Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 12, Desember 2023

 

PEMENUHAN HAK TAHANAN ANAK DI RUTAN KELAS I DEPOK

 

Albani Faishal Akbar, Hery Firmansyah

Fakultas Hukum, Universitas Tarumanagara, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui bagaimana pemenuhan hak anak dalam rutan khususnya Rutan Kelas I Depok. Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris. Berdasarkan hasil pencarian data, wawancara dan analisis dari penulis tentang pemenuhan hak anak di Rutan Kelas I Depok dapat disimpulkan bahwa dalam rangka memenuhi hak dan membina tahanan anak di Rutan Kelas I Depok, hak � hak para tahanan anak belum sepenuhnya terpenuhi. Melihat dari segi fasilitas pendidikan, kesehatan, dan juga kegiatan yang di berikan untuk para tahanan anak di Rutan Kelas I Depok masih sangat jauh dari kata sempurna. Terlalu banyaknya jumlah warga binaan yang ada di dalam Rutan Kelas I Depok dan tidak sebandingnya jumlah staf yang bekerja di Rutan Kelas I Depok menjadi kendala bagi pihak Rutan Kelas I Depok dalam mengawasi dan membina para tahanan anak. Belum ada nya Lembaga Pembinaan Khusus Anak di Depok juga membuat para tahanan anak terpaksa harus menjalani masa tahanan mereka bersama para tahanan dewasa.

 

Kata kunci: Tahanan, Anak, Pemenuhan, Hak.

 

Abstract

This research aims to find out how to provide children's rights in detention centers, especially Depok Class I Detention Center. The type of research in this research is empirical juridical research. Based on the results of data searches, interviews and analysis from the author regarding including children's rights in Depok Class I Detention Center, it can be concluded that in order to fulfill the rights and develop child care providers in Depok Class I Detention Center, the rights of child care providers have not been fully fulfilled. Looking at the educational, health and activity facilities provided for child detainees in Depok Class I Detention Center, it is still very far from perfect. The large number of inmates in the Depok Class I Detention Center and the disproportionate number of staff working in the Depok Class I Detention Center is an obstacle for the Depok Class I Detention Center in supervising and developing child care providers. There is no special children's development institution in Depok, which means that child detainees are forced to serve their prison terms with adult detainees.

 

Keywords: Prisoners Children, Fulfillment, Rights

 

Pendahuluan ����������������������������������������������

Anak adalah masa depan maupun generasi penerus bangsa yang memiliki keterbatasan dalam memahami dan melindungi diri dari berbagai pengaruh sistem yang ada (di Indonesia, 2009). Di Indonesia hak asasi manusia sangatlah di junjung tinggi, dimana hak asasi anak termasuk di dalamnya dan ditandai dengan adanya jaminan perlindungan dan pemenuhan Hak Anak dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan beberapa peraturan perundang-undangan (Putra, 2022).

Salah satu hak penting yang harus di dapatkan oleh anak ialah mendapatkan perlindungan hukum, perlindungan hukum tersebut diberikan kepada anak yang mengalami perlakuan salah, eksploitasi, tindak kekerasan, anak yang didagangkan, penelantaran, rawan bencana serta anak yang berhadapan dengan hukum dan lain-lainnya (Suarlin & Fatmawati, 2022). Menurut Barda Nawawi Arief (1998), perlindungan hukum terhadap anak adalah upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak serta sebagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak.

Hadirnya Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak telah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya terhadap seorang anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik secara fisik maupun mental sehingga akan tercipta suatu generasi yang ideal, tapi pada kenyataanya pihak kepolisian masih mengalami hambatan dalam pemberian perlindungan hukum terhadap anak.

Ketika sianakmelakukan suatu tindak pidana, maka sebagai Negara hukum, Indonesia akan menindak lanjuti perbuatan anak tersebut melalui jalur hukum pula. Penyelesaian dengan jalur hukum tentulah akan sangat mengkhawatirkan baik bagi orang tua maupun bangsa Indonesia sendiri, karena anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan melanjutkan estafet kepemimpian bangsa ini (Eko Riyadi, 2019).

Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, maka perlu dilakukan upaya perlindungan serta mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi (Djamil, 2017).

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 64 Undang Undang No. 35 Tahun 2014, perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum adalah: a. Perlakuan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya; b) Pemisahan dari orang dewasa; c) Pemberian bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif; d) Pemberlakuan kegiatan rekreasional; e) Pembebasan dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi serta merendahkan derajat dan martabatnya; f) Penghindaran dari penjatuhan pidana mati dan/atau pidana seumur hidup; g) Penghindaran dari penangkapan, penahanan atau penjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu paling singkat; h) Pemberian keadilan dimuka pengadilan anak yang objektif, tidak memikat, dan dalam siding yang tertutup untuk umum; i) Penghindaran dari publikasi atas identitasnya; j) Pemberian pendampingan orang tua/wali dan orang yang dipercaya oleh anak; j) Pemberian advokasi social; k) Pemberian kehidupan pribadi; l) Pemberian aksesibilitas, terutama bagi anak penyandang disabilitas; m) Pemberian Pendidikan; n) Pemberian pelayanan Kesehatan; dan o) Pemberian hak lain sesuai dengan peraturan perundang undangan.

Dalam penelitian ini Penulis akan membahas beberapa hak tahanan anak yang berada di Rutan Kelas I Depok, antara lain yaitu: 1) Pemisahan dari orang dewasa; 2) Pemberian pendampingan orang tua/wali dan orang yang dipercaya oleh anak; 3) Pemberian Pendidikan; 4) Pemberian pelayanan Kesehatan.

Berdasarkan uraian diatas terdapat suatu kejanggalan pada Rutan Kelas I Depok. Yang pada kenyataanya di Rutan tersebut tahanan anak tidak mendapat hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan salah satunya ialah dipisahkan dengan sel orang dewasa. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap proses rehabilitasi anak, karena adanya potensi anak tersebut mendapat perlakuan buruk dari tahanan dewasa yang berada satu sel denganya.

Dengan tidak dipisahnya seorang anak dengan tahanan dewasa maka akan juga menimbulkan suatu kemungkinan untuk anak tersebut mendapatkan suatu diskriminasi atau penyiksaan dari para tahanan dewasa (Triati, 2018). Kesehatan mental dan masa depan tahanan anak tidak hanya akan rusak apabila mendapat diskriminasi dari para tahanan dewasa, tetapi akan lebih berbahaya apabila para tahanan dewasa mempengaruhi dan memberi tau cara-cara untuk berbuat kejahatan yang justru malah membuat anak tersebut menjadi pribadi yang buruk di masa depan kelak (Suhartini, 2019).

Pendidikan juga menjadi hal yang sangat penting bagi anak untuk membangun masa depan yang cerah (Akbal, 2016). Proses penyidikan yang tidak sebentar akan sangat merugikan bagi seorang anak apabila pada saat masa penahanan mereka tidak mendapatkan pendidikan yang layak (Handoko, 2016). Alih-alih untuk menjaga kesehatan mental dan pribadi seorang anak selama proses penyidikan akan tetapi malah justru seorang anak yang belum tentu bersalah justru rusak secara mental, pribadi dan juga tentu merusak masa depan nya.

Berdasarkan uraian-uraian di atas maka perlu dibuat suatu penelitian hukum agar dapat mengetahui bagaimana pemenuhan hak anak dalam rutan khususnya Rutan Kelas I Depok. Karena itu penulis tertarik untuk mengangkat judul �Pemenuhan Hak Tahanan Anak di Rutan Kelas I Depok�.

 

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis empiris. Penelitian yang dilakukan secara yuridis empiris merupakan suatu pendekatan terhadap identifikasi hukum dan efektivitas hukum yang dilakukan dengan cara penelitian dilapangan dengan melihat fakta fakta hukum yang diperoleh melalui wawancara dengan aparat hukum yang terkait dengan permasalahan yang dibahas. Dalam penelitian ini peneliti berusaha mendeskripsikan mengenai bagaimana mekanisme pemenuhan hak-hak anak di dalam Rutan Kelas I Depok dan apa saja hambatan yang ditemui oleh rutan dalam memenuhi hak-hak anak yang menjadi pelaku tindak pidana.

 

Hasil dan Pembahasan

1. Perlindungan Hukum Terhadap Tahanan Anak

Penanganan perkara pidana terhadap anak memiliki perbedaan dengan penanganan perkara pidana terhadap orang dewasa. Penanganan perkara pidana terhadap anak diatur sendiri di dalam peraturan yang mengaturnya (Hapsari, Soponyono, & Sularto, 2016). Ada beberapa ketentuan yang mengatur terkait dengan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum, yaitu Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak.

Kemudian Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, Peraturan Pemerintah (PP) No.65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang belum berumur 12 tahun, Peraturan Mahkamah Agung No.4 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dan Peraturan Jaksa Agung No.06/A J.A/04/2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi.

Seluruh peraturan tersebut melalui proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum mulai dari tahap penyelidikan hingga tahap pembimbingan (Wahyudi, 2015). Dalam sistem peradilan pidana anak, yaitu anak yang berkonflik dengan hukum yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Dalam hal tindak pidana yang dilakukan oleh anak sebelum berumur 18 tahun, ia akan diajukan sidang ke pengadilan setelah anak tersebut melampaui batas umur 18 tahun tetapi belum mencapai umur 21 tahun, maka ia tetap diajukan ke sidang anak sesuai dengan Pasal 20 UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Dalam memberikan perlindungan terhadap anak kita juga harus memperhatikan dan berpatokan pada asas- asas dan tujuan perlindungan anak (Simanjuntak, 2013). Dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 disebutkan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang- undang Dasar 1945 serta sesuai dengan prinsip dasar Konvensi Hak- Hak Anak, meliputi:

a.       Non diskriminasi, artinya bahwa dalam memberikan perlakuan terhadap anak tidak boleh membeda- bedakan antara yang satu dengan yang lain, dengan alasan apapun juga.

b.      Kepentingan yang terbaik bagi anak, maksudnya bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama.

c.       Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan. Dimana ketiga unsure ini adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara/ pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua.

d.      Penghargaan terhadap pendapat anak, maksudnya ialah penghormatan atas hak- hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan terutama jika menyangkut hal- hal yang mempengaruhi kehidupannya.

Sedangkan mengenai tujuan Perlindungan Anak dijelaskan dalam Pasal 3 Undang-Undang ini, yang berbunyi �Perlindungan Anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.�

Pembinaan tahanan anak berdasarkan sistem pemasyarakatan, yang di dalam pelaksanaannya berpedoman pada 10 (sepuluh) prinsip kemasyarakatan, sebagaimana yang disebutkan dalam BAB IV Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.02 � PK. 04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan, yaitu:

a.       Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjelaskan peranannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna.

b.      Penjatuhan pidana tidak lagi didasari oleh latar belakang pembalasan. Ini berarti tidak boleh ada penyiksaan terhadap narapidana dan anak didik pada umumnya, baik yang berupa tindakan, perlakuan, ucapan, cara perawatan ataupun penempatan (Amari, 2018). Satu-satunya derita yang dialami oleh narapidana dan anak didik hanya dibatasi kemerdekaannya untuk leluasa bergerak di dalam masyarakat bebas.

c.       Berikan bimbingan (bukan penyiksaan) supaya mereka bertobat. Berikan kepada mereka pengertian mengenai norma-norma hidup dan kegiatan kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatannya.

d.      Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelum dijatuhi pidana. Salah satu cara diantaranya agar tidak mencampurbaurkan narapidana dengan anak didik, yang melakukan tindak pidana berat dengan yang ringan.

e.       Selama kehilangan (dibatasi) kemerdekaan bergeraknya para narapidana dan anak didik tidak boleh diasingkan dari masyarakat. Perlu ada kontrak dengan masyarakat yang terjelma dengan bentuk kunjungan hiburan ke LPKA dan RUTAN oleh anggota-anggota masyarakat bebas dan kesempatan yang lebih banyak untuk berkumpul bersama sahabat dan keluarganya.

f.        Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekedar sebagai waktu. Juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi keperluan jawatan atau kepentingan negara kecuali pada waktu tertentu saja. Pekerjaan yang terdapat di masyarakat, dan yang menunjang pembangunan, seperti meningkatkan industri kecil dan produksi pangan.

g.      Pembinaan dan bimbingan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik adalah berdasarkan Pancasila. Hal ini berarti bahwa kepada mereka harus ditanamkan semangat kekeluargaan dan toleransi disamping meningkatkan pemberian pendidikan rohani kepada mereka disertai dorongan untuk menunaikan ibadah sesuai dengan kepercayaan agama yang dianutnya.

h.      Narapidana dan anak didik bagaikan orang sakit yang perlu diobati agar mereka sadar bahwa pelanggaran hukum yang pernah dilakukannya adalah merusak dirinya, keluarganya dan lingkungannya, kemudian dibina dan dibimbing ke jalan yang benar (Bahiej, 2017). Selain itu mereka harus diperlakukan sebagai manusia biasa yang memiliki harga diri agar tumbuh kembali kepribadiannya yang percaya akan kekuatan sendiri.

i.        Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana berupa membatasi kemerdekaannya dalam jangka waktu tertentu.

j.        Untuk pembinaan dan bimbingan para narapidana dan anak didik, maka disediakan sarana yang diperlukan.

Pada prinsipnya perlakuan yang diperoleh para tahanan anak tidak boleh mempengaruhi mental seperti menakut-nakuti, mengancam apalgi melakukan tindakan kekerasan. Petugas juga dilarang keras melakukan tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan kebencian atau menimbulkan keinginan untuk balas dendam bagi anak-anak terhadap petugas.

Selain itu, kesempatan untuk selalu bermain dan belajar harus dikedepankan serta tingkat interaksi dengan lingkungan dan keluarga harus lebih sering direncanakan. Pendidikan anak harus senantiasa tersedia hingga kejenjang yang paling tinggi baik formal atau non-formal. Keterampilan atau pernjurusan keterampilan harus disediakan sesuai dengan bakat dan minat anak atau disesuaikan dengan kemajuan masyarakat.

Yang menjadi jawaban apakah rutan berhasil atau tidaknya dalam mendidik dan membina para tahanan anak adalah bagaimana kehidupan mereka setelah keluar dan dilepas dari rutan itu sendiri. Apakah anak didik mereka di dalam rutan bisa menjadi seseorang yang jauh lebih baik dari sebelumnya dan bisa meninggalkan masa lalu nya yang buruk sampai pada akhirnya memiliki masa depan yang cerah di kemudian hari adalah kunci utama berhasil atau tidaknya usaha yang dilakukan pihak rutan. Namun sayangnya masih banyak sekali anak dibawah umur yang tetap melakukan tindak pidana setelah mereka bebas, hal tersebut jelas merupakan kegagalan dari rutan yang diberikan tanggung jawab untuk membina tahanan anak tersebut.

Berdasarkan faktanya masih banyak hak tahanan anak yang belum bisa dipenuhi oleh Rutan Kelas I Depok. Contohnya seperti pemisahan dari tahanan dewasa, mendapatkan pendidikan yang layak, dan mendapatkan pengawasan khusus. Rutan Kelas I Depok memang memiliki sel khusus untuk mereka para tahanan anak, namun terkadang rutan memiliki kendala sehingga terpaksa memindahkan tahanan anak ke dalam sel tahanan dewasa untuk sementara waktu.

Pemisahan dari tahanan dewasa pun harusnya tidak hanya berlaku untuk didalam sel saja. Akan menjadi sesuatu yang percuma jika sel khusus sudah disediakan namun pada saat waktu keluar sel ataupun melakukan kegiatan dan program yang diberikan oleh pihak rutan itu sendiri para tahanan anak tetap membaur dengan para tahanan dewasa yang dimana justru lebih sulit diawasi dan dijaga.

 

2. Kendala Rutan Kelas I Depok dalam Membina dan Mendidik Tahanan Anak

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Rutan Kelas I Depok, kendala-kendala yang dialami oleh Rutan Kelas I Depok dalam membina dan mendidik tahanan anak dapat penulis uraikan sebagai berikut:

a. Terlalu banyaknya tahanan atau warga binaan di dalam Rutan Kelas I Depok

Kepala seksi pelayanan tahanan Rutan Kelas I Depok mengatakan bahwa Rutan Kelas I Depok mengalami over capacity, hal ini terjadi karena tingginya tingkat kriminalitas yang terjadi di kota Depok itu sendiri. Jauh nya perbandingan jumlah petugas rutan dan jumlah tahanan di dalam Rutan menjadi salah satu kendala Rutan Kelas I Depok dalam menjaga dan mengawasi tahanan anak. Hal ini juga membuat waktu kunjungan yang diberikan tidak bisa terlalu lama karena banyaknya pengunjung yang dating setiap harinya akan membuat terlalu ramainya pengunjung apabila terlalu lama waktu kunjungan yang diberikan.

 

b. Belum adanya Lembaga Pembinaan Khusus Anak di kota Depok

Menurut kepala seksi pelayanan tahanan Rutan KelasI Depok, tidak adanya lembaga khusus untuk mendidik dan membina anak yang melakukan tindak pidana di Depok juga menjadi salah satu kendala mereka, karena apabila tahanan anak berdomisili depok dan ditahan jauh dari tempat mereka tinggal hal tersebut akan mempersulit keluarga mereka untuk mengunjungi mereka.

 

c. Kurangnya tenaga pendidik dan tenaga medis

Kurangnya tenaga pendidik dan tenaga medis di Rutan Kelas I Depok juga merupakan kendala dalam mendidik dan menjaga tahanan anak. Menurut kepala seksi pelayanan Rutan Kelas I Depok tidak ada nya guru dan kurangnya tenaga medis di rutan memaksa mereka petugas rutan untuk menjadi tenaga medis dan tenaga pendidik untuk para tahanan. Hal tersebut membuat pelayanan medis dan pendidikan untuk para tahanan anak tidak maksimal, karena bukan keahlian mereka untuk melakukan tugas tersebut.

 

d. Kurangnya Fasilitas Khusus Tahanan Anak

Fasilitas khusus yang diberika khusus untuk tahanan anak adalah sel khusus. Tidak adanya gedung, tempat ataupun fasilitas lainya membuat mereka para tahanan anak terpaksa harus berbaur dan bertemu denga para tahanan dewasa saat melakukan kegiatan diluar sel mereka.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pencarian data, wawancara dan analisis dari penulis tentang pemenuhan hak anak di Rutan Kelas I Depok dapat disimpulkan bahwa dalam rangka memenuhi hak dan membina tahanan anak di Rutan Kelas I Depok, hak � hak para tahanan anak belum sepenuhnya terpenuhi. Melihat dari segi fasilitas pendidikan, kesehatan, dan juga kegiatan yang di berikan untuk para tahanan anak di Rutan Kelas I Depok masih sangat jauh dari kata sempurna.

Para tahanan anak di dalam Rutan Kelas I Depok pada dasarnya memang diberikan pendidikan, namun waktunya terlalu singkat apabila dibandingkan dengan waktu pendidikan yang mereka dapatkan diluar rutan dan juga pendidik yang ditugaskan untuk mendidik mereka bukan lah orang yang berkompeten dalam melakukanya, melainkan staf dari Rutan Kelas I Depok. Hal tersebut tentu membuat motivasi belajar mereka berkurang dan juga membuat pendidikan yang didapatkan oleh para tahanan anak menjadi tidak maksimal.

Dalam menjalani masa tahanan di dalam Rutan Kelas I Depok harusnya para tahanan anak mendapat pengawasan lebih dari tahanan dewasa dan juga tentunya dipisahkan dengan tahanan dewasa. Walaupun para tahanan anak diberikan sel khusus yang berbeda dengan sel tahanan dewasa namun terdapat kondisi-kondisi tertentu yang membuat para tahanan anak terpaksa berada bersama tahanan dewasa untuk sementara. Dalam melakukan aktifitas diluar sel para tahanan anak juga di bebaskan untuk bergaul dengan para tahanan dewasa.

Terlalu banyaknya jumlah warga binaan yang ada di dalam Rutan Kelas I Depok dan tidak sebandingnya jumlah staf yang bekerja di Rutan Kelas I Depok menjadi kendala bagi pihak Rutan Kelas I Depok dalam mengawasi dan membina para tahanan anak. Belum ada nya Lembaga Pembinaan Khusus Anak di Depok juga membuat para tahanan anak terpaksa harus menjalani masa tahanan mereka bersama para tahanan dewasa.

 

BIBLIOGRAFI

Akbal, Muhammad. (2016). Pendidikan Kewarganegaraan dalam pembangunan karakter bangsa. Gadjah Mada University Press Bekerjasama Dengan LAN RI, 1(1), 485�493.

 

[Amari, Soedjari. (2018). ANALISIS TERHADAP INTEGRASI NARAPIDANA DALAM MASYARAKAT SETELAH BEBAS DARI RUMAH TAHANAN DESA KARANGLO KECAMATAN POLANHARJO KABUPATEN KLATEN. Jurnal Hukum Dan Keadilan.

 

Bahiej, Ahmad. (2017). Pembinaan bagi Anak Didik Pemasyarakatan Pelaku Kejahatan Seksual di Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA) Kelas II A Kutoarjo Jawa Tengah. IN RIGHT: Jurnal Agama Dan Hak Azazi Manusia, 6(2).

 

di Indonesia, Peradilan Pidana Anak. (2009). pengembangan konsep diversi dan Restorative Justice. Bandung: PT Refika Aditama.

 

Djamil, Nasir. (2017). Anak Bukan untuk dihukum. Sinar Grafika.

 

Eko Riyadi, S. H. (2019). Hukum Hak Asasi Manusia: perspektif internasional, regional dan nasional. Rajawali Pers.

 

Handoko, Achmad Try. (2016). Pemenuhan Hak dalam Mendapatkan Pendidikan Bagi Anak yang Berhadapan Dengan Hukum di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Blora.

 

Hapsari, Indira, Soponyono, Eko, & Sularto, R. B. (2016). Kebijakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Pelaku Anak. Diponegoro Law Journal, 5(3), 1�14.

 

Nawawi, Arief Barda. (1998). Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti.

 

Putra, Ario. (2022). Interpretasi Hak Asasi Manusia Dalam Ideologi Pancasila Dan Implikasinya Terhadap Persatuan Dan Kesatuan Di Indonesia. JURNAL HAM, 13. https://doi.org/10.30641/ham.2022.13. 1-14

 

Simanjuntak, Alden Juneidy. (2013). Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Menjalani Pidana Penjara Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas Iib Pontianak. Jurnal Nestor Magister Hukum, 2(3), 10540.

 

Suarlin, Suarlin, & Fatmawati, Fatmawati. (2022). Demokrasi Dan Hak Asasi Manusia. Penerbit Widina.

 

Suhartini, Endeh. (2019). Hukum kesehatan bagi tahanan dan warga binaan pemasyarakatan di Indonesia. PT. Rajagrafindo.

 

Triati, Endah. (2018). Situasi Pemenuhan Hak Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum Di Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Dewasa: Studi Kasus Di Sidoarjo Dan Surabaya, Jawa Timur. Jurnal Transformasi Administrasi, 8(1), 76�95.

 

Wahyudi, Dheny. (2015). Perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum melalui pendekatan restorative justice. Jurnal Ilmu Hukum Jambi, 6(1), 43318.

 

Copyright holder:

Albani Faishal Akbar, Hery Firmansyah (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: