Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No.
09, September 2022
�����������������������������������������������������������������������������
KARAKTERISTIK PASIEN BATU EMPEDU YANG DI RAWAT DI RSUD
WALED PERIODE 2019-2022
Anargya Hassya Andini1, Mohamad Romdhoni2,
Friska Oktavrisa3
1 Fakultas Kedokteran, Universitas Swadaya Gunung
Jati, Cirebon, Indonesia
2 Departemen Bedah, Fakultas
Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Indonesia
3 Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran
Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Indonesia
Email: [email protected]
Batu empedu
(kolelitiasis) merupakan suatu penyakit saluran
pencernaan yang disebabkan oleh terakumulasinya endapan massa yang padat pada vesica fellea atau
kandung empedu. Insidensi batu empedu dapat terus meningkat akibat pola hidup
yang tidak sehat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien batu empedu yang
di rawat di RSUD Waled periode 2019 � 2022. Penelitian ini berupa studi deskriptif observasional menggunakan
teknik total sampling dengan melihat
dari data sekunder berupa rekam medis pasien batu empedu yang di
rawat di RSUD Waled periode 2019-2022. Karakteristik
dari 44 pasien batu empedu paling banyak berada pada rentang usia 46-55 tahun
(38,6%).� Berjenis kelamin perempuan
(68,2%). Indeks Massa Tubuh (IMT) normal (63,6%). Faktor risiko kadar gula darah normal (63,6%) dan (52,3%) kadar kolesterol meningkat. Kadar SGOT normal (59,1%). Kadar SGPT normal (63,6%). Kadar bilirubin normal (65,9%). Hasil
USG memiliki batu multipel (68,2%). Pengobatan
non-operatif (63,6%).
Lama perawatan ≤5 hari (77,3%). Berdasarkan
fertilitas responden wanita (76,7%) tidak
mengalami menopause dengan usia 40-55 tahun. Pasien batu empedu yang ditemukan
mayoritas adalah wanita pada usia 46-55 tahun atau yang belum menopause dengan
IMT normal, dan memiliki faktor risiko hiperkolesterolemia, serta kadar gula
darah normal. Kadar SGOT, SGPT, dan bilirubin normal. Gambaran USG memiliki
batu multipel dengan pengobatan non-operatif dan lamanya perawatan ≤5 hari.
Kata Kunci: Karakteristik, Batu Empedu,
Kolelitiasis.
Gallstones (cholelithiasis) are a digestive system
disorder caused by the accumulation of solid masses in the gallbladder or
vesica fellea. The incidence of gallstones continues to rise due to unhealthy
lifestyle patterns. This research aims to determine the characteristics of
gallstone patients treated at RSUD Waled from 2019 to 2022. The study adopts an
observational descriptive design using total sampling techniques, examining
secondary data from medical records of gallstone patients treated at RSUD Waled
during the 2019-2022 period. The majority of the 44 gallstone patients fall
within the age range of 46-55 years (38.6%), with a predominance of female
patients (68.2%). Normal Body Mass Index (BMI) is observed in 63.6% of cases.
The risk factors indicate normal blood sugar levels (63.6%) and elevated
cholesterol levels (52.3%). Normal levels are noted for SGOT (59.1%), SGPT
(63.6%), and bilirubin (65.9%). Ultrasonography (USG) results reveal multiple
stones in 68.2% of cases. Non-operative treatment is administered in 63.6% of
cases, with a majority undergoing a treatment duration of ≤5 days (77.3%).
Regarding female respondents' fertility, 76.7% have not experienced menopause
and fall within the 40-55 years age group. The majority of gallstone patients
are women aged 46-55 years, premenopausal, with normal BMI, and exhibit risk
factors of hypercholesterolemia, along with normal blood sugar levels. SGOT,
SGPT, and bilirubin levels are within the normal range. The USG portrays
multiple stones, and treatment involves a non-operative approach with a
treatment duration of ≤5 days.
Keyword: Characteristics, Gallstones,
Cholelithiasis.
Pendahuluan
Batu
empedu (kolelitiasis) merupakan suatu penyakit gastrointestinal yang disebabkan
oleh terakumulasinya endapan massa yang padat pada vesica biliaris (fellea)
atau kandung empedu. Endapan terbentuk akibat cairan empedu yang tidak mampu
melarutkan kolesterol dan bilirubin yang dihasilkan oleh hepar. (1)
Batu
empedu sering ditemukan di vesica fellea, namun dapat berpindah ke
saluran duktus sistitikus dan koledokus sehingga
menjadi batu empedu yang merupakan komplikasi tersering. (1)� Distribusi batu empedu yang paling
banyak ditemukan yaitu batu kolesterol, hal ini sesuai dengan penelitian Miedina TRY, et al., di
Laboratorium Departemen Biologi dan Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebesar
83,91%. (2)�
Berdasarkan
prevalensi global yang
telah dikutip oleh Bagepally BS, et al., dari Kratzer W, et al.,
diperoleh data 0,1-50,5% populasi di dunia mengidap kolelitiasis. (3) Di negara-negara Asia, menurut Chang YN, et al., yang
dikutip oleh Azriyantha MR, prevalensi yang ditemukan berbeda-beda berkisar 3-10%.
Data terbaru menyebutkan bahwa, di Jepang memiliki tingkat prevalensi 3,2%,
China 10,7%, India Utara 7,1%, dan Taiwan 5%. (4)
Publikasi
mengenai batu empedu di Indonesia masih terbatas jumlahnya. (5)
Namun, prevalensi di Indonesia dikatakan tidak jauh berbeda dengan negara Asia
lainnya. (4) Hal ini
berkaitan dengan jumlah pasien yang meningkat disebabkan oleh pola hidup yang
cenderung tidak sehat, seperti mengonsumsi makanan berlemak, merokok,
mengonsumsi alkohol, pola diet yang salah, dan kurangnya makanan berserat serta
olahraga. (6) Pada
penelitian yang dilakukan oleh Azriyantha MR di Bukittinggi dari tahun
2019-2020 didapatkan pasien yang mengalami batu empedu sebanyak 224 orang dan
untuk di Jawa Barat dalam penelitian Muharam EN, didapatkan data yang menderita
batu empedu per tahun 2019 sebanyak 144 kasus. (4, 7) Sekitar
80% penderita kolelitiasis yang ditemukan jarang menunjukkan gejala
(asimtomatik) terhadap penyakit yang dideritanya. (8)
Wanita
memiliki prevalensi lebih tinggi dibandingkan pria, hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh
Aji SP, et al., ditemukan pasien wanita memiliki tingkat persentase
sebesar 61,8% yang
disebabkan oleh hormon estrogen terhadap terjadinya peningkatan ekskresi
kolesterol, rata-rata penderita kolelitiasis berusia ≥40 tahun
sebesar 86,8%, dan kadar
bilirubin meningkat sebesar 66,1%. (9)
Penelitian lain ditemukan
Indeks Massa Tubuh yang normal dapat terkena
kolelitiasis sebesar 46%, nyeri perut kanan atas 61,6%, dan yang menjalani
kolesistektomi 100%. (4) Kemudian
penelitian oleh Kaban IS melalui telaah jurnal, ditemukan bahwa lamanya perawatan
pasien kolelitiasis berkisar 14-17 hari. (10)
Berdasarkan
latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan diatas, peneliti bertujuan untuk mengetahui karakteristik
pasien batu empedu yang di rawat di RSUD Waled periode 2019-2022 meliputi usia, jenis kelamin, Indeks
Massa Tubuh, faktor risiko, kadar enzim hepatik, kadar bilirubin, pemeriksaan
USG, pengobatan, lama perawatan, dan fertilitas pasien wanita.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah
Sakit Umum Daerah Waled, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat pada bulan Juli 2023.
Metode yang digunakan yaitu, deskriptif observasional dengan teknik total
sampling dan menggunakan data sekunder berupa rekam medis. Kriteria inklusi
pada penelitian ini adalah pasien batu empedu yang mendapatkan perawatan di
RSUD Waled tahun 2019-2022 dan data rekam medis dari tahun 2019-2022 yang
lengkap.
Penelitian telah mendapatkan persetujuan dari Komisi Etik FK UGJ
dengan nomor 156/EC/FKUGJ/VI/2023. Data dianalisis dengan analisis univariat menggunakan perangkat lunak komputer untuk
menggambarkan karakteristik variabel disertai dengan tabel distribusi
frekuensi.
Hasil dan
Pembahasan
Dari total 87 data yang diperoleh,
terdapat 36 data yang tidak lengkap, 3 data bukan pasien batu empedu, 3 data
pasien berusia <26 tahun, dan 1 data pasien yang pindah perawatan ke rumah
sakit lain. Dalam hal ini, sebanyak 44 data atau sampel yang dapat memenuhi
kriteria inklusi untuk menilai karakteristik pasien batu empedu yang di rawat
di RSUD Waled periode 2019-2022.
Tabel 1
Distribusi Frekuensi
Berdasarkan Usia
Usia |
Frekuensi
(n) |
Persentase
(%) |
26-35 tahun |
1 |
2,3 |
36-45 tahun |
16 |
36,4 |
46-55 tahun |
17 |
38,6 |
56-65 tahun |
4 |
9,1 |
>66 tahun |
6 |
13,6 |
Total |
44 |
100,0 |
Tabel
di atas menunjukkan bahwa persentase usia responden terbanyak berada pada
rentang usia 46-55 tahun atau 38,6%, sedangkan kelompok usia yang paling
sedikit adalah usia 26-35 tahun atau 2,3%.
Tabel 2
Distribusi Frekuensi
Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis
Kelamin |
Frekuensi
(n) |
Persentase
(%) |
Laki-laki |
14 |
31,8 |
Perempuan |
30 |
68,2 |
Total |
44 |
100,0 |
Tabel di atas menunjukkan bahwa wanita memiliki
persentase lebih dominan sebanyak 30 responden atau 68,2% dan sisanya laki-laki
yang berjumlah 14 atau 31,8%.
Tabel 3
Distribusi Frekuensi
Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
Indeks
Massa Tubuh |
Frekuensi
(n) |
Persentase
(%) |
Kurus <18,5 Normal
≥18,5-<24,9 Gemuk
≥25-<27 Obesitas
≥27 |
1 28 10 5 |
2,3 63,6 22,7 11,4 |
Total |
44 |
100,0 |
Tabel
di atas menunjukkan sebagian besar responden memiliki indeks massa tubuh normal
sebesar 28 atau 63,6%, sedangkan yang paling kecil memiliki indeks massa tubuh
yang kurus hanya berjumlah 1 responden atau 2,3%.
Tabel 4. Distribusi
Frekuensi Berdasarkan Faktor Risiko
Faktor
Risiko |
Frekuensi
(n) |
Persentase
(%) |
Diabetes
Mellitus Tipe-2 |
|
|
<200 mg/dL |
28 |
63,6 |
≥200
mg/dL |
16 |
36,4 |
Total |
44 |
100,0 |
Hiperkoles-terolemia |
|
|
<240 mg/dL |
21 |
47,7 |
≥240
mg/dL |
23 |
52,3 |
Total |
44 |
100,0 |
Tabel
di atas menggambarkan faktor risiko diabetes mellitus tipe-2, mayoritas
memiliki kadar gula darah kurang dari 200 mg/dL yaitu sebanyak 28 responden
atau 63,6%, dan sisanya 16 responden atau 36,4% memiliki kadar gula darah
setara atau lebih tinggi dari 200 mg/dL.
Sementara
itu, pada faktor risiko hiperkolesterolemia paling banyak memiliki kadar
kolesterol yang setara atau lebih tinggi dari 240 mg/dL yaitu sebesar 23
responden atau 52,3%, dan sisanya 21 responden atau 47,7% memiliki kadar
kolesterol kurang dari 240 mg/dL.
Tabel 5
Distribusi Frekuensi
Berdasarkan Kadar Enzim Hepatik
Kadar
Enzim Hepatik |
Frekuensi
(n) |
Persentase
(%) |
SGOT |
|
|
≤35 �/L |
26 |
59,1 |
>35 �/L |
18 |
40,9 |
Total |
44 |
100,0 |
SGPT |
|
|
≤35 �/L |
28 |
63,6 |
>35 �/L |
16 |
36,4 |
Total |
44 |
100,0 |
Tabel
di atas menggambarkan data frekuensi dan persentase berdasarkan kadar enzim
hepatik SGOT (aspartat aminotransferase) dan SGPT (alanine aminotransferase).
Pada kadar enzim hepatik SGOT, ditemukan paling banyak 26 responden atau 59,1%
memiliki SGOT kurang dari atau sama dengan 35 �/L, dan sisanya 18 responden
atau 40,9% memiliki SGOT lebih tinggi dari 35 �/L.�
Sementara
itu, pada kadar enzim hepatik SGPT mayoritas 28 responden atau 63,6% memiliki
SGPT kurang dari atau sama dengan 35 �/L, dan 16 responden atau 36,4% memiliki
SGPT lebih tinggi dari 35 �/L.
Tabel 6
Distribusi
Frekuensi Berdasarkan Kadar Bilirubin
Kadar
Bilirubin |
Frekuensi
(n) |
Persentase
(%) |
≤1,4
mg/dL |
29 |
65,9 |
>1,4 mg/dL |
15 |
34,1 |
Total
|
44 |
100,0 |
Hasil
analisis dari tabel di atas menunjukkan mayoritas memiliki kadar bilirubin
kurang dari atau sama dengan 1,4 mg/dL yaitu sebanyak 29 responden atau 65,9%,
dan sisanya 15 responden atau 34,1% memiliki kadar bilirubin lebih tinggi dari
1,4 mg/dL.
Tabel
7
Distribusi
Frekuensi Berdasarkan Pemeriksaan USG
Pemeriksaan
USG |
Frekuensi
(n) |
Persentase
(%) |
Batu Soliter |
14 |
31,8 |
Batu Multipel |
30 |
68,2 |
Total
|
44 |
100,0 |
Berdasarkan
dari tabel di atas, paling banyak menunjukkan hasil batu multipel sebesar 30
responden atau 68,4%, dan sisanya batu soliter yang berjumlah 14 atau
31,8%.�
Tabel
8
Distribusi Frekuensi
Berdasarkan Pengobatan
Pengobatan |
Frekuensi
(n) |
Persentase
(%) |
Non-operatif |
28 |
63,6 |
Operatif |
16 |
36,4 |
Total
|
44 |
100,0 |
Tabel
di atas menunjukkan sebagian besar responden menjalani pengobatan secara
non-operatif sebesar 28 responden atau 63,6%, dan sisanya dengan jumlah 16
responden atau 36,4% menjalani pengobatan operatif.
Tabel
9
Distribusi
Frekuensi Berdasarkan Lama Perawatan
Lama
Perawatan |
Frekuensi
(n) |
Persentase
(%) |
≤5 hari |
34 |
77,3 |
>5 hari |
10 |
22,7 |
Total
|
44 |
100,0 |
Hasil analisis dari tabel di atas menunjukkan bahwa persentase terbanyak yaitu
34 responden atau 77,3% mengalami lama perawatan kurang dari atau sama dengan 5
hari. Sementara itu, sisanya 10 responden atau 22,7% mengalami lama perawatan
lebih dari 5 hari.
Tabel
10
Distribusi Frekuensi
Berdasarkan Fertilitas
Fertilitas |
Frekuensi
(n) |
Persentase
(%) |
Tidak
menopause (40-55 tahun) |
23 |
76,7 |
Menopause
(>55 tahun) |
7 |
23,3 |
Total
|
30 |
100,0 |
Tabel
di atas menunjukkan bahwa sebagian besar wanita tidak menopause dengan rentang
usia 40-55 tahun sebanyak 23 responden atau 76,7%, dan sisanya dengan jumlah 7
responden atau 23,3% berusia >55 tahun sudah mengalami menopause.
Pembahasan
Pada
penelitian ini menunjukkan hasil persentase paling tinggi ditemukan sebanyak 17
responden (38,6%) berada dalam rentang usia 46-55 tahun. Penelitian ini sejalan
dengan penelitian Nurhikmah yang menyatakan usia tertinggi pasien kolelitiasis
berada pada rentang usia 40-49 tahun sebanyak 36,8%. (11) Begitu
pula dengan penelitian oleh Tri Retno Yova Meidina dkk, mayoritas kejadian batu
empedu terjadi pada rentang usia 45-64 tahun sebanyak 27%. (2) Hal
tersebut dapat terjadi karena semakin bertambahnya usia, jumlah kolesterol di
dalam kandung empedu semakin meningkat. Peningkatan ini disebabkan oleh
menurunnya aktivitas enzim cholesterol-7α-hidroxylase (CYP7A1) dan
mengakibatkan berkurangnya kecepatan proses sintesis pada asam empedu, sehingga
saturasi atau kekentalan cairan empedu berubah menjadi batu dapat meningkat. (2,
9)
Berdasarkan
jenis kelamin, penelitian ini menunjukkan hasil persentase mayoritas adalah
peserta perempuan sebanyak 30 responden (68,2%) dan peserta laki-laki sebanyak
14 responden (31,8%). Sejalan dengan penelitian oleh Muhammad Reza Azriyantha
dan Ambiar Manjas ditemukan sebesar 66,1% pasien wanita mengidap kolelitiasis. (4)
Begitu pula dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Irmala Setiana Kaban
menggunakan telaah jurnal, mayoritas yang didapatkan pada pasien batu empedu
adalah kaum perempuan. Tingginya insidensi perempuan terhadap risiko batu
empedu dikarenakan terdapatnya hormon estrogen yang memengaruhi keadaan
meningkatnya ekskresi kolesterol pada kandung empedu. (10)
Dalam
penelitian ini ditemukan paling banyak memiliki indeks massa tubuh yang normal
sebesar 28 responden (63,6%). Sesuai dengan Muhammad Reza Azriyantha dan Ambiar
Manjas yang menyatakan sebanyak 103 responden (46%) pasien kolelitiasis
memiliki indeks massa tubuh yang normal. (4) Namun penelitian
lainnya menunjukkan hasil bahwa banyak kasus kolelitiasis ditemukan pada pasien
gemuk hingga obesitas, hal ini disebabkan terlalu sering mengonsumsi makanan
yang tinggi kalori, kemudian terjadi peningkatan sekresi kolesterol akibat dari
hasil aktivitas 3-hydroxy-3-methyl-glutaryl-coenzyme A reductase
(HMGCoA). Sehingga membuat terganggunya pengosongan kandung empedu dan
terbentuknya endapan. (5, 11)
Mayoritas
pasien batu empedu dalam penelitian ini menunjukkan hasil tidak memiliki faktor
risiko diabetes mellitus tipe-2 sebanyak 63,6%. Penelitian ini sesuai dengan
Xuejin Gao et. al., tahun 2021 yang menunjukkan hasil hanya 2 responden (2,8%)
memiliki faktor risiko diabetes mellitus. (12) Begitu pula dengan
penelitian oleh Jewaqa Brako Muzakki yang mendapatkan hasil 11 dari 79
responden batu empedu (13,9%) memiliki faktor risiko diabetes mellitus tipe-2. (13)
Namun hasil penelitian lain oleh Dagfinn Aune et. al., menyebutkan dari meta
analisis 10 studi kohort sebesar 56% menunjukkan peningkatan risiko batu empedu
secara keseluruhan di antara pasien diabetes dibandingkan dengan individu tanpa
diabetes. (14) Tingginya kadar glukosa pada orang diabetes diketahui
dapat menghambat proses glukoneogenesis. Ketika terhambat, lemak yang diubah
menjadi glukosa untuk energi akan menumpuk di jaringan dan akibatnya sintesis
kolesterol akan meningkat. Peningkatan kolesterol ini dapat membentuk endapan hingga
terbentuknya batu di kandung empedu. (13)
Sementara
itu, untuk hasil penelitian ini mengenai faktor risiko hiperkolesterolemia
mayoritas didapatkan 23 responden (52,3%) memiliki kadar kolesterol yang
tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Sikandar Hayat et. al., yang
menunjukkan hasil lebih banyak kelompok pasien dengan kadar kolesterol tinggi
sebesar 184,60 (37,65) dibandingkan kelompok kontrol sebesar 181,08 (33,97). (15)
Penelitian lain oleh Febyan dkk mendapatkan hasil sebanyak 52 responden (51%)
pasien kolelitiasis memiliki kadar kolesterol 201-300 mg/dL. (16)
Berbeda dengan penelitian oleh Mukramin Amran dkk diperoleh 51,6% pasien batu
empedu dengan profil kolesterol serum yang normal. (17) Dengan
demikian, tingginya kadar kolesterol akan membentuk vesikula multi lamellar
yang mengakibatkan nukleasi kristal dan berlanjut menjadi batu empedu. (15)��
Penelitian
oleh Gurpreet Kaur Gill dan Prabhjot Kaur yang melibatkan 38 responden wanita
dan 12 responden pria penderita kolelitiasis, diperoleh hasil rata-rata kadar
SGOT dan SGPT pada pasien kolelitiasis wanita lebih tinggi sebesar 120 �/L
dibandingkan pria dengan rata-rata 60 �/L untuk SGOT dan 40 �/L untuk SGPT. (18)
Menurut Kazuya Higashizono et. al., ditemukan hasil pada kelompok pasien batu
empedu rata-rata nilai aspartate aminotransferase (AST) berkisar 25.66
(13.80), dan rata-rata nilai alanine aminotransferase (ALT) berkisar
21.59 (16.54). (19)
Tingginya
kadar SGOT dan SGPT dikarenakan adanya kerusakan pada hepatoseluler akibat
gesekan dengan batu empedu ataupun komplikasi dari infeksi yang menimbulkan
peradangan dan secara bersamaan meningkatkan enzim hati dalam darah. Namun,
nilai AST dan ALT dapat bervariasi pada setiap individu berdasarkan kondisi
kesehatan masing-masing pasien. (19, 20) Namun pada penelitian ini
ditemukan hasil kadar SGOT dan SGPT dalam batas normal.
Sebesar
65,9% dalam penelitian menunjukkan hasil kadar bilirubin yang normal.
Penelitian oleh Ahmad Ulil Albab menunjukkan hasil yang sama yaitu diperoleh
sebanyak 56 responden (66,66%) memiliki kadar bilirubin <1,1 mg/dL. (21)
Berbeda dengan penelitian Gurpreet Kaur Gill dan Prabhjot Kaur yang melibatkan
38 responden wanita dan 12 responden pria penderita kolelitiasis, diperoleh
hasil rata-rata kadar bilirubin total pada wanita lebih tinggi sebesar 4.5
mg/dL dibandingkan pria dengan rata-rata 2 mg/dL. (18) Penelitian
lain oleh Sakti Perwira Aji dkk, menunjukkan hasil 39 responden (66,1%) dengan
kadar bilirubin meningkat. (9) Bilirubin yang meningkat dapat
disebabkan dalam kondisi tertentu, seperti kondisi hematologis yang membuat
bilirubin diekskresi secara berlebihan melalui pemecahan hemoglobin. Kemudian
adanya infeksi saluran empedu akibat komplikasi yang bisa menghambat atau
mengobstruksi aliran empedu menuju aliran darah, dan membuatnya ikterus akibat
tingginya bilirubin di dalam darah. (9)
Pada
penelitian ini menunjukkan hasil persentase paling tinggi sebesar 30 responden
(68,2%) memliki batu multipel. Hasil penelitian ini sejalan dengan Deepak
Dhamnetiya dkk tahun 2020, ditemukan sebanyak 82 responden (68,3%) memiliki
jumlah batu yang multipel dan 38 responden (31,7%) memiliki jumlah batu
soliter. (22) Begitupun penelitian oleh Abdirahman Ahmed Mohamud et.
al., menunjukkan hasil sebesar 53,4% pasien memiliki batu multipel dan 39,5%
batu soliter. (23) Pembentukan batu ini dipengaruhi oleh pola makan
yang mencetuskan supersaturasi kolesterol di dalam kandung empedu. Kandung
empedu mengandung komposisi campuran antara kolesterol, garam empedu,
bilirubin, fosfolipid, elektrolit, dan anion organik yang dapat membentuk batu
empedu. (2)
Pada
penelitian ini menunjukkan hasil persentase paling tinggi sebesar (63,6%) dari
total populasi yang diamati menjalani pengobatan secara non-operatif.
Penelitian ini sesuai dengan Jojorita Herliana Gersang dkk, sebanyak 66
responden (65,3%) pasien kolelitiasis menjalani penatalaksanaan non-bedah. (24)
Penelitian lain oleh Reza Azriyantha dan Ambiar Manjas ditemukan sebesar 100%
pasien melakukan tindakan pembedahan laparoskopik. (4) Menurut
penelitian oleh Irmala Setiana Kaban menggunakan telaah jurnal, kebanyakan
responden dilakukan kolesistektomi laparoskopik. (10)� Pengobatan non-bedah menggunakan asam ursodeoxycholic
atau asam chenodeoxycholic dapat melarutkan atau mencegah batu terutama
batu yang kecil pada 60% pasien kolelitiasis. Namun, memiliki angka kekambuhan
kurang lebih 10% dan 50% kasus membutuhkan waku 9-12 bulan untuk melarutkan
batu. (8, 25) Pengobatan non-bedah dapat dilakukan dengan
memperhatikan pengobatan pendukung serta diet. Mayoritas pasien kolelitiasis
sembuh dengan istirahat yang cukup, penghisapan nasogastrik, cairan infus,
analgesik dan antibiotik. Tindakan kolesistektomi merupakan perawatan baku emas
yang dilakukan untuk pasien kolelitiasis dengan gejala (simtomatik). (26)
Penelitian
Jojorita Herliana Gersang dkk, rata-rata lama perawatan pasien kolelitiasi
non-bedah adalah 4,8 hari dan yang perawatan bedah rata-ratanya 7,31 hari. (24)
Hal ini sejalan dengan penelitian ini yang menunjukkan hasil paling tinggi
(77,3%) mengalami lama perawatan kurang dari atau sama dengan 5 hari. Menurut
Irmala Setiana Kaban, lamanya perawatan pasien kolelitiasis berkisar 14-17
hari. Hal ini karena lamanya perawatan akan mengurangi risiko terbentuknya
batu, sebab pasien memperoleh nutrisi dari intra-vena tanpa melewati
intestinal. (10)�
Mayoritas
responden wanita (76,7%) yang diamati berusia 40-55 tahun masih dalam masa
fertilitas atau tidak menopause. Sejalan dengan penelitian oleh Febyan dkk
berdasarkan faktor risiko fertil pada pasien wanita yang terdiagnosis
kolelitiasis, didapatkan sebanyak 52% responden yang memiliki 3 anak atau
lebih. (16)� Begitupun
penelitian oleh Sikandar Hayat et. al., yang meneliti 46 pasien kolelitiasis
wanita didapatkan rata-rata usia pasien tersebut 34,74 tahun. (15)
Hasil ini membuktikan bahwa fertilitas pada wanita menjadi salah satu faktor
risiko kolelitiasis. Hal tersebut ini disebabkan karena wanita memiliki lebih
banyak hormon estrogen dibandingkan pria. Tingginya kadar estradiol membuat
ekspresi reseptor high-density lipoprotein (HDL) dan low-density
lipoprotein (LDL) menjadi lebih kuat. Hormon ini meningkatkan kadar HDL
plasma dan menurunkan LDL plasma. Adanya penurunan LDL plasma ini akibat dari
hasil peningkatan ekspresi LDL hati yang membuat pembersihan LDL plasma
meningkat. Oleh karenanya penyerapan LDL oleh hati meningkat dan sekresi
kolesterol di empedu juga ikut meningkat. (2)
Kesimpulan
Kesimpulan dari
distribusi frekuensi hasil penelitian ini dapat dirangkum sebagai berikut:
Pertama, sebanyak 17 responden (38,6%) berada dalam rentang usia 46-55 tahun.
Kedua, mayoritas responden, yaitu 30 orang (68,2%), adalah perempuan. Ketiga,
sebanyak 28 responden (63,6%) memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) yang normal,
berkisar antara ≥18 hingga <24,9. Keempat, sebanyak 28 responden
(63,6%) memiliki kadar gula darah dalam kisaran normal, yaitu <200 mg/dL,
sebagai faktor risiko diabetes mellitus tipe-2. Kelima, 23 responden (52,3%)
menunjukkan kadar kolesterol yang meningkat, atau ≥240 mg/dL, sebagai
faktor risiko hiperkolesterolemia. Keenam, 26 responden (59,1%) memiliki nilai
enzim hepatik SGOT dalam batas normal, yaitu ≤35 �/L. Ketujuh, sebanyak
28 responden (63,6%) menunjukkan nilai enzim hepatik SGPT dalam kisaran normal,
yaitu ≤35 �/L. Kedelapan, sebanyak 29 responden (65,9%) memiliki kadar
bilirubin dalam batas normal, yaitu ≤1,4 mg/dL. Kesembilan, sebanyak 30
responden (68,2%) memiliki batu empedu dalam jumlah multipel berdasarkan hasil
pemeriksaan USG. Kesepuluh, 28 responden (63,6%) menjalani pengobatan secara
non-operatif. Kesebelas, 34 responden (77,3%) menjalani perawatan selama
≤5 hari. Terakhir, berdasarkan fertilitas, sebanyak 23 responden wanita
(76,7%) berusia 40-55 tahun atau usia subur, dan tidak mengalami menopause.
BIBLIOGRAFI
Aji, S. P., Arania, R., & Maharyunu, E. (2021).
Hubungan Usia, Jenis Kelamin, dan Kadar Bilirubin Dengan Kolelitiasis. Jurnal
Wacana Kesehatan, 5(2), 583-587.
Amran, M., & Rahayu, A. (2021). Profil Kolesterol Serum
Penderita Batu Empedu yang Ditemukan Pada Pemeriksaan USG di RSU Anutapura Palu
Tahun 2018-2020. Medika Alkhairaat: Jurnal Penelitian Kedokteran dan Kesehatan,
3(2), 57-62.
Aprirahanto, P. N., Nurbaiti, N., Hidayat, W., &
Heru, N. (2022). Korelasi Gambaran USG Cholelithiasis Dengan Indeks Masa Tubuh
Wanita. Metrik Serial Humaniora dan Sains, 3(1), 19-25. ISSN: 2774-2377.
Azriyantha, M. R., & Manjas, M. (2022).
Characteristics of Cholelithiasis Patients in Dr. Achmad Mochtar General
Hospital Bukittinggi on January 2019 - December 2020. Bioscientia Medicina:
Journal of Biomedicine and Translational Research, 6(2), 1405-1410.
https://doi.org/10.37275/bsm.v6i2.451
Bagepally, B. S., Haridoss, M., Sasidharan, A., et al.
(2021). Systematic review and meta-analysis of gallstone disease treatment
outcomes in early cholecystectomy versus conservative management/delayed
cholecystectomy. BMJ Open Gastro, 8, e000675. doi: 10.1136/bmjgast-2021-000675
Dhamnetiya, D., Goel, M. K., Dhiman, B., &
Pathania, O. P. (2019). Clinical presentation of gallstone disease: Evidence
from a case control study. Arch Int Surg, 9, 1-4.
European Association for the Study of the Liver.
(2016). EASL Clinical Practice Guidelines on the prevention, diagnosis and
treatment of gallstones. Journal of hepatology, 65(1), 146-181.
Febyan, F., Dhilion, H. R. S., Ndraha, S., &
Tendean, M. (2017). Karakteristik penderita kolelitiasis berdasarkan faktor
risiko di rumah sakit umum daerah koja. Jurnal kedokteran meditek, 23(68),
50-55.
Gao, X., Zhang, L., Wang, S., Xiao, Y., Song, D.,
Zhou, D., & Wang, X. (2021). Prevalence, Risk Factors, and Complications of
Cholelithiasis in Adults with Short Bowel Syndrome: A Longitudinal Cohort
Study. Front. Nutr., 8:762240. doi: 10.3389/fnut.2021.762240
Gill, G. K., & Kaur, P. (2019). Evaluation of
liver and lipid parameters in cholelithiasis. Asian Journal of Pharmaceutical
and Clinical Research, 12(9), 64-67.
Girsang, J. H., Hiswani, & Jemadi. (2013).
Karakteristik penderita kolelitiasis yang dirawat inap di rumah sakit santa
Elisabeth Medan pada tahun 2010-2011. Jurnal Fakultas Kedokteran USU.
Hayat, S., Hassan, Z., Changazi, S. H., Zahra, A.,
Noman, M., ul Abdin, M. Z., et al. (2019). Comparative analysis of serum lipid
profiles in patients with and without gallstones: A prospective cross-sectional
study. Annals of Medicine and Surgery, 42, 11-13.
Hartanto, P. E. (2020). Faktor-faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Kolelitiasis di Poli Bedah Digestif RSUP Persahabatan
[SKRIPSI]. Jakarta:Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Higashizono, K., Nakatani, E., Hawke, P., Fujimoto,
S., & Oba, N. (2022). Risk factors for gallstone disease onset in Japan:
Findings from the Shizuoka Study, a population-based cohort study. Plos one,
17(12), e0274659.
Kaban, I. S. (2020). Gambaran Karakteristik Kejadian
Batu Empedu di Rumah Sakit Tahun 2020. [SKRIPSI]. Medan: Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Santa Elisabeth Medan.
Kumar, V., Abbas, A. K., & Aster, J. C. (2018).
Robbins Basic Pathology. 10th Edition. Canada: ELSEVIER.
Meidina, T. R. Y., et al. (2020). Analisis Komposisi
dan Distribusi Batu Empedu di Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia (FKUI) Jakarta. Jurnal Biotek Medisiana Indonesia, 9(1), 19-26.
Mohamud, A. A., Omar, N. M. S., Mohamed, N. A.,
Mohamed, L. M., et al. (2022). Gall Bladder Stone in a Tertiary Care Teaching
Hospital in Mogadishu-Three Year Retrospective Study. Surgical Science, 13,
435-442.
Muharam, E. N. (2020). Karakteristik Penderita
Kolelitiasis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun
2019. [SKRIPSI]. Tasikmalaya: Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya.
Muzakki, J. B. (2017). Proporsi penderita batu empedu
dengan dislipidemia dan diabetes melitus di rumah sakit umum Pusat Fatmawati
Tahun 2015 dan 2016.
Nurhikmah, R., Efriza, E., & Abdullah, D. (2019).
Hubungan Peningkatan Indeks Massa Tubuh dengan Kejadian Kolelitiasis di Bagian
Bedah Digestif RSI Siti Rahmah Padang Periode Januari-Juni 2018. Health and
Medical Journal, 1(2), 01-06.
Tanaja, J., Lopez, R. A., & Meer, J. M. (2022).
Cholelithiasis. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing [Internet] 2022 [cited 2023 Jan 08]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470440/
Tarigan, S., Simangunsong, B., & Sembiring, B. D. (2020).
Gambaran Indeks Massa Tubuh Dengan Kejadian Kolelitiasis. Jurnal Kedokteran
Methodist, 13(1), 52-57.
Yusuf, Y. (2021). Kolelitiasis pada anak. Majalah
Kedokteran Andalas, 44(3), 189-19.
Copyright holder: Anargya
Hassya Andini, Mohamad Romdhoni, Friska Oktavrisa (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |