Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 12, Desember 2023

 

KEDUDUKAN WARGA NEGARA ASING DALAM MEMBUAT AKTA WASIAT DI INDONESIA

 

Leonardy Julio Tanjaya, Gunawan Djajaputra

Fakultas Hukum, Universitas Tarumanagara, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Salah satu hak yang dimiliki oleh setiap manusia adalah untuk membuat akta wasiat mengenai harta yang dimilikinya, baik merupakan warga negara indonesia maupun warga negara asing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan warga negara asing untuk membuat wasiat di Indonesia. Metode penelitian menggunakan deskriptif analisis, penelitian hukum normatif, dan penelitian kepustakaan. Hasil penelitian menyatakan bahwa dalam peraturan perundang-undangan dan sifat dari pembuatan akta wasiat itu sendiri menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat akta wasiat dimana harta kekayaannya itu berada. Kesimpulan dari penelitian ini menyatakan bahwa kedudukan warga negara asing merupakan sama dengan warga negara indonesia untuk dapat membuat akta wasiat di indonesia.

 

Kata kunci: Akta Wasiat, Warga Negara Asing, Harta Kekayaan

 

Abstract

One of the rights that every human being has is to make a testament regarding the assets that they owned, whether they are indonesian citizens or foreign citizens. This research aims to determine the position of foreign citizens in making testament in Indonesia. The research methods in this research are descriptive analysis, legal research, and library research. The results of this research state that by the regulations and the nature of testament state that every person can make testament about where their assets located. Conclusion of this research states that foreign citizens can make testament about their assets in Indonesia same like indonesian citizens.

 

Keywords: Testament, Foreigns Citizens, Wealth

 

Pendahuluan

Dalam kehidupan manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum, dimulai dari lahrinya manusia dengan terbitnya akta kelahiran hingga pada akhir hidup manusia yaitu dengan terbitnya akta kematian. Peristiwa hukum dari meninggalnya seseorang tidak hanya berupa terbitnya akta kematian, akan tetapi dengan kematian seseorang yang sebelumnya telah membuat akta wasiat, maka wasiat tersebut baru dapat dilaksanakan akibat kematiannya (Afkarina, 2018).

Surat Wasiat atau Akta Wasiat merupakan suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali olehnya (Usman, 2018). Selain telah dijelaskan dalam undang-undang, Akta Wasiat menurut beberapa ahli seperti R. Subekti menyatakan bahwa Suatu wasiat atau testament adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia (Subekti, 1978). 

Oemar Moechtar mengatakan bahwa Surat Wasiat adalah akta testament, yang merupakan pemberian seseorang kepada orang lain baik berupa barang, piutang, atau manfaat untuk dapat dimiliki oleh orang yang diberi wasiat ketika pemberi wasiat telah mati (Moechthar, 2017). Menurut Juswito Satrio akta testamen atau surat wasiat dibagi menjadi dua berdasarkan dari bentuknya, akta wasiat merupakan suatu akta yang memenuhi syarat undang-undang itu sendiri (Satrio, 1992). Sedangkan berdasarkan isinya maka surat wasiat merupakan pernyataan kehendak yang baru dapat dilaksanakan atau berlaku ketika pembuat testamen meninggal dunia dan pernyataan disaat pembuat masih hidup dapat ditarik kembali secara sepihak.

Dalam peraturan perundang-undangan surat wasiat diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek yang dimana hukum waris sendiri diatur berdasarkan berbagai macam golongan yang diantaranya dibagi menjadi golongan Timur Asing Tionghoa, golongan Eropa, dan golongan yang mengikuti sepenuhnya terhadap Burgerlijk Wetboek (Salamba, 2017). 

Surat Wasiat sendiri dibagi menjadi beberapa macam diantaranya merupakan surat wasiat umum, surat wasiat olografis, dan surat wasiat rahasia.  Surat wasiat umum merupakan surat wasiat yang dibuat dengan akta umum yang dilakukan dihadapan notaris serta dua orang saksi lainnya (Agustina, 2020). Sedikit berbeda dengan surat wasiat umum, Surat wasiat olografis merupakan surat wasiat yang ditulis tangan dan ditanda tangani oleh pewaris sendiri yang selanjutnya diberikan kepada notaris untuk dibuatnya akta penitipan wasiat yang pada akhirnya akan ditandatangani oleh pewaris serta dua orang saksi.

Surat wasiat yang terakhir yaitu, surat wasiat rahasia adalah surat wasiat yang ditulis dan ditandatangani dengan tertutup yang kemudian akan diberikan kepada notaris dengan empat orang saksi untuk disegel (Aisyah, 2019). Sesuai dengan penjelasan yang diatas maka dalam pembuatan surat wasiat diperlukannya sosok pejabat umum yaitu notaris untuk mengesahkan surat wasiat, baik dengan bentuk umum, bentuk olografis, dan bentuk rahasia.

Isi dalam surat wasiat sendiri merupakan pembagian harta peninggalan pewaris yang wajib dibagi dengan cara yang layak kepada para ahli waris, selain itu dalam surat wasiat juga memuat mengenai bagian mutlak (legitieme portie) dari para ahli waris yang telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sanjaya, 2018).

Tidak hanya di Indonesia, Warga Negara Indonesia dapat membuat surat wasiat di luar negeri dengan ketentuan bahwa hanya berisi mengenai harta kekayaan yang dimilikinya di luar negeri tersebut. Hal ini berlaku juga terhadap Warga Negara Asing yang memiliki harta kekayaan di Indonesia maka dapat membuat surat wasiat di Indonesia, akan tetapi hanya ada satu macam surat wasiat yang dapat dibuat oleh Warga Negara Asing yaitu merupakan Surat Wasuat Umum (Openbaar Testament) dengan prosedur dan tata cara yang sama seperti Warga Negara Indonesia yang telah diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Jabatan Notaris No. 3 Tahun 2004.

Berkaitan dengan itu, adanya kondisi dimana Warga Negara Indonesia yang membuat surat wasiat yang kemudian ahli waris merupakan seorang Warga Negara Asing. Maka dari itu, penulis bertujuan untuk membuat kedudukan Warga Negara Asing dalam membuat akta wasiat di Indonesia.

 

Metode Penelitian

Penelitian hukum menurut ahli hukum seperti Peter Mahmud merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum untuk menjawab isu hukum yang dihadapi (Marzuki, 2013). Penelitian ini berfokus pada pembahasan kedudukan hukum yang dimiliki Warga Negara Asing sebagai ahli waris objek tanah di Indonesia. Dalam penelitian ini metode yang digunakan merupakan metode penelitian yang bersifat deskriptif analisis, dengan jenis penelitiannya yaitu penelitian hukum normatif (legal research).

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terbagi menjadi tiga bahan hukum yaitu, bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Dengan seluruh bahan hukum dan data yang telah dikumpulkan, kemudian akan dirangkai dan dijadikan pendukung untuk menemukan jawaban atas isu hukum yang akan dianalisis.

 

Hasil dan Pembahasan

A. Kedudukan Hukum Pembuatan Akta Wasiat Warga Negara Asing di Indonesia

Notaris memiliki kewenangan untuk membuat akta autentik sesuai dengan peraturan yang tertuang dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang menyatakan bahwa Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik berdasarkan perundang-undangan di Indonesia (Sari, Murni, & Udiana, 2018). Pada pasal 1868 KUHPerdata menjelaskan lebih dalam mengenai apa yang dapat disebut sebagai akta autentik yaitu Akta yang dibuat sesuai dengan undang-undang oleh pejabat umum yang berwenang di tempat akta akan dibuat.

Dari penjelasan tersebut akta dapat disebut sebagai akta autentik berdasarkan 3 (tiga) hal, yaitu isi akta dibuat berdasarkan hukum perundang-undangan di Indonesia, akta dibuat oleh/atau dihadapan seorang pejabat umum, dan pejabat umum yang membuat/atau dibuat dihadapannya harus berwenang sesuai dengan tempat dibuatnya akta tersebut. Maka jika ketiga hal tersebut terpenuhi, akta tersebut dapat dikatakan autentik hingga adanya pembuktian secara formil bahwa akta tersebut merupakan akta palsu atau tidak asli (Yudara, 2006).

Kekuatan hukum yang dimiliki suatu akta autentik daiantaranya adalah kekuatan pembuktian lahir yaitu mengenai pembuktian bahwa dalam pembuatan akta tersebut telah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku di indonesia,  kekuatan pembuktian formal dibuktikan dengan menyatakan  bahwa isi dalam akta autentik merupakan benar selama tidak adanya pembuktian bahwa isi dari akta merupakan tidak benar, dan terakhir pembuktian material yaitu memberikan kepastian hukum bahwa keterangan dalam akta autentik tersebut merupakan keterangan yang benar (Sukmawirawan, 2014).

Akta Wasiat atau Testamen merupakan satu diantara banyaknya akta autentik yang dapat dibuat oleh seorang pejabat umum atau notaris. Hal ini didukung dengan Pasal 16 ayat (1) huruf I UUJN yang menyatakan dalam menjalankan tugasnya, Notaris diwajibkan untuk membuat daftar akta yang sesuai dengan wasiat menurut urutan dari pembuatan akta tersebut setiap bulannya. Akta Wasiat di Indonesia diatur dalam Bab XIII Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dimulai dari ketentuan terbuatnya wasiat hingga pencabutan atau gugurnya surat wasiat.

Dalam akta wasiat terdapat dua pihak yaitu pemberi wasiat dan penerima wasiat. Sehingga sebelum dapat membuat akta, ada syarat yang harus dipenuhi baik sebagai pemberi wasiat yaitu diatur dalam Pasal 895 KUHPerdata yang menyatakan bahwa untuk seseorang agar dapat membuat maupun mencabut surat wasiat diharuskan memiliki kemampuan untuk bernalar atau berakal budi. Selain itu, pada pasal selanjutnya dikatakan bahwa ketentuan agar dapat membuat akta wasiat yaitu batas umur yaitu diatas 18 (delapan belas) tahun atau sudah menikah. maka apabila pembuat wasiat belum memenuhi syarat baik dalam hal kemampuan bernalar atau telah dewasa maka surat wasiat tidak dapat dibuat.

Sedangkan mengenai syarat sebagai penerima wasiat yaitu harusnya penerima wasiat telah ada disaat pemberi wasiat meninggal sesuai pada pasal 899 KUHPerdata, dan pada pasal 912 KUHPerdata dikatakan bahwa setiap orang yang telah membunuh pewaris, memaksa maupun memusnahkan surat wasiat maka tidak dapat memperoleh atau menerima keuntungan dari akta wasiat tersebut.

Isi dari akta wasiat atau testament berisi mengenai dua hal yaitu surat wasiat dalam hal pengangkatan waris “erfstelling” dan surat wasiat hibah “legaat”. Surat wasiat pengangkatan waris sesuai dengan pasal 954 KUHPerdata berisi mengenai penunjukkan atas siapa yang akan menerima atau mendapatkan harta kekayaan yang akan ditinggalkan dan berapa banyak jumlahnya yang diberikan oleh pemberi atau pembuat wasiat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa surat wasiat pengangkatan waris merupakan penunjukkan satu atau lebih pihak yang akan mendapatkan waris atau dapat disebut sebagai ahli waris dan menjelaskan secara rinci berapa banyak waris yang akan didapatkan Akta Wasiat atau Testamen merupakan satu diantara banyaknya akta autentik yang dapat dibuat oleh seorang pejabat umum atau notaris. Hal ini didukung dengan Pasal 16 ayat (1) huruf I UUJN yang menyatakan dalam menjalankan tugasnya, Notaris diwajibkan untuk membuat daftar akta yang sesuai dengan wasiat menurut urutan dari pembuatan akta tersebut setiap bulannya. Akta Wasiat di Indonesia diatur dalam Bab XIII Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dimulai dari ketentuan terbuatnya wasiat hingga pencabutan atau gugurnya surat wasiat.

Dalam akta wasiat terdapat dua pihak yaitu pemberi wasiat dan penerima wasiat. Sehingga sebelum dapat membuat akta, ada syarat yang harus dipenuhi baik sebagai pemberi wasiat yaitu diatur dalam Pasal 895 KUHPerdata yang menyatakan bahwa untuk seseorang agar dapat membuat maupun mencabut surat wasiat diharuskan memiliki kemampuan untuk bernalar atau berakal budi. Selain itu, pada pasal selanjutnya dikatakan bahwa ketentuan agar dapat membuat akta wasiat yaitu batas umur yaitu diatas 18 (delapan belas) tahun atau sudah menikah. maka apabila pembuat wasiat belum memenuhi syarat baik dalam hal kemampuan bernalar atau telah dewasa maka surat wasiat tidak dapat dibuat.

Sedangkan mengenai syarat sebagai penerima wasiat yaitu harusnya penerima wasiat telah ada disaat pemberi wasiat meninggal sesuai pada pasal 899 KUHPerdata, dan pada pasal 912 KUHPerdata dikatakan bahwa setiap orang yang telah membunuh pewaris, memaksa maupun memusnahkan surat wasiat maka tidak dapat memperoleh atau menerima keuntungan dari akta wasiat tersebut.

Isi dari akta wasiat atau testament berisi mengenai dua hal yaitu surat wasiat dalam hal pengangkatan waris “erfstelling” dan surat wasiat hibah “legaat” (Hamdani, Mansar, & Erwinsyahbana, 2022). Surat wasiat pengangkatan waris sesuai dengan pasal 954 KUHPerdata berisi mengenai penunjukkan atas siapa yang akan menerima atau mendapatkan harta kekayaan yang akan ditinggalkan dan berapa banyak jumlahnya yang diberikan oleh pemberi atau pembuat wasiat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa surat wasiat pengangkatan waris merupakan penunjukkan satu atau lebih pihak yang akan mendapatkan waris atau dapat disebut sebagai ahli waris dan menjelaskan secara rinci berapa banyak waris yang akan didapatkan pasal 994 KUHPerdata, Cara kedua sesuai dengan pasal 996 KUHPerdata pencabutan secara diam-diam dapat terjadi apabila adanya barang yang tercantum dalam surat wasiat dihibahkan atau diperjual belikan kepada orang lain, dan cara pencabutan secara diam-diam terakhir yaitu sesuai dengan pasal 934 KUHPerdata yaitu dengan pencabutan testament olografis yang berada di notaris oleh pembuat wasiat.

Pembuatan wasiat sendiri didasarkan pada letak harta kekayaan itu berada sesuai dengan Pasal 945 KUHPerdata yang mengatakan Warga Negara Indonesia yang mempunyai aset di Luar Negeri maka harus membuat wasiat di Notaris/Pejabat yang berwenang di Negara tempat aset tersebut berada  dan sesuai dengan hukum yang berlaku ditempat tersebut (Badruddin, 2021). Sehingga dapat dikatakan apabila adanya Warga Negara Indonesia yang mnemiliki kekayaan di Singapura maka dari itu surat wasiat tidak dapat dibuat oleh Notaris Indonesia dan harus dilakukan dengan Notaris Singapura, dan sebaliknya apabila adanya Warga Negara Asing yang memiliki harta kekayaan di Indonesia, maka yang berhak membuat testament mengenai hartanya yang berada di Indonesia merupakan Notaris Indonesia.

Prosedur dan bentuk wasiat yang dapat dibuat oleh Warga Negara Asing telah diatur dalam Undang-Undang yaitu berdasarkan ex pasal 4 Staatsblad tahun 1924/559 bentuk wasiat yang dapat dibuat oleh Warga Negara Asing di Indonesia hanya boleh dalam bentuk Wasiat Umum sehingga pada waktu pelaksana wasiat ditunjuk akan mendapatkan salinan Akta Wasiat yang telah dibuat mengenai hartanya yang berada di Indonesia dan pada tahap ini keputusan untuk melaksanakan wasiat atau tidak dilaksanakannya merupakan keputusan executer testamentair. 

Prosedur untuk Warga Negara Asing untuk mendaftarkan wasiatnya sama dengan prosedur Warga Negara Indonesia yang telah diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004, dalam tahapannya maka pemberi wasiat atau kuasanya dapat hadir dihadapan Notaris untuk mmebuat surat wasiat, kemudian Notaris memiliki kewajiban untuk melaporkan pembuatan wasiat tersebut di Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan dengan didaftarkannya dalam Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia maka akan didaftarkan keada Departemen Perwakilan Wilayah.

 

Kesimpulan

Kedudukan Warga Negara Asing untuk membuat akta wasiat di Indonesia memiliki hak yang sama dengan Warga Negara Indonesia yang ingin membuat testament diluar negeri. Hal ini dikarenakan dalam hakikatnya, pembuatan wasiat dilakukan ditempat harta kekayaan itu berada, sehingga apabila Warga Negara Asing memiliki harta kekayaan di Indonesia dapat diperbolehkan membuat wasiat di Indonesia sesuai dengan Pasal 945 KUHPerdata yang mengatakan bahwa Warga Negara Indonesia yang memiliki aset diluar negeri maka harus membuat wasiat di pejabat/notaris dimana harta itu berada.

Akan tetapi Warga Negara Asing tidak dapat membuat surat wasiat dalam bentuk olografis dan rahasia, dikarenakan hanya diperbolehkan dalam bentuk surat wasiat umum yang telah diatur dalam ex pasal 4 Staatsblad tahun 1924/559, sehingga pelaksana wasiat yang telah ditunjuk akan mendapatkan salinan akta wasiat dan berhak untuk menentukan keputusannya untuk melaksanakan wasiat atau tidak setelah pemberi wasiat telah meninggal dunia. Prosedur dalam mendaftarkan surat wasiat tidak memiliki perbedaan antara Warga Negara Asing dengan Warga Negara Indonesia karena telah diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004.

 

BIBLIOGRAFI

Afkarina, Izzah. (2018). Kekuatan Hukum Akta Wasiat (Testamen Acte) sebagai Akta Autentik dalam Sistem Hukum di Indonesia. Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

Agustina, M. SRIASTUTI. (2020). Tinjauan hukum surat wasiat dalam penyerahannya oleh orang lain ke notaris. Yustitiabelen, 6(1), 48–68.

Aisyah, Nur. (2019). Wasiat dalam pandangan hukum Islam dan BW. El-Iqthisady: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah.

Badruddin, Muhammad. (2021). Peran dan Tanggung Jawab Notaris Atas Akta Wasiat Yang di Buat di Hadapannya Dalam Perspektif Hukum Perdata dan Hukum Islam (Studi Kasus di Notaris Kabupaten Kendal). Universitas Islam Sultan Agung (Indonesia).

Hamdani, Hamdani, Mansar, Adi, & Erwinsyahbana, Tengku. (2022). Hibah Wasiat Bagi Anak Yang Lahir Dari Perkawinan Tidak Tercatat. Legalitas: Jurnal Hukum, 14(1), 166–171.

Marzuki, Peter Mahmud. (2013). Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana. Mertokusumo, Sudikno.

Moechthar, Oemar. (2017). Dasar-Dasar Teknik Pembuatan Akta. Airlangga University Press.

Salamba, Pratini. (2017). Tinjauan Hukum Mengenai Pembagian Harta Warisan Menurut KUHPerdata. Lex Administratum, 5(6).

Sanjaya, Umar Haris. (2018). Kedudukan Surat Wasiat Terhadap Harta Warisan Yang Belum Dibagikan Kepada Ahli Waris. Jurnal Yuridis, 5(1), 67–97.

Sari, Dewa Ayu Widya, Murni, R. A. Retno, & Udiana, I. Made. (2018). Kewenangan Notaris di Bidang Cyber Notary Berdasarkan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Udayana University.

Satrio, J. (1992). Hukum waris, alumni. Bandung.

Subekti, S. H. (1978). Pokok pokok hukum perdata. (No Title).

Sukmawirawan, Cita Astungkoro. (2014). Kekuatan Pembuktian Legalisasi Dan Waarmerrking Akta Dibawah Tangan Oleh Notaris.

Usman, Muhammad Fhadel. (2018). Pembuatan Surat Wasiat Dalam Perencanaan Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. LEX PRIVATUM, 6(5).

Yudara, N. G. (2006). Pokok-pokok Pemikiran Diseputar Kedudukan dan Fungsi Notaris serta Akta Notaris menurut Sistim Hukum Indonesia. Renvoi, Nomor, 10.

 

Copyright holder:

Leonardy Julio Tanjaya, Gunawan Djajaputra (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: