Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 09, September 2022

�������������������������������������������������������������������������������

ANALISA RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN JASA SUB-SEKTOR PERHOTELAN

 

Margaretha Santoso1*, Reikman Aritonang2

1,2Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio profitabilitas dan rasio aktivitas secara simultan dan parsial terhadap prediksi terjadinya financial distress. Penelitian menggunakan data sekunder pada annual report masing-masing perusahaan selama beberapa tahun berturut-turut. Penelitian ini menggunakan Model Altman Z-Score dengan menggunakan data perusahaan jasa sub-sektor perhotelan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor perhotelan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2017-2021 dengan teknik pengambilan purposive sampling. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi data panel dengan uji Eviews. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara simultan dan parsial rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio rentabilitas, rasio aktivitas perusahaan berpengaruh positif terhadap financial distress perusahaan.

 

Kata Kunci: liquiditas, solvabilitas, rentabilitas, aktivitas perusahaan, financial distress

 

Abstract

This research aims to determine the influence of liquidity ratios, solvency ratios, profitability ratios and activity ratios simultaneously and partially on the prediction of financial distress. The research uses secondary data in the annual reports of each company for several consecutive years. This research uses the Altman Z-Score Model using data from hospitality sub-sector service companies listed on the Indonesia Stock Exchange. The sample in this research is hospitality sector companies listed on the Indonesia Stock Exchange (BEI) for the 2017-2021 period using a purposive sampling technique. The analysis technique used is panel data regression analysis with Eviews. The results of the analysis show that simultaneously and partially the liquidity ratio, solvency ratio, profitability ratio, and company activity ratio have a positive effect on the company's financial distress.

 

Keywords: liquidity, solvency, profitability, company activity, financial stress

 

Pendahuluan

Penyebaran virus Covid-19 yang cepat dan pemberlakuan beberapa kebijakan pemerintah di seluruh wilayah Indonesia terutama di Jakarta, menjadi penyebab menurunnya tingkat perekonomian terutama di bidang pariwisata. Menurut Badan Publikasi Statistik (BPS), nilai pariwisata Indonesia di tahun 2020 sebesar Rp 754,59 triliun, namun di tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 57.01%.� Sektor perhotelan adalah salah satu sektor yang terimbas sangat parah. Banyak pelaku bisnis dari mancanegara maupun dari wilayah lain di luar Jakarta membatalkan rencana kedatangan ke Jakarta. Akibat dari pandemi ini, juga menyebabkan perubahan kebiasaan, gaya hidup dan tatanan sosial masyarakat di kota besar, khususnya Jakarta. Pada masa sebelum pandemi Covid-19, banyaknya pelaku bisnis yang melakukan kunjungan bisnis ke kota besar seperti Jakarta. Namun sekarang pelaku bisnis kebanyakan melakukan temu bisnis dengan rekan melalui online. Selain dapat menghemat biaya, juga dapat mengefisiensikan waktu (Jamaludin, 2017). Oleh karena hal tersebut, membuat sektor perhotelan mengalami penurunan tingkat hunian yang sangat drastis.

Adapun� objek� penelitian� adalah perusahaan-perusahaan� jasa sub-sektor perhotelan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2017 � 2021. Perusahaan jasa sub-sektor perhotelan merupakan� salah� satu� dari� industri� jasa� yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Meningkatnya jumlah perusahaan pada industri ini� dari tahun ke tahun, menyebabkan terjadinya peningkatan persaingan antar pelaku usaha (Latha, et al., 2016). Dalam persaingan� di� industri� ini,� perusahaan� dengan� pendanaan� yang� kuat dapat� menguasai� pangsa� pasar� akan� dapat� mengurangi� persaingan� antar� perusahaan, namun perusahaan-perusahaan yang kalah bersaing dapat gulung�� tikar (Ganyam & Ivungu, 2019). Berikut ini ditunjukkan data tingkat hunian perhotelan dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.

 

Tabel 1

Persentasi Tingkat Hunian Menurut Jenis Hotel 2019-2021

Akhir Periode

Persentasi Tingkat Hunian Kamar Hotel Menurut Jenis Hotel Bulan

Hotel Berbintang

Hotel Non Bintang

2019

2020

2021

2019

2020

2021

Januari

69.84

51.37

41.10

55.37

54.07

33.33

Februari

63.37

54.28

41.50

77.43

51.00

36.94

Maret

59.56

36.93

45.10

55.84

38.41

39.23

April

58.92

19.84

46.60

69.52

27.75

34.58

Mei

54.32

24.32

45.20

52.73

24.39

38.32

Juni

50.51

26.47

51.90

66.76

25.63

39.06

Juli

64.15

41.03

31.70

58.78

28.01

31.79

Agustus

58.11

36.18

30.80

62.11

35.23

30.91

September

58.97

38.96

42.60

56.55

30.30

33.32

Oktober

62.67

44.33

50.60

56.83

31.44

36.90

November

64.17

45.63

53.30

59.07

30.28

38.73

Desember

61.59

45.40

58.80

57.92

31.24

41.34

Tahunan

60.52

38.73

44.93

60.74

33.98

36.20

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2022

 

Tabel 1 menunjukan bahwa persentasi tingkat hunian untuk hotel berbintang selama tahun 2019 perbulan nya tidak terlalu fluktuatif, dengan angka rata-rata 1 tahun nya adalah sebesar 60,52%. Pada awal tahun 2020, untuk bulan Januari dan Februari, tingkat hunian masih stabil, walaupun ada penurunan sedikit dari tahun sebelumnya. Untuk bulan Maret hingga akhir tahun, tingkat hunian mengalami penurunan yang drastis. Tahun 2020 ditutup dengan rata-rata tingkat hunian sebesar 38.73%, dibanding dengan tahun sebelumnya. Sedangkan untuk di tahun 2021, dimana sudah banyak masyarakat yang menerima vaksin, sehingga menyebabkan tingkat hunian mulai mengalami perbaikan. Hal ini juga mempengaruhi sektor perhotelan yang juga mulai mengalami peningkatan dan di akhir tahun rata-rata tingkat hunian sebesar 44.93%, meningkat 16% dari tahun 2020 tetapi masih mengalami penurunan 25.76% dibanding tahun 2019.

Hal yang sama berlaku juga untuk hotel non bintang. Pada tahun 2019 rata-rata tingkat hunian sebesar 60.74%. Penurunan yang sangat drastis pada tahun 2020 dengan rata-rata tingkat hunian sebesar hanya 33.98%, mengalami penurunan sebesar 44.06% dari tahun 2019. Namun untuk tahun 2021 mengalami peningkatan sebesar 6.53% dibanding dengan tahun 2020 tetapi masih mengalami penurunan sebesar 40.4% terhadap tahun 2019.

Dari data tabel diatas, terlihat jelas bahwa masa pandemi Covid-19, memberikan dampak yang sangat signifikan bagi industri perhotelan di wilayah Jakarta. Hal tersebut menyebabkan tingkat hunian baik pada hotel berbintang maupun hotel non bintang menurun dengan sangat dratis. Dengan penurunan drastis tersebut, banyak hotel yang mengalami kerugian yang sangat besar. Pada 2 atau 3 bulan pertama pandemi Covid-19, banyak hotel yang mengalami penutupan total atau tidak beroperasi sama sekali. Kebijakan pemerintah untuk lockdown dan menjalankan kebijakan PPKM, menyebabkan tidak adanya tamu yang menginap. Hal tersebut menyebabkan banyaknya manajemen hotel memutuskan bahwa penutupan hotel sementara menjadi keputusan terbaik untuk saat itu.

Ketidakstabilan perekonomian di Indonesia, khususnya Jakarta dalam 2 tahun terakir ini, selama masa pandemi Covid-19 menjadi salah satu penyebab tingginya risiko pada perusahaan dalam mengalami kesulitan keuangan bahkan tidak banyak dari perusahaan tersebut mengalami kepailitan (Financial distress) (Hirawati, 2018). Objek penelitian ini adalah financial distress yang fokus penelitiannya dilakukan pada subsektor perusahaan perhotelan. Penelitian ini dilakukan pada subsektor jasa perhotelan karena sektor ini merupakan sektor perusahaan yang paling sensitif dan paling banyak menerima dampak apabila terjadi krisis pariwisata seperti adanya fenomena Pandemi Covid tahun 2019 silam (Munaf, et al., 2019). Hal tersebut menyebabkan sektor perhotelan paling rawan akan terjadinya kebangkrutan atau mengalami ��akibat tidak stabilnya pariwisata di Indonesia. Pernyataan ini diperkuat oleh data financial distress mengacu pada nilai Altman Z Score pada perusahaan jasa perhotelan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2017-2021 seperti pada Gambar 1.


Gambar 1. Rata-Rata Financial distress Perusahaan Jasa Perhotelan Tahun 2017-2021

Sumber: Bursa Efek Indonesia, 2022

 

Gambar 1 menunjukkan rata-rata financial distress pada perusahaan jasa perhotelan mengalami fluktuasi selama 5 tahun terakhir. Data menunjukkan nilai Z Score mulai mengalami penurunan sejak tahun 2019 hingga 2020. Hal ini disebabkan karena adanya fenomena financial distress sehingga rasio keuangan perusahaan perhotelan cenderung mengalami penurunan dan rawan mengalami financial distress (Mishra & Biswal, 2014).

Salah satu aspek pentingnya analisis laporan keuangan dari sebuah perusahaan adalah kegunaannya untuk meramal kelangsungan hidup (kontinuitas) perusahaan (Quadir, 2012). Gambaran kelangsungan hidup perusahaan sangat penting bagi manajemen dan pemilik perusahaan agar mampu memprediksi kemungkinan adanya potensi kebangkrutan. Model analisis yang sering digunakan dalam analisis laporan keuangan adalah dalam bentuk rasio-rasio keuangan (Widyastuti & Riyanto, 2018). Adapun data rasio keuangan pada perusahaan sektor perhotelan di Bursa Efek Indonesia Tahun 2017-2021 dapat dilihat pada Gambar 2.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 2. Rata-rata Nilai Rasio Keuangan Perusahaan Perhotelan Tahun 2017-2021

Sumber: Bursa Efek Indonesia, 2022

 

Data pada Gambar 2 menunjukkan bahwa keempat rasio keuangan yang terdiri dari rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio rentabilitas, dan rasio aktivitas� selama 5 tahun periode penelitian mengalami fluktuasi yang berbeda-beda. Berdasarkan penilaian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio profitabilitas dan rasio aktivitas secara simultan dan parsial terhadap prediksi terjadinya financial distress (Oshaibat, 2016).

Dilema keuangan ini diawali dengan tekanan likuiditas yang terus meningkat dan kemudian berlanjut dengan penurunan aset hingga tidak mampu lagi memenuhi berbagai kewajiban keuangan (Edison, et al., 2012). memaparkan adanya banyak definisi terkait kesulitan keuangan, diantaranya yakni Economic Failure, Business Failure, Technical Insolvency, Legal Bankrupty, Insolvency in Bankruptcy. Fred Weston dalam buku Kasmir (2017) menyatakan yakni Rasio likuiditas adalah angka kunci guna menjelaskan kemampuan dari sebuah perusahaan guna melaksanakan kewajiban yang berada pada jangka pendek (hutang).

Pada penelitian yang dilakukan, likuiditas dianalisis dengan menggunakan current key figure (Olweny & Omondi, 2011). Rasio arus normal bagus, yang berarti perusahaan memiliki uang tunai dua kali lipat dari kewajiban lancarnya. Adapun jenis dari rasio likuiditas yakni Current Ratio, Quick Ratio (Rasio Cepat). Kasmir (2017) memberikan pernyataan yakni rasio yang dipergunakan guna melakukan pengukuran aktiva� perusahaan� mampu dibiayai oleh utang. Kebijakan leverage diukur dengan rasio leverage, Metrik Debt to Equity Ratio (DER) ini mengukur rasio total utang pada ekuitas. Rasio Solvabilitas anatara lain Rasio Debt to Aset Ratio (DAR) ini dipergunakan guna melakukan pengukuran antara total hutang dengan total aset. Long-term Debt to Equity Ratio (LDER) Rasio utang pada ekuitas dalam jangka panjang yakni rasio yang melakukan pengukuran pada rasio utang jangka panjang terhadap ekuitas (Soudani, 2012). Kasmir (2017) memaparkan terkait profitabilitas yakni rasio yang dipergunakan untuk melakukan penilaian kemampuan perusahaan untuk mencari keuntungan. Rasio profitabilitas secara umum bisa jabarkan empat, yaitu: Return On Aset (ROA), Net Profit Margin (NPM), Return on Equity Ratio (ROE), Gross Profit Margin (GPM). Menurut Kasmir (2017) rasio aktivitas yakni metrik yang untuk melakukan pengukuran efisiensi perusahaan pada pemberdayaan asset. Hasil pengukuran dengan performance metrik menunjukkan apakah perusahaan mengelola asetnya secara lebih efektif dan efisien atau justru sebaliknya. Rasio aktivitas terbagi menjadi beberapa jenis dengan pengertian sebagai berikut : Inventory Turn Over (Perputaran Persediaan), Total Assets Turn Over, Working Capital Turn Over.

Menurut Kasmir (2017) rasio likuiditas yakni sejauh mana aset lancar mampu menutup kewajiban lancar. Dengan demikian, semakin likuid perusahaan, semakin kecil kemungkinan perusahaan akan dapat memenuhi kewajibannya ketika datang dan mengalami kesulitan keuangan. Likuiditas memberikan kemampuan perusahaan untuk melakukan pembayaran kewajiban keuangan dalam jangka pendek tepat waktu Carolina, et al., (2017). Hipotesis pertama yang dikembangkan berdasarkan dari uraian yang telah dijelaskan yakni sebagai berikut:

H1: Rasio likuiditas memiliki pengaruh terhadap kondisi financial distress

Menurut Sudaryanti & Dinar (2019) tingkat leverage mengacu pada sumber aset tetap dan pembiayaan yang digunakan oleh perusahaan, yang konsekuensinya adalah biaya atau pengeluaran tetap yang dikeluarkan oleh perusahaan karena penggunaan ini. Semakin tinggi rasio utang, semakin tinggi utang perusahaan. Besarnya komitmen perusahaan ini meningkatkan kemungkinan bahwa perusahaan akan menghadapi kesulitan keuangan. Menurut Carolina, et al., (2017) menyatakan utang adalah metrik yang melakukan pengukuran seberapa banyak perusahaan mengandalkan utang sebagai modal untuk membiayai operasinya. Menggunakan hutang yang berlebihan menyebabkan kebangkrutan karena hutang bisa membuat adanya bunga yang harus dibayar perusahaan. Hipotesis kedua yang dikembangkan berdasarkan uraian yang telah dijelaskan yakni sebagai berikut:

H2: Rasio solvabilitas memiliki pengaruh terhadap kondisi financial distress

Menurut Kasmir (2017) dalam Sudaryanti & Dinar (2019) rasio profitabilitas yakni metrik yang dipergunakan mengukur profitabilitas bisnis. Laba yang tinggi menggambarkan perusahaan tidak menghadapi kesulitan keuangan. Dalam penelitian ini laba atas investasi atau Return On Asset (ROA) digunakan untuk melakukan pengukuran tingkatan pendapatan perusahaan (Sumaryati, et al., 2020). Laba yang tinggi dari perusahaan menunjukkan bahwa pengembalian modal yang ditanamkan sangat baik. Makin tingginya keuntungan yang didapat perusahaan maka hasil keuangan perusahaan semakin dapat dikenali artinya semakin jauh perusahaan tersebut dari financial distress� (Rani, 2017). Hipotesis ketiga yang dikembangkan berdasarkan uraian yang telah dijelaskan yakni sebagai berikut:

H3: rasio profitabilitas memiliki pengaruh terhadap kondisi financial distress�

Indeks kinerja adalah metrik yang menggambarkan ukuran di mana organisasi mengerahkan sumber dayanya untuk mendukung operasi bisnis, memaksimalkan pemanfaatan operasi tersebut untuk mencapai hasil maksimal (Fahmi, 2017). Harahap (2018) memaparkan Rasio aktivitas menggambarkan aktivitas perusahaan dalam penjualan, pembelian, dan aktivitas lainnya. Hipotesis keempat yang dikembangkan dari penjelasan diatas yakni sebagai berikut:

H4: rasio aktivitas memiliki pengaruh terhadap kondisi financial distress

Terdapat berbagai macam penelitian terdahulu yang menjelaskan variabel rasio keuangan secara simultan maupun parsial mempengaruhi financial distress, seperti penelitian (Kusmawati et al., 2022), (Saraswati & Njotoprajitno, 2022), (Putri & Hendayana, 2022), (Nurcahyani & Situngkir, 2021), (Dewi et al., 2021) dan (Ratnasari et al., 2021) yang menyatakan bahwa secara simultan rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio rentabilitas, rasio aktivitas perusahaan berpengaruh positif terhadap financial distress perusahaan.

H5:� Rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio rentabilitas, dan rasio aktivitas secara simultan berpengaruh terhadap financial distress.

 

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan pada perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia dengan perusahaan jasa sub-sektor perhotelan dengan menggunakan data time series selama lima tahun yaitu tahun 2017-2021. Penelitian menggunakan data sekunder pada annual report masing-masing perusahaan selama beberapa tahun berturut-turut. Penelitian ini menggunakan Model Altman Z-Score dengan menggunakan data perusahaan jasa sub-sektor perhotelan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Terdapat 30 perusahaan jasa sub-sektor perhotelan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2022 saat dilakukan penelitian. Teknik pengambilan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor perhotelan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2017-2021. Dalam penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah perusahaan atau institusi. Dalam hal ini perusahaan yang diteliti adalah perusahaan jasa sub-sektor perhotelan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2017 � 2021. Adapun unit observasinya adalah laporan keuangan tahunan yang terdiri dari laporan posisi keuangan konsolidasian, laporan laba rugi komprehensif, dan laporan arus kas. Pengujian dalam penelitian ini dengan menggunakan regresi yang dianalisis dengan Eviews 12 dimana hasil data diambil dari keempat rasio keuangan masing-masing perusahaan sub-sektor yang bergerak di bidang perhotelan menurut Bursa Efek Indonesia periode tahun 2017-2022. Data dari rasio tersebut diolah untuk mengetahui kekuatan prediksi rasio keuangan dan rasio-rasio keuangan tersebut, mana yang paling dominan dalam menentukan apakah suatu perusahaan akan mengalami financial distress atau tidak. Selain itu� metode analisis� data� yang digunakan terdiri dari statistik deskriptif , Analisis regresi data panel, uji asumsi klasik, Koefisien Determinasi, Uji Kelayakan Model, dan Uji Hipotesis.

�

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan kriteria pemilihan sampel tersebut terdapat 12 perusahaan perhotelan yang tidak menerbitkan laporan keuangan secara berturut-turut selama periode 2017-2021 yakni terdiri dari perusahaan perhotelan dengan kode HOME, HOTL, AKKU, EAST, ESTA, DFITT, MABA, MAMIP, NATO, NUSA, PLAN, dan UANG. Berdasarkan seleksi sampel tersebut, maka perusahaan yang terpilih dijadikan sampel adalah sebanyak 18 perusahaan, dengan 5 tahun pengamatan penelitian, maka diperoleh total sampel selama lima tahun penelitian sebanyak 90 data observasi dan dapat di jelaskan statistik deskriptifnya sebagai berikut:

 

Tabel 2

Hasil Uji Statistik Deskriptif

 

Mean

Median

Maximum

Minimum

Std. Dev

FD

20,01855

14,17102

134,6511

-128,0814

28,89218

CR

2,684246

1,678205

16,20494

0,033710

3,268505

DER

0,727367

0,386165

38,50427

-39,92761

6,119868

ROA

-0,015409

-0,01061

0,094440

-0,24631

0,051301

TATO

0,135429

0,105740

0,477420

0,000580

0,118362

Sumber: Data Diolah, 2023

 

Financial distress dalam penelitian ini menggunakan proksi Model Altman Modifikasi. Nilai minimum financial distress adalah sebesar -128,081. Nilai ini kurang dari 1,1 maka termasuk perusahaan yang bangkrut. Hal ini terjadi pada perusahaan CLAY selama periode 2017. Nilai maksimum financial distress adalah sebesar 134,65. Nilai ini lebih dari 2,6 maka perusahaan termasuk dalam area tidak bangrut (sehat). Hal ini terjadi pada perusahaan DFAM selama periode 2017. Financial distress memiliki nilai rata-rata sebesar 20,01, dengan nilai standar deviasi sebesar 28,89. Ini berarti bahwa terjadi perbedaan nilai Financial distress yang diteliti terhadap nilai rata-ratanya sebesar 28,89. Nilai deviasi standar financial distress lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata, artinya financial distress perhotelan selama periode 2017-2021 tidak merata atau perbedaan data satu dengan data yang lainnya tergolong tinggi.

Rasio likuiditas dalam penelitian ini menggunakan proksi current ratio yakni perbandingan aktiva lancar dengan utang lancar. Nilai minimum rasio likuiditas adalah sebesar 0,034. Hal ini berarti likuiditas terendah pada perusahaan sektor perhotelan adalah sebesar 0,033 yaitu yang terjadi pada perusahaan IKAI selama periode 2017. Nilai maksimum rasio likuiditas adalah sebesar 16,204. Hal ini berarti likuiditas tertinggi pada perusahaan sektor perhotelan adalah sebesar 16,204 yaitu yang terjadi pada perusahaan MINA selama periode 2019. Rasio likuiditas memiliki nilai rata-rata sebesar 2,684, dengan nilai standar deviasi sebesar 3,268. Ini berarti bahwa terjadi perbedaan nilai Rasio likuiditas yang diteliti terhadap nilai rata-ratanya sebesar 3,268. Nilai deviasi standar Rasio likuiditas lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata, artinya rasio likuiditas perhotelan selama periode 2017-2021 tidak merata atau perbedaan data satu dengan data yang lainnya tergolong tinggi.

Rasio solvabilitas dalam penelitian ini menggunakan proksi debt to equity ratio (DER) yakni perbandingan total hutang dengan modal sendiri. Nilai minimum rasio solvabilitas adalah sebesar -39,927. Hal ini berarti solvabilitas terendah pada perusahaan sektor perhotelan adalah sebesar -39,927 yaitu yang terjadi pada perusahaan CLAY selama periode 2017. Nilai maksimum rasio solvabilitas adalah sebesar 38,504. Hal ini berarti solvabilitas tertinggi pada perusahaan sektor perhotelan adalah sebesar 38,504 yaitu yang terjadi pada perusahaan DFAM selama periode 2017. Rasio solvabilitas memiliki nilai rata-rata sebesar 0,727, dengan nilai standar deviasi sebesar 6,119. Ini berarti bahwa terjadi perbedaan nilai Rasio solvabilitas yang diteliti terhadap nilai rata-ratanya sebesar 6,119. Nilai deviasi standar Rasio solvabilitas lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata, artinya rasio solvabilitas perhotelan selama periode 2017-2021 tidak merata atau perbedaan data satu dengan data yang lainnya tergolong tinggi.

Rasio profitabilitas dalam penelitian ini menggunakan proksi return on asset (ROA) yakni perbandingan earning after tax (EAT) terhadap dengan utang lancar. Nilai minimum rasio profitabilitas adalah sebesar -0,246. Hal ini berarti profitabilitas terendah pada perusahaan sektor perhotelan adalah sebesar -0,246 yaitu yang terjadi pada perusahaan IKAI selama periode 2017. Nilai maksimum rasio profitabilitas adalah sebesar 0,094. Hal ini berarti profitabilitas tertinggi pada perusahaan sektor perhotelan adalah sebesar 0,094 yaitu yang terjadi pada perusahaan PNSE selama periode 2019. Rasio profitabilitas memiliki nilai rata-rata sebesar -0,0154, dengan nilai standar deviasi sebesar 0,051. Ini berarti bahwa terjadi perbedaan nilai Rasio profitabilitas yang diteliti terhadap nilai rata-ratanya sebesar 0,051. Nilai deviasi standar Rasio profitabilitas lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata, artinya rasio profitabilitas perhotelan selama periode 2017-2021 tidak merata atau perbedaan data satu dengan data yang lainnya tergolong tinggi.

Rasio aktivitas dalam penelitian ini menggunakan proksi Total Assets Turn Over yakni perbandingan penjualan dengan total aktiva. Nilai minimum rasio aktivitas adalah sebesar 0,00058. Hal ini berarti aktivitas terendah pada perusahaan sektor perhotelan adalah sebesar 0,00058 yaitu yang terjadi pada perusahaan IKAI selama periode 2017. Nilai maksimum rasio aktivitas adalah sebesar 0,4774. Hal ini berarti aktivitas tertinggi pada perusahaan sektor perhotelan adalah sebesar 0,4774 yaitu yang terjadi pada perusahaan MINA selama periode 2019. Rasio aktivitas memiliki nilai rata-rata sebesar 0,1354, dengan nilai standar deviasi sebesar 0,1183. Ini berarti bahwa terjadi perbedaan nilai Rasio aktivitas yang diteliti terhadap nilai rata-ratanya sebesar 0,1183. Nilai deviasi standar Rasio aktivitas lebih rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata, artinya rasio aktivitas perhotelan selama periode 2017-2021 sudah merata atau perbedaan data satu dengan data lainnya tidak tergolong tinggi.

Metode estimasi� yang� digunakan� dalam� hasil� pengolahan� data� dengan regresi data panel adalah Common Effect Model (CEM).� Adapun hasil uji regresi data panel yang diolah dengan bantuan software eviews 12 memperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 2.

 

 

 

Tabel 3

Hasil Analisis Regresi

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C

-9.17E-06

6.39E-06

-1.435425

0.1548

X1

6.560002

1.00E-06

6534910

0.0000

X2

3.259999

5.18E-07

6295176

0.0000

X3

6.719924

6.63E-05

101294.2

0.0000

X4

1.050022

2.85E-05

36878.85

0.0000

R Square

1.00000

 

 

 

Adjusted R quared

1.00000

 

 

 

F-Statistic

2.12E+13

 

 

 

Prob (F-statistic)

0.0000

 

 

 

Sumber: Data Diolah, 2023

 

Berlandaskan hasil uji validasi data panel dengan uji chow, uji hausman, dan uji Lаngrаnge multiplier maka model Common Effect Model (CEM) dalam penelitian ini merupakan model yang terbaik untuk menjawab tujuan penelitian, sehingga model persamaan regresi yang dapat dibuat sebagai berikut:

 

Y = 9,17000 + 6,560002 X1 + 3,259999 X2 + 6,719924 X3 + 1,050022 X4 �����(1)

 

Berdasarkan hasil analisis regresi dengan eviews pada Tabel 2 diperoleh nilai koefisien regresi positif pada variabel current ratio sebesar 6.560002 dan nilai t hitung sebesar 6416076 dengan nilai signifikansi sebesar 0,0000 yakni kurang dari 0,05, sehingga disimpulkan hipotesis diterima yakni variabel rasio likuiditas berpengaruh terhadap kondisi financial distress. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi rasio likuiditas maka semakin tinggi kemampuan perusahan menutupi kewajiban jangka pendeknya, jadi semakin likuid suatu perusahaan mengindikasikan perusahaan tersebut mampu membayar kewajiban yang akan jatuh tempo dan pada akhirnya perusahaan akan semakin terhindar dari kondisi financial distress. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Rahayu et al., (2017) dan Carolina et al., (2017) yang menemukan bahwa terdapat pengaruh rasio likuiditas terhadap kondisi financial distress yaitu perusahaan yang mengalami tingkat likuiditas yang tinggi mengindikasikan perusahaan memiliki sejumlah aset lancar yang siap untuk membayar utang jangka pendeknya, sehingga perusahaan tersebut dapat terhindar dari kondisi financial distress. Hasil ini selaras dengan penelitian Mutiara et al, (2022) dan Destiana et al, (2022) yang menemukan bahwa current ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress. Penelitian serupa oleh (Rahmawati et al, 2021) juga menemukan hasil bahwa financial ratio seperti likuiditas bernilai positif terhadap financial distress. Sehingga mampu mempertahankan kemampuannya dalam menghasilkan laba dan memiliki posisi aman dengan tingkat kesulitan keuangan yang rendah.

Berdasarkan hasil analisis regresi dengan eviews pada Tabel 2 diperoleh nilai koefisien regresi positif pada variabel DER sebesar 3,259999 dan nilai t hitung sebesar 6180702 dengan nilai signifikansi sebesar 0,0000 yakni kurang dari 0,05, sehingga disimpulkan hipotesis diterima yakni variabel rasio solvabilitas berpengaruh terhadap kondisi financial distress. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi rasio solvabilitas maka semakin besar pula kewajiban yang dimiliki perusahaan, sehingga besarnya kewajiban tetap tersebut membawa pada besarnya kemungkinan perusahaan berada dalam kondisi financial distress. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sudaryanti & Dinar (2019) yang memaparkan bahwa rasio leverage merujuk pada aktiva tetap dan sumber dana yang digunakan oleh perusahaan, dengan konsekuensi berupa biaya tetap atau beban tetap yang harus dikeluarkan perusahaan akibat penggunaan tersebut. Indikator untuk mengukur rasio leverage adalah debt to equity ratio (DER). Semakin besar rasio leverage maka semakin besar hutang yang dimiliki perusahaan yang menyebabkan kemungkinan perusahaan mengalami financial distress akan semakin besar. Hasil ini selaras dengan penelitian Carolina et al., (2017) yang menyatakan bahwa leverage yang tinggi berarti perusahaan tersebut lebih banyak menggunakan utang untuk membiayai operasional perusahaan. Akibat dari penggunaan utang yang terlalu besar adalah kebangkrutan, karena utang akan menimbulkan bunga yang harus ditanggung perusahaan. Hal ini akan mengakibatkan perusahaan cenderung akan mengalami financial distress. Penelitian serupa oleh Mutiara et al, (2022) menyimpulkan bahwa debt to equity ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress. Hasil ini selaras dengan penelitian Maronrong et al., (2022) yang menemukan bahwa Leverage berpengaruh positif signifikan terhadap financial distress, serta sejalan dengan penelitian Destiana et al, (2022) yang menunjukkan bahwa leverage (DER) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress.

Berdasarkan hasil analisis regresi dengan eviews pada Tabel 2 diperoleh nilai koefisien regresi positif pada variabel ROA sebesar 6,719924 dan nilai t hitung sebesar 99452,25 dengan nilai signifikansi sebesar 0,0000 yakni kurang dari 0,05, sehingga disimpulkan hipotesis diterima yakni variabel rasio profitabilitas berpengaruh terhadap kondisi financial distress. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi rasio profitabilitas maka menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang semakin baik, sehingga perusahaan akan semakin terhindar dari kondisi financial distress. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sudaryanti & Dinar (2019) yang menjelaskan bahwa perusahaan dengan rasio profitabilitas yang tinggi berarti memiliki kemampuan keuangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya. Jumlah laba yang besar akan menunjukkan bahwa perusahaan tidak akan terkena kondisi financial distress. Penelitian ini sejalan dengan temuan Mutiara et al, (2022) yang mengungkapkan hasil bahwa return on assets berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress. Angka rasio yang semakin tinggi menunjukkan semakin tinggi pendapatan yang diperoleh perusahaan. Ketika pendapatan perusahaan yang diperoleh mampu membiayai operasional perusahaan dan memenuhi kewajiban, maka kemungkinan perusahaan mengalami kondisi financial distress. Hasil penelitian ini mendukung hasil Azky et al, (2021) yang menunjukkan bahwa rasio profitabilitas berpengaruh terhadap prediksi terjadinya financial distress. Penelitian serupa oleh Rani (2017) juga menyatakan bahwa rasio profitabilitas perusahaan yang tinggi menunjukkan bahwa pengembalian investasi dari aset perusahaan sangat baik. Laba yang dihasilkan perusahaan cukup untuk mendanai operasional perusahaan dan mampu mengembalikan investasi dari investor. Hal ini juga menunjukkan bahwa kondisi keuangan perusahaan dalam keadaan baik dan jauh dari kondisi financial ditress. Semakin meningkatnya keuntungan yang dicapai perusahaan, maka akan menunjukkan kinerja keuangan perushaaan semakin baik sehingga dengan begitu perusahaan akan semakin jauh dari kondisi financial distress.

Berdasarkan hasil analisis regresi dengan eviews pada Tabel 2 diperoleh nilai koefisien regresi positif pada variabel TATO sebesar 1,050022 dan nilai t hitung sebesar 36208,22 dengan nilai signifikansi sebesar 0,0000 yakni kurang dari 0,05, sehingga disimpulkan hipotesis diterima yakni variabel rasio aktivitas berpengaruh terhadap kondisi financial distress. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi rasio aktivitas maka menunjukkan aktivitas penjualan perusahaan yang semakin baik, sehingga perusahaan akan semakin terhindar dari kondisi financial distress. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Harahap (2018) yang menjelaskan rasio aktivitas menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan operasionalnya baik dalam kegiatan penjualan, pembelian dan kegiatan lainnya. Semakin efektif dalam memanfaatkan dana semakin cepat perputaran dana tersebut, karena rasio aktivitas umumnya diukur dari pereputaran masing-masing elemen aset (Hutahayan, 2020). Hasil penelitian ini mendukung temuan penelitian (Kartika et al., 2020) dan (Novelieta, 2018) yang menemukan hasil bahwa ada pengaruh yang signifikan dari variabel rasio aktivitas yang diukur dengan proksi Total asset turn over (TATO) terhadap financial distres, yang mengindikasikan bahwa semakin baik rasio aktivitas dan profitabilitas maka semakin terhindar perusahaan dari kesulitas keuangan (financial distress).

Berdasarkan hasil analisis regresi dengan eviews pada Tabel 2 diperoleh nilai uji F sebesar sebesar 2,12 dan nilai signifikansi uji F sebesar 0,0000 yakni kurang dari 0,05, sehingga disimpulkan hipotesis diterima yakni variabel rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio profitabilitas dan rasio aktivitas secara simultan berpengaruh terhadap kondisi financial distress. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi rasio likuiditas maka semakin tinggi kemampuan perusahan menutupi kewajiban jangka pendeknya, jadi semakin likuid suatu perusahaan mengindikasikan perusahaan tersebut mampu membayar kewajiban yang akan jatuh tempo dan pada akhirnya perusahaan akan semakin terhindar dari kondisi financial distress, selanjutnya semakin tinggi rasio solvabilitas maka semakin besar pula kewajiban yang dimiliki perusahaan, sehingga besarnya kewajiban tetap tersebut membawa pada besarnya kemungkinan perusahaan berada dalam kondisi financial distress (Ismail, 2007). Kemudian semakin tinggi rasio profitabilitas maka menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang semakin baik, sehingga perusahaan akan semakin terhindar dari kondisi financial distress, lalu semakin tinggi rasio aktivitas maka menunjukkan aktivitas penjualan perusahaan yang semakin baik, sehingga perusahaan akan semakin terhindar dari kondisi financial distress (Purnamasari & Hermanto, 2016). Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh (Kusmawati et al., 2022) yang menjelaskan bahwa rasio likuiditas, rasio sovabilitas, rasio rentabilitas, dan rasio aktivitas secara simultan berpengaruh terhadap kondisi financial distress. Hasil penelitian ini mendukung temuan penelitian (Saraswati & Njotoprajitno, 2022), (Putri & Hendayana, 2022), (Nurcahyani & Situngkir, 2021), (Dewi et al., 2021) dan (Ratnasari et al., 2021) yang menyatakan bahwa secara simultan rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio rentabilitas, rasio aktivitas perusahaan berpengaruh positif terhadap financial distress perusahaan.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa secara simultan dan secara parsial rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio rentabilitas, rasio aktivitas perusahaan berpengaruh positif terhadap financial distress perusahaan. Hal ini berarti semakin baik kondisi keuangan perusahaan yang ditinjau dari rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio rentabilitas, dan rasio aktivitas maka akan berpengaruh pada kondisi perusahaan yang semakin terhindar dari financial distress. Mengacu pada hasil analisis, maka Bagi Perusahaan sub sektor perhotelan yang terdaftar di BEI sebaiknya perusahaan dapat mengoptimalkan perolehan penjualan dengan menggunakan aset yang dimiliki perusahaan. Perusahaan dapat melakukan efisiensi beban operasional sehingga perusahaan dapat memperoleh laba yang optimal, dengan perolehan laba yang optimal diharapkan perusahaan dapat terhindar dari kondisi financial distress. Perusahaan sub sektor perhotelan yang terdaftar di BEI juga sebaiknya perusahaan harus lebih berhati-hati mempertimbangkan kemampuan perusahaan dalam membayar hutang, dengan menghindari utang yang berlebihan, serta perusahaan harus mempertahankan pembayaran utang dan memperpanjang jatuh tempo pembayaran utang sehingga dengan demikian perusahaan dapat menjaga kestabilan rasio leverage dan terhindar dari kondisi hutang yang extreme memiliki resiko gagal bayar yang tinggi. Perusahaan sub sektor perhotelan yang terdaftar di BEI kemudian dapat meningkatkan perolehan laba sebelum pajak dengan melakukan efisiensi beban bunga. Efisiensi beban bunga dapat dilakukan dengan menghindari hutang/pinjaman yang memiliki bunga tinggi. Dengan adanya efisiensi beban bunga diharapkan laba sebelum pajak perusahaan dapat menutupi beban bunga tersebut dan perusahaan terhindar dari kondisi Financial distress.

Bagi para investor yang sedang berinvestasi atau yang baru akan memulai investasinya pada Perusahaan sub sektor perhotelan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, diharapkan lebih berhati-hati dalam pengambilan keputusan investasi. Investor perlu mempertimbangkan Rasio Aktivitas dan Rasio Leverage perusahaan agar tidak salah dalam menginvestasikan modalnya ke dalam perusahaan yang berpotensi tidak menghasilkan laba yang optimal. Bagi peneliti selanjutnya dan pengembangan ilmu akuntansi diharapkan dapat menambah atau menggunakan variabel keuangan lain yang mampu memprediksi Financial distress dalam penelitian ini yang dianggap dapat memberikan hasil penelitian yang lebih akurat lagi, seperti rasio efisiensi, rasio arus kas, rasio pertumbuhan, rasio pasar dan rasio keuangan lainnya serta faktor-faktor diluar rasio keuangan seperti kondisi ekonomi (pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, inflasi dan lain-lain). Selain itu, bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar data sampel yang diambil bukan hanya dari perusahaan sub sektor perhotelan saja, tetapi diperluas pada perusahaan sektor lain.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Azky, S., Suryani, E., & Tara, N. A. A. (2021). Pengaruh rasio keuangan terhadap financial distress pada perusahaan jasa sub sektor restoran, hotel & pariwisata yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. JMM UNRAM, 10(4), 273�283. https://doi.org/10.29303/jmm.v10i4.691

 

Carolina, V., Marpaung, E. I., & Pratama, D. (2017). Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2014-2015). Jurnal Akuntansi, 9(2). https://doi.org/10.28932/jam.v9i2.481

 

Destiana, S., & Nuryasman, M. (2022). Analisis financial distress pada masa pandemi. Jurnal Manajerial Dan Kewirausahaan, 04(04), 908�917.

 

Dewi, N. P. E. I., Endiana, I. D. M., & Kumalasari, P. D. (2021). Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio Solvabilitas, Rasio Rentabilitas Dan Rasio Aktivitas Terhadap Financial Distress. Jurnal KARMA (Karya Riset Mahasiswa Akuntansi), 1(4), 1178�1187.

 

Edison, G., Manuere, F., Joseph, M., and Gutu, K. (2012). Evaluation of Factors Influencing Adoption Of Accounting Information System By Small To Medium Enterprises In Chinhoyi. Journal of Contemporary Research in Bussiness, 4(6), 1126�41.

 

Fahmi, I. (2017). Analisis Laporan Keuangan. CV. Alfabeta.

 

Ganyam, A. I., & Ivungu, J. A. (2019). Effect of accounting information System on financial performance of firms: A review of literature. Journal of Business and Management, 21(5), 39�49. https://doi.org/10.9790/487X-2105073949

 

Harahap, S. S. (2018a). Analisis kritis atas laporan keuangan (12th ed.). Rajawali Pers.

 

Harahap, S. S. (2018b). Analisis kritis atas laporan keuangan Cetakan ke-12. Rajawali Pers.

 

Hirawati, H. (2018). Analisis prediksi financial distress berdasarkan model altman dan grover pada perusahaan manufacktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Riset Ekonomi Manajemen, 2(1), 1�10. https://doi.org/10.31002/rn.v2i1.966

 

Hutahayan, B. (2020). The mediating role of human capital and management accounting information system in the relationship between innovation strategy and internal process performance and the impact on corporate financial performance. Benchmarking: An International Journal, 27(4), 1289�1318. https://doi.org/10.1108/BIJ-02-2018-0034

 

Ismail, N. A,� and K. M. (2007). Factors Influencing The Alignment of Accounting Information Systems in Small and Medium Sized Malaysian Manufacturing Firms. Journal of Information Systems and Small Business, 1(1), 1�20.

 

Jamaludin, N. e. (2017). Macroeconomic Variables and Stock Market Returns: Panel Analysis from Selected ASEAN Countries. Journal of Economics and Financial International, 7(1), 37�45.

 

Kartika, A., Abdul Rozak, H., Nurhayat, I., & Daniel Bagana, B. (2020). Rasio Keuangan Sebagai Prediksi Financial Distress. Prosiding Sendi, 1(1), 675�681.

 

Kasmir. (2017). Analisis Laporan Keuangan (10th ed.). PT. RajaGrafindo Persada.

 

Kusmawati, K. E., Sukadana, I. W., & Suarjana, I. W. (2022). Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio Solvabilitas, Rasio Rentabilitas Rasio Aktivitas Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2018 � 2020. Jurnal Emas, 3(4), 98�112.

 

Latha, K., Gupta, S., & Ghos, R. (2016). Interest Rate Sensitivity of Stock Returns: A Case Study of Textile Sector in India. Asian Journal of Multidisciplinary Studies, 4(4), 56�6.

 

Maronrong, R., Suriawinata, I. S., & Septiliana. (2022). Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Operating Capacity dan Corporate Governance terhadap Financial Distress Perusahaan Ritel di BEI Tahun 2011-2017. Jurnal Akuntansi Dan Manajemen, 19(02), 91�103. https://doi.org/10.36406/jam.v19i02.743

 

Mishra, V., & Biswal, P. . (2014). Impact of Interest Rate on Stock Market. IUP Journal of Applied Finance, 20(3), 57�67.

 

Munaf, M. B., Faris, M. F., & Akbay, C. (2019). Factors Affecting of Using Accounting Information System (AIS) on the Firm�s Productivity: A Case Study Erbil, Iraq. International Journal of Business and Social Science, 10(11), 25�29. https://doi.org/10.30845/ijbss.v10n11a4%0A

 

Mutiara, T., & Septyanto, D. (2022). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat financial distress sebelum dan selama pandemi covid-19. Jurnal Bisnis Dan Manajemen, 18(2), 69�87.

 

Novelieta, C. (2018). Pengaruh Rasio Aktivitas dan Rasio Leverage Terhadap Financial Distress (Studi Kasus pada Perusahaan Sub Sektor Tekstil dan Garment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2015). Jurnal Riset Akuntansi, 10(2), 1�20. https://doi.org/10.34010/jra.v10i2.1180

 

Nurcahyani, R. D., & Situngkir, T. L. (2021). Dampak Rasio Likuiditas, Solvabilitas dan Profitabilitas terhadap Potensi Kebangkrutan Perusahaan. Jurnal Manajemen Universitas Singaperbangsa Karawang, 13(2), 324�331.

 

Olweny, T., & Omondi, K. (2011). The Effect of Macro-Economic Factors On Stock Return Volatility In The Nairobi Stock Exchange, Kenya. Economics and Finance Review, 1(10), 34�48.

 

Oshaibat, A. S. (2016). The Relationship Between Stock Returns And Each Of Inflation, Interest Rates, Share Liquidity And Remittances Of Workers In The Amman Stock Exchange. Journal of Internet Banking and Commerce, 21(1), 2�18.

 

Purnamasari, A., & Hermanto, B. (2016). Inflation, Interest Rate, and Their Impact on Stock Return: Evidence from Indonesia Stock Exchange. International Journal of Economics and Financial Issues, 6(57), 28�3.

 

Putri, R. A., & Hendayana, Y. (2022). Pengaruh Rasio Profitabilitas dan Rasio Likuiditas Terhadap Financial Distress. Prosiding FRIMA (Festival Riset Ilmiah Manajemen Dan Akuntansi), 4(3), 36�48. https://doi.org/10.55916/frima.v0i3.278

 

Quadir, M. M. (2012). The Effect of Macroeconomic Variables On Stock Returns On Dhaka Stock Exchange. International Journal of Economics and Financial, 2(4), 480�487.

 

Rahayu, W. P., & Sopian, D. (2017). Pengaruh rasio keuangan dan ukuran perusahaan terhadap financial distress (studi empiris pada perusahaan food and beverage di Bursa Efek Indonesia). Competitive Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, 1(2).

 

Rahmawati, F., & Prihastiwi, D. A. (2021). Analisis financial ratio dan financial distress pada perusahaan pariwisata, hotel, restoran, dan konstruksi bangunan dimasa pandemi covid-19. Jurnal Edukasi (Ekonomi, Pendidikan Dan Akuntansi), 9(2), 147�160.

 

Rani, D. R. (2017). Pengaruh likuiditas, leverage, profitabilitas, agency cost dan sales growth terhadap kemungkinan terjadinya financial distress (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012-2015). JOM Fekon, 4(1), 3661�3675.

 

Ratnasari, Hardiyanto, A., & Lestari, R. (2021). Pengaruh Rasio Likuiditas, Solvabilitas, Profitabilitas Dan Aktivitas Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Sektor Pertambangan Yang Terdaftar Di Bei Periode 2013-2017. Jurnal Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pakuan, 2(8), 1�12.

 

Saraswati, C., & Njotoprajitno, R. S. (2022). Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Financial Distress Perusahaan Food & Beverage. Jurnal Ilmiah Fakultas Ekonomi Universitas Flores, 12(2), 164�175. https://doi.org/10.37478/als.v12i2.1918

 

Soudani, S. N. (2012). The Usefulness of an Accounting Information System for Effective Organizational Performance. Journal of Economics and Finance, 4(5), 136�145.

 

Sudaryanti, D., & Dinar, A. (2019). Analisis prediksi kondisi financial distress menggunakan rasio likuiditas, profitabilitas, financial leverage dan arus kas. Jurnal Ilmiah Bisnis Dan Ekonomi Asia, 13(2).

 

Sumaryati, A., Novitasari, E. P., & Machmuddah, Z. (2020). Accounting Information System, Internal Control System, Human Resource Competency and Quality of Local Government Financial Statements in Indonesia. The Journal of Asian Finance, Economics and Business, 7(10), 795�802. https://doi.org/10.13106/jafeb.2020.vol7.n10.795

 

Widyastuti, T., & Riyanto, B. (2018). The Effect of Inflation on Stock Returns: Evidence from Indonesia Stock Exchange. International Journal of Economics, Commerce and Management, 6(10), 51�61.

Copyright holder:

Margaretha Santoso, Reikman Aritonang (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: