Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
3, Maret 2023
MELESTARIKAN ADAT BUDAYA PADA SISWA SEKOLAH
DASAR DI DESA KEBULEN
Dea Azzahra1, Dinnie Anggaraeni Dewi2,
Rizky Saeful Hayat3
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Jawa Barat,
Indonesia1,2
Universitas Islam Nusantara, Bandung, Jawa Barat, Indonesia3
Email: [email protected]1,
[email protected]2
Abstrak
Literasi
budaya dan kewarganegaraan itu tidak berpacu pada budaya saja melainkan dapat membangun
identitas sebagai bangsa Indonesia di era saat ini. Adat yang ada pada salah
satu desa yang harus dilestarikan oleh siswa sekolah dasar sangat penting. Oleh
karena itu sebagai calon tenaga pendidik dapat mengenalkan budaya yang ada di
desa kebulen kepada siswa, guna siswa sekolah dasar bisa menjaga kelestarian
budaya yang ada di desa tersebut. Penelitian ini bertujuan
untuk mengeksplorasi pentingnya literasi budaya dan kewarganegaraan di kalangan
siswa sekolah dasar, dengan fokus pada pemeliharaan adat istiadat di desa
Kebulen. Metode penelitian melibatkan pengenalan dan penyuluhan tentang budaya
desa kepada siswa sekolah dasar oleh calon tenaga pendidik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemahaman dan apresiasi terhadap warisan budaya lokal
meningkat pada siswa setelah mereka diperkenalkan dengan nilai-nilai budaya
desa. Penelitian ini menegaskan pentingnya literasi budaya dalam membangun
identitas nasional dan melestarikan warisan budaya, serta menekankan peran
penting pendidikan dalam menjaga keberlangsungan budaya lokal.
Kata kunci: Adat budaya, siswa
sekolah dasar, kewarganegaraan
Abstract
Cultural literacy and citizenship are not solely about
culture but also about building an identity as Indonesians in the present era.
The customs existing in one of the villages must be preserved by elementary
school students, which is crucial. Therefore, as prospective educators, they
can introduce the culture of Kebulen village to students, so that elementary
school students can preserve the culture of the village. This research aims to
explore the importance of cultural literacy and citizenship among elementary
school students, focusing on the preservation of customs in Kebulen village.
The research method involves introducing and educating students about the
village's culture by prospective educators. The findings indicate that
students' understanding and appreciation of local cultural heritage increase
after being introduced to the village's cultural values. This study emphasizes
the importance of cultural literacy in building national identity and
preserving cultural heritage, and underscores the vital role of education in
maintaining the sustainability of local culture.
Keywords: Cultural customs,
elementary school students, citizenship
Pendahuluan
Di Indonesia memiliki keberagaman yang kian banyak seperti, keberagaman yang ada di Indonesia, budaya, adat dan kebiasan itu salah satunya. Hal ini, sebagian dari perkembangan yang modern, Indonesia sudah ada pengaruh dari budaya di berbagai negara sebagai dampak dari hubungan kerjasama yang telah dibangun (Almaahi et al., 2022). Dampaknya, keberagaman ada, yang dibawa oleh setiap suku bangsa di Indonesia menjadi semakin kompleks. Dalam kemampuan memahami keberagaman dan tanggung jawab warga negara yakni bagian dari suatu bangsa yang merupakan kecakapan yang patut dimiliki oleh setiap individu di abad ke 21 (Mardiana & Kasih, 2021). Hal ini, literasi budaya dan kewarganegaraan sangat penting untuk siswa sekolah dasar, masyarakat, dan keluarga. Literasi budaya dan kewarganegaraan itu tidak berpacu pada budaya saja melainkan dapat membangun identitas sebagai bangsa Indonesia di era saat ini (Mantri, 2014).
Adat yang ada pada salah satu desa yang harus dilestarikan oleh siswa sekolah dasar sangat penting. Oleh karena itu sebagai calon tenaga pendidik dapat mengenalkan budaya yang ada di desa kebulen kepada siswa, guna siswa sekolah dasar bisa menjaga kelestarian budaya yang ada di desa tersebut (Rukmana et al., 2014). Dengan mengenalkan keberagaman budaya seperti, adat budaya kumpul tumpeng, adat merayakan hari tertentu, dan adat lainnya. Siswa akan memahami bahwa setiap daerah itu ada ciri khas dari adat dan budaya nya oleh karena itu, siswa dapat mengetahui sejarah adat budaya yang ada di desa (Supeni et al., 2022). Desa yang memiliki adat yang masih melekat dari jaman dahulu kala hingga sekarang masih di lestarikan itu perlu menjadi contoh untuk bisa menjaga, mengenalkan, bahkan melestarikan dari leluhur sampai anak cucu, untuk bisa meneruskan (Widiawati et al., 2022).
Setiap daerah pasti memiliki kebudayaan yang berbeda dengan ciri khas nya tersendiri, oleh karena itu sangat perlu sekali melestarikannya. Budaya yakni suatu tradisi yang harus di hormati bahkan sebagai masyarakat di desa harus bisa menjaga nya dengan baik (Riauan, 2020). Leluhur jaman dahulu tentunya sudah merangkai tradisi yang mereka lakukan dan bahkan awet sampai sekarang tradisi itu masih dilakukan. Perkembangan yang semakin canggih bukan berarti meninggalkan adat budaya, dengan era yang modern ini dapat menjadi peluang untuk membagikan dan mengenalkan adat budaya daerah setempat (Gustianingrum & Affandi, 2016). Dengan semua orang mengetahui itu menjadi nilai untuk setiap desa harus bisa menjaga budaya-budaya yang ada di daerahnya. Desa yang baik adalah desa yang masyarakatnya dapat menjaga adat budaya, tradisi leluhur, menjadi tauladan untuk desa-desa yang lain (Kusumastuti & Priliantini, 2017).
Desa Kebulen memiliki budaya yang khas sekali, masyarakat ketika ada acara atau kegiatan sacral tentunya ikut serta andil dalam menyukseskan acara (Nurhidayah & Indayani, 2020). Tidak hanya orang tua saja, anak-anak muda generasi bangsa ikut serta juga, karena setiap kegiatan di desa adalah nilai cinta masyarakat terhadap desanya. Ada kata yang berciri dari desa kebulen “gede, cilik, tua, enom” yang berarti besar, kecil, tua, muda harus tetep bersama untuk menjaga tradisi di desa. Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pentingnya literasi budaya dan kewarganegaraan di kalangan siswa sekolah dasar, dengan fokus pada pemeliharaan adat istiadat di desa Kebulen.
Metode Penelitian
Penelitian
ini menggunakan metode studi lapangan dan literature review, yang dimana dapat
menjadi bahan untuk penelitian ini dalam meninjau langsung ke lapangan dan
review kepustakaan (Sugiyono, 2019). Dengan melakukan studi lapangan peneliti dapat mengetahui adat dan
budaya yang ada di desa Kebulen. Dan bisa mengenal tradisi yang ada di desa
ini. Menurut Dedy Mulayana penelitian lapangan (field research) yakni jenis
penelitian yang mempelajari fenomena dalam lingkungannya yang alamiah. Yang menghasilkan
data primer dari hasil lapangan yang di telusuri.
Hasil dan Pembahasan
Pengertian Literasi Budaya
Literasi
budaya, literasi sangat penting dikembangkan dalam siswa sekolah dasar yang
dimana siswa dapat mengenal budaya (Muttaqin & Rizkiyah, 2022). Literasi budaya harus diterapkan kepada siswa sekolah dasar agar
mereka mengenal sebagai warga negara kita harus memahami dan bersikap terhadap
kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa (Aswat et al., 2020). Literasi kewarganegaraan yakni literasi yang memahami akan hak
yang ada pada negara ini dan kita harus bisa menyikapi pada hak dan kewajiban
sebagai warga negara. Hal ini sangat penting dijelaskan kepada siswa sekolah
dasar guna mengenalkan, dan memahami mereka betapa sangat pentingnya literasi
di era saat ini.
Dengan membiasakan membaca dan menulis saja dapat memahami mengenai literasi budaya dan kewarganegaraan. Siswa sekolah dasar di kelas tinggi perlu menerapkan literasi yang akan berdampak baik pada dirinya ketika berada di bangku sekolah (Afghani et al., 2022). Agar mereka dapat memahami literasi itu tidak hanya membaca dan menulis sebelum KBM saja melainkan dapat menjadikan pelopor untuk bangsa negara Indonesia. Siswa jika sejak dini mengenal literasi mereka akan terbiasa dan menjadi harapan bagi bangsa ini. Harapan bangsa ada pasa siswa-siswi yang masih berada di bangku sekolah dengan mereka memahami pembelajaran dengan baik, literasi diperluas dan lebih ditingkatkan, pengalaman mereka yang didapatkan sangat menjadi bekal dimasa yang akan datang, dengan harapan yang sangat besar bagi bangsa ini.
Keberagaman Adat Budaya
Kesenian yakni budaya: kesenian salah satu bentuk kebudayaan di masyarakat. Indonesia dengan luas dan kepulauan yang besar pasti memiliki berbagai bentuk dan beragam macam kesenian (Akhmad, 2020). Berbagai bentuk kesenian setiap daerah yang ada di Indonesia itu sangat perlu dikenalkan dan dilestarikan kepada masyarakat untuk generasi muda agar tidak lupa dengan warisan leluhur untuk selalu dijaga dan jangan sampai punah.
Kewargaan Indonesia memiliki beragam suku bangsa, adats dan kebiasaan, serta kepercayaan. Hal ini sangat perlu setiap masyarakat saling menghormati, berempati, bertoleransi, serta bekerjasama (Hadiansyah et al., 2017). Dengan berbagai perbedaan tidak menjadikan penghalang untuk hal tertentu, budaya memiliki kewajiban dan hak yang turut ikut serta berpatisipasi aktif dalam kehidupan bernegara (Widiyanto, 2017). Nasionalisme, yakni adanya kesadaran pada bangsa, oleh karena itu penting sekali di setiap warga negara memiliki peduli pada bangsa dan negara. Seseorang harus dapat bertanggung jawab pada aturan yang sudah ada dan dapat menjungjung bangsa dan negara. Hal ini sebagai warga negara Indonesia harus dengan baik berperan membangun kesetaran warga guna saling menyempurnakan sesama warga masyarakat. Dengan ini sangat perlu membangun kesadaran warga negara, untuk membangun kesadaran sebagai warga negara, yang harus saling menghargai dan memahami.
Budaya Kebul Tumpeng (Kumpul Tumpeng)
Kebul tumpeng atau kumpul tumpeng adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat desa kebulen pada hari tertentu. Kebul yang berarti kebulan asap menyan yang disesajen kan di buyut dan banyak kumpulan nasi tumpeng yang di satukan di tempat buyut (Hartini, 2021). Tradisi ini sudah menjadi pembiasaan disetiap acara seperti mapag sri, unjungan, dan sejenisnya, budaya ini adalah ucapan rasa syukur pada sang pencipta, masyarakat desa kebulen pada hari panen, dan hari lahir atau kejayaan di desa. Kumpul tumpeng harus dilakukan oleh seluruh masyarakat desa kebulen untuk menghormati leluhur, dan melestarikan adat budaya. Kumpul tumpeng biasanya di lakukan di Buyut desa Kebulen, tempat sejenis saung yang untuk kumpul acara tertentu. Kegiatan kumpul tumpeng ini sudah menjadi pembiasaan masyarakat desa kebulen, dan kumpul tumpeng ini berisi nasi putih yang berbentuk kerucut, daging ayam bekakak, bihun atau mie goreng, telor dadar iris, ikan asin, tahu, tempe, dan sebagainya. Isi pada nasi tumpeng ini sudah menjadi ciri khas desa kebulen, dan harus di patuhi.
Begitu melekat sekali budaya yang ada di desa kebulen. Oleh karena itu, siswa sekolah dasar bisa menjadi pengetahuan dengan mengikuti atau melihat tradisi kumpul tumpeng desa kebulen. Guna menjadi pemantik siswa sekolah dasar dalam melestarikan budaya.
Mermule (Unjungan)
Unjungan
atau mermule itu adalah adat yang setiap tahun nya di rayakan dengan festival
acara yang sangat meriah bahkan seluruh masyarakat menghormati di hari itu
tidak ada yang melakukan kegiatan selain merayakan hari kelahiran desa Kebulen.
Desa Kebulen lahir pada 10 Oktober dan setiap satu tahun sekali merayakan acara
yang sakral ini, dengan berbagai macam setiap Rt/Rw berpartisipasi membuat
ogoh-ogohan yang menciri kan desa Kebulen. Seperti ada ogohan buaya, mangga,
tumpeng, padi, singa depok, dan sebagainya. Setiap perwakilan Rt/Rw nantinya
akan di adakan arak-arakan atau pawai yang mengelilingi desa kebulen dimulai
dari Rt. 01 sampai selesai. Unjungan ini sebelum di mulai harus menunggu
pemandu dari Buyut karena ketika unjungan di desa kebulen, di pagi hari sekitar
pukul 07.30-09.30 akan dimulai ritual atau doa bersama kunci buyut dan ibu-ibu
kebul tumpeng di makam buyut. Ketika ritual berdoa selesai pukul 10.00 dimulai
lah kegiatan pawai bersama-sama dari ujung ke ujung desa kebulen. Kegiatan
unjungan desa kebulen tidak hanya merayakan saja namun ketika pawai keluar dari
desa kebulen dapat mengenalkan kepada tetangga desa bahwa desa kebulen sedang
melestarikan budaya.
Desa
Kebulen adalah salah satu desa yang budaya
nya masih selalu dilestarikan, budaya jaman dahulu masih sering kali di
ingatkan oleh orang tua untuk semua anak-anak muda dapat menjadi pewaris dan
meneruskan budaya ini.
Gambar 1. Budaya Mermule Desa Kebulen
Literasi sangat penting dikembangkan dalam siswa sekolah dasar yang dimana siswa dapat mengenal budaya. Literasi budaya harus diterapkan kepada siswa sekolah dasar agar mereka mengenal sebagai warga negara kita harus memahami dan bersikap terhadap kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa (Pratiwi & Asyarotin, 2019). Berbagai bentuk kesenian setiap daerah yang ada di Indonesia itu sangat perlu dikenalkan dan dilestarikan kepada masyarakat untuk generasi muda agar tidak lupa dengan warisan leluhur untuk selalu dijaga dan jangan sampai punah. Kebul yang berarti kebulan asap menyan yang disesajen kan di buyut dan banyak kumpulan nasi tumpeng yang di satukan di tempat buyut. Tradisi ini sudah menjadi pembiasaan disetiap acara seperti mapag sri, unjungan, dan sejenisnya. Unjungan atau mermule itu adalah adat yang setiap tahun nya di rayakan dengan festival acara yang sangat meriah bahkan seluruh masyarakat menghormati di hari itu tidak ada yang melakukan kegiatan selain merayakan hari kelahiran desa Kebulen.
Budaya disetiap daerah tentunya berbeda-beda, dengan menjaga, mengenalkan, bahkan melestarikan kepada siswa menjadi bentuk budaya itu tidak luntur dan selalu turun-temurun dijaga (Septiyani & Fitrian, 2021). Siswa sekolah dasar perlu sekali dikenalkan budaya sejak usia di sekolah dasar, guna menjadi siswa menjaga budaya yang ada di daerah tersebut, dan tidak mengikuti budaya dari luar daerah. Melihat perkembangan teknologi yang canggih bukan menjadi tolak ukur untuk meninggalkan budaya yang ada.
Kesimpulan
Literasi budaya harus diterapkan kepada siswa sekolah dasar agar mereka mengenal sebagai warga negara kita harus memahami dan bersikap terhadap kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa. Berbagai bentuk kesenian setiap daerah yang ada di Indonesia itu sangat perlu dikenalkan dan dilestarikan kepada masyarakat untuk generasi muda agar tidak lupa dengan warisan leluhur untuk selalu dijaga dan jangan sampai punah. Siswa sekolah dasar perlu sekali dikenalkan budaya sejak usia di sekolah dasar, guna menjadi siswa menjaga budaya yang ada di daerah tersebut, dan tidak mengikuti budaya dari luar daerah. Melihat perkembangan teknologi yang canggih bukan menjadi tolak ukur untuk meninggalkan budaya yang ada.
Afghani, D. R., Prayitno, H. J., Jayanti,
E. D., Zsa-ZsaDilla, C. A., Salsabilla, T. A., Saputri, E. D., Septiyanti, N.
D., & Siswanto, H. (2022). Budaya Literasi Membaca di Perpustakaan untuk
Meningkatkan Kompetensi Holistik bagi Siswa Sekolah Dasar. Buletin KKN
Pendidikan, 4(2), 143–152.
Akhmad, N. (2020). Ensiklopedia
keragaman budaya. Alprin.
Almaahi, M. H., Myrna, R., & Karlina,
N. (2022). Collaborative Governance Dalam Upaya Pelestarian Budaya Daerah
Melalui Festival Langkisau Di Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera
Barat. JANE-Jurnal Administrasi Negara, 14(1), 256–265.
Aswat, H., Nurmaya, G., & Lely, A.
(2020). Analisis Gerakan Literasi Pojok Baca Kelas Terhadap Eksistensi Dayabaca
Anak di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 4(1), 70–78.
Gustianingrum, P. W., & Affandi, I.
(2016). Memaknai Nilai Kesenian Kuda Renggong dalam Upaya Melestarikan Budaya
Daerah di Kabupten Sumedang. Journal of Urban Society’s Arts, 3(1),
27–35.
Hadiansyah, F., Djumala, R., Gani, S.,
Hikmat, A. A., Nento, M. N., Hanifah, N., Miftahussururi, M., & Akbari, Q.
S. (2017). Materi pendukung literasi budaya dan kewargaan. Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Hartini, H. (2021). Nilai-Nilai Islam
Dalam Tradisi Adat Kematian Di Desa Cikakak Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas
Dan Implementasinya Dalam Desain Pembelajaran Pai. UIN Prof. KH Saifuddin
Zuhri Purwokerto.
Kusumastuti, R. D., & Priliantini, A.
(2017). Dieng Culture Festival: Media komunikasi budaya mendongkrak pariwisata
daerah. Jurnal Studi Komunikasi, 1(2), 163–185.
Mantri, Y. M. (2014). Peran Pemuda Dalam
Pelestarian Seni Tradisional Benjang Guna Meningkatkan Ketahanan Budaya Daerah.
Ketahanan Nasional, 3, 135–140.
Mardiana, A. W., & Kasih, P. (2021).
Pengenalan Budaya Daerah Di Pulau Jawa Dengan Game Edukasi “Petualangan Si
Sape.” Prosiding SEMNAS INOTEK (Seminar Nasional Inovasi Teknologi), 5(1),
65–70.
Muttaqin, M. F., & Rizkiyah, H. (2022).
Efektifitas Budaya Literasi dalam Meningkatkan Keterampilan 4C Siswa Sekolah
Dasar. Dawuh Guru: Jurnal Pendidikan MI/SD, 2(1), 43–54.
Nurhidayah, N., & Indayani, B. (2020).
Analisis Kualitatif Hubungan Budaya Kerja Organisasi dengan Opini Audit:(Studi
Kasus Pada Pemerintahan Daerah Kabupaten Majene). Owner: Riset Dan Jurnal
Akuntansi, 4(2), 505–516.
Pratiwi, A., & Asyarotin, E. N. K.
(2019). Implementasi literasi budaya dan kewargaan sebagai solusi disinformasi
pada generasi millennial di Indonesia. Jurnal Kajian Informasi &
Perpustakaan, 7(1), 65–80.
Riauan, M. A. I. (2020). Stereotip Budaya
Pada Himpunan Mahasiswa Daerah di Pekanbaru. Inter Komunika: Jurnal
Komunikasi, 5(1), 43–56.
Rukmana, N. S. R., Yarmaidi, Y., &
Suwarni, N. (2014). Kain Songket dalam Upaya Pelestarian Budaya Daerah
Palembang di Muara Penimbung Ulu. Jurnal Penelitian Geografi (JPG), 2(5).
Septiyani, W., & Fitrian, A. N. (2021).
Melestarikan Budaya Di Tengah Pandemi (Studi Kasus Rasulan di Gunungkidul). Jurnal
Paris Langkis, 2(1), 1–11.
Sugiyono. (2019). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif R&D. Alfabeta.
Supeni, S., Yusuf, Y., & Oktavia, B. N.
(2022). Analisis Kebutuhan Kurikulum Muatan Lokal Berbasis Budaya Daerah Dalam
Pengembangan Pendidikan Karakter Pada siswa SD. Jurnal Sinektik, 5(1),
1–7.
Widiawati, B. H., Hasim, N., &
Murcahyanto, H. (2022). Pelestarian Seni Budaya Daerah Sasak melalui program
ekstrakulikuler. ABSYARA: Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat, 3(1),
100–109.
Widiyanto, D. (2017). Pembelajaran
toleransi dan keragaman dalam pendidikan pancasila dan kewarganegaraan di
sekolah dasar. Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III P-ISSN,
2598, 5973.
Copyright holder: Dea Azzahra, Dinnie Anggaraeni Dewi, Rizky Saeful Hayat (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |