Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
7, No. 09, September 2022
�������������������������������������������������������������������������������
ANALISA RASIO KEUANGAN UNTUK
MEMPREDIKSI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN JASA SUB-SEKTOR PERHOTELAN
Margaretha Santoso1*, Reikman
Aritonang2
1,2Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid,
Indonesia
Email:
[email protected]
Abstrak
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasio likuiditas, rasio solvabilitas,
rasio profitabilitas dan rasio aktivitas secara simultan dan parsial terhadap
prediksi terjadinya financial distress. Penelitian menggunakan data
sekunder pada annual report masing-masing perusahaan selama beberapa
tahun berturut-turut. Penelitian ini menggunakan Model Altman Z-Score dengan
menggunakan data perusahaan jasa sub-sektor perhotelan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor perhotelan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2017-2021 dengan teknik
pengambilan purposive sampling. Teknik analisis yang digunakan adalah
analisis regresi data panel dengan uji Eviews. Hasil analisis menunjukkan bahwa
secara simultan dan parsial rasio
likuiditas, rasio solvabilitas, rasio rentabilitas, rasio aktivitas perusahaan
berpengaruh positif terhadap financial distress perusahaan.
Kata Kunci: liquiditas, solvabilitas, rentabilitas,
aktivitas perusahaan, financial distress
Abstract
This
research aims to determine the influence of liquidity ratios, solvency ratios,
profitability ratios and activity ratios simultaneously and partially on the
prediction of financial distress. The research uses secondary data in the annual
reports of each company for several consecutive years. This research uses the
Altman Z-Score Model using data from hospitality sub-sector service companies
listed on the Indonesia Stock Exchange. The sample in this research is
hospitality sector companies listed on the Indonesia Stock Exchange (BEI) for
the 2017-2021 period using a purposive sampling technique. The analysis
technique used is panel data regression analysis with Eviews. The results of
the analysis show that simultaneously and partially the liquidity ratio,
solvency ratio, profitability ratio, and company activity ratio have a positive
effect on the company's financial distress.
Keywords:
liquidity, solvency, profitability, company activity, financial
stress
Pendahuluan
Penyebaran virus Covid-19 yang cepat dan
pemberlakuan beberapa kebijakan pemerintah di seluruh wilayah Indonesia
terutama di Jakarta, menjadi penyebab menurunnya tingkat perekonomian terutama
di bidang pariwisata. Menurut Badan Publikasi Statistik (BPS), nilai pariwisata
Indonesia di tahun 2020 sebesar Rp 754,59 triliun, namun di tahun 2019
mengalami penurunan sebesar 57.01%.�
Sektor perhotelan adalah salah satu sektor yang terimbas sangat parah.
Banyak pelaku bisnis dari mancanegara maupun dari wilayah lain di luar Jakarta
membatalkan rencana kedatangan ke Jakarta. Akibat dari pandemi ini, juga
menyebabkan perubahan kebiasaan, gaya hidup dan tatanan sosial masyarakat di
kota besar, khususnya Jakarta. Pada masa sebelum pandemi Covid-19, banyaknya
pelaku bisnis yang melakukan kunjungan bisnis ke kota besar seperti Jakarta.
Namun sekarang pelaku bisnis kebanyakan melakukan temu bisnis dengan rekan
melalui online. Selain dapat menghemat biaya, juga dapat
mengefisiensikan waktu
(Jamaludin,
2017). Oleh karena hal
tersebut, membuat sektor perhotelan mengalami penurunan tingkat hunian yang
sangat drastis.
Adapun�
objek� penelitian� adalah perusahaan-perusahaan� jasa sub-sektor perhotelan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Periode 2017 � 2021. Perusahaan jasa sub-sektor perhotelan
merupakan� salah� satu�
dari� industri� jasa�
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Meningkatnya jumlah perusahaan
pada industri ini� dari tahun ke tahun,
menyebabkan terjadinya peningkatan
persaingan antar pelaku usaha (Latha, et al., 2016). Dalam
persaingan� di� industri�
ini,� perusahaan� dengan�
pendanaan� yang� kuat dapat�
menguasai� pangsa� pasar�
akan� dapat� mengurangi�
persaingan� antar� perusahaan, namun perusahaan-perusahaan yang
kalah bersaing dapat gulung�� tikar (Ganyam
& Ivungu, 2019). Berikut ini ditunjukkan data tingkat hunian
perhotelan dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.
Tabel 1
Persentasi Tingkat Hunian Menurut Jenis Hotel
2019-2021
Akhir Periode |
Persentasi Tingkat Hunian Kamar Hotel Menurut Jenis Hotel Bulan |
|||||
Hotel Berbintang |
Hotel Non Bintang |
|||||
2019 |
2020 |
2021 |
2019 |
2020 |
2021 |
|
Januari |
69.84 |
51.37 |
41.10 |
55.37 |
54.07 |
33.33 |
Februari |
63.37 |
54.28 |
41.50 |
77.43 |
51.00 |
36.94 |
Maret |
59.56 |
36.93 |
45.10 |
55.84 |
38.41 |
39.23 |
April |
58.92 |
19.84 |
46.60 |
69.52 |
27.75 |
34.58 |
Mei |
54.32 |
24.32 |
45.20 |
52.73 |
24.39 |
38.32 |
Juni |
50.51 |
26.47 |
51.90 |
66.76 |
25.63 |
39.06 |
Juli |
64.15 |
41.03 |
31.70 |
58.78 |
28.01 |
31.79 |
Agustus |
58.11 |
36.18 |
30.80 |
62.11 |
35.23 |
30.91 |
September |
58.97 |
38.96 |
42.60 |
56.55 |
30.30 |
33.32 |
Oktober |
62.67 |
44.33 |
50.60 |
56.83 |
31.44 |
36.90 |
November |
64.17 |
45.63 |
53.30 |
59.07 |
30.28 |
38.73 |
Desember |
61.59 |
45.40 |
58.80 |
57.92 |
31.24 |
41.34 |
Tahunan |
60.52 |
38.73 |
44.93 |
60.74 |
33.98 |
36.20 |
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2022
Tabel 1 menunjukan bahwa persentasi tingkat hunian untuk
hotel berbintang selama tahun 2019 perbulan nya tidak terlalu fluktuatif,
dengan angka rata-rata 1 tahun nya adalah sebesar 60,52%. Pada awal tahun 2020,
untuk bulan Januari dan Februari, tingkat hunian masih stabil, walaupun ada
penurunan sedikit dari tahun sebelumnya. Untuk bulan Maret hingga akhir tahun, tingkat hunian mengalami
penurunan yang drastis. Tahun 2020 ditutup dengan rata-rata tingkat hunian
sebesar 38.73%, dibanding dengan tahun sebelumnya. Sedangkan untuk di tahun
2021, dimana sudah banyak masyarakat yang menerima vaksin, sehingga menyebabkan tingkat hunian
mulai mengalami perbaikan. Hal ini juga mempengaruhi sektor perhotelan yang
juga mulai mengalami peningkatan dan di akhir tahun rata-rata tingkat hunian
sebesar 44.93%, meningkat 16% dari tahun 2020 tetapi masih mengalami penurunan
25.76% dibanding tahun 2019.
Hal yang sama berlaku juga untuk hotel non bintang.
Pada tahun 2019 rata-rata tingkat hunian sebesar 60.74%. Penurunan yang sangat
drastis pada tahun 2020 dengan rata-rata tingkat hunian sebesar hanya 33.98%, mengalami penurunan sebesar
44.06% dari tahun 2019. Namun untuk tahun 2021 mengalami peningkatan sebesar
6.53% dibanding dengan tahun 2020 tetapi masih mengalami penurunan sebesar 40.4%
terhadap tahun 2019.
Dari data tabel diatas, terlihat jelas bahwa masa pandemi Covid-19,
memberikan dampak yang sangat signifikan bagi industri perhotelan di wilayah
Jakarta. Hal tersebut menyebabkan tingkat hunian baik pada hotel berbintang
maupun hotel non bintang menurun dengan sangat dratis. Dengan penurunan drastis
tersebut, banyak hotel yang mengalami kerugian yang sangat besar. Pada 2 atau 3
bulan pertama pandemi Covid-19, banyak hotel yang mengalami penutupan total
atau tidak beroperasi sama sekali. Kebijakan pemerintah untuk lockdown
dan menjalankan kebijakan PPKM, menyebabkan tidak adanya tamu yang menginap.
Hal tersebut menyebabkan banyaknya manajemen hotel memutuskan bahwa penutupan
hotel sementara menjadi keputusan terbaik untuk saat itu.
Ketidakstabilan perekonomian di Indonesia,
khususnya Jakarta dalam 2 tahun terakir ini, selama masa pandemi Covid-19
menjadi salah satu penyebab tingginya risiko pada perusahaan dalam mengalami
kesulitan keuangan bahkan tidak banyak dari perusahaan tersebut mengalami
kepailitan (Financial distress) (Hirawati, 2018). Objek penelitian ini adalah financial
distress yang fokus penelitiannya dilakukan pada subsektor perusahaan
perhotelan. Penelitian ini dilakukan pada subsektor jasa perhotelan karena
sektor ini merupakan sektor perusahaan yang paling sensitif dan paling banyak
menerima dampak apabila terjadi krisis pariwisata seperti adanya fenomena
Pandemi Covid tahun 2019 silam (Munaf,
et al., 2019). Hal tersebut menyebabkan sektor
perhotelan paling rawan akan terjadinya kebangkrutan
atau mengalami ��akibat tidak stabilnya pariwisata di
Indonesia. Pernyataan ini diperkuat oleh data financial distress mengacu
pada nilai Altman Z Score pada perusahaan jasa perhotelan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia selama tahun 2017-2021 seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Rata-Rata Financial distress Perusahaan Jasa
Perhotelan Tahun 2017-2021
Sumber: Bursa Efek Indonesia, 2022
Gambar 1
menunjukkan rata-rata financial distress pada perusahaan jasa perhotelan
mengalami fluktuasi selama 5 tahun terakhir. Data menunjukkan nilai Z Score mulai mengalami penurunan sejak tahun 2019 hingga
2020. Hal ini disebabkan karena adanya fenomena financial distress
sehingga rasio keuangan perusahaan perhotelan cenderung mengalami penurunan dan
rawan mengalami financial distress (Mishra & Biswal,
2014).
Salah satu aspek pentingnya analisis laporan
keuangan dari sebuah perusahaan adalah kegunaannya untuk meramal kelangsungan
hidup (kontinuitas) perusahaan (Quadir,
2012). Gambaran
kelangsungan hidup perusahaan sangat penting bagi manajemen dan pemilik
perusahaan agar mampu memprediksi kemungkinan adanya potensi kebangkrutan.
Model analisis yang sering digunakan dalam analisis laporan keuangan adalah
dalam bentuk rasio-rasio keuangan (Widyastuti
& Riyanto, 2018). Adapun data rasio keuangan pada
perusahaan sektor perhotelan di Bursa Efek Indonesia Tahun 2017-2021 dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Rata-rata Nilai Rasio Keuangan Perusahaan Perhotelan Tahun
2017-2021
Sumber: Bursa Efek Indonesia, 2022
Data pada
Gambar 2 menunjukkan bahwa keempat rasio keuangan yang terdiri dari rasio likuiditas,
rasio solvabilitas, rasio rentabilitas, dan rasio aktivitas� selama 5 tahun periode
penelitian mengalami fluktuasi yang berbeda-beda. Berdasarkan
penilaian di atas,
maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh rasio likuiditas,
rasio solvabilitas, rasio profitabilitas dan rasio aktivitas secara simultan
dan parsial terhadap prediksi terjadinya financial distress (Oshaibat, 2016).
Dilema keuangan
ini diawali dengan tekanan likuiditas yang terus meningkat dan kemudian
berlanjut dengan penurunan aset hingga tidak mampu lagi memenuhi berbagai
kewajiban keuangan (Edison,
et al., 2012). memaparkan adanya banyak definisi
terkait kesulitan keuangan, diantaranya yakni Economic Failure, Business
Failure, Technical Insolvency, Legal Bankrupty, Insolvency in Bankruptcy.
Fred Weston dalam buku Kasmir
(2017) menyatakan yakni Rasio likuiditas
adalah angka kunci guna menjelaskan kemampuan dari sebuah perusahaan guna
melaksanakan kewajiban yang berada pada jangka pendek (hutang).
Pada penelitian
yang dilakukan, likuiditas dianalisis dengan menggunakan current key figure (Olweny & Omondi,
2011). Rasio arus normal bagus, yang berarti perusahaan memiliki uang tunai
dua kali lipat dari kewajiban lancarnya. Adapun jenis dari rasio likuiditas
yakni Current Ratio, Quick Ratio (Rasio Cepat). Kasmir
(2017) memberikan pernyataan yakni rasio yang
dipergunakan guna melakukan pengukuran aktiva� perusahaan� mampu dibiayai oleh utang. Kebijakan leverage
diukur dengan rasio leverage, Metrik Debt to Equity Ratio (DER) ini
mengukur rasio total utang pada ekuitas. Rasio Solvabilitas anatara lain Rasio Debt
to Aset Ratio (DAR) ini dipergunakan guna melakukan pengukuran antara total
hutang dengan total aset. Long-term Debt to Equity Ratio (LDER) Rasio
utang pada ekuitas dalam jangka panjang yakni rasio yang melakukan pengukuran
pada rasio utang jangka panjang terhadap ekuitas (Soudani,
2012). Kasmir
(2017) memaparkan terkait profitabilitas
yakni rasio yang dipergunakan untuk melakukan penilaian kemampuan perusahaan
untuk mencari keuntungan. Rasio profitabilitas secara umum bisa jabarkan empat,
yaitu: Return On Aset (ROA), Net Profit Margin (NPM),
Return on Equity Ratio (ROE), Gross Profit Margin (GPM). Menurut Kasmir
(2017) rasio aktivitas yakni metrik yang
untuk melakukan pengukuran efisiensi perusahaan pada pemberdayaan asset. Hasil
pengukuran dengan performance metrik menunjukkan apakah perusahaan mengelola
asetnya secara lebih efektif dan efisien atau justru sebaliknya. Rasio
aktivitas terbagi menjadi beberapa jenis dengan pengertian sebagai berikut : Inventory Turn Over (Perputaran
Persediaan), Total Assets Turn Over, Working Capital Turn Over.
Menurut Kasmir
(2017) rasio likuiditas yakni sejauh mana
aset lancar mampu menutup kewajiban lancar. Dengan demikian, semakin likuid
perusahaan, semakin kecil kemungkinan perusahaan akan
dapat memenuhi kewajibannya ketika datang dan mengalami kesulitan keuangan.
Likuiditas memberikan kemampuan perusahaan untuk melakukan pembayaran kewajiban
keuangan dalam jangka pendek tepat waktu Carolina, et al., (2017). Hipotesis pertama yang dikembangkan
berdasarkan dari uraian yang telah dijelaskan yakni sebagai berikut:
H1: Rasio likuiditas memiliki pengaruh
terhadap kondisi financial distress
Menurut Sudaryanti
& Dinar (2019) tingkat leverage mengacu pada sumber
aset tetap dan pembiayaan yang digunakan oleh perusahaan, yang konsekuensinya
adalah biaya atau pengeluaran tetap yang dikeluarkan oleh perusahaan karena
penggunaan ini. Semakin tinggi rasio utang, semakin tinggi utang perusahaan.
Besarnya komitmen perusahaan ini meningkatkan kemungkinan bahwa perusahaan akan menghadapi kesulitan keuangan. Menurut Carolina, et al., (2017) menyatakan utang adalah
metrik yang melakukan pengukuran seberapa banyak perusahaan mengandalkan utang
sebagai modal untuk membiayai operasinya. Menggunakan hutang yang berlebihan
menyebabkan kebangkrutan karena hutang bisa membuat adanya bunga yang harus
dibayar perusahaan. Hipotesis kedua yang dikembangkan berdasarkan uraian yang
telah dijelaskan yakni sebagai berikut:
H2: Rasio solvabilitas memiliki
pengaruh terhadap kondisi financial distress
Menurut Kasmir
(2017) dalam Sudaryanti
& Dinar (2019) rasio profitabilitas yakni metrik yang
dipergunakan mengukur profitabilitas bisnis. Laba yang tinggi menggambarkan
perusahaan tidak menghadapi kesulitan keuangan. Dalam penelitian ini laba atas
investasi atau Return On Asset (ROA) digunakan untuk melakukan
pengukuran tingkatan pendapatan perusahaan (Sumaryati,
et al., 2020). Laba yang tinggi dari perusahaan
menunjukkan bahwa pengembalian modal yang ditanamkan sangat baik. Makin
tingginya keuntungan yang didapat perusahaan maka hasil keuangan perusahaan
semakin dapat dikenali artinya semakin jauh perusahaan tersebut dari financial distress� (Rani,
2017). Hipotesis ketiga yang dikembangkan berdasarkan uraian yang telah
dijelaskan yakni sebagai berikut:
H3: rasio profitabilitas memiliki
pengaruh terhadap kondisi financial distress�
Indeks kinerja
adalah metrik yang menggambarkan ukuran di mana organisasi mengerahkan sumber
dayanya untuk mendukung operasi bisnis, memaksimalkan pemanfaatan operasi
tersebut untuk mencapai hasil maksimal (Fahmi,
2017). Harahap
(2018) memaparkan Rasio aktivitas
menggambarkan aktivitas perusahaan dalam penjualan, pembelian, dan aktivitas
lainnya. Hipotesis keempat yang dikembangkan dari penjelasan diatas yakni
sebagai berikut:
H4: rasio aktivitas memiliki pengaruh
terhadap kondisi financial distress
Terdapat
berbagai macam penelitian terdahulu yang menjelaskan variabel rasio keuangan
secara simultan maupun parsial mempengaruhi financial distress, seperti
penelitian (Kusmawati
et al., 2022), (Saraswati
& Njotoprajitno, 2022), (Putri
& Hendayana, 2022), (Nurcahyani
& Situngkir, 2021), (Dewi et
al., 2021) dan (Ratnasari
et al., 2021) yang menyatakan bahwa secara simultan rasio likuiditas,
rasio solvabilitas, rasio rentabilitas, rasio aktivitas perusahaan berpengaruh
positif terhadap financial distress perusahaan.
H5:� Rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio
rentabilitas, dan rasio aktivitas secara simultan berpengaruh terhadap financial
distress.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan pada perusahaan yang listing di Bursa Efek
Indonesia dengan perusahaan jasa sub-sektor perhotelan dengan menggunakan data time
series selama lima tahun yaitu tahun 2017-2021.
Penelitian menggunakan data sekunder pada annual report masing-masing
perusahaan selama beberapa tahun berturut-turut. Penelitian ini menggunakan
Model Altman Z-Score dengan menggunakan data perusahaan jasa sub-sektor
perhotelan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Terdapat 30 perusahaan jasa
sub-sektor perhotelan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2022 saat dilakukan
penelitian. Teknik pengambilan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu purposive
sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor perhotelan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2017-2021. Dalam
penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah perusahaan atau institusi.
Dalam hal ini perusahaan yang diteliti adalah perusahaan jasa sub-sektor
perhotelan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2017 � 2021. Adapun
unit observasinya adalah laporan keuangan tahunan yang terdiri dari laporan
posisi keuangan konsolidasian, laporan laba rugi komprehensif, dan laporan arus
kas. Pengujian dalam penelitian ini dengan menggunakan regresi yang dianalisis
dengan Eviews 12 dimana hasil data diambil dari keempat rasio keuangan
masing-masing perusahaan sub-sektor yang bergerak di bidang perhotelan menurut
Bursa Efek Indonesia periode tahun 2017-2022. Data dari rasio tersebut diolah
untuk mengetahui kekuatan prediksi rasio keuangan dan rasio-rasio keuangan
tersebut, mana yang paling dominan dalam menentukan apakah suatu perusahaan akan mengalami financial distress atau tidak. Selain
itu� metode analisis� data�
yang digunakan terdiri dari statistik deskriptif , Analisis regresi
data panel, uji asumsi klasik, Koefisien
Determinasi, Uji Kelayakan Model, dan Uji Hipotesis.
�
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan kriteria pemilihan
sampel tersebut terdapat 12 perusahaan perhotelan yang tidak menerbitkan
laporan keuangan secara berturut-turut selama periode 2017-2021 yakni terdiri
dari perusahaan perhotelan dengan kode HOME, HOTL, AKKU, EAST, ESTA, DFITT,
MABA, MAMIP, NATO, NUSA, PLAN, dan UANG. Berdasarkan seleksi sampel tersebut,
maka perusahaan yang terpilih dijadikan sampel adalah sebanyak 18 perusahaan,
dengan 5 tahun pengamatan penelitian, maka diperoleh total sampel selama lima
tahun penelitian sebanyak 90 data observasi
dan dapat di jelaskan statistik deskriptifnya sebagai berikut:
Tabel
2
Hasil
Uji Statistik Deskriptif
|
Mean |
Median |
Maximum |
Minimum |
Std.
Dev |
FD |
20,01855 |
14,17102 |
134,6511 |
-128,0814 |
28,89218 |
CR |
2,684246 |
1,678205 |
16,20494 |
0,033710 |
3,268505 |
DER |
0,727367 |
0,386165 |
38,50427 |
-39,92761 |
6,119868 |
ROA |
-0,015409 |
-0,01061 |
0,094440 |
-0,24631 |
0,051301 |
TATO |
0,135429 |
0,105740 |
0,477420 |
0,000580 |
0,118362 |
Sumber: Data Diolah, 2023
Financial distress dalam penelitian ini
menggunakan proksi Model Altman Modifikasi. Nilai minimum financial distress adalah sebesar -128,081. Nilai ini
kurang dari 1,1 maka termasuk perusahaan yang
bangkrut. Hal ini terjadi pada perusahaan CLAY selama periode 2017. Nilai
maksimum financial distress adalah
sebesar 134,65. Nilai ini lebih dari 2,6 maka perusahaan termasuk dalam area tidak bangrut
(sehat). Hal ini terjadi pada perusahaan DFAM selama periode 2017. Financial
distress memiliki nilai rata-rata
sebesar 20,01, dengan nilai standar deviasi sebesar
28,89. Ini berarti bahwa terjadi perbedaan nilai Financial distress yang diteliti terhadap nilai
rata-ratanya sebesar 28,89. Nilai deviasi standar financial
distress lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai rata-rata, artinya financial distress perhotelan
selama periode 2017-2021 tidak merata atau perbedaan data satu dengan data yang
lainnya tergolong tinggi.
Rasio likuiditas dalam penelitian ini menggunakan
proksi current ratio yakni perbandingan aktiva lancar dengan utang
lancar. Nilai minimum rasio likuiditas adalah
sebesar 0,034. Hal ini berarti likuiditas terendah pada perusahaan sektor
perhotelan adalah sebesar 0,033 yaitu yang terjadi pada perusahaan IKAI selama periode 2017. Nilai
maksimum rasio likuiditas adalah
sebesar 16,204. Hal ini berarti likuiditas
tertinggi pada perusahaan sektor perhotelan adalah sebesar 16,204 yaitu yang terjadi pada perusahaan MINA selama periode 2019. Rasio
likuiditas memiliki nilai rata-rata sebesar
2,684, dengan nilai standar deviasi sebesar 3,268. Ini berarti bahwa terjadi
perbedaan nilai Rasio likuiditas yang
diteliti terhadap nilai rata-ratanya
sebesar 3,268. Nilai deviasi standar Rasio
likuiditas lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata, artinya rasio
likuiditas perhotelan selama periode 2017-2021 tidak merata atau perbedaan
data satu dengan data yang lainnya tergolong tinggi.
Rasio solvabilitas dalam penelitian ini
menggunakan proksi debt to equity ratio
(DER) yakni perbandingan total hutang dengan modal sendiri. Nilai minimum rasio
solvabilitas adalah sebesar -39,927. Hal ini berarti solvabilitas terendah pada
perusahaan sektor perhotelan adalah sebesar -39,927 yaitu yang terjadi pada perusahaan CLAY selama periode 2017. Nilai
maksimum rasio solvabilitas adalah
sebesar 38,504. Hal ini berarti solvabilitas tertinggi pada perusahaan sektor
perhotelan adalah sebesar 38,504 yaitu yang terjadi pada perusahaan DFAM selama periode 2017. Rasio
solvabilitas memiliki nilai rata-rata
sebesar 0,727, dengan nilai standar deviasi sebesar 6,119. Ini berarti bahwa
terjadi perbedaan nilai Rasio solvabilitas
yang diteliti terhadap nilai rata-ratanya sebesar 6,119. Nilai deviasi
standar Rasio solvabilitas lebih
tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata, artinya rasio solvabilitas perhotelan
selama periode 2017-2021 tidak merata atau perbedaan data satu dengan data yang
lainnya tergolong tinggi.
Rasio profitabilitas dalam penelitian ini
menggunakan proksi return on asset (ROA) yakni perbandingan earning
after tax (EAT) terhadap dengan utang lancar. Nilai minimum rasio
profitabilitas adalah sebesar -0,246.
Hal ini berarti profitabilitas terendah pada perusahaan sektor perhotelan
adalah sebesar -0,246 yaitu yang terjadi pada perusahaan IKAI selama periode 2017. Nilai
maksimum rasio profitabilitas adalah
sebesar 0,094. Hal ini berarti profitabilitas tertinggi pada perusahaan sektor
perhotelan adalah sebesar 0,094 yaitu yang terjadi pada perusahaan PNSE selama periode 2019. Rasio
profitabilitas memiliki nilai
rata-rata sebesar -0,0154, dengan nilai standar deviasi sebesar 0,051. Ini
berarti bahwa terjadi perbedaan nilai Rasio profitabilitas yang diteliti terhadap nilai rata-ratanya sebesar 0,051. Nilai
deviasi standar Rasio profitabilitas lebih
tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata, artinya rasio profitabilitas perhotelan
selama periode 2017-2021 tidak merata atau perbedaan data satu dengan data yang
lainnya tergolong tinggi.
Rasio aktivitas dalam penelitian ini menggunakan
proksi Total Assets Turn Over yakni perbandingan penjualan dengan total
aktiva. Nilai minimum rasio aktivitas adalah
sebesar 0,00058. Hal ini berarti aktivitas terendah pada perusahaan sektor
perhotelan adalah sebesar 0,00058 yaitu yang terjadi pada perusahaan IKAI selama periode 2017. Nilai
maksimum rasio aktivitas adalah
sebesar 0,4774. Hal ini berarti aktivitas tertinggi pada perusahaan sektor
perhotelan adalah sebesar 0,4774 yaitu yang terjadi pada perusahaan MINA selama periode 2019. Rasio
aktivitas memiliki nilai rata-rata
sebesar 0,1354, dengan nilai standar deviasi sebesar 0,1183. Ini berarti bahwa
terjadi perbedaan nilai Rasio aktivitas yang
diteliti terhadap nilai rata-ratanya sebesar 0,1183. Nilai deviasi standar
Rasio aktivitas lebih rendah
dibandingkan dengan nilai rata-rata, artinya rasio aktivitas perhotelan
selama periode 2017-2021 sudah merata atau perbedaan data satu dengan data
lainnya tidak tergolong tinggi.
Metode estimasi�
yang� digunakan� dalam�
hasil� pengolahan� data�
dengan regresi data panel adalah Common Effect Model (CEM).� Adapun hasil uji regresi data panel yang
diolah dengan bantuan software eviews
12 memperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel
3
Hasil
Analisis Regresi
Variable |
Coefficient |
Std.
Error |
t-Statistic |
Prob. |
C |
-9.17E-06 |
6.39E-06 |
-1.435425 |
0.1548 |
X1 |
6.560002 |
1.00E-06 |
6534910 |
0.0000 |
X2 |
3.259999 |
5.18E-07 |
6295176 |
0.0000 |
X3 |
6.719924 |
6.63E-05 |
101294.2 |
0.0000 |
X4 |
1.050022 |
2.85E-05 |
36878.85 |
0.0000 |
R Square |
1.00000 |
|
|
|
Adjusted R quared |
1.00000 |
|
|
|
F-Statistic |
2.12E+13 |
|
|
|
Prob (F-statistic) |
0.0000 |
|
|
|
Sumber:
Data Diolah, 2023
Berlandaskan hasil uji validasi
data panel dengan uji chow, uji hausman, dan uji Lаngrаnge multiplier maka model Common Effect Model (CEM) dalam
penelitian ini merupakan model yang terbaik untuk menjawab tujuan
penelitian, sehingga model persamaan regresi yang dapat dibuat sebagai berikut:
Y = 9,17000 + 6,560002 X1 + 3,259999 X2 + 6,719924 X3 + 1,050022 X4 �����(1)
Berdasarkan hasil analisis regresi dengan eviews pada Tabel 2 diperoleh nilai koefisien regresi positif pada
variabel current ratio sebesar
6.560002 dan nilai t hitung sebesar 6416076 dengan nilai signifikansi sebesar 0,0000 yakni kurang dari 0,05, sehingga
disimpulkan hipotesis diterima yakni variabel rasio likuiditas berpengaruh
terhadap kondisi financial distress.
Hal
ini berarti bahwa semakin tinggi rasio likuiditas maka semakin tinggi kemampuan
perusahan menutupi kewajiban jangka pendeknya, jadi semakin likuid suatu
perusahaan mengindikasikan perusahaan tersebut mampu membayar kewajiban yang
akan jatuh tempo dan pada akhirnya perusahaan akan semakin terhindar dari
kondisi financial distress. Hasil ini mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Rahayu et al., (2017) dan Carolina et al., (2017) yang menemukan bahwa terdapat
pengaruh rasio likuiditas terhadap kondisi financial distress
yaitu perusahaan yang mengalami tingkat likuiditas yang tinggi mengindikasikan
perusahaan memiliki sejumlah aset lancar yang siap untuk membayar utang jangka
pendeknya, sehingga perusahaan tersebut dapat terhindar dari kondisi financial
distress. Hasil ini selaras dengan penelitian Mutiara et al, (2022) dan Destiana et al, (2022) yang menemukan bahwa current
ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress. Penelitian
serupa oleh (Rahmawati et al, 2021) juga menemukan hasil bahwa financial ratio seperti
likuiditas bernilai positif terhadap financial distress. Sehingga mampu
mempertahankan kemampuannya dalam menghasilkan laba dan memiliki posisi aman
dengan tingkat kesulitan keuangan yang rendah.
Berdasarkan hasil analisis regresi dengan eviews pada Tabel 2 diperoleh nilai koefisien regresi positif pada
variabel DER sebesar 3,259999 dan nilai t hitung sebesar 6180702 dengan nilai signifikansi sebesar 0,0000 yakni kurang dari 0,05, sehingga
disimpulkan hipotesis diterima yakni variabel rasio solvabilitas berpengaruh
terhadap kondisi financial distress.
Hal
ini berarti bahwa semakin tinggi rasio solvabilitas maka semakin besar pula
kewajiban yang dimiliki perusahaan, sehingga besarnya kewajiban tetap tersebut
membawa pada besarnya kemungkinan perusahaan berada dalam kondisi financial
distress. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sudaryanti
& Dinar (2019) yang memaparkan bahwa rasio leverage
merujuk pada aktiva tetap dan sumber dana yang digunakan oleh perusahaan,
dengan konsekuensi berupa biaya tetap atau beban tetap yang harus dikeluarkan
perusahaan akibat penggunaan tersebut. Indikator untuk mengukur rasio leverage
adalah debt to equity ratio (DER). Semakin besar rasio leverage
maka semakin besar hutang yang dimiliki perusahaan yang menyebabkan kemungkinan perusahaan
mengalami financial distress akan semakin besar. Hasil ini selaras dengan penelitian Carolina et al., (2017) yang menyatakan bahwa leverage
yang tinggi berarti perusahaan tersebut lebih banyak menggunakan utang untuk
membiayai operasional perusahaan. Akibat dari penggunaan utang yang terlalu
besar adalah kebangkrutan, karena utang akan menimbulkan bunga yang harus
ditanggung perusahaan. Hal ini akan mengakibatkan perusahaan cenderung akan
mengalami financial distress. Penelitian serupa oleh Mutiara et al, (2022) menyimpulkan bahwa debt to
equity ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial
distress. Hasil ini selaras dengan penelitian Maronrong et al., (2022) yang menemukan bahwa Leverage
berpengaruh positif signifikan terhadap financial distress, serta
sejalan dengan penelitian Destiana et al, (2022) yang menunjukkan bahwa leverage
(DER) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress.
Berdasarkan hasil analisis regresi dengan eviews pada Tabel 2 diperoleh nilai koefisien regresi positif pada
variabel ROA sebesar 6,719924 dan nilai t hitung sebesar 99452,25 dengan nilai signifikansi sebesar 0,0000 yakni kurang dari 0,05, sehingga
disimpulkan hipotesis diterima yakni variabel rasio profitabilitas berpengaruh
terhadap kondisi financial distress.
Hal
ini berarti bahwa semakin tinggi rasio profitabilitas maka menunjukkan kinerja
keuangan perusahaan yang semakin baik, sehingga perusahaan akan semakin
terhindar dari kondisi financial distress. Hasil ini mendukung
penelitian yang dilakukan oleh Sudaryanti
& Dinar (2019) yang menjelaskan bahwa
perusahaan dengan rasio profitabilitas yang tinggi berarti memiliki kemampuan
keuangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya. Jumlah laba yang
besar akan menunjukkan bahwa perusahaan tidak akan terkena kondisi financial
distress. Penelitian ini sejalan dengan temuan Mutiara et al, (2022) yang mengungkapkan hasil
bahwa return on assets berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial
distress. Angka rasio yang semakin tinggi menunjukkan semakin tinggi
pendapatan yang diperoleh perusahaan. Ketika pendapatan perusahaan yang
diperoleh mampu membiayai operasional perusahaan dan memenuhi kewajiban, maka
kemungkinan perusahaan mengalami kondisi financial distress. Hasil
penelitian ini mendukung hasil Azky et al, (2021) yang menunjukkan bahwa rasio
profitabilitas berpengaruh terhadap prediksi terjadinya financial distress.
Penelitian serupa oleh Rani (2017) juga menyatakan bahwa rasio
profitabilitas perusahaan yang tinggi menunjukkan bahwa pengembalian investasi
dari aset perusahaan sangat baik. Laba yang dihasilkan perusahaan cukup untuk
mendanai operasional perusahaan dan mampu mengembalikan investasi dari
investor. Hal ini juga menunjukkan bahwa kondisi keuangan perusahaan dalam
keadaan baik dan jauh dari kondisi financial ditress. Semakin
meningkatnya keuntungan yang dicapai perusahaan, maka akan menunjukkan kinerja
keuangan perushaaan semakin baik sehingga dengan begitu perusahaan akan semakin
jauh dari kondisi financial distress.
Berdasarkan hasil analisis regresi dengan eviews pada Tabel 2 diperoleh nilai koefisien regresi positif pada
variabel TATO sebesar 1,050022 dan nilai t hitung sebesar 36208,22 dengan nilai signifikansi sebesar 0,0000 yakni kurang dari 0,05, sehingga
disimpulkan hipotesis diterima yakni variabel rasio aktivitas berpengaruh
terhadap kondisi financial distress.
Hal
ini berarti bahwa semakin tinggi rasio aktivitas maka menunjukkan aktivitas
penjualan perusahaan yang semakin baik, sehingga perusahaan akan semakin
terhindar dari kondisi financial distress. Hasil ini mendukung
penelitian yang dilakukan oleh Harahap (2018) yang menjelaskan rasio
aktivitas menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan
operasionalnya baik dalam kegiatan penjualan, pembelian dan kegiatan lainnya.
Semakin efektif dalam memanfaatkan dana semakin cepat perputaran dana tersebut,
karena rasio aktivitas umumnya diukur dari pereputaran masing-masing elemen
aset (Hutahayan, 2020). Hasil penelitian ini
mendukung temuan penelitian (Kartika et al., 2020) dan (Novelieta, 2018) yang menemukan hasil bahwa
ada pengaruh yang signifikan dari variabel rasio aktivitas yang diukur dengan
proksi Total asset turn over (TATO) terhadap financial distres, yang
mengindikasikan bahwa semakin baik rasio aktivitas dan profitabilitas maka
semakin terhindar perusahaan dari kesulitas keuangan (financial distress).
Berdasarkan hasil analisis regresi dengan eviews pada Tabel 2 diperoleh nilai uji F sebesar sebesar 2,12 dan nilai signifikansi uji F sebesar 0,0000 yakni kurang dari 0,05, sehingga
disimpulkan hipotesis diterima yakni variabel rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio profitabilitas dan rasio aktivitas secara simultan berpengaruh
terhadap kondisi financial distress.
Hal
ini berarti bahwa semakin tinggi rasio likuiditas maka semakin tinggi kemampuan
perusahan menutupi kewajiban jangka pendeknya, jadi semakin likuid suatu
perusahaan mengindikasikan perusahaan tersebut mampu membayar kewajiban yang
akan jatuh tempo dan pada akhirnya perusahaan akan semakin terhindar dari
kondisi financial distress, selanjutnya semakin tinggi rasio
solvabilitas maka semakin besar pula kewajiban yang dimiliki perusahaan,
sehingga besarnya kewajiban tetap tersebut membawa pada besarnya kemungkinan
perusahaan berada dalam kondisi financial distress
(Ismail, 2007). Kemudian semakin tinggi
rasio profitabilitas maka menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang semakin
baik, sehingga perusahaan akan semakin terhindar dari kondisi financial
distress, lalu semakin tinggi rasio aktivitas maka menunjukkan aktivitas
penjualan perusahaan yang semakin baik, sehingga perusahaan akan semakin
terhindar dari kondisi financial distress (Purnamasari & Hermanto, 2016). Hasil ini mendukung
penelitian yang dilakukan oleh (Kusmawati et al.,
2022) yang menjelaskan bahwa rasio
likuiditas, rasio sovabilitas, rasio rentabilitas, dan rasio aktivitas secara
simultan berpengaruh terhadap kondisi financial distress. Hasil
penelitian ini mendukung temuan penelitian (Saraswati &
Njotoprajitno, 2022), (Putri &
Hendayana, 2022), (Nurcahyani &
Situngkir, 2021), (Dewi et al., 2021) dan (Ratnasari et al.,
2021) yang menyatakan bahwa secara simultan rasio likuiditas, rasio
solvabilitas, rasio rentabilitas, rasio aktivitas perusahaan berpengaruh
positif terhadap financial distress perusahaan.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa secara simultan dan secara
parsial rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio
rentabilitas, rasio aktivitas perusahaan berpengaruh positif terhadap financial
distress perusahaan. Hal ini berarti semakin baik
kondisi keuangan perusahaan yang ditinjau dari rasio likuiditas, rasio
solvabilitas, rasio rentabilitas, dan rasio aktivitas maka akan berpengaruh
pada kondisi perusahaan yang semakin terhindar dari financial distress. Mengacu pada hasil analisis,
maka Bagi
Perusahaan sub sektor perhotelan yang terdaftar di BEI sebaiknya perusahaan
dapat mengoptimalkan perolehan penjualan dengan menggunakan aset yang dimiliki
perusahaan. Perusahaan dapat melakukan efisiensi beban operasional sehingga
perusahaan dapat memperoleh laba yang optimal, dengan perolehan laba yang
optimal diharapkan perusahaan dapat terhindar dari kondisi financial
distress. Perusahaan
sub sektor perhotelan yang terdaftar di BEI juga sebaiknya perusahaan harus
lebih berhati-hati mempertimbangkan kemampuan perusahaan dalam membayar hutang,
dengan menghindari utang yang berlebihan, serta perusahaan harus mempertahankan
pembayaran utang dan memperpanjang jatuh tempo pembayaran utang sehingga dengan
demikian perusahaan dapat menjaga kestabilan rasio leverage dan terhindar dari
kondisi hutang yang extreme memiliki resiko gagal bayar yang tinggi. Perusahaan
sub sektor perhotelan yang terdaftar di BEI kemudian dapat meningkatkan
perolehan laba sebelum pajak dengan melakukan efisiensi beban bunga. Efisiensi
beban bunga dapat dilakukan dengan menghindari hutang/pinjaman yang memiliki
bunga tinggi. Dengan adanya efisiensi beban bunga diharapkan laba sebelum
pajak perusahaan dapat menutupi beban bunga tersebut dan perusahaan terhindar
dari kondisi Financial distress.
Bagi para
investor yang sedang berinvestasi atau yang baru akan memulai investasinya pada
Perusahaan sub sektor perhotelan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia,
diharapkan lebih berhati-hati dalam pengambilan keputusan
investasi. Investor perlu mempertimbangkan Rasio Aktivitas dan Rasio Leverage
perusahaan agar tidak salah dalam menginvestasikan modalnya ke dalam perusahaan
yang berpotensi tidak menghasilkan laba yang optimal. Bagi peneliti selanjutnya
dan pengembangan ilmu akuntansi diharapkan dapat menambah atau menggunakan
variabel keuangan lain yang mampu memprediksi Financial distress dalam
penelitian ini yang dianggap dapat memberikan hasil penelitian yang lebih
akurat lagi, seperti rasio efisiensi, rasio arus kas, rasio pertumbuhan, rasio
pasar dan rasio keuangan lainnya serta faktor-faktor diluar rasio keuangan
seperti kondisi ekonomi (pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, inflasi dan
lain-lain). Selain itu, bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar data sampel
yang diambil bukan hanya dari perusahaan sub sektor perhotelan saja, tetapi
diperluas pada perusahaan sektor lain.
BIBLIOGRAFI
Azky,
S., Suryani, E., & Tara, N. A. A. (2021). Pengaruh rasio keuangan terhadap
financial distress pada perusahaan jasa sub sektor restoran, hotel &
pariwisata yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. JMM UNRAM, 10(4),
273�283. https://doi.org/10.29303/jmm.v10i4.691
Carolina, V., Marpaung, E. I., & Pratama, D. (2017).
Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress (Studi
Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Periode 2014-2015). Jurnal Akuntansi, 9(2).
https://doi.org/10.28932/jam.v9i2.481
Destiana, S., & Nuryasman, M. (2022). Analisis financial
distress pada masa pandemi. Jurnal Manajerial Dan Kewirausahaan, 04(04),
908�917.
Dewi, N. P. E. I., Endiana, I. D. M., & Kumalasari, P. D.
(2021). Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio Solvabilitas, Rasio Rentabilitas Dan
Rasio Aktivitas Terhadap Financial Distress. Jurnal KARMA (Karya Riset
Mahasiswa Akuntansi), 1(4), 1178�1187.
Edison, G., Manuere, F., Joseph, M., and Gutu, K. (2012).
Evaluation of Factors Influencing Adoption Of Accounting Information System By
Small To Medium Enterprises In Chinhoyi. Journal of Contemporary Research in
Bussiness, 4(6), 1126�41.
Fahmi, I. (2017). Analisis Laporan Keuangan. CV.
Alfabeta.
Ganyam, A. I., & Ivungu, J. A. (2019). Effect of
accounting information System on financial performance of firms: A review of
literature. Journal of Business and Management, 21(5), 39�49.
https://doi.org/10.9790/487X-2105073949
Harahap, S. S. (2018a). Analisis kritis atas laporan
keuangan (12th ed.). Rajawali Pers.
Harahap, S. S. (2018b). Analisis kritis atas laporan
keuangan Cetakan ke-12. Rajawali Pers.
Hirawati, H. (2018). Analisis prediksi financial distress
berdasarkan model altman dan grover pada perusahaan manufacktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia. Riset Ekonomi Manajemen, 2(1), 1�10.
https://doi.org/10.31002/rn.v2i1.966
Hutahayan, B. (2020). The mediating role of human capital and
management accounting information system in the relationship between innovation
strategy and internal process performance and the impact on corporate financial
performance. Benchmarking: An International Journal, 27(4),
1289�1318. https://doi.org/10.1108/BIJ-02-2018-0034
Ismail, N. A,� and K.
M. (2007). Factors Influencing The Alignment of Accounting Information Systems
in Small and Medium Sized Malaysian Manufacturing Firms. Journal of
Information Systems and Small Business, 1(1), 1�20.
Jamaludin, N. e. (2017). Macroeconomic Variables and Stock
Market Returns: Panel Analysis from Selected ASEAN Countries. Journal of
Economics and Financial International, 7(1), 37�45.
Kartika, A., Abdul Rozak, H., Nurhayat, I., & Daniel
Bagana, B. (2020). Rasio Keuangan Sebagai Prediksi Financial Distress. Prosiding
Sendi, 1(1), 675�681.
Kasmir. (2017). Analisis Laporan Keuangan (10th ed.).
PT. RajaGrafindo Persada.
Kusmawati, K. E., Sukadana, I. W., & Suarjana, I. W.
(2022). Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio Solvabilitas, Rasio Rentabilitas Rasio
Aktivitas Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2018 � 2020. Jurnal
Emas, 3(4), 98�112.
Latha, K., Gupta, S., & Ghos, R. (2016). Interest Rate
Sensitivity of Stock Returns: A Case Study of Textile Sector in India. Asian
Journal of Multidisciplinary Studies, 4(4), 56�6.
Maronrong, R., Suriawinata, I. S., & Septiliana. (2022).
Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Operating Capacity dan Corporate Governance
terhadap Financial Distress Perusahaan Ritel di BEI Tahun 2011-2017. Jurnal
Akuntansi Dan Manajemen, 19(02), 91�103.
https://doi.org/10.36406/jam.v19i02.743
Mishra, V., & Biswal, P. . (2014). Impact of Interest
Rate on Stock Market. IUP Journal of Applied Finance, 20(3),
57�67.
Munaf, M. B., Faris, M. F., & Akbay, C. (2019). Factors
Affecting of Using Accounting Information System (AIS) on the Firm�s Productivity:
A Case Study Erbil, Iraq. International Journal of Business and Social
Science, 10(11), 25�29. https://doi.org/10.30845/ijbss.v10n11a4%0A
Mutiara, T., & Septyanto, D. (2022). Analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat financial distress sebelum dan selama
pandemi covid-19. Jurnal Bisnis Dan Manajemen, 18(2), 69�87.
Novelieta, C. (2018). Pengaruh Rasio Aktivitas dan Rasio
Leverage Terhadap Financial Distress (Studi Kasus pada Perusahaan Sub Sektor
Tekstil dan Garment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2015). Jurnal
Riset Akuntansi, 10(2), 1�20.
https://doi.org/10.34010/jra.v10i2.1180
Nurcahyani, R. D., & Situngkir, T. L. (2021). Dampak
Rasio Likuiditas, Solvabilitas dan Profitabilitas terhadap Potensi Kebangkrutan
Perusahaan. Jurnal Manajemen Universitas Singaperbangsa Karawang, 13(2),
324�331.
Olweny, T., & Omondi, K. (2011). The Effect of
Macro-Economic Factors On Stock Return Volatility In The Nairobi Stock
Exchange, Kenya. Economics and Finance Review, 1(10), 34�48.
Oshaibat, A. S. (2016). The Relationship Between Stock
Returns And Each Of Inflation, Interest Rates, Share Liquidity And Remittances
Of Workers In The Amman Stock Exchange. Journal of Internet Banking and
Commerce, 21(1), 2�18.
Purnamasari, A., & Hermanto, B. (2016). Inflation,
Interest Rate, and Their Impact on Stock Return: Evidence from Indonesia Stock
Exchange. International Journal of Economics and Financial Issues, 6(57),
28�3.
Putri, R. A., & Hendayana, Y. (2022). Pengaruh Rasio
Profitabilitas dan Rasio Likuiditas Terhadap Financial Distress. Prosiding
FRIMA (Festival Riset Ilmiah Manajemen Dan Akuntansi), 4(3), 36�48.
https://doi.org/10.55916/frima.v0i3.278
Quadir, M. M. (2012). The Effect of Macroeconomic Variables
On Stock Returns On Dhaka Stock Exchange. International Journal of Economics
and Financial, 2(4), 480�487.
Rahayu, W. P., & Sopian, D. (2017). Pengaruh rasio
keuangan dan ukuran perusahaan terhadap financial distress (studi empiris pada
perusahaan food and beverage di Bursa Efek Indonesia). Competitive Jurnal
Akuntansi Dan Keuangan, 1(2).
Rahmawati, F., & Prihastiwi, D. A. (2021). Analisis
financial ratio dan financial distress pada perusahaan pariwisata, hotel,
restoran, dan konstruksi bangunan dimasa pandemi covid-19. Jurnal Edukasi
(Ekonomi, Pendidikan Dan Akuntansi), 9(2), 147�160.
Rani, D. R. (2017). Pengaruh likuiditas, leverage,
profitabilitas, agency cost dan sales growth terhadap kemungkinan terjadinya
financial distress (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2012-2015). JOM Fekon, 4(1),
3661�3675.
Ratnasari, Hardiyanto, A., & Lestari, R. (2021). Pengaruh
Rasio Likuiditas, Solvabilitas, Profitabilitas Dan Aktivitas Terhadap Financial
Distress Pada Perusahaan Sektor Pertambangan Yang Terdaftar Di Bei Periode
2013-2017. Jurnal Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pakuan, 2(8),
1�12.
Saraswati, C., & Njotoprajitno, R. S. (2022). Pengaruh
Rasio Keuangan Terhadap Financial Distress Perusahaan Food & Beverage. Jurnal
Ilmiah Fakultas Ekonomi Universitas Flores, 12(2), 164�175. https://doi.org/10.37478/als.v12i2.1918
Soudani, S. N. (2012). The Usefulness of an Accounting
Information System for Effective Organizational Performance. Journal of
Economics and Finance, 4(5), 136�145.
Sudaryanti, D., & Dinar, A. (2019). Analisis prediksi
kondisi financial distress menggunakan rasio likuiditas, profitabilitas,
financial leverage dan arus kas. Jurnal Ilmiah Bisnis Dan Ekonomi Asia, 13(2).
Sumaryati, A., Novitasari, E. P., & Machmuddah, Z.
(2020). Accounting Information System, Internal Control System, Human Resource
Competency and Quality of Local Government Financial Statements in Indonesia. The
Journal of Asian Finance, Economics and Business, 7(10), 795�802.
https://doi.org/10.13106/jafeb.2020.vol7.n10.795
Widyastuti, T., & Riyanto, B. (2018). The Effect of
Inflation on Stock Returns: Evidence from Indonesia Stock Exchange. International
Journal of Economics, Commerce and Management, 6(10), 51�61.
Copyright holder: Margaretha
Santoso, Reikman Aritonang (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |