Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 12, Desember 2023

 

PARTISIPASI POLITIK PEKERJA MIGRAN INDONESIA DI HONG KONG PADA PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN INDONESIA TAHUN 2019

 

Muhammad Santosa

FakultasIlmu Sosial dan Politik, Universitas Diponegoro Semarang

E-mail: [email protected]

 

Abstrak

Arus migrasi ke luar negeri yang terjadi di Indonesia sudah ada sejak lama, sejak jaman penjajahan Belanda. Setelah Indonesia merdeka hal serupa masih tetap terjadi akan tetapi berbeda negara tujuannya. Pada masa orde baru, negara Malaysia dan Timur Tengah menjadi negara tujuan favorit bagi pekerja migran Indonesia. Saat ini negara tujuan bagi pekerja migran Indonesia adalah Asia Timur yaitu Hongkong, dimana negara Hong Kong jauh lebih maju ketimbang Indonesia. Tahun 2019 adalah tahun politik bagi Indonesia, rakyat Indonesia memilih calon Presiden dan calon Wakil Presiden untuk lima tahun kedepan. Suasana politik di Indonesia juga dirasakan oleh pekerja migran Indonesia yang berada di HongKong. Walaupun jarak Indonesia dengan HongKong cukup jauh tapi proses politik yang dilalui tidak jauh berbeda. Di HongKong juga didirikan tempat pemungutan suara di tempat strategis agar mudah dijangkau oleh pekerja migran Indonesia untuk menyalurkan hak politiknya. Partisipasi politik pekerja migran Indonesia di HongKong tahun 2019 mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 2014. Walaupun bila dilihat dari daftar pemilih tetap masih sangat kecil. Kenaikan partisipasi politik ini juga selaras dengan penelitian dilapangan. Dari 100 responden yang diteliti terdapat 82 responden menggunakan hak pilihnya. Kedepan, jika panitia pemilihan luar negeri lebih masif dan menggunakan berbagai cara untuk sosialisasi maka tidak menutup kemungkinan partisipasi politik pekerja migran Indonesia di Hong Kong akan meningkat.

 

Kata Kunci: Pekerja Migran Indonesia, HongKong, Partisipasi Politik, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia

 

Abstract

The flow of overseas migration that has occurred in Indonesia has existed for a long time, since the Dutch colonial era. After Indonesia's independence, the same thing still happened, but the destination country was different. During the New Order era, Malaysia and the Middle East became favorite destination countries for Indonesian migrant workers. Currently the destination country for Indonesian migrant workers is East Asia, namely Hong Kong, where Hong Kong is far more advanced than Indonesia. 2019 is a political year for Indonesia, the Indonesian people choose a candidate for President and candidate for Vice President for the next five years. The political atmosphere in Indonesia is also felt by Indonesian migrant workers in Hong Kong. Even though the distance between Indonesia and Hong Kong is quite far, the political processes that go through are not much different. In Hong Kong, polling stations were also set up in strategic places to make it easy for Indonesian migrant workers to exercise their political rights. The political participation of Indonesian migrant workers in Hong Kong in 2019 has increased compared to 2014. Even though, when viewed from the voters list, it is still very small. The increase in political participation is also in line with research in the field. Of the 100 respondents studied, there were 82 respondents exercising their right to vote. In the future, if overseas election committees are more massive and use various methods for outreach, it is possible that the political participation of Indonesian migrant workers in Hong Kong will increase.

 

Keywords: Indonesian Migrant Workers, Hong Kong, Political Participation, Election of Indonesian President and Vice President

 

Pendahuluan

Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 sebesar 255,587,9 juta jiwatahun 2016 sebesar 258,496,5 juta jiwatahun 2017 sebesar 261,355,5 juta jiwatahun 2018 sebesar 264,161,6 juta jiwa dan di tahun 2019 sebesar 266,911,9 juta jiwa (Bps:2022)Sedangkan untuk Angkatan kerja sendiri pada tahun 2015 sebesar 128,301,588 juta jiwatahun 2016 sebanyak 127,671,869 juta jiwatahun 2017 sebanyak 131,544,111 juta jiwa, di tahun 2018 sebesar 136,442,998 juta jiwa dan pada tahun 2019 sebesar 138,591,388 juta jiwa (Bps:2022)

Migrasi sirkulasi adalah migrasi yang dilakukan dengan meninggalkan rumah lebih dari 2 hari dan kurang dari 6 bulan (Sugandi & Heryadi, 2018)Migrasi permanen adalah migrasi yang dilakukan dengan cara migran menetap di daerah lebih dari 6 bulan (Rahmi & Rudiarto, 2013). Masyarakat Indonesia melakukan migrasi tidak hanya dari desa ke kota dalam satu negara melainkan juga migrasi antar negara atau juga disebut dengan migrasi internasional (Sihaloho et al., 2016).

Banyak negara membuka diri terhadap arus migrasi internasional sebagai bagian dari globalisasi (Pamungkas, 2017)Migrasi internasional merupakan fenomena yang sangat kompleks dan melibatkan banyak isu (Marsel et al., 2022)Isu tentang jaminan keamanan misalnya, status hukum, status kewarganegaraan dan diskriminasi sosial perlu juga diperhatikanMigrasi harus juga dipandang sebagai perilaku dan lebih menekankan pada proses, bukan hanya respon terhadap suatu kondisi tertentu

Hal ini merujuk pada kenyataan persoalan migrasi jauh lebih kompleks daripada sekadar respon penduduk terhadapketidaknyamanan�. Bukti mengenai hal tersebut sangat jelasmisalnya meskipun secara objektif suatu daerahtidak nyamansecara sosialekonomi maupun juga politik akan tetapi penduduk tersebut menikmati dan tidak merasakan ketidaknyaman tersebut sehingga tidak bermigrasi (Ervina, 2020).

Penempatan pekerja migran Indonesia yang berdasarkan pada kebijakan pemerintah Indonesia baru terjadi tahun 1969 yang dilaksanakan oleh Departemen Perburuhan, dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1970 yaitu memperkenalkan program Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) dan Antar Kerja Antar Negara (AKAN), maka penempatan pekerja migran Indonesia diluar negeri mulai melibatkan pihak swasta.

Perkembangan lebih lanjut tentang penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia adalah dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Penempatan pekerja migran Indonesia pun mulai mengalami pergeseran dari sektor informal ke sektor formal, meskipun pergeseran ini belum terjadi secara signifikan, tapi hal ini sudah menjadi rencana baru bagi pemerintah untuk mengirimkan pekerja migran Indonesia ke luar negeri (Pelindungan, 2022). Menurut undang-undang nomor 39 tahun 2004 dimana badan yang mengurusi tentang pekerja migran adalah badan nasional penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia (BNP2TKI).

Setelah adanya undang-undang nomor 18 tahun 2017 dimana badan nasional penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia berubah nama menjadi badan pelindungan pekerja migran Indonesia (BP2MI). Menurut data dari badan pelindungan pekerja migran Indonesia bahwa, pada tahun 2019 pengiriman pekerja migran Indonesia ke luar negeri sebanyak 276.553 orang.

Salah contoh organisasi kepenulisan di Hong Kong adalah forum lingkar pena Hong Kong. Biasanya pertemuan rutin pada minggu pertama dan juga pada minggu ketiga dijam 10 sampai jam 1 siang. Organisasi ini tidak mengekang anggotanya untuk beraktivitas lain, selain dari organisasi ini. Ini adalah salah satu dari kebebasan yang didapatkan oleh pekerja migran Indonesia yang bekerja di HongKong dan masih banyak lagi kebebasan yang didapatkan dari majikan di Hong Kong ketimbang bekerja di wilayah timur tengah.

Dalam deklarasi New York pada sidang umum Perserikatan Bangsa Bangsa pada tanggal 19 September 2016: Perlu kita mengingatkan kewajiban kita menurut hukum internasional untuk mencegah segala bentuk diskriminasi berdasarkan apapun juga baik itu ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau lainnya, asal usul kebangsaan atau sosial, kepemilikan, status kelahiran atau status lainnya (Wijaya & Ananta, 2022);(Nansi, 2022);(Adrian et al., 2021).

HongKong merupakan salah satu negara tujuan yang politik perburuhannya relatif lebih baik dibandingkan negara tujuan yang lainnya. Dimana pekerja migran Indonesia diberikan kebebasan untuk berserikat dan mendapatkan hak liburnya satu minggu sekali. Sehingga akses untuk melakukan aktifitas diluar rumah majikan sangat terbuka. Dengan situasi yang seperti ini, serikat pekerja migran Indonesia berkembang di Hong Kong, mulai dari asosiasi tenaga kerja Indonesia (ATKI), Indonesia migrant worker union (IMWU), koalisi tenaga kerja Indonesia Hong Kong sampai dengan majelis-majelis pengajian.

Berulang kali warga negara Indonesia dikecewakan penyelenggara pemilu Indonesia di luar negeri dengan berbagai kerumitan aturan yang menjadi penghambat, tatkala mereka sudah siap sedia menjadi pemilih dalam pemilihan umum pendahuluan (Huda, 2017);(Pratiwi, 2018). Seharusnya penyelenggara pemilihan umum Indonesia di luar negeri memiliki sensivitas terhadap karakter-karakter pemilih di luar negeri yang berbeda dengan pemilih dalam negeri. Di Malaysia, Hong Kong, Singapura, dan Taiwan, misalnya, keleluasaan mereka menjadi pemilih terbatasi dengan jam kerja atau jam libur serta izin dari majikan.

Dari hasil pantauan Migrant CARE dipemungutan suara pendahuluan di Hong Kong, Malaysia, dan Singapura banyak pekerja migran Indonesia tidak bisa menjalankan hak pilihnya karena antrean yang mengular, sedangkan layanan di tempat pemungutan suara lamban sehingga mereka terpaksa pulang karena harus kembali bekerja. Bagi calon pemilih yang telah terdaftar melalui pos namun surat suaranya kembali ini terancam tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena minimnya informasi.

Pekerja migran Indonesia yang terdaftar melalui mekanisme pos mendatangi tempat pemungutan suara pada hari pencoblosan guna berpartisipasi politik. Banyak pekerja mihgran Indonesia yang mengaku tidak kunjung menerima surat suara melalui pos, namun mereka tidak dapat menyalurkan suaranya melalui tempat pemungutan suara. Terdapat 3 pemilih yang terdaftar Pos datang ke tempat pemungutan suara membawa surat suara mengaku tidak ada waktu untuk mengirim via pos (Lutfiana, 2017).

Tetapi ketika mereka sudah jadi pemimpin tidak ada yang memikirkan nasib para pekerja migran Indonesia. Kepada mereka jelas pekerja migran tak bisa membangun mimpi dan harapan perlindungan. Untuk itu ada baiknya ke depan luar negeri menjadi daerah pemilihan tersendiri sehingga tidak hanya suara mereka saja yang diperebutkan, tapi juga aspirasi dan keterwakilan mereka benar-benar diperhatikan (Widnyani, 2020). Suara-suara pekerja migran tidak hilang begitu saja dan akan muncul lagi ketika ada pemilihan umum.

Pemilihan umum tahun 2019 di wilayah kerja konsulat jendral Republik Indonesia di Penang Malaysia telah diselenggarakan sejak 8 April hingga 14 April 2019, secara umum pelaksanaan pemilihan umum tahun 2019 di Malaysia, termasuk Penang, relatif lancar, aman, dan tertib. Warga negara Indonesia di wilayah Penang, Kedah, dan perlis sangat antusias mengikuti pesta demokrasi ini. Ini terlihat dari jumlah pemilih sebanyak kurang-lebih 32 ribu orang atau lebih dari 50 persen daftar pemilih tetap.

Pelaksanaan pemungutan suara diwilayah konsulat jendral Republik Indonesia yang berada di Jeddah sejatinya berjalan dengan aman dan terkendali dengan tingkat partisipasi pemilih mencapai 51.81% dari daftar pemilih tetap luar negeri yang sudah ditetapkan, dimana pemungutan suara metode kotak suara keliling sudah dilaksanakan pada tanggal 8, 9 dan 12 April 2019. Sementara pemungutan suara metode tempat pemungutan suara luar negeri dilaksanakan padal 12 April 2019 di tiga titik yaitu di Kantor konsulat jendral Republik Indonesia, Wisma konsulat jendral Republik Indonesia dan Sekolah Indonesia di Jeddah. Sedangkan pelaksanaan pemilihan umum di negara lain yang menjadi tujuan utama pekerja migran Indonesia situasinya relatif sama.��

Pelaksanaan pemilihan umum tahun 2019 di Taiwan berjalan dengan kondusif, walaupun ada beberapa kendala terkait panjangnya antrean daftar pemilih khusus, pada akhirnya mayoritas pemilih daftar pemilih khusus yang mengantre dapat terlayani sesuai dengan aturan yang berlaku. Fenomena membeludaknya pemilih daftar pemilih khusus juga terjadi di beberapa negara dengan pemilih daftar pemilih tetap yang banyak. Sedangkan di Singapura, pemungutan suara digelar pada hari Minggu.

Tempat pemungutan suara yang berada di Kedutaan Besar Republik Indonesia yang berlokasi di Chatworth Road, antrean cukup panjang mencapai satu kilometer dari gerbang. Hal ini lantaran adanya puluhan ribu warga negara Indonesia yang ingin menggunakan hak pilihnya. Warga negara Indonesia yang bernama Nursya Ibnu, 34 tahun, mengatakan bahwa antusiasme untuk mencoblos meningkat. Namun ibu Ibnu mengaku cukup senang dan juga berharap pemimpin yang terpilih dapat membawa perubahan, khususnya bagi perlindungan pekerja migran Indonesia yang tersebar di berbagai penjuru dunia. Diantara negara-negara tujuan pekerja migran Indonesia yaitu, Singapura, Malaysia, Arab Saudi, Taiwan dan juga Hongkong. Hongkong mempunyai kasus tersendiri yaitu kericuhan saat pencoblosan pada pemilihan umum tahun 2019.

Berdasarkan pada permasalahan penelitian yang sudah dijelaskan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis partisipasi politik pekerja migran Indonesia di Hong Kong dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia pada tahun 2019.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang berdasarkan pada filsafat positivisme, bertujuan untuk menguji hipotesis dan memahami hubungan kausalitas. Subyek penelitian adalah pekerja migran Indonesia di Hong Kong selama pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2019. Dalam mengumpulkan data, peneliti memilih metode survei online untuk menghindari pertemuan fisik dan memastikan keamanan responden.

Sampel sebanyak 100 responden diambil berdasarkan rumus Slovin dengan batas error 10%. Kuisioner online digunakan untuk mengumpulkan data, termasuk informasi biodata responden. Proses pengolahan data mencakup pengkodean dan editing, dan kemudian dilanjutkan dengan analisis data menggunakan statistik deskriptif dan tabel silang dengan bantuan perangkat lunak SPSS.

Pandemi COVID-19 memengaruhi cara pengumpulan data, mendorong peneliti untuk beralih ke kuisioner online. Selain itu, peneliti telah menghubungi responden melalui pesan WhatsApp untuk menjelaskan tujuan penelitian. Setelah mendapatkan data, langkah selanjutnya adalah pengolahan data, yang mencakup pengkodean dan editing data. Analisis data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SPSS dan mencakup statistik deskriptif serta tabel silang.

Penelitian ini bertujuan untuk memahami partisipasi politik pekerja migran Indonesia di Hong Kong selama pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2019, dengan memfokuskan pada hubungan kausalitas dan faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi mereka.

 

Hasil dan Pembahasan

Berbagai kejadian terjadi dilapangan saat pemilihan presiden dan wakil presiden Indonesia di Hongkong, ini seperti yang diungkapkan oleh salah satu pekerja migran Indonesia di Hongkong: Banyak kejadian yang terjadi saat pemilihan Presiden dan Wakil Presiden beberapa waktu yang lalu, seperti yang saya alami sendiri yaitu: antrian tidak diatur dengan rapi oleh panitia sehingga berdesak-desakan, orang yang mau mencoblos ingin cepat-cepat, akirnya dorong-dorongan terjadi dan untungnya kondisi itu bisa dikendalikan oleh pihak keamanan yang ada dilokasi. Saya juga membaca berita, ada yang mau mencoblos tapi waktu pencoblosan sudah habis akirnya tidak diperbolehkan sama panitia. Mungkin kejadian seperti ini atau yang lainnya banyak tapi memang saya tidak mengetahui secara pastinya�. (Wawancara melalui telepon dengan Siti Munawaroh salah satu pekerja migran Indonesia di Hong Kong, pada 11 November 2022)

 

Dinamika Partisipasi Politik Pekerja Migran Indonesia di Hong Kong

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap beberapa sumber, menyatakan bahwa mereka merasa senang karena ikut berpartisipasi politik untuk kemajuan negara Indonesia setidaknya 5 tahun kedepan. Pekerja migran Indonesia di Hong Kong antusiasme dalam memilih presiden dan wakil presiden Indonesia yang diadakan setiap 5 tahun sekali. Senang sekali ya bisa ikut berpartisipasi dalam pemilihan presiden dan wakil presiden Indonesia, walaupun kita berada di negara yang berbeda. Kesannya itu berbeda dengan di Indonesia, waktu datang ke tempat pemungutan suara, saya bareng bersama teman-teman yang lainnya�. (Wawancara dengan Siti Arofah salah satu pekerja migran Indonesia di Hong Kong, pada 10 November 2022).

Pemungutan suara di Hongkong ada dibeberapa lokasi seperti, di Queen Elizabeth Stadium (Wan Chai) dan District Kai Fong Association Hall (Tsim Sha Tsui). Selain itu, pekerja migran Indonesia juga ikut andil dalam kegiatan politik lainnya seperti diskusi atau bertukar fikiran, arisan, membikin kelompok belajar serta ikut dalam organisasi yang sifatnya keagamaan maupun yang bersifat kedaerahan. Membicarakan tentang kegiatan pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2019 yang berlangsung di Hong Kong sangat menarik, mengingat Hongkong negaranya demokratis. Ini berbeda dengan negara-negara penerima pekerja migran Indonesia diwilayah Timur Tengah. Pekerja migran Indonesia yang ada di Hong Kong, ikut serta dalam kegiatan kampanye meski hanya beberapa saja.

Selanjutnya pekerja migran Indonesia yang berada di Hongkong juga membentuk dan bergabung dalam sebuah kelompok atau menjadi tim sukses pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mereka dukung. Maksud dan tujuan bergabung ke tim sukses adalah pasangan calon yang didukung supaya menang dalam pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2019. Sementara itu jumlah pemilih di Hongkong yang daftar pemilih baik daftar pemilih tetap luar negeri, daftar pemilih tambahan luar negeri, dan daftar pemilih khusus luar negeri adalah sebanyak 181.014 (seratus delapan puluh satu ribu empat belas) orang.

Hasil penghitungan surat suara pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2019 di 31 tempat pemungutan suara yang ada di Hong Kong dapat terlihat di Tabel 4.1, sebagai berikut.

Tabel 1 Data pemilih di Hong Kong

Jenis Kelamin

Pemilih

(DPT,DPTb, DPK)

Pengguna Hak Pilih

Prosentase Pemilih: Pengguna Hak Pilih

Jumlah

Prosentase

Jumlah

Prosentase

Laki-Laki

1.138

0,6 %

364

0,8 %

31,98 %

Perempuan

179.876

99,4 %

46.146

99,2 %

25,65 %

Jumlah

181.014

100 %

46.510

100 %

25,69 %

Sumber: Data diolah KPU RI

 

Berdasarkan data perhitungan surat suara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2019 partisipasi pekerja migran Indonesia atau warga negara Indonesia yang berada di Hong Kong sebesar 25,69%. Persentase angka partisipasi ini sangat kecil jika dihitung dari jumlah daftar pemilih yang tercatat secara keseluruhan. Dari daftar pemilih sebanyak 181.014 (seratus delapan puluh satu ribu empat belas) orang, yang menggunakan hak pilihnya, baik melalui pos maupun datang secara langsung ke tempat pemungutan suara sebanyak 46.510 (empat puluh enam ribu lima ratus sepuluh) orang.

Berdasarkan temuan diatas dapat dilihat bahwa pekerja migran Indonesia atau warga negara Indonesia yang berada di Hong Kong tidak memiliki antusiasme untuk berpartisipasi dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presidentahun 2019. Tidak hanya saat pencoblosan, ketidakaktifan mereka juga terlihat pada saat tahapan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Adapun datanya dapat dilihat pada grafik berikut:

 

Grafik 1 Keaktifan Pekerja Migran Indonesia dalam Berpolitik di Hongkong

Sumber: Data Kuesioner

 

Grafik diatas memperlihatkan sebanyak 89 responden menyatakan TIDAK menjadi bagian dari tim relawan maupun tim sukses pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia tahun 2019 di Hong Kong. Sedangkan 11 responden lainnya, menyatakan YA menjadi bagian dari tim relawan maupun tim sukses pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia tahun 2019 di Hong Kong.

Pada pertanyaan selanjutnya apakah pernah mengikuti sosialisasi tentang pemilihan presiden dan wakil presiden Indonesia Tahun 2019, grafik memperlihatkan bahwa sebanyak 55 responden menyatakan TIDAK pernah mengikuti sosialisasi. Sementara ada 45 responden menyatakan YA pernah mengikuti sosialisasi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia tahun 2019. Pertanyaan berikutnya adalah apakah aktif dalam kegiatan politik, dalam grafik terlihat ada 82 responden menyatakan TIDAK aktif, sementara terdapat 18 responden yang menyatakan YA aktif dalam kegiatan politik.

Berkaitan dengan keterlibatan sebagai anggota atau kader partai politik, terlihat hanya ada 1 responden yang menyatakan YA, sementara itu ada 99 responden lainnya menyatakan TIDAK menjadi anggota atau kader partai politik. Terkait keikutsertaan dalam kampanye, digrafik menunjukkan bahwa ada 32 responden yang menyatakan YA, sementara terdapat 68 responden yang menyatakan TIDAK pernah ikut kampanye pada pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2019.

Kemudian terkait pandangan jika menggunakan hak pilih adalah bagian dari partisipasi politik, dari data diatas menunjukan bahwa ada 84 reponden menyatakan YA, sementara itu ada 16 responden yang menyatakan TIDAK jika penggunaan hak pilih itu adalah bagian dari partisipasi politik.

Berkaitan dengan tahapan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 di Hong Kong, peneliti juga bertanya kepada responden mulai pada tahapan apa responden berpartisipasi. Data kuesioner tersebut dapat dilihat pada Grafik 2 berikut;

 

Grafik 2 Mulai Tahapan Apa Partisipasi Politik di Hong Kong

Sumber: Hasil Olah Data Kuesioner

 

Grafik 2. telah menunjukkan jika dominasi dari responden terkait mulai pada tahapan apa mereka mulai berpartisipasi, ada 85 responden menyatakan mulai terlibat pada tahapan sosialisasi, kemudian ada 6 responden yang menyatakan bahwa mulai terlibat pada tahapan kampanye, sementara itu yang pada tahapan pencoblosan terdapat 9 responden.

Berkaitan dengan jawaban diatas maka dapat peneliti simpulkan bahwa, menggunakan hak pilih dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia pada tahun 2019 di Hong Kong bagian dari partisipasi politik. Angka yang menyatakan YA cukup tinggi yaitu sebesar 84 responden. Ini adalah hitungan dari 100 responden yang disurvey. Disisi lain ada jawaban negatif (TIDAK) terkait pertanyaan yang sama.

Ditemukan juga ada 1 responden yang menyatakan bahwa dirinya sebagai anggota atau kader dari partai politik. Temuan dalam penelitian ini menjadi tantangan tersendiri bagi demokrasi Indonesia dimasa yang akan datang. Sebuah peringatan bagi negara demokrasi akan menurunya partisipasi politik dikalangan masyarakat baik itu dalam proses pemilihan maupun dalam proses pembuatan kebijakan. Secara umum, istilah partisipasi adalah bagaimana masyarakat berkontribusi secara aktif dalam berbagai kegiatan bersama untuk kepentingan umum. Suatu kegiatan partisipasi termanifestasi dalam wujud keikutsertaan secara sukarela yang dilakukan secara aktif oleh orang-orang atau kelompok dalam kegiatan-kegiatan, program atau kebijakan pembangunan sebagai bentuk rasa tanggung jawab sebagai warga negara terhadap pelaksanaan dan hasil-hasil dari program-program tertentu.

Berdasarkan jawaban responden diatas sebagaimana peneliti tampilkan dalam grafik maka fakta ini telah menegaskan bahwa kampanye untuk menggunakan hak pilih dalam setiap pemilihan presiden untuk pekerja migran Indonesia yang dilakukan oleh komisi pemilihan umum, badan pengawas pemilu dan lembaga-lembaga pemerhati pemilu di Indonesia dinilai belum cukup efektif. Agenda yang dilakukan melalui pendidikan politik dalam berbagai forum, sosialisasi dan pelatihan dianggap belum cukup kuat untuk mengubah seperti yang diharapakan, masih ada perilaku permisif terhadap ketidakmauan untuk berpartisipasi dalam politik.

Berdasarkan analisis tersebut dapat dipahami bahwa mengharapkan tingginya partisipasi politik dari kalangan pekerja migran Indonesia di Hong Kong adalah sebuah praktik yang mempunyai tantangan tersendiri. Peneliti juga berusaha menggali informasi lebih jauh dengan melakukan wawancara, sebagai narasumber Wiji Pasianie selaku tim sukses calon Presiden dan calon Wakil Presiden dalam pemilihan umum tahun 2019 mengenai tantangan dan kendalanya dalam rangka mendorong partisipasi politik pekerja migran Indonesia di Hong Kong. Penjelasannya adalah sebagai berikut;

Terkait partisipasi politik pekerja migran Indonesia di Hong Kong dipengaruhi banyak faktor salah satunya adalah adanya waktu libur diakir pekan. Dalam konteks libur diakir pekan adalah pekerja migran Indonesia yang bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga atau Pengasuh Orang Tua mendapatkan jatah libur dan secara aturan memang ada libur diakir pekan. Tapi untuk urusan lain seperti kampanye atau menjadi tim sukses mereka cenderung pasif. Pada dasarnya kita tidak mau hak politik teman-teman selaku warga negara hilang begitu saja�. (Wawancara melalui telepon dengan pekerja migran Indonesia di Hong Kong, 20 Mei 2022).

Sikap politik yang pasif dari pekerja migran Indonesia di Hong Kong bukan tanpa alasan, mengingat selama 6 (enam) hari mereka bekerja secara penuh didalam rumah, maka 1 (satu) hari yaitu pada hari minggu mereka gunakan untuk melepas lelah. Berbeda-beda cara mereka dalam mengekpresikan dihari libur, sekedar kumpul dengan teman-teman di taman, mengikuti acara pengajian yang diadakan oleh sekelompok pekerja migran maupun ikut dalam arisan. Tentunya tahapan sebelum pemilihan Presiden dan saat pemilihan Presiden disikapi secara berbeda oleh pekerja migran Indonesia yang berada di Hong Kong.

Ini seperti yang diutarakan oleh pegiat aktivis buruh migran di Hong Kong dan sekaligus ketua Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) Sringatin. Sringatin mengatakan bahwa saat pencoblosan cukup ramai bahkan ada beberapa orang pekerja migran Indonesia yang gagal menyalurkan hak politiknya di Wanchai, Hong Kong. Sringatin, yang terdaftar namun tidak mendapatkan undangan untuk memilih. Pada akirnya ia berhasil memberikan hak suaranya, karena ia datang dipagi hari untuk mengantri. Ia menceritakan bahwa kacaunya suasana pemilihan memang sejak awal sudah terlihat yaitu dengan adanya kekacauan sistem pengaturan barisan. Dari awal yang dapat undangan dan yang tidak dapat undangan akan tetapi terdaftar, dicampur menjadi satu. Pencampuran ini menjadikan barisan semakin panjang, memperlama pencoblosan, serta menguras energi, itu yang menjadi sebabnya.

Sringatin lanjut mempertanyakan data pemilih yang digunakan penyelenggara. Ia mengatakan selain tidak mendapatkan undangan, banyak juga pekerja migran yang tidak bisa memilih lewat metode pos karena tidak mendapatkan kertas suara. Pihaknya juga mempertanyakan kalau konsulat jendral Republik Indonesia (KJRI) di Hong Kong tidak mempunyai data baru? padahal setiap dua tahun sekali ada yang namanya perbaharuan data (renew contract).

Setiap renew contact selalu ada perubahan data (Wijaya Callistasia, 2019). Selain masalah tahapan sebelum pemilihan dan saat pemilihan, ada masalah-masalah yang lain muncul, yang harus menjadi perhatian serius dari panitia pemilihan luar negeri. Supaya kedepan tidak merugikan lagi hak politik warga negara untuk memilih Presiden dan Wakil Presidennya. Disamping itu pihak panitia pemilihan dan juga pengawas pemilihan harus mampu mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Sekelompok orang diduga warga negara Indonesia yang berdomisili di Hong Kong merangsek ke lokasi tempat pemungutan suara pemilihan presiden. Mereka menerobos area pemilihan presiden setelah kecewa lantaran tak bisa menggunakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara Queen Elizbeth Stadium, Wan Chai, Hong Kong. Ketua panitia pengawas pemilu Hong Kong, Fajar Kurniawan dan ketua pemilihan luar negeri Suganda Supranto, dalam surat resmi, membenarkan ada 20 orang masuk ke tempat pemungutan suara setelah proses pemilihan telah selesai.

Sebagian orang dari sekelompok massa tersebut telah terlihat disekitar gedung sejak pagi, sebagaimana dinyatakan secara tertulis oleh pantia pemilihan luar negeri dan panitia pengawas pemilu Hong Kong. Sekelompok orang itu masuk pukul 20.30 waktu setempat, setelah proses pemilihan ditutup pada pukul 19.40. Dalam keterangan tersebut, sebelum insiden terjadi, panitia telah memastikan bahwa seluruh pemegang hak pilih sudah mencoblos sebelum waktu pemilihan berakhir.

Pemilik hak suara juga dipastikan telah berada diluar gedung pukul 19.15. Adapun sebelum menutup pintu masuk gedung tempat pencoblosan, tim pengaman dari polisi Republik Indonesia (Polri) dan polisi Hong Kong serta tim monitoring komisi pemilihan umum telah melakukan penyisiran. Penyisiran dilaksanakan untuk memastikan tidak ada lagi calon pemilih yang tertinggal. Masalah insiden tersebut panitia pemilihan luar negeri juga sudah memberikan pernyataan secara resminya.

Terkait tragedi setelah pemilihan ditutup, panitia pengawas pemilu Hong Kong dan panitia pemilihan luar negeri menyepakati tak mengizinkan 20 orang tersebut masuk. Sikap itu merujuk pada peraturan komisi pemilihan umum nomor 3 tahun 2019 yang menyatakan bahwa proses pemilihan berlangsung hanya direntang pukul 09.00-19.00. Berdasarkan aturan itu, panitia pengawas pemilu dan panitia pemilihan luar negeri menjelaskan bahwa sikap mereka dalam insiden tersebut bukan melarang calon pemilih masuk untuk mencoblos. Namun, melaksanakan aturan sesuai regulasi yang telah ditetapkan oleh komisi pemilihan umum (Sulandari et al., 2021). Masalah lainnya yang muncul adalah terkait antrian saat pencoblosan dan juga kegagalan dalam menyalurkan hak politiknya.

Dinamika yang sudah dijelaskan diatas menunjukkan bahwa kesadaran politik pekerja migran Indonesia di Hong Kong sudah terbangun akan tetapi ini masih butuh sosialisasi dan dukungan dari pemerintah. Dukungan, sebagai warga negara untuk menggunakan hak politiknya secara benar. Sosialisasi, bagaimana menggunakan hak politik akan tetapi tidak merugikan hak politik orang lain.���

 

Faktor Utama Partisipasi Politik Pekerja Migran Indonesia di Hong Kong

Partisipasi politik warga negara dalam hal ini adalah pekerja migran Indonesia di Hong Kong sangat berperan penting untuk membangun sebuah negara. Memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia tahun 2019 adalah satu satu wujud partisipasi politik. Akan tetapi partisipasi politik pekerja migran Indonesia di Hong Kong pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 banyak dipengaruhi oleh banyak faktor. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mullaeli selaku tim sukses calon Presiden dan calon Wakil Presiden pada pemilihan Presiden Republik Indonesia tahun 2019, dalam hal ini menyatakan bahwa:

Kebanyakan pekerja migran Indonesia di Hong Kong khususnya saya sendiri, memiliki pertimbangan dalam menggunakan hak pilih pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2019 yang lalu. Dimana saya memilih calon Presiden dan Wakil Presiden yang dapat memberikan perubahan yang lebih baik, bagi pekerja migran dan juga memiliki konsen terkait status kami sebagai pekerja migran Indonesia. Contohnya para calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang berjanji akan memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada kami yang statusnya sebagai pekerja migran Indonesia di Luar negeri (Wawancara lewat telepon dengan pekerja migran Indonesia di Hong Kong, 20 Mei 2022)�.

 

Berikut peneliti tampilkan grafik mengenai beberapa faktor yang turut mempengaruhi bagi pekerja migran Indonesia di Hong Kong berkaitan dengan kesadaran politik atau partisipasi politik mereka pada Pilpres 2019.

 

Grafik 3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Pekerja Migran Indonesia di Hongkong

Sumber: Diolah dari hasil survei

 

Grafik diatas memperlihatkan beberapa faktor yang berpengaruh dan yang tidak berpengaruh terkait partisipasi politik pekerja migran Indonesia di Hong Kong. Pertama, diatas telah menunjukkan bahwa responden tidak terlalu melihat soal maju dan tidaknya jaman terkait penggunaan hak politik mereka untuk memilih seorang presiden pada tahun 2019.

Terlihat jika ada 75 responden akan tetap YA tetap memilih meski jaman telah maju, sedangkan ada 25 responden lainnya menyatakan TIDAK akan memilih ketika jaman telah maju. Kedua, terkait masalah status sebagai seorang pekerja migran Indonesia. Dalam survey terdapat 68 responden menyatakan TIDAK terpengaruh atas status tersebut, sementara itu ada 32 responden yang menyatakan YA terpengaruh dengan status sebagai pekerja migran Indonesia dalam berpartisipasi politik.

Ketiga, menunjukan jarak antara antara Hong Kong dengan Indonesia yang jauh, apakah ini mempengaruhi partisipasi politik pekerja migran Indonesia. Terdapat 83 responden menyatakan TIDAK terpengaruh, sementara itu ada 17 responden yang menyatakan YA terpengaruh dalam partisipasi politik. Keempat, pertanyaan yang menunjukan bahwa kerja-kerja relawan atau tim sukses tidak semasif atau sesering mungkin seperti yang dilakukan di Indonesia, apakah ini mempengaruhi partisipasi politik pekerja migran Indonesia di Hong Kong.

Terdapat 79 responden menyatakan TIDAK terpengaruh, sementara itu ada 21 responden yang menyatakan YA terpengaruh dalam berpartisipasi politik. Kelima, menunjukkan bahwa ada konflik kepentingan dari pejabat publik apakah ini berpengaruh dalam partisipasi politik bagi pekerja migran Indonesia. Dalam grafik terdapat 42 responden menyatakan TIDAK terpengaruh, sementara itu ada 58 responden menyatakan YA terpengaruh dalam berpartisipasi politik.

Keenam, terkait masalah keterlibatan pekerja migran Indonesia pada proses penyusunan kebijakan politik. Terdapat 45 responden menyatakan TIDAK terpengaruh akan hal tersebut, sedangkan ada 55 responden yang menyatakan YA mempengaruhi untuk ikut dalam berpartisipasi politik. Ketujuh, dalam penggunaan hak pilih pada pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2019 ada sebanyak 82 responden menyatakan bahwa mereka menggunakan hak pilihnya, sementara itu ada 18 responden yang tidak menggunakan hak pilih.

Data diatas menunjukan bahwa ada salah satu faktor dari pekerja migran Indonesia di Hong Kong yang menyatakan YA terpengaruh terkait masalah partisipasi politik adalah aspek keterlibatan dalam penyusunan kebijakan politik. Mengacu pada fakta dan temuan diatas, peneliti turut menggali pendapat beberapa responden. Berikut pendapat Nani Wijayanti selaku pekerja migran Indonesia yang berprofesi sebagai asisten rumah tangga yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah Indonesia yang berorientasi pada pekerja migran Indonesia, ia menyatakan bahwa:

Sejauh ini sudah banyak mengalami perbaikan dari pemerintah dari segi kebijakannya terhadap pekerja migran Indonesia, akan tetapi lebih baik lagi jika pemerintah memberikan peraturan yang meringankan pekerja migran Indonesia. Contohnya kami masih keberatan dengan adanya sistem potongan gaji yang lebih dari 6 bulan dan proses penapungan yang begitu panjang sehingga kita tidak tahu kapan akan berangkatnya, itu akan berdampak uang saku yang kita punya selama hidup dipenapungan�. (Wawancara lewat telepon dengan pekerja migran Indonesia di Hong Kong, 20 Mei 2022).

Penjelasan Nani Wijayanti tersebut dapat dipahami bahwa calon presiden dan calon wakil presiden yang memiliki konsen pada perumusan kebijakan yang berorientasi pada pekerja migran Indonesia. Tentunya ini memiliki pengaruh pada pekerja migran Indonesia dalam berpartisipasi politik pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019. Sementara itu juga ada pendapat lain yang membicarakan soal kebijakan yang berorientasi pada pekerja migran Indonesia. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Nunuk Margiati pekerja migran Indonesia di Hong Kong yang berprofesi sebagai asisten pengasuh orang tua, begini menurutnya:

Memberikan layanan terbaik untuk pekerja migran tanpa membuat peraturan yang bertele-tele. Terapkan zero cost bagi pekerja migran Indonesia. Tempatkan orang yang benar-benar tahu kondisi lapangan untuk mengetahui apa, bagaimana serta cara menangani ketika ada sebuah permasalahan yang dialami oleh pekerja migran Indonesia�. (Hasil wawancara lewat telepon dengan pekerja migran Indonesia di Hong Kong, 20 Mei 2022).

Sementara itu, berkaitan dengan konflik kepentingan pejabat publik beberapa respoden juga menyatakan jika hal ini cukup mempengaruhi. Namun salah satu responden berpandangan agar pejabat terpilih untuk konsisten pada visi dan misi serta program kerja yang sudah mereka buat. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Siti Nur Asiyah selaku pekerja migran Indonesia di Hong Kong yang berprofesi sebagai perawat orang tua. Begini pernyataannya saat peneliti wawancarai:

Konsisten dengan visi dan misi serta program kerja. Selain itu juga yang pertama, perlu perbaikan dari segi moral dengan meningkatkan edukasi dan agama sebagai fundamental masyarakat yang berwawasan dan beretika. Kedua adalah ekonomi sebagai tiang negara dengan mempermudah masyarakat berkreasi tentunya dengan batasan dan aturan yang jelas. Indonesia banyak dengan orang-orang yang kreatif harusnya didukung dan difasilitasi bukannya dimatikan. Ketiga adalah mempertahankan, menghargai dengan menanamkan rasa cinta terhadap budaya asli Indonesia, termasuk adat istiadat kita yang unik dan menarik. Terakhir segi pariwisata, tingkatkan dengan menjaga, merawat, kebersihan, serta meningkatkan bahasa internasional untuk memikat wisatawan manca negara untuk hadir. Sebenarnya pekerja migran Indonesia juga membantu mempromosikan pariwisata maupun budaya yang ada di Indonesia. Tetapi itu belum diakui oleh pemerintah�. (Wawancara lewat telepon dengan pekerja migran Indonesia di Hong Kong, 20 Mei 2022).

Model pembangunan dewasa ini menekankan pada pentingnya keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam setiap proses pembangunan yang dilaksanakan. Pelaksanaan atau implementasi program-program hendaknya dapat mengalir secara dinamis dari arus bawah (masyarakat), yakni bagaimana peran serta rakyat (masyarakat) dalam proses pembangunan tersebut. Masyarakat tidak hanya menjadi subjek akan tetapi juga menjadi objek dalam pembangunan.

Saat ini demokrasi di Indonesia sudah berjalan sebagaimana mestinya, masyarakat mempunyai hak memilih dan juga mempunyai hak untuk dipilih. Berkaitan dengan hak memilih, pekerja migran Indonesia yang berada di Hong Kong memahami betul. Ini terlihat dari survey dari 100 orang yang disurvey, ada 82 responden yang menjawab bahwa mereka ikut berpartisipasi politik dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 di Hong Kong. Hasil survey ini sejalan dengan pemberitaan dimedia.

Antusiasme pekerja migran Indonesia terlihat dari antrian yang mengular dilokasi pemungutan suara. Peningkatan partisipasi ini sudah diprediksi sebelumnya oleh panitia pemilihan luar negeri saat data pemuktahiran daftar pemilih tetap. Semua itu tidak berjalan mulus begitu saja akan tetapi masih ada kendala-kendala yang dihadapi.

Sejumlah kendala dari faktor eksternal dalam pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Hong Kong sehingga merugikan pekerja migran Indonesia, seperti berikut: 1) Masih adanya dokumen yang ditahan oleh majikan dan agen sehingga calon pemilih tidak bisa menyalurkan hak pilihnya. 2) Limitasi durasi waktu libur membuat calon pemilih dalam daftar pemilih khusus terancam gugur hak pilihnya karena waktu yang terbatas. 3) Beberapa calon pemilih menyatakan tidak mendaftar melalui mekanisme online sebelumnya. Hal itu dikarenakan adanya ketakutan dokumen yang diunggah bakal disalahgunakan. 4) Bagi calon pemilih yang telah terdaftar melalui pos namun surat suaranya kembali (retur) terancam tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena minimnya informasi terkait kasus ini.

Direktur Eksekutif Migran Care Wahyu Susilo yang memantau langsung penyelenggaraan pemilihan umum di Hong Kong mengatakan, antusiasme calon pemilih tidak diimbangi dengan respons dari penyelenggara, misal dalam mengantisipasi daftar pemilih khusus. Tidak adanya langkah dari panitia untuk memilah daftar pemilih tetap dan daftar pemilih khusus diantrian terluar, sehingga calon pemilih dari daftar pemilih khusus yang sudah mengantri lama, harus keluar dulu dan menunggu kembali pada waktu yang telah ditentukan. Migrant Care sebagai pemantau pemilihan umum independen mendesak adanya opsi alternatif untuk dapat mengakomodir hak memilih pekerja migran Indonesia di Hong Kong. Disamping masalah dokumen dan juga waktu ada hal lain lagi yang terjadi saat pemilihan presiden tahun 2019 di Hong Kong.

Partisipasi politik merupakan salah satu aspek penting dari demokrasi. Asumsi yang mendasari demokrasi (partisipasi) adalah orang yang paling tahu tentang apa yang baik bagi dirinya adalah orang itu sendiri, karena keputusan politik yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut, mempengaruhi kehidupan warga negara. Warga negara berhak serta menentukan isi keputusan yang mempengaruhi hidupnya. Dengan kata lain keikutsertaan warga negara dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik sangat diperlukan demi menciptakan keputusan yang tidak merugikan kehidupan masyarakat (Husni & Harmanto, 2021).

Partisipasi menunjukkan bahwa warga mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan itu. Sebaliknya, tingkat partisipasi yang rendah pada umumnya dianggap sebagai tanda yang kurang baik, karena dapat ditafsirkan bahwa banyak warga yang tidak menaruh perhatian terhadap masalah bangsa.

Bentuk-bentuk partisipasi politik tersebut bisa berupa pemberian suara dalam pemilihan umum. Disini masyarakat turut serta memberikan atau ikut serta dalam memberi dukungan suara kepada calon pemimpin atau partai politik. Partisipasi lainya adalah dalam bentuk kontak atau hubungan langsung dengan pejabat pemerintah. Partisipasi dengan mencalonkan diri dalam pemilihan jabatan publik dan partisipasi dengan memberikan saran dan kritik terhadap lembaga masyarakat atau pemerintahan yang berada di Republik Indonesia.

Dalam survey ditunjukan bahwa antusiasme pekerja migran Indonesia dalam berpartisipasi politik tidak terlepas dari figur calon presiden dan wakil presiden Indonesia serta kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah. Pekerja migran Indonesia tidak memperhatikann jarak maupun status mereka sendiri dalam partisipasi politik, yang mereka fikirkan itu untuk kemajuan bangsa dan negara kedepannya.

 

 

Kesimpulan

Dari hasil analisis penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal terkait partisipasi politik pekerja migran Indonesia di Hong Kong pada pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia tahun 2019. Pertama, sebagai negara demokrasi, pekerja migran Indonesia di Hong Kong memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pemilihan tersebut, dan 82% dari mereka menggunakan hak pilihnya. Kedua, sebagian besar tahapan pemilihan yang diikuti oleh pekerja migran adalah sosialisasi, yang mencapai 85%, sementara kampanye hanya mencapai 6%.

Faktor utama yang mendorong partisipasi mereka adalah kebijakan pemerintah Indonesia yang mendukung pekerja migran. Oleh karena itu, peneliti memberikan beberapa saran, termasuk perlunya peningkatan implementasi Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 terkait pekerja migran, peningkatan kesadaran pekerja migran terhadap hak konstitusional mereka, dan peningkatan sosialisasi calon presiden dan wakil presiden melalui berbagai cara di Hong Kong untuk meningkatkan partisipasi mereka dalam pemilihan umum mendatang.

 

BIBLIOGRAFI

Adrian, D. M., Wantu, F. M., & Tome, A. H. (2021). Diskriminasi Rasial Dan Etnis Dalam Perspektif Hukum Internasional. Jurnal Legalitas, 14(01), 1�17.

 

Ervina, E. (2020). Analisis Yuridis terhadap Perlindungan Tenaga Kerja Wanita Indonesia Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Prodi Ilmu Hukum.

 

Huda, N. (2017). Penataan Demokrasi dan Pemilu di Indonesia. Kencana.

 

Husni, M. W., & Harmanto, H. (2021). UPAYA KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU) KABUPATEN TUBAN DALAM PENINGKATAN PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT. Kajian Moral Dan Kewarganegaraan, 9(2), 374�388.

 

Lutfiana, W. R. N. (2017). Usaha-Usaha Penggagalan Pemilihan Umum Pertama Tahun 1955. Avatara, 5(1), 67�80.

 

Marsel, B. Y., Sudey, N. S., & Nau, N. U. W. (2022). Analisis Strategi Kebijakan Migrasi Internasional Pemerintahan Jokowi Jilid I Dalam Penanganan Human Trafficking. Global Political Studies Journal, 6(2), 107�122.

 

Nansi, W. S. (2022). Analisis Pengaturan Hukum Bagi Anak-Anak Kelompok Minoritas di Indonesia Dalam Upaya Mencegah Kekerasan dan Diskriminasi. Jurnal Bedah Hukum, 6(2), 152�181.

 

Pamungkas, C. (2017). Global village dan Globalisasi dalam Konteks ke-Indonesiaan. Jurnal Global & Strategis, 9(2), 245.

 

Pelindungan, P. M. I. P. M. I. (2022). Model Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Arab Saudi dan Implikasinya pada Hubungan Bilateral Indonesia-Arab Saudi (2015-2019). JURNAL HUBUNGAN LUAR NEGERI, 7(2), 47.

 

Pratiwi, D. A. (2018). Sistem Pemilu Proporsional Daftar Terbuka di Indonesia: Melahirkan Korupsi Politik? Jurnal Trias Politika, 2(1), 13�28.

 

Rahmi, A., & Rudiarto, I. (2013). Karakteristik migrasi dan dampaknya terhadap pengembangan pedesaan kecamatan kedungjati, kabupaten grobogan. Jurnal Pembangunan Wilayah Dan Kota, 9(4), 331�342.

 

Sihaloho, M., Wahyuni, E. S., Kinseng, R. A., & Tjondronegoro, S. M. P. (2016). Perubahan struktur agraria, kemiskinan, dan gerak penduduk: Sebuah tinjauan historis. Sodality J. Sosiol. Pedesaan, 4(1).

 

Sugandi, Y. S., & Heryadi, D. (2018). Kebijakan Migrasi Lintas Negara Pemerintah Indonesia (Studi Kasus Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Malaysia. Jurnal Wacana Kinerja: Kajian Praktis-Akademis Kinerja Dan Administrasi Pelayanan Publik, 20(2), 41�52.

 

Sulandari, S., Astawa, I. W., Rahayu, L. R., & Lesmana, P. S. W. (2021). Implementasi Peraturan Komisi Pemilihan Umum Tentang Kampanye Pemilihan Umum Tahun 2019 di Kabupaten Gianyar. Journal of Contemporary Public Administration (JCPA), 1(1), 20�26.

 

Widnyani, I. A. P. S. (2020). Perilaku Dan Partisipasi Pemilih dalam Pemilu Legislatif. Zifatama Jawara.

 

Wijaya, A., & Ananta, W. P. (2022). Darurat Kejahatan Seksual. Sinar Grafika.

 

Copyright holder:

Muhammad Santosa (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: