan untuk
membahas PTM pekerja,
diabetes mellitus, dalam beberapa
aspek yang mempengaruhinya.
Jumlah penderita diabetes melitus (DM)
di seluruh dunia akan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2023. Jumlah kejadian yang tinggi jelas diikuti
oleh pembiayaan yang tinggi.
Dengan adanya peningkatan dana kesehatan di
Indonesia, biaya saat ini juga berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Menurut sejumlah penelitian epidemiologi, ada kecenderungan bahwa prevalensi dan angka insidensi diabetes melitus tipe 2 meningkat di seluruh dunia. Organisasi
Kesehatan Dunia menyatakan bahwa
akan ada masalah di masa depan karena peningkatan kasus DM tipe dua yang signifikan pada tahun-tahun. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), jumlah
pasien DM tipe 2 di
Indonesia akan meningkat dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Menurut data
International Diabetes Federation (IDF), dari 2013 hingga 2017, jumlah kasus diabetes mellitus di Indonesia meningkat
dari 10,3 juta menjadi 16,7 juta pada tahun 2045.
Insulin diproduksi sebagai respons terhadap peningkatan kadar glukosa dalam aliran darah dalam masyarakat sehat, dan tugas utamanya adalah untuk mengontrol konsentrasi glukosa dalam darah. Ketika kadar gula meningkat, hormon insulin berfungsi untuk meredakan kembali kondisi patofisiologi yang terjadi. Karena kekurangan hormon insulin, kondisi ini menjadi lebih buruk karena hati memproduksi lebih banyak glukosa, yaitu glikogenolisis dan glukoneogenesis. Kadar glukosa tinggi dalam aliran darah yang bertahan lama dapat menyebabkan penyakit parah seperti gangguan mata, penyakit kardiovaskular, kerusakan ginjal, dan masalah saraf.
Klasifikasi dan Penyebab Diabetes
Melitus
Menurut klasifikasi secara klinis, diabetes melitus dibedakan menjadi tiga, berikut
ini adalah penjelasan lengkapnya.
1. Diabetes melitus tipe 1
Kerusakan autoimun sel-sel pankreas menyebabkan diabetes melitus tipe 1. Dalam kondisi ini, sistem kekebalan
tubuh mengeluarkan bahan yang menyerang sel-sel pankreas. Akibatnya, pankreas menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali
tidak menghasilkannya.
Diabetes mellitus tipe 1 lebih
sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda sekitar usia
dua puluh tahun.
2. Diabetes melitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 dapat terjadi karena
rusaknya fungsi sel pankreas, yaitu
ketidakmampuan tubuh untuk menghasilkan jumlah insulin yang cukup untuk mengatasi resistensi, dan akibatnya, tubuh tidak dapat
menyerap glukosa dalam darah, yang menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah.
3. Diabetes melitus gestasional
Diabetes gestasional adalah nama untuk
diabetes jenis ketiga.
Diabetes melitus gestasional
adalah penyakit yang paling
umum pada wanita hamil. Dalam kasus diabetes melitus tipe gestasional,
kadar glukosa darah yang tinggi disebabkan oleh peningkatan hormon selama masa kehamilan.
Tanda � Tanda Gejala Diabetes
����������� Beberapa gejala
diabetes melitus termasuk:
1) Volume buang air kecil meningkat karena sel-sel tubuh tidak
dapat menyerap glukosa dan sistem ginjal mengeluarkan glukosa sebanyak mungkin. Buang air kecil dengan volume yang sering menjadi mudah bagi
pasien yang mengalami gejala ini. Lebih
dari lima liter air kencing
dapat dihasilkan oleh buang air kecil dalam satu hari.
Bahkan di malam hari, hal ini
terus terjadi. Penderita bangun beberapa kali untuk buang air kecil. Ini menunjukkan bahwa ginjal sedang berusaha
mengeluarkan glukosa tambahan dari darah.
2) Rasa haus berlebihan,
yang disebabkan oleh tubuh kehilangan air karena buang air kecil yang sering, menyebabkan penderita merasa haus dan membutuhkan banyak air. 3) Penurunan berat badan: Kadar gula darah
yang berlebihan juga dapat menyebabkan penurunan berat badan cepat. Karena hormon insulin tidak mendapatkan glukosa untuk sel-sel untuk
digunakan sebagai energi, tubuh memecah
protein otot sebagai bahan bakar alternatif.(1)
Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Diabetes Melitus
����������� Faktor risiko diabetes melitus meliputi lingkungan, genetik, dan pekerjaan. Interaksi antara faktor genetik
dan keterpaparan lingkungan
menyebabkan diabetes melitus
tipe 2. Individu yang rentan terhadap diabetes melitus akan ditentukan
oleh faktor genetik. Di sini, faktor lingkungan
terkait dengan kurangnya aktivitas fisik. Faktor risiko diabetes melitus terdiri dari: 1) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi: a) Kurang aktivitas fisik: seseorang yang tidak melakukan aktivitas fisik yang cukup memiliki risiko yang lebih besar untuk
menderita diabetes melitus.
Salah satu cara untuk menurunkan kadar gula darah adalah dengan berolahraga.
Melakukan aktivitas fisik, seperti berolahraga atau jalan santai, membuat
otot menggunakan glukosa yang tersimpan untuk diubah menjadi
energi. Jika penyimpanan glukosa kosong, glukosa dalam darah
yang akan digunakan, dan
pada akhirnya glukosa dalam darah akan
turun. (3,10). b) Pekerjaan:
Lingkungan kerja seseorang secara fisik dan mental menggambarkan kesehatan seseorang. Pekerjaan, seperti pendidikan, menunjukkan status sosial ekonomi seseorang, yang berdampak pada bagaimana mereka mendapatkan akses ke pelayanan kesehatan
preventif, kuratif, dan promosi. Selain itu, pekerjaan terkait dengan gaya hidup
yang stres dan tekanan,
yang dapat menyebabkan
diabetes. (7-9)
Penyakit
Diabetes Pada Pekerja
����������� Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), pekejaan adalah
sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah,
atau uang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dalam dunia bisnis, pekerja adalah hubungan antara perusahaan dan karyawan.
Perusahaan atau pemberi kerja memberikan kompensasi kepada pekerja sebagai imbal balik atas
pekerjaan mereka. Gaji yang diberikan tergantung pada pekerjaan yang dilakukan dan berdasarkan kontrak yang disetujui oleh kedua belah pihak.
(12).
Jenis
posisi seseorang dalam perusahaan atau kegiatan dikenal
sebagai status pekerjaannya.
Dua kategori status pekerjaan
adalah sebagai berikut: a) Pekerja fisik: Kerja fisik
adalah kerja yang memerlukan energi fisik otot manusia
sebagai sumber tenaganya. Kerja fisik sering disebut
sebagai kerja berat atau kerja
kasar karena sepenuhnya bergantung pada manusia yang berfungsi sebagai sumber tenaga. Ada kemungkinan bahwa itu juga dapat didefinisikan sebagai pekerjaan yang memerlukan usaha fisik manusia yang kuat selama periode
kerja. Kegiatan produksi memerlukan kerja fisik. apalagi
aktivitas produksi dalam industri pabrik besar. Tenaga kerja yang kuat dan teliti diperlukan untuk mendukung aktivitas proses produksinya.
Karena hal ini berdampak langsung pada kualitas produk yang dibuat; b) Pekerja secara psikologis: Pekerja secara psikologis, juga dikenal sebagai pekerja pikiran atau pekerja
pengetahuan, adalah pekerja yang dipekerjakan berdasarkan pengetahuan mereka tentang topik tertentu. Contoh pekerja psikologis adalah mereka yang bekerja di bidang TI, seperti pengacara, guru, ilmuwan, dan karyawan kantor. Dalam banyak cara, pekerja
intelektual membantu organisasi. Ini termasuk kemampuan untuk menemukan dan memahami tren, kemampuan untuk berpikir kritis dan bercurah pendapat, dan kemampuan untuk membuat atau
mengubah strategi.
Diabetes
mellitus adalah kondisi jangka panjang di mana kadar glukosa dalam
darah meningkat karena tubuh tidak
dapat menghasilkan atau menggunakan insulin secara efektif. Stres fisik dan mental juga dapat mempengaruhi penderita diabetes melitus ini. Keadaan ini
menimbulkan stres karena dorongan dan kebutuhan yang tidak sesuai dengan keadaan
sebenarnya. Pekerja kantor cenderung menderita diabetes melitus karena gaya hidup
mereka yang kurang aktif dan kurangnya waktu untuk berolahraga.
Salah satu masalah yang dihadapi pekerja kantor adalah kesibukan.
Karena kurangnya aktivitas fisik di kantor saat ini, karyawan
membakar 140 kalori lebih sedikit daripada
pada tahun 1950-an dan hanya sekitar 6,5% pekerja yang melakukan aktivitas fisik sambil bekerja (3). Sebagian besar pekerja psikologis
tidak berolahraga, dan aktivitas fisik yang mereka lakukan dikategorikan sebagai intensitas ringan. Sangat diketahui bahwa gaya hidup yang tidak aktif dan tidak bergerak dapat menyebabkan berbagai gangguan metabolik, salah satunya adalah peningkatan kadar glukosa darah
dalam tubuh. Gangguan metabolik dapat menyebabkan penyakit, salah satunya adalah diabetes melitus. Tubuh melepaskan hormon adrenalin ketika kita merasa stres,
tertekan, takut, atau bahkan dalam
situasi yang menegangkan.
Ini terjadi ketika tubuh kita mengalami
stres psikologis, apakah itu ringan,
sedang, atau berat.
Sebagai peserta Jaminan Kesehatan
Nasional yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan dan
stakeholder saat ini, masyarakat harus memahami prosedur dan kebijakan pelayanan untuk mendapatkan layanan kesehatan yang sesuai dengan haknya.
Ada empat (empat) pilar kesehatan: Promotif, Preventif, Kuratif, dan Rehabilitatif. Ini adalah prinsip manajemen layanan kesehatan yang digunakan dalam sistem kesehatan nasional. Prinsip promotif dan preventif akan dievaluasi dalam skema pelayanan
kesehatan primer BPJS Kesehatan.
Apakah skrining
Kesehatan BPJS Kesehatan?
Skrining adalah suatu program dimana proses pemeriksaan atau penilaian kesehatan secara rutin dalam mendeteksi risiko penyakit tertentu. Skrining ini sangat penting bagi peserta BPJS Kesehatan karena dapat membantu
masyarakat mengambil tindakan preventif lebih awal jika
ditemukan risiko penyakit. Skrining BPJS Kesehatan
memiliki manfaat cukup besar dalam
menjaga kesehatan tubuh. Beberapa manfaat utamanya meliputi:
1.
Deteksi Dini Penyakit
Skrining membantu
mendeteksi risiko penyakit sejak dini, sehingga dapat mengambil langkah-langkah untuk mencegahnya atau mengobatinya lebih awal. Deteksi dini
dalam implementasinya berupa skrining kesehatan dan penapisan sekunder dengan pemeriksaan kadar gula darah baik berupa
GDP dan GDPP yang dilakukan pada hari
yang sama.
2.
Menyediakan Informasi
Kesehatan
Hasil skrining
memberikan informasi tentang kondisi kesehatan, yang dapat menjadi dasar untuk
merencanakan gaya hidup sehat. Informasi
kesehatan yang disediakan merupakan gambaran Kesehatan individu yang dapat diperoleh baik dari konsultasi langsung di fasilitas kesehatan maupun kegiatan kontak tidak langsung, seperti konsultasi via online atau non tatap muka.
3.
Memudahkan Akses Layanan
Kesehatan
Jika hasil
dari skrining Kesehatan menunjukkan risiko penyakit, selanjutnya dapat segera mendapatkan
layanan medis yang dibutuhkan melalui program BPJS
Kesehatan. Setelah didapatkan
deteksi dini, informasi tersedia maka yang menjadi fokus selanjutnya adalah akses layanan
Kesehatan, akses untuk mendapatkan layanan terapi oleh tenaga medis sesuai dengan
indikasi medis yang ada dan keparahan penyakit. Akses layanan ini dalam bentuk
geografis dan alur masyarakat dalam mendapatkan layanan Kesehatan.
4.
Pembiayaan kesehayan
Pembiayaan Kesehatan menjadi faktor kunci dalam penanganan suatu penyakit, hal ini dikarenakan optimalisasi penanganan terapi juga berhubungan dengan finansial masyarakat yang terdiagnosa diabetes mellitus. Faktor ekonomi akan berhubungan dengan tingkat kehadiran peserta dalam memperoleh terapi secara rutin. Skrining riwayat kesehatan adalah salah satu contoh layanan penapisan tersebut. Untuk mengidentifikasi risiko penyakit peserta, riwayat kesehatan mereka diselidiki.
Untuk mencegah penyebaran penyakit di masyarakat, deteksi dini dilakukan.
Skrining seharusnya dapat mengukur terlebih dahulu apakah seseorang berisiko terkena penyakit, atau itu dapat berupa
penilaian awal dengan menjawab beberapa pertanyaan kuesioner yang sudah tersedia dalam format baku atau dengan
melakukan pemeriksaan medis untuk mengetahui
hasil nyata setiap orang. Peserta yang melakukan skrining akan mendapatkan hasil dalam sekejap
mata. Peserta yang memiliki risiko rendah dapat disarankan
untuk menjaga pola hidup sehat,
termasuk makan makanan yang bergizi dan seimbang dan berolahraga secara teratur.
Data
yang diperlukan untuk skrining riwayat kesehatan adalah nomor peserta JKN-KIS, nama lengkap, tempat
lahir, tanggal lahir, jenis kelamin,
berat badan, tinggi badan, lingkar perut, golongan darah, status pernikahan, pendidikan terakhir, instansi, alamat rumah, dan keluarga yang pernah dihubungi. Peserta JKN-KIS kemudian mengisi riwayat penyakit keluarga dan pribadi, serta riwayat kesehatan
umum yang berkaitan dengan pola hidup
atau kecenderungan tertentu. Hasil tersebut diinterpretasikan sebagai risiko rendah, sedang, dan tinggi terhadap keempat PTM. Peserta JKN-KIS dapat melakukan skrining riwayat kesehatan mereka satu kali setahun mulai dari
usia minimal lima belas tahun. Metode wawancara yang ditemukan pada menu aplikasi Pcare Eclaim digunakan
untuk melakukan skrining ini. Peserta
JKN-KIS juga dapat melakukan
skrining riwayat kesehatan secara mandiri melalui berbagai media digital, seperti aplikasi ponsel JKN, website BPJS
Kesehatan, menu Chat Assistant JKN (Chika), dan scan barcode pada poster atau banner standing di fasilitas
kesehatan.
Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama berperan
sebagai penjaga pintu dengan prinsip
layanan yang terkendali, berkualitas, dan ekonomis.
Program ini melibatkan skrining faktor risiko dan promosi kesehatan. Komunikasi, informasi, edukasi, olahraga, gaya hidup sehat, dan konsultasi rutin membantu mengelola pasien berisiko tinggi. Program pengelolaan diabetes melibatkan pencegahan sekunder dan tersier (PPDM). Tujuan PROLANIS adalah
meningkatkan kualitas hidup pasien DM tipe 2 secara efisien.
Pengendalian glukosa darah dan HBA1C penting untuk mengurangi komplikasi. Faktor perilaku, karakteristik pengobatan, faktor intrapersonal, interpersonal, dan lingkungan memengaruhi kepatuhan pasien terhadap pengobatan DM.
Tingkat kesadaran masyarakat adalah ketika seseorang memahami apa yang dirasakan atau dialami serta alasan,
pemahaman, dan pengetahuan tentang suatu hal.
Seseorang yang sadar tidak hanya memperhatikan
objek tetapi juga percaya bahwa itu
penting. Salah satu alasan mengapa masyarakat tidak melakukan penapisan kesehatan adalah karena mereka tidak
menyadari pentingnya penapisan sebagai tindakan pencegahan.
����������� Melalui
Program Penanggulangan Penyakit
Kronis (PROLANIS), Pemerintah melalui
BPJS Kesehatan telah mengambil
tindakan pencegahan komplikasi penyakit degenerative khususnya bagi pekerja untuk membantu
peserta penyakit kronis mencapai kualitas hidup terbaik, salah satunya adalah kontrol kadar gula darah. Pengaruh PROLANIS terhadap kepatuhan pasien terhadap obat-obatannya dan kontrol gula darah mereka dipelajari dalam penelitian intervensi kelompok.
Hasil
dan Pembahasan
Diabetes
Mellitus merupakan penyakit
yang sangat berbahaya bagi pekerja khususnya dalam hal Penyakit
Akibat Kerja yang berdampak pada pekerja dengan risiko tanpa
banyak cedera fisik memiliki risiko yang lebih besar. Salah satu hal yang harus dilakukan atau dioptimalkan adalah pengelolaan gizi, yang berarti menyediakan makanan dengan sistem pengaturan diet yang telah direkomendasikan dari Kementrian Kesehatan seperti �isi piringku�
yang sudah ditentukan komposisinya, menghitung jumlah kalori, dan mengatur makanan agar sesuai dengan kebutuhan
diet dan gangguan kesehatan
yang ada. Selain itu, perlu dilakukan program untuk meningkatkan aktivitas dan latihan fisik, dan menghentikan merokok pada karyawan. Karena kondisi yang tidak stabil dan pola hidup yang tidak stabil, faktor utama yang mempengaruhi perkembangan penyakit melalui risiko yanga da ditambah dengan gaya hidup
(sedentary lifestyle) dan konsumsi (dietary
life style)� mudah
tertekan, stres, dan kurangnya olahraga. Hal ini dapat dilakukan
oleh setiap Perusahaan terhdap
setiap pekerja nya secara berkala
dalam mendeteksi awal PTM khususnya Diabetes
Mellitus.
Dari pandangan pekerja dapat di gambarkan beberapa tantangan antara lain:
1.
Jadwal yang tidak pas bagi masing-masing pekerja yang telah terdaftar PROLANIS, baik jadwal bagi peserta
prolanis untuk dapat mengikuti kegiatan yang ada.
2.
Rendahnya tingkat kesadaran akan dampak dan komplikasi penyakit DM yang diderita dikarenakan diabetes mellitus sebenanrnya
termasuk silent killer sehingga
tidak ada gejala dirasakan tidak terdiagnosa DM.
3.
Tidak adanya sosok role model untuk melakukan skrining dan Program PROLANIS, hal
ini membutuhkan peer group seusia dalam suatu
Perusahaan yang menjadi agent perubahan
untuk hidup lebih sehat.
Dari setiap lini permasalahan
yang ada, beberapa penelitian yang sudah dilakukan telaah dapat memberikan insight baru atau informasi
tambahan serta pembuktian secara akademisi terkait dampak dari program Pengelolaan Penyakit Kronis yang telah di jalankan oleh BPJS
Kesehatan di Indonesia. Program PROLANIS di Indonesia memiliki
delapan dampak positif terhadap pekerja antara lain
:
1.
Program ini memungkinkan deteksi dini Diabetes Mellitus melalui skrining riwayat kesehatan dan pemeriksaan penapisan sekunder yang dilakukan pada saat belum ada
tanda gejala pada setiap pekerja.
2.
Edukasi kesehatan yang optimal
oleh tenaga kesehatan memotivasi peserta untuk melakukan skrining dan mengikuti program pengelolaan penyakit kronis di setiap perusahaan.
3.
Program ini mempengaruhi pengendalian gula darah dengan menyediakan pemeriksaan laboratorium terjadwal dan pemantauan kondisi pekerja.
4.
Kegiatan seperti senam PROLANIS
yang rutin dapat memperbaiki
progresifitas penyakit, pengendalian gula darah, kualitas hidup, dan kesehatan mental peserta.
Kesimpulannya, PROLANIS memiliki dampak positif dalam mengelola Diabetes Mellitus
dengan meningkatkan deteksi dini, pengendalian
gula darah, kualitas hidup, dan kesehatan mental peserta, serta memberikan dukungan keluarga yang lebih baik. Perubahan gaya hidup sehat
juga diperlukan untuk meningkatkan kesehatan pekerja. Dan dampak akhir dari sekian
banyak dampak positif dari program pengelolaan penyakit kronis sudah pasti
bagi pemerintah adalah optimalisasi pembiayaan Kesehatan. Pembiayaan promotif menjadi hal yang paling utama dalam pencegahan penyakit tidak menular, sehingga pembiayaan belanja Kesehatan dapat dimaksimalkan ke dalam pencegahan
penyakit lainnya yang lebih membutuhkan biaya yang lebih besar serta komplikasi
dapat dicegah sedini mungkin dikarenakan komplikasi dari Diabetes Mellitus akan memerlukan pembiayaan yang jauh lebih besar
jika peran pencegahan yang terlambat dan tidak optimal.
Kesimpulan
Afifah,
R., Riza, Y., Zacky Anwary, A., & Studi
Kesehatan Masyarakat. (NERS JOURNAL AWAL BROS). Efektivitas
Spiritual Midnfulness Based On Breathing Exercise terhadap Kecemasan Pasien Dabetes Melitus.
Cahyo
Kristianto, F., Sari, D. L., & Kirtishanti, A. (CoMPHI Journal: Community Medicine and Public Health of
Indonesia Journal). Pengaruh Program Penanggulangan Penyakit Kronis
(PROLANIS) terhadap Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe 2.
Dianingsih, et al. (2022). Strategi Optimalisasi
Pelaksanaan PRB Pasien DM peserta BPJS Kesehatan di Puskesmas.
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan.
Endokrinologi Indonesia. (2021). Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia-2021. Perkeni.
Estimasi Biaya Langsung
Medis Penderita Rawat
Jalan Diabetes Mellitus Tipe A, RSUD Abdul Aziz Singkawang. (2013). Estimasi Biaya Medis Rawat Jalan DM Tipe 2 Mursalin & Soewondo.
Fatimah,
R. N. (Vol. 4). Restyana Noor F|Diabetes
Melitus Tipe 2 DIABETES
MELITUS TIPE 2. J MAJORITY.
Gultom, E. I., Afriandi, I., & Gondodiputro, S. (Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI). Perbedaan Utilitas Pasien Dm Di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama Sebelum
Dan Sesudah Penerapan Kebijakan Kapitasi Berbasis Kinerja (Kbk) Di Kota Cimahi (Analisis Data Sampel
BPJS 2015-2020).
Irawan,
D. (2007). Universitas Indonesia Prevalensi dan
Faktor Risiko Kejadian
Diabetes Melitus Tipe 2 di
Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007).
Juwita,
N. E., & Santoso, D. (Jurnal Jaminan
Kesehatan Nasional (JJKN)). Tantangan Pelaksanaan Skrining Riwayat Kesehatan Peserta
JKN-KIS dengan Pendekatan
Stakeholder Engagement.
Ketut
Suastika, et al. (2021). Pedoman
Pengelolaan Dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia-2021. Perkeni.
Kholid Faisal. (2020). Perbandingan efektifitas senam prolanis dan
dm terhadap gula darah penderita dm. Comprehenship
nursing journal.
Maharani.
(2018). Analysis of Impelentation of the Chronic
Disease Management Program (PROLANIS) DM tipe II
during covid 19. Journal of Indonesian Health Policy.
Muthoharun, A. (2023). Efektifitas Senam Prolanis Terhadap Kadar Gula Pasien DM. Pengembangan Ilmu dan Praktek Kesehatan.
Novera Rita. (2020). Analisis Perbandingan Biaya Dengan Tarif Paket INA CBG�s dan efektifitas
biaya berdasarkan nilai ICER DM tipe II rawat inap di RSUD Bandung.
Puspita,
N., & Khairunnida, K. (2022). Efektivitas Edukasi Obat untuk Pasien Diabetes Mellitus
pada Masa Pandemi Covid-19 di Puskesmas
Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Jurnal Sains dan Kesehatan.
Prabowo,
et al. (2022). Peningkatan Pengetahuan
dan Kualitas Hidup Pasien
DM di RS UNS. SSEJ.
Refyaldiza Ridwan, F., Heryaman, H., & Kusumawati, M. (JSK). Kesadaran
Masyarakat untuk Melakukan
Penapisan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Desa Cilayung
dan Desa Cipacing Kecamatan
Jatinangor.
Tonang
Dwi Ardyanto. (Jurnal
UNISA). Peningkatan pengetahuan
dan kualitas hidup pasien DM di RS UNS.
Ulfa
Khairatul. (2019). Efektivitas
Senam Prolanis Terhadap Penurunan Tekanan Darah dan
Kadar Gula darah Di puskesmas.
ABULYATAMA.
Wahidin,
M., Kurniawan, A., & Agita, S. (Buletin Penelitian Kesehatan). Penyelenggaraan
Pembiayaan Non Kapitasi Untuk Penapisan Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular di Kota Bogor, Jawa Barat.
Copyright holder: Dicky Permana Putra, Anita Rahmiwati,
Yuanita Windusari, Novrikasari, Misnaniarti, Nur
Alam Fajar (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |
�������������������������������������������������