Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 09, September 2022�����������������������
TANGGUNG JAWAB PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH YANG MELAKUKAN
PERALIHAN HAK ATAS TANAH SEPIHAK
Tara Ulina1*, Amad Sudiro2
1*,2 Tarumanagara University,
Indonesia
Email: 1*[email protected],
2[email protected]
Abstrak
Kasus peralihan hak
atas tanah sepihak oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) menjadi perhatian serius
dalam konteks hukum dan etika profesi. Penelitian ini bertujuan menganalisis
dampak hukum dan konstitusional dari tindakan tersebut serta mengevaluasi
pelanggaran etika profesi. Melalui pendekatan analisis kasus, penelitian
merinci latar belakang, tujuan, metode, dan hasilnya. Hasilnya menunjukkan
bahwa peralihan tanah sepihak oleh PPAT melibatkan pelanggaran hukum dan
konstitusional, merugikan kepercayaan masyarakat, dan berpotensi memicu
pencabutan izin dan sanksi hukum. Temuan ini menekankan pentingnya kepatuhan
terhadap etika profesi dan prinsip-prinsip hukum dalam menjalankan tugas
sebagai PPAT, mendukung upaya menjaga integritas lembaga, dan membangun
kepercayaan masyarakat terhadap proses peralihan hak atas tanah.
Kata Kunci:
PPAT; Hukum Tanah; Peralihan Hak Atas Tanah
Abstract
The
case of unilateral transfer of land rights by the Land Deed Official (PPAT) has
raised serious concerns in the legal and professional ethics context. This
research aims to analyze the legal and constitutional impacts of such actions
and evaluate professional ethics violations. Through a case analysis approach,
the study details the background, objectives, methods, and findings. The
results indicate that the unilateral transfer of land by PPAT involves legal and
constitutional violations, detrimentally affecting public trust and potentially
leading to permit revocation and legal sanctions. These findings underscore the
importance of adherence to professional ethics and legal principles in the role
of PPAT, supporting efforts to maintain institutional integrity and build
public trust in the land rights transfer process.
Keywords:
PPAT; Land Law; Land Rights Transfer
Pendahuluan
Sistem hukum properti yang berkaitan dengan hak atas
tanah merupakan fondasi dari aktivitas ekonomi dan sosial di berbagai negara.
Hak atas tanah memiliki nilai ekonomi yang sangat besar dan seringkali menjadi
aset paling berharga yang dimiliki oleh individu, perusahaan, atau entitas
hukum. Oleh karena itu, untuk menjaga keadilan dan kepastian hukum dalam
peralihan hak atas tanah, peran peFjabat pembuat akta tanah (PPAT) sangat penting.
Pejabat� Pembuat Akta Tanah atau sering disingkat
dengan PPAT adalah pejabat umum
yang diberi kewenangan
untuk membuat suatu akta-akta
otentik mengenai salah satu perbuatan
hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun. dilihat dari
penjelasan pasal tersebut
telah jelas bahwa sama hanya
dengan notris PPAT juga adalah
seorang pejabat umum yang berwenang membuat sebuah akta autentik sesuai yang telah ditentukan
dengan peraturannya yang berkaitan
dengan tanah.i.
Seorang
PPAT didalam melaksnakan
tugasnya keagrariaan sebagaimana
didalam UUPA, dan juga didalam Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka
disini peranan scorang Pejabat Pembuat Akta Tanah disini sangatiah penting, maka dariitu scorang PPAT dianggap telah menguasai dan mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang peraturan Pendaftaran suatu
hak atas tanah dan peraturan-peraturan pelaksanaan
yang lainya yang berkaitan
dengan pendaftaran tanah
Dalam perundang-undangan PPAT maupun Notaris adalah
merupakan pejabat umum yang diberikan kewenangan membuat akta otentik tertentu,
yang membedakan keduanya adalah Landasan hukum berpijak yang mengatur keduanya.
PPAT diatur dalam UUPA, PP No. 24 Tahun 1997, PP No. 37 Tahun 1998 sedangkan
Pejabat Notaris diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris (selanjutnya disingkat Undang-Undang No. 30 Tahun 2004).
Meskipun regulasi yang jelas dan tegas telah ditetapkan
untuk memandu praktik peralihan hak atas tanah, sayangnya, masih terdapat kasus
di mana seorang PPAT melakukan peralihan hak atas tanah secara sepihak.
Peralihan hak atas tanah yang dilakukan oleh PPAT tanpa mematuhi prosedur yang
berlaku ini dapat menimbulkan berbagai konsekuensi hukum yang serius, serta
keraguan tentang profesionalisme dan etika kerja PPAT.
Tindakan semacam ini bisa merugikan pihak-pihak yang
terlibat dalam transaksi properti, merugikan kepentingan publik, dan merusak
integritas sistem hukum properti secara keseluruhan. Oleh karena itu, artikel
jurnal ini bertujuan untuk mendalami isu-isu yang berkaitan dengan tanggung
jawab PPAT dalam peralihan hak atas tanah dan mengidentifikasi konsekuensi
hukum yang mungkin dihadapi oleh PPAT yang melakukan peralihan hak atas tanah
secara sepihak.
Dengan demikian, penelitian ini akan menggali lebih dalam
tentang aspek-aspek hukum yang terkait dengan peran PPAT dalam peralihan hak
atas tanah serta menjawab pertanyaan-pertanyaan esensial seputar praktik
peralihan hak atas tanah yang dilakukan secara sepihak oleh PPAT. Diharapkan
bahwa hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi dalam memahami
kompleksitas peraturan properti dan menjaga integritas sistem hukum properti yang
berlaku.
Hukum
Tanah
Hukum
Tanah, sebagai salah satu cabang hukum yang sangat vital, mencakup sekumpulan
peraturan hukum, baik yang terdokumentasi secara tertulis maupun yang bersifat
tidak tertulis, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah sebagai objek
pengaturannya. Di Indonesia, konsep Hukum Tanah Nasional telah dirumuskan oleh
negara dan terdiri atas perangkat hukum perundang-undangan yang terdokumentasi,
dilengkapi dengan ketentuan-ketentuan hukum adat setempat yang masih berlaku
Hukum Tanah menjadi dasar hukum yang penting dan mencakup
berbagai aspek yuridis, dengan fokus utama pada hak-hak penggunaan atas tanah.
Pengaturan yang bersifat perdata dalam Hukum Tanah mengarah pada penjelasan
mengenai hak-hak penguasaan atas tanah, yang dapat dimiliki oleh individu,
badan-badan hukum perdata, dan badan-badan Pemerintah yang menguasai tanah
untuk memenuhi kebutuhan dan/atau melaksanakan tugas-tugas mereka.
Uniknya, sistem Hukum Tanah di Indonesia tidak hanya
bersifat tertulis, tetapi juga memasukkan unsur-unsur hukum adat setempat yang
masih berlaku. Integrasi ini mencerminkan kearifan lokal dan keanekaragaman
budaya yang diakui dalam kerangka hukum nasional.
Salah satu aspek krusial dari Hukum Tanah adalah
pengaturan kepemilikan, penggunaan, dan peralihan hak atas tanah secara adil
dan transparan. Dengan merinci hak-hak penggunaan tanah, Hukum Tanah memberikan
landasan hukum yang kuat bagi individu, perusahaan, dan instansi pemerintah
untuk mengelola dan memanfaatkan tanah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam ranah perdata, Hukum Tanah menjadi pedoman bagi
para pemilik tanah dan penguasa tanah untuk memahami dengan lebih mendalam hak
dan kewajiban mereka. Pemahaman yang cermat terhadap ketentuan hukum ini
mendukung terciptanya kepastian hukum, suatu unsur yang sangat penting dalam
setiap transaksi dan peralihan hak atas tanah di Indonesia. Melalui Hukum
Tanah, diharapkan tercipta kerangka hukum yang inklusif, adil, dan responsif
terhadap perkembangan kebutuhan masyarakat terkait tanah, seiring dengan upaya
menjaga keberlanjutan dan keadilan dalam pemanfaatan sumber daya tanah negara
ini
Regulasi
Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah
Regulasi
peraturan pemerintah yang mengatur pendaftaran tanah di Indonesia mencakup
beberapa dokumen hukum yang menetapkan tata cara dan tanggung jawab Pejabat
pembuat akta tanah (PPAT) serta berbagai aspek terkait kepemilikan dan
pengelolaan tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 membahas perubahan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah, menggambarkan perkembangan dalam jabatan tersebut seiring
waktu
Sementara itu, Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021
fokus pada penertiban kawasan dan tanah terlantar dalam satu naskah, memberikan
arahan terkait penataan dan pemanfaatan tanah yang tidak terurus. Di sisi lain,
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 menguraikan tentang hak pengelolaan,
hak atas tanah, satuan rumah susun, dan hak atas satuan rumah susun,
menciptakan kerangka kerja yang jelas terkait kepemilikan dan pengelolaan
properti
Terakhir, Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2023
membahas perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang
penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
Regulasi ini bertujuan untuk mengatur proses pengadaan tanah yang diperlukan
dalam pembangunan untuk kepentingan umum, menciptakan keseimbangan antara
pembangunan dan hak-hak pemilik tanah
Melalui regulasi-regulasi ini, diharapkan tercipta
kepastian hukum yang kuat dalam proses pendaftaran dan peralihan hak atas tanah
di Indonesia. PPAT memiliki peran yang terdefinisi dengan jelas, dan hak serta
kewajiban pemilik tanah lebih terlindungi. Semua ini membentuk kerangka kerja
hukum yang komprehensif untuk mendukung transparansi dan keadilan dalam urusan
properti tanah di negara ini.
Metode Penelitian
����������� Penelitian
ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Pendekatan ini dipilih karena
penelitian ini akan lebih berfokus pada analisis terhadap peraturan
perundang-undangan, putusan pengadilan, dan literatur hukum yang berkaitan
dengan tanggung jawab Pejabat pembuat akta tanah (PPAT) dalam peralihan hak atas
tanah.
����������� Data
untuk penelitian ini diperoleh melalui studi kepustakaan. Sumber data utama
mencakup peraturan perundang-undangan terkait hak atas tanah, putusan
pengadilan terkait peralihan hak atas tanah, literatur hukum yang membahas
tanggung jawab PPAT, dan kode etik profesi PPAT.
����������� Analisis
data dilakukan dengan mengidentifikasi dan mengevaluasi isi peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan peralihan hak atas tanah, menganalisis
putusan pengadilan untuk mendapatkan pandangan hukum, dan menarik kesimpulan
dari literatur hukum yang telah diakses. Pendekatan ini memberikan pemahaman
mendalam tentang kerangka hukum yang mengatur peralihan hak atas tanah dan
tanggung jawab PPAT.
Hasil dan Pembahasan
Tanggung Jawab PPAT dalam Peralihan Hak Atas Tanah
����������� Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) memegang peran utama dalam menjalankan berbagai
aspek yang terlibat dalam proses peralihan hak atas tanah. Dalam mengemban
tanggung jawabnya, PPAT melakukan serangkaian tugas yang melibatkan
keterampilan penelitian, hukum, dan komunikasi yang tinggi. Berikut adalah
ekspansi lebih rinci terkait tanggung jawab PPAT dalam peralihan hak atas
tanah.
1. Penelitian dan Verifikasi Dokumen:
Tanggung
jawab pertama PPAT melibatkan penelitian mendalam dan verifikasi dokumen yang
terkait dengan tanah yang akan dialihkan. PPAT harus memastikan bahwa
dokumen-dokumen tersebut autentik, seperti sertifikat tanah, dan melakukan
verifikasi status kepemilikan. Langkah pemeriksaan lapangan yang inklusif
diperlukan untuk memvalidasi informasi dalam dokumen dan memastikan keadaan
fisik tanah sesuai dengan yang tercatat.
2. Penyusunan Akta Tanah:
Dalam
menyusun akta tanah, PPAT harus menjaga ketelitian dan ketepatan informasi.
Mencakup seluruh informasi terkait transaksi peralihan hak, termasuk deskripsi
tanah dan ketentuan peralihan hak secara rinci. Penggunaan bahasa hukum yang
jelas dan dipahami oleh semua pihak terlibat adalah esensial. PPAT juga perlu
memastikan bahwa akta tersebut mematuhi hukum adat setempat, jika berlaku.
3. Pemberian Penjelasan kepada Para Pihak:
Memberikan
penjelasan kepada semua pihak yang terlibat adalah komponen kritis dalam
tanggung jawab PPAT. Penjelasan melibatkan memastikan bahwa semua pihak
memahami isi akta tanah, hak dan kewajiban yang terlibat, serta konsekuensi
hukum dari peralihan hak atas tanah. Proses ini melibatkan komunikasi yang
efektif untuk memastikan transparansi dan pemahaman yang mendalam.
4. Memastikan Kepastian Hukum:
PPAT
harus memastikan bahwa seluruh proses peralihan hak atas tanah sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku. Pemeriksaan hukum yang cermat dan konsultasi
dengan ahli hukum jika diperlukan akan menjamin kepatuhan dan kepastian hukum
dalam setiap langkah transaksi.
5. Pelaporan ke Pihak Berwenang:
Tanggung
jawab PPAT juga melibatkan pelaporan yang akurat dan tepat waktu kepada pihak
berwenang, seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ini mencakup penyusunan
dokumen pelaporan yang sesuai dan mengirimkannya untuk proses registrasi dan
pencatatan yang sah.
6. Etika Profesional:
PPAT
harus bertindak dengan itikad baik dan menjalankan tugasnya dengan etika
profesional yang tinggi. Ini melibatkan menjaga kerahasiaan informasi klien,
menghindari konflik kepentingan, dan memberikan pelayanan dengan integritas dan
transparansi.
7. Pemenuhan Ketentuan Hukum Adat:
Jika
terdapat unsur hukum adat setempat yang masih berlaku, PPAT harus memastikan
pemenuhan terhadap ketentuan hukum adat tersebut. Hal ini bisa melibatkan
konsultasi dengan tokoh atau pihak yang berkompeten dalam konteks hukum adat.
Peralihan Hak Atas Tanah Sepihak oleh PPAT
Peralihan hak atas tanah sepihak oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan
etika profesi dan prinsip-prinsip hukum yang mengatur proses peralihan hak atas
tanah. PPAT memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan bahwa
setiap transaksi peralihan hak atas tanah dilakukan dengan itikad baik, sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku, dan melibatkan semua pihak yang berkepentingan. Peralihan hak atas tanah yang
dilakukan tanpa kehadiran pemegang hak dapat dianggap tidak sah atau cacat
hukum
PPAT seharusnya menjunjung tinggi prinsip itikad baik
dalam menjalankan tugasnya. Peralihan hak atas tanah sepihak dapat mencerminkan
pelanggaran etika profesi karena melibatkan tindakan yang tidak transparan dan
dapat merugikan salah satu pihak. PPAT diharapkan untuk selalu bertindak dengan
integritas dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap profesi mereka.
Salah satu contoh kasus ini yakni Putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Timur Nomor 347/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Tim, Notaris yang juga
menjabat sebagai PPAT dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum dan
Akta Jual Beli nomor 6657/2004 yang dibuat oleh PPAT tersebut dinyatakan tidak
sah atau cacat hukum serta tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. PPAT
tersebut membuat akta jual beli tanpa persetujuan dan sepengetahuan pemilik
objek, yang mana dalam hal ini sangat merugikan pemilik objek tersebut
Pengadilan menyatakan bahwa Notaris yang juga menjabat
sebagai PPAT melakukan perbuatan melawan hukum. Ini bisa merujuk pada
pelanggaran etika profesi, kecurangan, atau pelanggaran hukum lainnya yang
terkait dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pejabat notaris dan PPAT.
Akta Jual Beli dengan nomor 6657/2004 yang dibuat oleh
PPAT tersebut dinyatakan tidak sah atau cacat hukum. Hal ini menunjukkan adanya
kekurangan atau pelanggaran dalam proses pembuatan akta tersebut, yang dapat
mencakup informasi yang tidak akurat, kelalaian dalam verifikasi dokumen, atau
pelanggaran terhadap ketentuan hukum yang mengatur peralihan hak atas tanah.
Penting untuk dicatat bahwa akta jual beli yang
dinyatakan cacat hukum oleh pengadilan juga tidak memiliki kekuatan hukum yang
mengikat. Artinya, transaksi tersebut tidak sah secara hukum dan tidak dapat
dianggap sebagai dasar yang sah untuk peralihan hak atas tanah.
Putusan ini dapat memiliki dampak hukum yang serius bagi
Notaris yang bersangkutan. Selain dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum,
reputasi profesi Notaris dan PPAT tersebut dapat tercoreng. Konsekuensinya
dapat mencakup sanksi administratif, tuntutan ganti rugi, atau tindakan
disiplin sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Kasus peralihan hak atas tanah sepihak oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) memunculkan pertimbangan serius dari perspektif
hukum dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), yang merangkum landasan
konstitusional negara. Dalam analisis ini, akan dibahas beberapa aspek yang
mencakup pelanggaran hukum, dampak terhadap etika profesi, dan implikasi
terhadap prinsip-prinsip konstitusional.
Peralihan hak atas tanah sepihak yang dilakukan oleh PPAT
dapat dilihat sebagai pelanggaran serius terhadap kewajiban hukum dan etika
profesi. PPAT, sebagai penjaga keabsahan transaksi tanah, memiliki tanggung
jawab untuk memastikan setiap proses peralihan hak sesuai dengan itikad baik
dan ketentuan hukum yang berlaku. Pelanggaran ini bisa melibatkan kelalaian
dalam verifikasi dokumen, pengabaian prosedur yang ditetapkan, atau tindakan
melawan hukum.
Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945 menekankan bahwa kekuasaan
tertinggi berada di tangan rakyat dan harus dilaksanakan sesuai dengan
Undang-Undang Dasar. Peralihan hak atas tanah sepihak yang tidak sah bisa
dianggap sebagai penyimpangan dari prinsip kekuasaan yang seharusnya dipegang
oleh rakyat. Begitu juga dengan Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945, yang menetapkan bahwa
bumi dan kekayaan alamnya dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat.
Pelanggaran prinsip ini dapat menciptakan ketidaksesuaian dengan semangat
pembangunan hukum yang berkeadilan.
Dampak hukum dari peralihan hak atas tanah sepihak
melibatkan potensi pencabutan izin dan penerapan sanksi hukum. Hal ini dapat
mencakup sanksi administratif, sanksi pidana, atau tindakan hukum lain sesuai
dengan regulasi yang berlaku. Selain itu, peralihan hak atas tanah sepihak juga
bisa merugikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga PPAT dan profesi notaris
secara umum, mengingat hal tersebut bertentangan dengan semangat pembangunan
hukum yang adil, transparan, dan berkeadilan.
Dalam konteks konstitusional, pelibatan PPAT dalam
praktik peralihan hak atas tanah sepihak dapat dianggap sebagai pengabaian
terhadap prinsip pemerintahan yang baik, seperti transparansi, akuntabilitas,
dan partisipasi. Oleh karena itu, perlindungan hak-hak masyarakat dan menjaga
integritas lembaga PPAT memerlukan pematuhan terus-menerus terhadap
prinsip-prinsip hukum dan konstitusional.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, kasus peralihan hak atas tanah
sepihak oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) menggambarkan kompleksitas isu
hukum, etika profesi, dan konstitusional. Penelitian ini menyoroti pelanggaran
hukum dan dampak negatif terhadap kepercayaan masyarakat yang diakibatkan oleh
tindakan tersebut. Peralihan hak tanah yang tidak sah melibatkan PPAT
menunjukkan ketidakpatuhan terhadap prinsip-prinsip hukum dan etika profesi,
merugikan kepercayaan publik terhadap lembaga notaris. Dampaknya mencakup pencabutan
izin dan sanksi hukum, menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap norma-norma
hukum. Temuan ini memberikan pengingat bahwa menjaga integritas profesi notaris
memerlukan komitmen terhadap prinsip-prinsip etika dan kepatuhan hukum. Oleh
karena itu, langkah-langkah pencegahan dan penegakan hukum perlu ditingkatkan
untuk mencegah kasus serupa di masa depan dan memastikan kepercayaan masyarakat
terhadap proses peralihan hak atas tanah.
BIBLIOGRAFI
Baharudin.
(2014). Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Ppat) Dalam Proses Jual Beli
Tanah Baharudin. Keadilan Progresif, 5(1), 88�101.
Hartana, I. G.
A. A. M. C. (2019). Hukum tanah sebagai bagian dari hukum agraria dalam
pembangunan nasioal di indonesia. 7(3), 114�118.
Hernando, K.
(2021). Dalam Pembuatan Akta Jual Beli Yang Dibuat Tanpa Sepengetahuan dan
Persetujuan Pemilik Objek Dalam Gunawan Djajaputra A . Latar Belakang Tanah
merupakan hal yang tak ternilai harganya, dan sifatnya sangat kompleks bagi
kehidupan umat manusia . Setiap ora. 711�734.
Iftitah, A.
(2014). Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Ppat) Dalam Membuat Akta Jual
Beli Tanah Beserta Akibat Hukumnya. Lex Privatum, 2(3), 49�55.
PP19/2021,
UUD/1945, UU5/1960, UU2/2012, & UU11/2020. (2021). Permen RI No. 19 Tahun
2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum. Negara Republik Indonesia, 086995, 1�112.
Rasyidi, M. A.
(2021). Hukum Tanah Adalah Hukum yang Sangat Penting, Dibutuhkan Oleh
Masyarakat/Bangsa Indonesia di dalam Kehidupan Sehari-hari. Jurnal Mitra
Manajemen, 12(2), 53-59.
Rini, S.
(2023). Peranan Ppat (Pejabat Pembuat Akta Tanah) Dalam Pembuatan Akta Jual.
502�511.
UUD Republik
Indonesia. (2016). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 24 Tahun
2016 Tentang Perubahan Atas Peratumn Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. 16.
UU-RI. (2021).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesi Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak
Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah. Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2021 Nomor 28, 086597, 1�99.
Copyright holder: Tara Ulina, Amad Sudiro (2022) |
First publication
right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |