Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 09, September 2022
����������������������������������������������������������
DAMPAK HUKUM
TERHADAP NOTARIS/PPAT AKIBAT TINDAKAN MELAWAN HUKUM OLEH PEGAWAI KANTORNYA
Elle Tasya Putri1*,
Mella Ismelina Farma Rahayu2
1*,2 Tarumanagara University, Indonesia
Email: 1*[email protected], 2[email protected]
Abstrak
Peran seorang Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) melampaui aspek hukum dalam transaksi properti, melibatkan pertimbangan
etika dan tanggung jawab sosial. Dalam kasus di mana seorang pegawai kantor
terlibat dalam perbuatan melawan hukum, pertanyaan tentang tanggung jawab
hukum, etika, dan profesionalisme Notaris/PPAT muncul. Tanggung jawab hukum
Notaris/PPAT atas tindakan pegawai kantor bervariasi sesuai yurisdiksi hukum,
seringkali tergantung pada tingkat pengawasan yang dilakukan Notaris/PPAT.
Penelitian ini mengadopsi metode penelitian hukum normatif, terfokus pada
analisis peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, serta literatur
hukum terkait tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) serta tindakan
melawan Hukum PPAT/Notaris. Dalam menjalankan tugasnya, Notaris atau PPAT harus
mempertimbangkan aspek hukum, etika, dan tanggung jawab sosial, menjaga
integritas profesi serta memberikan dampak positif bagi kesejahteraan
masyarakat secara luas.
Kata Kunci: Notaris, PPAT, Etika Profesi
Abstract
The role of a Notary
Public or Land Deed Official (PPAT) extends beyond the legal aspects in
property transactions, involving ethical considerations and social
responsibility. In cases where an office employee is involved in illegal
activities, questions regarding the legal responsibility, ethics, and
professionalism of the Notary/PPAT arise. The legal responsibility of a
Notary/PPAT for the actions of an office employee varies according to legal
jurisdictions, often contingent upon the level of supervision exercised by the
Notary/PPAT. This study adopts a normative legal research method, focusing on
the analysis of legislative regulations, court decisions, and legal literature
related to the responsibility of Land Deed Officials (PPAT) and illegal actions
of PPAT/Notaries. In carrying out their duties, Notaries or PPATs must consider
legal, ethical, and social responsibility aspects, upholding professional
integrity and providing a positive impact on the wider societal well-being.
Keywords: Notary, PPAT, Professional
Ethics
Pendahuluan
Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan figur hukum yang
memegang peran penting dalam proses pembuatan dokumen legal. Keberadaan mereka
menjadi fondasi kepastian hukum dalam transaksi properti dan dokumen-dokumen
yang berkaitan. Kehadiran notaris/PPAT bukan hanya sebagai saksi atau pembuat
akta, namun juga sebagai penjaga integritas hukum. Seorang Notaris bisa juga
menjabat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal
7 ayat (1) dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 yang mengubah
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, yang biasa disebut PP PPAT. Notaris
dan PPAT bisa melakukan penggabungan jabatan jika mereka beroperasi di area
kerja yang sama atau berlokasi di wilayah yang identik. Ketentuan ini diatur
dalam Pasal 7 ayat (1) dari PP PPAT.
Dalam menjalankan tugasnya, notaris/PPAT dihadapkan pada kewajiban
profesional yang tinggi, harus memastikan bahwa setiap dokumen yang dihasilkan
telah memenuhi standar hukum yang berlaku. Namun, hal ini tidaklah hanya
terpaku pada individu notaris/PPAT itu sendiri, tetapi juga mencakup seluruh
entitas di mana mereka berpraktek, termasuk para pegawai kantornya.
Dalam rutinitas pekerjaan sehari-hari, seorang Notaris/PPAT tidak hanya
bekerja sendirian tetapi juga dibantu oleh tim karyawan. Peran karyawan dalam
kantor Notaris/PPAT sangat signifikan, membantu dalam proses pembuatan dokumen
hukum, menyiapkan berkas, mengelola pembayaran, dan tugas-tugas lainnya.
Kehadiran mereka secara substansial mendukung Notaris/PPAT dalam menjalankan
tugasnya dan juga meningkatkan kualitas layanan. Namun, terkadang kesalahan
bisa terjadi oleh karyawan tersebut, yang tidak selalu terkait dengan tindakan
langsung dari Notaris/PPAT itu sendiri.
Pegawai kantor memiliki peran yang tak kalah penting. Mereka terlibat
secara langsung dalam proses penyusunan dokumen hukum. Dalam beberapa kasus,
tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh pegawai ini dapat memunculkan
implikasi serius tidak hanya bagi individu yang melakukan tindakan tersebut,
tetapi juga bagi notaris/PPAT yang bertanggung jawab atas kantor tersebut.
Dalam kaitannya dengan ini, perlu ada pemahaman yang jelas tentang akibat
hukum yang mungkin dihadapi oleh notaris/PPAT akibat kesalahan atau perbuatan
melawan hukum yang dilakukan oleh anggota tim kerjanya. Risiko ini
mempertanyakan tidak hanya kepatuhan hukum, tetapi juga integritas notaris/PPAT
dalam menyajikan dan menyusun dokumen-dokumen yang berkualitas.
Artikel ini akan melakukan analisis mendalam terkait dampak hukum dari
tindakan melawan hukum oleh pegawai kantor notaris/PPAT. Dengan menyoroti
implikasi hukum yang dapat menimpa notaris/PPAT, baik dari segi administratif,
disiplin, maupun bahkan pidana, artikel ini akan menjelaskan konsekuensi yang
dapat dihadapi oleh notaris/PPAT sebagai akibat tindakan melawan hukum oleh
staf kantornya.
Selain itu, upaya preventif juga akan ditekankan dalam tulisan ini.
Langkah-langkah preventif ini bertujuan untuk meminimalisir risiko terjadinya
tindakan melawan hukum oleh pegawai kantor notaris/PPAT. Ini mencakup
pengaturan yang lebih ketat, pelatihan etika hukum, serta strategi pengawasan
yang lebih efektif.
Lebih dari sekadar analisis hukum semata, artikel ini juga bermaksud
memberikan panduan praktis bagi notaris/PPAT dalam mengelola risiko dan
mempertahankan integritas hukum lembaga notaris/PPAT dalam menghadapi tantangan
sehari-hari di kantor mereka.
Metode
Penelitian dilakukan dengan menganalisis kasus-kasus konkret di mana
notaris atau PPAT terlibat dalam tindakan melawan hukum oleh pegawainya.
Analisis mendalam terhadap perkara-perkara yang terjadi dapat memberikan
pemahaman yang lebih jelas mengenai bagaimana hukum diterapkan dalam
kasus-kasus spesifik ini. Penelitian ini mengadopsi
metode penelitian hukum normatif, terfokus pada analisis peraturan
perundang-undangan, putusan pengadilan, serta literatur hukum terkait tanggung
jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) serta tindakan melawan Hukum
PPAT/Notaris.
Data yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan melalui studi pustaka.
Sumber utama mencakup peraturan hukum terkait kepemilikan hak atas tanah,
keputusan pengadilan yang berkaitan dengan transfer hak atas tanah, literatur
hukum yang membahas tanggung jawab PPAT, dan kode etik profesional bagi PPAT. Analisis
data dilakukan dengan mengidentifikasi serta mengevaluasi isi peraturan hukum
yang terkait dengan tindakan melawan hukum oleh Notaris atau PPAT, menganalisis
putusan pengadilan untuk memperoleh sudut pandang hukum, dan menarik kesimpulan
dari literatur hukum yang telah diteliti. Pendekatan ini memberikan pemahaman
yang mendalam mengenai kerangka hukum yang mengatur tanggung jawab PPAT dan
notaris.
Hasil dan
Pembahasan
Hukum Notaris
dan PPAT
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menjadi landasan hukum yang komprehensif
yang mengatur tugas, tanggung jawab, dan wewenang yang dimiliki oleh notaris
dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Indonesia. Undang-undang ini membentuk
kerangka kerja yang jelas bagi kedua profesi ini, yang memainkan peran penting
dalam proses hukum dan administrasi properti.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris memperkenalkan serangkaian perubahan
signifikan yang mengonkretkan aspek-aspek krusial terkait jabatan notaris di
Indonesia. Sejumlah poin penting yang terangkum dalam undang-undang ini mengacu
pada kepentingan publik yang menjadi fokus utama. Diantaranya adalah penjelasan
mengenai perubahan dalam kewenangan, kewajiban, dan larangan notaris, serta
aturan terkait pengelolaan anggaran notaris.
Undang-undang ini menekankan bahwa notaris, sebagai agen yang memberikan
layanan hukum kepada masyarakat, harus diberikan perlindungan dan jaminan untuk
menjamin terciptanya kepastian hukum. Penetapan undang-undang ini pada tanggal
15 Januari 2014 dan penerbitannya dengan persetujuan bersama menandai langkah
penting dalam menyesuaikan hukum notaris dengan perkembangan hukum dan kebutuhan
masyarakat.
Secara khusus, undang-undang ini menetapkan bahwa notaris memiliki
kewenangan untuk membuat akta autentik, dokumen hukum yang memiliki kekuatan
pembuktian yang tinggi di mata hukum. Sementara itu, PPAT memiliki wewenang
dalam pembuatan akta-akta yang berkaitan dengan sertifikat tanah, transaksi
properti, dan aspek hukum yang terkait dengan kepemilikan tanah. Mereka
dituntut untuk menjalankan tugas mereka dengan penuh itikad baik, objektif, dan
sesuai dengan kode etik profesi yang telah ditetapkan.
Selain kewenangan dalam pembuatan dokumen, undang-undang ini mewajibkan
notaris dan PPAT untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap dokumen dan
informasi yang terkait dengan tugas mereka. Mereka bertanggung jawab secara
hukum atas keabsahan dokumen yang mereka hasilkan, mendorong transparansi dan
keakuratan dalam setiap transaksi yang mereka tangani.
Pengawasan terhadap aktivitas notaris dan PPAT juga diatur secara ketat
dalam undang-undang ini. Ada mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh lembaga
yang berwenang, yang bertujuan untuk memastikan bahwa notaris dan PPAT
menjalankan tugas mereka sesuai dengan aturan dan peraturan yang berlaku.
Terdapat juga sanksi yang tegas bagi notaris atau PPAT yang melanggar ketentuan
yang telah ditetapkan, termasuk sanksi administratif dan hukum.
Perlindungan kepentingan publik merupakan salah satu aspek utama yang
ditekankan dalam undang-undang ini. Peran notaris dan PPAT bukan hanya sebatas
dalam pembuatan dokumen, melainkan juga dalam menjaga keabsahan transaksi hukum
serta melindungi kepentingan publik dalam transaksi yang melibatkan hak dan
kewajiban pihak-pihak yang terlibat. Hal ini menegaskan bahwa notaris dan PPAT
memiliki peran penting dalam menjaga keadilan, keabsahan, dan kepercayaan dalam
proses hukum serta transaksi properti di Indonesia. Dengan demikian,
undang-undang ini memberikan fondasi yang kokoh bagi praktik notaris dan PPAT,
menekankan pentingnya etika, tanggung jawab, dan perlindungan kepentingan
masyarakat dalam proses hukum yang melibatkan kepemilikan properti.
Tanggung Jawab
Notaris/PPAT
Tanggung jawab seorang Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
membentang luas, mencakup aspek-aspek krusial dalam proses hukum terkait
kepemilikan properti. Sebagai penulis akta otentik yang sah secara hukum, peran
mereka mengharuskan pengawasan yang ketat dalam setiap langkah proses pembuatan
dokumen resmi ini. Meliputi verifikasi identitas dan kredibilitas pihak yang
terlibat, penelitian menyeluruh untuk memastikan keabsahan transaksi, dan pengamatan
detail atas persyaratan hukum yang harus dipenuhi.
�Namun, tanggung jawab mereka tidak
hanya terfokus pada tahap pembuatan akta. Mereka juga bertanggung jawab atas
penyimpanan dokumen yang dihasilkan, memastikan bahwa dokumen tersebut disimpan
dengan aman dan terdaftar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu,
dalam menjalankan tugasnya, Notaris/PPAT wajib menjaga tinggi standar etika dan
profesionalisme. Kejujuran, kecermatan, serta kepatuhan terhadap hukum dan kode
etik profesi menjadi landasan utama dalam setiap tindakan yang mereka ambil.
Tidak hanya itu, tanggung jawab mereka juga meluas ke arah pengawasan
terhadap staf kantor mereka. Mereka bertanggung jawab atas tindakan yang
dilakukan oleh pegawai dalam lingkup kewenangan kerja yang berkaitan dengan
tugas Notaris/PPAT. Apabila terdapat aktivitas yang mencurigakan, Notaris/PPAT
memiliki kewajiban untuk melaporkan atau bahkan menolak untuk melakukan
transaksi yang terindikasi ilegal atau mencurigakan.
Menghadapi tugas sekompleks itu, menjalankan peran sebagai Notaris/PPAT tak
hanya sekadar melaksanakan prosedur hukum, melainkan juga menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap kejelasan hukum dan keabsahan transaksi properti. Kesalahan
atau kelalaian dalam menjalankan tugas mereka bukan hanya berdampak pada
individu yang terlibat dalam transaksi, namun juga dapat merusak stabilitas
hukum secara keseluruhan. Oleh karena itu, Notaris/PPAT juga dihadapkan pada
kebutuhan untuk selalu memperbarui pengetahuan mereka, terutama terkait
perkembangan hukum dan teknologi guna menjaga kualitas layanan dan memenuhi
tuntutan zaman yang terus berkembang.
Pertimbangan
Etika dan Profesionalisme
Pertimbangan etika dan profesionalisme dalam konteks perbuatan melawan
hukum oleh pegawai kantor Notaris atau PPAT memiliki implikasi yang mendalam.
Sebagai penjaga integritas dokumen hukum, Notaris atau PPAT bertanggung jawab
untuk memastikan kepatuhan hukum dalam setiap transaksi properti. Ketika
seorang pegawai kantor terlibat dalam tindakan yang melanggar hukum, tanggung
jawab etis Notaris atau PPAT menjadi sorotan. Mereka memiliki kewajiban moral
untuk memastikan bahwa semua yang terjadi di kantor mereka sesuai dengan
standar etika yang tinggi.
Dalam konteks ini, penting bagi Notaris atau PPAT untuk menjalankan
kewajiban profesional dalam pengawasan terhadap pegawai kantornya.
Langkah-langkah pencegahan yang kuat dan pengelolaan yang cermat terhadap
aktivitas kantor menjadi aspek penting dalam menjaga integritas profesi mereka.
Etika mendorong mereka untuk tidak hanya menyelesaikan kasus secara hukum
tetapi juga secara moral, memastikan bahwa tindakan yang diambil menghasilkan
pembelajaran dan perbaikan dalam tata kelola internal.
Etika profesi melibatkan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat secara
luas, termasuk mempertimbangkan dampak sosial, lingkungan, dan kesejahteraan
umum dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan Pasal 3 huruf h Kode Etik PPAT,
diamanatkan bahwa PPAT memiliki kewajiban memberikan pencerahan hukum kepada
individu atau kelompok yang membutuhkan layanan mereka. Tujuannya adalah agar
masyarakat memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai hak dan tanggung jawab
mereka sebagai warga negara dan anggota masyarakat. Misalnya, dalam menyusun
dokumen hukum, Notaris atau PPAT memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa
transaksi properti tidak hanya sah secara hukum tetapi juga tidak merugikan
lingkungan sekitar atau masyarakat lokal. Dengan mempertimbangkan aspek sosial,
lingkungan, dan kesejahteraan umum dalam setiap keputusan yang diambil, mereka
dapat membantu mencegah konsekuensi negatif yang mungkin terjadi akibat
transaksi properti yang kurang memperhatikan aspek-etika sosial.
Perlindungan terhadap kepentingan pihak yang terlibat dalam transaksi
properti juga menjadi fokus penting dalam pertimbangan etika. Meskipun tidak
secara langsung terlibat dalam tindakan melawan hukum, Notaris atau PPAT perlu
bertindak proaktif untuk memastikan bahwa kepercayaan dan kepentingan pihak
terjaga. Hal ini mungkin melibatkan transparansi dalam komunikasi dengan pihak terkait
serta kerjasama yang aktif dalam menyelesaikan masalah yang timbul.
Dengan adanya insiden semacam ini, penting bagi profesi Notaris atau PPAT
untuk merefleksikan dan meningkatkan standar etika mereka. Ini bisa melalui
peningkatan pengawasan internal, penguatan pelatihan etika dan hukum bagi
pegawai kantor, serta penegakan aturan yang lebih ketat untuk mencegah
terulangnya peristiwa serupa di masa depan. Pertimbangan etika dan
profesionalisme tidak hanya penting dalam menangani kasus-kasus spesifik tetapi
juga dalam memperkuat fondasi moral dan etis profesi secara keseluruhan.
Analisis Kasus
Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Blitar Nomor 10/Pdt.G/2020/PN Blt
Dalam kasus ini, Notaris/PPAT dibuatkan untuk melakukan tindak pidana pemalsuan
akta autentik yang dibuat oleh pegawai kantornya.
Dalam konteks Undang-Undang di berbagai yurisdiksi, tanggung jawab
Notaris/PPAT terhadap perbuatan pegawai kantornya cenderung diatur dalam
regulasi yang mengatur profesinya. Di Indonesia, Notaris diatur dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. PPAT diatur dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Undang-Undang tersebut menegaskan tanggung jawab seorang Notaris/PPAT atas
tindakan pegawainya dalam konteks profesionalisme dan kewenangan yang
diberikan. Pasal 16 UUJN (Undang-Undang Jabatan Notaris) dan ketentuan yang
setara dalam UUJPPAT (Undang-Undang Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah)
mengatur sanksi administratif yang bisa diterapkan jika terjadi pelanggaran,
seperti peringatan tertulis, pemberhentian sementara, atau bahkan pemberhentian
dari jabatan.
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh
Penelitian lain terkait tindakan Notaris/PPAT juga dilakukan oleh
Hasil analisis penelitian Edelia menegaskan bahwa Notaris memiliki wewenang
untuk menyimpan dokumen yang menjadi dasar hak milik dalam proses transaksi
jual beli. Dalam kasus Notaris HL, tindakan penahanan dokumen alas hak atas
tanah telah sesuai dengan wewenang yang dimiliki Notaris sesuai dengan
peraturan Pasal 16 ayat 1a UUJN. Penahanan dokumen tersebut dianggap sebagai
langkah yang didasarkan pada perjanjian antara para pihak yang terlibat dalam
transaksi dan merupakan tindakan yang sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku.
Keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang menolak
gugatan dari Tuan AK disebut sebagai keputusan yang tepat, karena gugatan
tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Lebih lanjut, dalam konteks
penahanan dokumen alas hak tersebut, Notaris tidak diwajibkan untuk memberikan
ganti rugi kepada pihak manapun karena tindakan tersebut, karena tindakan
penahanan dokumen tersebut dianggap tidak bertentangan dengan hukum.
Dengan demikian, kesimpulan dari analisis penelitian ini adalah bahwa
tindakan Notaris HL dalam menahan dokumen alas hak tanah telah sesuai dengan
kewenangan yang dimilikinya berdasarkan peraturan yang berlaku. Keputusan
pengadilan untuk menolak gugatan Tuan AK juga dianggap tepat karena tidak adanya
dasar hukum yang kuat untuk menuntut ganti rugi akibat tindakan penahanan
dokumen yang dilakukan oleh Notaris.
Konsekuensi Hukum
Pada kasus di
Pengadilan Negeri Blitar Nomor 10/Pdt.G/2020/PN Blt, konsekuensi hukum yang
berkaitan dengan tindakan pegawai kantor Notaris/PPAT yang melakukan pemalsuan
akta autentik mungkin merujuk pada Pasal-pasal dalam UUJN dan UUJPPAT. Sanksi dan tanggung jawab terhadap perbuatan melawan
hukum oleh pegawai dalam lingkup kantor Notaris/PPAT, menurut undang-undang
tersebut, dapat memengaruhi posisi Notaris/PPAT secara hukum. Perbuatan yang
dilakukan oleh pegawai kantor Notaris/PPAT dapat dikategorikan sebagai
perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata. Definisi perbuatan
melawan hukum sesuai dengan pasal tersebut adalah setiap tindakan yang
melanggar hukum dan mengakibatkan kerugian pada pihak lain, yang mewajibkan
pihak yang dirugikan untuk mendapat ganti rugi.
Dalam konteks ini, tindakan pegawai kantor Notaris/PPAT dianggap sebagai
perbuatan yang melanggar hukum dan menyebabkan kerugian pada Penggugat, yang
dalam kasus ini berperan sebagai PPAT. Ini menegaskan bahwa perbuatan pegawai
kantor Notaris/PPAT memenuhi kriteria perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal
1365 KUHPerdata karena tindakan ilegal tersebut menimbulkan kerugian pada pihak
lain
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pegawai kantor Notaris/PPAT
dapat mengakibatkan serangkaian konsekuensi yang mencakup aspek hukum,
profesionalisme, dan reputasi. Dalam hukum perdata, berdasarkan Pasal 1365
KUHPerdata, perbuatan yang melanggar hukum dan menimbulkan kerugian pada pihak
lain mengharuskan pelaku untuk memberikan ganti rugi kepada pihak yang
dirugikan. Ini menegaskan bahwa pegawai kantor Notaris/PPAT yang melakukan perbuatan
ilegal mungkin harus mempertanggungjawabkan kerugian yang ditimbulkan.
Di sisi profesional, sanksi administratif juga dapat diterapkan terhadap
Notaris/PPAT sesuai dengan regulasi yang mengatur profesi tersebut. Hal ini
bisa berupa peringatan, pemberhentian sementara, atau bahkan pemecatan dari
jabatan, tergantung pada tingkat pelanggaran dan aturan yang berlaku.
Kemungkinan tindakan hukum lanjutan juga mungkin timbul dari perbuatan
melawan hukum tersebut. Jika tindakan ilegal masuk dalam ranah tindak pidana,
hal ini dapat menjadi dasar bagi tindakan hukum pidana. Selain itu, terdapat
potensi tindakan hukum lain yang sesuai dengan hukum yang berlaku.
Lebih dari aspek hukum, perbuatan ilegal juga memiliki potensi untuk
merusak reputasi dan kredibilitas profesional Notaris/PPAT dan kantor mereka.
Kehilangan kepercayaan masyarakat terhadap layanan yang diberikan oleh
Notaris/PPAT dapat mempengaruhi hubungan profesional, serta potensial untuk
menurunkan kepercayaan dan citra dalam komunitas. Oleh karena itu, konsekuensi
dari perbuatan melawan hukum tidak hanya berkaitan dengan hukum semata,
melainkan juga memiliki dampak yang cukup signifikan pada aspek
profesionalisme, reputasi, dan hubungan dengan masyarakat yang mempercayai
layanan Notaris/PPAT.
Kesimpulan
Tindakan yang melanggar hukum yang dilakukan di lingkungan kantor
notaris/PPAT dapat memiliki implikasi serius terhadap tanggung jawab hukum
notaris/PPAT itu sendiri. Tindakan melawan hukum oleh pegawai kantor
notaris/PPAT dapat mengakibatkan tanggung jawab perdata dan bahkan pidana bagi
notaris/PPAT tergantung pada tingkat keterlibatan, pengetahuan, dan pengawasan
notaris/PPAT terhadap aktivitas pegawainya. Dalam konteks perdata, notaris/PPAT
bisa dipandang bertanggung jawab jika tindakan pegawainya terkait dengan
pekerjaan yang dilakukan dalam lingkup kewenangan notaris/PPAT, seperti
pembuatan dokumen resmi. Terbukti atau diketahui terlibat dalam tindakan
melawan hukum, notaris/PPAT juga bisa terkena tuntutan pidana.
BIBLIOGRAFI
Edelia, A. R.
(2022). Analisis Yuridis Gugatan Terhadap Notaris Yang Diduga Melakukan
Perbuatan Melawan Hukum Dengan Menahan Sertipikat Hak Atas Tanah Milik
Penghadap (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor
976/Pdt.G/2019/PN.JKT.BRT). Indonesian Notary, 3(Vol 4, No 3 (2022):
Indonesian Notary).
Imania, D., Ngadino, N., &
Hafidh Prasetyo, M. (2020). Tanggung Jawab Dan Perlindungan Hukum
Bagi Notaris Secara Perdata Terhadap Akta Yang Dibuatnya. Notarius, 13(1),
250�265. https://doi.org/10.14710/nts.v13i1.30394
Immanuella, C.
N., & Hoesin, S. H. (2022). Akibat Hukum Terhadap Notaris/Ppat Terkait
Perbuatan Melawan Hukum Oleh Pegawai Notaris/Ppat (Studi Kasus Putusan
Pengadilan Negeri Blitar Nomor 10/Pdt.G/2020/PN Blt). Palar | Pakuan Law Review, 8(1), 1�17. https://doi.org/10.33751/palar.v8i1.4584
Maharani, V. (2020). Terhadap Akta
Jual Beli Yang Tidak Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan Pendaftaran Tanah (Studi
Kasus Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor 59 / Pdt . G /. 2.)
Pramudya, W.
(2021). Tanggung Jawab Notaris / Ppat Atas Tindakan Karyawannya Yang
Menggelapkan Uang Pajak Berkaitan Dengan Akta Jual Beli Tanah Milik Klien
Secara Berlanjut ( Studi Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta No . 345 / PID .
B / 2016 / PN YYK ) Tanggung Jawab Notari. 3(345).
Putra, F.
(2020). Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Yang Dirugikan Atas Penyuluhan
Hukum Oleh Notaris. 4(July), 1�23.
Putri, A. E.
F. N., & Raharjo, S. (2016). Analisis pertanggungjawaban pidana notaris
dalam menjalankan profesinya berindikasi melawan hukum pidana. 5(1),
1�18.
Siregar, Y. M.
(2020). Dalam Perjanjian , Akta Kuasa Dan Akta Jual Beli Yang Dibuat Oleh
Notaris / Ppat (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 57
/ PDT . G / 2018 /. 2.)
Sri Devi, N.
M. L., & Westra, I. K. (2021). Akibat Hukum serta Sanksi Pemalsuan yang
Dilakukan Notaris Kepada Penghadap Ketika Pembuatan Akta Otentik. Acta Comitas, 6(02), 248. https://doi.org/10.24843/ac.2021.v06.i02.p03
Wijaya, I. (2022). Tanggung Jawab
Pejabat Pembuat Akta Tanah Terhadap Karyawan Yang Melakukan Perbuatan
Pemalsuan Surat Dalam Pembuatan Akta Jual Beli. Notary Jurnal, 2(8.5.2017),
2003�2005.
Copyright holder: Elle
Tasya Putri, Mella Ismelina Farma Rahayu (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |