Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 12, December 2023

 

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PARTISIPASI ANAK MELALUI PENGEMBANGAN FORUM ANAK DI KABUPATEN BOGOR

 

Anggin Nuzula Rahma, Mala Sondang Silitonga, Ridwan Rajab

Administrasi Pembangunan Negara, Politeknik STIA LAN Jakarta, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Partisipasi anak dalam pembangunan merupakan salah satu isu penting dalam mewujudkan pembangunan berbasis hak anak. Sejak tahun 2010 sampai dengan saat ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menginisiasi Kebijakan Partisipasi Anak melalui Pengembangan Forum Anak. Penelitian ini fokus untuk melihat sejauh mana keterlibatan anak/partisipasi anak dalam proses pembangunan melalui Forum Anak di Kabupaten Bogor sebagai Pelopor dan Pelapor (2P) yang belum optimal dengan pendekatan kualitatif bersifat deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan telaah dokumen. Dalam menentukan informan, peneliti menggunakan Teknik pusposive sampling. Hasil penelitian menunjukan belum semua aspek implementasi kebijakan Riant Nugroho sebagai pengukur keberhasilan terpenuhi seperti pada aspek ketepatan target, ketepatan lingkungan, dan ketepatan proses. Rekomendasi yang diberikan yaitu peningkatan kapasitas dan kuantitas SDM yang dapat dilakukan dengan cara Bimbingan Teknis KHA dan Kebijakan Perlindungan Anak, untuk meningkatkan kuantitas dapat dilakukan dengan cara membangun jejaring lintas perangkat daerah dan LM Pemerhati Anak. Terkait kebutuhan anggaran maka Dinas perlu melakukan pemetaan kebutuhan terkait program kerja untuk mendukung kebijakan partisipasi anak.

 

Kata Kunci: Anak; Partisipasi Anak; Pengembangan Forum Anak; Kabupaten/Kota Layak Anak; Pemenuhan Hak Anak.

 

Abstract

Children's participation in development is one of the important issues in realizing children's rights-based development. Since 2010 until now, the Ministry of Women's Empowerment and Child Protection has initiated a Child Participation Policy through the Development of Children's Forums. This research focuses on seeing the extent to which children's involvement/participation in the development process through the Children's Forum in Bogor Regency as Pioneers and Reporters  is not yet optimal using a descriptive qualitative approach. Data collection techniques were carried out using interviews, observation and document review. In determining informants, researchers used a purposive sampling technique. The research results show that not all aspects of the implementation of Riant Nugroho's policy as a measure of success have been fulfilled, such as the aspects of target accuracy, environmental accuracy and process accuracy. The recommendations given are increasing the capacity and quantity of human resources which can be done by means of  Convention on The Rights of the Child (KHA)  Technical Guidance and Child Protection Policy, to increase the quantity can be done by building networks across regional apparatus and NGO. Regarding budget needs, the Department needs to map needs related to work programs to support child participation policies.

 

Keyword: Child; Child Participation; Development of Children's Forum.

 

Pendahuluan

Pertengahan tahun 2023, publik digemparkan pemberitaan terkait pelanggaran hak partisipasi anak yang dilakukan oleh salah satu Pemerintah Daerah di Indonesia. SFA (15 tahun) digugat karena menyampaikan keberatannya terkait proses pembangunan proyek PLTU yang menyebabkan rumah warga disekitarnya rusak. SFA juga mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan, mendapatkan intimidasi bahkan terancam putus sekolah, dan kehilangan masa depannya. Kasus ini telah menarik perhatian dari Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) untuk segera melakukan upaya penyelesaian kasus dan pendampingan bagi SFA.

Peta Jalan SDG’s/Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, menempatkan anak sebagai bagian dari sasaran strategi pembangunan karena anak merupakan kunci keberlangsungan hidup sebuah bangsa. Oleh karenanya, anak perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang baik fisik, mental, maupun sosial. Hal ini sejalan dengan cita-cita Negara yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu untuk mencetak anak yang ” Sehat, Cerdas, Ceria, Berakhlak Mulia dan Cinta Tanah Air”. Ratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 merupakan bentuk komitmen Pemerintah Indonesia untuk melakukan upaya pemenuhan hak dan perlindungan anak, yang diwujudkan melalui penyusunan kebijakan dan program yang berperspektif hak anak.

KHA merupakan instrumen hukum internasional yang mengikat secara yuridis dan politis diantara berbagai negara terkait hak asasi manusia untuk anak, agar anak terhindar dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, kerentanan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya. Ada 4 (empat) hak dasar anak yang diatur dan 4 Prinsip utama yang terkandung dalam KHA. Empat hak dasar anak yaitu hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan, dan hak partisipasi anak. Sedangkan Empat prinsip utama KHA yaitu: a) Non Diskriminasi yang artinya tidak ada perbedaan pemenuhan hak anak; b) Kepentingan terbaik bagi anak artinya kebijakan yang disusun untuk anak berdampak pada masa depan yang semakin baik; c) Hak hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan yaitu Negara harus menjamin standar hidup yang layak bagi  masa depan anak, termasuk pendidikan, kesehatan, waktu istirahat, sarana dan prasarana dll; dan d) Penghargaan terhadap pandangan anak/ Partisipasi Anak dengan cara anak diberi kesempatan untuk menyampaikan pandangannya dan dipertimbangkan dalam penyusunan program dan kegiatan .

Meskipun Indonesia telah mengakui adanya hak-hak anak dan upaya untuk melindungi anak, namun data Survai Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Tahun 2021 menunjukan bahwa  sekitar 4 dari 10 anak perempuan (41,05%) dan 3 dari 10 anak laki-laki (34%) usia 13-17 tahun  pernah mengalami kekerasan di sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, perlu strategi untuk mengimplementasikan kebijakan pembangunan berbasis hak anak yaitu melalui kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA). KLA merupakan sistim pembangunan yang menjamin pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak, yang dilakukan secara terencana, menyeluruh, dan berkelanjutan. Kebijakan KLA sifatnya wajib bagi daerah, namun sampai dengan saat ini belum semua Kab/Kota mengisiasinya. Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tahun 2023 menyebutkan baru sekitar 459 Kab/Kota yang menginisiasi dan melakukan evaluasi KLA.

           

Gambar 1 Lokasi Sebaran Kabupaten/Kota Layak AnakTahun 2023 (Sumber: KemenPPPA, 2023)

Salah satu komponen kunci dalam penyelenggaraan KLA adalah setiap pandangan, suara, pendapat, dan aspirasi anak menjadi perhatian dan pertimbangan utama dalam pelaksanaan kebijakan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi. Amanat KHA juga menyatakan hak anak untuk didengar dan dipertimbangkan merupakan nilai-nilai dasar yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan perlindungan anak, kemudian dikuatkan  kembali dalam Permen PPPA Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan Permen PPPA Nomor 18 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Forum Anak  dimana bentuk partisipasi anak dilakukan melalui keikutsertaan anak atau kelompok anak untuk menyatakan pandangannya sehingga mereka dapat menikmati hasil/ manfaat dari keterlibatannya.

Kemen PPPA  sejak tahun 2010 mengembangkan Forum Anak sebagai organisasi anak yang dibina oleh Pemerintah Pusat dan Daerah, untuk mangakomodir partisipasi anak sehingga anak dapat mengekspresikan pandangan, suara, dan pendapatnya. Keanggotaan Forum Anak (FA) terdiri dari individu atau perwakilan kelompok anak atau organisasi anak yang ingin terlibat dalam proses pembangunan.  Proses pembangunan adalah kegiatan pemerintah untuk menyusun agenda pembangunan berdasarkan identifikasi masalah, merumuskan kebijakan dalam bentuk dokumen perencanaan, implementasi kebijakan dalam bentuk program dan kegiatan, serta melakukan pemantauan dan evaluasi. Faktanya, pelibatan anak dalam proses pembangunan belum sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah. Menggambil istilah tangga partisipasi anak dari Roger Hart, konsep partisipasi anak yang dijalankan bersifat dekoratif dimana anak secara fisik dihadirkan dan dilibatkan namun tidak mengetahui tujuan dari kegiatan tersebut; dan  juga tokenisme dimana anak diberikan ruang untuk menyampaikan pendangan atau suaranya namun tidak diberikan alternatif solusi sesuai dengan masukan yang mereka sampaikan.

DAFA (Data Forum Anak) Tahun 2022 menyebutkan pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)  di daerah yang melibatkan anak hanya sekitar 242, dimana hanya ada 188 Forum Anak dari 20 Provinsi, 138 Kabupaten/Kota, 22 Kecamatan, dan 8 Desa/Kelurahan yang memiliki penilaian atas keterlibatan mereka. Survay U-Report UNICEF Indonesia (2020) melibatkan 1.687 responden menyebutkan hanya sekitar 13% anak yang pernah mengikuti pertemuan di tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten, maupun Nasional seperti Forum Anak dan Murenbang, hanya 38% anak yang menyatakan memahami cara berpartisipasi, dan lebih dari separuh atau 60% anak yang menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui adanya Forum Anak maupun Musrenbang. Hasil survey Pandangan Anak tahun 2021 “Cek Forum Anak Sebelah” oleh Forum Anak Nasional (FAN) menyebutkan bahwa sebanyak 13% anak pernah mengalami kekerasan, diskriminasi, atau perilaku salah lainnya dari fasilitator, pendamping, atau orang dewasa lainnya pada saat berpartisipasi. Selain itu 13,1% anak pernah mengalami intimidasi orang dewasa berupa komentar yang tidak menyenangkan saat berpartisipasi dalam Musrenbang Daerah, dan sebanyak 6,8% anak menyatakan identitasnya pernah disalahgunakan oleh pihak lain.

Data hasil Analisa Evaluasi KLA 2023  pada klaster Kelembagaan menyebutkan bahwa masih ada 146 atau 28% dari 514 Kabupaten/Kota yang belum mendengarkan pandangan anak dalam proses penyusunan kebijakan, dan 33% Kabupaten/Kota sudah mendengar, mendokumentasikan, dan mengkomunikasikan kembali hasil partisipasi anak kepada anak.

Diagram 1. Keterlibatan Forum Anak dalam Penyusunan Kebijakan/Peraturan Daerah (Sumber: Kemen PPPA 2023)

 

Berkaca dari banyaknya data dan kasus terkait dengan partispasi anak, membuktikan bahwa partisipasi anak belum menjadi prioritas. Isu pelibatan anak dalam pembangunan belum diakui, masukan atau suara anak belum menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan. Tidak heran jika penyelenggaraan partisipasi anak melalui Forum Anak baik ditingkat pusat maupun daerah masih mengalami hambatan.

Salah satu kabupaten yang dicanangkan sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA) dan telah menginisiasi Forum Anak adalah Kabupaten Bogor. Data Profil Anak Kabupaten Bogor Tahun 2022, mencatat tahun 2021 Kabupaten Bogor memiliki jumlah penduduk sekitar 5.327.131 jiwa dengan jumlah anak sekitar 1.753.049 anak atau sekitar 32,91%. Data ini menjadikan Kabupaten Bogor sebagai kabupaten dengan jumlah penduduk usia anak terbanyak tingkat nasional. Dengan jumlah penduduk yang besar, tentunya dapat menjadi potensi dan kekuatan bagi Kabupaten Bogor dalam pelaksanaan pembangunan.

Data kekerasan anak dari Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Bogor menyebutkan ada sekitar 36 kasus kekerasan seksual yang dialami oleh anak-anak sepanjang tahun 2022. Sementara data keseluruhan kasus yang melibatkan anak pada tahun 2022 sebanyak 151 kasus. Kemudian terkait kasus perkawinan usia anak juga mengalami peningkatan. Data Pengadilan Agama Cibinong mencatat laporan dispensasi kawin tahun 2019 sebanyak 136 perkara, meningkat pesat pada tahun 2020 sebanyak 387 perkara. Kemudian naik  kembali di tahun 2021 sebanyak 362. Alasan terbanyak pasangan mengajukan dispensasi kawin adalah karena anak perempuan telah mengandung atau terjadinya kehamilan yang tidak dikehendaki. Kejadian ini pula yang turut menyumbang tingginya kasus stunting di Kabupaten Bogor yaitu sekitar 4,78% di tahun 2022. Data Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor mencatat ada sekitar 1.884 anak-anak putus sekolah terjadi di Kabupaten Bogor, dengan jenjang SD Negeri sebanyak 1.196 anak dan SD Swasta 54 anak. Untuk SMP Negeri 134 anak dan dari swasta 500 anak. Data Disdukcapil Kab. Bogor Tahun 2021 menyebutkan baru sekitar 80,92% capaian akte kelahiran pada anak di Kabupaten Bogor yang mana capaiannya dibawah angka nasional yaitu sebesar 93,71% pada tahun 2020.  Dengan data permasalahan anak yang cukup tinggi di Kabupaten Bogor, menarik untuk dikaji lebih jauh terkait dengan proses partisipasi anak atau pelibatan anak dalam pembangunan berbasis hak anak belum optimal.

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka rumusan permasalahan yang dapat diajukan dengan pertanyaan: 1) Mengapa kebijakan partisipasi anak di Kabupaten Bogor tidak berjalan optimal? 2) Bagaimana Strategi untuk meningkatkan partisipasi anak melalui pengembangan Forum Anak khususnya di Kabupaten Bogor.

Tujuan Penelitian: a) Untuk melihat sejauh mana keterlibatan anak/partisipasi anak dalam proses pembangunan melalui Forum Anak di Kabupaten Bogor; b)  Untuk melihat sejauh mana tingkat partisipasi anak melalui Forum Anak sebagai Pelopor dan Pelapor (2P) di Kabupaten Bogor; c) Untuk menyusun atau merumuskan strategi peningkatan partisipasi/keterlibatan anak dalam pembangunan di Kabupaten Bogor, dan d) Untuk mengisi kekosongan Penelitian tentang Partisipasi Anak khususnya di Indonesia masih sangat minim.

 

Metode Penelitian

Jenis penelitian Implementasi Kebijakan Partisipasi Anak di Kabupaten Bogor   yaitu kualitatif bersifat deskriptif,   karena peneliti ingin  mendeskripsikan dan menerangkan  secara  jelas, dan/atau  menggambarkan  kejadian  atau  suatu  peristiwa yang mewarnai proses implementasi kebijakan  sehingga memperoleh hasil yang dapat dianalisis untuk menjawab permasalahan penelitian yaitu mengapa implementasi kebijakan partisipasi anak di Kabupaten Bogor belum berjalan optimal, sekaligus merumuskan strategi agar implementasi kebijakan partisipasi anak dapat berjalan optimal. Peneliti ingin berpartisipasi di lapangan untuk jangka waktu tertentu dan intensif untuk mencatat temuan-temuan yang terjadi, sehingga mampu menganalisa berdasarkan kumpulan catatan dan dokumen yang ditemukan  di lapangan. Pada akhirnya penulis akan mampu membuat laporan penelitian secara lebih mendetail khususnya terkait Implementasi Kebijakan Partisipasi Anak Melalui Pengembangan Forum Anak di Kabupaten Bogor.  

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah   studi kasus dan pendekatan fenomenologis, yang mana fokus memahami makna yang ada di balik fenomena dengan dideskripsikan secara rinci. Analisa data dapat dilakukan kapan saja baik selama penelitian maupun setelah penelitian, sehingga menghasilkan pemaparan atau gambaran yang jelas dan terperinci terkait dengan kondisi implementasi kebijakan partisipasi anak. Selain itu, peneliti juga mengkombinasikan dengan pendekatan studi kasus dimana peneliti dapat mengamati interaksi lingkungan, posisi, serta keadaan lapangan. Harapannya bisa menggali sebanyak mungkin data dan fakta yang ada di lapangan dan mendeskripsikannya dengan rinci.

Untuk memperoleh analisis data yang tepat, maka perlu Teknik pengumpulan data sebagai salah satu langkah yang paling strategis dalam penelitian. Teknik pengumpulan data pada penelitian Implementasi Kebijakan Partisipasi Anak Melalui Pengembangan Forum Anak di Kabupaten Bogor, mengacu pada Teknik pengumpulan data yang dikemukakan oleh Sugiyono (2018) yang dilakukan melalui observasi, wawancara, dokumentasi dan triangulasi. Hal inilah yang menjadi pedoman peneliti dalam pengumpulan data primer yaitu melalui wawancara  mendalam terhadap informan kunci dan pengumpulan data sekunder melalui studi pustaka peraturan perundang-undangan dan literatur yang terkait lainnya.

Selain Teknik pengumpulan data, pemilihan key informan juga menjadi salah satu pertimbangan utama dalam penelitian.  Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah orang-orang yang benar-benar mengetahui atau terlibat langsung dalam fokus penelitian. Dasar penentuan key informan untuk penelitian ini berdasarkan purposive sampling atau dengan sengaja dengan kriteria: a) Pejabat Pembuat, Penyusun, dan yang melakukan evaluasi Kebijakan Partisipasi Anak baik di tingkat Pusat maupun Daerah; b) Memahami dan menguasai kebijakan Perlindungan Anak; c) Orang yang terlibat langsung baik sebagai Pembina, Ketua, Fasilitator, dan Anggota Forum Anak di tingkat Nasional dan  Kabupaten Bogor; d) Perwakilan akademisi, tokoh agama,  masyarakat termasuk perwakilan anak; e) Bersedia untuk di wawancarai.

 

Hasil dan Pembahasan

A. Forum Anak Daerah (FAD) Kabupaten Bogor dalam Musrenbang

Forum Anak Daerah (FAD) Kabupaten Bogor dibentuk oleh Pemda Kabupaten Bogor sejak tahun 2015, dimaksudkan sebagai wadah partisipasi anak agar anak-anak dapat terlibat dalam proses pembangunan di bidang perlindungan anak. Hal ini merupakan salah satu bentuk komitmen dan upaya yag dilakukan Pemda Kab. Bogor dalam mewujudkan Kabupaten Layak Anak (KLA). Berdasarkan SK Bupati Bogor No. 476/376/KPTS/2017 tentang Forum Anak Daerah Kabupaten Bogor, keanggotaan FAD terdiri dari perwakilan anak atau perwakilan kelompok kegiatan anak yang ingin terlibat dalam proses pembangunan di Kabupaten Bogor.

Pembentukan FAD Kab. Bogor sejalan dengan Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dimana pemerintah pusat akan membentuk dan mengembangkan wadah-wadah partisipasi anak untuk mangakomodir pelibatan anak dalam proses pembangunan mulai dari tingkat Kabupaten sampai dengan Desa/Kelurahan. Salah satu bentuk pelibatan anak dalam pembangunan  yaitu melalui peran FAD Kab. Bogor sebagai pelopor dan pelapor (2P), dimana FAD dapat berkontribusi dalam perlindungan anak. FAD sebagai pelopor dilakukan dengan mengubah kebiasaan buruk dan mengembangkan karakter baik sehingga berdampak bagi lingkungannya melalui pendekatan interpersonal. FAD sebagai pelapor dilakukan dengan cara menyampaikan hambatan dalam upaya pemenuhan hak anak yang terjadi di lingkungannya, atau berdasarkan laporan dari pihak lain.

Salah satu upaya untuk memastikan FA dapat berperan dalam pembangunan dan sebagai 2P maka pemerintah daerah wajib melibatkan FA dalam proses perencanaan pembangunan atau Musrenbang. Sesuai dengan Undang-undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Musrenbang adalah Forum yang bertujuan untuk Menyusun rencana pembangunan di tingkat nasional dan daerah yang dilakukan disemua hieraki mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi.

Musrenbang dalam penelitian ini merupakan pertemuan terorganisir yang agenda kegiatannya sudah diatur, dengan jumlah peserta terbatas, dan kesempatan peserta untuk berbicara tergantung dengan agenda yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, kesempatan bagi perwakilan FAD untuk berbicara di Forum Musrenbang sangat dibatasi oleh waktu dan ijin dari pimpinan rapat, sehingga persepsi dari pimpinan rapat sangat mempengaruhi bagaimana perwakilan Forum Anak dapat terlibat dan diakomodir suaranya.  Catatan lain dalam Musrenbang yaitu secara teknis pelaksanaan Musrenbang biasanya dilakukan pada saat jam sekolah sehingga anak tidak sepenuhnya bisa hadir karena terkendala pemberian ijin dari orang tua maupun sekolah. Selain itu, proses pelaksanaan Musrenbang juga tidaklah mudah, anggota Forum Anak harus dibekali kemampuan menyampaikan pendapat/pandangannya di depan umum, dan membangun kepercayaan diri sehingga mampu berperan maksimal dalam Musrenbang.

Meskipun Musrenbang merupakan salah satu bentuk komunikasi pembangunan, namun dalam praktiknya masih dinilai kurang efektif dalam mengakomodir masukan atau suara anak. Forum Anak sering kali tidak mendapatkan umpan balik atas penyampaian masukan dalam bentuk “Suara Anak” dan tidak semua anak merasa aman dan nyaman ketika menyampaikan pendapatnya melalui Musrenbang. Minimnya referensi keterlibatan anak/ partisipasi anak dalam proses pembangunan yang membatasi partisipasi anak hanya bisa dilakukan melalui Musrenbang, menjadikan partisipasi anak dalam pembangunan tidak berjalan optimal. Sehingga bagi anak yang tidak memiliki akses dalam Musrenbang, akan kesulitan dalam berpartisipasi dan menyampaikan pandangannya. Oleh karena itu, perlu didorong partisipasi anak dalam bentuk lain untuk menjamin keamanan dan kenyamanan anak selama berproses dalam kegiatan partisipasi anak, sekaligus untuk mendekatkan akses bagi anak pada kegiatan partisipasi yang bermakna. Untuk menjamin keamanan anak selama berpartisipasi dalam pembangunan, maka diperlukan kelengkapan Forum Anak yang terdiri dari fasilitator, pendamping dan Pembina Forum Anak yang memiliki persyaratan salah satunya adalah memahami isu atau hak-hak anak dan memahami kode etik berkegiatan dengan anak.

 

B. Implementasi Kebijakan Partisipasi Anak Melalui Forum Anak Daerah Kabupaten Bogor

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab 2 (dua) rumusan masalah yaitu: 1). Mengapa kebijakan partisipasi anak di Kabupaten Bogor tidak berjalan optimal? dan 2). Bagaimana strategi untuk meningkatkan partisipasi anak melalui pengembangan Forum Anak di Kabupaten Bogor? Untuk menganalisis dan menjawab rumusan masalah tersebut, peneliti menggunakan ukuran keberhasilan implementasi kebijakan menurut Riant Nugroho yang dipengaruhi oleh 5 indikator yaitu Tepat Kebijakan/ Muatan, Tepat Pelaksanaan, Tepat target, Tepat Lingkungan/ Konteks, dan Ketepatan Proses.

 

1.     Tepat Kebijakan/Muatan

a.     Output Kebijakan Partisipasi Anak Melalui Pengembangan Forum Anak

Suatu kebijakan dirasa tepat apabila mampu memecahkan masalah, dirumuskan sesuai dengan karakter permasalahan, dan kebijakan dibuat oleh Lembaga yang memiliki kewenangan yang sesuai dengan karakter kebijakannya. Kebijakan Partisipasi Anak dibuat untuk mengakomodir suara atau pendapat anak dalam perencanaan pembangunan melalui kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) baik yang dilakukan di tingkat Kabupaten maupun di level Desa/Kelurahan dan kecamatan.

Hasil penelitian menunjukan adanya kebijakan di tingkat pusat tentang Penyelenggaraan Forum Anak dan Partisipasi Anak dalam Perencanaan Pembangunan yaitu melalui Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 3 dan 4 tahun 2011, mampu mendorong Pemerintah Daerah untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut dengan membuat turunan Kebijakan Partisipasi Anak melalui pengembangan Forum Anak Daerah termasuk Pemda Kabupaten Bogor. Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Bogor merupakan Lembaga yang memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan urusan di bidang perlindungan anak. Sejak tahun 2015 Dinas P3AP2KB telah mengembangkan wadah partisipasi anak melalui Forum Anak Daerah sebagai mandat kebijakan KLA. Landasan hukum yang mendasari kebijakan tersebut adalah Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bogor No.5 Tahun 2015 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak, namun dalam Perda tersebut belum membahas spesifik terkait hak partisipasi anak. Sejalan dengan perkembangan KLA di Kabupaten Bogor, maka kebutuhan untuk mewadahi hak partisipasi anak semakin meningkat. Pada tahun 2022 dikeluarkan kebijakan berupa Peraturan Bupati Bogor No.47 Tahun 2022 tentang Kabupaten Layak Anak (KLA) dan dikuatkan kembali dengan Perda  No. 3 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan KLA yang didalamnya telah memuat indikator partisipasi anak sebagai bagian dari hak anak. Kebijakan ini semakin menguatkan Pemda untuk mengimplementasikan hak anak dalam upaya pemenuhan hak anak.

Adanya kebijakan Partisipasi Anak memberikan kemudahan bagi FAD Kabupaten Bogor untuk terlibat dalam perencanaan pembangunan dan menyuarakan pandangannya. Selain itu,  melalui kebijakan tersebut FAD Kab. Bogor  dapat menjaring masukan dan pendapat anak-anak yang ada di Kabupaten Bogor melalui kegiatan penjaringan ”Suara Anak” mulai dari tingkat desa/kelurahan sampai dengan kabupaten untuk disampaikan dalam Forum Musrenbang. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Perwakilan Dinas P3AP2KB Kabupaten Bogor selaku pendamping Forum Anak:

 

“Sejak tahun 2015 sudah terbentuk Forum Anak, sudah dibuat juga sekretariatnya yang saat ini sedang direnovasi. Renovasi Sekretariat  (Forum Anak) juga merupakan hasil masukan dari anak-anak yang ditindaklanjuti oleh Pemda. Anggota Forum Anak juga difasilitasi dengan program pengembangan kapasitas termasuk dilatih Konvensi Hak Anak (KHA) dan dilibatkan dalam Forum Musrenbang.” (Perwakilan Dinas)

 

Hal ini juga dikuatkan oleh pendapat salah satu anggota Forum Anak daerah Kabupaten Bogor:

“Sudah lama ikut FAD Kabupaten Bogor sekitar tahun 2019, sudah banyak kegiatan dari tahun ke tahun namun sempat vakum karena Covid. Kami juga sudah diundang ke acara Musrenbang di tingkat Kabupaten.”

 

b. Pengaruh Kebijakan Partisipasi Anak terhadap Permasalahan

Implementasi kebijakan dipengaruhi oleh proses pelaksanaan kebijakan. Hasil wawancara dengan Asisten Deputi Pemenuhan Hak Sipil, Informasi, dan Partisipasi Anak (PHSIPA) menunjukan bahwa dilibatkannya Forum Anak dalam proses perencanaan pembangunan dapat berkontribusi menghasilkan kebijakan/program/kegiatan pemerintah daerah yang lebih tepat sasaran atau lebih sesuai dengan kebutuhan anak-anak dan adanya perencanaan pembangunan yang lebih partisipatif, inklusif, dan ramah anak termasuk anak-anak yang dalam kelompok rentan.

“Pembangunan berbasis hak anak berkontribusi untuk menghasilkan program dan kebijakan yang  tepat sasaran termasuk mengakomodir anak-anak dalam kondisi khusus. Hal ini  berkolerasi dengan perwujudan Kabupaten/Kota Layak Anak di daerah  ” (Asdep PHSIPA, KemenPPPA)

Dengan adanya kebijakan Partisipasi Anak di Kabupaten Bogor, perwakilan Forum Anak dilibatkan dan diundang untuk mengikuti kegiatan Musrenbang.
Pada kesempatan tersebut perwakilan Forum Anak dapat menyampaikan Suara Anak sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah dalam merencanakan pembangunan. Salah satu suara anak yang diakomodir oleh Pemda adalah dibangunnya Sekretariat Forum Anak yang berlokasi di Kompleks Pemda Kabupaten Bogor, tersedianya anggaran untuk kegiatan FAD, dan dilibatkannya anak dalam Konsultasi Publik Pembangunan Kab. Bogor. Keberadaan Sekretariat Forum Anak telah dimanfaatkan sebagai tempat berkumpul, berdiskusi, menyusun program FAD, dan peningkatan kapasitas anggota FAD Kab. Bogor.

c Karakter Kebijakan

Kebijakan Partisipasi Anak di Kabupaten Bogor, diselaraskan dengan karakteristik pengembangan Kabupaten Bogor sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA). Untuk melaksanakan mandat KLA, Bupati Bogor selaku pimpinan daerah wajib melakukan evaluasi pelaksanaan Forum Anak yang disinergikan dengan evaluasi penyelenggaraan KLA setiap tahun. Salah satu dukungan Bupati Bogor terhadap Forum Anak yaitu dengan dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Bupati Bogor No. 476/376/KPTS/2017 tentang Penetapan Keanggotaan Forum Anak Daerah Kabupaten Bogor. Adanya SK keanggotaan Forum Anak semakin menguatkan peran Forum Anak untuk dilibatkan dalam perencanaan pembangunan dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lintas Perangkat Daerah atau SKPD.

 

2.     Tepat Pelaksana Kebijakan

Dalam proses implementasi kebijakan, pelaksana kebijakan memiliki peran penting untuk menjalankan atau melaksanakan kebijakan sehingga dapat berjalan sesuai koridor atau tujuan awal. Pelaksana kebijakan di tingkat pusat adalah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) yang berdasarkan Perpres No.65/2020 merupakan kementerian yang salah satu tugas dan fungsinya adalah perumusan dan penetapan kebijakan pemenuhan hak anak. Kemudian di tingkat daerah dilaksanakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (Dinas P3AP2KB) Kabupaten Bogor selaku dinas pengampu urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor No 12 tahun 2008 tentang Pembentukan Lembaga Teknis Daerah. Berdasarkan ketepatan pelaksana kebijakan, sudah sesuai dengan tugas dan fungsi dari masing-masing lembaga. Namun, selain dilakukan oleh Dinas P3AP2KB, kebijakan pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak juga harus dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang tergabung dalam Gugus Tugas KLA  Kabupaten Bogor. Hal ini berdasarkan Undang-undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dimana urusan perlindungan anak merupakan urusan konkueren wajib non layanan dasar yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah yang tergabung dalam SKPD sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.

 

3.     Tepat Target

a. Sasaran Target

Ketepatan dan kejelasan target sasaran merupakan unsur penting tercapainya tujuan implementasi kebijakan. Target dari kebijakan partisipasi anak utamanya adalah Kepala Daerah sebagai bentuk komitmen dalam pelaksanaan pembangunan berbasis hak anak. Komitmen pimpinan/Kepala Daerah diwujudkan dalam sinergitas program dan anggaran dalam upaya pemenuhan hak anak yang termuat dalam kegiatan dan program masing-masing SKPD mulai dari tingkat Kebupaten sampai desa/kelurahan. Sehingga idealnya bukan hanya Dinas P3AP2KB Kab. Bogor saja yang melibatkan FAD, namun seluruh SKPD yang ada di Kabupaten Bogor juga harus melibatkan FAD dalam seluruh kegiatan dan program mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai monitoring dan evaluasi program dan kegiatan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa belum semua SKPD baik di tingkat Kabupaten, Kecamatan, Kelurahan/Desa, melibatkan FAD dalam kegiatan. Hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi tentang kebijakan perlindungan anak termasuk di dalamnya partisipasi anak mulai dari Peraturan Daerah Kab. Bogor No.5 Tahun 2015 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak, Peraturan Bupati Bogor No. 47 Tahun 2022, dan Perda No 3 tahun 2023 tentang Penyelenggaraan KLA. Selain itu, belum semua SKPD mengetahui adanya FAD Kab. Bogor sebagai salah satu wadah partisipasi anak, dan  masih terdapat SDM di daerah yang menganggap bahwa pelibatan atau partisipasi anak belum menjadi isu prioritas dan dilakukan hanya sebatas formalitas untuk mendongkrak penilaian KLA,

“Kami dilibatkan pada rapat-rapat yang diselenggarakan oleh SKPD untuk mendukung evaluasi KLA, namun kami tidak disiapkan untuk bisa berperan dalam kegiatan tersebut karena biasnya undangannya mendadak, dan kami dihadirkan sebagai undangan saja.” (perwakilan anak)

Selain SKPD, dukungan dari Lembaga masyarakat, akademisi, dunia usaha, media, satuan Pendidikan, tokoh agama, tokoh masyarakat termasuk orang tua juga menjadi penting. Namun, hasil penelitian menunjukan belum semua masyarakat  termasuk anak-anak dan pengajar yang berada di pondok pesantren mengetahui FAD sebagai wadah partisipasi anak.

“Tidak tahu ada Forum Anak Daerah, kami baru mendengarnya sekarang. Belum ada sosialiasasi terkait Forum Anak di pesantren. Praktiknya  di Pesantren sudah melaksanakan konsep partisipasi anak contohnya melibatkan santri pada saat diskusi tata tertib atau aturan selama di pondok ” (perwakilan santri, Pondok Pesantren).

b.    Kesiapan Target dan Intervensi Kebijakan

Intervensi yang diberikan oleh pelaksana kebijakan akan mempengaruhi persepsi target sasaran tentang kebijakan tersebut. Dinas P3AP2KB selaku perangkat daerah yang memiliki mandat terkait dengan pemenuhan hak anak, harus melakukan advokasi dan sosialisasi terkait kebijakan partisipasi anak termasuk sosialisasi keberadaan Forum Anak Daerah yang dapat diakses oleh seluruh anak yang ada di Kabupaten Bogor untuk menyuarakan pandangannya. Advokasi dan sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas P3AP2KB akan berdampak pada meningkatnya pemahaman SKPD, Lembaga Masyarakat, Dunia Usaha, Akademisi, Media, dan masyarakat  dalam memahami pentingnya partisipasi anak sehingga akan banyak pihak mendukung dan ikut terlibat yang berdampak pada  implementasi kebijakan yang lebih optimal.

Hasil penelitian menunjukan, proses partisipasi anak dalam proses pembangunan masih mengalami hambatan karena minimnya pemahaman SDM terkait isu hak anak termasuk partisipasi anak. Kurangnya pemahaman stakeholder menyebabkan partisipasi anak dianggap tidak penting, orang dewasa cenderung antipati terhadap usulan anak karena dianggap masih terlalu muda belum banyak pengalaman, masih ada diskriminasi ketika anak menyampaikan pendapatnya,  dalam setiap pertemuan anak hanya dihadirkan namun tidak diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya, dan tidak memperhatikan saat anak menyampaikan aspirasinya, sehingga pelibatan anak dalam kegiatan orang dewasa masih dianggap hal yang tidak lumrah termasuk pelibatan anak dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan.

            Anak juga sering kali tidak dibekali atau disiapkan pada saat menghadiri pertemuan pembahasan kebijakan atau program yang dilakukan SKPD, anak tidak diberi pemahaman tentang isu yang diangkat, dan tidak diberi tahu tentang fungsi keberadaan mereka, sehingga ketika anak diberikan kesempatan untuk berbicara anak merasa kesulitan.

 

c.     Kebijakan Baru atau Melanjutkan Kebijakan Yang Sudah Ada

Keseragaman konsep partisipasi anak dalam pembangunan adalah karena adanya Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No. 12 tahun 2015 tentang Panduan Partisipasi Anak dalam Perencanaan Pembangunan atau lebih dikenal sebagai “Forum Anak sebagai Pelapor dan Pelopor” yang kemudian diadopsi menjadi peraturan daerah tentang perlindungan anak melalui konsep Kabupaten/Kota Layak Anak. Dalam peraturan ini, menjelaskan terkait Forum Anak untuk dapat diakui dan diakomodir dalam proses pengambilan keputusan di sekolah, pertemuan masyarakat, Musrenbang mulai dari tingkat desa sampai pusat. Kebijakan partisipasi anak merupakan kebijakan yang sudah ada di level pusat, namun dalam penerapannya di daerah masih perlu diuraikan dalam peraturan turunan terkait bagaimana keterlibatan anak dalam setiap kegiatan sehingga anak diakui keberadaannya dan berkontribusi dalam setiap kegiatan yang melibatkan mereka.

Harapannya dengan adanya turunan kebijakan yang menjamin kemudahan bagi FAD  untuk dapat berpartisipasi, dapat menjangkau anak-anak yang berada pada situasi khusus termasuk pengembangan model Forum Anak disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan latar belakang kebutuhan anak-anak.

 

4.     Tepat Lingkungan

a.     Endogen (Penentuan Lingkungan Kebijakan)

Ketepatan lingkungan  menurut Riant Nugroho (2014: 687) berkaitan dengan kebijakan yang ada sudah sesuai dengan lingkungan kebijakan atau tidak, seperti interaksi antara Lembaga perumus kebijakan dan pelaksana kebijakan dengan Lembaga lain. Indikatornya adalah keterkaitan antara Lembaga-lembaga pelaksana kebijakan dengan Lembaga lainnya, persepsi kelompok kepentingan akan kebijakan dan implementasi kebijakan, dan sumber otoritas kebijakan. Indikator tepat lingkungan dibagi menjadi dua yaitu lingkungn endogen dan lingkungan eksogen.

Lingkungan endogen terdiri dari Dinas P3AP2KB Kabupaten Bogor yang memiliki tugas dan fungsi terkait perumusan kebijakan perlindungan anak di tingkat daerah, Satuan Kerja Perangkat Daerah yang ada di Kabupaten Bogor tingkat Kabupaten sampai dengan Desa, dan Lembaga terkait yang fokus pada perlindungan anak termasuk di dalamnya adalah Lembaga masyarakat pemerhati anak, termasuk organisasi anak.

Hasil penelitian menunjukan bahwa lingkungan endogen atau interaksi antara lembaga perumus kebijakan dan pelaksana kebijakan dengan Lembaga lain belum cukup optimal, hal ini disebabkan karena belum semua lembaga memiliki pemahaman dan konsep yang sama dalam pelaksanaan kebijakan partisipasi anak sehingga dalam kolaborasi antar jejaring baik lintas Lembaga dan masyarakat masih ego sektoral. Persepsi yang sering kali muncul adalah urusan perlindungan anak menjadi tanggung jawab dari Dinas pengampu saja yaitu Dinas P3AP2KB Kab. Bogor, padahal berdasarkan UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa salah satu urusan wajib Pemerintah Daerah Non layanan dasar yaitu perlindungan anak harus dilaksanakan oleh seluruh SKPD yang ada di Kabupaten sesuai tugas fungsinya masing-masing. Tantangan Dinas P3AP2KB dalam mengimplementasikan kebijakan Partisipasi Anak dalam Pembangunan yaitu:

1.     Koordinasi dan kerjasama antar perangkat daerah dan Lembaga vertical pada proses partisipasi anak belum optimal.

2.     Program dan kebijakan SKPD belum melibatkan suara anak, dan lebih banyak berbasis data.

3.     Kab. Bogor telah menyediakan ruang bagi Forum Anak untuk berpartisipasi, namun belum sepenuhnya menyentuh level partisipasi yang bermakna.

Pemda Kabupaten Bogor telah menyediakan ruang untuk partisipasi anak dalam bentuk 1) menghadiri Musrenbang; 2) mengumpulkan suara anak. Namun sistim pelaksanaan Musrenbang masih dianggap kurang fleksibel dalam menjaring suara anak, bahkan terkesan membebani anak dalam menyampaikan pandangannya. Wadah partisipasi pemerintah dalam bentuk Musrenbang, mengharuskan anak untuk mematuhi tata Kelola negara yang belum sepenuhnya dapat dipahami oleh anak

“Suara anak kami himpun secara berjenjang mulai dari desa, kecamatan, dan kabupaten. Forum Anak Desa mengundang perwakilan anak-anak desa untuk dimintakan pendapatnya. Hasil diskusi masing-masing desa dibawa ke kecamatan dan kabupaten untuk disampaikan dalam Musrenbang” (Perwakilan Forum Anak)

Meskipun Pemda Kab. Bogor telah menyediakan ruang berpartisipasi, namun belum semua anak yang ada di Kab. Bogor dapat mengakses layanan tersebut termasuk anak-anak santri Pondok Pesantren yang ada di Kabupaten Bogor,

“Belum ada  kegiatan untuk menjaring suara anak khususnya untuk santri , belum ada juga untuk meminta masukan santri untuk kegiatan-kegiatan pemenuhan hak anak. Untuk sosialisasi Konvensi Hak Anak pernah satu kali baru tahun ini.” (Ustadzah, Pondok Pesantren)

Dengan sinergitas dan kolaborasi antar jejaring, harapannya seluruh SKPD dalam menyusun program dan kegiatan melibatkan Forum Anak. Masyarakat juga berperan untuk ikut mengawasi dan mendukung jalannya kebijakan dengan cara ikut menyebar luaskan informasi terkait partisipasi anak dan keberadaan FAD. Masyarakat juga dapat berjejaring dengan Dinas untuk bersama-sama melibatkan FAD dan kelompok kegiatan/organisasi anak dalam kegiatan yang ada di lingkungan masyarakat, serta memberikan kemudahan akses, keamanan, dan kenyamanan bagi anak ketika menyampaikan pandangannya.

 

        b.  Eksogen (Persepsi Publik Terhadap Kebijakan Partisipasi Anak)

Persepsi atau pandangan publik terkait dengan Kebijakan Partisipasi Anak dalam pembangunan memiliki pengaruh besar dalam menentukan efektifias kebijakan Partisipasi Anak, karena selama ini konseptualisasi orang dewasa terhadap anak membuat mereka kurang percaya bahwa anak dapat terlibat dan dilibatkan dalam kegiatan partispasi khususnya dalam proses pembangunan, sehingga lingkungan sosial kurang mendukung atau bahkan menjadi penghambat utama bagi anak-anak untuk mengekspresikan pandangannya. Temuan peneliti menunjukan bahwa belum semua stakeholder termasuk pejabat publik dan pemerintah menyetujui bahwa partisipasi anak menjadi konsep utama dalam pembangunan berbasis hak anak. Studi ini menemukan contoh dimana perwakilan anak dianggap sebagai sosok yang belum menyadari kebutuhan mereka, sehingga pada saat Forum Musrenbang Kabupaten Bogor, perwakilan Forum Anak Daerah tidak diberikan kesempatan khusus untuk menyampaikan pandangannya, bahkan ada diskriminasi dari orang dewasa pada saat menyampaikan pandangannya.

“Setiap ada kegiatan Musrenbang, perwakilan Forum Anak yang diundang hanya satu dan tidak didampingi oleh kakak-kakak Fasilitator maupun Pendamping Forum Anak, selain itu perwakilan Forum Anak harus berebutan dengan orang dewasa pada saat ingin menyampaikan pandangannya.” (perwakilan FAD)

Persepsi orang dewasa tentang konsep partisipasi anak mencerminkan gagasan mereka tentang masa kanak-kanak yang banyak dipengaruhi oleh pengalaman mereka pada masa lalu. Namun demikian orang dewasa sudah mulai paham bahwa partisipasi anak memberikan manfaat untuk tumbuh kembang anak dan sebagai bentuk pembelajaran bagi anak,

“Setiap tahun kami undang perwakilan Forum Anak untuk hadir, karena memang kuota untuk Musrenbang terbatas jadi tidak semua anggota Forum Anak kami undang. Tapi memang bagus dengan melatih anak untuk berpartisipasi akan mendukung tumbuh kembang anak. Mereka jadi lebih pintar disbanding teman-teman yang lainnya”. (Perwakilan Pemda Kab. Bogor).

Anggota Forum Anak menyadari manfaat dengan mereka tergabung dalam Forum Anak, seperti terbangunnya rasa percaya diri, meningkatnya kemampuan berkomunikasi dan menyampaikan pendapat, mendapatkan teman baru, meningkatkan kesejahteraan anak dan memperluas wawasan anak.

“Saya gabung dengan Forum Anak sejak kelas 13 sampai sekarang, sudah lama banget dan ini sangat bermanfaat untuk mengembangkan wawasan dan rasa percaya diri saya. Sudah banyak kegiatan yang kami lakukan misalnya kampanye rokok dan anti narkoba, kampanye stop Bullying dan kekerasan dan masih banyak lagi.” (perwakilan FA)

c. Kekuasaan, Kepentingan, dan Strategi Aktor yang Terlibat

Pelaksanaan kebijakan tergantung dari kekuasaan kepentingan dan strategi aktor yang terlibat di dalamnya. Pengaruh dapat berasal dari kekusaan dari pemangku kepentingan, kepentingan dari pelaksanaan kebijakan, dan strategi yang digunakan pada saat implementasi kebijakan. Kebijakan Partisipasi Anak merupakan mandat dari Undang-undang, dimana terdapat aktor-aktor penyelenggara yang memiliki kewenangan untuk ikut melakukan pengawalan yang dibuktikan dengan SK, dan masing-masing aktor memiliki tugas dan fungsinya masing-masing. Peneliti menemukan bahwa belum semua aktor-aktor melaksanakan mandatnya sesuai yang tercantum dalam SK Bupati Bogor tentang Gugus Tugas KLA dan SK tentang Keanggotaan Forum Anak. Hal ini salah satunya dikarenakan ketidakpahaman terkait tugas dan fungsinya masing-masing.

 

5.     Tepat Proses

Salah satu cara untuk mengoptimalkan pelaksanaan implementasi kebijakan adalah dengan membekali SDM atau aktor-aktor sebagai asset penting dalam sebuah organisasi, dengan wawasan, pengetahuan, ketrampilan terkait dengan isu pemenuhan hak anak dan kebijakan partisipasi anak. Hasil penelitian menunjukan bahwa kegiatan peningkatan kapasitas terkait isu hak anak bagi lintas Perangkat Daerah, sudah dilakukan oleh Dinas P3AP2KB sebagai pengampu isu hak anak. Namun pada saat pelaksanaan kegiatan Bimtek, yang hadir bukan Kepala Dinas atau pihak yang dapat mengambil keputusan/ kebijakan di instansinya masing-masing, dan sering kali perwakilan yang hadir tidak melaporkan kepada pimpinan apa yang menjadi rekomendasi pada kegiatan tersebut. Permasalahan lain yaitu seringnya rotasi pegawai di tingkat daerah yang menyulitkan proses implementasi kebijakan karena SDM yang sudah paham dan terlatih isu pemenuhan hak anak harus dimutasi ke instansi lain.

“Setiap tahun kami melakukan Bimtek Konvensi Hak Anak dan Kebijakan Kabupaten Layak Anak (KLA) dengan mengundang Kepala Perangkat Daerah yang menjadi anggota Gugus Tugas KLA, Akademisi, SDM yang bertugas pada Lembaga layanan pemenuhan hak anak, Forum Anak, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Perwakilan Dunia Usaha, Perwakilan Media untuk meningkatkan pemahaman. Namun yang hadir terkadang bukan kepala OPD sehingga tidak maksimal, masalah lain juga terkait dengan mutasi pegawai yang juga menjadi kendala.” (perwakilan Dinas)

Permasalahan lain yaitu kurangnya sarana prasana Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) yang dapat diakses oleh stakeholder lain dan masyarakat untuk meningkatkan pemahaman dan menguatkan komitmen. Dinas P3AP2KB dan Forum Anak sebetulnya sudah memiliki media sosial dan website yang dapat digunakan sebagai media penyebaran informasi, namun belum dimanfaatkan secara maksimal. Website dan media sosial Dinas P3AP2KB belum dikelola dengan baik sehingga penyampaian informasi tidak maksimal. Pemberitaan terkait kegiatan pemenuhan hak anak yang sudah banyak dilakukan tidak  tersampaikan, dan juga kebijakan-kebijakan terbaru terkait dengan pemenuhan hak anak juga tidak tergambarkan di dalam website dan media sosial tersebut.

Dukungan Pemerintah Daerah dalam kegiatan Forum Anak juga sudah terlihat dengan disediakannya Sekretariat Forum Anak, namun, dukungan Program Kerja Tahunan FAD masih terbatas. Dinas belum menyediakan sarana, prasarana, dan anggaran khusus yang dapat digunakan FAD untuk mendukung program kerja tahunan, hal ini dikarenakan kurangnya komunikasi antara Dinas (pendamping dan fasilitator) dengan FAD terkait Program Tahunan FAD, sehingga Dinas belum dapat memetakan anggaran untuk memfasilitasi program tahunan FAD.

“Karena Kabupaten Bogor wilayahnya sangat luas maka kami Forum Anak, terkadang marasa kesulitan untuk menjangkau wilayah-wilayah yang jauh seperti Nanggung, Cariu, Pamijahan, Sukajaya padahal yang jauh-jauh itu yang banyak permasalahan anaknya. Kami sudah menyampaikan hal ini ke Dinas.” (Perwakilan FA)

 

C. Identifikasi Hambatan dan Strategi yang Digunakan

Tantangan dan kendala yang dihadapi dalam proses implementasi kebijakan partisipasi anak di Kabupaten Bogor berdasarkan hasil temuan lapangan yaitu 1) Tepat target yang mencangkup sumber daya manusia dan sumber daya anggaran baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya; 2) Tepat Lingkungan yang terkait dengan persepsi dan interaksi antara pembuat kebijakan, pelaksana dan aktor lain dalam implementasi kebijakan partisipasi anak; 3) Tepat proses yang dimaknai sebagai pemahaman antar aktor pelaksana kebijakan, dimana komunikasi menjadi unsur penting untuk menyamakan persepsi dan memberikan pemahaman yang cukup, namun aspek komunikasi belum dimanfaatkan secara optimal oleh pembuat kebijakan

1. Tepat Target: Sumber Daya Manusia dan Anggaran

Keberhasilan Implementasi kebijakan membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mencukupi baik dari segi kualitas maupun kuantitas. SDM yang memiliki kapasitas untuk dapat membuat perencanaan, melaksanakan, melakukan monitoring dan evaluasi kebijakan, harus memiliki keahlian dan kompetensi terkait isu kebijakan yang diangkat yaitu terkait dengan kebijakan partisipasi anak, sehingga mampu menyelesaikan isu dan permasalahan yang terjadi. Strategi yang dapat digunakan oleh Dinas untuk meningkatkan kualitas atau pemahaman SDM yaitu dengan sosialisasi dan Bimtek terkait Konvensi Hak Anak (KHA) dan Kebijakan Perlindungan Anak. Sedangkan untuk meningkatkan kuantitas/ jumlah SDM yang dapat melakukan pendapingan pada anak adalah kolaborasi dengan Perangkat Daerah dan LM Pemerhati Anak. KemenPPPA juga dapat membantu Dinas P3AP2KB Kab Bogor untuk menyediakan narasumber dan anggaran pelaksanaan Bimtek KHA dan Kebijakan partisipasi anak, termasuk dalam pelatihan kode etik berkegiatan dengan anak.

Selain SDM, keberhasilan implementasi kebijakan juga membutuhkan anggaran untuk pelaksanaan atau operasional kegiatan. Minimnya anggaran yang disebabkan oleh kelemahan dalam perencanaan kegiatan menyebabkan pelaksana kebijakan tidak mampu menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal. Berdasarkan hasil penelitian maka keterbatasan anggaran menjadi salah satu kendala dalam kegiatan Partisipasi Anak di Kabupaten Bogor. Anggaran kegiatan FA hanya berasal dari Dinas P3AP2KB yang jumlahnya terbatas. Forum Anak juga belum diberikan alokasi anggaran secara khusus untuk melaksanakan program kerja. Hal ini disebabkan karena Dinas P3AP2KB belum memetakan kebutuhan dari Forum Anak karena kurangnya komunikasi dengan Forum Anak terkait program kerja yang sudah dibuat oleh Forum Anak.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah kolaborasi lintas SKPD  dan mengidentifikasi serta memetakan kebutuhan FA.  Selain melakukan pemetaan kebutuhan Forum Anak, dapat juga dilakukan dengan pemberian stimulus dan kerjasama dengan Dunia Usaha dan Media dalam pembiayaan kegiatan Forum Anak. Selain itu, Dinas P3AP2KB dapat mendorong Dinas lain yang ada di Kabupaten Bogor untuk dapat melibatkan Forum Anak dalam kegiatan yang berkaitan dalam upaya pemenuhan hak anak.

 

2.     Tepat Lingkungan

Lingkungan kebijakan/ interaksi antara aktor-aktor pelaksana kebijakan dan persepsi orang dewasa tentang kebijakan partisipasi anak sangat berpengaruh dalam efektivitas implementasi kebijakan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mendorong ketepatan lingkungan adalah dengan memerankan masing-masing SKPD sesuai tugas dan fungsinya dalam keanggotaan Gugus Tugas KLA. Agar SKPD dapat berperan secara maksimal maka perlu diberikan pemahaman terkait isu pemenuhan hak anak termasuk di dalamnya partisipasi anak dengan mengadakan pertemuan rutin dan membentuk whatupps grub koordinasi.

Dalam mengembangkan partisipasi anak, seluruh pihak perlu berpedoman pada syarat-syarat umum partisipasi anak yaitu 1) Sukarela artinya seluruh pihak tidak diperkenankan untuk melakukan pemaksaan terhadap anak, dan perlu meminta ijin pada orang tua dan wali; 2) Memperoleh informasi yang memadai artinya anak harus mendapatkan informasi secara utuh terkait kegiatan; 3) kesempatan yang sama bagi semua anak atau non diskriminasi; 4) Tindak lanjut evalusi artinya ada diberikan umpan balik apa yang perlu ditindaklanjuti dari proses mereka berpartisipasi.

      Pemerimtah daerah juga perlu membuat kebijakan dalam bentuk mekanisme atau SOP yang terstruktur terkait bagaimana anak dapat menyampaikan suaranya  di musrenbang mulai dari tingkat desa sampai dengan kabupaten. Selain itu masing-masing SKPD dapat melakukan evaluasi bersama terkait implementasi kebijakan partisipasi anak yang dilaksanakan di masing-masing instansi, dan juga berbagi pengetahuan atau praktik baik untuk meningkatkan pemahaman tentang partisipasi sebagai bagian dari hak anak, dan meningkatkan persepsi terhadap anak bahwa mereka merupakan bagian dari agen perubahan di masa depan.

 

3. Tepat Proses: Komunikasi

Implementasi kebijakan membutuhkan unsur komunikasi sebagai sebuah proses mentransformasikan kebijakan, yang sasarannya tidak hanya pelaku kebijakan yang teridentifikasi dalam struktur organisasi, namun juga seluruh pihak yang terlibat  dan menjadi tujuan, sasaran, dan arah kebijakan. Komunikasi membuat diseminasi kebijakan menjadi mudah sehingga para pemangku kepentingan lebih dapat memahami dan mendukung setiap program dan kebijakan yang telah disusun. Dalam proses komunikasi, keberadaan SDM menjadi penting karena mempengaruhi intensitas dan efektivitas komunikasi. SDM yang memiliki kapabilitas dan memahami kebijakan partisipasi anak akan lebih mudah menyampaikan program-program dan kebijakan partisipasi anak agar dipahami antar instansi. SDM juga memegang peranan penting dalam membangun kolaborasi dan jejaring terkait isu partisipasi anak. Hal ini sesuai dengan pendapat Riant Nugroho bahwa perlu komunikasi yang intens agar pemerintah memahami kebijakan sebagai tugas yang harus dilaksanakan, sehingga masing-masing pihak memahami bahwa kebijakan sebagai sebuah aturan main yang diperlukan untuk mangatur masa depan.

Berdasarkan hasil pembahasan dari aspek Ketepatan Proses, beberapa permasalahan yang ditemukan adalah diantaranya komunikasi hanya selintas, belum merespon kebutuhan dari Forum Anak, Dinas P3AP2KB di tahun 2023 belum banyak melakukan Sosialiasisasi terkait Forum Anak pada lintas Dinas, hal ini dibuktikan dengan masih banyak Dinas yang belum mengetahui tentang Forum Anak. hasil penelitian juga menunjukan untuk sosialisasi ke kecamatan dan sekolah-sekolah juga baru dilakukan sekali setahun, sehingga banyak yang belum mengetahui tentang Forum Anak.

 

Kesimpulan

Berdasarkan data dan temuan dilapangan, dapat ditarik beberapa kesimpulan umum bagaimana partisipasi anak melalui pengembangan Forum Anak Daerah Kabupaten Bogor dijalankan, termasuk persepsi orang dewasa dan lingkungan kebijakan, kesadaran orang dewasa terkait hak partisipasi anak, dan ketrampilan orang dewasa untuk dapat memfasilitasi anak dalam proses partisipasi.

Ada beberapa isu yang ditemukan yaitu 1) Partisipasi anak dalam pembangunan di Kabupaten Bogor telah diwadahin melalui pengembangan FAD kab. Bogor. Mereka juga telah dilibatkan dalam kegkatan musrenbang dan penjaringan Suara Anak; 2) Kebijakan mengatur tentang partisipasi anak sudah ada mulai dari tingkat nasioanl sampai dengan desa/kelurahan meskipun di semua kebijakan hanya memastikan anak difasilitasi dan dapat mendapatkan kesempatan untuk bersuara, namun pengakuan keberadaan anak di forum musrembang kurang; 4) Komitmen pimpinan daerah untuk mendukung partisipasi anak sudah ada; 5) Belum semua anak di Kabupaten Bogor mendapatkan akses untuk berparyisipasi termasuk santri; 6) FAD aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan masyarakat, kampanye, dan sosialisasi sesuai dengan isu. 8) orang dewasa di sekitar anak dapat menjadi pendukung atau penghambat dalam partispiasi anak.

Berdasarkan hasil penelitian dan sesuai dengan Teori Implementasi Kebijakan Riant Nugroho bahwa ada lima indikator yang mepengaruhi implementasi kebijakan publik yaitu  tepat kebijakan, tepat pelaksanaan, tepat target, tepat lingkungan, dan tepat proses. Dari dua indikator tersebut  berjalan cukup baik, namun ada tiga aspek yang sangat berpengaruh sehingga implementasi kebijakan belum optimal yaitu yaitu ketepatan target, ketepatan lingkungan, dan ketepatan proses. Ketepatan target terkait dengan pemahaman SDM tentang kebijakan dan alokasi anggaran untuk pelaksanaan kebijakan. Ketepatan Lingkungan terkait dengan interaksi antar SKPD dalam mengimplementasikan kebijakan partisipasi anak, dan tepat proses  yaitu terkait dengan pemahaman masing-masing stakeholder terkait tugas dan fungsinya dalam implementasi kebijakan partisipasi anak sebagai bagian dari komitmen pemerintah untuk mewujudkan pembangunan berbasis hak anak.

 

BIBLIOGRAFI

 

 Abdian Ilosa, Rusdi. (2020). Analisis Pelaksanaan Program Kota Layak Anak (KLA) Dalam Memenuhi Hak Sipil dan Kebebasan di Kota Pekan Baru. Jurnal Mahasiswa Ilmu Administrasi Publik (JMIAP). Vol2-No.1

Alviana, Ilma. Rosyadi. Simin, & Idanati, Rukna. 2021. Partisipasi Forum Anak banyumas Dalam Mewujudkan Kabupaten Layak Anak di Kabupaten Banyumas Ditinjau dari Perspektif Multi Stakeholder Partnerships. Jurnal Desentralisasi dan Kebijakan Publik (JDKP). Vol 02.No.2

Anggraini, Vanisa Dian. 2022. Partisipasi Anak Muda dalam Meningkatkan Tujuan pembangunan Berkelanjutan: Studi Pada Mitra Muda UNICEF Indonesia. Universitas Brawijaya

Collins, T. M. (2017). A child’s right to participate: Implications for international child protection.The International Journal of Human Rights, 21(1), 14–46.

Cuevas, Patricio; Parra (2022). Multi-Dimensional lens to article 12 of the UNCRC: a model to enhance children participation. Children’s Geographies Journal, 21:3, 363-367

Fitriyyah, Mustiqowati. (2017). Studi Implementasi Kebijakan Kota Layak Anak (KLA) di Kota Pekanbaru. Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi. Vol9-No2

Hapsari, Nimas. (2020). Partisipasi Anak Pada Forum Anak Surakarta Dalam Keberhasilan Implementasi Kebijakan Kota Layak Anak (KLA)

Irwanto, ECPAT. (2011). Panduan Partisipasi Anak dan Orang Muda: Melibatkan Anak dan Orang Muda Dalam Kegiatan Advokasi. Jakarta

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan  Convention on The Right of The Child (CRC) atau KHA

KemenPPPA, Perpres No. 25 Tahun 2021 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak

Kementerian PPPA, 2022. Profil Anak Tahun 2022

KemenPPPA. 2022. Pedoman Gereja Ramah Anak tahun 2022

KemenPPPA. 2023. Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Partisipasi Anak Dalam Proses Pembangunan Daerah Melalui Forum Anak

Leviner, P. (2018). Child participation in the Swedish child protection system. The International Journal of Children’s Rights, 26(1), 136–158.

Mujiati, Tugi. & Windryanto, Tjihno. (2016). Evaluasi Program Partisipasi Anak Dalam Pembangunan di Forum Anak Kabupaten Sleman. Paradiga: Jurnal Ilmu Administrasi. Vol-5,No. 2

Parra, Patricio, (2022). “Multi-dimensional Lens to Article 12 of UNCRC: a Model to Enhance Childrens’s Participation”. Children’ s Geohgraphies. UK:21-3, 363-377

Peraturan Presiden Republik  Indonesia Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2021 tentang Kebijakan Kebupaten/Kota Layak Anak

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Partisipasi Anak Dalam Proses Pembangunan Daerah Melalui Forum Anak

Petunjuk Teknis Pengisian Evaluasi Kabupaten/Kota Layak Anak, 2022

Peraturan Menteri PPPA No.18 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Forum Anak

Peraturan Menteri PPPA No. 1 Tahun 2022 tentang perubahan atas Permen PPPA No.18 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Forum Anak

Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 12 tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Layak Anak

Prasetya, Rahman.(2022). Impelentasi Kebijakan Kota Layak Anak Pada Masa Pandemi Covid-19 di Kota Tangerang Selatan (Studi Pada Klaster Hak Sipil dan Kebebasan). Jurnal Moderat. Vol8-No.2.

Ranta, Muireann.2023. Can We See Our Voice? Young Children’s Own Contributions to Authentic Child Participation as a Pillar For Sustainability Under the United Nations Convention on the Rights of the Child (UNCRC). European Early Childhood Education Research Journal, DOI:10.1080/1350293x.2023.2214716

Ripley, R. B. (1985). Policy analysis in political science.

Save the Children Alliance. 2007. Advocacy Matters: Helping children change their world An International Save the Children Alliance guide to advocacy. Save the Children UK

Save the Children, TIFA, YLBHI, European Union, 2022. Selangkah Lebih Maju: Modul Pelatihan Advokasi bagi Anak-Anak dan Orang Muda. HEAL Project, Save the Children Indonesia.

Save the Children. 2008. Advocacy Handbook for Children and Young People. Save the Children, Stockholm.

SMART Advocacy. 2021. SMART Advocacy Guide: Achieving Policy and Funding Change. smartadvocacy.org.

Surat Keputusan Bupati Bogor No. 476/376/KPTS/2017 tentang Forum Anak Daerah Kabupaten Bogor.

Stepahanie Rap, Denise Verkroost & Marielle Bruning. 2019. Children’s Participation in Dutch Youth Care Practice: an Explonatory Study Into the Opportunities for Child Participation in Youth Care From Proffesional’s Perspektive. Child Care in Practice Journal, 25:1, 37-50

Tri Muhartini, Nimas Hapsari, Shita Listya Dewi, 2022. Modul Pelatihan Strategi Advokasi Kebijakan. GATES Program, Save the Children Indonesia.

Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tetang Hak Asasi Manusia

Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 12 tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Layak Anak

Unicef. (2021). Analisis Situasi Partisipasi Anak dan Remaja serta Keterlibatan di Masyarakat

Van Bijleveld, G. G., Dedding, C. W. M., & Bunders-Aelen, J. F. G. (2015). Children’s and young people’s participation within child welfare and child protection services: A state-of-the-art review. Child & Family Social Work, 20, 129–138.

 

Copyright holder:

Anggin Nuzula Rahma, Mala Sondang Silitonga, Ridwan Rajab (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia