Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 09, September 2022�����������������������
ANALISIS KEBIJAKAN PELAYANAN HAJI PADA KANTOR
KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU
Abdurokhman1*, Hanif Nurcholis2, Pardamean Daulay3
1*,2,3 Graduate Studies Program, Indonesia Open University, Indonesia
Email: 1*[email protected],
2[email protected], 3[email protected]
Abstrak
Ibadah haji, sebagai rukun Islam kelima, mewajibkan
setiap muslim yang mampu melaksanakannya. Penelitian ini bertujuan menganalisis
kebijakan pelayanan haji di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lingga dan
mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat, serta kendala Undang-Undang
nomor 8 tahun 2019 dan PMA nomor 6 tahun 2019. Metode kualitatif digunakan
dengan fokus pada Seksi Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Teknik pengumpulan data
melibatkan wawancara, observasi, dan studi dokumen. Hasilnya menunjukkan kendala
geografis, terbatasnya bank penerima setoran haji, dan kurangnya informasi
pendaftaran haji. Faktor pendukung melibatkan sarana prasarana SISKOHAT dan SDM
di Kantor Kementerian Agama. Dari analisis ini, disarankan agar kewenangan
pendaftaran haji diperluas, terdapat kerjasama dengan bank, penerapan layanan
pendaftaran haji mobile berbasis kelautan, serta kegiatan bimbingan manasik
sepanjang tahun melalui inisiatif Kementerian Agama atau Kelompok Bimbingan
Ibadah Haji (KBIH).
Kata Kunci:
Political Evaluation, Organizational Evaluation, Substantive Evaluation,
Efektivitas Responsiv.
Abstract
Hajj
pilgrimage, as the fifth pillar of Islam, is obligatory for every capable
Muslim. This research aims to analyze the hajj service policy at the Office of
the Ministry of Religious Affairs in Lingga Regency and identify supporting and
hindering factors, as well as challenges posed by Law No. 8 of 2019 and
Ministerial Regulation No. 6 of 2019. Qualitative methods are employed,
focusing on the Section of Hajj and Umrah Implementation. Data collection
techniques include interviews, observation, and document analysis. The findings
reveal geographical constraints, limited banks for hajj payments, and
insufficient information on hajj registration. Supporting factors involve
infrastructure like SISKOHAT and human resources at the Ministry of Religious
Affairs. Based on this analysis, it is recommended to expand hajj registration
authority, collaborate with banks, implement mobile-based maritime hajj
registration services, and conduct year-round guidance activities initiated by
the Ministry of Religious Affairs or Hajj Guidance Groups (KBIH).
Keywords:
Political Evaluation, Organizational Evaluation, Substantive Evaluation,
Responsiveness Effectiveness.
Pendahuluan
Berbicara
masalah pelayanan yang dalam hal ini adalah pelayanan haji tidak lepas dari sebuah
Organisasi yang mendapatkan amanah berdasarkan Undang-Undang nomor 8 tahun 2019
sebagai penggaanti Undang-Undang nomor 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Ibadah Haji yaitu Kementerian Agama RI pada umumnya serta Kementerian Agama
Kabupaten Lingga khususnya.
Berdasarkan
data BPS Kabupaten Lingga dalam Angka bahwa Kabupaten Lingga dibentuk berdasarkan UU No. 31 Tahun
2003 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten Lingga. Kabupaten Lingga
adalah salah satu kabupaten
di provinsi
Kepulauan Riau Indonesia.
Kabupaten Lingga memiliki 13 Kecamatan, 7 kelurahan, dan 82 desa, dengan
jumlah penduduk 89.501 jiwa, dengan luas 2.216,04 km2. Dengan Penduduk Muslim
/Ummat Islam 91,15%, Budha 5,87 %,
Kristen 2,92 %, Protestan 1,80%, serta Katolik 1,12% dan Konghucu 0,06 %. Secara Administrasi pada tahun 2019 Kabupaten Lingga terjadi
pemekaran wilayah kecamatan yang terdiri
dari 13 kecamatan dengan rincian sebanyak 82 desa/kelurahan dan 7 diantaranya
adalah berstatus kelurahan. Adapun kecamatan yang termasuk wilayah Kabupaten
Lingga adalah Singkep Barat, Singkep, Singkep Selatan, Singkep Pesisir, Lingga,
Selayar, Lingga Timur, Lingga Utara, Senayang, Bakung Serumpun, Temiang
Pesisir, Katang Bidare, dan Kepulauan Posek.
Di
antara 13 kecamatan tersebut dipisahkan pulau-pulau yang dibatasi lautan antara
kecamatan satu dengan kecamatan yang lainnya, sehingga sarana transportasi
hanya bisa ditempuh dengan menggunakan kapal fery dan speed-speed kecil atau pompong.
Untuk dapat menuju ke Ibu Kota Kabupaten Lingga yang berada di Daik Lingga.
Sehingga dalam rangka melakukan pendaftaran haji akan memakan waktu sampai 2
sampai dengan 3 hari. Fonemena ini mempengaruhi proses pelaksnaan pendaftaran
haji dan pelunasan haji yang semestinya jamaah dapat melakukan pendaftaran haji
hanya beberapa jam saja, dari mulai buka rekening di Bank Penerima Setoran
Biaya Penylenggaraan Haji (BPS BPIH ) untuk mendapatkan nomor validasi dan
selanjutnya melakukan pendaftaran haji di Kementerian Agama untuk mendapatkan
nomor porsi. Kondisi ini berbeda jauh dengan kabupaten yang letak antar
kecamatan masih dalam satu daratan seperti Kota Tanjungpinang, Batam di wilayah
Provinsi Kepulauan Riau.
Berdasarkan
fakta dan uraian ini, sehingga penyelenggaraan ibadah haji selama ini masih
ditemukan beberapa kelemahan, baik dalam aspek regulasi dan tata kelola
kebijakan, pembinaan, pelayanan, dan perlindungan jemaah, maupun pengawasan
terhadap pelaksanaan Penyelenggaraan ibadah haji. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penyempurnaan aturan dan perbaikan dalam praktik penyelenggaraannya,
sehingga Penyelenggaraan ibadah haji dan umrah dapat dilaksanakan dengan
pelayanan maksimal, menjunjung tinggi prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas
publik demi kemanfaatan bagi jemaah haji. Berdasarkan pertimbangan tersebut,
perlu dilakukan penyempurnaan dan perbaikan dalam penyelenggaraan ibadah haji.
Melihat
fonomena-fenomena tersebut, dalam hal ini ada kebijakan publik serta layanan publik
yang sifatnya makro atau umum belum terpenuhi, serta tidak dirasakan
kemudahannya oleh sebagian jamaah haji Kabupaten Lingga tahun 2020, selanjutnya
fakta ini merupakan masalah akademik yang harus diteliti dalam penulisan
artikel ini, selanjutnya melihat dari kasuistik masalah, maka bahwa penulis
memberikan statement (State Of The art) bahwa penelitian ini adalah baru dan
belum pernah diteliti oleh peneliti yang lain.
Berdasarkan
dari latar belakang tersebut, maka penulis akan melakukan penelitian serta menganalisa
tentang Analisis Kebijakan Pelayanan Haji pada Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau. Adapun Problem Statemet penelitian
ini adalah kebijakan publik yang bersifat makro atau umum, atau mendasar yang
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, Peraturan Presiden, Peraturan
Menteri Agama (PMA) Nomor 6 Tahun 2019 belum dapat memberikan pelayanan secara
maksimal pada jamah haji di daerah kepulauan, maka pemerintah selaku pemangku
kebijakan dalam hal ini Kementerian Agama harus mampu memberikan solusi bagi
pendaftaran haji di daerah, terutama pada daerah-daerah kepuluan dengan
regulasi dan aturan yang disesuaikan pada masing-masing wilayah baik berupa
Undang-Undang, Peraturan Menteri Agama, ataupun Surat Edaran Dirjen PHU.
Tujuan
penelitian tesis ini adalah untuk mengevaluasi kebijakan Pelayanan Haji di
Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau, terkait
dengan ketidakefektifan dan tidakefisienan pendaftaran dan pelunasan Jamaah
calon Haji. Tujuan tersebut mencakup pemahaman tentang faktor pendukung dan
penghambat kebijakan tersebut. Manfaat dari penelitian ini mencakup kontribusi
teoritis dengan menambah wawasan keilmuan dalam bidang Pelayanan Haji di daerah
kepulauan dan juga dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya serta
pertimbangan dalam pembuatan kebijakan publik. Secara praktis, penelitian ini
diharapkan memberikan masukan berharga untuk penyelenggaraan Ibadah Haji di
daerah, dengan potensi pengembangan pola manajemen haji guna meningkatkan
pelayanan kepada para tamu Allah.
Metode
Penelitian
Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menganalisis kebijakan pelayanan
haji di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau,
pada Musim Haji 1441 H/2020 M. Metode penelitian ini bersifat deskriptif
kualitatif, fokus pada proses pendaftaran, pelunasan, dan Bimbingan Manasik
Haji. Tujuan penelitian adalah menentukan efektivitas kebijakan pelayanan haji.
Lokasi penelitian di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lingga, yang terletak
jauh dari Ibu Kota Provinsi Kepulauan Riau, dengan kendala geografis dan
terbatasnya sarana transportasi. Sumber data melibatkan pejabat Eselon III dan
IV di kantor tersebut, serta Jamaah Haji Kabupaten Lingga tahun 2020. Teknik
pengumpulan data melibatkan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Observasi
dilakukan terhadap kegiatan sehari-hari, wawancara dilakukan dengan 10
informan, dan dokumen digunakan untuk memverifikasi informasi yang diperoleh
melalui wawancara. Penelitian ini diharapkan memberikan evaluasi, rekomendasi,
dan perbaikan terhadap penyelenggaraan haji di Kemenag Lingga, serta motivasi
untuk meningkatkan pelayanan bagi jamaah haji.
Hasil dan
Pembahasan
Letak Geografis dan Administratif
Kabupaten Lingga
Luas wilayah daratan dan lautan Kabupaten Lingga
mencapai 211,772 km2 dengan luas daratan 2.117,72
km2 (1
%) dan lautan 209,654 km2 (99%). Berdasarkan posisi geografi
Kabupaten Lingga berbatasan dengan
Sebelah
Utara : Kota Batam dan laut Cina Selatan.
Sebelah
Selatan : Laut Bangka dan Selat Berhala.
Sebelah
Barat : Laut Indragiri Hilir.
Sebelah
Timur : Laut Cina Selatan.
Data Jamaah Haji
����������� Adapun
data jamaah haji perkecamatan serta berdsarkan pendidikan sebagai berikut:
Tabel 1
Data Jamaah Haji
Di
dalam penelitian ini, terdapat dua pertanyaan penelitian serta masalah akademik , yaitu Undang-Undang nomor 8 Tahun 2019, Peraturan Presiden,
Peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 6 Tahun
2019 belum dapat memberikan pelayanan secara maksimal pada jamah haji di
daerah kepulauan, bagaimana analisis kebijakan pelayanan haji pada Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Lingga dan faktor apa saja yang
menjadi pendukung dan penghambatnya. Sebagian data sudah peneliti paparkan di
bagian awal pembahasan, sedangkan hasil temuan data yang lain akan peneliti
paparkan di bawah ini, sesuai dengan dua pertanyaan penelitian:
1.
Terbatasnya Bank Penerima Setoran Haji
Terbatasnya Bank
Penerima setoran biaya penyelenggaraan haji menjadi salah satu alasan
belum optimalnya pelayanan haji
pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lingga. Hal ini peneliti
temukan dari data penelitian bahwa
bank penerima setoran biaya penyelenggaraan haji hanya ada 2, pertama BRI ke
dua Bank Riau Kepri, kedua bank tersebut berada hanya di Kecamatan Singkep dan
Kecamatan Lingga sedangkan objek layanan adalah 13 kecamatan bagi penduduk
muslim, sehingga bagi kecamatan yang jauh akan mengalami kendala dan kesulitan,
serta memakan waktu sampai bebearapa hari, hal ini jelas menjadi kendala bagi
jamaah yang akan daftar haji.
2.
Belum adanya SISKOHAT ( Sistem Informasi Haji Terpadu) di
Kantor Urusan Agama Kecamatan.
Kantor
Urusan Agama Kecamatan yang ada di Kabupaten Lingga yang telah disahkan
berdasarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia terdapat 9 Kantor Urusan
Agama serta 4 Kecamatan pemekaran lainnya
masih merger dengan KUA induk, mengingat Kantor Urusan agama adalah sebagai
ujung tombak garda depan layanan keagamaan yang ada di Kantor Kementerian Agama Kab/Kota, hal ini berdasarkan PMA Nomor 34 Tahun
2016 pasal 1 menyebutkan :�
�Kantor Urusan Agama Kecamatan yang selanjutnya yang selanjutnya
disingkat KUA Kecamatan adalah unit pelaksana tekhnis pada Kantor Kementerian
Agama, berada dibawah dan bertanggungawab pada Direktur Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan secara operasional dibina oleh Kepala Kantor Kementerian
Agama Kab/Kota.
3.
Kurangnya Informasi Layanan Persyaratan Pendaftaran Haji
Sebagaimana
dalam peran dan fungsinya Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lingga wajib memberikan
sosialisasi terkait layanan ibadah haji di seluruh ummat Islam yang ada di
Kabupaten Lingga, maka ketika layanan tidak tersampaikan kepada masyarakat, maka
mempunyai efek yang sangat signifikan terhadap proses layanan haji di Kabupaten
Lingga, hal ini peneliti menggali fakta di lapangan bahwa Informasi-Informasi terkait
Penyelenggaraan Haji belum tersosialisasikan dengan baik.
Sejalan dengan ini peneliti menggali
data dengan salah satu dari jamaah haji an.
Zamri Bin Muhammad Toot, status jamah waiting
list tahun 1441 H/2020 M, umur 41 tahun tinggal di
Desa Baran Kecamatan Senayang
dengan Nomor Porsi 3700014639 menyampaikan:�
�bahwa pelaksanaan pendaftaran haji sampai 2-3 hari untuk
dapat nomor porsi di Kementerian Agama, hal ini disebabkan pertama kurangnya
informasi tentang pendaftaran haji di wilayah
kecamatan yang jauh dari ibu kota daik Lingga sehingga mereka datang ke kemenag
hanya ingin daftar dengan persyaratan apa adanya. Kedua letak wilayah yang
sangat jauh dengan jarak tempuh 2 hari perjalanan pulang pergi�
�(Wawancara, Rabu, 7 Oktober 2020)
4.
Kurangnya Tatap muka Bimbingan Manasik Haji bagi Jamaah
Bimbingan
manasik haji adalah sangat urgent bagi jamaah haji dalam
rangka membekali praktek ibadah di tanah suci karena tujuan ibadah haji adalah untuk
mendapatkan ibadah haji yang mabrur. Tentunya pelaksanaan bimbingan manasik
haji sangat menentukan dan mendukung dengan predikat haji mabrur bagi jamaah.
Hal ini sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 Pasal 3 sebagai
berikut:
�Penyelenggaraan Ibadah haji dan
Umrah bertujuan: a. memberikan pembinaan, pelayanan, dan pelindungan
bagi Jemaah Haji dan Jemaah Umrah sehingga dapat menunaikan ibadahnya sesuai
dengan ketentuan syariat; dan b. mewujudkan kemandirian dan ketahanan dalam
Penyelenggaraan Ibadah haji dan Umrah.
Selanjutnya
PMA nomor 14 Tahun 20
Pemerintah wajib memberikan bimbingan kepada Jemaah Haji
sejak sebelum keberangkatan, selama dalam perjalanan, selama di Arab Saudi
sampai dengan kepulangan ke Indonesia. 12 pasal 15 ayat 1 menyatakan :�
5. Faktor Pendukung dan Penghambat Layanan
Kebijakan Haji
a. Faktor Pendukung Kebijakan
Layanan Haji pada Kemenag Lingga
1) Adanya
Undang-Undang nomor 8 Tahun 2019 dan PMA nomor 14 Tahun
2012 dan PMA nomor 6 tahun 2019
Salah satu faktor pendukung Kebijakan Layanan Haji di Kemenag Kabupaten Lingga adalah
adanya regulasi yang mengatur terkait
penyelenggaraan ibadah haji serta layanan kebijakan di dalamnya. Walaupun belum sepenuhnya dapat dilaksaanakan di
daerah yang berbasis kelautan serta kepulauan.
2) �Adanya Sarana Prasarana
Berdasarkan pemaparan data ada beberapa
faktor pendukung sehingga sebagian permasalahan pelayanan haji pada Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Lingga dapat dilaksanakan yaitu : (1)
adanya alat pengelola data diantaranya tersedianya PC, laptop, printer, ibm,
server, scanner, sidik jari biomatrik, tustle camera photo, ruangan yang
resprentatif, terdiri dari ruang kepala Seksi, ruangan pendaftaran atau ruangan SISKOHAT ( Sistem Informasi Haji Terpadu ), ruangan
dokumen, lemari arsip, meubeler meja dan kursi, ruang tunggu, serta ruangan
konsultasi.
3) Adanya
Sumber Daya Manusia (SDM)
Adapun sumber daya manusia atau
SDM yang cukup terdiri dari satu orang pejabat eselon II Kepala Kantor, IV/
Kasi Penyelenggaraan Haji dan Umrah , ASN
bagian pendaftaran haji serta ASN tentang
pengamanan dokumentasi perjalananan haji. Dari empat sumber daya manusia
dimakasud proses pendaftarandan pelayanann haji dapat dilaksanakan secara baik.
b.
Faktor
Penghambat
Kebijakan Layanan Haji pada Kemenag Lingga
1) Letak Geografis
Berdasakan
paparan data juga ada beberapa faktor penghambat dalam menyelesaikan pelayanan
haji pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lingga, hal ini disebabkan karena kondisi
geografis wilayah kepulauan yang hanya 1 persen daratan dan 99 persen lautaan
yang terpisahkan oleh 377 pulau dan sosialisasi kepada masyarakat tidak
berjalan dengan baik.
Hal
ini senada sebagaimana yang telah disampaikan oleh informan Kepala Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Lingga H.
Muhammad Nasir,S.Ag.MH menyampaikan:
�bahwa
Penyelenggaraan Haji di Kabupatern Lingga pada prinsipnya bisa dilakukan
sebagaimana mestinya, sarana dan prasarana yang ada di Kemenag Lingga seperti
SISKOHAT dan perangkat-perangkat yang lainya sangat mendukung dalam rangka
melayani proses pendaftaran haji di Kemenag Lingga. Kabupaten Lingga yang
terdiri dari 13 Kecamatan yang dibatasi dengan laut antara satu kecamatan
dengan kecamatan yang lain yang menjadi yang faktor penghambat proses
pendaftaran haji yang ada di Kabupaten Lingga berbeda dulu ketika saya menjadi
Kakankemenag di daerah yang kecamatannya satu daratan seperti di Tanjungpinang
atau Batam, oleh karenanya perlu ada kebijakan regulasi dalam rangka memberikan
kemudahan bagi jamaah yang melakukan pendaftaran haji. (hari Jumat tanggal 5
Juni 2020.)
2) Terbatasnya
BPS BPIH
Selanjutnya
berdasarkan fakta dilapangan selain daripada letak geografis daerah kepulauan
juga menjadi faktor penghambat pelayanan haji di Kabupaten Lingga adalah
kurangnya bank penerima setoran (BPS BPIH ) yang terbatas, hanya ada satu bank
penerima setoran BPIH yaitu bank Riau Syariah kepri untuk menerima setoran awal
bagi jamaah haji, sedangkan bank Rakyat Indonesia (BRI) yang ada di Kabupaten
Lingga tidak mempunyai kewenangan untuk mengentrykan setoran awal bagi jamaah haji maupun pelunasan bagi jamaah
haji. Hal ini tidak selaras dengan kebijakan yang tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 8 tahun 2019 dan PMA nomor 6 tahun 2019 pada pasal 7 bahwa jamaah haji berkewajiban
membayar Bipih yang disetorkan ke BPS Bipih;
3) Kurangnya
Sosialisasi Pendaftaran dan Bimbingan Manasik Haji
Kabupaten
Lingga yang terdiri dari 13 Kecamatan serta jarak rentang kendali yang sangat
jauh antara satu pulau dan pulau yang lainnya dimana 99% lautan dan 1 %
daratan, sehingga amanah UU Nomor 8 tahun 2019 serta PMA nomor 6 tahun 2019
belum dapat difahami kepada masyarakat secara menyeluruh terkait masalah
pendaftaran haji, sehingga hal ini mempengaruhi serta menjadi faktor penghambat
atas pelayanan haji di Kemenag Kabupaten Lingga. Selanjutnya terkait bimbingan
manasik haji bagi jamaah Kabupaten Lingga sebagaimana aturan dalam UU Nomor 8
Tahun 2019 serta PMA nomor 6 Tahun 2019 volume bimbingan manasik haji yang
dapat diberikan kepada jamaah hanya 2 kali pertemuan tingakat Kab/kota dan 4
kali pertemuan tingkat KUA Kecamatan
Pembahasan
Kondisi Pertama, terbatasnya Bank Penerima Setoran (BPS) Biaya Penyelenggaraan
Ibadah haji (BPIH) menjadi salah satu fakta kondisi alasan belum optimalnya pelayanan
haji pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lingga.
Teori evaluasi kebijakan menurut Jones
(1984:359) salah satunya adalah Organizational
evaluation (evaluasi yang bersifat organisasional). Evaluasi ini dilakukan
untuk mendapatkan jawaban tentang apakah kebijakan atau program yang dilakukan,
melahirkan dukungan bagi badan-badan pelaksana. Apakah manfaat bagi badan-badan
tersebut melebihi biaya yang dikeluarkan. Apakah kebijakan yang dilakukan,
mengarah pada perluasan lebih lanjut bagi badan-badan tersebut.
Organisasi seperti lembaga dan kementerian
dalam hal ini Kementerian Agama Kabupaten Lingga belum bisa memberikan
kebijakan pelayanan haji yang maksimal. Hal ini disebabkan karena Kementerian
Agama Kabupaten Lingga belum melakukan pemberian kewenangan sub organisasinya
seperti KUA untuk melakukan pendaftaran, dan pelunasan haji, disisi lain
Kementerian Agama Kabupaten Lingga juga belum membuka jalinan atau kerjasama
bank-bank lain untuk dijadikan BPS BPIH di wilayah
ibu Kota maupun di Kecamatan. Tentunya perlu adanya kerjasama atau kolaborasi dalam
suatu organisasi adalah
suatu bentuk interaksi sosial yang di dalamnya melibatkan sekelompok orang yang
menyadari hak dan kewajibannya serta memiliki kepentingan yang sama untuk
mencapai tujuan yang telah disepakati bersama.
Kedua, Kondisi Geografis, kondisi geografis wilayah kepulauan di Kabupaten Lingga yang hanya
1 persen daratan dan 99 persen lautaan yang terpisahkan oleh 377 pulau, analisa
peneliti, ini yang menyebabkan pelayanan haji tidak pat berjalan secara
maksimal.
Teori evaluasi kebijakan menurut Jones (1984:359) salah satunya
adalah political evaluation (evaluasi
kepentingan politik). Kegiatan evaluasi kebijakan dilakukan untuk menjawab
pertanyaan �apakah program yang akan dilaksanakan akan memberikan manfaat bagi anggota
masyarakat, apakah program yang akan dilaksanakan akan meningkatkan dukungan
politik dalam kampanye ulang, apakah program yang akan dilakukan akan
mendapatkan dukungan dari media.
Menurut analisa peneliti dari Evaluasi Kebijakan teori Jones (1984:359) pertanyaan pertama
program layanan haji belum dapat bermanfaat bagi masyarakat yang berada pada
posisi masyarakat yang geografisnya jauh dari ibu kota. Pertanyaan kedua
program yang dilaksanakan belum dapat meningkatkan dukungan politik atau
kepentingan bagi kepala daerah, sedangkan pertanyaan ketiga bahwa program belum
dapat dukungan oleh media, maka analisanya melihat dari fakta dilapangan bahwa
Kabupaten Lingga yang terdiri dari 13 kecamatan dipisahkan pulau-pulau yang
dibatasi lautan antara kecamatan satu dengan kecamatan yang lainnya, harus
mendapat perhatian dan kebijakan khusus layanan-layanan terkait inovasi
pelayanan haji di daerah kepulauan. Kepentingan politik dalam hal ini dijadikan
oleh pemangku jabatan baik kepala daerah maupun stakeholder lainnya untuk
dijadikan janji-janji politik atas solusi alternatif sarana prasarana bagi
masyarakat kepulauan.
Kondisi ketiga, Kurangnya
Sosialisasi Pendaftaran haji dan Bimbingan Manasik Haji.
Teori Evaluasi Kebijakan Jones
(1984:359) Substantive evaluation
(evaluasi yang substantif atau bersifat nyata), yaitu evaluasi yang dilakukan
untuk melihat apakah kebijakan atau program yang dilakukan telah mencapi tujuan
yang telah ditetapkan baik secara hukum maupun dalam detail kebijakan yang
ingin dicapai selanjutnya, serta apa dampak kebijakan atau program tersebut
bagi persoalan yang dituju. Substantive
evaluation adalah proses penilaian yang dilakukan untuk mengukur
efektivitas dan dampak kebijakan atau program tertentu. Evaluasi substantif
berfokus pada hasil yang dicapai oleh kebijakan atau program tersebut, serta
apakah tujuan yang ditetapkan telah tercapai.
Dalam teori ini dampak yang dihasilkan adalah tidak bisa
efektifnya pelayanan haji dan bimbingan manasik haji pada jamaah haji di
Kabupaten Lingga, dengan fakta Jamaah haji tidak mendapatkan informasi yang
jelas terkait dengan pendaftaran haji di Kabupaten Lingga, sehingga jamaah haji
belum dapat merasakan pelayanan secara baik, mudah, cepat, efektif dan efesien.
Selanjutnya evaluasi substantif harus menghasilkan rekomendasi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kebijakan atau program yang dievaluasi.
Rekomendasi ini harus didasarkan pada temuan evaluasi dan dapat membantu dalam
pengambilan keputusan yang lebih baik di masa depan.
Kondisi ke empat, belum
adanya SISKOHAT ( Sistem Informasi Haji Terpadu) di Kantor Urusan Agama
Kecamatan.
UU No 8 Tahun 2019 Pasal
7 menjelaskan tentang kewajiban jamaah haji sebagai berikut :
a) Mendaftarkan diri ke kantor Kementerian Agama di kabupaten/kota
bagi Jemaah Haji Reguler;
b) Mendaftarkan diri ke PIHK pilihan jemaah yang terhubung dengan
Siskohat bagi Jemaah Haji Khusus;
c) Membayar Bipih yang disetorkan ke BPS BPIH;
d) Melaporkan diri ke kantor Kementerian Agama di kabupaten kota bagi
Jemaah Haji Khusus melalui PIHK; dan
e) Memenuhi persyaratan dan mematuhi ketentuan dalam Penyelenggaraan
Ibadah haji.
Sedangkan Peraturan
Menteri Agama nomor 29 Tahun 2015 pasal 7 menjelaskan bahwa :
� Jamaah haji
mengisi formulir pendaftaran haji berupa Surat Pendaftaran Pergi Haji (SPPH)
dan menyerahkan kepada petugas Kemenag Kabupaten/Kota untuk didaftarkan dalam
SISKOHAT dan mendapatkan nomor porsi.�
Model Evaluasi Kebijakan Jones dan William
N. Dunn (1990) menjelaskan bahwa:
�Evaluasi
harus memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja
kebijakan, yaitu tentang seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah
dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal ini evaluasi mengungkapkan
seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu dan target tertentu telah dicapai.�
Subtansi dari tujuan
kebijakan yang berupa regulasi atau aturan harus dapat memberikan nilai-nilai
manfaat bagi penerima kebijakan dengan indikator efektif dan responsive.
Efektif, apakah hasil yang diinginkan telah dicapai? responsive, apakah hasil
kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai-nilai kelompok-kelompok
tertentu? Tentunya PMA nomor 29 tahun 2015 dan Undang-Undang nomor 8 Tahun 2019
belum efektif, dan responsiv. Peneliti menganalisis dari permasalahan ini,
Kementerian Agama Kabupaten Lingga khususnya agar menggali potensi
inovasi-inovasi seperti pelayanan mobile yang berbasis kepulauan atau kelautan
dengan nama SISKOHAT terapung, atau Kementerian Agama Republik Indonesia segera
mengusulkan rancangan undang-unadang baru untuk dapat memberikan kewenangan
pada Kantor Urusan Agama Kecamatan melakukan pendaftaran haji di wilayah
kerjanya dengan pengadaan SISKOHAT di kecamatan, sehingga kebijakan pelayanan
haji dapat berjalan secara efektif, efesien dan responsiv.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada Bab
IV, dapat disimpulkan bahwa kebijakan pelayanan haji di Kantor Kementerian
Agama Kabupaten Lingga melibatkan proses pendaftaran dan pelunasan calon jamaah
haji setiap hari jam kerja dengan prinsip First Come First Served. Meski
terdapat kelebihan dan kekurangan, faktor pendukung pelayanan melibatkan SDM
yang cukup, sarana dan prasarana memadahi, serta ruangan pelayanan yang
representatif. Di sisi lain, faktor penghambat melibatkan kendala geografis
kecamatan di wilayah Kabupaten Lingga, menyebabkan waktu pendaftaran,
pelunasan, dan keberangkatan jamaah haji memakan waktu 2-3 hari. Terdapat juga
kurangnya sosialisasi layanan haji, terutama di wilayah Kecamatan Senayang,
Katang Bidare, Bakung Serumpun, Temiang Pesisir, dan sekitarnya. Berdasarkan
evaluasi terhadap UU Nomor 8 Tahun 2019, Peraturan Menteri Agama Nomor 25 Tahun
2015, dan PMA Nomor 6 Tahun 2019, kebijakan pelayanan haji di Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Lingga belum berjalan efektif dan efisien sesuai
prinsip-prinsip pelayanan.
Abdal,A (2021) penelitian terdahulu dengan judul
Implementasi Kebijakan tentang penyelenggaraan haji dalam upaya meningkatkan
pelayanan jamaah haji Kabupaten Garut, JIP Journal Inovasi Pdnelitian.
Afifuddin, Metodologi Penelitian Kualitatif
(Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009), halaman 47
�Ali Yusni
Muhammad,�Tentang Pelayanan Haji Di Kementerian Agama Kota Samarinda � Jurnal Hasil Riset, Volume 3,
2015.Halaman 318
Badan pusat Statistik Kabupaten Lingga, Kabupaten Lingga dalam Angka 2018,
Departemen Agama, Kantor Wilayah Provinsi Kepulauan
Riau, Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Tuntunan Ibadah haji dan Umrah: 2007:7)
Dwiyanto,Agus,( 1999), Penilaian Kinerja Organisasi Pelayanan Publik, Yogyakarta, Makalah
Seminar Kinerja Organisasi sektor Publik.
Danin, Sudarwan, 2004, Motivasi Kepemimpinan & Efektivitas
Kelompok. Jakarta PT. Rineka Cipta.
Dunn. William.N (2017), Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Edisi kedua Gadjah Mada
University Press.
Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan haji dan Umrah Himpunan Peraturan Perundang �Undangan ,
Jakarta, tahun 2006
Departemen Agama RI Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan haji dan Umrah Undang-Undang No. 13 tahun 2008,
Jakarta tahun 2010.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Pusat Pembinaan dan Pengembangan, WJS.
Poerwadarminta, Kamus besar Bahasa Indonesia.
Departemen Agama RI, Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Dinamika Haji, Tahun 1428 H / 2007 M.
Jones, (1984:359) Pengantar Kebijakan Publik (Public
Policy), Terjemahan Ricky Istanto. Jakarta: CV. Rajawali.
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tata
Laksana Pelayanan Umum.
Lexy.J.Moleong, Metode
Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), halaman17
Muchlis Hamdi. Siti Ismaryati
, Metodologi Penelitian Administrasi,
Buku Materi Pokok MAPU5103/4sks/Modul1-12 Edisi 2 Penerbit Universitas Terbuka
Moenir, Flippo, (1987), Manajemen Personalia, Jakarta: Erlangga.
Masganti, Metodologi Penelitian Pendidikan Islam (Medan: Perdana Mulya
Sarana, 2011), halaman12.
Matthew B. Milles dan A.
Mivhael Huberman, Analisis data
Kualitatif (Jakarta: UI Press, 2009), halaman 16-21.
Nashuddin,� Sistem
Pelayanan Haji Pada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara
Barat �, Jurnal Kementerian Agama, Vol 3, 2014, halaman 34.
Nurcholis Hanif, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah,
(Jakarta:Gramedia Widiasarana, 2007).
Nidjam
Achmad & Alatief
Hanan. Manajemen Haji: Studi Kasus dan Telaah Implementasi Knowledge Worker. Jakarta: Nizam Press. 2004.
Nina Rahmayanti. Managemen Pelayanan prima, Cet.I (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2010:16)
Riduan, ( 2003 ), Skala
Pengukuran Variabel-Variabel Peneliian, Bandung : Alfabeta.
Sugiono, Metode Penelitian Administrasi, Edisi ke 4, Penerbit CV. Alfabeta
Bandung. ISBN.9798433025
Syaukani Imam ( Ed ), Manajemen
Pelayanan Haji Di Indonesia, Departemen Agama RI Badan Litbang Diklat
Pusdiklat Kehidupan Keagamaan Jakarta tahun 2009.
Sugiono, Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitataif, dan R
dan D (Bandung: Alfabeta, 2013), halaman339
Sri Pujiati.� Analisa
Kepuasa Jamaah Haji Indonesia Tahun 2011 M/1432 H, Terhadap Khualitas Pelayanan
Pemerintah ( Studi Kasus Jamaah Haji Kota Pangkal Pinang)� Tesis di Publikasikan Universitas
Terbuka Tahun 2012
Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 363 Tahun 2003,
Tentang Pembentukan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lingga.
Steer, Richard, M (1985 ) Efektivitas Organisasi (Terjemahan) Jakarta : Erlangga.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Copyright
holder: Abdurokhman,
Hanif Nurcholis, Pardamean Daulay (2022) |
First
publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |