Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 09, September 2022

�����������������������������������������������������������������������������

KARAKTERISTIK PASIEN BATU EMPEDU YANG DI RAWAT DI RSUD WALED PERIODE 2019-2022

 

Anargya Hassya Andini1, Mohamad Romdhoni2, Friska Oktavrisa3

1 Fakultas Kedokteran, Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Indonesia

2 Departemen Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Indonesia

3 Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Batu empedu (kolelitiasis) merupakan suatu penyakit saluran pencernaan yang disebabkan oleh terakumulasinya endapan massa yang padat pada vesica fellea atau kandung empedu. Insidensi batu empedu dapat terus meningkat akibat pola hidup yang tidak sehat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien batu empedu yang di rawat di RSUD Waled periode 2019 � 2022. Penelitian ini berupa studi deskriptif observasional menggunakan teknik total sampling dengan melihat dari data sekunder berupa rekam medis pasien batu empedu yang di rawat di RSUD Waled periode 2019-2022. Karakteristik dari 44 pasien batu empedu paling banyak berada pada rentang usia 46-55 tahun (38,6%).Berjenis kelamin perempuan (68,2%). Indeks Massa Tubuh (IMT) normal (63,6%). Faktor risiko kadar gula darah normal (63,6%) dan (52,3%) kadar kolesterol meningkat. Kadar SGOT normal (59,1%). Kadar SGPT normal (63,6%). Kadar bilirubin normal (65,9%). Hasil USG memiliki batu multipel (68,2%). Pengobatan non-operatif (63,6%). Lama perawatan 5 hari (77,3%). Berdasarkan fertilitas responden wanita (76,7%) tidak mengalami menopause dengan usia 40-55 tahun. Pasien batu empedu yang ditemukan mayoritas adalah wanita pada usia 46-55 tahun atau yang belum menopause dengan IMT normal, dan memiliki faktor risiko hiperkolesterolemia, serta kadar gula darah normal. Kadar SGOT, SGPT, dan bilirubin normal. Gambaran USG memiliki batu multipel dengan pengobatan non-operatif dan lamanya perawatan 5 hari.

 

Kata Kunci: Karakteristik, Batu Empedu, Kolelitiasis.

 

 

 

Abstract

Gallstones (cholelithiasis) are a digestive system disorder caused by the accumulation of solid masses in the gallbladder or vesica fellea. The incidence of gallstones continues to rise due to unhealthy lifestyle patterns. This research aims to determine the characteristics of gallstone patients treated at RSUD Waled from 2019 to 2022. The study adopts an observational descriptive design using total sampling techniques, examining secondary data from medical records of gallstone patients treated at RSUD Waled during the 2019-2022 period. The majority of the 44 gallstone patients fall within the age range of 46-55 years (38.6%), with a predominance of female patients (68.2%). Normal Body Mass Index (BMI) is observed in 63.6% of cases. The risk factors indicate normal blood sugar levels (63.6%) and elevated cholesterol levels (52.3%). Normal levels are noted for SGOT (59.1%), SGPT (63.6%), and bilirubin (65.9%). Ultrasonography (USG) results reveal multiple stones in 68.2% of cases. Non-operative treatment is administered in 63.6% of cases, with a majority undergoing a treatment duration of ≤5 days (77.3%). Regarding female respondents' fertility, 76.7% have not experienced menopause and fall within the 40-55 years age group. The majority of gallstone patients are women aged 46-55 years, premenopausal, with normal BMI, and exhibit risk factors of hypercholesterolemia, along with normal blood sugar levels. SGOT, SGPT, and bilirubin levels are within the normal range. The USG portrays multiple stones, and treatment involves a non-operative approach with a treatment duration of ≤5 days.

 

Keyword: Characteristics, Gallstones, Cholelithiasis.

 

Pendahuluan

Batu empedu (kolelitiasis) merupakan suatu penyakit gastrointestinal yang disebabkan oleh terakumulasinya endapan massa yang padat pada vesica biliaris (fellea) atau kandung empedu. Endapan terbentuk akibat cairan empedu yang tidak mampu melarutkan kolesterol dan bilirubin yang dihasilkan oleh hepar. (1)

Batu empedu sering ditemukan di vesica fellea, namun dapat berpindah ke saluran duktus sistitikus dan koledokus sehingga menjadi batu empedu yang merupakan komplikasi tersering. (1)Distribusi batu empedu yang paling banyak ditemukan yaitu batu kolesterol, hal ini sesuai dengan penelitian Miedina TRY, et al., di Laboratorium Departemen Biologi dan Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebesar 83,91%. (2)

Berdasarkan prevalensi global yang telah dikutip oleh Bagepally BS, et al., dari Kratzer W, et al., diperoleh data 0,1-50,5% populasi di dunia mengidap kolelitiasis. (3) Di negara-negara Asia, menurut Chang YN, et al., yang dikutip oleh Azriyantha MR, prevalensi yang ditemukan berbeda-beda berkisar 3-10%. Data terbaru menyebutkan bahwa, di Jepang memiliki tingkat prevalensi 3,2%, China 10,7%, India Utara 7,1%, dan Taiwan 5%. (4)

Publikasi mengenai batu empedu di Indonesia masih terbatas jumlahnya. (5) Namun, prevalensi di Indonesia dikatakan tidak jauh berbeda dengan negara Asia lainnya. (4) Hal ini berkaitan dengan jumlah pasien yang meningkat disebabkan oleh pola hidup yang cenderung tidak sehat, seperti mengonsumsi makanan berlemak, merokok, mengonsumsi alkohol, pola diet yang salah, dan kurangnya makanan berserat serta olahraga. (6) Pada penelitian yang dilakukan oleh Azriyantha MR di Bukittinggi dari tahun 2019-2020 didapatkan pasien yang mengalami batu empedu sebanyak 224 orang dan untuk di Jawa Barat dalam penelitian Muharam EN, didapatkan data yang menderita batu empedu per tahun 2019 sebanyak 144 kasus. (4, 7) Sekitar 80% penderita kolelitiasis yang ditemukan jarang menunjukkan gejala (asimtomatik) terhadap penyakit yang dideritanya. (8)

Wanita memiliki prevalensi lebih tinggi dibandingkan pria, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Aji SP, et al., ditemukan pasien wanita memiliki tingkat persentase sebesar 61,8% yang disebabkan oleh hormon estrogen terhadap terjadinya peningkatan ekskresi kolesterol, rata-rata penderita kolelitiasis berusia ≥40 tahun sebesar 86,8%, dan kadar bilirubin meningkat sebesar 66,1%. (9) Penelitian lain ditemukan Indeks Massa Tubuh yang normal dapat terkena kolelitiasis sebesar 46%, nyeri perut kanan atas 61,6%, dan yang menjalani kolesistektomi 100%. (4) Kemudian penelitian oleh Kaban IS melalui telaah jurnal, ditemukan bahwa lamanya perawatan pasien kolelitiasis berkisar 14-17 hari. (10)

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan diatas, peneliti bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien batu empedu yang di rawat di RSUD Waled periode 2019-2022 meliputi usia, jenis kelamin, Indeks Massa Tubuh, faktor risiko, kadar enzim hepatik, kadar bilirubin, pemeriksaan USG, pengobatan, lama perawatan, dan fertilitas pasien wanita.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Waled, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat pada bulan Juli 2023. Metode yang digunakan yaitu, deskriptif observasional dengan teknik total sampling dan menggunakan data sekunder berupa rekam medis. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien batu empedu yang mendapatkan perawatan di RSUD Waled tahun 2019-2022 dan data rekam medis dari tahun 2019-2022 yang lengkap.

Penelitian telah mendapatkan persetujuan dari Komisi Etik FK UGJ dengan nomor 156/EC/FKUGJ/VI/2023. Data dianalisis dengan analisis univariat menggunakan perangkat lunak komputer untuk menggambarkan karakteristik variabel disertai dengan tabel distribusi frekuensi.

 

Hasil dan Pembahasan

Dari total 87 data yang diperoleh, terdapat 36 data yang tidak lengkap, 3 data bukan pasien batu empedu, 3 data pasien berusia <26 tahun, dan 1 data pasien yang pindah perawatan ke rumah sakit lain. Dalam hal ini, sebanyak 44 data atau sampel yang dapat memenuhi kriteria inklusi untuk menilai karakteristik pasien batu empedu yang di rawat di RSUD Waled periode 2019-2022.

 

Tabel 1

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia

Usia

Frekuensi (n)

Persentase (%)

26-35 tahun

1

2,3

36-45 tahun

16

36,4

46-55 tahun

17

38,6

56-65 tahun

4

9,1

>66 tahun

6

13,6

Total

44

100,0

 

Tabel di atas menunjukkan bahwa persentase usia responden terbanyak berada pada rentang usia 46-55 tahun atau 38,6%, sedangkan kelompok usia yang paling sedikit adalah usia 26-35 tahun atau 2,3%.

 

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Laki-laki

14

31,8

Perempuan

30

68,2

Total

44

100,0

 

Tabel di atas menunjukkan bahwa wanita memiliki persentase lebih dominan sebanyak 30 responden atau 68,2% dan sisanya laki-laki yang berjumlah 14 atau 31,8%.

 

Tabel 3

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh

Indeks Massa Tubuh

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Kurus <18,5

Normal ≥18,5-<24,9

Gemuk ≥25-<27

Obesitas ≥27

1

28

10

5

2,3

63,6

22,7

11,4

Total

44

100,0

 

Tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden memiliki indeks massa tubuh normal sebesar 28 atau 63,6%, sedangkan yang paling kecil memiliki indeks massa tubuh yang kurus hanya berjumlah 1 responden atau 2,3%.

 

 

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Risiko

Faktor Risiko

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Diabetes Mellitus Tipe-2

 

 

<200 mg/dL

28

63,6

≥200 mg/dL

16

36,4

Total

44

100,0

Hiperkoles-terolemia

 

 

<240 mg/dL

21

47,7

≥240 mg/dL

23

52,3

Total

44

100,0

 

Tabel di atas menggambarkan faktor risiko diabetes mellitus tipe-2, mayoritas memiliki kadar gula darah kurang dari 200 mg/dL yaitu sebanyak 28 responden atau 63,6%, dan sisanya 16 responden atau 36,4% memiliki kadar gula darah setara atau lebih tinggi dari 200 mg/dL.

Sementara itu, pada faktor risiko hiperkolesterolemia paling banyak memiliki kadar kolesterol yang setara atau lebih tinggi dari 240 mg/dL yaitu sebesar 23 responden atau 52,3%, dan sisanya 21 responden atau 47,7% memiliki kadar kolesterol kurang dari 240 mg/dL.

 

Tabel 5

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kadar Enzim Hepatik

Kadar Enzim Hepatik

Frekuensi (n)

Persentase (%)

SGOT

 

 

≤35 �/L

26

59,1

>35 �/L

18

40,9

Total

44

100,0

SGPT

 

 

≤35 �/L

28

63,6

>35 �/L

16

36,4

Total

44

100,0

 

Tabel di atas menggambarkan data frekuensi dan persentase berdasarkan kadar enzim hepatik SGOT (aspartat aminotransferase) dan SGPT (alanine aminotransferase). Pada kadar enzim hepatik SGOT, ditemukan paling banyak 26 responden atau 59,1% memiliki SGOT kurang dari atau sama dengan 35 �/L, dan sisanya 18 responden atau 40,9% memiliki SGOT lebih tinggi dari 35 �/L.

Sementara itu, pada kadar enzim hepatik SGPT mayoritas 28 responden atau 63,6% memiliki SGPT kurang dari atau sama dengan 35 �/L, dan 16 responden atau 36,4% memiliki SGPT lebih tinggi dari 35 �/L.

 

Tabel 6

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kadar Bilirubin

Kadar Bilirubin

Frekuensi (n)

Persentase (%)

≤1,4 mg/dL

29

65,9

>1,4 mg/dL

15

34,1

Total

44

100,0

 

Hasil analisis dari tabel di atas menunjukkan mayoritas memiliki kadar bilirubin kurang dari atau sama dengan 1,4 mg/dL yaitu sebanyak 29 responden atau 65,9%, dan sisanya 15 responden atau 34,1% memiliki kadar bilirubin lebih tinggi dari 1,4 mg/dL.

 

Tabel 7

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemeriksaan USG

Pemeriksaan USG

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Batu Soliter

14

31,8

Batu Multipel

30

68,2

Total

44

100,0

 

Berdasarkan dari tabel di atas, paling banyak menunjukkan hasil batu multipel sebesar 30 responden atau 68,4%, dan sisanya batu soliter yang berjumlah 14 atau 31,8%.

 

Tabel 8

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengobatan

Pengobatan

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Non-operatif

28

63,6

Operatif

16

36,4

Total

44

100,0

 

Tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden menjalani pengobatan secara non-operatif sebesar 28 responden atau 63,6%, dan sisanya dengan jumlah 16 responden atau 36,4% menjalani pengobatan operatif.

 

Tabel 9

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lama Perawatan

Lama Perawatan

Frekuensi (n)

Persentase (%)

≤5 hari

34

77,3

>5 hari

10

22,7

Total

44

100,0


Hasil analisis dari tabel di atas menunjukkan bahwa persentase terbanyak yaitu 34 responden atau 77,3% mengalami lama perawatan kurang dari atau sama dengan 5 hari. Sementara itu, sisanya 10 responden atau 22,7% mengalami lama perawatan lebih dari 5 hari.

 

Tabel 10

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Fertilitas

Fertilitas

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Tidak menopause (40-55 tahun)

23

76,7

Menopause (>55 tahun)

7

23,3

Total

30

100,0

 

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar wanita tidak menopause dengan rentang usia 40-55 tahun sebanyak 23 responden atau 76,7%, dan sisanya dengan jumlah 7 responden atau 23,3% berusia >55 tahun sudah mengalami menopause.

 

Pembahasan

Pada penelitian ini menunjukkan hasil persentase paling tinggi ditemukan sebanyak 17 responden (38,6%) berada dalam rentang usia 46-55 tahun. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nurhikmah yang menyatakan usia tertinggi pasien kolelitiasis berada pada rentang usia 40-49 tahun sebanyak 36,8%. (11) Begitu pula dengan penelitian oleh Tri Retno Yova Meidina dkk, mayoritas kejadian batu empedu terjadi pada rentang usia 45-64 tahun sebanyak 27%. (2) Hal tersebut dapat terjadi karena semakin bertambahnya usia, jumlah kolesterol di dalam kandung empedu semakin meningkat. Peningkatan ini disebabkan oleh menurunnya aktivitas enzim cholesterol-7α-hidroxylase (CYP7A1) dan mengakibatkan berkurangnya kecepatan proses sintesis pada asam empedu, sehingga saturasi atau kekentalan cairan empedu berubah menjadi batu dapat meningkat. (2, 9)

Berdasarkan jenis kelamin, penelitian ini menunjukkan hasil persentase mayoritas adalah peserta perempuan sebanyak 30 responden (68,2%) dan peserta laki-laki sebanyak 14 responden (31,8%). Sejalan dengan penelitian oleh Muhammad Reza Azriyantha dan Ambiar Manjas ditemukan sebesar 66,1% pasien wanita mengidap kolelitiasis. (4) Begitu pula dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Irmala Setiana Kaban menggunakan telaah jurnal, mayoritas yang didapatkan pada pasien batu empedu adalah kaum perempuan. Tingginya insidensi perempuan terhadap risiko batu empedu dikarenakan terdapatnya hormon estrogen yang memengaruhi keadaan meningkatnya ekskresi kolesterol pada kandung empedu. (10)

Dalam penelitian ini ditemukan paling banyak memiliki indeks massa tubuh yang normal sebesar 28 responden (63,6%). Sesuai dengan Muhammad Reza Azriyantha dan Ambiar Manjas yang menyatakan sebanyak 103 responden (46%) pasien kolelitiasis memiliki indeks massa tubuh yang normal. (4) Namun penelitian lainnya menunjukkan hasil bahwa banyak kasus kolelitiasis ditemukan pada pasien gemuk hingga obesitas, hal ini disebabkan terlalu sering mengonsumsi makanan yang tinggi kalori, kemudian terjadi peningkatan sekresi kolesterol akibat dari hasil aktivitas 3-hydroxy-3-methyl-glutaryl-coenzyme A reductase (HMGCoA). Sehingga membuat terganggunya pengosongan kandung empedu dan terbentuknya endapan. (5, 11)

Mayoritas pasien batu empedu dalam penelitian ini menunjukkan hasil tidak memiliki faktor risiko diabetes mellitus tipe-2 sebanyak 63,6%. Penelitian ini sesuai dengan Xuejin Gao et. al., tahun 2021 yang menunjukkan hasil hanya 2 responden (2,8%) memiliki faktor risiko diabetes mellitus. (12) Begitu pula dengan penelitian oleh Jewaqa Brako Muzakki yang mendapatkan hasil 11 dari 79 responden batu empedu (13,9%) memiliki faktor risiko diabetes mellitus tipe-2. (13) Namun hasil penelitian lain oleh Dagfinn Aune et. al., menyebutkan dari meta analisis 10 studi kohort sebesar 56% menunjukkan peningkatan risiko batu empedu secara keseluruhan di antara pasien diabetes dibandingkan dengan individu tanpa diabetes. (14) Tingginya kadar glukosa pada orang diabetes diketahui dapat menghambat proses glukoneogenesis. Ketika terhambat, lemak yang diubah menjadi glukosa untuk energi akan menumpuk di jaringan dan akibatnya sintesis kolesterol akan meningkat. Peningkatan kolesterol ini dapat membentuk endapan hingga terbentuknya batu di kandung empedu. (13)

Sementara itu, untuk hasil penelitian ini mengenai faktor risiko hiperkolesterolemia mayoritas didapatkan 23 responden (52,3%) memiliki kadar kolesterol yang tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Sikandar Hayat et. al., yang menunjukkan hasil lebih banyak kelompok pasien dengan kadar kolesterol tinggi sebesar 184,60 (37,65) dibandingkan kelompok kontrol sebesar 181,08 (33,97). (15) Penelitian lain oleh Febyan dkk mendapatkan hasil sebanyak 52 responden (51%) pasien kolelitiasis memiliki kadar kolesterol 201-300 mg/dL. (16) Berbeda dengan penelitian oleh Mukramin Amran dkk diperoleh 51,6% pasien batu empedu dengan profil kolesterol serum yang normal. (17) Dengan demikian, tingginya kadar kolesterol akan membentuk vesikula multi lamellar yang mengakibatkan nukleasi kristal dan berlanjut menjadi batu empedu. (15)��

Penelitian oleh Gurpreet Kaur Gill dan Prabhjot Kaur yang melibatkan 38 responden wanita dan 12 responden pria penderita kolelitiasis, diperoleh hasil rata-rata kadar SGOT dan SGPT pada pasien kolelitiasis wanita lebih tinggi sebesar 120 �/L dibandingkan pria dengan rata-rata 60 �/L untuk SGOT dan 40 �/L untuk SGPT. (18) Menurut Kazuya Higashizono et. al., ditemukan hasil pada kelompok pasien batu empedu rata-rata nilai aspartate aminotransferase (AST) berkisar 25.66 (13.80), dan rata-rata nilai alanine aminotransferase (ALT) berkisar 21.59 (16.54). (19)

Tingginya kadar SGOT dan SGPT dikarenakan adanya kerusakan pada hepatoseluler akibat gesekan dengan batu empedu ataupun komplikasi dari infeksi yang menimbulkan peradangan dan secara bersamaan meningkatkan enzim hati dalam darah. Namun, nilai AST dan ALT dapat bervariasi pada setiap individu berdasarkan kondisi kesehatan masing-masing pasien. (19, 20) Namun pada penelitian ini ditemukan hasil kadar SGOT dan SGPT dalam batas normal.

Sebesar 65,9% dalam penelitian menunjukkan hasil kadar bilirubin yang normal. Penelitian oleh Ahmad Ulil Albab menunjukkan hasil yang sama yaitu diperoleh sebanyak 56 responden (66,66%) memiliki kadar bilirubin <1,1 mg/dL. (21) Berbeda dengan penelitian Gurpreet Kaur Gill dan Prabhjot Kaur yang melibatkan 38 responden wanita dan 12 responden pria penderita kolelitiasis, diperoleh hasil rata-rata kadar bilirubin total pada wanita lebih tinggi sebesar 4.5 mg/dL dibandingkan pria dengan rata-rata 2 mg/dL. (18) Penelitian lain oleh Sakti Perwira Aji dkk, menunjukkan hasil 39 responden (66,1%) dengan kadar bilirubin meningkat. (9) Bilirubin yang meningkat dapat disebabkan dalam kondisi tertentu, seperti kondisi hematologis yang membuat bilirubin diekskresi secara berlebihan melalui pemecahan hemoglobin. Kemudian adanya infeksi saluran empedu akibat komplikasi yang bisa menghambat atau mengobstruksi aliran empedu menuju aliran darah, dan membuatnya ikterus akibat tingginya bilirubin di dalam darah. (9)

Pada penelitian ini menunjukkan hasil persentase paling tinggi sebesar 30 responden (68,2%) memliki batu multipel. Hasil penelitian ini sejalan dengan Deepak Dhamnetiya dkk tahun 2020, ditemukan sebanyak 82 responden (68,3%) memiliki jumlah batu yang multipel dan 38 responden (31,7%) memiliki jumlah batu soliter. (22) Begitupun penelitian oleh Abdirahman Ahmed Mohamud et. al., menunjukkan hasil sebesar 53,4% pasien memiliki batu multipel dan 39,5% batu soliter. (23) Pembentukan batu ini dipengaruhi oleh pola makan yang mencetuskan supersaturasi kolesterol di dalam kandung empedu. Kandung empedu mengandung komposisi campuran antara kolesterol, garam empedu, bilirubin, fosfolipid, elektrolit, dan anion organik yang dapat membentuk batu empedu. (2)

Pada penelitian ini menunjukkan hasil persentase paling tinggi sebesar (63,6%) dari total populasi yang diamati menjalani pengobatan secara non-operatif. Penelitian ini sesuai dengan Jojorita Herliana Gersang dkk, sebanyak 66 responden (65,3%) pasien kolelitiasis menjalani penatalaksanaan non-bedah. (24) Penelitian lain oleh Reza Azriyantha dan Ambiar Manjas ditemukan sebesar 100% pasien melakukan tindakan pembedahan laparoskopik. (4) Menurut penelitian oleh Irmala Setiana Kaban menggunakan telaah jurnal, kebanyakan responden dilakukan kolesistektomi laparoskopik. (10)Pengobatan non-bedah menggunakan asam ursodeoxycholic atau asam chenodeoxycholic dapat melarutkan atau mencegah batu terutama batu yang kecil pada 60% pasien kolelitiasis. Namun, memiliki angka kekambuhan kurang lebih 10% dan 50% kasus membutuhkan waku 9-12 bulan untuk melarutkan batu. (8, 25) Pengobatan non-bedah dapat dilakukan dengan memperhatikan pengobatan pendukung serta diet. Mayoritas pasien kolelitiasis sembuh dengan istirahat yang cukup, penghisapan nasogastrik, cairan infus, analgesik dan antibiotik. Tindakan kolesistektomi merupakan perawatan baku emas yang dilakukan untuk pasien kolelitiasis dengan gejala (simtomatik). (26)

Penelitian Jojorita Herliana Gersang dkk, rata-rata lama perawatan pasien kolelitiasi non-bedah adalah 4,8 hari dan yang perawatan bedah rata-ratanya 7,31 hari. (24) Hal ini sejalan dengan penelitian ini yang menunjukkan hasil paling tinggi (77,3%) mengalami lama perawatan kurang dari atau sama dengan 5 hari. Menurut Irmala Setiana Kaban, lamanya perawatan pasien kolelitiasis berkisar 14-17 hari. Hal ini karena lamanya perawatan akan mengurangi risiko terbentuknya batu, sebab pasien memperoleh nutrisi dari intra-vena tanpa melewati intestinal. (10)

Mayoritas responden wanita (76,7%) yang diamati berusia 40-55 tahun masih dalam masa fertilitas atau tidak menopause. Sejalan dengan penelitian oleh Febyan dkk berdasarkan faktor risiko fertil pada pasien wanita yang terdiagnosis kolelitiasis, didapatkan sebanyak 52% responden yang memiliki 3 anak atau lebih. (16)Begitupun penelitian oleh Sikandar Hayat et. al., yang meneliti 46 pasien kolelitiasis wanita didapatkan rata-rata usia pasien tersebut 34,74 tahun. (15) Hasil ini membuktikan bahwa fertilitas pada wanita menjadi salah satu faktor risiko kolelitiasis. Hal tersebut ini disebabkan karena wanita memiliki lebih banyak hormon estrogen dibandingkan pria. Tingginya kadar estradiol membuat ekspresi reseptor high-density lipoprotein (HDL) dan low-density lipoprotein (LDL) menjadi lebih kuat. Hormon ini meningkatkan kadar HDL plasma dan menurunkan LDL plasma. Adanya penurunan LDL plasma ini akibat dari hasil peningkatan ekspresi LDL hati yang membuat pembersihan LDL plasma meningkat. Oleh karenanya penyerapan LDL oleh hati meningkat dan sekresi kolesterol di empedu juga ikut meningkat. (2)

 

Kesimpulan

Kesimpulan dari distribusi frekuensi hasil penelitian ini dapat dirangkum sebagai berikut: Pertama, sebanyak 17 responden (38,6%) berada dalam rentang usia 46-55 tahun. Kedua, mayoritas responden, yaitu 30 orang (68,2%), adalah perempuan. Ketiga, sebanyak 28 responden (63,6%) memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) yang normal, berkisar antara ≥18 hingga <24,9. Keempat, sebanyak 28 responden (63,6%) memiliki kadar gula darah dalam kisaran normal, yaitu <200 mg/dL, sebagai faktor risiko diabetes mellitus tipe-2. Kelima, 23 responden (52,3%) menunjukkan kadar kolesterol yang meningkat, atau ≥240 mg/dL, sebagai faktor risiko hiperkolesterolemia. Keenam, 26 responden (59,1%) memiliki nilai enzim hepatik SGOT dalam batas normal, yaitu ≤35 �/L. Ketujuh, sebanyak 28 responden (63,6%) menunjukkan nilai enzim hepatik SGPT dalam kisaran normal, yaitu ≤35 �/L. Kedelapan, sebanyak 29 responden (65,9%) memiliki kadar bilirubin dalam batas normal, yaitu ≤1,4 mg/dL. Kesembilan, sebanyak 30 responden (68,2%) memiliki batu empedu dalam jumlah multipel berdasarkan hasil pemeriksaan USG. Kesepuluh, 28 responden (63,6%) menjalani pengobatan secara non-operatif. Kesebelas, 34 responden (77,3%) menjalani perawatan selama ≤5 hari. Terakhir, berdasarkan fertilitas, sebanyak 23 responden wanita (76,7%) berusia 40-55 tahun atau usia subur, dan tidak mengalami menopause.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Aji, S. P., Arania, R., & Maharyunu, E. (2021). Hubungan Usia, Jenis Kelamin, dan Kadar Bilirubin Dengan Kolelitiasis. Jurnal Wacana Kesehatan, 5(2), 583-587.

 

Amran, M., & Rahayu, A. (2021). Profil Kolesterol Serum Penderita Batu Empedu yang Ditemukan Pada Pemeriksaan USG di RSU Anutapura Palu Tahun 2018-2020. Medika Alkhairaat: Jurnal Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, 3(2), 57-62.

 

Aprirahanto, P. N., Nurbaiti, N., Hidayat, W., & Heru, N. (2022). Korelasi Gambaran USG Cholelithiasis Dengan Indeks Masa Tubuh Wanita. Metrik Serial Humaniora dan Sains, 3(1), 19-25. ISSN: 2774-2377.

 

Azriyantha, M. R., & Manjas, M. (2022). Characteristics of Cholelithiasis Patients in Dr. Achmad Mochtar General Hospital Bukittinggi on January 2019 - December 2020. Bioscientia Medicina: Journal of Biomedicine and Translational Research, 6(2), 1405-1410. https://doi.org/10.37275/bsm.v6i2.451

 

Bagepally, B. S., Haridoss, M., Sasidharan, A., et al. (2021). Systematic review and meta-analysis of gallstone disease treatment outcomes in early cholecystectomy versus conservative management/delayed cholecystectomy. BMJ Open Gastro, 8, e000675. doi: 10.1136/bmjgast-2021-000675

 

Dhamnetiya, D., Goel, M. K., Dhiman, B., & Pathania, O. P. (2019). Clinical presentation of gallstone disease: Evidence from a case control study. Arch Int Surg, 9, 1-4.

 

European Association for the Study of the Liver. (2016). EASL Clinical Practice Guidelines on the prevention, diagnosis and treatment of gallstones. Journal of hepatology, 65(1), 146-181.

 

Febyan, F., Dhilion, H. R. S., Ndraha, S., & Tendean, M. (2017). Karakteristik penderita kolelitiasis berdasarkan faktor risiko di rumah sakit umum daerah koja. Jurnal kedokteran meditek, 23(68), 50-55.

 

Gao, X., Zhang, L., Wang, S., Xiao, Y., Song, D., Zhou, D., & Wang, X. (2021). Prevalence, Risk Factors, and Complications of Cholelithiasis in Adults with Short Bowel Syndrome: A Longitudinal Cohort Study. Front. Nutr., 8:762240. doi: 10.3389/fnut.2021.762240

 

Gill, G. K., & Kaur, P. (2019). Evaluation of liver and lipid parameters in cholelithiasis. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 12(9), 64-67.

 

Girsang, J. H., Hiswani, & Jemadi. (2013). Karakteristik penderita kolelitiasis yang dirawat inap di rumah sakit santa Elisabeth Medan pada tahun 2010-2011. Jurnal Fakultas Kedokteran USU.

 

Hayat, S., Hassan, Z., Changazi, S. H., Zahra, A., Noman, M., ul Abdin, M. Z., et al. (2019). Comparative analysis of serum lipid profiles in patients with and without gallstones: A prospective cross-sectional study. Annals of Medicine and Surgery, 42, 11-13.

 

Hartanto, P. E. (2020). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kolelitiasis di Poli Bedah Digestif RSUP Persahabatan [SKRIPSI]. Jakarta:Universitas Muhammadiyah Jakarta.

 

Higashizono, K., Nakatani, E., Hawke, P., Fujimoto, S., & Oba, N. (2022). Risk factors for gallstone disease onset in Japan: Findings from the Shizuoka Study, a population-based cohort study. Plos one, 17(12), e0274659.

 

Kaban, I. S. (2020). Gambaran Karakteristik Kejadian Batu Empedu di Rumah Sakit Tahun 2020. [SKRIPSI]. Medan: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santa Elisabeth Medan.

 

Kumar, V., Abbas, A. K., & Aster, J. C. (2018). Robbins Basic Pathology. 10th Edition. Canada: ELSEVIER.

 

Meidina, T. R. Y., et al. (2020). Analisis Komposisi dan Distribusi Batu Empedu di Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Jakarta. Jurnal Biotek Medisiana Indonesia, 9(1), 19-26.

 

Mohamud, A. A., Omar, N. M. S., Mohamed, N. A., Mohamed, L. M., et al. (2022). Gall Bladder Stone in a Tertiary Care Teaching Hospital in Mogadishu-Three Year Retrospective Study. Surgical Science, 13, 435-442.

 

Muharam, E. N. (2020). Karakteristik Penderita Kolelitiasis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun 2019. [SKRIPSI]. Tasikmalaya: Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya.

 

Muzakki, J. B. (2017). Proporsi penderita batu empedu dengan dislipidemia dan diabetes melitus di rumah sakit umum Pusat Fatmawati Tahun 2015 dan 2016.

 

Nurhikmah, R., Efriza, E., & Abdullah, D. (2019). Hubungan Peningkatan Indeks Massa Tubuh dengan Kejadian Kolelitiasis di Bagian Bedah Digestif RSI Siti Rahmah Padang Periode Januari-Juni 2018. Health and Medical Journal, 1(2), 01-06.

 

Tanaja, J., Lopez, R. A., & Meer, J. M. (2022). Cholelithiasis. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing [Internet] 2022 [cited 2023 Jan 08]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470440/

 

Tarigan, S., Simangunsong, B., & Sembiring, B. D. (2020). Gambaran Indeks Massa Tubuh Dengan Kejadian Kolelitiasis. Jurnal Kedokteran Methodist, 13(1), 52-57.

 

Yusuf, Y. (2021). Kolelitiasis pada anak. Majalah Kedokteran Andalas, 44(3), 189-19.

Copyright holder:

Anargya Hassya Andini, Mohamad Romdhoni, Friska Oktavrisa (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: