Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 1, Januari 2024
PULAU FANI DI PROVINSI
PAPUA BARAT DAYA SEBAGAI PULAU TERLUAR DAN POSISI GEOSTRATEGISNYA BAGI KAWASAN
INDO-PASIFIK
Melyana R. Pugu
Universitas Cenderawasih, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian
bertujuan untuk memberikan analisa terkait pentingnya pengelolaan pulau-pulau
terluar diantaranya pulau Fani yang terletak di Provinsi Papua Barat Daya.
Pengelolaan pulau-pu;au terluar bagi suatu negara dikarenakan pulau terluar
seperti Pulau Fani merupakan batas negara terluar dari Indonesia yang ada di
wilayah samudera pasifik, secara geografis letak wilayah Pulau Fani berdekatan
dengan negara Palau dan juga dengan negara Filipina. Berbagai aktivitas laut di
perairan ini akan memberikan dampak baik positip maupun negative bagi
Indonesia. Untuk itu upaya pengelolaan perlu dilakukan sehingga stabilitas dan
kedaulatan negara tetap terjamin dan melindungi masyarakat dan bangsa. Selain
itu pulau Fani juga memiliki pemandangan yang indah dan dapat dijadikan
persinggahan bagi nelayan-nelayan dan kapal-kapal sehingga perlu dikelola untuk
meningkatkan ekonomi wilayah ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode Kualitatif yaitu mendeskripsikan dan mencari jawaban atas
permasalahan sosial atas penelitian ini dengan data-data sekunder yang dipilah
dan dipilih sehingga mendapatkan jawaban atas pentingnya pengelolaan pulau Fani
sebagai pulau terluar di Provinsi Papua Barat Daya. Luaran penelitian ini
menunjukan bahwa pulau Fani yang letaknya sangat dekat dengan beberapa negara
di wilayah Indo-Pasifik perlu dikelola sehingga secara internal dan eksternal
bermanfaat bagi negara, bagi masyarakat local, tetapi juga bagi dunia
internasional dalam hal ini perdagangan yang melintasi wilayah ini.
Kata Kunci: Geostrategis, Pulau Fani,
Pulau terluar, Papua Barat Daya, Kawasan Indo-Pasifik
Abstract
The research aims to provide
an analysis related to the importance of managing the outer islands including
Fani Island located in Southwest Papua Province. Management of the island-pu;
The outermost au for a country because the outer islands such as Fani Island
are the outermost borders of Indonesia in the Pacific Ocean region,
geographically the location of Fani Island is close to Palau and also with the
Philippines. Various marine activities in these waters will have both positive
and negative impacts on Indonesia. For this reason, management efforts need to
be carried out so that the stability and sovereignty of the state remain
guaranteed and protect the community and nation. In addition, Fani island also
has beautiful scenery and can be used as a stopover for fishermen and boats so
it needs to be managed to improve the economy of this region. The method used
in this study is the Qualitative method, which is to describe and find answers
to social problems in this research with secondary data that are sorted and
selected so as to get answers to the importance of managing Fani island as the
outermost island in Southwest Papua Province. The results of this research show
that Fani Island which is located very close to several countries in the
Indo-Pacific region needs to be managed so that internally and externally it is
beneficial for the country, for local communities, but also for the
international world in this case trade that crosses this region.
Keywords: Geostrategic, Fani Island, Outlying Island, Southwest Papua,
Indo-Pacific Region
Pendahuluan
Pulau Fani adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di Samudra Pasifik dan berbatasan dengan negara Palau. Pada 2 Maret 2017, Presiden Joko Widodo menetapkan Pulau Fani bersama 110 pulau kecil lainnya sebagai pulau berstatus pulau-pulau kecil terluar. Status pulau tersebut tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penetapan Pulau-Pulau Kecil Terluar (Gischa, 2022). Pulau Fani ini merupakan bagian dari wilayah pemerintah Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya. Pulau ini berada di sebelah utara dari Kota Sorong dengan koordinat 1° 4′28″ LU, 131° 16′49″ BT. Secara administrasi Pulau Fani termasuk dalam wilayah Distrik/Kecamatan Kepulauan Ayau, Kabupaten Raja Ampat, Pulau Fani terletak di koordinat 01° 04’ 28,02’’ LU – 131° 15’ 49,04’’ BT berada di perbatasan Indonesia dengan negara Palau. Pulau Fani mempunyai panjang 4400 meter dan lebar 500 meter dan banyak ditumbuhi oleh pohon kelapa, sukun, keladi, dan pohon-pohon karang (Inounu et al., 2007). Air tawar cukup mudah ditemui, di sekeliling pulau dapat dengan mudah ditemukan air tawar dengan cara menggali sumur sedalam 2 meter. Namun di pulau tidak ditemui sungai maupun ketinggian. Daratan pulau Fani merupakan tanah berkarang di mana karang lebih dominan dari tanah. Tidak dijumpai sungai, goa atau dataran tinggi. Terdapat dua tanjung yang mengarah ke timur. Pulau Fani terletak di Samudra Pasifik yang berbatasan dengan laut, dengan batas-batas: Sebelah Utara : Negara Republik Palau; Sebelah Selatan : Pulau Igi, Pulau Miaren, dan Kepulauan Ayau; Sebelah Timur : Kepulauan Maphia; Sebelah Barat : Kepulauan Halmahera.
Gambar 1. Pulau Fani
Pulau ini dijaga oleh Marinir TNI
Angkatan Laut, guna pertahanan dan keamanan wilayah NKRI, dengan jumlah
personal kurang lebih 15 orang dan berganti setiap 4 bulan. Terlebih letak dari
pulau tersebut berada di tengah tengah Lautan Pasifif, yang menyebabkannya
sering dijadikan sebagai tempat berlindung oleh nelayan asing yang melakukan
illegal fishing (Widiyanta,
2019). Luas pulau ini sendiri
kurang lebih sekitar 7 kilometer persegi dan sudah berpenduduk, namun
kebanyakan warga musiman. Penduduk yang ada di pulau Fani pada umumnya penduduk
pendatang yang tidak menetap. Mereka berasal dari masyarakat Reni dan Rutum. Mata
pencaharian utama masyarakat pulau adalah sebagai nelayan, yang mana terkadang
mereka melakukan barter dengan nelayan asing khususnya para nelayan Filipina.
Biasanya banyak warga lokal yang mencari teripang dan ikan ikan karang di malam
hari. Sementara di siang hari biasanya mereka membuat minyak kelapa dan mencari
kopra.Bahasa yang digunakan oleh penduduk di sana adalah bahasa Papua, namun
mereka juga lancar menggunakan Bahasa Indonesia. Kehidupan sosial sesama
masyarakat terbilang bagus dan saling menghormati antar umat beragama. Bahkan
pada warga pendatang pun mereka terbilang memiliki toleransi tinggi, dengan
tetap memegang hukum budaya istiadat setempat.
Dataran Pulau Fani banyak ditumbuhi oleh pohon kelapa, keladi, sukun, maupun pohon pohon karang (Romadhoni et al., 2023). Daratan pulau ini kebanyakan merupakan tanah berkarang, bahkan karangnya lebih dominan dibandingkan tanah. Di sana tidak ditemui sungai maupun bagian dataran tinggi, pun dengan goa juga tidak dijumpai. Meski terdapat cukup banyak pantai dan penduduknya tidak banyak, namun air tawar bisa dengan mudah ditemui. Di sekeliling pulau bisa ditemukan air tawar hanya dengan menggali sumur kurang lebih dengan kedalaman 2 meter saja. Garis pantainya sekitar 1,5 kilometer dengan kedalaman perairan antara 60 sampai 120 meter, dan perairan dalam mencapai lebih dari 1.750 meter (Tjoen, 2013). Tipe pantai sepanjang pesisir pulau tersebut adalah pantai berpasir, berbatu, dan sebagian area memiliki bentuk pantai berteras. Lebar pantainya rata rata 13 meter dengan suasana yang masih begitu alami. Di sepanjang pantai banyak ditemukan pohon kelapa serta vegetasi lainnya seperti pandan, sagu, hingga kaswari. jika diukur melalui peta digital, jarak dari pulau satu ini hanya berkisar kurang lebih 200 kilometer di sisi selatan Republik Palau.
Di kawasan salah satu pulau terluar di Indonesia satu ini, dapat menemukan banyak sekali deretan pantai yang masih begitu alami dan asri (Sungkar, 2015). Terlebih letaknya yang memang jauh dari pusat kota dan keramaian, membuat pulau satu ini jarang sekali dikunjungi oleh para wisatawan bila dibandingkan dengan destinasi lainnya di Kepulauan Raja Ampat. Namun justru itulah daya tarik dari Pulau Fani, yang membuat para traveler pecinta alam jauh jauh datang ke sini. Apalagi diperkirakan bahwa penduduk yang meninggali pulau tersebut hanya terdapat belasan KK saja, yang terkadang pun pergi sesuai dengan musim. Membuat destinasi ini menjadi lebih eksklusif. Pantai pantainya yang masih perawan memiliki hamparan pasir putih bersih dan jauh dari kata kotor. Mengingat bahwa belum banyak aktivitas manusia di sini, sehingga kawasannya pun masih belum terkena berbagai polusi. Tidak hanya pasirnya saja yang bersih, namun air laut di sekitar pantai pun terlihat begitu jernih dengan terumbu karang cantik. Pulau Fani secara administratif termasuk ke dalam Distrik Ayau, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat (Zain et al., 2022). Pulau ini berbatasan dengan Maluku Utara di sebelah Barat, dengan Samudera Pasifik di sebelah Utara, dengan Pulau Igi dan Miaren di sebelah Selatan, dan dengan pulau pulau Mapia pada Kabupaten Supiori di sebelah Timur (Yuniarto, 2022). Untuk menuju ke sana, maka perlu menempuh perjalanan laut. Pulau tersebut bisa diakses menggunakan perahu motor dari Kabupaten Sorong yang jaraknya sekitar 204 km dari Kabupaten Sorong. Jarak tersebut bisa ditempuh selama kurang lebih 12 jam perjalanan bila menggunakan kapal latih milik Sekolah Tinggi Perikanan Sorong. Sementara jika menggunakan kapal motor cepat 300 PK milik Pemda Kabupaten Raja Ampat, hanya 6 jam perjalanan.
Memiliki banyak pantai dengan luas pulau yang tidak terlalu besar, menyusuri pantai bisa menjadi salah satu kegiatan menarik yang bisa anda lakukan selama menjelajah Pulau Fani (Ronsumbre, 2020). Pasir putih dan lembut yang ada di sana memang cukup memikat, sehingga anda bisa berjalan di atasnya sembari menikmati pemandangan sekitar. Terlebih pantai di pulau tersebut mempunyai formasi pohon kelapa yang menghiasi bagian tepinya. Adanya pohon tersebut mampu menciptakan nuansa teduh di sepanjang garis pantai yang dilalui. Jadi meskipun anda berjalan jalan di siang hari pun, tetap akan terasa sejuk dan teduh alih alih panas menyengat. uga bisa melakukan kegiatan memancing, apalagi banyak biota laut dan ikan yang hidup di sekitar pulau. Jika kebetulan ada warga lokal yang berkenan, anda bisa diajari cara menangkap ikan menggunakan siput atau keong. Di sana penduduk setempat memang banyak yang memanfaatkan keong atau siput untuk menangkap ikan. Karena ombaknya cukup besar, jarang ada orang yang berenang atau melakukan snorkeling di sini. beberapa bagian pantai, bisa menemukan kapal sitaan yang digunakan oleh beberapa oknum untuk berburu ikan secara ilegal.
Pulau Fani menjadi destinasi wisata yang menjanjikan di karenakan potensi wisata alam dan pantai. Tak bisa di pungkiri jika dikembangkan pariwista dan aksesnya, bukan hanya keindahan alam namun posisi perbatasan wilayah dua negara bisa menjadi daya tarik tersendiri (Membilong, 2023).
Gambar 2. Pulau Fani
Metode
Penelitian
Jenis penelitian ini adalah metode kualitatif
dengan menggunakan studi literature. Metode penelitian menggunakan metode
literature review ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Pemilihan Topik dan Tujuan Penelitian
Menentukan topik penelitian yang spesifik dan
relevan, misalnya "Pentingnya Pengelolaan Pulau-Pulau Terluar, Studi
Kasus: Pulau Fani di Provinsi Papua Barat Daya”. Sesuai dengan tujuan dari
literature review, misalnya untuk menganalisis pentingnya pengelolaan pulau-pulau
terluar bagi suatu negara, dengan fokus pada Pulau Fani, serta dampak-dampaknya
baik secara internal maupun eksternal.
Pengumpulan Sumber Informasi
Melakukan pencarian literatur melalui basis data
jurnal, buku, dan publikasi ilmiah terkait pentingnya pengelolaan pulau-pulau
terluar, geografi Pulau Fani, dampak aktivitas laut, dan metode pengelolaan
yang relevan.
Seleksi Sumber Informasi
Memilih sumber informasi yang berkualitas,
terkini, dan relevan dengan topik penelitian. Evaluasi keandalan dan keabsahan
sumber informasi yang digunakan.
Analisis dan Sintesis Informasi
Menganalisa informasi yang terkumpul,
identifikasi temuan-temuan utama, dan hubungkaitkan antar sumber informasi yang
berbeda. Sintesis informasi untuk menyusun argumen-argumen yang mendukung
tujuan penelitian.
Penulisan Laporan
Menyusun laporan literature review dengan
struktur yang jelas, mencakup pendahuluan, tinjauan pustaka, analisis, dan
kesimpulan.
Hasil dan Pembahasan
Posisi
Pulau Fani dan potensinya sebagai pulau perbatasan di kawasan Samudera Pasifik
Sebagai negara kepulauan, Indonesia punya kepentingan untuk melindungi wilayah perairannya. Salah satu upayanya yakni lewat Deklarasi Djuanda. pada 13 Desember 1957, sebuah deklarasi dilakukan. Adapun yang menjadi inisiator adalah Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja. Salah satu isi dari Deklarasi Djuanda adalah sebagai berikut: "Bahwa segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya, adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian dari perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Nailufa, 2022).
Di Indonesia sendiri telah terdapat pengaturan batas negara yang termaktub didalam Deklarasi Juanda (13 Desember 1957) sampai dengan 17 Februari 1969. Pada tanggal 13 Desember 1957 dikeluarkan deklarasi Juanda yang dinyatakan sebagai pengganti Ordonansi tahun 1939 dengan tujuan adalah: 1) Perwujudan bentuk wilayah Negara Kesatuan RI yang utuh dan bulat. 2) penentuan batas-batas wilayah Negara Indonesia disesuaikan dengan asas Negara kepulauan (Archipelagic State Principles). 3) Pengaturan lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keselamatan dan keamanan Negara Indonesia. Deklarasi Juanda kemudian dikukuhkan dengan Undang-Undang No. 4/Prp/1960 tanggal 18 Februari 1960 tentang Perairan Indonesia. Sejak itu terjadi perubahan bentuk wilayah nasional dan cara perhitungannya. Laut territorial diukur sejauh 12 mmil dari titik-titik pulau terluar yang saling dihubungkan, sehingga merupakan satu kesatuan wilayah yang utuh dan bulat. Semua perairan diantara pulau-pulau nusantara menjadi laut territorial Indonesia. Dengan demikian luas wilayah territorial Indonesia yang semula hanya sekitar 2 juta km2 kemudian bertambah menjadi 5 juta km2 lebih. Tiga per lima wilayah Indonesia berupa perairan atau lautan. Oleh karena itu, negara Indonesia dikenal sebagai negara maritime (Iriansyah, 2018).
Dari 17 Februari 1969 (Deklarasi Landas Kontinen) sampai sekarang. Deklarasi tentang landas kontinen Negara RI merupakan konsep politik yang berdasarkan konsep wilayah. Deklarasi ini dipandang pula sebagai upaya untuk mewujudkan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Konsekuensinya bahwa sumber kekayaan alam dalam landas kontinen Indonesia adalah milik eksklusif Negara. Demi kepastian hokum dan untuk mendukung kebijaksanaan Pemerintah, asas-asas pokok tersebut dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia. Disamping itu UU ini juga member dasar bagi pengaturan eksplorasi serta penyidikan ilmiah atas kekayaan alam di landas kontinen dan masalah-masalah yang ditimbulkannya. Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Pengumuman Pemerintah Negara tentang Zona Ekonomi Ekslusif terjadi pada 21 Maret 1980. Batas ZEE adalah sekitas 200 mil yang di hitung dari garis dasar laut wilayah Indonesia. Alasan-alasan yang mendorong pemerintah mengumumkan ZEE adalah : 1. Persediaan ikan yang semakin terbatas. 2. Kebutuhan untuk pembangunan nasional Indonesia. 3. ZEE memiliki kekuatan hukum internasional. Melalui [erjuangan panjang di forum Internasional, akhirnya Konferensi PBB tentang Hukum Laut II di New York 30 April 1982 menerima “The United Nation Convention on the Law of the sea” (UNCLOS), yang kemudian di tandatangani pada 10 Desember 1982 di Montego By, Jamaica oleh 117 negara termasuk Indonesia. Konvensi tersebut mengakui atas asas Negara Kepulauan serta menetapkan asas-asas pengukuran ZEE. Pemerintah dan DPR RI kemudian menetapkan UU No.5 tahun 1983 tentang ZEE, serta UU No. 17 tahun 1985 tentang Rtifikasi UNCLOS. Sejak 3 Februari 1986, Indonesia telah tercataat sebagai salah satu dari 25 negara yang telah meratifikasinya (Iriansyah, 2018).
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki jumlah pulau yang sangat banyak Indonesia memiliki 16.771 Pulau, hal ini berdasarkan hasil Rapat dipimpin Badan Informasi Geospasial (BIG) tahun 2020. Data tersebut kemungkinan akan bertambah lagi karena adanya beberapa daerah yang belum terdata secara akurat. Diantara pulau-pulau itu, 12 di antaranya dinyatakan sebagai pulau terluar. Apa defenisi pulau terluar? Pulau-pulau Kecil Terluar (PPKT) ialah pulau-pulau kecil seluas ≤ 2000 km² dan memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan sesuai dengan hukum internasional dan nasional. Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) terdiri dari, Pulau Rondo di NAD, Pulau Berhala di Sumatera Utara, Pulau Nipa dan Sekatung di Kepulauan Riau, Pulau Marampit, Pulau Marore dan Pulau Miangas di Sulawesi Utara, Pulau Fani, Pulau Fanildo dan Pulau Brass di Papua, serta Pulau Dana dan Batek di NTT (Gischa, 2022).
Pemerintah telah menetapkan 111 pulau kecil terluar Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017. Dalam bunyi Pasal 1 Keppres tersebut. Jumlah ini menyesuaikan dengan jumlah pulau kecil terluar yang termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2008. Sebelumnya, dalam Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar, hanya ditetapkan sebanyak 92 pulau kecil terluar.Penetapan pulau-pulau kecil terluar ini dilakukan untuk meminimalisir masalah-masalah yang kerap mengganggu keamanan nasional, seperti penjualan tanah pulau kepada pihak asing, dan kepemilikan pulau secara privat oleh warga negara Indonesia maupun oleh pihak asing. Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan masa itu Susi Pudjiastuti bahwa penetapan pulau-pulau ini untuk mencegah isu okupasi atau klaim kepemilikan pulau oleh warga negara lain. Selain itu juga memudahkan pemerintah Indonesia agar bisa mengawasi aktivitas ilegal yang sering kali terjadi seperti penyeludupan narkoba, perbudakan, bahkan illegal fishing yang kerap terjadi di wilayah perairan dimana didalamnya terdapat banyak pulau-pulau terluar. Setelah ditetapkannya pulau-pulau terluar tersebut, negara diharapkan bisa mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada di pulau-pulau tersebut sehingga dapat menjadi pemasukan lebih bagi negara. Hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar (Pratama, 2017).
Melansir laman Kementerian Kelautan dan Perikanan, pulau-pulau Kecil Terluar (PPKT) adalah pulau-pulau kecil seluas sekitar 2000 km persegi dan memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan sesuai dengan hukum internasional dan nasional. Pemerintah pernah mengumumkan 92 pulau kecil terluar Indonesia melalui Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar.
Dalam keputusan Presiden Nomor 6 tahun 2017 Presiden Joko Widodo menetapkan 111 pulau kecil menjadi pulau terluar Indonesia yaitu antara lain dari Aceh hingga Papua. Aceh terdapat Pulau Simeulue Cut, Pulau Salaut Besar, Pulau Raya, Pulau Rusa, Pulau Bateeleblah, Pulau Rondo, Pulau Weh; Riau terdapat Pulau Batumandi, Pulau Rupat, Pulau Bengkalis, Pulau Rangsang; Sumatera Barat terdapat Pulau Sibaru-baru, Pulau Pagai Utara, Pulau Niau; Sumatera Utara terdapat Pulau Simuk, Pulau Wunga, Pulau Berhala; Lampung Pulau Bertuah (Pulau Batukecil); Bengkulu terdapat Pulau Enggano, Pulau Mega; Kepulauan Riau Pulau Berakit, Pulau Sentut, Pulau Tokong Malang Biri, Pulau Damar, Pulau Mangkai, Pulau Tokong Nanas, Pulau Tokongbelayar, Pulau Tokongboro, Pulau Semiun, Pulau Sebetul, Pulau Sekatung, Pulau Senua, Pulau Subi Kecil, Pulau Kepala, Pulau Tokonghiu Kecil, Pulau Karimun, Anak Pulau Nipa, Pulau Pelampung, Pulau Batuberantai, Pulau Putri, Pulau Bintan, Pulau Malang Berdaun; Jawa Barat Pulau Batukolotok, Pulau Nusamanuk Banten Pulau Deli, Pulau Karangpabayang, Pulau Guhakolak; Jawa Tengah terdapat Pulau Nusakambangan; Jawa Timur Pulau Nusabarong (Pulau Barong), Pulau Ngekel (Pulau Sekel) Pulau Panikan; Bali terdapat Pulau Nusa Penida; Nusa Tenggara Timur (NTT) terdapat Pulau Alor, Pulau Batek, Pulau Rote, Pulau Ndana, Pulau Sabu, Pulau Dana, Pulau Mangudu; Nusa Tenggara Barat (NTB) Gili Sepatang (Pulau Sophialouisa); Kalimantan Utara terdapat Pulau Sebatik Karang Unarang Kalimantan Timur Pulau Maratua, Pulau Sambit; Sulawesi Tengah Pulau Lingian, Pulau Solando, Pulau Dolangan; Sulawesi Utara Pulau Bongkil (Pulau Bangkit), Pulau Mantehage, (Pulau Manterawu), Pulau Makalehi, Pulau Kawaluso, Pulau Kawio, Pulau Marore, Pulau Batuwaikang, Pulau Miangas, Pulau Marampit, Pulau Intata, Pulau Kakorotan, Pulau Kabaruan; Maluku Pulau Ararkula, Pulau Karerei (Pulau Karaweira Besar), Pulau Penambulai, Pulau Kultubai Utara, Pulau Kultubai Selatan, Pulau Karang Pulau Enu, Pulau Batugoyang Nuhuyut (Pulau Kei Besar), Pulau Larat, Pulau Sutubun, Pulau Selaru, Pulau Batarkusu, Pulau Marsela, Pulau Metimarang, Pulau Letti, Pulau Kisar, Pulau Wetar, Pulau Lirang; Maluku Utara Pulau Yiew Besar; Papua Barat Pulau Moff (Pulau Budd), Pulau Fani, Pulau Miossu ; Papua Pulau Fanildo, Pulau Bras, Pulau Befondi, Pulau Liki ,Pulau Habe, Pulau Komolom, Pulau Kolepom, Pulau Laag, Pulau Puriri data pulau ini jika sekarang disandingkan dengan pemekaran provinsi di Papua maka pulau Fani termasuk dalam Provinsi Papua Barat Daya (Setyaningrum, 2022).
Geostrategi adalah masalah penting bagi setiap bangsa baik pada masa lampau, kini, maupun mendatang. Geostrategi menjadi sangat penting karena setiap bangsa yang telah menjadi negara membutuhkan strategi dalam memanfaaatkan wilayah negarasebagai ruang hidup nasional untuk menentukan kebijakan, sarana dan sasaranperwujudan kepentingan dan tujuan nasional melalui pembangunan sehingga bangsa itu teteap eksis dalam arti ideologis, politis, ekonomis,soaial budaya. Geostrategi Indonesia dirumuskan dalam wujud ‘ketahanan nasional’, sehingga bisa dikatakan geostartegi adalah ketahanan nasional itu sendiri. Ketahanan nasional itu sendiri adalah suatu kondisi dinamik suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, tantangan, hambatan maupun gangguan yang datang dari luar maupun yang datang dari dalam, yang secara langsung maupun tidak langsung dapat membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mencapai tujuan nasional.Geostrategi Indonesia mempunyai fungsi sebagai daya tangkal. Dalam kedudukannya sebagai konsepsi penangkalan, geostrategi di Indonesia ditujukan untuk menangkal segala bentuk ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan terhadap identitas, eksistensi bangsa, dan negara Indonesia dalam aspek: Ketahanan pada aspek ideologi ; Ketahanan pada aspek politik; Ketahanan pada aspek ekonomi; Ketahanan aspek sosial budaya; Ketahanan pada aspek pertahanan keamanan.
Profil wilayah perbatasan dengan negara tetangga menunjukkan bahwa faktor-faktor penyebab permasalahan di wilayah pembatasan demikian banyak meliputi semua aspek ketahanan nasional. Permasalahan seragam dan dominan di semua wilayah perbatasan darat adalah kurangnya perhatian pemerintah terhadap aspek sosial budaya dan ekonomi yang menunjukkan bahwa penduduk di wilayah perbatasan dengan negara tetangga umumnya dalam keadaan miskin.demikian halnya pengelolaan perbatasan laut dalam hal ini pulau terluar Untuk itu pengelolaan perbatasan dalam hal ini pulau terluar perlu menjadi perhatian pemerintah daerah yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat unutk mengimplementasikan peraturan terkait pengelolaan pulau terluar.
Posisi Indonesia dalam Indo-Pasifik juga sangat didukung oleh letak geografis dan geostrategisnya demikian pun pulau-pulau yang dimilikinya termasuk pulau Fani. Secara geografis dan geostrategis Pulau Fani yang merupakan bagian dari provinsi Papua barat Daya dapat dikatakan memiliki posisi yang strategis untuk menjadi penghubung dengan negara-negara terluar lainnya karena letaknya yang berada di Samudera Pasifik. Terdapat uraian terkait keadaan umum dan posisi geografis Pulau Fani dalam uraian diatas. Dapat dikatakan bahwa Pulau Fani mempunyai potensi ekonomi perdagangan dengan negara-negara di kawasan Samudera Pasifik terutama dengan negara Palau, Filipina dan negara sekitar kawasan Pasifik dan menjadi salah satu hub/penghubung dengan negara-negara di kawasan samudera Pasifik. Selain itu posisi Pulau Fani dapat dijadikan tujuan wisata karena potensi wisata yang dimiliki bagi penduduk-penduduk negara-negara sekitar kawasan sehingga meningkatkan pendapat daerah dan sekaligus negara. Bagi negara penting menjaga wilayah kedaulatan terutama pulau-pulau terluar Indonesia dengan tata Kelola dan efektivitas pemanfaatan pulau-pulau ini bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia yang mendiami pulau-pulau ini.
Tata Kelola pulau Fani tetapi juga pulau terlaur lainnya perlu dilakukan dengan mempertimbangkan posisi pulaur terluar ini sehingga hal-hal yang dapat dibangun dan dikembangkan diwilayah ini adalah sarana dan prasarana air bersih dimana di pulau Fani Sudha terdapat banyak mata air yang dapat selanjutnya di bangun fasilitas penunjang seperti bak penampungan air bersih. Selanjutnya perlu pengembangan jembatan apung karena sebagai pulau terluar dengan kekuatan ombak dan gelombang tidak mungkin membangun dermaga sehingga penting membangun semacam jembatan atau galangan apung yang memudahkan saat kapal dan perahu bersandar di pulau ini, selanjutnay perlu juga dibangun rumah transit layak bagi penduduk yang datang ke pulau ini saat singgah di pulau Fani. Perlu petugas pendataan yang bukan saja dari TNI sebagai pengamanan batas negara tetapi juga dari kantor pemerintah sehingga terdapat semacam petugas perwakilan CIQS (Custom, Migration, Quarantine and security) yang bertugas disana, selain itu sebagai pulau terluar penting dibangun spot-spot foto untuk digunakan oleh turis dan pesinggah ketika tiba di pulau ini. Fungsi lain pulau terluar ini nantinya menjadi penghubung dengan wilayah negara lain yaitu Palau dan Filipina sehingga aktivitas perdagangan yang melewati pulau ini di kawasan Indo-Pasifik diharapkan memberikan manfaat bagi daerah setempat dan juga bagi stabilitas keamanan.
Bahwa pengelolaan pulau Fani ini juga meminimalisir kejahatan transnasional yang masuk ke wilayah Papua Barat Daya dan wilayah sekitarnya. Seperti Pada Mei 2022, Polri pernah mengungkap penyelundupan delapan senjata api ilegal jenis UZI dan 40 butir amunisi kaliber 9 mm dari Filipina ke Papua melalui Kepulauan Sangihe, dengan menggunakan jalur laut yaitu perahu kecil. Pada 2020, Polda Sulawesi Utara mengungkap penyelundupan senjata api jenis revolver hitam, dan satu butir amunisi ilegal yang diduga dari Filipina yang akan dijual ke wilayahnya untuk kemudian dikirim ke Papua Barat. Pada tahun yang sama, di Manokwari, Polda Papua Barat membongkar perdagangan enam pucuk senjata api dan 43 butir peluru ilegal dari Filipina. Selain ke wilayah Papua, senjata api illegal dari Filipina juga digunakan kelompok teroris di Indonesia (Adhi, 2023). Senjata-senjata tersebut kemudian diselundupkan melalui jalur laut tradisional yang umumnya melewati Pulau Miangas, dan puluhan pulau kecil lain di sekitarnya untuk selanjutnya dibawa masuk ke daratan Sulawesi hingga Papua. Benny Mamoto yang pernah masuk dalam tim pembebasan sandera di Filipina selatan pada 2005 menyebut, rute penyelundupan senjata dari Filipina ke wilayah Indonesia bagian timur di antaranya, dari Tawau ke Nunukan, lalu dari General Santos ke Talaud, kemudian Maluku Utara dan tiba di Papua (Adhi, 2023). Untuk itu tata Kelola perbatasan laut bagi pulau terluar perlu menjadi salah satu sasaran pembangunan sehingga memberi manfaat bagi masyarakat dan negara dan mengurangi dampak negative bagi stabilitas negara dan keamanan masyarakat di Papua Barat Daya dan Papua pada umumnya tetapi juga memberi nilai tambah dalam memperkuat posisi Indonesia di kawasan Indo-Pasifik.
Kesimpulan
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki banyak pulau termasuk pulau-pulau terluar antara lain Pulau Fani yang berada di bagian terluar Provinsi Papua Barat Daya. Posisi geografis dan geostrategis pulau ini bagi hubungan Indonesia dikawasan terkait Indo-Pasifik adalah dapat dijadikan Hub/penghubung aktivitas perdagangan dan perekonomian juga sosial budaya dengan negara-negara di sekitar samudera Pasifik antara lain dengan Palau, Filipina dan negara lain di sekitar kawasan ini. Sehingga dapat meningkatkan kemampuan ekonomi daerah dan juga negara termasuk efektivitas pembangunan di sector pariwisata di Provinsi Papua Barat Daya. Selain itu tata kelola pulau Fani sebagai pulau terluar dan perbatasan terdepan di wilayah Papua Barat Daya diharapkan dapat meminimalisir aktivitas illegal yang melalui wilayah ini dan mengancam stabilitas dan keamanan negara dan masyarakat Indonesia secara umum.
Adhi, I. S. (2023). Pengamat: Filipina
Termasuk Pemasok Utama Senpi yang Dipakai KKB di Papua. Kompas.Com.
https://www.kompas.com/global/read/2023/01/13/122800070/pengamat--filipina-termasuk-pemasok-utama-senpi-yang-dipakai-kkb-di-papua?page=all.%0A
Gischa, S. (2022). 12 Pulau-Pulau
Terluar Indonesia. Kompas.Com.
Inounu, I., Martindah, E., Saptati, R. A.,
& Priyanti, A. (2007). Potensi ekosistem pulau-pulau kecil dan terluar
untuk pengembangan usaha sapi potong. Wartazoa, 17(4), 156–164.
Iriansyah, H. S. (2018). Manajemen Strategi
Pengamanan Wilayah Nasional dalam Prespektif Geopolitik dan Geostrategi
Perbatasan NKRI. Jurnal Ilmu Pendidikan (JIP) STKIP Kusuma Negara, 9(2),
1–16.
Membilong, M. (2023). Mengenal Pulau
Fani, Pulau Terluar dan Terdepan di Raja Ampat. Tribunnews.Com. https://sorong.tribunnews.com/2023/06/05/mengenal-pulau-fani-pulau-terlu
Nailufa, N. N. (2022). Deklarasi
Djuanda: Isi, Tujuan, dan Dampaknya.
https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/18/160000969/deklarasi-djuanda-isi-tujuan-dan-dampaknya?page=all#page2.
Pratama, F. (2017). Pemerintah Tetapkan
111 Pulau Terluar, Mana Saja? Detiknews.Com.
https://news.detik.com/berita/d-3444761/pemerintah-tetapkan-111-pulau-terluar-mana-saja.%0A
Romadhoni, A. Z., Iswantono, I., &
Achmad, A. (2023). Urgensi Pengadaan KRI Pulau Fani (731) dalam Menjaga
Pertahanan dan Keamanan Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. JIIP-Jurnal
Ilmiah Ilmu Pendidikan, 6(10), 7849–7853.
Ronsumbre, A. (2020). Memitoskan Mitos
(Konsep Legalitas Kepemilikan Tanah Adat di Kabupaten Manokwari Propinsi Papua
Barat). Masyarakat Indonesia, 45(2), 205–218.
Setyaningrum, P. (2022). Daftar Pulau
Terluar Indonesia dari Aceh hingga Papua. Kompas.Com. https://regional.kompas.com/read/2022/01/20/141632578/daftar-pulau-terluar-indonesia-dari-aceh-hingga-papua.
Sungkar, M. (2015). Jelajah Ujung Barat
Indonesia: Banda Aceh-Sabang. Elex Media Komputindo.
Tjoen, R. K. K. (2013). Persebaran Karst di
Beberapa Pulau-Pulau Terluar Indonesia dan Prospeknya pada Penelitian Arkeologi
Indonesia. KALPATARU, 22(2), 61–70.
Widiyanta, D. (2019). Upaya Mempertahankan
Kedaulatan dan Meberdayakan Pulau-Pulau Terluar Indonesia Pasca Lepasnya
Sipadan dan Ligitan (2002-2007). Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah, 10(2).
Yuniarto, P. R. (2022). Partisipasi,
Dependensi Dan Interelasi Masyarakat Dalam Pembangunan Berbasis Komunitas di
Papua. Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional, 96–113.
Zain, E. M., Andjar, F. J., & Hasan, J.
A. (2022). Family Financial Management As Family Economic Resilience In
Sapordanco Waisai District–Raja Ampat West Papua. Abdimas: Papua Journal of
Community Service, 4(2), 35–41.
Copyright holder: Melyana R. Pugu (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |