Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 09, September 2022�����������������������

 

ARAH REGULASI HUNIAN BERIMBANG SETELAH DIUNDANGKANNYA UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA

 

Kevin Hoo Kurniawan1*, Jeane Neltje Saly2

1*,2 Magister Kenotariatan, Universitas Tarumanegara, Indonesia

Email: 1*[email protected], 2[email protected]

 

Abstrak

Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberi amanat bahwa Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan Kesehatan. Maka, berdasarkan ketentuan tersebut idealnya seluruh rakyat Indonesia memiliki hunian yang layak. Oleh karena itu, pemerintah berupaya mewujudkan hal tersebut melalui konsep hunian berimbang. Dalam prakteknya, penerapan hunian berimbang masih belum efektif dan memiliki beberpa hambatan. Kebanyakan lahan di perkotaan yang ada saat ini dikuasai oleh para pengembang besar lain dan peruntukannya bukan untuk hunian serta hal itu juga membuat pengembang yang ingin membangun rumah bersubsidi mengalami kesulitan karena harga lahan di perkotaan yang tidak terjangkau. Oleh sebab itu pemerintah kembali melakukan penyesuaian dan penambahan ketentuan berkaitan dengan hunian berimbang melalui Undang-Undang No. 06 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang beserta aturan turunannya yang berkaitan dengan hunian berimbang yaituPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman. Dengan adanya penambahan dan perubahan ketentuan yang ada tentunya membawa arah baru berkaitan dengan hunian berimbang yang bertujuan untuk memaksimalkan penerapan hunian berimbang.

 

Kata Kunci: Tata Kelola Perusahaan yang Baik, Kinerja Perusahaan, Independensi

 

Abstract

Article 28H of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia mandates that every person has the right to live in physical and spiritual prosperity, to have a place to live, and to have a good and healthy living environment and the right to receive health services. So, based on these provisions, ideally all Indonesian people have adequate housing. Therefore, the government is trying to make this happen through the concept of balanced housing. In practice, implementing balanced housing is still not effective and has several obstacles. Most of the existing land in urban areas is currently controlled by other large developers and is not intended for residential purposes and this also makes developers who want to build subsidized housing experience difficulties because land prices in urban areas are unaffordable. For this reason, the government has again made adjustments and additions to provisions relating to balanced housing through Law no. 06 of 2023 concerning the Determination of Government Regulation in Lieu of Law Number 2 of 2022 concerning Job Creation into Law along with derivative regulations relating to balanced housing, namely Government Regulation of the Republic of Indonesia Number 12 of 2021 concerning Amendments to Government Regulation Number 14 of 2016 concerning Implementation Housing and Settlement Areas. With the additions and changes to existing provisions, it will certainly bring a new direction regarding balanced housing which aims to maximize the implementation of balanced housing.

 

Keywords: Good Corporate Governance, Company Performance, Independence

 

Pendahuluan

Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi terbanyak di dunia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru, jumlah penduduk di Indonesia kini telah mencapai sebanyak 278,69 juta jiwa pada pertengahan 2023. Berdasarkan pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan Kesehatan. Maka, berdasarkan ketentuan tersebut idealnya seluruh rakyat Indonesia memiliki hunian yang layak. Namun, dalam prakteknya masih banyak rakyat Indonesia yang belum memiliki hunian yang layak. Pemerintah sudah berupaya mewujudkan tempat tinggal yang layak sejak tahun 1992, melalui konsep bernama hunian berimbang yang diatur melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, dan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 648-384 Tahun 1992, 739/KPTS/1992, 09/KPTS/1992 tentang Pedoman Pembangunan Perumahan dan Permukiman dengan Lingkungan Hunian yang Berimbang. Salah satu tujuan penting dari keberadaan perumahan hunian berimbang adalah untuk mengembangkan manusia, keluarga, dan komunitas yang sehat dan berkelanjutan (Fattah Hanurawan, 2015).

Ketentuan mengenai hunian berimbang terus dikembangkan demi mewujudkan tempat tinggal layak bagi seluruh rakyat dan sesuai dengan perkembangan zaman denganperaturan perundang-undangan yang mendukung seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman, Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman,Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Dengan Hunian Berimbang yang diubah dengan Peraturan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2013. Pembangunan perumahan dan permukiman bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia mewujudkan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman serasi, teratur memberi arah pada pertumbuhan wilayah, serta menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan bidang-bidang lain dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila (Benny Djaja, 2020).

Dalam mewujudkan konsep hunian berimbang, badan hukum yang lebih dikenal dengan sebutan pengembang/developer diamanatkan melalui undang-undang sebagai pihak yang memiliki wewenang dalam hal tersebut.�� Pengembang diwajibkan untuk melaksanakan pembangunan dengan komposisi jumlah rumah yang terdiri dari rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah dengan perbandingan 3:2:1 sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Dengan Hunian Berimbang (Permenpera No. 10 Tahun 2012). Dalam prakteknya, penerapan hunian berimbang masih belum efektif dan memiliki beberpa hambatan. Kebanyakan lahan di perkotaan yang ada saat ini dikuasai oleh para pengembang besar lain dan peruntukannya bukan untuk hunian serta hal itu juga membuat pengembang yang ingin membangun rumah bersubsidi mengalami kesulitan karena harga lahan di perkotaan yang tidak terjangkau (Rizkie Fauzan, 2021). Oleh sebab itu pemerintah kembali melakukan penyesuaian dan penambahan ketentuan berkaitan dengan hunian berimbang guna memaksimalkan penerapan hunian berimbang. Upaya tersebut dituangkan dalam ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang dicabut dan diganti dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang No. 06 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut Undang-Undang Cipta Kerja) beserta aturan turunannya yang berkaitan dengan hunian berimbang yaituPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman (PP No. 12 Tahun 2021). Oleh karena itu dalam tulisan ini, penulis akan membahas mengenai arah regulasi hunian berimbang setelah diundangkannya Undang-Undang Cipta Kerja.

 

Metode Penelitan

Metode Penelitian yang akan digunakan dalam penelitianadalah metode yuridis normatif. Metode yuridis normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan (data sekunder) dengan berfokus pada sistem norma hukum seperti kaidah atau aturan hukum yang berhubungan dengan suatu peristiwa hukum. Dalam hal ini, penulis akan mengkaji kaidah atau aturan hukum yang berkaitan dengan konsep hunian berimbang setelah diundangkannya Undang-Undang Cipta Kerja.

 

Hasil dan Pembahasan

Pemerintah terus melakukan pembaharuan terkait dengan hunian berimbang dengan diundangkannya Undang-Undang Cipta Kerja beserta aturan turunan lainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman Dengan Hunian Berimbang (Permenpera No. 7 Tahun 2013), Hunian berimbang adalah perumahan dan kawasan permukiman yang dibangun secara berimbang dengan komposisi tertentu dalam bentuk rumah tunggal dan rumah deret antara rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah, atau dalam bentuk rumah susun antara rumah susun umum dan rumah susun komersial, atau dalam bentuk rumah tapak dan rumah susun umum. Pengertian lainnya tentang hunian berimbang juga ditemukan Pasal 1 angka 8 PP No. 12 Tahun 2021 yang mengatur bahwa hunian berimbang adalah perumahan atau lingkungan hunian yang dibangun secara berimbang antara rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah. Diundangkannya Undang-Undang Cipta Kerja membawa arah baru dalam regulasi berkaitan dengan hunian berimbang dikarenakan terdapat penyesuaian serta perubahan ketentuan berkaitan dengan hunian berimbang. Perubahan dan penambahan regulasi berkaitan dengan hunian berimbang didasari oleh penerapan hunian berimbang yang kurang efektif. Maka dari itu dibutuhkan penyesuaian kembali regulasi berkaitan dengan hunian berimbang.

Dengan diundangkannya Undang-Undang Cipta Kerja, terdapat peraturan turunan yang diatur yang berkaitan dengan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yaitu PP No. 12 Tahun 2021. Melalui PP 12 Tahun 2021, Pemerintah membuka kesempatan bagi pengembang untuk dapat bekerja sama dengan Badan Hukum lain dalam melaksanakan pembangunan Perumahan dengan Hunian Berimbang, dimana sebelumnya belum diatur mengenai pengembang dapat bekerja sama dengan Badan Hukum lain dalam pelaksanaan pembangunan. Ketentuan ini diatur dalam pasal 21A PP No. 12 Tahun 2021.

Pembaharuan kembali dilakukan berkaitan dengan ketentuan mengenai skala pembangunan perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian berimbang yaitu perumahan selain skala besar, dimana sebelumnya hanya dikenal perumahan skala besar. Perumahan skala besar adalah kumpulan Rumah yang terdiri paling sedikit 3000 (tiga ribu) unit rumah, sedangkan perumahan selain skala besar merupakan kumpulan rumah yang terdiri atas 100 (seratus) unit rumah sampai dengan 3000 (tiga ribu) unit rumah sebagaimana diatur dalam pasal 21B PP No, 12 Tahun 2021. Syarat perbandingan jumlah rumah mewah, rumah menengah, dan rumah sederhana dalam pembangunan perumahan selain skala besar untuk memenuhi hunian berimbang sebagaimana diatur dalam pasal 21F ayat (2)yaitu:

1.      satu rumah mewah berbanding paling sedikit dua rumah menengah dan berbanding paling sedikit tiga rumah sederhana;

2.      satu rumah mewah berbanding paling sedikit tiga rumah sederhana;atau

3.      dua rumah menengah berbanding paling sedikit tiga rumah sederhana.

Patokan mengenai kategori rumah sederhana, rumah menengah, dan mewah juga dilakukan penyesuaian sesuai dengan perkembangan zaman. Rumah mewah merupakan rumah yang harga jualnya di atas lima belas kali harga rumah umum yang ditetapkan pemerintah pusat. Rumah menengah merupakan rumah yang harga jualnya paling sedikit tiga kali sampai dengan lima belas kali harga jual rumah umum yang ditetapkan pemerintah pusat. Sedangkan, rumah sederhana merupakan rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas lantai dan harga jual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan ini diatur dalam pasal Pasal 21E PP No. 12 Tahun 2021.

Ketentuan Hunian berimbang melalui diundangkannya Undang-Undang Cipta Kerja beserta aturan turunannya lebih mendapatkan perhatian dikarenakan banyaknya ketentuan berkaitan dengan hunian berimbang yang diatur secara detail dan mendalam. Rumah sederhana pun diatur lebih detail yang kini dibagi menjadi rumah sederhana subsidi dan sederhana rumah non subsidi (Adi Guru Mahendra, 2023). Formasi daripada rumah sendiri pun diatur secara lengkap berdasarkan persentase yang diatur dalam Pasal 21F PP No. 12 Tahun 2021 adalah sebagai berikut:

 

Tabel 1

Pasal 21F PP No. 12 Tahun 2021

Kawasan

Formasi

Perkotaan Besar

75% (tujuh puluh lima persen) rumah sederhana non subsidi dan 25% (dua puluh lima persen) rumah sederhana subsidi

Perkotaan Sedang

50% (lima puluh persen) rumah sederhana non subsidi dan 50% (lima puluh persen) rumah sederhana subsid

Perkotaan Kecil

25% (dua puluh lima persen) rumah sederhana non subsidi dan 75% (tujuh puluh lima persen) rumah sederhana subsidi.

 

Alasan dilakukan perubahan maupun penambahan ketentuan mengenai hunian berimbang adalah kurang berjalannya penerapan hunian berimbang berdasarkan evaluasi pemerintah. Salah satu faktor yang menghambat penerapan hunian, sulitnya memperoleh tanah dan harga tanah yang mahal (Muhammad Ilham Hermawan, 2022). Dengan keterbatasan lahan dan dan harga tanah yang melambung tinggi terutama di daerah perkotaan, pembangunan perumahan yang harus dilakukan dalam satu hamparanatau dalam satu wilayah kota/kabupaten sangat sulit sebagaimana diamanatkan Pasal 34 ayat (2) UU No. 1 Tahun 2011 juncto Pasal 21DPP No. 12 Tahun 2021 juncto Pasal 5 Permenpera No. 10 Tahun 2012menjadi sulit dilaksanakan. Maka dari itu pemerintah melakukan penyesuaian berkaitan dengan hal tersebut dengan memberikan jalan keluar bagi pengembang berkaitan dengan terbatasnya lahan dan harga lahan yang tinggi, yaitu melalui pembayaran dana konversi untuk pembangunan rumah umum sebagaimana diatur dalam Pasal 50 Undang-Undang Cipta Kerja yang mengubah ketentuan Pasal 36 UU No. 1 Tahun 2011 juncto Pasal 21G PP No. 12 Tahun 2021. Konversi tersebut dapat dilakukan berdasarkan jumlah unit rumah atau jumlah harga jual rumah sederhana yang harus dibangun pada hamparan yang sama (Sri Maharani, 2015).

Dana konversi ini nantinya disetor ke Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3). BP3 adalah badan yang dibentuk oleh pemerintah pusat untuk mempercepat penyediaan rumah umum yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pembentukan BP3 besera pengaturannya dilandasi oleh Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2021 tentang Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan. Entitas baru ini nantinya yang akan mengelola dan memanfaatkan dana konversi guna kepentingan penyediaan hunian (Adi Guru Mahendra, 2023). Dana tersebut nantinya akan ditujukan untuk penyediaan tanah, pembangunan rumah sederhana dan rumah susun umum, pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum, pengelolaan perumahan, dan investasi. Besaran dana konversi yang harus dibayarkan didasarkan pada beberapa pertimbangan yang diatur dalam Pasal 21G ayat (3) PP No. 12 Tahun 2021 yaitu, pertama, jumlah kewajiban rumah sederhana. Kedua, harga jual rumah sederhana bersubsidi yang ditetapkan Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketiga, persentase harga pokok produksi terhadap harga jual. Keempat, faktor pengali dengan memperhitungkan nilai uang atas waktu (time value of money) yang ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri. Kelima, dana imbal jasa pengelolaan yang ditetapkan lebih lanjut oleh menteri. Dengan adanya pengaturan yang lebih jelas dan terarah melalui Undang-Undang Cipta Kerja beserta turunannya, tentunya membawa manfaat yang berguna terutama bagi MBR. Hal ini sejalan dengan teori kemanfaatan yang dipelopori oleh Jeremy Bentham bahwa hukum dalam bentuk positifnya atau peraturan perundang-undangan harus memberikan manfaat bagi orang.

 

Kesimpulan

Pemerintah terus mengupayakan untuk mengembangkan ketentuan tentang hunian berimbang guna memberikan seluruh rakyat Indonesia hunian yang layak. Dapat disimpulkan bahwa dengan diundangkannya Undang-Undang Cipta Kerja beserta aturan turunannya, pengaturan mengenai hunian berimbang lebih mendapatkan perhatian khusus dimana ketentuan mengenai hunian berimbang lebih diatur secara jelas dan rinci. Ketentuan hunian berimbang baik yang diubah maupun yang baru diatur melalui Undang-Undang Cipta Kerja beserta aturan turunanya meliputi, Pertama, kesempatan bagi pengembang untuk dapat bekerja sama dengan Badan Hukum lain untuk memudahkan pelaksanaan pembangunan. Kedua mengenai skala pembangunan perumahan dan kawasan permukiman. Ketiga, ketentuan baru mengenai perbandingan jumlah rumah mewah, rumah menengah, dan rumah sederhana dalam pembangunan selain skala besar. Keempat, mengenai pengelompokkan rumah mewah, rumah menengah, dan rumah sederhana berdasarkan harga jual. Kelima, mengenai pembagian rumah sederhana menjadi rumah sederhana subsidi dan rumah sederhana non-subsidi beserta formasinya. Keenam, mengenai konversi bagi pengembang yang tidak dapat melaksanakan pembangunan rumah sederhana. Berdasarkan ketentuan mengenai hunian berimbang baik yang dirubah maupun yang baru diatur melalui Undang-Undang Cipta Kerja beserta aturan turunannya, dapat dilihat bahwa arah regulasi hunian berimbang semakin diatur secara jelas dan lebih rinci sehingga kepastian hukum mengenai hunian berimbang makin kuat dan harus dipenuhi oleh seluruh pihak terutama pengembang yang melaksanakan pembangunan perumahan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Djaja, Benny. Hukum Real Estate. Jakarta: Kencana, 2020.

 

Fauzian, Rizkie. �Ketersediaan Lahan Jadi Tantangan Sektor Perumahan�. Diakses pada 31 Agustus 2022. https://www.medcom.id/properti/news-properti/zNA3WP6k-ketersediaan-lahan-jadi-tantangan-sektor-perumahan

 

Guru Mahendra, Adi. �Seperti Ini Komposisi Hunian Berimbang Baru!�. Diakses pada 31 Agustus 2022. https://www.industriproperti.com/nasional/seperti-ini-komposisi-hunian-berimbang-baru/

 

Guru Mahendra, Adi. �Telisik Kalkulasi Dana Konversi Kewajiban Pengembang�. Diakses pada 01 September. 2022).https://www.industriproperti.com/nasional/telisik-kalkulasi-dana-konversi-kewajiban-pengembang/��

 

Hanurawan, Fattah. (2015). Perspektif Psikologi Sosial Terhadap Penerapan Kebijakan Pembangunan Perumahan Berimbang Untuk PengembanganIndividu, Keluarga, Dan Komunitas Yang Sehat Dan Berkelanjutan, Jurnal Sains Psikologi, 5 (1), hal. 7.

 

Hermawan, Muhammad Ilham dan Febri Mutia. (2023). Pemenuhan Hunian Berimbang Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja, Jurnal Hukum Tata Negara & Hukum Administrasi Negara, 2 (1), 156-174.

 

Maharani, Sri. (2015). Pembangunan Perumahan Dengan Hunian Berimbang Bagi Pemenuhan Kebutuhan Rumah Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah, Jurnal Penelitian Hukum Legalitas, 9 (1), 41-50.

 

Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, LN Nomor 238, TLN Nomor 6841.

 

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman, LN Nomor 7, TLN Nomor 5188.

 

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman, LN Nomor 22, TLN Nomor 6624.

 

Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Dengan Hunian Berimbang.

 

Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Dengan Hunian Berimbang.

 

Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, dan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 648-384 Tahun 1992, 739/KPTS/1992, 09/KPTS/1992 tentang Pedoman Pembangunan Perumahan dan Permukiman dengan Lingkungan Hunian yang Berimbang.

 

Copyright holder:

Kevin Hoo Kurniawan, Jeane Neltje Saly (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: