Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 09, September 2022

 

ANALISIS PERMINTAAN UANG DI INDONESIA

 

Sari Nurmetri1, Muhammad Adnan2

1*,2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Indonesia

Email: 1*[email protected], 2[email protected]

 

Abstrak

Kebijakan moneter yang dilakukan oleh pememrintah melalui Bank Sentral adalah untuk mempengaruhi dan mengarahkan berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan yang bertujaun untuk kestabilan harga dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan moneter tersebut akan berpengaruh terhadap perputaran jumlah uang beredar dalam suatu perekonomian yang tercermin pada perkembangan jumlah uang beredar, kredit, nilai tukar, suku bunga serta berbagai variable ekonomi dan keuangan lainnya. Tujuan penelitian untuk menganalisi pengaruh Inflasi, Suku Bunga dan E-Money terhadap Permintaan Uang di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Data yang digunakan adalah inflasi, suku bunga, e-money dan permintaan uang tahun 2017-2022. Sumber data dari Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia. Metode analisis data yang digunakan adalah model Error Correction Model (ECM). Hasil uji ECM untuk jangka panjang menyatakan inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan uang, sedangkan suku bunga untuk jangka panjang tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan uang. Variabel E-money untuk jangka panjang berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan uang. Sementara uji ECM dalam jangka pendek, variabel inflasi dan suku bunga tidak memiliki pengaruh terhadap permintaan uang di Indonesia, pada variabel e-money berpengaruh signifikan terhadap permintaan uang.

 

Kata Kunci: Inflasi, Suku Bunga, E-Money, Permintaan Uang

 

Abstract

The Central Bank, acting on behalf of the government, uses monetary policy to influence economic and financial activities in order to achieve price stability while also considering economic growth. The circulation of money supply in an economy is affected by monetary policy, which is reflected in the development of various economic and financial variables such as money supply, credit, exchange rates, and interest rates. This study analyzes the impact of inflation, interest rates, and e-money on money demand in Indonesia using a quantitative approach. The data used in this research are inflation, interest rates, e-money, and money demand from 2017 to 2022, sourced from the Central Bureau of Statistics and Bank Indonesia. The Error Correction Model (ECM) model is used for data analysis. The long-term ECM test results show that inflation has a significant negative effect on money demand, while interest rates do not have a significant effect on money demand. In the long term, the e-money variable has a significant positive effect on the demand for money. In the short term, however, inflation and interest rates do not affect the demand for money in Indonesia, while the e-money variable has a significant effect on the demand for money.

 

Keywords: Inflation, Interest Rates, E-Money, Money Demand

 

Pendahuluan

Ketidakstabilan ekonomi mempengaruhi perkembangan ekonomi global dengan semakin meningkatnya integrasi ekonomi antarnegara. Perubahan dalam perekonomian global yang terus berlanjut pada tahun 2023 menimbulkan tantangan dalam upaya memperkuat keberlanjutan ekonomi dunia. Kebijakan perdagangan yang lebih berfokus pada tingkat domestik dan peningkatan resiko geopolitik di beberapa negara telah memicu ketidakpastian di pasar keuangan global dan menekan pertumbuhan ekonomi global, termasuk di Indonesia. Negara berkembang seperti Indonesia, saat ini menghadapi tantangan ketidakstabilan ekonomi (Bank Indonesia, 2023).

Pertumbuhan permintaan uang meningkat pada September 2023, tercatat sebesar
Rp. 8.440,0 triliun atau tumbuh 6,0 persen dari bulan sebelumnya yaitu sebesar 5,9 persen. Peningkatan tersebut terutama dipengaruhi oleh perkembangan penyaluran kredit, dimana pada September 2023 penyaluran kredit tercatat tumbuh sebesar 8,7 persen (Bank Indonesia, 2023). Permintaan uang memainkan peranan penting dalam perekonomian terutama dalam konteks pembuatan kebijakan, seperti kebijakan moneter. Kebijakan yang diterapkan oleh bank sentral akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian. Perubahan dalam permintaan uang memiliki dampak signifikan pada perekonomian, karena peningkatan permintaan uang dapat meningkatkan permintaan atas barang dan jasa yang pada akhirnya dapat mendorong kenaikan harga-harga dan inflasi.

Perekonomian Indonesia sering mengalami fluktuasi dan dalam periode dari tahun 2017 hingga 2022 pertumbuhan permintaan uang di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Bank Indonesia, diketahui pada tahun 2022 terjadi peningkatan permintaan uang sebesar Rp.8.528,5 triliun. Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh dua faktor penting yakni adanya akselerasi pertumbuhan penyaluran kredit baik yang bersifat produktif maupun konsumtif mengalami penguatan, yang pada gilirannya meningkatnya permintaan uang. Kondisi ini mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh kredit. Kemudian, perkembangan keuangan pemerintah mengalami kontraksi yang dapat dilihat dari pertumbuhan negatif tagihan bersih sistem moneter kepada Pemerintah Pusat, terutama dalam simpanan Pemerintah (Bank Indonesia, 2022).

Fenomena naik turunnya permintaan uang di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah inflasi yang memainkan peranan penting, dimana inflasi yang tinggi dapat menyebabkan penurunan daya beli uang. Selain itu, tingkat suku bunga yang tinggi cenderung mengurangi permintaan uang, karena meminjam uang menjadi lebih mahal. Begitu juga dengan adanya e-money dapat mengurangi permintaan fisik, dimana orang lebih sering menggunakan transaksi non tunai. Mankiw (2013) mengemukakan bahwa jika permintaan uang terus meningkat, maka konsumsi masyarakat akan naik yang akhirnya dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara permintaan masyarakat dan penawaran dari produsen. Jika kondisi ini terjadi maka produsen akan menaikkan harga barang-barangnya.

Inflasi merupakan suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku secara umum dalam suatu perekonomian, hal ini terjadi karena tidak seimbangnya arus barang dan arus uang yang disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya inflasi, tidak semua inflasi berdampak negatif terhadap perekonomian, terutama apabila terjadi inflasi ringan dibawah sepuluh persen. Inflasi ringan dapat mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi (Sukirno, 2012). Perubahan tingkat inflasi dapat berdampak langsung pada permintaan uang, dimana tingkat inflasi yang tinggi cenderung mengurangi daya beli uang sehingga memungkinkan masyarakat membutuhkan lebih banyak uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Tingkat inflasi di Indonesia telah mengalami fluktuasi yang signifikan dalam rentang tahun 2017 hingga 2022. Pada tahun 2022, tingkat inflasi lebih tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yakni mencapai 5,51 persen, sementara inflasi terendah tercatat pada tahun 2020 sebesar 1,68 persen. Perubahan tingkat inflasi dipengaruhi oleh tarikan permintaan (demand pull inflation) dan desakan biaya (cost push inflation) (Sutawijaya & Zulfahmi, 2012). Kenaikan inflasi yang signifikan ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh dampak pandemi Covid-19, dimana setelah terjadinya pandemi pemerintah berupaya mengendalikan kembali perekonomian Indonesia (Bank Indonesia, 2022).

Suku bunga juga berperan penting dalam permintaan uang. Suku bunga dapat dipandang sebagai pendapatan yang diperoleh dari tabungan. Perubahan suku bunga akan berpengaruh terhadap perkembangan suku bunga Pasar Uang Antara Bank (PUAB), suku bunga deposito, dan suku bunga kredit. Suku bunga yang tinggi akan menyebabkan masyarakat lebih senang untuk menyimpan uangnya di bank yang akan menyebabkan kegiatan investasi dan konsumsi berkurang dan akan menyebabkan kegiatan perekonomian menurun (Nasir, 2014). Dalam konteks ini, tingkat suku bunga di Indonesia pada tahun 2018 suku bunga mengalami peningkatan sebesar 6,00% dari tahun sebelumnya sebesar 3,61%. Artinya tingkat suku bunga mengalami fluktuasi. Suku bunga kebijakan moneter yang tetap rendah dan likuiditas yang sangat longgar mendorong suku bunga kredit perbankan terus menurun. Di pasar uang dan pasar dana, suku bunga PUAB overnight dan suku bunga deposito 1 bulan perbankan telah menurun, pada tahun 2021. Di pasar kredit, penurunan SBDK perbankan terus berlanjut, diikuti penurunan suku bunga kredit baru pada seluruh kelompok Bank, kecuali BPD. Aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat yang meningkat mendorong perbaikan persepsi risiko perbankan, sehingga berdampak positif bagi penurunan suku bunga kredit baru (Bank Indonesia, 2021).

Perkembangan teknologi telah mengubah kebutuhan masyarakat terhadap alat pembayaran yang cepat, akurat dan aman dalam transaksi elektronik. Evolusi alat pembayaran dari logam dan uang kertas konvensional hingga alat pembayaran elektronik. Uang elektronik (E-money) adalah alat pembayaran yang dikeluarkan berdasarkan jumlah uang yang telah dimasukkan sebelumnya oleh pemegangnya ke penerbit. Pergeseran masyarakat dari uang tunai ke uang elektronik berdampak pada permintaan uang, dimana semakin banyaknya transaksi yang dilakukan secara elektronik mengakibatkan jumlah uang fisik yang beredar dalam perekonomian dapat berkurang. Hal ini yang menyebabkan uang elektronik (E-money) juga menjadi bagian yang dapat mempengaruhi permintaan uang di Indonesia (Lestari & Indrarini, 2023).

Penggunaan e-money dalam kehidupan sehari-hari telah meningkat, misalnya untuk transportasi, belanja online dengan penggunaan e-money yang diterbitkan oleh Bank-Bank umum maupun diterbitkan oleh sebuah perusahaan. Di Indonesia sendiri sudah menunjukkan peningkatan transaksi e-money setiap tahunnya, dalam penelitian ini pada rentang tahun 2017 sampai 2022. Diketahui pada tahun 2021 nilai transaksi e-money sebesar Rp 305,43 triliun dan mengalami peningkatan di tahun 2022 sebesar Rp 407,53 triliun. Kondisi ini menjelaskan bahwa hadirnya e-money dapat memberi kemudahan dalam bertransaksi, memungkinkan transaksi elektronik semakin aman dan cepat serta banyaknya potongan harga dan promo-promo yang ditawarkan yang membuat pengguna lebih tertarik menggunakan transaksi elektronik (Dewanta & Putri, 2022).

Anwar & Andria (2016) menyatakan bahwa tingkat suku bunga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan uang, sedangkan variabel inflasi memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan uang. Selanjutnya Polontalo et al., (2018) menyatakan bahwa dalam jangka pendek hanya variabel tingkat bunga yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap permintaan uang, sedangkan dalam jangka panjang hanya inflasi yang berpengaruh signifikan terhadap permintaan uang. Secara simultan dalam jangka pendek dan jangka panjang mempunyai pengaruh signifikan terhadap permintaan uang. Purnamawati et al., (2021) menyatakan bahwa dalam jangka panjang e-money, transaksi kartu debet dan transaksi kartu kredit berpengaruh signifikan terhadap permintaan uang di Indonesia. Sedangkan, inflasi dalam jangka pendek tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan uang di Indonesia. Sementara, dalam jangka panjang hanya transaksi kartu debet yang berpengaruh signifikan terhadap permintaan uang di Indonesia.

Rosmala (2018) menyatakan bahwa inflasi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap permintaan uang di Indonesia, sementara pengaruh suku bunga dan produk domestik bruto tidak terlalu besar terhadap permintaan uang di Indonesia. Penelitian Masitho (2018) menyatakan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) mempunyai hubungan yang positif dan berpengaruh signifikan terhadap Permintaan Uang (M2). Inflasi mempunyai hubungan negatif sehingga berpengaruh tidak signifikan atau tidak berkontribusi terhadap Permintaan Uang (M2). Hasil penelitian (Mukhtar, 2018) menyatakan bahwa dalam jangka panjang inflasi berpengaruh positif terhadap permintaan uang, sedangkan suku bunga berpengaruh negatif terhadap permintaan uang. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada penelitian sebelumnya inflasi mempunyai pengaruh terhadap permintaan uang sedangkan suku bunga ada yang berpengaruh positif dan juga ada yang berpengaruh negatif.

Berdasarkan teori Kuantitas Uang dari Milton Friedman bahwa jumlah uang beredar sangatlah penting untuk dijaga karena keterkaitannya terhadap inflasi, suku bunga dan e-money dalam perekonomian, sehingga jumlah uang beredar harus benar-benar dijaga kestabilannya agar tidak berdampak pada perekonomian di Indonesia. Hasil penelitian ini berguna bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan mengenai inflasi, suku bunga, e-money dan permintaan uang di Indonesia.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI) pada periode 2017-2022 di Indonesia. Dua variabel digunakan, yaitu variabel independen (Inflasi, Suku Bunga, dan E-money) dan variabel dependen (Permintaan Uang). Teknik analisis data yang diterapkan adalah Error Correction Model (ECM), dengan tahapan uji stasioneritas data dan uji derajat kointegrasi sebelum melakukan estimasi ECM. Model persamaan ECM menunjukkan hubungan antara variabel-variabel tersebut. Uji stasioneritas data dilakukan untuk menentukan kestabilan data, sedangkan uji derajat kointegrasi bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan keseimbangan jangka panjang antar variable,

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Analisis Hasil Penelitian

1.      Hasil Uji Akar Unit

Dalam analisis ECM jangka panjang dan jangka pendek, pengujian data adalah langkah pertama yakni menguji apakah data yang digunakan bersifat stasioner atau tidak. Data dapat dikatakan stasioner apabila rata-rata dan variannya konstan sepanjang rentang waktu yang diamati (Widarjono, 2013). Penelitian ini menggunakan uji akar unit Augmented Dickey-Fuller (ADF). Jika nilai probabilitas lebih kecil dari nilai signifikansi 10%, maka dapat disimpulkan bahwa data yang diamati bersifat stasioner. Sebaliknya, jika nilai probabilitas lebih besar dari nilai signifikansi 10%, maka dapat disimpulkan bahwa data yang diamati tidak stasioner (Widarjono, 2013). Hasil uji akar unit pada tingkat level dan tingkat first difference dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini.

Tabel 1

Hasil Uji Augmented Dickey-Fuller (ADF)

Variabel

Probabilitas

Probabilitas

Level

First

 

Difference

Permintaan Uang

0.9998

0.0001

Inflasi

0.3819

0.0001

Suku Bunga

0.6882

0.0001

E-Money

0.9950

0.0000

Sumber: Hasil Olah E-Views 12 (2023)

 

Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil uji akar unit variabel pada tingkat level, semua variabel penelitian tidak ada yang stasioner dikarenakan nilai probabilitas lebih besar (>) dari nilai signifikansi. Dikarenakan terdapat variabel yang belum stasioner pada tingkat level, maka selanjutnya melakukan uji derajat integrasi untuk memenuhi asumsi model ECM. Dalam hal ini, data harus menjadi stasioner pada tingkat yang sama atau dalam penelitian ini data stasioner pada tingkat first difference. Dimana, pada tingkat first difference semua variabel penelitian stasioner dikarenakan dikarenakan nilai probabilitas lebih kecil (<) dari nilai signifikansi.

2.      Hasil Uji Kointegrasi

Setelah menyelesaikan uji akar unit dan menentukan derajat integrasi pada tingkat first difference, langkah berikutnya adalah melakukan uji kointegrasi untuk menentukan ukuran jangka panjang. Dimna, uji kointegrasi biasanya digunakan untuk menentukan apakah terdapat hubungan jangka panjang yang signifikan antara dua atau lebih variabel. Pengujian ini dilakukan agar tidak terdapat regresi yang luncung dari data time series yang dikarenakan data tidak stasioner (Basuki, A.T. Pratowo, 2016). Berikut hasil uji kointegrasi pada tabel 2 dibawah ini.

 

Tabel 2

Hasil Uji Kointegrasi Terhadap Residual dengan ADF

Variabel

t-statistik

Probabilitas

ECT

-3.568395

0.0089

Sumber: Hasil Olah E-Views 12 (2023)

 

Pada tahapan awal pengujian ini akan mendapatkan residual dari hasil regresi jangka panjang, yang biasanya disebut dengan ECT. Langkah selanjutnya yakni melakukan uji akar unit pada tingkat level. Syarat diterimanya model ECM ialah variabel ECT harus stasioner pada tingkat level dan nilai koefisien ECT(-1) berada pada rentang -0 sampai -1 dan probabilitasnya signifikan. Hasil uji kointegrasi ini pada Tabel 3 dibawah ini.

 

Tabel 3

Kointegrasi Nilai ECT(-1)

Variabel

Koefisien

t-statistik

Probabilitas

ECT(-1)

-0.333912

-3.568395

0.0007

Sumber: Hasil Olah E-Views 12 (2023)

 

Berdasarkan Tabel 2 dan 3 diatas dapat disimpulkan bahwa residual dalam persamaan jangka panjang telah stasioner di tingkat level, ditandai dengan nilai probabilitas di angka 0.0089 lebih kecil dari 0.10. Selain itu juga pada nilai ECT(-1) koefisiennya berada di angka -0.333912 dan probabilitasnya signifikan di angka 0.0007, artinya residual tidak mengandung akar unit dan variabel ECT menunjukkan adanya kointegrasi sehingga permodelan ECM menjadi terpenuhi.

3.      Hasil Estimasi ECM

Setelah terbukti adanya kointegrasi antar variabel melalui uji kointegrasi, tahap berikutnya adalah membangun model ECM (Error Correction Model). Model ECM digunakan sebagai alat analisis untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antar variabel dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Berikut adalah hasil estimasi model ECM untuk jangka Panjang yang ditampilkan dalam tabel 4 di bawah ini:

 

Tabel 4

Hasil Regresi ECM Jangka Panjang

Variabel

Koefisien

t-statistik

Probabilitas

INF

-0.105691

-2.077992

0.0415

SB

0.058339

1.031287

0.3061

E-Money

0.082061

38.18102

0.0000

C

5.325110

30.76185

0.0000

R-Squared

0.970751

F-Statistik

752.2757

Prob(F-Statistik)

 0.000000

 

 

Sumber: Hasil Olah Eviews 12 (2023)

 

PUt = 5.325110 � 0.105691Inft + 0.058339Sbt + 0.082061Emoneyt + et��.��������.. (4.1)

Variabel independen dalam penelitian ini adalah inflasi, suku bunga dan e-money, sedangkan variabel dependennya adalah permintaan uang. Berdasarkan Tabel 4.5 diperoleh hasil R2 sebesar 0.970751 yang berarti 97.07% variasi permintaan uang dapat dijelaskan oleh variabel inflasi, suku bunga dan e-money. Kemudian, 2.93% digambarkan oleh varibel lain diluar model. Dari hasil persamaan jangka panjang yang diperoleh, dapat diinterpretasikan bahwa hanya terdapat satu variabel bebas dalam penelitian ini yang tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap permintaan uang di Indonesia untuk jangka panjang. Variabel tersebut adalah suku bunga (X2). Dapat terlihat bahwa nilai probabilitas variabel terebut berada diatas taraf signifikansi yaitu 0.10 atau 10%. Sementara, variabel inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan uang, serta e-money memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan uang.

 

Tabel 5

Hasil Regresi ECM Jangka Pendek

Variabel

Koefisien

t-statistik

Probabilitas

D(INF)

-0.004133

 

0.8982

D(SB)

0.051807

 

0.2178

D(E-Money)

0.023057

 

0.0020

ECT(-1)

-0.131464

 

0.0638

C

0.037426

 

0.0018

R-Squared

0.151817

F-Statistik

2.953341

Prob(F-Statistik)

 0.026244

Sumber: Hasil Olah Eviews 12 (2023)

ΔPUt = 0.037426 � 0.004133ΔInft + 0.051807ΔSbt + 0.023057ΔEmoneyt � 0.131464ECTt-1 + et.. (4.2)

Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan hasil regresi jangka pendek, dimana diketahui bahwa koefisien ECT dalam model ECM memiliki tanda negatif (-0.131464) dan nilai probabilitas sebesar 0.0638 < 0.10 artinya nilai ECT sudah lolos signifikansi 10% dan sudah terpenuhi karena sudah bernilai negatif. Nilai ECT sebesar -0.131464 memiliki makna bahwa terjadinya proses penyesuaian dalam jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjang terjadi cukup cepat. Hasil untuk R2 adalah 0.151817 yang berarti 15.18% variabilitas permintaan uang bisa digambarkan oleh semua variabel bebas yakni inflasi, suku bunga dan e-money. Kemudian 84.82% dapat digambarkan oleh variabel lain diluar penelitian. Hasil estimasi menunjukkan variabel e-money memiliki pengaruh jangka pendek terhadap permintaan uang. Sedangkan variabel inflasi dan suku bunga tidak memiliki pengaruh jangka pendek terhadap permintaan uang, hal ini didasarkan pada nilai probabilitas lebih besar dari α = 10%.

B.  Pembahasan Hasil Penelitian

1.    Pengaruh Inflasi Terhadap Permintaan Uang

Menurut teori kuantitas, terdapat hubungan antara inflasi dan permintaan uang dimana perubahan dalam permintaaan uang dapat berdampak pada tingkat inflasi. Sebaliknya kenaikan harga dapat mengakibatkan peningkatan permintaan uang, yang pada gilirannya mempengaruhi permintaan uang tersebut. Oleh karena itu, penurunan tingkat inflasi dapat mengakibatkan perlambatan dalam pertumbuhan permintaan uang.

Berdasarkan hasil estimasi model ECM untuk jangka panjang diketahui koefisien variabel Inflasi sebesar -0.105691 dan nilai probabilitas sebesar 0.0415 yang lebih kecil dari taraf signifikansi α = 0.10, artinya Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Permintaan Uang di Indonesia pada periode 2017-2022. Kondisi ini menjelaskan bahwa ketika Inflasi naik satu satuan maka akan menurunkan Permintaan Uang sebesar 0.105691. Selanjutnya, dalam estimasi ECM dalam jangka pendek menyatakan bahwa variabel Inflasi tidak memiliki pengaruh terhadap Permintaan Uang di Indonesia. Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan inflasi sebesar 1%, maka permintaan uang akan tetap.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori ekonomi yang menyatakan bahwa hubungan antara inflasi dan permintaan uang adalah positif. Dimana, pengaruh negatif yang ditimbulkan Inflasi pada jangka panjang dan jangka pendek diduga karena pada saat inflasi turun, permintaan uang tidak ikut turun melainkan semakin meningkat. Hal ini disebabkan tingginya pertumbuhan uang kuasi yang didorong oleh peningkatan simpanan berjangka dan giro valas pada Desember 2021. Sementara, pertumbuhan giro rupiah sedikit tertahan oleh perlambatan dana float (saldo) uang elektronik (Bank Indonesia, 2022). Dari hasil interpretasi di atas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Polontalo et al., (2018) yaitu dalam jangka panjang inflasi yang berpengaruh signifikan terhadap permintaan uang.

2.    Pengaruh Suku Bunga Terhadap Permintaan Uang

Teori ekonomi menjelaskan bahwa ketika suku bunga naik, biaya memiliki uang tunai meningkat sehingga membuat orang cenderung menyimpan lebih sedikit uang tunai dan lebih banyak uang di rekening tabungan atau bentuk investasi yang menghasilkan bunga. Sebaliknya, ketika suku bunga turun biaya memiliki uang tunai menjadi lebih rendah dan orang cenderung untuk memegang lebih banyak uang tunai.

Berdasarkan hasil estimasi model ECM untuk jangka panjang diketahui koefisien variabel Suku Bunga sebesar 0.058339 dan nilai probabilitas sebesar 0.3061 yang lebih besar dari taraf signifikansi α = 0.10, artinya Suku Bunga berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap Permintaan Uang di Indonesia pada periode 2017-2022. Hal ini menjelaskan bahwa ketika Suku Bunga naik satu satuan maka akan Permintaan Uang juga ikut naik sebesar 0.058339. Selanjutnya, pada estimasi ECM jangka pendek menunjukkan bahwa Suku Bunga juga tidak berpengaruh signifikan terhadap Permintaan Uang di Indonesia.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Anwar (2016), menyatakan bahwa tingkat suku bunga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan uang di Indonesia, tetapi tidak sejalan dengan penelitian Nursiba (2015), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa suku bunga berpengaruh negatif terhadap permintaan uang. Menurut Mishkin (2018), kenaikan suku bunga akan mengakibatkan penurunan permintaan agregat atau pengeluaran investasi, sebaliknya peningkatan suku bunga akan mengakibatkan peningkatan permintaan agregat.

3.    Pengaruh E-Money Terhadap Permintaan Uang

Pada dasarnya permintaan uang merupakan total uang yang berada di masyarakat yang awalnya hanya berupa uang kartal, giral maupun tabungan. Namun, pada saat uang elektronik sudah mulai digunakan menyebabkan penggunaan uang elektronik (e-money) semakin melonjak. E-money ialah alat pembayaran non-tunai yang sah dan legal, dimana nilai uangnya disimpan terlebih dahulu oleh penerbit dan tersimpan dalam bentuk elektronik. Tujuannya untuk mengurangi penggunaan uang tunai dengan menggantikannya dengan transaksi elektronik.

Berdasarkan hasil estimasi model ECM untuk jangka panjang diketahui koefisien variabel E-money sebesar 0.082061 dan nilai probabilitas sebesar 0.0000 yang lebih kecil dari taraf signifikansi α = 0.10, artinya E-money berpengaruh positif dan signifikan terhadap Permintaan Uang di Indonesia pada periode 2017-2022. Hal ini menjelaskan bahwa ketika E-money naik satu satuan maka akan menaikkan Permintaan Uang sebesar 0.082061. Selanjutnya, pada estimasi ECM jangka pendek menunjukkan bahwa koefisien variabel E-money sebesar 0.023057 dengan probabilitas sebesar 0.0200 lebih kecil dari 0.10, menunjukkan bahwa E-money berpengaruh positif dan signifikan terhadap Permintaan Uang di Indonesia.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Dewanta & Putri (2022) menjelaskan bahwa E-money berpengaruh positif dan signifikan terhadap Permintaan Uang. Didukung juga oleh hasil penelitian Fitri & Suriono (2019), dimana dalam penelitiannya menjelaskan dalam E-money terdapat istilah float yang merujuk pada sejumlah dana yang dimiliki oleh issuer, tercatat dalam kartu E-money tetapi belum dilakukan penarikan atau sudah digunakan untuk pembayaran namun belum ditagihkan oleh merchant. Sehingga dengan mempertimbangkan karakteristik E-money yang memungkinkam dana float ini dapat digunakan kapan saja sebagai alat pembayaran, maka jenis dana ini dapat dikategorikan sebagai dana yang sangat likuid atau dapat disetarakan dengan uang tunai (cash) atau giro sehingga dapat dikategorikan sebagai bagian dari M1. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Purnamawati et al., (2021) menyatakan dalam jangka panjang e-money berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan uang di Indonesia, artinya adanya pembayaran non tunai akan menurunkan permintaan uang.

4.    Pengaruh Inflasi, Suku Bunga dan E-Money Terhadap Permintaan Uang

Berdasarkan hasil estimasi ECM jangka panjang, dapat disimpulkan bahwa seluruh varibel bebas yakni inflasi, suku bunga dan e-money secara simultan mampu mempengaruhi permintaan uang. Dimana, diketahui nilai probabilitas (F-statistik) lebih kecil dari taraf signifikansi (0.00000 < 0.10). Selanjutnya, hasil estimasi ECM jangka pendek memiliki nilai probabilitas sebesar 0.026244 lebih kecil dari taraf signifikansi 0.10, Kondisi ini menjelaskan bahwa secara bersama-sama variabel inflasi, suku bunga dan e-money secara bersama-sama berpengaruh terhadap permintaan uang baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.

Inflasi mempunyai pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap permintaan uang, artinya inflasi meningkat maka permintaan uang akan menurun di Indonesia. Sebaiknya, Inflasi yang tinggi cenderung meningkatkan permintaan uang. Suku bunga meningkat maka permintaan uang akan menurun di Indonesia. Penggunaan e-money dapat mengurangi permintaan uang tunai, namun pada beberapa kasus e-money dapat meningkatkan permintaan uang tunai karena pengguna dapat mencairkan saldo menjadi uang tunai. Hal ini sesuai dengan penelitian Qarina (2022) dimana secara simultan dalam jangka pendek dan jangka panjang variabel inflasi, suku bunga dan e-money mempunyai pengaruh signifikan terhadap permintaan uang.

 

Kesimpulan

Permintaan uang sering digunakan sebagai indikator untuk mengukur tingkat likuiditas dalam suatu ekonomi, ini mencerminkan seberapa banyak masyarakat menginginkan uang tunai untuk transaksi atau sebagai bentuk tabungan. Permintaan uang sebagai acuan terhadap tingkat aktivitas ekonomi dan kestabilan harga. Jika permintaan uang naik, dapat mengindikasikan kekhawatiran tentang inflasi. Sebaliknya, penurunan permintaan uang bisa mencerminkan kebijakan moneter yang ketat. Suku bunga mencerminkan biaya kesempatan memiliki uang tunai daripada aset berbunga atau investasi lainnya. Kehadiran e-money juga dapat mempengaruhi dinamika likuiditas dan kebijakan moneter.

Berdasarkan hasil estimasi dengan ECM untuk jangka panjang diketahui bahwa inflasi berpengaruh negatif terhadap permintaan uang di Indonesia. E-money berpengaruh positif dan signifikan, sedangkan suku bunga tidak berpengaruh terhadap permintaan uang di Indonesia. Hasil ECM untuk jangka pendek menunjukkan e-money brpengaruh positif dan signifikan, sementara inflasi dan suku bunga tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan uang di Indonesia.

Rekomendasi yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini yaitu kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia berperan penting dalam mengatur ekonomi Indonesia. Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak keputusan terhadap permintaan uang, sementara Bank Indonesia perlu cermat dalam mengendalikan uang beredar dan menentukan suku bunga untuk menjaga stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Terakhir, kolaborasi efektif antara pemerintah dan Bank Indonesia diperlukan untuk mencapai tujuan ekonomi yang berkelanjutan.

Peneliti selanjutnya disarankan agar menambah variabel-variabel lainnya, seperti pendapatan, harga barang, fasilitas kredit, selera masyarakat, produk domestik bruto dan lain-lain. Penggunaan metode analisis ekonometrik seperti VECM, VAR, GARDH, ARDL dan sejenisnya juga memungkinkan. Peneliti selanjutnya juga dapat menggunakan data time series dengan periode lebih panjang atau data panel agar memberikan gambaran yang lebih mendetail terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang.


BIBLIOGRAFI

 

Adnan, M. (2023). Exploring the Role of Domestic and Foreign Factors in Indonesian Islamic ���� Mutual Funds. Journal of Enterprise and Development (JED), 5(3).

 

Anwar, C. J., & Andria, M. P. (2016). Hubungan Variabel Makroekonomi dengan Permintaan ���� Uang di Indonesia Sebelum dan Sesudah Krisis Moneter. Jurnal Ekonomi-Qu, 6(1), 69�������� 81. https://doi.org/10.35448/jequ.v6i1.4190

Basuki, A.T. Pratowo, N. (2016). Analisis Regresi dalam Penelitian Ekonomi & Bisnis : (dilengkapi �� Aplikasi SPSS & Eviews) / Agus Tri Basuki, Nano Prawoto. PT RajaGrafindo Persada.

 

Dewanta, A. & Putri, A.I.N. (2022). Pengaruh E-Money terhadap Permintaan Uang pada Sebelum dan Sesudah Covid-19. Jurnal Kebijakan Ekonomi dan Keuangan, 1(2), 186�197. �� https://doi.org/10.20885/jkek.vol1.iss2.art5.

 

Lestari, P. & Indrarini, R. (2023). Pengaruh Sistem Pembayaran Non Tunai terhadap ������� Permintaan Uang di Indonesia. Jurnal Mirai Management, 8(2), 235-245.

 

Mukhtar, S. (2018). Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Uang di ����� Indonesia Periode 2001-2015 dengan Pendekatan Error Correction Model. Ecoplan : ��� Journal of Economics and Development Studies, 1(2), 65�72. ������ https://doi.org/10.20527/ecoplan.v1i2.9

 

Nasir, M. (2014). Ekonomi Moneter dan Kebanksentralan. Mitra Wacana Media.

 

Nopirin, M. (2011). Pengantar Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro (3rd ed.). BPFE.

 

Polontalo, F., Rotinsulu, T. O., & Maramis, M. T. . (2018). Analisis Faktor � Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Uang di Indonesia Periode 2010 � 2017. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 18(3), 35�46.

 

Purnamawati, N. & Panjawa, J. (2021). Dampak E-Money dan Dimensi Transaksi Terhadap �������� Permintaan Uang di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 8(2), 279-289.

 

Qarina. (2022). Dampak investasi, Suku Bunga, dan Inflasi Terhadap Permintaan Uang di ����������� Sulawesi Selatan periode 2006-2020. Bulletin of Economic Studies (BEST), 2(3), 125�137.

 

Sugiyono. (2016). Metode penelitian bisnis (pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D) (Ed. 3; Cet). �� Alfabeta.

 

Sukirno, S. (2012). Makroekonomi Teori Pengantar (3rd ed.). PT RajaGrafindo Persada.

 

Widarjono, A. (2013). Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Upp Stim Ykpn.

Copyright holder:

Sari Nurmetri, Muhammad Adnan (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: