Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 7, No. 09, September 2022
�����������������������������������������������������������
ANALISIS SOSIOLOGI HUKUM
DALAM REALITAS SOSIAL
Muhammad Omega Yuristyawarman1*,
Rizka Maulidaen Rustandi2, Yenny Febrianty3, Mahipal4
1*,2 Program Studi Ilmu Hukum, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pakuan, Bogor, Indonesia
Email: 1*[email protected], 2[email protected], 3[email protected], 4[email protected]
Abstrak
Norma atau kaidah-kaidah adalah ketentuan atau peraturan- peraturan yang memberi batasan dan kebebasan kepada sesama anggota masyarakat, serta mengatur hubungan antara seorang anggota masyarakat dengan yang lain dalam pergaulan hidup sesamanya. Norma atau peraturan hidup itu mulai tumbuh sejak manusia mengenal hidup bermasyarakat, pertumbuhan dan perkembangannya akan melahirkan beberapa macam norma sesuai dengan sumbernya. Norma yang tumbuh dalam masyarakat yang berkaitan dengan norma hukum, antara lain meliputi norma agama, norma etika, norma sopan santun, dan norma hukum itu sendiri. Norma-norma tersebut sangatlah mempengaruhi dalam realitas sosial sebagai dasar dalam pergaulan hidup dalam berbangsa dan bernegara.
Kata Kunci: Norma, Hukum, Realitas Sosial
Abstract
Norms or rules are
provisions or regulations that provide limits and freedom to fellow members of
the community, as well as regulate the relationship between a member of the
community and others in the life of each other. The norms or rules of life
begin to grow since humans know social life, their growth and development will
give birth to several kinds of norms according to their source. The norms that
grow in society related to legal norms include religious norms, ethical norms,
polite norms, and legal norms themselves. These norms are very influential in
social reality as the basis for social life in the nation and state.
Keywords: Norms, Laws, Social Realities
Pendahuluan
Mempelajari sosiologi hukum tidak lepas dari ilmu hukum yang me- nitikberatkan pada pengetahuan dan pemahaman sosial tentang apa hukum suatu kejadian tertentu dan bagaimana mengimplementasikannya dalam kehidupan bermasyarakat. Kehidupan manusia selalu disertai dengan peristiwa-peristiwa terdahulu yang dapat mempengaruhi dalam peri- kehidupannya sebagai makhluk sosial.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat terkadang berbeda antara harapan/seharusnya (das sollen) dan kenyataan (das sein). Hal ini merupakan suatu akibat dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang selalu berubah berdasarkan kemajuan zaman dan selalu berhadapan antara nilai positif dan nilai negatif.
Masyarakat berbeda pandangan disebabkan adanya perbedaan pendekatan yang digunakan dalam menganalisis suatu kejadian dan gejolak sosial. Akibat dari perbedaan tersebut, maka penilaian pun akan terjadi benturan dan perbedaan yang signifikan, sebab setiap manusia mempunyai sifat sendiri yang terwujud dalam perilaku kehidupan yang berbeda.
Adanya pendekatan analisis yang berbeda, dibutuhkan suatu rambu-rambu atau kaidah-kaidah, serta realitas sosial yang dalam sosiologi hukum lebih tepat disebut norma atau peraturan yang memberi batasan dan kebebasan bagi setiap anggota masyarakat. Pembatasan tersebut berfungsi sebagai pegangan dalam pergaulan hidup antara anggota masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya, sehingga terjadi hubungan harmonis dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Hukum itu sendiri terbentuk oleh adanya sejumlah kepentingan manusia yang berbeda, sehingga diperlukan fasilitator untuk mendekatkan kepentingan tersebut guna menciptakan keadilan. Hukum adalah untuk kebahagian, harga diri manusia, kesejahteraan dan kemuliaan manusia. Maka dengan itu hukum adalah untuk manusia dan kehadiran hukum dalam masyarakat memberikan nilai yang baik bagi kelangsungan hidup manusia. Dalam kehidupan masyarakat, penerapan hukum hanya dapat terjadi melalui manusia. Manusia adalah pembuat hukum sebagai suatu karya manusia di dalam masyarakat. Pembuatan hukum itu hendak dilihat dalam hubungan dengan bekerjanya hukum sebagai suatu lembaga sosial, maka pembuatan hukum itu dilihat sebagai fungsi masyarakat (Yenny Febrianty, 2020).
Kalau dianalisis secara saksama, maka sesungguhnya norma atau peraturan hidup itu ada sejak manusia mengenal hidup berinteraksi dalam masyarakat. Menurut Rien G. Kartasapoetra, norma itu terbagi atas empat macam, yakni: meliputi norma agama, norma etika (budi pekerti), norma fatsoen (sopan santun), dan norma hukum (Rien G. Kartasapoetra, 1988). Keempat norma tersebut merupakan dasar untuk menganalisis sosiologi hukum dalam realitas sosial masyarakat. Oleh karena manusia hidup tanpa norma bagaikan binatang yang hidup bebas tanpa batas. Manusia secara umum lahir dijemput oleh hukum, hidup diatur oleh hukum, dan mati diantar oleh hukum, karena itu diperlukan suatu realitas sosial dalam menata perikehidupan manusia.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum
normatif, yang ditujukan untuk menganalisis norma hukum dengan mengadakan
penelitian terhadap masalah hukum yang didasarkan pada penelitian kepustakaan.
Penelitian kepustakaan dilakukan dengan merujuk pada bahan-bahan yang
didokumentasikan dengan alat studi dokumentasi. Adapun data yang digunakan
adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder
dan bahan hukum tersier.
Bahan hukum primer yang digunakan berupa peraturan perundang-undangan (law as what it is written in the books). Bahan hukum sekunder adalah berupa buku-buku, jurnal dan artikel dalam bidang sosiologi hukum, sedangkan bahan hukum tersier dapat berupa kamus hukum maupun kamus bahasa.
Hasil dan Pembahasan
A. Pengertian
Sosiologi Hukum
Sebelum membahas sosiologi hukum, terlebih dahulu dimengerti apa sesungguhnya sosiologi dan hukum itu sendiri, sebab sosiologi hukum terdiri dari dua kata, yakni sosiologi dan hukum. Istilah sosiologi, ditemukan oleh Auguste Comte tahun 1839, dalam bukunya Cours de Philosophie Positive jilid IV, untuk menunjukkan ilmu tentang masyarakat. Sebelum itu ia pernah menggunakan istilah social physics dalam arti yang sama, tetapi kemudian menggantinya dengan istilah sosiologi, sebab ahli matematika Belgia Quetelet tahun 1836 telah menggunakan istilan social physics bagi studi statistika tentang gejala moral (Maurice Duverger, 2005).
Istilah �sosiologi� diambil dari bahasa Latin yaitu socius dan logos. Socius artinya: teman, kawan, sahabat. Sedangkan logos berarti ilmu/pengetahuan. Jadi sosiologi adalah ilmu/pengetahuan tentang cara berteman, berkawan, bersahabat, atau cara bergaul dalam masyarakat (Ary H. Gunawan, 2000). Beberapa pakar sosiologi memberi pengertian tentang sosiologi, yakni: Alvin Bertrand, sosiologi adalah studi tentang hubungan antara manusia (human relationship); Mayor Polak, sosiologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat sebagai keseluruhan, yakni hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, baik formal maupun material, baik statis maupun dinamis; P.J. Bouwman, sosiologi adalah ilmu masyarakat umum; Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, sosiologi atau ilmu masyarakat adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial (Ary H. Gunawan, 2000).
Pengertian
dari sosiologi terdapat beberapa definisi diantaranya adalah sebagai berikut (Abdulsyani, 2012):
1.
Hubungan
dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala- gejala sosial (misalnya
antara gejala ekonomi
dengan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan
ekonomi, gerak masyarakat dengan politik dan sebagainya);
2.
Hubungan
dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non sosial (misalnya
gejala geografis, biologis dan sebagainya);
3.
Sosiologi atau ilmu masyarakat adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial,
termasuk perubahan-perubahan sosial.
Sedangkan pengertian dari sosiologi hukum
adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris
dan analitis mempelajari hubungan timbal balik antara
hukum sebagai gejala sosial dengan gejala-gejala sosial lain
(Munawir, 2010). Sosiologi
hukum terutama berminat
pada keberlakuan empirik
atau faktual dari hukum.
Hal itu menunjukkan bahwa sosiologi
hukum tidak secara
langsung diarahkan pada hukum
sebagai sistem konseptual, melainkan pada kenyataan masyarakat
yang di dalamnya hukum memainkan peranan (JJ. H. Bruggink, 2011). Metode sosiologi
hukum yang ingin menangkap kenyataan
hukum yang penuh itu dimulai
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, yang dalam ilmu hukum normatif biasa diakui dan diterima begitu
saja. Pertanyaan-pertanyaan tersebut misalnya (Satjipto Rahardjo, 2010):
1.
Apakah
hukum itu benar-benar melakukan apa yang dikatakannya?
2.
Benarkah
hukum itu mengatur masyarakat dan rakyat?
3.
Apakah
hukum itu menimbukan efek sebagaimana yang dikehendakinya?
4.
Tidakkah
justru menimbulkan efek yang berbeda, atau bahkan tidak menimbulkan efek sama sekali?
5.
Apakah
jika kemudian hari menimbulkan efek, betulkah efek itu disebabkan oleh hukum?
6.
Apakah
sebenarnya kegunaan hukum kontrak itu?
7.
Betulkah
orang membuat kontrak untuk nanti dilaksanakan? Siapa menggunakannya? Kapan? Secara
bagaimana?
8.
Mengapa
hukumnya menjadi seperti itu? Apakah memang harus begitu? Apakah tidak ada cara pengaturan alternatif?
Menurut Soerjono Soekanto, sosiologi merupakan ilmu sosial yang objeknya adalah masyarakat (Soerjono Soekanto, 1985). Sejalan dengan itu, Harry M. Johnson menyatakan bahwa sosiologi merupakan pengetahuan yang beridiri sendiri, karena sosiologi bersifat empiris (pengetahuan didasarkan atas dasar observasi), teoretis (menjelaskan hubungan sebab akibat dari hasil observasi sehingga melahirkan teori), kumulatif (gabungan teori), dan non-etis (menjelaskan fakta secara analisis) (Harry M. Johnson, 1967).
Dari
pengertian-pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang membicarakan tentang pelbagai kehidupan sosial masyarakat.
Kihidupan sosial masyarakat tersebut meliputi berbagai dimensi yakni: proses
sosial, sistem sosial, interaksi sosial, struktur sosial, dan
perubahan-perubahan sosial termasuk juga konflik yang diakibatkan oleh
dimensi-dimensi sosial lainnya.
Adapun menyangkut pengertian atau definisi hukum, secara umum belum ada kesepakatan para pakar hukum. Menurut Van Apeldoorn dan E. Kant, menyatakan bahwa pengertian atau definisi hukum itu belum didapatkan dan masih terus dicari, alasannya karena hukum itu mencakup berbagai macam aspek (Rien G, 2012). Pendapat tersebut bermakna, bahwa usaha untuk mencari definisi atau pengertian tentang hukum masih terus dilakukan oleh para ahli hukum.
Achmad Ali dalam bukunya �Menguak Tabir Hukum� mengemukakan, ada lima puluh definisi tentang hukum dari berbagai pendekatan atau paham. Antara lain yang dikemukakan adalah pendapat Achmad Sanusi, bahwa hukum adalah himpunan kaidah-kaidah, berisi keharusan ataupun larangan tentang pengaturan masyarakat, yang memang dianut dengan nyata oleh masyarakat (Achmad Ali, 1996). Hal ini menunjukan bahwa hukum adalah rangkaian gejala-gejala masyarakat yang terjadi dan diharuskan untuk ditaati oleh setiap anggota masyarakat. Hukum pada dasarnya tidak ada tawar-menawar, tidak pandang bulu, hanya saja ada segelintir masyarakat yang memaknai hukum itu sebagai alat untuk dan bagi masyarakat yang tidak mampu mengikuti pertumbuhan dan perkembangan zaman, terutama bagi kaum awam dalam menekuni pengetahuan hukum itu sendiri.
Menurut Yan Pramadya Puspa, hukum adalah keseluruhan dari segala peraturan-peraturan, tiap-tiap orang yang bermasyarakat wajib menaatinya, dan bagi melanggar terdapat sanksi (Yan Pramadya Puspa, 1977). Setiap orang yang telah diakui oleh hukum bahwa ia telah dewasa dan sehat, maka ia wajib melaksanakan segala peraturan yang telah disepakati bersama, dalam realitas disebut sebagai kewajiban, dalam realitas sosial disebut sabagai kewajiban kelompok seperti menciptakan kedamaian, ketenangan, kenyamanan dan keamanan dalam masyarakat.
Pengertian hukum bila ditinjau dari berbagai definisi, maka pada hakikatnya hukum adalah menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Berdasarkan pengertian tentang sosiologi dan hukum, menghasilkan pengertian baru yakni sosiologi hukum. Pengertian sosiologi hukum tidak dapat dipisahkan dari pengertian sosiologi dan pengertian hukum itu sendiri. Sebab sosiologi, hukum, dan sosiologi hukum ketiganya mempunyai objek yang sama yakni anggota masyarakat, baik secara sempit maupun secara luas.
Menurut Soerjono Soekanto, sosiologi hukum merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang antara lain meneliti mengapa manusia patuh pada hukum dan mengapa ia gagal untuk menaati hukum tersebut. Juga sosiologi hukum merupakan cabang dari sosiologi umum yang meneliti faktor-faktor sosial lain yang dapat mempengaruhinya. Sosiologi hukum dapat dipandang sebagai suatu alat dari ilmu hukum di dalam meneliti objeknya dan dalam pelaksanaan proses hukum. Sosiologi hukum tidak dapat dipisahkan dengan sosiologi lain seperti sosiologi pendidikan, sosiologi ekonomi, sosiologi politik, sosiologi keluarga, sosiologi industri, dan semacamnya, terutama sosiologi umum sebagai induk dari segala sosiologi tersebut, termasuk sosiologi agama (Soerjono Soekanto, 1994).
Alvin S. Johnson memandang sosiologi hukum merupakan suatu disiplin ilmu yang lebih muda dari cabang sosiologi, itu pun masih dicari perumusannya karena masih dalam tahap perkembangan. Para ahlinya belum menemukan kesepakatan mengenai pokok persoalan dalam hubungannya dengan ilmu hukum lainnya. Karena itu sosiologi hukum dalam mempertahankan jati dirinya tetap berpacu dalam menghadapi dua kekuatan (front). Front yang dimaksud adalah kekuatan dari para ahli hukum dan kekuatan ahli sosiologi. Kedua kekuatan ini terkadang bersatu menggugat keabsahan sosiologi hukum sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri (Alvin S. Johnson, 1994). Oleh karena itu, sosiologi hukum masih tetap mencari jati dirinya sehingga dapat dijadikan sebagai suatu disiplin ilmu baru tersendiri.
Sosiologi hukum sebagai ilmu kenyataan merupakan cabang ilmu pengetahuan yang memahami, mempelajari, menjelaskan secara analisis empiris tentang persoalan hukum yang dikaitkan dengan fenomena lain dalam kehidupan masyarakat.
Hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala sosial lainnya merupakan bagian penting dalam mempelajari sosiologi hukum (Saifullah, 2007). Jadi sosiologi hukum merupakan ilmu tentang kenyataan yang terjadi dalam interkasi kehidupan sosial pada masyarakat dengan berpedoman pada norma-norma yang telah disepakati bersama, baik secara yuridis formal maupun berupa konvensi.
Pendekatan sosiologi hukum memiliki karakteristik yang khas, antara lain:
a.�� Memberikan penjelasan atau pencerahan terhadap
proses praktik hukum sehingga
dengan pendekatan �interpretative understanding� para sosiolog
hukum yang berusaha
menggumuli sosial hukum
dapat memaknai perkembangan dan efek dari tingkah laku sosial (Sabian Utsman, 2007).
b.�� Berusaha memberikan deskripsi
terhadap praktik-praktik hukum
dalam masyarakat, apakah sesuai atau berbeda bahkan bertentangan dengan hukum yang ada di dalam kitab
hukum, atau hukum yang tak tertulis
yang diyakini dan disosialisasikan dalam
masyarakat.
c.�� Menjelaskan mengapa suatu hukum dipraktikkan sebagaimana yang ada
dalam masyarakat. Apa sebab-sebabnya, faktor apa saja yang berpengaruh,
latar belakang dan sebagainya (Zulfatun Ni�mah,
2012).
d.�� Menganalisis kebenaran empiris
(empirical validity) suatu peraturan perundang-undangan atau
pernyataan hukum, sehingga mampu memprediksi suatu hukum yang sesuai dan atau tidak sesuai dengan keadaan masyarakat tertentu. Serta menilai
bagaimana kenyataan hukum tersebut terjadi dalam
masyarakat (Yesmil Anwar, 2007).
e.�� Tidak melakukan penilaian terhadap hukum, atau lebih fokus pada obyek yang membahas tentang isi hukum
tersebut. Perilaku yang menaati dan
melanggar hukum mendapat kedudukan setara sebagai objek kajiannya, tidak menilai yang satu lebih baik dari pada
yang lain. Perhatian utamanya adalah
memberikan penjelasan terhadap obyek yang dipelajarinya sehingga
tidak terjebak dalam
penilaian normatif, misalnya hakim dianggap sebagai
manusia paling bijak
sana. Dengan kata lain, yang dinilai adalah produk hukumnya (Zainuddin
Ali, 2006).
����������������� Menurut Gerald Turke,
ada tiga pendekatan yang dapat kita gunakan terhadap fenomena hukum di dalam masyarakat, yaitu
pendekatan moral, pendekatan ilmu hukum, dan pendekatan sosiologis. Baik pendekatan moral terhadap hukum maupun pendekatan ilmu hukum terhadap
hukum, keduanya berkaitan dengan bagaimana norma hukum membuat tindakan
menjadi lebih bermakna
dan tertib. Pendekatan moral mencakupi hukum dalam
suatu arti yang berkerangka luas
melalui pertalian kontruksi hukum dengan kepercayaan serta asas yang mendasarinya yang dijadikan
benar-benar sebagai sumber hukum. Pendekatan ilmu hukum mencoba
untuk menentukan konsep
hukum dan hubungannya yang independen dengan asas-asas dan nilai-nilai nonhukum. Kedua pendekatan itu meskipun memiliki
perbedaan diantara keduanya,
tetapi keduanya sama-sama
difokuskan secara sangat besar pada kandungan dan makna
hukum (subtansi dan prosedur hukum).
2.�� Analisis Norma Hukum dalam
Masyarakat
Norma atau kaidah-kaidah adalah ketentuan atau peraturan-peraturan yang memberi batasan dan kebebasan kepada sesama anggota masyarakat, serta mengatur hubungan antara seorang anggota masyarakat dengan yang lain dalam pergaulan hidup sesamanya. Norma atau peraturan hidup itu mulai tumbuh sejak manusia mengenal hidup bermasyarakat, pertumbuhan dan perkembangannya akan melahirkan beberapa macam norma sesuai dengan sumbernya (Rien G, 2005). Norma yang tumbuh dalam masyarakat yang berkaitan dengan norma hukum, antara lain meliputi norma agama, norma etika, norma sopan santun, dan norma hukum itu sendiri. Norma-norma tersebut sangatlah mempengaruhi dalam realitas sosial sebagai dasar dalam pergaulan hidup dalam berbangsa dan bernegara.
a.�� Norma Agama
����������������� Setiap ajaran agama atau aliran kepercayaan yang masuk atau timbul dan tumbuh dalam masyarakat sangat menunjang tegaknya tata tertib kehidupan dalam masyarakat. Norma agama yang terkandung di dalamnya, intinya mengandung dua seruan, yakni melaksanakan perintah dan menjauhi setiap larangan. Artinya kalau diperintahkan, maka segera dilakukan; dan kalau dilarang, maka jangan dilakukan atau segera menjauhinya. Kalau kedua perintah tersebut terimplemantasikan dalam masyarakat, yakinlah bahwa masyarakat tersebut merupakan masyarakat yang madani.
b.�� Norma Etika (Budi Pekerti)
����������������� Norma etika atau norma budi pekerti atau biasanya disebut pula sebagai norma kesusilaan, yang merupakan sebagai suatu kaidah dalam kehidupan masyarakat untuk melindungi kepentingan setiap anggotanya dalam interaksinya pada masyarakat. Perkembangan budi pekerti/kesusilaan melarang manusia untuk melakukan perbuatan yang merugikan orang lain, apalagi merugikan orang banyak.
c. ��Norma Fatsoen (Sopan Santun)
����������������� Sopan santun merupakan suatu aturan hidup yang senantiasa didambakan oleh masyarakat dan berlangsung secara tradisional, biasanya selalu dikaitkan dengan adat istiadat. Kebiasaan hidup yang merupakan tradisi masyarakat sulit untuk ditinggalkan. Kaidah fatsoen ini selain menjaga kepentingan diri, juga menjaga kepentingan oranga lain. Seseorang yang tidak bersopan santun biasanya para anggota masyarakat akan menilai keturunan orang itu, golongan, kelompok, kerabatnya, diklaim sebagai keluarga yang tidak mempunyai tata krama hidup bermasyarakat alias keluarga yang �tidak beres�. Sebuah pepatah yang menyatakan� karena nila setitik rusak susu sebelanga�, artinya gara-gara satu orang merusak keluarga yang lain. Kehati-hatian dalam bergaul pada masyarakat seyogyanya berjalan tidak mengganggu orang lain, introspeksi diri sendiri lebih didahulukan ketimbang diri orang lain sebelum melakukan atau perbuatan hukum.
d.�� Norma Hukum
����������������� Norma hukum adalah hasil dari keseluruhan aturan tingkah laku dari orang- orang yang hidup dalam ikatan kemasyarakatan, yang harus ditaati. Karena itu norma hukum adalah suatu kaidah yang diciptakan oleh lembaga masyarakat atau negara yang sedapat mungkin dapat memenuhi segala kepentingan hidup anggota masyarakat secara keseluruhan. Norma hukum atau kaidah hukum ini pada dasarnya untuk lebih menguatkan kaidah-kaidah lainnya yang sudah ada, yang tidak hanya berlaku untuk sekelompok anggota masyarakat saja melainkan untuk seluruh anggota masyarakat yang ada dalam lingkungan masyarakat bahkan negara secara luas. Kaidah hukum ini tentunya bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang tertib, teratur, aman, dan adil sehingga terwujud kehidupan yang bahagia.
Norma agama, norma etika, dan norma sopan santun mempunyai sanksi moral, paling tinggi sanksi masyarakat. Sedangkan norma hukum jika dilanggar terutama yang diatur dalam hukum perundang-undangan secara formal, akan mempunyai sanksi pidana berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Analisis hukum dalam sistem sosial masyarakat merupakan bagian objek secara keseluruhan dari sosiologi hukum, sebab sistem hukum mencerminkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, tanpa aturan yang formal dalam masyarakat akan menimbulkan ketidakharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hukum tidak dapat terpisahkan dari kehidupan sosial masyarakat, hukum yang mengatur seluruh aspek sosial budaya masyarakat, tindak tanduk masyarakat, dan sebagainya.
Norma hukum jika dianalisis dalam kehidupan masyarakat, maka orang hukum berpendapat secara umum bahwa �hukum yang baik adalah hukum yang hidup dalam masyarakat� (Soerjono Soekanto, 2006). Pendapat ini didasarkan pada kenyataan bahwa untuk mewujudkan nilai-nilai sosial sebagai dambaan masyarakat, maka diperlukan suatu kaidah hukum sebagai alatnya. Demikian pula untuk dapat mengetahui hubungan antara hukum dengan nilai-nilai sosial budaya masyarakat, maka perlu peninjauan atau penelitian terhadap masyarakat yang taat hukum atau enggan untuk melaksanakannya. Semua ketentuan hukum yang berlaku jika ditaati dengan baik, maka akan tercapai kehidupan yang harmonis dalam masyarakat. Tanpa peraturan dalam masyarakat mengenai perikehidupan manusia pada dasarnya masyarakat tersebut tidak menghendaki kebahagiaan hidup, baik di dunia terlebih kehidupan di akhirat kelak.
Setiap masyarakat menginginkan selalu mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Adanya perubahan-perubahan tersebut berarti masyarakat mengalami kemajuan baik dari segi hukum maupun dari aspek lainnya. Setiap orang yang melakukan penelitian terhadap kehidupan realitas sosial masyarakat, pasti mendapatkan perubahan-perubahan yang terjadi bila dibandingkan dengan kehidupan masyarakat masa lampau dan kehidupan masyarakat masa kini.
3.�� Dinamika Hukum dalam
Realitas Sosial
����������������� Sejak awal sejarah pembentukan umat manusia dalam konteks interaksi dalam masyarakat, persoalan kaidah atau norma merupakan jelmaan yang dibutuhkan dalam upaya mencapai harmonisasi kehidupan. Secara empirik sosiologis kaidah atau norma adalah tuntunan atau kunci dalam mencapai stabilisasi interaksi sehingga pelanggaran akan kaidah atau norma akan dijatuhi hukuman atau sanksi sosial.
����������������� Kaidah agama maupun kaidah hukum yang bersumber pula dari kaidah sosial merupakan payung kehidupan dalam masyarakat. Masyarakat yang tidak beradab adalah masyarakat yang tidak mempunyai kaidah agama maupun kaidah sosial, tidak memahami realitas sosial secara mendasar atau masyarakat yang mengingkari dan menyimpang dari kedua kaidah tersebut. Dalam sejarah kehidupan manusia hal ini telah banyak dibuktikan, bahwa masyarakat yang taat terhadap aturan akan melahirkan masyarakat yang baik, dan sebaliknya jika masyarakat tersebut tidak taat pada aturan-aturan yang telah disepakati akan melahirkan masyarakat yang kacau balau.
����������������� Interaksi kehidupan manusia dalam masyarakat sepanjang perjalanan hidup tidak ada yang berjalan lurus, mulus, dan aman-aman saja. Setiap manusia menghendaki kehidupan yang layak antar interaksi masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya, walaupun dalam kehidupan masyarakat selalu terjadi ketimpangan sosial bahkan konflik. Masalah-masalah yang muncul dalam masyarakat disebabkan adanya ketidakmampuan dalam berinteraksi berdasarkan fungsi masing-masing. Persoalan-persoalan tersebut muncul antara lain disebabkan oleh pengaruh teknologi, informasi, dan sebagainya yang semakin mengglobal.
����������������� Persoalan lain yang sering muncul adalah bermacam-macamnya penafsiran terhadap pengaturan kehidupan sosial masyarakat, apatah lagi kalau penafsiran tersebut berada di luar koridor hukum yang berlaku. Masalah penafsiran aturan hukum tersebut cukup kompleks disebabkan para penafsir berlatar belakang pendidikan yang berbeda-beda, sehingga pendekatan yang dipakai pun tidak sama.
����������������� Implementasi pengaturan kehidupan merupakan suatu perwujudan dari keinginan norma hukum agar pengendalian sosial dapat terealisasi dalam masyarakat. Ketika pemberlakuan aturan dilaksanakan dengan baik, sejak itu pula hukum berbaur dalam kehidupan masyarakat. Demikian pula sebaliknya, kalau implementasi hukum tidak dijalankan dengan baik maka secara otomatis norma hukum pun tidak menyatu dalam kehidupan masyarakat.
����������������� Dinamika hukum dalam realita sosial dapat dihasilkan suatu kenyataan yang berlangsung secara berkesinambungan dalam tatanan kehidupan masyarakat, yang meliputi yaitu (Saifullah, 2006):
a.�� Hukum akan mengalami dinamisasi bila berhadapan dengan perubahan;
b.�� Perubahan sosial secara evolusi maupun revolusi akan membawa konsekuensi pada pemulihan hukum;
c.�� Hukum mengalami perubahan pada dirinya seperti kehendak pengaturan yang disertai pula oleh intervensi positif maupun negatif berupa penyakit hukum;
d.�� Fungsi hukum sebagai kendali sosial atau kontrol sosial merupakan tujuan mulia hukum;
e.�� Implementasi hukum merupakan problematika yang kompleks karena banyak bersinggungan dengan berbagai faktor dalam masyarakat;
f.��� Sejak hukum diterapkan sejak itu pula timbul multitafsir dalam masyarakat.
����������������������� �Adanya penafsiran hukum karena ada perubahan hukum, dan adanya perubahan hukum karena adanya perubahan sosial masyarakat. Perubahan sosial terjadi akibat perkembangan zaman, kemajuan sains dan teknologi. Contoh perubahan hukum terjadi pada naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, misalnya: pada pasal 6 ayat (1, 2) naskah asli tertulis �(1) Presiden ialah orang Indonesia asli, (2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara yang terbanyak�.
����������������� Setelah terjadi amandemen, pasal dan ayat tersebut mengalami perubahan. UUD 1945 sebagai hukum dasar tertulis yang tertinggi juga mengalami perubahan pasal dan ayat-ayatnya, apalagi mengenai perubahan hukum yang dipahami secara kontekstual karena selalu berdasarkan kebutuhan dan tuntutan zaman. Oleh karena itu dinamika hukum dalam realita sosial selalu mengalami perubahan, sehingga peranan hukum dalam perubahan sosial selalu dibutuhkan oleh masyarakat.
����������������� Menurut Achmad Ali, dinamika dan peranan hukum dalam perubahan sosial dewasa ini para ahli hukum dituntut untuk bertindak sebagai perencana atau arsitek sosial dan sebagai perunding sosial. Ditegaskan lebih lanjut bahwa sangat dikehendaki terjadinya peralihan dari keahlian untuk menafsirkan perundang- undangan menjadi keahlian untuk turut merencenakan tata kehidupan masyarakat. Karena itu dikemukakan pula bahwa pemanfaatan ilmu-ilmu sosial sangat dibutuhkan dalam penggunaan hukum sebagai sarana aktif untuk mengubah tatanan dan keadaan masyarakat (Achmad Ali, 1987).
����������������� Untuk mengubah keadaan masyarakat tidak semudah membalikan kedua telapak tangan, diperlukan kiat-kiat khusus yang tentunya dibarengi dengan ilmu pengetahuan dalam ilmu interdipliner. Karena masyarakat dewasa ini sangat heterogen dalam suatu lingkungan, baik berupa bahasa, agama, budaya, adat- istiadat, pendidikan maupun perbedaan lainnya, sehingga dibutuhkan sosok manusia yang kaya dengan berbagai ilmu pengetahuan, khususnya ilmu tentang sosial yang dibarengi dengan ilmu sains dan teknologi.
����������������� Berdasarkan kemajuan ilmu pengetahuan, sains dan teknologi, terkadang teori yang lama sudah tidak tepat untuk digunakan pada kehidupan dewasa ini. Sering berbenturan antara teori dan praktik di lapangan yang dapat diistilahkan bertentangan atara harapan/seharusnya (das sollen) dan kenyataan (das sein), hal ini membuktikan bahwa hukum selalu mengalami perkembangan dan perubahannya.
����������������� Hukum itu bukanlah sesuatu yang jatuh begitu saja dari langit, melainkan tumbuh dan berkembang sekaligus dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Karenanya selalu terjadi hubungan timbal balik antara faktor hukum dan faktor non- hukum dalam kalangan masyarakat.19 Segala sesuatu terjadi oleh karena adanya hubungan sebab akibat yang saling berhubungan antara satu dengan lainnya.
����������������� Begitulah adanya pada analisis sosiologi hukum dalam realitas kehidupan sosial masyarakat selalu mengalami perubahan. Setiap anggota masyarakat senantiasa mengalami perubahan dari generasi ke generasi berikutnya, demikian pula anggota masyarakat saling membutuhkan dan saling ketergantungan, bersimbiosis antara satu angota masyarakat dengan anggota masyarakat lain.
Kesimpulan
Berdasarkan
batasan masalah dan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi hukum
merupakan suatu ilmu kenyataan dengan objek, metode, dan nilai kemanfaatan.
Sebagai cabang ilmu pengetahuan, sosiologi hukum mampu memahami, mempelajari,
dan menjelaskan secara analisis empiris persoalan hukum dalam konteks gejala
sosial di masyarakat. Norma hukum, ketika dianalisis dalam kehidupan
bermasyarakat, dianggap baik jika dapat beradaptasi dan hidup dalam dinamika
masyarakat, mengikuti kemajuan zaman dan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan
sosial, ilmu sains, dan teknologi. Terdapat dinamika dalam masyarakat di mana
harapan terhadap hukum dan kenyataan kadang berlawanan. Namun, dinamika ini
menciptakan fungsi hukum sebagai kontrol sosial yang dapat menghasilkan
keadilan, kebenaran, kesejahteraan, dan kebahagiaan bagi masyarakat sebagai
makhluk sosial, baik di dunia maupun di akhirat.
BIBLIOGRAFI
Abdulsyani. Sosiologi: Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara, 2012.
Ali, Achmad. Menguak Tabir Hukum: Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis. Jakarta: Chandra Pratama, 1996.
Ali. Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum. Jakarta: Yarsif
Watampone/Anggota IKAPI, 1987.
Ali, Zainuddin. Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2006.
Anwar, Yesmil. Pengantar Sosiologi Hukum. Jakarta: Grasindo, 2007.
Bruggink, JJ. H. Refleksi Tentang Hukum:
Pengertian-Pengertian Dasar Dalam Teori Hukum. Bandung:� Citra Aditya Bakti, 2011.
Duverger, Maurice. The Study of Politics, diterjemahkan oleh Daniel Dhakidae dengan judul
Sosiologi Politik. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
Febrianty, Yenny.
Bekerjanya Hukum Dalam Masyarakat. Bandung: Media Sains Indonesia, 2020.
Gunawan, Ary H. Sosiologi: Suatu Analisis Sosiologi tentang
Pelbagai Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Johnson, Alvin S.
Sosiologi Hukum (Sosiology of Law). Jakarta: Rineka Cipta, 1994.
Kartasapoetra,
Rien G. Pengantar Ilmu Hukum Lengkap. Jakarta: Bina Aksara, 1988.
Munawir. Sosiologi Hukum. Ponorogo: STAIN Po Press, 2010.
Ni�mah, Zulfatun. Sosiologi Hukum: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Teras, 2012.
Puspa, Yan
Pramadya. Kamus Hukum, Edisi Lengkap
Bahasa Belanda � Indonesia � Inggris. Semarang: Aneka, 1977.
Rahardjo,
Satjipto. Sosiologi Hukum: Perkembangan
Metode dan Pilihan Masalah. Jakarta: Genta Publishing,
2010.
Saifullah. Refleksi Sosiologi Hukum. Bandung: Refika Aditama,
2007.
Soekanto,
Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers, 1985.
________. Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994.
Copyright holder: Muhammad Omega
Yuristyawarman, Rizka Maulidaen Rustandi, Yenny Febrianty, Mahipal (2022) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |