Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 09, September 2022
ANALISIS
PERMINTAAN UANG DI INDONESIA
1*,2 Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Islam,
Universitas Islam Negeri
Ar-Raniry Banda Aceh, Indonesia
Email: 1*[email protected], 2[email protected]
Abstrak
Kebijakan
moneter yang dilakukan oleh pememrintah melalui Bank Sentral adalah untuk
mempengaruhi dan mengarahkan berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan yang
bertujaun untuk kestabilan harga dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan
moneter tersebut akan berpengaruh terhadap perputaran jumlah uang beredar dalam
suatu perekonomian yang tercermin pada perkembangan jumlah uang beredar,
kredit, nilai tukar, suku bunga serta berbagai variable ekonomi dan keuangan
lainnya. Tujuan penelitian untuk
menganalisi pengaruh Inflasi, Suku Bunga dan E-Money terhadap Permintaan Uang di Indonesia. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Data yang digunakan
adalah inflasi, suku bunga,
e-money dan permintaan uang tahun
2017-2022. Sumber data dari Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia. Metode
analisis data yang digunakan adalah model Error Correction Model (ECM). Hasil uji ECM
untuk jangka panjang
menyatakan inflasi berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap permintaan uang, sedangkan suku bunga untuk jangka panjang
tidak berpengaruh signifikan terhadap
permintaan uang. Variabel
E-money untuk jangka panjang berpengaruh positif dan signifikan terhadap
permintaan uang. Sementara uji ECM dalam jangka pendek, variabel inflasi dan suku bunga tidak memiliki pengaruh
terhadap permintaan uang di Indonesia,
pada variabel e-money berpengaruh signifikan
terhadap permintaan uang.
Kata
Kunci: Inflasi, Suku Bunga, E-Money, Permintaan Uang
Abstract
The Central Bank, acting
on behalf of the government, uses monetary policy to influence economic and financial
activities in order to achieve price stability while also considering economic
growth. The circulation of money supply in an economy is affected by monetary
policy, which is reflected in the development of various economic and financial
variables such as money supply, credit, exchange rates, and interest rates.
This study analyzes the impact of inflation, interest rates, and e-money on
money demand in Indonesia using a quantitative approach. The data used in this
research are inflation, interest rates, e-money, and money demand from 2017 to
2022, sourced from the Central Bureau of Statistics and Bank Indonesia. The
Error Correction Model (ECM) model is used for data analysis. The long-term ECM
test results show that inflation has a significant negative effect on money
demand, while interest rates do not have a significant effect on money demand.
In the long term, the e-money variable has a significant positive effect on the
demand for money. In the short term, however, inflation and interest rates do
not affect the demand for money in Indonesia, while the e-money variable has a
significant effect on the demand for money.
Keywords: Inflation,
Interest Rates, E-Money, Money Demand
Ketidakstabilan ekonomi
mempengaruhi perkembangan ekonomi global dengan semakin meningkatnya integrasi
ekonomi antarnegara. Perubahan dalam perekonomian global yang terus berlanjut
pada tahun 2023 menimbulkan tantangan dalam upaya memperkuat keberlanjutan
ekonomi dunia. Kebijakan perdagangan yang lebih berfokus pada tingkat domestik
dan peningkatan resiko geopolitik di beberapa negara telah memicu
ketidakpastian di pasar keuangan global dan menekan pertumbuhan ekonomi global,
termasuk di Indonesia. Negara berkembang seperti Indonesia, saat ini menghadapi
tantangan ketidakstabilan ekonomi (Bank Indonesia, 2023).
Pertumbuhan permintaan
uang meningkat pada September 2023, tercatat sebesar
Rp. 8.440,0 triliun atau tumbuh 6,0 persen dari bulan sebelumnya yaitu sebesar
5,9 persen. Peningkatan tersebut terutama dipengaruhi oleh perkembangan penyaluran
kredit, dimana pada September 2023 penyaluran kredit tercatat tumbuh sebesar
8,7 persen (Bank Indonesia, 2023). Permintaan
uang memainkan peranan
penting dalam perekonomian terutama dalam konteks pembuatan kebijakan, seperti
kebijakan moneter. Kebijakan yang diterapkan oleh bank sentral akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian.
Perubahan dalam permintaan uang memiliki dampak signifikan pada perekonomian,
karena peningkatan permintaan uang dapat meningkatkan permintaan atas barang
dan jasa yang pada akhirnya dapat mendorong kenaikan harga-harga dan inflasi.
Perekonomian Indonesia
sering mengalami fluktuasi dan dalam periode dari tahun 2017 hingga 2022 pertumbuhan
permintaan uang di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data yang
diperoleh dari Bank Indonesia, diketahui pada tahun 2022 terjadi peningkatan
permintaan uang sebesar Rp.8.528,5 triliun. Pertumbuhan
tersebut dipengaruhi oleh dua faktor penting yakni adanya akselerasi
pertumbuhan penyaluran kredit baik yang bersifat produktif maupun konsumtif mengalami
penguatan, yang pada gilirannya meningkatnya permintaan uang. Kondisi ini
mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh kredit. Kemudian,
perkembangan keuangan pemerintah mengalami kontraksi yang dapat dilihat dari
pertumbuhan negatif tagihan bersih sistem moneter kepada Pemerintah Pusat,
terutama dalam simpanan Pemerintah (Bank Indonesia, 2022).
Fenomena naik turunnya permintaan uang di
Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah inflasi yang
memainkan peranan penting, dimana inflasi yang tinggi dapat menyebabkan penurunan
daya beli uang. Selain itu, tingkat suku bunga yang tinggi cenderung mengurangi
permintaan uang, karena meminjam uang menjadi lebih mahal. Begitu juga dengan
adanya e-money dapat mengurangi permintaan fisik, dimana orang lebih
sering menggunakan transaksi non tunai. Mankiw (2013) mengemukakan bahwa jika
permintaan uang terus meningkat, maka konsumsi masyarakat akan naik yang
akhirnya dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara permintaan masyarakat dan
penawaran dari produsen. Jika kondisi ini terjadi maka produsen akan menaikkan
harga barang-barangnya.
Inflasi merupakan suatu proses kenaikan
harga-harga yang berlaku secara umum
dalam suatu perekonomian, hal ini terjadi karena tidak seimbangnya arus barang dan arus uang yang disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya inflasi, tidak semua inflasi
berdampak negatif terhadap perekonomian, terutama apabila terjadi inflasi
ringan dibawah sepuluh persen.
Inflasi ringan dapat mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi
�Tingkat inflasi di Indonesia telah mengalami
fluktuasi yang signifikan dalam rentang tahun 2017 hingga 2022. Pada tahun
2022, tingkat inflasi lebih tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya
yakni mencapai 5,51 persen, sementara inflasi terendah tercatat pada tahun 2020
sebesar 1,68 persen. Perubahan tingkat inflasi dipengaruhi oleh tarikan
permintaan (demand pull inflation) dan desakan biaya (cost push inflation) (Sutawijaya
& Zulfahmi, 2012). Kenaikan inflasi yang signifikan
ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh dampak pandemi Covid-19, dimana setelah
terjadinya pandemi pemerintah berupaya mengendalikan kembali perekonomian
Indonesia (Bank Indonesia, 2022).
Suku bunga juga berperan penting dalam
permintaan uang. Suku bunga dapat
dipandang sebagai pendapatan yang diperoleh dari tabungan. Perubahan suku bunga akan berpengaruh terhadap perkembangan suku bunga Pasar Uang
Antara Bank (PUAB), suku bunga deposito, dan suku bunga kredit. Suku bunga yang tinggi akan menyebabkan masyarakat lebih senang untuk menyimpan
uangnya di bank yang akan menyebabkan
kegiatan investasi dan konsumsi berkurang dan akan menyebabkan kegiatan perekonomian menurun
Perkembangan teknologi telah mengubah
kebutuhan masyarakat terhadap alat pembayaran yang cepat, akurat dan aman dalam
transaksi elektronik. Evolusi alat pembayaran dari logam dan uang kertas
konvensional hingga alat pembayaran elektronik. Uang elektronik (E-money)
adalah alat pembayaran yang dikeluarkan berdasarkan jumlah uang yang telah
dimasukkan sebelumnya oleh pemegangnya ke penerbit. Pergeseran masyarakat dari
uang tunai ke uang elektronik berdampak pada permintaan uang, dimana semakin
banyaknya transaksi yang dilakukan secara elektronik mengakibatkan jumlah uang
fisik yang beredar dalam perekonomian dapat berkurang. Hal ini yang menyebabkan
uang elektronik (E-money) juga menjadi bagian yang dapat mempengaruhi
permintaan uang di Indonesia
Penggunaan
e-money dalam kehidupan sehari-hari telah meningkat, misalnya untuk
transportasi, belanja online dengan penggunaan e-money yang
diterbitkan oleh Bank-Bank umum maupun diterbitkan oleh sebuah perusahaan. Di
Indonesia sendiri sudah menunjukkan peningkatan transaksi e-money setiap
tahunnya, dalam penelitian ini pada rentang tahun 2017 sampai 2022. Diketahui
pada tahun 2021 nilai transaksi e-money sebesar Rp 305,43 triliun dan mengalami peningkatan di tahun
2022 sebesar Rp 407,53 triliun. Kondisi ini menjelaskan bahwa hadirnya e-money dapat
memberi kemudahan dalam bertransaksi, memungkinkan transaksi elektronik semakin
aman dan cepat serta banyaknya potongan harga dan promo-promo yang ditawarkan
yang membuat pengguna lebih tertarik menggunakan transaksi elektronik
Berdasarkan
teori Kuantitas Uang dari Milton Friedman bahwa jumlah uang beredar sangatlah
penting untuk dijaga karena keterkaitannya terhadap inflasi, suku bunga dan e-money
dalam perekonomian, sehingga jumlah uang beredar harus benar-benar dijaga
kestabilannya agar tidak berdampak pada perekonomian di Indonesia.
Hasil penelitian ini berguna bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan mengenai
inflasi, suku bunga, e-money dan permintaan uang di
Indonesia.
A. �Analisis Hasil Penelitian
1.
Hasil Uji Akar Unit
�Dalam analisis
ECM jangka panjang dan jangka pendek, pengujian data adalah langkah pertama
yakni menguji apakah data yang digunakan bersifat stasioner atau tidak. Data dapat dikatakan
stasioner apabila rata-rata
dan variannya konstan
sepanjang rentang waktu yang diamati
Tabel 1
Hasil Uji Augmented
Dickey-Fuller (ADF)
Variabel |
Probabilitas |
Probabilitas |
Level |
First |
|
|
Difference |
|
Permintaan Uang |
0.9998 |
0.0001 |
Inflasi |
0.3819 |
0.0001 |
Suku Bunga |
0.6882 |
0.0001 |
E-Money |
0.9950 |
0.0000 |
�Sumber: Hasil Olah E-Views 12 (2023)
Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil uji akar unit variabel pada tingkat level, semua
variabel penelitian tidak ada yang stasioner dikarenakan nilai probabilitas lebih besar (>) dari nilai signifikansi.
Dikarenakan terdapat variabel yang belum stasioner pada tingkat level, maka
selanjutnya melakukan uji derajat integrasi untuk memenuhi asumsi model ECM.
Dalam hal ini, data harus menjadi stasioner pada tingkat yang sama atau dalam
penelitian ini data stasioner pada tingkat first difference. Dimana,
pada tingkat first difference semua variabel penelitian stasioner
dikarenakan dikarenakan nilai probabilitas
lebih kecil (<) dari nilai signifikansi.
2.
�Hasil Uji Kointegrasi
Setelah menyelesaikan uji akar unit dan menentukan
derajat integrasi pada tingkat first difference, langkah
berikutnya adalah melakukan uji kointegrasi untuk menentukan ukuran jangka
panjang. Dimna, uji kointegrasi biasanya digunakan untuk menentukan apakah terdapat hubungan
jangka panjang yang signifikan antara dua atau lebih variabel.
Pengujian ini dilakukan agar tidak terdapat regresi yang luncung dari data time
series yang dikarenakan data tidak stasioner
Tabel 2
Hasil Uji Kointegrasi Terhadap Residual dengan ADF
�Variabel |
t-statistik |
Probabilitas |
�ECT |
-3.568395 |
0.0089 |
Sumber: Hasil Olah E-Views 12 (2023)
Pada tahapan awal pengujian ini akan mendapatkan
residual dari hasil regresi jangka panjang, yang biasanya disebut dengan ECT.
Langkah selanjutnya yakni melakukan uji akar unit pada tingkat level. Syarat diterimanya model ECM ialah variabel ECT
harus stasioner pada tingkat level dan nilai koefisien ECT(-1) berada pada
rentang -0 sampai -1 dan probabilitasnya signifikan. Hasil uji kointegrasi ini
pada Tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3
Kointegrasi
Nilai ECT(-1)
�Variabel |
Koefisien |
t-statistik |
Probabilitas |
�ECT(-1) |
-0.333912 |
-3.568395 |
0.0007 |
�Sumber: Hasil Olah E-Views
12 (2023)
Berdasarkan Tabel 2 dan 3 diatas dapat disimpulkan bahwa
residual dalam persamaan jangka panjang telah stasioner di tingkat level,
ditandai dengan nilai probabilitas di angka 0.0089 lebih kecil dari 0.10.
Selain itu juga pada nilai ECT(-1) koefisiennya berada di angka -0.333912 dan
probabilitasnya signifikan di angka 0.0007, artinya residual tidak mengandung
akar unit dan variabel ECT menunjukkan adanya kointegrasi sehingga permodelan
ECM menjadi terpenuhi.
3.
Hasil Estimasi ECM
Setelah terbukti adanya kointegrasi antar variabel melalui uji kointegrasi, tahap berikutnya
adalah membangun model ECM (Error Correction Model). Model ECM digunakan
sebagai alat analisis untuk mengetahui apakah terdapat hubungan
antar variabel dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Berikut
adalah hasil estimasi
model ECM untuk jangka Panjang
yang ditampilkan dalam tabel 4 di bawah ini:
Tabel 4
Hasil Regresi ECM Jangka Panjang
�Variabel |
Koefisien |
t-statistik |
Probabilitas |
INF |
-0.105691 |
-2.077992 |
0.0415 |
SB |
�0.058339 |
�1.031287 |
0.3061 |
E-Money |
�0.082061 |
�38.18102 |
0.0000 |
C |
�5.325110 |
�30.76185 |
0.0000 |
R-Squared |
�0.970751 |
||
F-Statistik |
�752.2757 |
||
Prob(F-Statistik) |
0.000000 |
|
|
�Sumber: Hasil Olah Eviews 12 (2023)
PUt
= 5.325110 � 0.105691Inft + 0.058339Sbt +
0.082061Emoneyt + et��.��������.. (4.1)
Variabel independen dalam penelitian ini adalah
inflasi, suku bunga dan e-money, sedangkan variabel dependennya adalah
permintaan uang. Berdasarkan Tabel 4.5 diperoleh hasil R2 sebesar
0.970751 yang berarti 97.07% variasi permintaan uang dapat dijelaskan oleh
variabel inflasi, suku bunga dan e-money. Kemudian, 2.93% digambarkan
oleh varibel lain diluar model. Dari hasil persamaan jangka panjang yang
diperoleh, dapat diinterpretasikan bahwa hanya terdapat satu variabel bebas
dalam penelitian ini yang tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap
permintaan uang di Indonesia untuk jangka panjang. Variabel tersebut adalah suku
bunga (X2). Dapat terlihat bahwa nilai probabilitas variabel terebut
berada diatas taraf signifikansi yaitu 0.10 atau 10%. Sementara, variabel
inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan uang, serta e-money
memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan uang.
Tabel 5
Hasil Regresi ECM Jangka Pendek
�Variabel |
Koefisien |
t-statistik |
Probabilitas |
D(INF) |
-0.004133 |
|
0.8982 |
D(SB) |
�0.051807 |
|
0.2178 |
D(E-Money) |
�0.023057 |
|
0.0020 |
ECT(-1) |
-0.131464 |
|
0.0638 |
C |
�0.037426 |
|
0.0018 |
R-Squared |
�0.151817 |
||
F-Statistik |
�2.953341 |
||
Prob(F-Statistik) |
0.026244 |
�Sumber: Hasil Olah Eviews
12 (2023)
ΔPUt
= 0.037426 � 0.004133ΔInft + 0.051807ΔSbt
+ 0.023057ΔEmoneyt � 0.131464ECTt-1 + et..
(4.2)
Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan hasil
regresi jangka pendek, dimana diketahui bahwa koefisien ECT dalam model ECM
memiliki tanda negatif (-0.131464) dan nilai probabilitas sebesar 0.0638 < 0.10
artinya nilai ECT sudah lolos signifikansi 10% dan sudah terpenuhi karena sudah
bernilai negatif. Nilai ECT sebesar -0.131464 memiliki makna bahwa terjadinya
proses penyesuaian dalam jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjang
terjadi cukup cepat. Hasil untuk R2 adalah 0.151817 yang
berarti 15.18% variabilitas permintaan uang bisa digambarkan oleh semua
variabel bebas yakni inflasi, suku bunga dan e-money. Kemudian 84.82%
dapat digambarkan oleh variabel lain diluar penelitian. Hasil estimasi
menunjukkan variabel e-money memiliki pengaruh jangka pendek terhadap
permintaan uang. Sedangkan variabel inflasi dan suku bunga tidak memiliki
pengaruh jangka pendek terhadap permintaan uang, hal ini didasarkan pada nilai
probabilitas lebih besar dari α = 10%.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
1.
Pengaruh Inflasi Terhadap
Permintaan Uang
Menurut
teori kuantitas, terdapat hubungan antara inflasi dan permintaan uang dimana
perubahan dalam permintaaan uang dapat berdampak pada tingkat inflasi.
Sebaliknya kenaikan harga dapat mengakibatkan peningkatan permintaan uang, yang
pada gilirannya mempengaruhi permintaan uang tersebut. Oleh karena itu,
penurunan tingkat inflasi dapat mengakibatkan perlambatan dalam pertumbuhan
permintaan uang.
Berdasarkan
hasil estimasi model ECM untuk jangka panjang diketahui koefisien variabel
Inflasi sebesar -0.105691 dan nilai probabilitas sebesar 0.0415 yang lebih kecil dari taraf signifikansi α = 0.10, artinya Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap Permintaan Uang di Indonesia pada periode 2017-2022. Kondisi
ini menjelaskan bahwa ketika Inflasi naik satu satuan maka akan menurunkan
Permintaan Uang sebesar 0.105691. Selanjutnya, dalam estimasi ECM dalam jangka
pendek menyatakan bahwa variabel Inflasi
tidak memiliki pengaruh terhadap Permintaan Uang di Indonesia. Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan inflasi sebesar 1%, maka
permintaan uang akan tetap.
Hasil
penelitian ini tidak sesuai dengan teori ekonomi yang menyatakan bahwa hubungan
antara inflasi dan permintaan uang adalah positif. Dimana, pengaruh negatif yang
ditimbulkan Inflasi pada jangka panjang dan jangka pendek diduga karena pada
saat inflasi turun, permintaan uang tidak ikut turun melainkan semakin
meningkat. Hal ini disebabkan tingginya pertumbuhan uang kuasi yang didorong
oleh peningkatan simpanan berjangka dan giro valas pada Desember 2021.
Sementara, pertumbuhan giro rupiah sedikit tertahan oleh perlambatan dana float
(saldo) uang elektronik (Bank Indonesia, 2022). Dari hasil interpretasi di
atas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
2.
Pengaruh Suku Bunga Terhadap
Permintaan Uang
Teori ekonomi menjelaskan bahwa ketika suku bunga naik,
biaya memiliki uang tunai meningkat sehingga membuat orang cenderung menyimpan
lebih sedikit uang tunai dan lebih banyak uang di rekening tabungan atau bentuk
investasi yang menghasilkan bunga. Sebaliknya, ketika suku bunga turun biaya memiliki uang tunai menjadi
lebih rendah dan orang cenderung untuk memegang lebih banyak uang tunai.
Berdasarkan
hasil estimasi model ECM untuk jangka panjang diketahui koefisien variabel Suku
Bunga sebesar 0.058339 dan nilai probabilitas sebesar 0.3061 yang lebih besar dari taraf signifikansi α = 0.10, artinya Suku Bunga berpengaruh positif namun tidak
signifikan terhadap Permintaan Uang di Indonesia pada periode 2017-2022. Hal
ini menjelaskan bahwa ketika Suku Bunga naik satu satuan maka akan Permintaan
Uang juga ikut naik sebesar 0.058339. Selanjutnya, pada estimasi ECM jangka pendek
menunjukkan bahwa Suku Bunga juga tidak berpengaruh signifikan terhadap
Permintaan Uang di Indonesia.
Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Anwar (2016), menyatakan bahwa tingkat
suku bunga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan uang di
Indonesia, tetapi tidak sejalan dengan penelitian Nursiba (2015), dalam
penelitiannya menyimpulkan bahwa suku bunga berpengaruh negatif terhadap
permintaan uang. Menurut Mishkin (2018), kenaikan suku bunga akan mengakibatkan
penurunan permintaan agregat atau pengeluaran investasi, sebaliknya peningkatan
suku bunga akan mengakibatkan peningkatan permintaan agregat.
3.
Pengaruh E-Money Terhadap
Permintaan Uang
Pada
dasarnya permintaan uang merupakan total uang yang berada di masyarakat yang
awalnya hanya berupa uang kartal, giral maupun tabungan. Namun, pada saat uang
elektronik sudah mulai digunakan menyebabkan penggunaan uang elektronik (e-money)
semakin melonjak. E-money ialah alat pembayaran non-tunai yang sah dan
legal, dimana nilai uangnya disimpan terlebih dahulu oleh penerbit dan
tersimpan dalam bentuk elektronik. Tujuannya untuk mengurangi penggunaan uang
tunai dengan menggantikannya dengan transaksi elektronik.
Berdasarkan
hasil estimasi model ECM untuk jangka panjang diketahui koefisien variabel E-money
sebesar 0.082061 dan nilai probabilitas sebesar 0.0000 yang lebih kecil dari taraf signifikansi α = 0.10, artinya E-money berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Permintaan Uang di Indonesia pada periode 2017-2022. Hal ini menjelaskan
bahwa ketika E-money naik satu satuan maka akan menaikkan Permintaan Uang
sebesar 0.082061. Selanjutnya, pada estimasi ECM jangka pendek menunjukkan bahwa
koefisien variabel E-money sebesar 0.023057 dengan probabilitas sebesar 0.0200
lebih kecil dari 0.10, menunjukkan bahwa E-money berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Permintaan Uang di Indonesia.
Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian
4.
Pengaruh Inflasi, Suku Bunga dan E-Money
Terhadap Permintaan Uang
Berdasarkan
hasil estimasi ECM jangka panjang,
dapat disimpulkan bahwa seluruh
varibel bebas yakni inflasi, suku bunga dan e-money secara simultan
mampu mempengaruhi permintaan uang. Dimana, diketahui nilai probabilitas (F-statistik)
lebih kecil dari taraf signifikansi (0.00000 < 0.10). Selanjutnya, hasil
estimasi ECM jangka pendek memiliki nilai probabilitas sebesar
0.026244 lebih kecil dari taraf signifikansi 0.10, Kondisi ini menjelaskan
bahwa secara bersama-sama variabel inflasi, suku bunga dan e-money secara
bersama-sama berpengaruh terhadap permintaan uang baik dalam jangka panjang
maupun jangka pendek.
Inflasi
mempunyai pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap permintaan uang,
artinya inflasi meningkat maka permintaan uang akan menurun di Indonesia. Sebaiknya,
Inflasi yang tinggi cenderung meningkatkan permintaan uang. Suku bunga
meningkat maka permintaan uang akan menurun di Indonesia. Penggunaan e-money
dapat mengurangi permintaan uang tunai, namun pada beberapa kasus e-money
dapat meningkatkan permintaan uang tunai karena pengguna dapat mencairkan
saldo menjadi uang tunai. Hal ini sesuai dengan penelitian
Kesimpulan
�Permintaan
uang sering digunakan sebagai indikator untuk mengukur tingkat likuiditas dalam
suatu ekonomi, ini mencerminkan seberapa banyak masyarakat menginginkan uang
tunai untuk transaksi atau sebagai bentuk tabungan. Permintaan uang sebagai
acuan terhadap tingkat aktivitas ekonomi dan kestabilan harga. Jika permintaan
uang naik, dapat mengindikasikan kekhawatiran tentang inflasi. Sebaliknya,
penurunan permintaan uang bisa mencerminkan kebijakan moneter yang ketat. Suku
bunga mencerminkan biaya kesempatan memiliki uang tunai daripada aset berbunga
atau investasi lainnya. Kehadiran e-money juga dapat mempengaruhi
dinamika likuiditas dan kebijakan moneter.
Berdasarkan
hasil estimasi dengan ECM untuk jangka panjang diketahui bahwa inflasi
berpengaruh negatif terhadap permintaan uang di Indonesia. E-money berpengaruh
positif dan signifikan, sedangkan suku bunga tidak berpengaruh terhadap
permintaan uang di Indonesia. Hasil ECM untuk jangka pendek menunjukkan e-money
brpengaruh positif dan signifikan, sementara inflasi dan suku bunga tidak
berpengaruh signifikan terhadap permintaan uang di Indonesia.
Rekomendasi
yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini yaitu kebijakan
pemerintah dan Bank Indonesia berperan penting dalam mengatur ekonomi
Indonesia. Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak keputusan terhadap
permintaan uang, sementara Bank Indonesia perlu cermat dalam mengendalikan uang
beredar dan menentukan suku bunga untuk menjaga stabilitas ekonomi secara
keseluruhan. Terakhir, kolaborasi efektif antara pemerintah dan Bank Indonesia
diperlukan untuk mencapai tujuan ekonomi yang berkelanjutan.
Peneliti
selanjutnya disarankan agar menambah variabel-variabel lainnya, seperti
pendapatan, harga barang, fasilitas kredit, selera masyarakat, produk domestik
bruto dan lain-lain. Penggunaan metode analisis ekonometrik seperti VECM, VAR,
GARDH, ARDL dan sejenisnya juga memungkinkan. Peneliti selanjutnya juga dapat
menggunakan data time series dengan periode lebih panjang atau data
panel agar memberikan gambaran yang lebih mendetail terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan uang.
Adnan, M. (2023). Exploring the Role
of Domestic and Foreign Factors in Indonesian Islamic ���� Mutual Funds. Journal of Enterprise and Development (JED),
5(3).
Anwar, C. J., & Andria, M. P. (2016). Hubungan
Variabel Makroekonomi dengan Permintaan ���� Uang
di Indonesia Sebelum dan Sesudah Krisis Moneter. Jurnal Ekonomi-Qu, 6(1),
69�������� 81.
https://doi.org/10.35448/jequ.v6i1.4190
Basuki, A.T. Pratowo, N. (2016). Analisis
Regresi dalam Penelitian Ekonomi & Bisnis : (dilengkapi �� Aplikasi SPSS & Eviews) / Agus Tri
Basuki, Nano Prawoto. PT RajaGrafindo Persada.
Dewanta, A. & Putri, A.I.N.
(2022). Pengaruh E-Money terhadap Permintaan Uang pada Sebelum dan Sesudah Covid-19. Jurnal Kebijakan Ekonomi dan
Keuangan, 1(2), 186�197. �� https://doi.org/10.20885/jkek.vol1.iss2.art5.
Lestari, P. & Indrarini, R. (2023).
Pengaruh Sistem Pembayaran Non Tunai terhadap ������� Permintaan
Uang di Indonesia. Jurnal Mirai Management, 8(2), 235-245.
Mukhtar, S. (2018). Analisis Faktor -
Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Uang di ����� Indonesia
Periode 2001-2015 dengan Pendekatan Error Correction Model. Ecoplan : ��� Journal of Economics and Development Studies,
1(2), 65�72. ������ https://doi.org/10.20527/ecoplan.v1i2.9
Nasir, M. (2014). Ekonomi Moneter
dan Kebanksentralan. Mitra Wacana Media.
Nopirin, M. (2011). Pengantar Ilmu
Ekonomi Makro dan Mikro (3rd ed.). BPFE.
Polontalo, F., Rotinsulu, T. O.,
& Maramis, M. T. . (2018). Analisis Faktor � Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Uang di Indonesia
Periode 2010 � 2017. Jurnal Berkala Ilmiah � Efisiensi,
18(3), 35�46.
Purnamawati, N. & Panjawa, J.
(2021). Dampak E-Money dan Dimensi Transaksi Terhadap �������� Permintaan Uang di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis,
8(2), 279-289.
Qarina. (2022). Dampak investasi,
Suku Bunga, dan Inflasi Terhadap Permintaan Uang di ����������� Sulawesi Selatan periode 2006-2020. Bulletin of
Economic Studies (BEST), 2(3), 125�137.
Sugiyono. (2016). Metode
penelitian bisnis (pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D) (Ed. 3;
Cet). �� Alfabeta.
Sukirno, S. (2012). Makroekonomi
Teori Pengantar (3rd ed.). PT RajaGrafindo Persada.
Widarjono, A. (2013). Ekonometrika
Pengantar dan Aplikasinya. Upp Stim Ykpn.
Copyright holder: Sari
Nurmetri, Muhammad Adnan (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |