Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 12, Desember 2023
PEMENUHAN HAK TAHANAN ANAK DI RUTAN KELAS I DEPOK
Albani Faishal Akbar, Hery Firmansyah
Fakultas Hukum, Universitas Tarumanagara, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui bagaimana pemenuhan hak anak dalam
rutan khususnya Rutan Kelas I Depok. Jenis penelitian
dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris. Berdasarkan hasil
pencarian data, wawancara dan analisis dari penulis tentang pemenuhan hak anak
di Rutan Kelas I Depok dapat disimpulkan bahwa dalam rangka memenuhi hak dan
membina tahanan anak di Rutan Kelas I Depok, hak � hak para tahanan anak belum
sepenuhnya terpenuhi. Melihat dari segi fasilitas pendidikan, kesehatan, dan
juga kegiatan yang di berikan untuk para tahanan anak di Rutan Kelas I Depok
masih sangat jauh dari kata sempurna. Terlalu banyaknya jumlah warga binaan
yang ada di dalam Rutan Kelas I Depok dan tidak sebandingnya jumlah staf yang
bekerja di Rutan Kelas I Depok menjadi kendala bagi pihak Rutan Kelas I Depok
dalam mengawasi dan membina para tahanan anak. Belum ada nya Lembaga Pembinaan
Khusus Anak di Depok juga membuat para tahanan anak terpaksa harus menjalani masa tahanan mereka bersama para tahanan dewasa.
Kata kunci: Tahanan, Anak, Pemenuhan, Hak.
Abstract
This research aims to find out how to provide children's rights in
detention centers, especially Depok Class I Detention Center. The type of
research in this research is empirical juridical research. Based on the results
of data searches, interviews and analysis from the author regarding including children's
rights in Depok Class I Detention Center, it can be concluded that in order to
fulfill the rights and develop child care providers in Depok Class I Detention
Center, the rights of child care providers have not been fully fulfilled.
Looking at the educational, health and activity facilities provided for child
detainees in Depok Class I Detention Center, it is still very far from perfect.
The large number of inmates in the Depok Class I Detention Center and the
disproportionate number of staff working in the Depok Class I Detention Center
is an obstacle for the Depok Class I Detention Center in supervising and
developing child care providers. There is no special children's development
institution in Depok, which means that child detainees are forced to serve
their prison terms with adult detainees.
Keywords: Prisoners Children,
Fulfillment, Rights
Pendahuluan ����������������������������������������������
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 64 Undang Undang No. 35 Tahun 2014, perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum adalah: a. Perlakuan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya; b) Pemisahan dari orang dewasa; c) Pemberian bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif; d) Pemberlakuan kegiatan rekreasional; e) Pembebasan dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi serta merendahkan derajat dan martabatnya; f) Penghindaran dari penjatuhan pidana mati dan/atau pidana seumur hidup; g) Penghindaran dari penangkapan, penahanan atau penjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu paling singkat; h) Pemberian keadilan dimuka pengadilan anak yang objektif, tidak memikat, dan dalam siding yang tertutup untuk umum; i) Penghindaran dari publikasi atas identitasnya; j) Pemberian pendampingan orang tua/wali dan orang yang dipercaya oleh anak; j) Pemberian advokasi social; k) Pemberian kehidupan pribadi; l) Pemberian aksesibilitas, terutama bagi anak penyandang disabilitas; m) Pemberian Pendidikan; n) Pemberian pelayanan Kesehatan; dan o) Pemberian hak lain sesuai dengan peraturan perundang undangan.
Dalam penelitian ini Penulis akan membahas beberapa hak tahanan anak yang berada di Rutan Kelas I Depok, antara lain yaitu: 1) Pemisahan dari orang dewasa; 2) Pemberian pendampingan orang tua/wali dan orang yang dipercaya oleh anak; 3) Pemberian Pendidikan; 4) Pemberian pelayanan Kesehatan.
Metode Penelitian
Dalam penelitian
ini, metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis
empiris. Penelitian yang dilakukan secara yuridis empiris merupakan suatu
pendekatan terhadap identifikasi hukum dan efektivitas hukum yang dilakukan
dengan cara penelitian dilapangan dengan melihat fakta fakta hukum yang
diperoleh melalui wawancara dengan aparat hukum yang terkait dengan
permasalahan yang dibahas. Dalam penelitian ini
peneliti berusaha mendeskripsikan mengenai bagaimana mekanisme pemenuhan
hak-hak anak di dalam Rutan Kelas I Depok dan apa saja hambatan yang ditemui
oleh rutan dalam memenuhi hak-hak anak yang menjadi pelaku tindak pidana.
Hasil dan Pembahasan
1. Perlindungan Hukum Terhadap Tahanan Anak
Penanganan
perkara pidana terhadap anak memiliki perbedaan dengan penanganan perkara
pidana terhadap orang dewasa. Penanganan perkara pidana terhadap anak diatur sendiri di dalam peraturan yang mengaturnya (Hapsari, Soponyono, &
Sularto, 2016). Ada beberapa ketentuan
yang mengatur terkait dengan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum, yaitu Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang Peradilan
Anak.
Kemudian Undang-Undang No.35 Tahun 2014
tentang Perubahan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1
Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, Peraturan Pemerintah (PP) No.65 Tahun
2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang belum berumur
12 tahun, Peraturan Mahkamah Agung No.4 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Diversi
dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dan Peraturan Jaksa Agung No.06/A J.A/04/2015
tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi.
Seluruh peraturan tersebut melalui proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan
dengan hukum mulai dari tahap penyelidikan hingga tahap pembimbingan
(Wahyudi, 2015). Dalam sistem peradilan pidana anak, yaitu anak yang
berkonflik dengan hukum yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18
tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Dalam hal tindak pidana yang
dilakukan oleh anak sebelum berumur 18 tahun, ia akan diajukan sidang ke
pengadilan setelah anak tersebut melampaui batas umur 18 tahun tetapi belum
mencapai umur 21 tahun, maka ia tetap diajukan ke sidang anak sesuai dengan Pasal
20 UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Dalam
memberikan perlindungan terhadap anak kita juga harus memperhatikan dan
berpatokan pada asas- asas
dan tujuan perlindungan anak (Simanjuntak, 2013). Dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
disebutkan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan
berlandaskan Undang- undang Dasar 1945 serta sesuai dengan prinsip dasar
Konvensi Hak- Hak Anak, meliputi:
a.
Non
diskriminasi, artinya bahwa dalam memberikan perlakuan terhadap anak tidak
boleh membeda- bedakan antara yang satu dengan yang lain, dengan alasan apapun
juga.
b.
Kepentingan
yang terbaik bagi anak, maksudnya bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut
anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif, dan badan
yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan
utama.
c.
Hak untuk
hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan. Dimana ketiga unsure ini adalah
hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara/
pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua.
d. Penghargaan terhadap pendapat anak, maksudnya ialah penghormatan
atas hak- hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam
pengambilan keputusan terutama jika menyangkut hal- hal yang mempengaruhi
kehidupannya.
Sedangkan
mengenai tujuan Perlindungan Anak dijelaskan dalam Pasal 3 Undang-Undang ini,
yang berbunyi �Perlindungan Anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak
anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,
berakhlak mulia, dan sejahtera.�
Pembinaan tahanan anak berdasarkan
sistem pemasyarakatan, yang di dalam pelaksanaannya berpedoman pada 10
(sepuluh) prinsip kemasyarakatan, sebagaimana yang disebutkan dalam BAB IV
Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.02 � PK. 04.10
Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan
Narapidana/Tahanan, yaitu:
a.
Ayomi dan
berikan bekal hidup agar mereka dapat menjelaskan peranannya sebagai warga
masyarakat yang baik dan berguna.
b.
Penjatuhan
pidana tidak lagi didasari oleh latar belakang pembalasan. Ini berarti tidak
boleh ada penyiksaan terhadap narapidana dan anak didik pada umumnya, baik yang
berupa tindakan, perlakuan, ucapan, cara perawatan ataupun penempatan (Amari,
2018). Satu-satunya derita yang dialami oleh narapidana dan anak didik
hanya dibatasi kemerdekaannya untuk leluasa bergerak di dalam masyarakat bebas.
c.
Berikan
bimbingan (bukan penyiksaan) supaya mereka bertobat. Berikan kepada mereka
pengertian mengenai norma-norma hidup dan kegiatan kegiatan sosial untuk
menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatannya.
d.
Negara tidak
berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelum
dijatuhi pidana. Salah satu cara diantaranya agar tidak mencampurbaurkan
narapidana dengan anak didik, yang melakukan tindak pidana berat dengan yang
ringan.
e.
Selama kehilangan
(dibatasi) kemerdekaan bergeraknya para narapidana dan anak didik tidak boleh
diasingkan dari masyarakat. Perlu ada kontrak dengan masyarakat yang terjelma
dengan bentuk kunjungan hiburan ke LPKA dan RUTAN oleh anggota-anggota
masyarakat bebas dan kesempatan yang lebih banyak untuk berkumpul bersama
sahabat dan keluarganya.
f.
Pekerjaan
yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekedar
sebagai waktu. Juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi keperluan
jawatan atau kepentingan negara kecuali pada waktu tertentu saja. Pekerjaan
yang terdapat di masyarakat, dan yang menunjang pembangunan, seperti
meningkatkan industri kecil dan produksi pangan.
g.
Pembinaan dan
bimbingan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik adalah berdasarkan
Pancasila. Hal ini berarti bahwa kepada mereka harus ditanamkan semangat
kekeluargaan dan toleransi disamping meningkatkan pemberian pendidikan rohani
kepada mereka disertai dorongan untuk menunaikan ibadah sesuai dengan
kepercayaan agama yang dianutnya.
h.
Narapidana
dan anak didik bagaikan orang sakit yang perlu diobati agar mereka sadar bahwa
pelanggaran hukum yang pernah dilakukannya adalah merusak dirinya, keluarganya
dan lingkungannya, kemudian dibina dan dibimbing ke jalan yang benar (Bahiej,
2017). Selain itu mereka harus diperlakukan sebagai manusia biasa yang
memiliki harga diri agar tumbuh kembali kepribadiannya yang percaya akan
kekuatan sendiri.
i.
Narapidana
dan anak didik hanya dijatuhi pidana berupa membatasi kemerdekaannya dalam
jangka waktu tertentu.
j.
Untuk
pembinaan dan bimbingan para narapidana dan anak didik, maka disediakan sarana
yang diperlukan.
Pada
prinsipnya perlakuan yang diperoleh para tahanan anak tidak boleh mempengaruhi
mental seperti menakut-nakuti,
mengancam apalgi melakukan tindakan kekerasan. Petugas juga dilarang keras melakukan
tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan kebencian atau menimbulkan keinginan
untuk balas dendam bagi anak-anak terhadap petugas.
Selain
itu, kesempatan untuk selalu bermain dan belajar
harus dikedepankan serta tingkat interaksi dengan lingkungan dan keluarga harus
lebih sering direncanakan. Pendidikan anak harus senantiasa tersedia hingga
kejenjang yang paling tinggi baik formal atau non-formal. Keterampilan atau pernjurusan
keterampilan harus disediakan sesuai dengan bakat dan minat
anak atau disesuaikan dengan kemajuan masyarakat.
Yang
menjadi jawaban apakah rutan berhasil atau
tidaknya dalam mendidik dan membina para tahanan anak adalah bagaimana
kehidupan mereka setelah keluar dan dilepas dari rutan itu sendiri. Apakah anak
didik mereka di dalam rutan bisa menjadi seseorang yang jauh lebih baik dari
sebelumnya dan bisa meninggalkan masa lalu nya yang buruk sampai pada akhirnya
memiliki masa depan yang cerah di kemudian hari adalah kunci utama berhasil
atau tidaknya usaha yang dilakukan pihak rutan. Namun sayangnya masih banyak
sekali anak dibawah umur yang tetap melakukan tindak pidana setelah mereka
bebas, hal tersebut jelas merupakan kegagalan dari rutan yang diberikan
tanggung jawab untuk membina tahanan anak tersebut.
Berdasarkan faktanya masih banyak hak tahanan
anak yang belum bisa dipenuhi oleh Rutan Kelas I
Depok. Contohnya seperti pemisahan dari tahanan dewasa, mendapatkan pendidikan
yang layak, dan mendapatkan pengawasan khusus. Rutan Kelas I Depok memang
memiliki sel khusus untuk mereka para tahanan anak, namun terkadang rutan
memiliki kendala sehingga terpaksa memindahkan tahanan anak ke dalam sel
tahanan dewasa untuk sementara waktu.
Pemisahan dari tahanan dewasa
pun harusnya tidak hanya berlaku untuk didalam sel saja. Akan menjadi sesuatu
yang percuma jika sel khusus sudah disediakan namun pada saat waktu keluar sel
ataupun melakukan kegiatan dan program yang diberikan oleh pihak rutan itu
sendiri para tahanan anak tetap membaur dengan para tahanan dewasa yang dimana
justru lebih sulit diawasi dan dijaga.
2. Kendala Rutan Kelas I Depok dalam Membina dan Mendidik
Tahanan Anak
Berdasarkan
hasil wawancara dengan pihak Rutan Kelas I Depok, kendala-kendala yang dialami
oleh Rutan Kelas I Depok dalam membina dan mendidik tahanan
anak dapat penulis uraikan sebagai berikut:
a. Terlalu banyaknya tahanan atau warga binaan di dalam
Rutan Kelas I Depok
Kepala seksi pelayanan tahanan Rutan Kelas I Depok
mengatakan bahwa Rutan Kelas I Depok mengalami over capacity, hal ini terjadi
karena tingginya tingkat kriminalitas yang terjadi di kota Depok itu sendiri.
Jauh nya perbandingan jumlah petugas rutan dan jumlah tahanan di dalam Rutan
menjadi salah satu kendala Rutan Kelas I Depok dalam menjaga dan mengawasi
tahanan anak. Hal ini juga membuat waktu kunjungan yang diberikan tidak bisa
terlalu lama karena banyaknya pengunjung yang dating setiap harinya akan membuat
terlalu ramainya pengunjung apabila terlalu lama waktu kunjungan yang diberikan.
b. Belum adanya Lembaga Pembinaan Khusus
Anak di kota Depok
Menurut kepala seksi pelayanan tahanan Rutan KelasI Depok,
tidak adanya lembaga khusus untuk mendidik dan membina anak yang melakukan
tindak pidana di Depok juga menjadi salah satu kendala mereka, karena apabila
tahanan anak berdomisili depok dan ditahan jauh dari tempat mereka tinggal hal
tersebut akan mempersulit keluarga mereka untuk mengunjungi mereka.
c. Kurangnya tenaga pendidik dan tenaga medis
Kurangnya tenaga pendidik dan tenaga medis di Rutan Kelas I
Depok juga merupakan kendala dalam mendidik dan menjaga tahanan anak. Menurut
kepala seksi pelayanan Rutan Kelas I Depok tidak ada nya guru dan kurangnya
tenaga medis di rutan memaksa mereka petugas rutan untuk menjadi tenaga medis
dan tenaga pendidik untuk para tahanan. Hal tersebut membuat pelayanan medis
dan pendidikan untuk para tahanan anak tidak maksimal, karena bukan keahlian mereka untuk melakukan
tugas tersebut.
d. Kurangnya Fasilitas Khusus Tahanan Anak
Fasilitas khusus yang diberika khusus untuk tahanan anak
adalah sel khusus. Tidak adanya gedung,
tempat ataupun fasilitas lainya membuat mereka para tahanan anak
terpaksa harus berbaur dan bertemu denga para tahanan dewasa
saat melakukan kegiatan diluar sel mereka.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pencarian data, wawancara dan analisis dari penulis tentang pemenuhan hak
anak di Rutan Kelas I Depok dapat disimpulkan bahwa dalam rangka memenuhi hak
dan membina tahanan anak di Rutan Kelas I Depok, hak � hak para tahanan anak
belum sepenuhnya terpenuhi. Melihat dari segi fasilitas pendidikan, kesehatan,
dan juga kegiatan yang di berikan untuk para tahanan anak di Rutan Kelas I
Depok masih sangat jauh dari kata sempurna.
Para
tahanan anak di dalam Rutan Kelas I Depok pada dasarnya memang diberikan
pendidikan, namun waktunya terlalu singkat apabila dibandingkan dengan waktu
pendidikan yang mereka dapatkan diluar rutan dan juga pendidik yang ditugaskan
untuk mendidik mereka bukan lah orang yang berkompeten dalam melakukanya,
melainkan staf dari Rutan Kelas I Depok. Hal tersebut tentu membuat motivasi
belajar mereka berkurang dan juga membuat pendidikan yang didapatkan oleh para
tahanan anak menjadi tidak maksimal.
Dalam
menjalani masa tahanan di dalam Rutan Kelas I Depok harusnya para tahanan anak
mendapat pengawasan lebih dari tahanan dewasa dan juga tentunya dipisahkan
dengan tahanan dewasa. Walaupun para tahanan anak diberikan sel khusus yang
berbeda dengan sel tahanan dewasa namun terdapat kondisi-kondisi tertentu yang
membuat para tahanan anak terpaksa berada bersama tahanan dewasa untuk
sementara. Dalam melakukan aktifitas diluar sel para tahanan anak juga di
bebaskan untuk bergaul dengan para tahanan dewasa.
Terlalu banyaknya jumlah warga binaan yang ada di dalam Rutan Kelas I Depok dan
tidak sebandingnya jumlah staf yang bekerja di Rutan Kelas I Depok menjadi
kendala bagi pihak Rutan Kelas I Depok dalam mengawasi dan membina para tahanan
anak. Belum ada nya Lembaga Pembinaan Khusus Anak di Depok juga membuat para
tahanan anak terpaksa harus menjalani masa tahanan mereka bersama para tahanan
dewasa.
BIBLIOGRAFI
Akbal, Muhammad. (2016). Pendidikan Kewarganegaraan
dalam pembangunan karakter bangsa. Gadjah Mada University Press Bekerjasama
Dengan LAN RI, 1(1), 485�493.
[Amari,
Soedjari. (2018). ANALISIS TERHADAP INTEGRASI NARAPIDANA DALAM MASYARAKAT
SETELAH BEBAS DARI RUMAH TAHANAN DESA KARANGLO KECAMATAN POLANHARJO KABUPATEN
KLATEN. Jurnal Hukum Dan Keadilan.
Bahiej,
Ahmad. (2017). Pembinaan bagi Anak Didik Pemasyarakatan Pelaku Kejahatan
Seksual di Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA) Kelas II A Kutoarjo Jawa Tengah. IN
RIGHT: Jurnal Agama Dan Hak Azazi Manusia, 6(2).
di
Indonesia, Peradilan Pidana Anak. (2009). pengembangan konsep diversi dan
Restorative Justice. Bandung: PT Refika Aditama.
Djamil,
Nasir. (2017). Anak Bukan untuk dihukum. Sinar Grafika.
Eko
Riyadi, S. H. (2019). Hukum Hak Asasi Manusia: perspektif internasional,
regional dan nasional. Rajawali Pers.
Handoko,
Achmad Try. (2016). Pemenuhan Hak dalam Mendapatkan Pendidikan Bagi Anak
yang Berhadapan Dengan Hukum di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Blora.
Hapsari,
Indira, Soponyono, Eko, & Sularto, R. B. (2016). Kebijakan Hukum Pidana
Dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Pelaku Anak. Diponegoro
Law Journal, 5(3), 1�14.
Nawawi,
Arief Barda. (1998). Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum
Pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Putra,
Ario. (2022). Interpretasi Hak Asasi Manusia Dalam Ideologi Pancasila Dan
Implikasinya Terhadap Persatuan Dan Kesatuan Di Indonesia. JURNAL HAM, 13.
https://doi.org/10.30641/ham.2022.13. 1-14
Simanjuntak,
Alden Juneidy. (2013). Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Menjalani Pidana
Penjara Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas Iib Pontianak. Jurnal Nestor
Magister Hukum, 2(3), 10540.
Suarlin,
Suarlin, & Fatmawati, Fatmawati. (2022). Demokrasi Dan Hak Asasi Manusia.
Penerbit Widina.
Suhartini,
Endeh. (2019). Hukum kesehatan bagi tahanan dan warga binaan pemasyarakatan
di Indonesia. PT. Rajagrafindo.
Triati,
Endah. (2018). Situasi Pemenuhan Hak Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum Di
Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Dewasa: Studi Kasus Di Sidoarjo Dan
Surabaya, Jawa Timur. Jurnal Transformasi Administrasi, 8(1),
76�95.
Wahyudi,
Dheny. (2015). Perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum melalui
pendekatan restorative justice. Jurnal Ilmu Hukum Jambi, 6(1),
43318.
Copyright holder: Albani Faishal
Akbar, Hery Firmansyah (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |