Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 1, Januari 2024
MAKNA SIMBOLIK DALAM
FESTIVAL BUDAYA LARUNG SESAJI DI INDONESIA DAN YEMANJA BRAZIL
Ade Yustirandy Putra,
Bambang Suharto, Santi Isnaini
Universitas Airlangga, Indonesia
Email: [email protected],
[email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian ini membahas dua festival budaya, yaitu
festival budaya larung sesaji di Indonesia dan festival Yemanja di
Brasil. Masalah penelitian ini adalah latar belakang yang mendasari munculnya
persamaan mendasar terkait nilai-nilai makna simbolik budaya larung sesaji di
Indonesia dan Yemanja di Brazil. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai-nilai makna
simbolik budaya pada festival larung sesaji di Indonesia dan festival Yemanja
di Brazil berdasarkan latar belakang sejarah dan profil budayanya. Metode penelitian dilakukan analisis wacana kritis
Teun A Van Dijk. Melalui mesin pencari artikel akademis seperti UNAIR, Google Scholar dan JSTOR
terbitan tahun 2015-2022, menggunakan
kata kunci
"Larung sesaji", "Yemanja
Festival", "simbolik", dan "festival budaya". Seleksi
literatur dilakukan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah
ditentukan, seperti relevansi dengan topik penelitian dan kualitas penulisan. Hasil Kajian menunjukkan hal-hal sebagai
berikut. Terdapat persamaan simbolis dalam budaya larung sesaji di Indonesia di
antaranya ornament media persembahan seperti bunga, tumpeng dan sesaji,
sedangkan festival Yemanja diantaranya simbol warna baju putih, kerang, bunga,
kapal dan ritual tari-tarian. Makna simbolis kedua festival memiliki relevansi
nilai-nilai simbolik diantaranya; nilai budaya, pendidikan dan moral sosial
dalam masyarakat. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi kepada
masyarakat tentang pentingnya pemahaman nilai-nilai budaya dalam festival
Larungan.
Kata Kunci: Festival Budaya, Makna simbolis, Larung Sesaji,
Yemanja.
Abstract
This study discusses two cultural festivals, namely
the larung sesaji cultural festival in Indonesia and the Yemanja festival in
Brazil. This research problem is the background that underlies the emergence of
fundamental similarities related to the values of symbolic meaning of larung
sesaji culture in Indonesia and Yemanja in Brazil. This study aims to analyze
the values of cultural symbolic meanings at larung sesaji festival in Indonesia
and Yemanja festival in Brazil based on historical background and cultural
profile. The research method was carried out critical discourse analysis of
Teun A Van Dijk. Through academic article search engines such as UNAIR, Google
Scholar and JSTOR published in 2015-2022, using the keywords "Larung
sesaji", "Yemanja Festival", "symbolic", and
"cultural festival". Literature selection is carried out based on
predetermined inclusion and exclusion criteria, such as relevance to the
research topic and writing quality. The results of the study show the following.
There are symbolic similarities in the culture of larung sesaji in Indonesia
including ornamental media offerings such as flowers, tumpeng and offerings,
while the Yemanja festival includes symbols of white clothes, shells, flowers,
ships and dance rituals. The symbolic meaning of both festivals has the
relevance of symbolic values including; cultural, educational and social moral
values in society. This research is expected to contribute to the community
about the importance of understanding cultural values in the Larungan festival.
Keywords:
Cultural Festival, Symbolic meaning, Larung Sesaji, Yemanja.
Pendahuluan
Festival
Budaya adalah acara atau rangkaian yang dibuat oleh pengelola desa wisata yang
biasanya secara langsung adalah masyarakat lokal sebagai hasil dari proses
perencanaan masyarakat yang inklusif untuk merayakan cara hidup tertentu
masyarakat setempat (Revida et al., 2021). Hal ini
menunjukkan Festival budaya adalah bagian penting dari kehidupan masyarakat di
seluruh dunia. Festival-festival ini biasanya menggabungkan kepercayaan,
tradisi, dan budaya, serta simbolisme yang kuat yang membentuk identitas dan
kesadaran budaya masyarakat yang merayakannya. Pada konteks ini, festival
Larung Sesaji di Indonesia dan Yemanja di Brazil, adalah dua festival budaya
yang menarik untuk dipelajari dari sudut pandang simbolisme.
Festival
Larung Sesaji adalah festival keagamaan yang berlangsung setiap tahun di
beberapa wilayah di Indonesia. Festival ini biasanya dirayakan oleh masyarakat
Jawa dan Bali sebagai bentuk penghormatan terhadap para dewa dan roh leluhur
mereka (Abdurrohman, 2016).
Masyarakat dalam merayakan festival ini membawa berbagai jenis makanan dan sesaji
sebagai persembahan ke tempat-tempat suci, seperti candi atau pura yang
didalamnya terdapat makna simbol kepercayaan terhadap hubungan antara manusia
dan alam.
Sejalan
dengan yang hal tersebut, fenomena tradisi serupa juga terjadi sama dengan
festival Yemanja di Brazil. Festival ini diadakan dan dilakasanakan untuk memperingati
dewi laut Yemanja sebagai salah satu dewi penting dalam agama Afro-Brazilian Candomble (Tama, 2013). Festival ini menjadi
daya tarik dan dihadiri oleh jutaan orang dari seluruh Brazil. Dalam festival
ini, orang-orang membawa bunga, buah-buahan, dan berbagai jenis persembahan ke
pantai untuk dilemparkan ke laut sebagai bentuk simbol penghormatan Dewa yang
ditampilkan dalam kegiatan festival.
Meskipun
berasal dari agama yang berbeda dan berkembang di masyarakat yang terpisah
secara geografis, kedua festival tersebut memiliki nilai-nilai kesamaan dalam
tugas ritual dan penggabungan seni pertunjukan untuk hiburan publik. Sejalan
hal itu, peneliti merasa perlu mengkaji lebih lanjut untuk membandingkan kedua
festival budaya tersebut dalam konteks latar belakang sejarah munculnya
festival budaya, ciri khas dan simbolnya, serta unsur-unsur makna simbolik
terkait denngan relevansi nilai-nilai festival Larung Sesaji di Indonesia
dan Yemanza Brasil.
Metode
Penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian kualitatif berdasarkan pendapat Sugiyono (2010),
menjelaskan tentang suatu metode penelitian yang didasarkan pada filsafat post-positivisme dan interpretatif yang diterapkan pada
keadaan objek yang natural. Peneliti dalam hal ini merupakan instrument dan
teknik pengumpulan datanya dijalankan bersamaan dengan model teknik analisis
wacana Teun A Van Dijk (2020). Ciri penelitian
ini tentu saja sumber datanya tidak diolah dengan cara apapun, dan datanya
dipelajari dalam keadaan aslinya. Penelitian ini bersifat induktif dan tidak
bersifat menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya tetapi menarik
kesimpulan berdasarkan hasil telaah data (Sugiyono, 2016).
Sumber-sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu berupa penelitian terdahulu yang relevan seperti
Jurnal, foto dan beberapa media artikel online budaya terpercaya dalam
menganalisis dua festival yang berbeda. Topik artikel dalam penelitian ini
meliputi tradisi sedekah laut, sejarah budaya larung sesaji di Indonesia dan
festival Yemanja di Brazil, sehingga hasil penelitian ini dapat memberikan
pemahaman yang lebih mendalam tentang makna simbol yang terdapat dalam festival
budaya.
Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya: (1) Tahap pengumpulan data dilakukan secara objektif dan apa adanya sesuai dengan hasil observasi. (2) Tahap mereduksi data yaitu memilih hal-hal pokok dan memfokuskan pada hal-hal yang penting agar data yang telah direduksi dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah pengumpulan data selanjutnya. (3) Tahap menganalisis data menggunakan teori analisis wacana kritis yang dikemukakan oleh Teun A Van Dijk pada ranah analisis wacana kritis, (4) Tahap pengambilan kesimpulan merupakan langkah terakhir dalam penarikan kesimpulan kritis pada data yang diperoleh. Tahapan-tahapan dalam analisis data sebagaimana telah dilaksanakan dengan cermat, penelitian ini dapat mempermudah dalam penarikan kesimpulan kritis pada data yang diperoleh.
Hasil dan Pembahasan
Sejarah Tradisi Larung Sesaji Indonesia
Menurut Kundharu dan Kusuma (2018) dalam penelitiannya yang berjudul “Larung Sesaji Tradition: Symbolic Meaning and Ritual Value with Water Concept in Lake Ngebel Ponorogo, East Java”, menyatakan: Tradisi larung sesaji memiliki sejarah yang panjang dan kaya akan makna simbolis. Festival budaya dipraktikkan oleh masyarakat Jawa sejak zaman dahulu dan masih tetap dijaga dalam kegiatannya hingga saat ini. Larung sesaji sendiri merupakan upacara persembahan sesaji berupa makanan dan benda-benda keramat, yang biasanya dilaksankan di tempat-tempat sakral seperti pantai, sungai, dan danau. Di dalam jurnal tersebut,
Hasil jurnal tersebut menunjukkan bahwa bahwa larung sesaji ini adalah tradisi kepercayaan yang dilakukan masyarakat Jawa sebagai bentuk ungkapan rasa syukur sekaligus penghormatan kepada leluhur, dewa-dewi dan roh dengan memberikan sebuah ritual persembahan larungan. Tradisi larung ini biasanya dilaksanakan pada tempat yang diyakini sakral.
Senada dengan hal itu, asal-usul tradisi larungan juga diperkuat oleh Fida'Abdilah (2021), menjelaskan Larung Sesaji merupakan sebuah tradisi yang berakar dari kepercayaan animisme dan dinamisme yang dapat ditelusuri hingga zaman pra-Islam di Indonesia, namun setelah Islam masuk dan berkembang di Nusantara, tradisi ini mulai diakomodasi dalam praktek Islam sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhur dan sebagai tanda syukur kepada Allah SWT. Saat ini, larung sesaji telah menjadi bagian penting dari budaya dan tradisi Islam di Indonesia, dan banyak diadakan di berbagai daerah di seluruh Nusantara sebagai bentuk ungkapan rasa syukur dan penghormatan kepada Allah SWT dan para leluhur (Fida’Abdilah & Burhanudin, 2021).
Gambar 1: Kepercayaan Sesaji dalam Festifal Larung
Sumber : (https://www.liputan6.com/jatim/read/5026961/tradisi-larung-sesaji)
Berdasarkan
ilustrasi gambar ini, dapat disimpulkan bahwa larung sesaji merupakan salah
satu tradisi budaya penting masyarakat Indonesia yang terbentuk karena
keyakinan dinamisme dan animisme yang berkembang pesat di Jawa, sehingga
tradisi ini terus mengalami perkembanan dan proses akulturasi dengan
budaya-budaya lain yang ada di sekitar Indonesia. Oleh karena itu, tradisi
larung sesaji memiliki kekayaan proses makna yang kompleks dan berbeda dalam
pelaksanaannya di setiap wilayah.
Hal ini
juga sesuai dengan yang disampaikan oleh Mahfuddoh (2016), menurutnya
Larung sesaji dianggap sebagai tradisi dan adat yang diwariskan secara
turun-temurun yang masih dijalankan dalam masyarakat. Kepercayaan Animisme yang
terdapat pada Larung Sesaji dianggap sebagai suatu cara untuk menolak keburukan
disuatu daerah. Masyarakat Nusantara percaya kepada roh yang mendiami suatu
benda seperti pohon, gunung, dan sungai yang bergerak karena dianggap hidup dan
mempunyai kekuatan gaib atau roh yang berwatak buruk maupun baik. Munculnya kepercayaan
tersebut, maka roh dianggap memiliki kekuatan yang lebih kuat dari manusia dan
agar terhindar dari roh tersebut mereka mengadakan upacara tradisi Larung
sesaji disertai dengan doa menurut agama masing-masing (Mahfudhoh, 2016).
Sejarah Tradisi Yemanja Brazil
Mahson (2016) dalam
penelitiannya yang berjudul “Fight-dancing
and the Festival: Tabuik in Pariaman, Indonesia, and Iemanjá in Salvador da Bahia, Brazil”, menjelaskan Tradisi Yemanja di Brazil berasal dari sebuah
kepercayaan agama yang bernama Candomble
dan Umbanda. Agama ini dibawa oleh
budak-budak Afrika dan dibawa ke Brazil pada saat masa penjajahan Portugis. Selama
penjajahan, masyarakat Afrika yang berada di Brazil melakukan sebuah ritual
demi keselamatan dengan doa serta upacara adat dengan melakukan penyembahan
kepada Dewi Yemanja (Mahson, 2016).
Hal ini menunjukkan
bahwa tradisi Yemanja di Brazil merupakan salah satu budaya yang tercipta
karena pengaruh kuat agama tradisional dari Afrika Barat yakni Candomble dan Umbanda. Proses budaya ini terbentuk ketika orang-orang Afrika
dibawa ke Brazil dijadikan sebagai budak bangsa Portugis dan kemudian membawa
serta mengembangkan kepercayaan ini sebagai menjadi tradisi agama mereka.
Senada
dengan hal tersebut, temuan ini juga diperkuat oleh Prandi (1998) dalam Jurnalnya
berjudul “African Gods in Contemporary
Brazil: A Sociological Introduction to Candomble Today” menjelaskan bahwa agama
Candomble yang berkembang di Brazil,
yang dipengaruhi oleh agama tradisional dari Afrika Barat. Regionaldi juga memaparkan bagaimana Candomble tidak hanya berupa kepercayaan agama, tetapi juga sudah
merupakan bentuk identitas budaya yang penting bagi masyarakat Brazil. Sesuai
dengan hal itu, terdapat praktik-praktik
keagamaan yang dilakukan oleh umat Candomble,
seperti ritual dan perayaan tradisi, serta tentang beberapa dewi yang dipuja
oleh umat Candomble yaitu Yemanja.
Gambar 2 : Kepercayaan Dewi Yemanja
Sumber : (https://www.vice.com/en/article/zmwej3/brazils-biggest-afro-brazilian-festival-celebrates-a-sacred-sea-goddess)
Sejalan
dengan gambar tersebut, Mahson (2016) dalam jurnalnya
juga memaparkkan, Masyarakat Brazil akhirnya mempertahankan tradisi ini sebagai
sebuah budaya dan mulai merayakan perayaan Yemanja secara publik. Perayaan ini
biasanya dilakukan di pinggir pantai dekat dengan wilayah yang dihuni oleh masyarakat
yang beragama Candomble dan Umbanda. Proses pelaksannan tradisi ini
juga diawali dengan kegiatan perkumpulan massa masyarakat di kota Brazil dimana
orang-orang akan berdoa, bernyanyi, menari dan menawarkan bunga, makanan, dan
minuman sebagai upacara persembahan untuk Yemanja.
Hal ini
juga dipertegas oleh Borraccino (2022) dalam artikelnya
yang dimuat oleh Vice yang berjudul “Brazil’s
Biggest Afro-Brazilian Festival Celebrates a Sacred Sea Goddess”,
menurutnya Yemanja Brazil seiring dengan berjalannya waktu, perayaan tradisi
ini semakin populer dan menjadi salah satu tradisi yang diikuti oleh masyarakat
dari berbagai latar belakang sosial dan agama di Brazil. Sejalan dengan hal itu,
beberapa kota di Brazil seperti Salvador dan Rio de Janeiro telah menjadikan
perayaan Yemanja sebagai bagian dari agenda wisata budaya setempat yang menjadi
daya tarik bagi turis lokal dan mancanegara.
Pelaksanaan Larung Sesaji Indonesia
Menurut
Abdurrohman (2016) dalam
penrlitiannya yang berjudul “Memahami
Makna-Makna Simbolik Pada Upacara Adat Sedekah Laut Di Desa Tanjungan Kecamatan
Kragan Kabupaten Rembang”, menjelaskan sedekah laut atau Larung Sesaji
merupakan salah satu tradisi yang populer bagi masyarakat pesisir atau nelayan
di berbagai wilayah di Indonesia. Perayaan tradisi
sedekah laut yang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu ini memiliki beberapa
perbedaan serta kesamaan disetiap daerah. Perbedaan mendasar dalam sedekah laut
atau larung sesaji antar daerah lainnya antara lain terdapat pada pengembangan
kegiatan aktivitas budaya seperti pentas wayang kulit dan hiburan, tetapi dalam
hal ini intinya memiliki kesamaan dalam maknanya.
Hal ini
dapat diartikan bahwa pelaksanaan larung sesaji di Indonesia memiliki perbedaan
dan cara pelaksanaanya tergantung pada setiap daerah tergantung pada kepercayaan
masyarakat setempat. Meskipun tradisi larung sesaji umumnya dilakukan sebagai
wujud bentuk penghormatan kepada Tuhan dan leluhur yang dianggap memiliki
kekuatan magis dan spiritual, namun terdapat cara pelaksanaannya yang bervariasi
dari satu tempat ke tempat lain.
Sejalan
dengan pemaparan sebelumnya, hal ini juga sesuai dengan yang disampaikan oleh Husiyah (2022) dalam jurnal yang
berjudul “Tradisi Sedekah Laut
Masyatrakat Pantura Jawa dalam Perspektif Pendidikan Islam”, menurutnya persiapan
yang panjang dalam merayakan tradisi larung sesaji atau sedekah laut di Pantura
Jawa membuka peluang bagi masyarakat untuk partisipasi dan membuat kolaborasi budaya
yang lebih luas. Masyarakat Pantura berusaha untuk menambah variasi kegiatan
acara selama persiapan pelaksanaan, seperti dengan mempersiapkan tarian, musik,
dan drama. Hal ini dilakukan untuk menjaga keberlangsungan dan keberagaman
tradisi Jawa.
Gambar 3 : Proses Larung Sesaji
Sumber : (https://www.kompasiana.com/tineziatanjung/5fdcec448ede486e5e50e9d3/sedekah-laut-menjadi-ikon-kota-cilacap)
Sesuai
dengan gambar tersebut, pelaksaanan secara umum terkait proses larung sesaji
juga telah dijelaskan dilaman kemdikbud dilansir dalam website resmi (Kemdikbud, 2018) yang berjudul “Upacara Adat Larung Tumpeng Sesaji di
Telaga Sarangan”, mamaparkan prosesi larung sesaji yang diawali dengan
kirab tumpeng yang dibuat dari nasi setinggi 2,5 m, dan menghabiskan beras sebanyak
50 kg. Upacara arak-arakan tumpeng akan dimulai dari kelurahan desa setempat menuju
panggung di pinggiran pesisir pantai. Sesaji tumpeng ini dibawa dengan berjalan
kaki dan biasanya dipikul oleh 4-10 orang. Tahap selanjutnya upacara dipusatkan
di pinggir pantai dekat dengan alun-alun kota, dimana para pejabat, sesepuh dan
tokoh masyarakat serta para warga masyarakat berkumpul untuk melakukan tradisi
larung sesaji. Setelah semua sesaji diberikan dan diterima oleh sesepuh desa,
maka sesepuh desa membakar kemenyan serta membaca doa. Usai pembacaan doa,
tumpeng sesaji beserta dengan hasil panen diarak dan dibawa menggunakan perahu mengelilingi
pantai yang kemudian tumpeng dilarung atau ditenggelamkan (Kemdikbud, 2018).
Pelaksanaan Yemanja Brasil
Menurut Santos (2020) dalam artikelnya yang berjudul “Iemanjá the goddess of the sea and her special day”, menjelaskan Festival Yemanja Brazil diadakan setiap tahun pada awal bulan tepat setelah perayaan tahun baru di Rio Janeiro, Brazil. Festival Budaya ini menyatukan beberapa umat Katolik, turis, serta anggota Candomble dan Umbanda sebagai pemuja kepercayaan Dewi Yemanja. Festival dimulai dini hari pada pukul 06.00, diikuti oleh masyarakat setempat dan juga turis lokal dengan agenda membeli bunga dan mengantri untuk menaruh bunga pada persembahan hadiah kepada dewi Yemanjá di tepi laut. Festival upacara Yemanja dimulai dengan cara berpakaian masyarakat yang merayakannya dengan berpakaian putih dan kemudian dilanjutkan dengan musik serta tarian pemujaan yang dilakukan sepanjang malam.
Hal ini memperlihatkan bahwa pelaksaan tradisi festival budaya Yemanja merupakan salah satu kegiatan massa yang dilakukan oleh masyarakat Brazil dengan cara berkumpul bersama yang diikuti dengan pemberian persembahan kepada Yemanja. Festival Yemanja ini dianggap sebagai momen penting bagi masyarakat Brazil untuk merayakan kebudayaan budaya mereka dan menjaga warisan sejarah budaya terkait kepercayaan yang telah turun-temurun ke generasi.
Gambar 4 : Proses Tarian Diiringi Musik di Tepi Pantai
Sumber: (https://theculturetrip.com/south-america/brazil/articles/brazils-goddess-of-the-sea-everything-you-need-to-know-about-festival-of-iemanja/)
Berdasarkan gambar tersebut, proses
pelaksanaan tradisi festival Yemanza juga dijelaskan oleh Saints dan Orishas (2022) dalam artikelnya
yang berjudul “Yemaya: The Goddess of The
New Year”, memaparkan kegiatan festival Yemanjaa merupakan tradisi yang
dihormati dan dilaksanakan pada malam tahun baru. Masyarakat melaksankan
kegiatan festival budaya Yemanja dengan beberapa tahapan proses pelaksanaan
diantaranya; diawali berkumpulnya masyarakat di Kota Rio de Janeiro dengan
berpakaian biru dan putih kemudian pergi ke pantai melakukan ritual doa menari,
serta dilanjutkan dengan meluncurkan kapal kayu kecil sebagai simbol sesaji
persembahan dengan mengapungkan bunga mawar diatas air. Masyarakat Brazil yang
telah melakukan tahapan proses kegiatan tersebut dilanjutkan dengan acara
memanjatkan doa kembali sebagai ucapan terima kasih dan harapan yang akan
diswujudkan untuk kebahagiaan di tahun yang akan datang (Saints & Orishas, 2022).
Makna Simbolik Budaya
Larung Sesaji
Berdasarkan Fida'Abdilah (2021) dalam bukunya
yang berjudul “Sejarah Kebudayaan Islam
Madrasah Tsanawiyah”, menjelaskan bahwa tradisi festival larung sesaji
merupakan salah satu upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia yang
erat kaitannya dengan kegaiata islam, khususnya di daerah Jawa. Festival ini
biasanya dilakukan pada bulan Syawal dalam penanggalan Hijriyah, setelah
selesai menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Festival Larung Sesaji juga dikenal
sebagai upacara Tumpeng Sewu, dan merupakan perpaduan antara tradisi Islam dan
tradisi Jawa
Upacara dalam festival budaya larung sesaji
di Indonesia memiliki makna simbolik yang berbeda-beda tergantung dari
daerahnya. Namun dari sumber yang peneliti dapatkan, secara umum kegiatan
festival ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur dan penghormatan kepada para
leluhur yang telah meninggal dunia. Upacara ini juga dianggap sebagai bentuk
pembersihan jiwa dan memohon berkah dari para leluhur (Daniswari, 2021). Pada festival
ini, masyarakat setempat biasanya menyiapkan sesaji atau persembahan makanan,
seperti nasi tumpeng, lauk-pauk, dan buah-buahan diatas kapal yang siap untuk
dibawa ketengah laut untuk disedekahkan.
Gambar 5 : Proses larung sesaji di Laut dan Sungai
Sumber : (https://www.merdeka.com/jatim/menyingkap-keunikan-upacara-di-pesisir-pantai-trenggalek.html)
Menurut Abdurohman (2016), persembahan
larung sesaji ini dalam proses maknanya dilakukan dengan cara diarak ke sungai
atau laut, karena media air dianggap sebagai jalur yang dapat menghubungkan
antara dunia manusia dengan dunia leluhur. Setelah persembahan dimasukkan ke
dalam perahu, perahu tersebut dilarungkan ke tengah sungai atau laut, dan
kemudian diberi api sebagai bentuk upacara pemujaan. Mayarakat Indonesia
percaya memberikan beberapa berkat sesaji seperti buah-buahan, makanan, serta qurban kepala kerbau atau sapi dapat
dijadikan sebagai perantara wujud syukur dan terima kasih kepada Tuhan beserta
dengan alamnya atas limpahan berkah yang didapatkan melalui hasil panen para
petani dan nelayan setempat.
Makna Simbolik Budaya Yemanja Brasil
Simbolisme dalam perayaan tradisi Yemanja di
Brazil meliputi penggunaan simbol-simbol yang terdapat pada instrument festival
budaya yang dimaknai serta dilambangkan sebagai unsur penghormatan terhadap
keberadaan dan kekuatan Yemanja sebagai dewi laut.
Gambar 6 : Proses dalam persembahan Yemanja (Dewi
Laut).
Sumber :
(https://www.vice.com/en/article/zmwej3/brazils-biggest-afro-brazilian-festival-celebrates-a-sacred-sea-goddess)
Mahson (2016), menjelaskan
terdapat beberapa simbol yang biasa digunakan dalam perayaan tersebut
diantaranya:
1.
Air, air melambangkan representasi keberadaan
Yemanja sebagai dewi laut dan juga sebagai simbol kehidupan. Proses perayaannya,
para umat Candomble dan Umbanda melemparkan persembahan-persembahan ke dalam
air sebagai tanda penghormatan pemujaan dan permohonan kepada Yemanja.
2.
Bunga, bunga adalah representasi dari
simbol keindahan Yemanja dan simbol kesuburan. Para umat Candomble dan Umbanda
membawa bunga ke kuil-kuil selama perayaan sebagai persembahan dan dekorasi.
3.
Warna biru, sebagai unsur dewi laut, warna
biru melambangkan langit dan laut yang merupakan dunia Yemanja. Biru juga melambangkan
simbol ketenangan dan kemurnian yang lekatkan dengan unsur Dewi.
4.
Kerang, kerang diumpamakan sebagai dewi
laut Yemanja yang melambangkan kekuatan dan tempat tinggal dewi di dasar
lautan.
5.
Kapal, kapal melambangkan perjalanan yang
dilakukan oleh orang-orang yang mencari berkah dan keselamatan dari Yemanja
sebagai dewi laut.
Relevansi Nilai-Nilai Festival Budaya
Larung Sesaji Indonesia dan Yemanja Brazil
Festival Budaya Yemanja di Brasil dan Larung
Sesaji di Indonesia adalah dua perayaan budaya yang memiliki beberapa
persamaan. Kedua perayaan ini menampilkan kegiatan ritual dan upacara yang
dilakukan sebagai upaya penolak keburukan dan ungkapan rasa syukur masyarakat
kepada Tuhan atas limpahan hasil tani dan ikan. Masyarakat melakukan
persembahan dan upacara dengan melalui kegiatan massa di ruang publik, serta
dinikmati oleh para wisatawan lokal dan mancanegara. Meskipun perayaan ini berasal
dari budaya yang berbeda, namun kedua festival budaya ini memiliki kaitan relevansi
nilai-nilai makna simbolik yang sama dalam kegiatan tradisi festival. Berikut
adalah relevansi nilai-nilai yang terdapat pada makna simbolik kedua festival,
diantaranya:
Nilai
Budaya
Menurut
Sadhono (2018), menjelaskan nilai
budaya adalah As Compliance. Upacara Festival
Larung sesaji Indonesia dan Yemanja Brazil menampilkan gambaran nilai budaya
yang jelas terfkait adanya faktor kepatuhan masyarakat pendukung setempat dalam
melaksanakan upacara tersebut, yang pada hakekatnya merupakan bentuk syukur
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Masyarakat dalam kegiatan festival tersebut tidak
ingin melanggar pelaksanaan upacara ini seperti dengan mengubah tanggal pertunjukan
atau membatalkan acara tradisi. Hal ini didasari dengan adanya keyakinan akan
terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, sehingga mereka menjaga kepatuhan
tradisi ini dengan mempersiakan upacara sesaji mereka dengan sebaik mungkin
agar nilai-nilai budaya tetap terjaga.
Nilai
Pendidikan
Yusnan (2022), nilai pendidikan
dalam budaya adalah yang paling tinggi dan yang paling abstrak dari adat
istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai budaya merupakan sebuah konsep
mengenai apa yang mereka anggap bernilai dan penting dalam hidup, sehingga
dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada
warga masyarakatnya. Nilai Ritual Larungan yang terdapat di Indonesia dan
Festival Yemanja Brazil mencerminkan asumsi tentang mana yang baik dan buruk
yang diperoleh dari proses kegiatan Festival yang akhirnya dijadikan sebagai
sebuah nilai pendidikan, sehingga nilai-nilai tersebut dapat digunakan sebagai
pengendali sosial. Tradisi festival budaya yang terdapat pada larungan memiliki
nilai-nilai utama yang terlihat, dalam hal ini pendidikan yang berkaitan dengan
Agama.
Pendidikan
agama dapat menginspirasi manusia untuk bertindak secara kreatif dan
konstruktif dalam melayani masyarakat dan lingkungan. Upacara pada Festival
Larung di Indonesia dan Yemanja di Brazil dirancang sebagai pengembangan media
kreatif untuk memohon doa keselamatan, mengharapkan keberuntungan kepada Tuhan,
dewa, dan menghormati leluhur sebagau unsur pendidikan Agama. Nilai yang dapat dipetik
dalam hal ini adalah sebuah kepercayaan masyarakat apabila memiliki sebuah
keinginan dan sungguh-sungguh mencarinya maka terwujud melalui proses kegiatan
Agama.
Nilai
Moral Sosial
Nilai moral
sosial adalah nilai yang menyangkut hubungan seseorang dengan orang lain dalam
masyarakat dan berhubungan dengan tata krama, serta selalu menjadi milik masyarakat
yang berbudi luhur (Saddhono & Kusuma, 2018). Hal ini
menjelaskan bahwa nilai tersebut digunakan untuk menilai setiap aktivitas
kehidupan dan juga menjadi dasar pelaksanaan aktivitas kehidupan masyarakat. Kegiatan
Festival Budaya Larung sesaji Indonesia dan Yemanja brazil memiliki nilai-nilai
moral sosial yang digunakan untuk merumuskan tujuan dan aspirasi masyarakat
terkait dengan pentingnya rasa penghormatan, persaudaraan, kebersamaan, serta rasa
syukur terhadap kegiatan persembahan yang ditujukan kepada Tuhan dan Dewi yang
dipercaya. Sejalan nilai moral sosial,
eksistensi kegiatan festival budaya dalam hal ini juga menunjukkan pentingnya
menjaga dan mempertahankan tradisi budaya masyarakat lokal, karena kedua budaya
tersebut memiliki nilai-nilai yang mendalam dan dapat dipelajari serta dihargai
oleh semua orang.
Kesimpulan
Festival Larung Sesaji di Indonesia dan Yemanja di Brazil adalah dua festival budaya yang memiliki asumsi status ritual keagamaan terkait dengan tradisi budaya yang dapat dipelajari dari sudut pandang simbolisme. Kedua festival ini memiliki latar belakang yang berbeda dalam terciptanya unsur-unsur tradisi, Larung sesaji Indonesia muncul sebagai sebuah tradisi yang berakar dari kepercayaan animisme dan dinamisme yang mulai diakomodasi dalam praktek Islam sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhur dan kepada Tuhan. Senada hal itu, festival Yemanja Brazil hadir sebagai kepercayaan agama Candomble dan Umbanda yang dibawa oleh budak-budak Afrika dan dibawa ke Brazil selama masa penjajahan Portugis melalui ritual doa serta upacara adat penyembahan kepada Dewi Yemanja.
Festival Larung sesaji Indonesia memiliki makna simbol terkait unsur-unsur instrument dalam perayaan pelarungan diantaranya: persembahan makanan, seperti nasi tumpeng, lauk-pauk, dan buah-buahan diatas kapal yang siap untuk dibawa ketengah laut. Media air laut dianggap sebagai jalur yang dapat menghubungkan antara dunia manusia dengan dunia leluhur. Masyarakat beranggapan bahwa kegiatan tradisi festival ini dapat mempengaruhi kemakmuran kehidupan dan keselamatan yang didapat melalui proses persembahan kepada Tuhan dan leluhur.
Festival Yemanja Brazil memiliki makna simbolik yang melekat pada instrument yang digunakan dalam upacara persembahan diantaranya: Air yang melambangkan representasi keberadaan Yemanja, Bunga adalah representasi dari simbol keindahan, Warna Biru melambangkan simbol ketenangan dan kemurnian, Kerang sebagai dewi laut yang melambangkan kekuatan dan tempat Yemanja, Kapal melambangkan perjalanan yang dilakukan oleh orang-orang yang mencari berkah dan keselamatan dari Yemanja sebagai dewi laut.
Festival Larung sesaji dan Yemanja memiliki beberapa nilai-nilai relevansi yang sampai saat ini masih digunakan sebagai acuan nilai dalam kegiatan kehidupan bermasyarakat sehari-hari, diantaranya; nilai budaya yang berkaitan dengan faktor kepatuhan masyarakat setempat dalam melaksanakan upacara tersebut agar nilai-nilai budaya tetap terjaga. Nilai pendidikan berkaitan dengan asumsi baik dan buruk yang diperoleh dari proses kegiatan festival khususnya dalam pendidikan agama, sehingga dapat dijadikan sebagai sebuah pedoman sosial. Nilai Moral sosial membahas tujuan dan aspirasi masyarakat terkait rasa penghormatan, persaudaraan, kebersamaan, serta rasa syukur terhadap kegiatan persembahan yang ditujukan kepada Tuhan dan Dewi yang dipercaya.
Abdurrohman, M. (2016). Memahami
makna-makna simbolik pada upacara adat sedekah laut di desa Tanjungan Kecamatan
Kragan Kabupaten Rembang. Jurnal The Messenger, 7(1), 27–34.
Borraccino, A., Marengo, N., Dalmasso, P.,
Marino, C., Ciardullo, S., Nardone, P., Lemma, P., & Group, 2018
HBSC-Italia. (2022). Problematic social media use and cyber aggression in
Italian adolescents: the remarkable role of social support. International
Journal of Environmental Research and Public Health, 19(15), 9763.
Daniswari, D. (2021). Larung Sesaji,
Tujuan, Makna dan Waktu Pelaksanaanya.
https://regional.kompas.com/read/2022/01/10/210857178/larung-sesaji
tujuan-makna-dan-waktu-palaksanaan?page=all
Fida’Abdilah, H., & Burhanudin, Y.
(2021). Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII. Bumi
Aksara.
Husiyah, N. I., & Ahmad, V. I. (2022).
Tradisi Sedekah Laut Masyarakat Pantura Jawa Dalam Perspektif Pendidikan Islam.
Akademika, 16(1).
Kemdikbud. (2018). Upacara Adat Larung
Tumpeng Sesaji di Telaga Sarangan. https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=6770
Mahfudhoh, L. (2016). Antologi Sejarah
Candi Boyolangu. GUEPEDIA.
Mahson, P. (2016). Fight-dancing and the
Festival: Tabuik in Pariaman, Indonesia, and Iemanjá in Salvador da Bahia,
Brazil. https://www.researchgate.net/publication/304027491_Fightdancing_and_the_FestivalTabuik_in_Pariaman_Indonesia_and_Iemanja_in_Salvador_da_Bahia_Brazil
Prandi, R. (1998). Referências sociais das
religiões afro-brasileiras: sincretismo, branqueamento, africanização. Horizontes
Antropológicos, 4, 151–167.
Revida, E., Purba, S., Permadi, L. A.,
Putri, D. M. B., Tanjung, R., Djumaty, B. L., Suwandi, A., Nasrullah, N.,
Simarmata, J., & Handiman, U. T. (2021). Inovasi Desa Wisata: Potensi,
Strategi dan Dampak Kunjungan Wisata. Yayasan Kita Menulis.
Saddhono, K., & Kusuma. (2018). Larung
Sesaji Tradition: Symbolic Meaning and Ritual Value with Water Concept in Lake
Ngebel Ponorogo, East Java.
https://www.atlantis-press.com/proceedings/iclick-18/125913337
Saints, & Orishas. (2022). Yemaya:
The Goddess of The New Year.
https://originalbotanica.com/blog/yemaya-the-goddess-of-the-new-year
Santos, J. E. N. dos. (2020). Especificações
Técnicas e Projeto da Topologia Proposta.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, R&D. IKAPI.
Tama, M. (2013). Brazilians Celebrate
Goddes of The Sea.
https://www.cbsnews.com/pictures/brazilians-celebrate-goddess-of-the-sea/
Van Dijk, T. A. (2020). Structures and
strategies of discourse and prejudice. In Ethnic minorities (pp.
115–138). Garland Science.
Yusnan, M. (2022). Nilai pendidikan:
intertekstualitas dalam cerita rakyat Buton. Rena Cipta Mandiri.
Copyright holder: Ade Yustirandy Putra, Bambang Suharto, Santi Isnaini (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |