Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 4, April 2024

 

PENGARUH MANAJEMEN MODAL KERJA DAN LIKUIDITAS TERHADAP PROFITABILITAS PADA PERUSAHAAN PERDAGANGAN (STUDI KASUS PT XYZ)

 

Dedy Sanjaya1*, Trias Andati2, Noer Azam Achsani3

Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor, Bogor, Jawa Barat, Indonesia1,2,3

Email: [email protected]*

 

Abstrak

Manajemen modal kerja yang efisien dalam perdagangan memperkuat likuiditas perusahaan melalui pengelolaan kas, piutang, dan persediaan, dengan fokus pada optimalisasi penjualan, pemeliharaan persediaan, dan kebijakan pembayaran pelanggan yang bijaksana. Tantangan dalam siklus kas dapat berdampak pada likuiditas yang akan mendorong peningkatan pinjaman yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Fokus penelitian ini melibatkan analisis tentang bagaimana komponen modal kerja dan tingkat likuiditas berpengaruh terhadap kinerja suatu perusahaan dagang. Kasus yang dianalisis adalah PT XYY selama periode 2016 hingga 2021. Metode yang digunakan adalah analisis data time series setiap bulan dan penerapan model vector error correction model (VECM) untuk memahami hubungan antara variabel dalam jangka panjang. Variabel yang dianalisis meliputi elemen-elemen dalam modal kerja dan likuiditas perusahaan, days of sales in outstanding (DSO), days of sales in inventory (DSI), days of payable outstanding (DPO), cash conversion cycle (CCC). Likuiditas juga diukur dengan current ratio dan cash ratio dengan variabel kontrol sales growth. Tujuan utama adalah memahami bagaimana elemen-elemen ini mempengaruhi profitabilitas yang diukur dengan return on assets (ROA). Temuan menunjukkan bahwa DPO dan current ratio memiliki dampak positif yang signifikan pada ROA, sementara DSO, cash ratio, dan CCC memiliki dampak negatif signifikan. Sedangkan variabel DSI tidak berpengaruh signifikan. Temuan ini menekankan pentingnya manajemen kewajiban kepada pemasok dalam menjaga profitabilitas. Implikasinya, perusahaan dapat menggunakan hasil ini untuk mengatur kebijakan operasional, terutama terkait pembayaran kepada pemasok dalam kontrak pembelian serta menjaga ketersediaan kas optimal dalam mengamankan likuiditas.

Kata Kunci: Manajemen Modal Kerja, Likuiditas, Profitabilitas, Vector Error Correction Model

 

Abstrack

Efficient management of working capital in the realm of trade serves to bolster a company's liquidity by meticulously handling cash, receivables, and inventory. This approach emphasizes the optimization of sales, upkeep of inventory, and the implementation of judicious customer payment policies. Challenges inherent within the cash cycle can exert considerable influence on liquidity, compelling heightened borrowing practices that could potentially impact the overall performance of the company. The research delves into analyzing how different aspects of working capital and the level of liquidity impact the profit performance of a trading company. The empirical analysis is centered around the case study of PT XYY, spanning from 2016 to 2021. The research methodology entails examining monthly time series data and applying the vector error correction model (VECM) to comprehend the long-term relationships among the variables. Days of sales in outstanding (DSO), days of sales in inventory (DSI), days of payable outstanding (DPO), and cash conversion cycle (CCC). Liquidity is also measured by the current ratio and cash ratio with the sales growth control variable. The Principal aim of the study is to fathom how these elements collectively impact the company's profitability, gauged by return on assets (ROA). ROA assesses the company's capability to derive profit from its assets. The research findings indicate that DPO and current ratio notably positively influence ROA. DSO, cash ratio, and CCC significantly negatively impact ROA. Meanwhile, the DSI variable has no significant effect. The Implications of these findings underscore the importance of skillfully managing commitments to suppliers to uphold profitability. Companies can leverage these outcomes to fine-tune their operational policies, particularly concerning payment terms with suppliers within purchase agreementsas well as maintaining optimal cash availability in liquidity security.

Keywords: Working Capital Management, Liquidity, Profitability, Vector Error Correction Model

 

Pendahuluan

Tahun 2020 menjadi tahun tantangan serius bagi perekonomian Indonesia akibat dampak pandemi COVID-19, dengan pertumbuhan ekonomi mencapai minus 2,07%. Meskipun mengalami kontraksi, Indonesia relatif lebih baik dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan negara-negara Asia Tenggara yang mencapai minus 4%. Sektor perdagangan, terpukul di awal pandemi, mengalami fluktuasi selama lima tahun terakhir. Pada triwulan IV 2020, terjadi penurunan tajam, tetapi pada 2021, sektor ini mengalami pemulihan signifikan seiring dengan upaya pengendalian pandemi (Yofa & Erwidodo, 2020).

Pentingnya manajemen modal kerja dalam sektor perdagangan terungkap di mana pengelolaan kas, piutang, dan persediaan berperan kunci. Optimalisasi modal kerja dapat dicapai dengan strategi meningkatkan nilai penjualan, menjaga persediaan yang mencukupi, dan menerapkan kebijakan pembayaran pelanggan. Likuiditas juga memegang peran vital dalam mendukung peningkatan kinerja perusahaan. Faktor-faktor ini perlu dikelola secara tepat untuk meningkatkan profitabilitas (Fadun & Oye, 2020).

Mengelola modal kerja memiliki peranan penting dalam peningkatan profitabilitas karena melibatkan praktik rutin yang digunakan perusahaan (Lazaridis & Tryfonidis, 2006). Dalam rutinitas operasional ini, terdapat berbagai aspek dalam pengelolaan modal kerja, diantaranya manajemen piutang, manajemen persediaan, manajemen utang, dan manajemen kas (Vikash et al., 2014). Pengelolaan ini melibatkan proses mengawasi uang tunai mulai dari pembelian barang dari pemasok, penyimpanan barang, hingga akhirnya mendapatkan kembali uang tunai dari pelanggan (siklus konversi kas). Masalah atau tantangan dalam menerima atau melakukan pembayaran tunai dapat berdampak signifikan terhadap likuiditas perusahaan. Dampak tersebut bisa mendorong perusahaan untuk mencari pinjaman dari perbankan, yang mengakibatkan timbulnya biaya bunga yang akan mengurangi kinerja Perusahaan.

Banyak studi telah dilakukan sebelumnya untuk menganalisis dampak dari manajemen modal kerja dan likuiditas terhadap profitabilitas perusahaan. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Gill et al. (2010) pada perusahaan manufaktur di Amerika Serikat menemukan bahwa siklus konversi kas memiliki pengaruh positif terhadap profitabilitas, sementara days account receivable memiliki pengaruh negatif terhadap profitabilitas. Di sisi lain, variabel seperti inventories period, firm size, sales growth, dan fixed financial asset tidak berpengaruh signifikan dengan profitabilitas. Di Belgia, Deloof (2003) menemukan bahwa siklus konversi kas tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas. Namun, inventories period dan days account receivable memiliki pengaruh terhadap profitabilitas. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa days account payable memiliki pengaruh negatif terhadap profitabilitas, yang berarti perusahaan yang menunda pembayaran tagihan cenderung memiliki profitabilitas yang lebih rendah. Di samping itu, variabel financial debt memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap profitabilitas, sedangkan firm size, pertumbuhan penjualan, dan aset keuangan tetap memiliki pengaruh positif terhadap profitabilitas. Khan et al. (2018) menemukan bahwa pada perusahaan non-keuangan di Pakistan, periode penagihan piutang dan periode pembayaran hutang memiliki dampak positif dan signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. Namun, siklus konversi kas memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap profitabilitas. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Ismail (2016) menemukan bahwa perusahaan dengan current ratio tinggi dan siklus konversi kas yang lebih panjang memiliki kinerja positif, yang mengindikasikan korelasi positif dan signifikan antara current ratio serta cash conversion cycle terhadap profitabilitas (ROA).

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ukaegbu (2014) terhadap 102 perusahaan di empat negara (Mesir, Nigeria, Kenya, dan Afrika Selatan) mengungkapkan adanya kaitan negatif yang kuat antara tingkat profitabilitas yang diukur melalui laba operasi bersih, dan siklus konversi tunai dalam berbagai jenis industri. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa ketika siklus konversi tunai meningkat, profitabilitas perusahaan cenderung menurun. Temuan lain terdapat korelasi positif antara tingkat profitabilitas serta kebijakan perusahaan terkait utang usaha. Sebagai hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Lucia et.al (2014) terhadap perusahaan pengalengan di Spanyol menunjukkan bahwa waktu penerimaan dari penjualan dan waktu persediaan memiliki kaitan negatif dengan profitabilitas, sementara tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan siklus konversi kas. Di Jerman, penelitian oleh Silva (2017) menemukan bahwa faktor-faktor seperti waktu penerimaan dari penjualan, waktu persediaan, dan waktu pembayaran utang memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap tingkat profitabilitas. Dalam konteks hubungan yang lebih kompleks, antara siklus konversi kas dan profitabilitas terdapat pola yang berbeda, di mana hubungan antara keduanya bersifat positif pada tingkat investasi modal kerja yang rendah, namun menjadi negatif pada tingkat investasi modal kerja yang tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Afrifa dan Tingbani (2018) pada 802 perusahaan kecil dan menengah di Inggris menunjukkan bahwa awalnya terdapat hubungan negatif antara cash conversion cycle dengan kinerja perusahaan. Namun, setelah memperhitungkan faktor moderasi dari ketersediaan arus kas, hubungan antara cash conversion cycle dan kinerja perusahaan berubah menjadi positif dan signifikan. Pada tahun 2019, penelitan yang dilakukan oleh Mehmet et.al (2009) mengambil sampel dari 49 perusahaan di Istanbul mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara siklus konversi kas, modal kerja bersih, rasio lancar, periode piutang, dan periode persediaan dengan Return on Assets. Studi yang dilakukan oleh Madushanka dan Jathurika (2018) dengan subjek 15 Perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek Kolombo, mengungkapkan bahwa rasio likuiditas cepat (quick ratio) memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. Namun, rasio lancar (current ratio) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas. Hasil penelitian Samo dan Hadeeqa (2019) pada 40 perusahaan tekstil di industri tekstil Pakistan, menunjukkan adanya korelasi positif antara rasio likuiditas (current ratio) dan profitabilitas, serta korelasi negatif antara leverage dan profitabilitas.

Hasil studi dari Gull dan Arshad (2013) pada 19 perusahaan semen yang terdaftar di Karachi Stock Exchange mengungkapkan bahwa manajemen modal kerja dan likuiditas memiliki dampak yang signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. Temuan ini menunjukkan bahwa semakin tinggi rasio lancar (current ratio), maka kinerja keuangan perusahaan juga cenderung lebih baik. Namun, quick ratio ternyata tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Return on Capital Employed (ROCE). Hasil penelitian lain dari Quayyum (2011) pada perusahaan industri semen yang terdaftar di Bursa Efek Dhaka menunjukkan adanya hubungan negatif antara siklus konversi kas dan profitabilitas. Artinya, semakin lama siklus konversi kas perusahaan, maka profitabilitasnya cenderung menurun. Di sisi lain, penelitian tersebut menemukan bahwa ada korelasi positif antara menjaga saldo kas dengan profitabilitas. Ini berarti menjaga saldo kas yang memadai dapat berkontribusi positif terhadap tingkat profitabilitas perusahaan.

PT XYZ, bergerak dalam perdagangan dan jasa konstruksi dengan kontribusi utama bisnisnya dari sektor perdagangan. Dalam sektor ini, interaksi dengan pemasok dan pelanggan melibatkan pengelolaan modal kerja yang efektif. Siklus konversi kas menjadi indikator penting, di mana perusahaan perdagangan memiliki siklus yang lebih cepat dibandingkan dengan jasa konstruksi. Sedangkan panjangnya siklus konversi kas dalam bisnis jasa konstruksi mengganggu likuiditas perusahaan. Dalam konteks ini, manajemen modal kerja dan likuiditas perlu diperhatikan untuk menjaga stabilitas keuangan dan meningkatkan profitabilitas. Panjangnya siklus konversi kas dapat berdampak negatif pada likuiditas perusahaan, yang pada gilirannya dapat memengaruhi ketersediaan modal kerja selama lima tahun terakhir (2016-2020). Seperti yang diungkapkan sebelumnya, modal kerja memegang peranan penting dalam menjaga likuiditas dan profitabilitas (Amponsah-Kwatiah & Asiamah, 2020). Mengelola modal kerja dengan baik adalah kunci untuk memastikan perusahaan dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya dan menjaga likuiditas yang cukup untuk beroperasi tanpa hambatan. Untuk mengatasi masalah likuiditas yang timbul akibat siklus konversi yang panjang, perusahaan perlu mencari sumber pendanaan tambahan untuk membayar kewajiban kepada produsen dan pemasok guna memastikan ketersediaan barang dan kelancaran operasional bisnisnya.

Pada penelitian ini akan dibahas bagaimana keterkaitan antara manajemen modal kerja dan likuiditas dengan profitabilitas perusahaan dengan beberapa komponennya diantaranya siklus konversi kas (cash conversion cycle), jumlah hari penagihan piutang (days of sales in outstanding), Jumlah hari persediaan menjadi penjualan (days of sales in inventory), jumlah hari pembayaran utang (days of payable outstanding) dan untuk likuiditas menggunakan variabel current ratio dan cash ratio sebagai komponen utama, sedangkan profitabilitas menggunakan rasio Return on Asset. Penelitian ini membatasi diri pada objek penelitian yaitu PT XYZ, menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan bulanan dari periode 2016-2021 yang diperoleh dari internal perusahaan.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder dari laporan keuangan PT XYZ selama enam tahun terakhir (2016-2021), diperoleh dari internal perusahaan. Tahapan penelitian mencakup pengumpulan data, pengolahan data dengan analisis statistik dan regresi data time series, serta analisis hasil dari pengolahan data dan implikasi manajerial. Variabel penelitian melibatkan profitabilitas sebagai variabel dependen menggunakan Return on Asset (ROA), dan variabel independen seperti modal kerja days of sales in outstanding (DSO), days of sales in inventory (DSI), days of payable in outstanding (DPO), cash conversion cycle (CCC) dan variabel likuiditas yaitu current ratio (CR) dan cash ratio (CAR) dengan variabel kontrol sales growth.  

Hipotesis penelitian mencakup hubungan positif/negatif antara variabel-variabel tersebut. Metode pengolahan dan analisis data mencakup analisis deskriptif, model time series dengan metode yang diterapkan dalam penelitian ini didasarkan pada pendekatan yang dilakukan dalam penelitian Simon et al. (2015). Pendekatan ini menggunakan model vector auto regression (VAR) untuk menghubungkan hubungan sebab-akibat antara berbagai variabel yang dipilih, atau model vector error correction model (VECM) yang digunakan untuk menganalisis hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara variabel-variabel penelitian. Namun, sebelum menentukan model time series (VAR atau VECM), beberapa uji statistik perlu dilakukan yaitu uji stationer, uji lag optimal, uji stabilitas model VAR, dan uji kointegrasi. Untuk analisis hasil menggunakan Impulse Response Function (IRF) dan Variance Decomposition (VD).

 

Hasil dan Pembahasan

Analisis Deskriptif

Objek penelitian ini adalah PT XYZ memiliki sejarah panjang telah berdiri sejak tahun 1970an. Bidang usaha dari perusahaan yaitu bidang perdagangan dan jasa konstruksi. Sumber penelitian ini terdiri dari laporan keuangan 2016 – 2021 per bulan dengan sejumlah 72 jumlah data. Statistik deskriptif menyediakan informasi dasar mengenai variabel data penelitian, Tujuan utama analisis statistik deskriptif untuk memberikan gambaran mengenai variabel yang digunakan, seperti nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata dan standar deviasi pada masing-masing penelitian.

 

Tabel 1. Analisis deskriptif variabel penelitian

Keterangan

ROA

DSO

DSI

DPO

CCC

CR

CAR

SG

%

hari

hari

hari

hari

%

%

%

Mean

(0,4)

71

21

53

40

97,4

12,4

8,9

Median

(0,2)

67

21

51

38

103,2

11,5

3,5

Maximum

9

128

39

100

102

124,3

45,4

135,7

Minimum

(14,4)

17

8

23

(20)

57,6

1

(49,7)

Std Deviasi

2,1

25

7

14

22

20

8,2

35,8

Sumber: Data diolah

 

Tabel diatas menggambarkan variabel penelitian dalam rentang periode 2016-2021. Nilai ROA memiliki rata-rata -0,4% dengan nilai minimum pada -14,4% dan maksimum sebesar 9,04% dengan rentang selama 5 tahun awal (2016-2021) mengindikasikan bahwa perusahaan tidak efisien dalam menggunakan asetnya untuk menghasilkan keuntungan.

Perusahaan memiliki nilai days of sales in outstanding rata-rata selama 71 hari, menandakan bahwa proses penagihan piutang hingga menjadi kas memerlukan waktu yang relatif lama. Days of sales in inventory memiliki rata-rata 21 hari, mencerminkan waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk mengonversi persediaan menjadi penjualan cukup singkat. Days of payable in outstanding, dengan rata-rata 53 hari, menunjukkan kestabilan perusahaan dalam melunasi pembayaran ke pemasok namun perusahaan membayar ke supplier lebih cepat dibandingkan penerimaan uang dari pelanggan. Cash conversion cycle perusahaan memiliki rata-rata 40 hari, mengindikasikan fluktuasi signifikan dalam pembayaran dan penerimaan kas perusahaan. Current ratio rata-rata sebesar 97,4%, di bawah 100%, menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek cukup rendah. Cash ratio rata-rata sebesar 12,4%, menunjukkan tingkat yang rendah dalam ketersediaan kas dalam menyelesaikan kewajiban jangka pendek dengan kas. Tingkat pertumbuhan penjualan rata-rata sekitar 8,9%, mencerminkan kinerja penjualan perusahaan dari masih cukup positif.

 

Analisis Hasil Uji Model

Untuk menganalisis data time series sebelum menggunakan model vector auto regreession atau vector error correction model untuk menganlisis hubungan antar variabel maka dilakukan beberapa uji antara lain sebagai berikut:

Uji Stasioner

Tahapan yang dilakukan adalah uji stasioner untuk menetukan apakah data stasioner pada tingkat level atau first difference. Berdasarkan hasil uji stasioner dengan menggunakan uji augmented dickey-fuller (ADF) maka dihasilkan sebagai berikut:

 

Tabel 2. Uji stasioner

No

Variabel

Uji Stasioner

Level

First difference

1

Return on Asset

0.0000

0.0392

2

Days of Sales Outstanding

0.2274

0.0000

3

Days of Sales in Inventory

0.0005

0.0001

4

Days Payable Outstanding

0.0005

0.0001

5

Cash Conversion Cycle

0.0002

0.0001

6

Current Ratio

0.4727

0.0000

7

Cash Ratio

0.0018

0.0001

8

Sales Growth

0.0000

0.0001

Sumber: Data diolah

 

Dalam pengujian yang dilakukan semua model sudah stasioner pada first difference dengan hasil pengujian seluruh nilai p < 0,05.

 

Uji Lag Optimal dan Uji Stabilitas

Model VAR dikatakan stabil apabila nilai modulus < 1 dan tidak stabil jika nilai modulus > 1. Jika nilai modulus yang paling besar < 1 dan berada pada titk optimal, maka komposisi yang ada sudah berada pada posisi optimal dan model VAR sudah stabil. Hasil uji lag optimal dan uji stabilitas adalah sebagai berikut:

 

Tabel 3. Uji lag optimal model 1

Lag

LogL

LR

FPE

AIC

SC

HQ

0

(1.687,00)

NA

2.16e+13

50,567160

50.79750*

50,65830

1

(1.599,44)

154,2183

6.87e+12

49,415980

51,25870

50,14515

2

(1.521,15)

121.5143*

3.00e+12*

48.54185*

51,99696

49.90905*

3

(1.473,98)

633,6111

3.59e+12

48,596510

53,66401

50,60173

4

(1.428,99)

510,3269

5.20e+12

48,716230

55,39612

51,35948

 

Tabel 4. Uji lag optimal model 2

Lag

LogL

LR

FPE

AIC

SC

HQ

0

(1.234,81)

NA

8.14e+09

37,009350

37.17388*

37,07446

1

(1.194,72)

73,0060

5.20e+09

36,558800

37,54598

36,94943

2

(1.140,71)

90.28599*

2.21e+09*

35.69282*

37,50264

36.40897*

3

(1.118,93)

33,1553

2.52e+09

35,788980

38,42145

36,83066

4

(1.099,03)

27,3227

3.12e+09

35,941280

39,39640

37,30848

 

Keterangan:

LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)

FPE: Final prediction error           

AIC: Akaike information criterion

HQ: Hannan Quinn information criterion

 

Dalam uji stabilitas dihasilkan seluruh model nilai uji stabilititas < 1 yang berarti seluruh model stabil sehingga lulus uji stabilitas.

 

Uji Kointegrasi

Setelah dilakukan uji lag optimal dan uji stabilitas, selanjutnya dilakukan pengujian kointegrasi. Dari pengujian dihasilkan sebagai berikut:

 

Tabel 5. Uji kointegrasi model – 1

Hypothesized
No. of CE(s)

Eigenvalue

Trace Statistic

0.05
Critical Value

Prob.**

None *

0.770486

304,7945

111,7805

0.0000

At most 1 *

0.619726

204,7127

839,3712

0.0000

At most 2 *

0.503030

138,9661

600,6141

0.0000

At most 3 *

0.377511

914,1883

401,7493

0.0000

At most 4 *

0.305980

591,8488

242,7596

0.0000

At most 5 *

0.285482

343,4760

123,2090

0.0000

At most 6 *

0.155462

114,8963

412,9906

0.0008

 

Tabel 6. Uji kointegrasi model – 2

Hypothesized
No. of CE(s)

Eigenvalue

Trace Statistic

0.05
Critical Value

Prob.**

None *

0.729539

206,7254

600,6141

0.0000

At most 1 *

0.529766

117,8067

401,7493

0.0000

At most 2 *

0.353048

664,9905

242,7596

0.0000

At most 3 *

0.256819

368,8617

123,2090

0.0000

At most 4 *

0.217787

167,0272

412,9906

0.0001

 

Berdasarkan hasil uji kointegrasi Johansen pada tabel diatas, diketahui pada seluruh model dalam setiap barisnya rentang nilai probabilitas adalah <0,05 yang berarti terdapat persamaan kointegrasi, yang berarti memiliki keseimbangan jangka panjang. Dari hasil tersebut model yang digunakan adalah vector error corection model (VECM).

 

VECM Model 1

Setelah di lakukan pengujian stasioner, uji lag optimal, uji stabilitas dan uji kointegrasi maka model yang tepat dalam penelitian ini yaitu VECM. Dari hasil pengujian menggunakan model tersebut maka pengambilan keputusan berdasarkan uji t-statistik yaitu:

a.     Jika nilai t-statistik < t-tabel, maka tidak berpengaruh signifikan

b.     Jika nilai t-statistik > t-tabel, maka berpengaruh signifikan

Nilai t tabel dalam penelitian ini adalah 1,99394337. Dari model 1 output yang dihasilkan pada model VECM dalam tabel sebagai berikut:

 

 

Tabel 5. Output VECM model 1

 

Jangka Pendek

Jangka Panjang

 

Variabel

t-stat

D(ROA)

Variabel

t-stat

D(ROA)

 

CointEq1

[-3.72018]

-0.792900

ROA(-1)

1.000000

 

D(ROA(-1))

[-2.67586]

-0.460955

X1_DSO(-1)

[ 3.47284]

-0.060524*

 

D(ROA(-2))

[-1.20735]

-0.177055

X2_DSI(-1)

[-1.16271]

0.041612

 

D(X1_DSO(-1))

[ 2.04118]

0.106851*

X3_DPO(-1)

[-2.40353]

0.045234*

 

D(X1_DSO(-2))

[ 0.43322]

0.016860

X5_CR(-1)

[ 0.67107]

-0.007627

 

D(X2_DSI(-1))

[-1.79909]

-0.090416

X6_CAR(-1)

[-0.05017]

0.002941

 

D(X2_DSI(-2))

[ 0.38459]

0.022789

X7_SG(-1)

[-2.84782]

0.047444*

 

D(X3_DPO(-1))

[-1.91494]

-0.050342

 

D(X3_DPO(-2))

[-0.75565]

-0.016367

 

D(X5_CR(-1))

[ 3.52098]

0.182655*

 

D(X5_CR(-2))

[-1.78297]

-0.106068

 

D(X6_CAR(-1))

[ 1.93573]

0.132399

 

D(X6_CAR(-2))

[ 1.58928]

0.105966

 

D(X7_SG(-1))

[-3.61893]

-0.034067*

 

D(X7_SG(-2))

[-3.97388]

-0.027652*

*Signifikansi 5%

 

 

Model 1 dari VECM menunjukkan bahwa pada pengujian jangka panjang, variabel DSO dan DPO memiliki pengaruh signifikan terhadap ROA, dengan t-statistik melebihi nilai t-table. Namun, variabel DSI, current ratio, dan cash ratio tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan. Pada pengujian jangka pendek, variabel DSO dan current ratio terbukti berpengaruh terhadap ROA pada lag 1.

 

Gambar 1. Analisis Impluse Response Function

 

Pada model 1 analisis IRF pada variabel manajemen modal kerja menunjukkan bahwa ROA merespon negatif terhadap guncangan pada (DSO). ROA mencapai stabil pada periode 15. Hal ini menunjukan bahwa DSO memiliki hubungan negatif terhadap ROA, yang berarti penurunan jumlah hari penagihan akan berdampak terhadap peningkatan ROA. Kecepatan perusahaan dalam menangani pelanggan untuk pembayaran akan memicu peningkatan aliran kas, memberikan peluang bagi perusahaan untuk menginvestasikan kembali dana yang tersedia. Hasil temuan ini sesuai dengan penelitian dari Silva (2017), Gill et al. (2010), Gull dan Arshad (2013), dan Khan et al. (2018). Terhadap guncangan pada days of sales in inventory (DSI), respon positif ditunjukan oleh ROA, dimana ROA akan mencapai stabilitas pada periode 12. Hal ini menunjukkan bahwa DSI memiliki hubungan positif terhadap ROA yang berarti peningkatan jumlah hari persediaan dapat meningkatkan ROA. Situasi ini dapat terjadi ketika perusahaan menyimpan persediaan lebih lama untuk mengantisipasi potensi kenaikan harga barang. Temuan ini berbeda dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Deloof (2003) dan Silva (2017), yang menyatakan bahwa pengurangan jumlah hari persediaan dapat berkontribusi pada peningkatan profitabilitas. Selain itu terhadap variabel DPO, ROA menunjukkan respon positif dan mencapai stabilitas pada periode 15. Hal ini menunjukkan bahwa DPO memiliki hubungan positif terhadap ROA yang berarti peningkatan jumlah hari pembayaran ke supplier dapat meningkatkan ROA. Keadaan ini memberikan peluang bagi perusahaan untuk menunda pembayaran kepada pemasok, sehingga mengamankan sementara saldo kas yang tersedia. Temuan ini berbeda dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Deloof (2003) dan Silva (2017), yang mengaitkan variabel utang usaha dengan hubungan negatif terhadap profitabilitas. Namun, temuan ini sejalan dengan penelitian oleh Ukaegbu (2014), yang mengindikasikan bahwa penundaan pembayaran kepada kreditur dapat berpotensi meningkatkan profitabilitas perusahaan.

Analisis IRF pada variabel likuiditas, terhadap ROA ditunjukkan respon yang berbeda yaitu respon positif terhadap guncangan yang terjadi pada cash ratio, dan respon negatif pada current ratio, dimana ROA akan mencapai stabilitas di periode 20 pada current ratio dan di periode 12 pada cash ratio. Hal ini menunjukkan bahwa current ratio memiliki hubungan negatif terhadap ROA yang berarti penurunan current ratio dapat meningkatkan ROA. Temuan ini berbeda dengan penelitian dari Samo dan Hadeeqa (2019), Ismail (2016), dan Madushanka dan Jathurika (2018). Sebaliknya respon cash ratio memiliki hubungan positif sehingga peningkatan cash ratio dapat memberikan pengaruh dalam peningkatan berbeda. Namun hasil dari estimasi VECM pada tabel output menunjukkan variabel current ratio dan cash ratio tidak berpengaruh signifikan.

 

Gambar 2. Variance Decomposition Model 1

 

Berdasarkan VD pada model 1 pada awal-awal periode selain variabel ROA sendiri variabel current ratio memberikan pengaruh dominan terhadap ROA, namun setelah periode berjalan, pengaruh current ratio mulai berkurang dan variabel lain yang memberikan pengaruh lebih terhadap ROA yaitu variabel DPO. Kontribusi variabel bervariasi setelah periode ke-30, yaitu 16,9% DPO, 10,4% DSI, 7,6% cash ratio, 5,1% current ratio, dan 3,7% DSO sedangkan 5,9% pada sales grorwth. Sehingga variabel DPO memberikan pengaruh paling besar terhadap ROA dibandingkan dengan variabel lain.

 

VECM Model 2

Tabel 6. Output VECM model 2

Jangka Pendek

Jangka Panjang

Variabel

t-stat

D(ROA)

Variabel

t-stat

ROA

CointEq1

[-2.79439]

-0.072252

ROA(-1)

 1.000000

D(ROA(-1))

[-6.60900]

-0.851036

X4_CCC(-1)

[ 3.86989]

-0.638944*

D(ROA(-2))

[-1.83893]

-0.253889

X5_CR(-1)

[-2.97989]

 0.265327*

D(X4_CCC(-1))

[ 2.34220]

0.060464*

X6_CAR(-1)

[ 3.44617]

 -1.940033*

D(X4_CCC(-2))

[ 0.44463]

0.009583

X7_SG(-1)

[-6.02707]

 0.904273*

D(X5_CR(-1))

[ 2.06232]

0.101257*

D(X5_CR(-2))

[-3.03841]

-0.152036*

D(X6_CAR(-1))

[ 2.80164]

0.193868*

D(X6_CAR(-2))

[ 1.42668]

0.084553

D(X7_SG(-1))

[-2.89692]

-0.048384

D(X7_SG(-2))

[-3.17260]

-0.032928

 

 

 

*signifikansi 5%

 

 

Model 2 dari VECM mengungkapkan pengaruh signifikan variabel CCC, current ratio, dan cash ratio terhadap ROA dalam jangka pendek dan panjang.

 

A white background with black text and blue lines

Description automatically generated

Gambar 3. Impulse Response Function Model - 2

 

Pada model 2 analisis IRF pada variabel manajemen modal kerja menunjukkan bahwa ROA merespon negatif terhadap guncangan pada CCC dan mencapai stabil pada periode 12. Hal ini menunjukan bahwa CCC memiliki hubungan negatif terhadap ROA, yang berarti penurunan CCC akan berdampak terhadap peningkatan ROA. Kondisi ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Silva (2017), Ukaegbu (2014), Mehmet et al. (2009), Quayyum (2011) yang menyatakan bahwa periode konversi kas yang lebih singkat dapat menghasilkan kenaikan profitabilitas. Analisis IRF pada variabel likuiditas, menunjukkan ROA merespon positif terhadap variabel current ratio dan respon negatif terhadap cash ratio, dimana ROA, jika terjadi guncangan pada kedua variabel tersebut akan sama-sama mencapai stabilitas pada periode 12. Hal ini menandakan bahwa current ratio memiliki keterkaitan terhadap ROA yang berarti peningkatan current ratio dapat meningkatkan ROA. Sebaliknya bahwa cash ratio memiliki keterkaitan negatif terhadap ROA yang berarti penurunan cash ratio dapat meningkatkan ROA.

 

A graph of numbers and lines

Description automatically generated with medium confidence

Gambar 4. Impulse Response Function Model - 2

 

Berdasarkan VD pada model 2 pada awal-awal periode variabel current ratio memberikan pengaruh dominan terhadap ROA, namun setelah periode berjalan, pengaruh current ratio berkurang namun masih memberikan pengaruh terhadap ROA. Kontribusi variabel bervariasi setelah periode ke-30, yaitu 0,3% CCC, 0,5% current ratio dan 2,1% cash ratio sedangkan 18,6% untuk sales growth sehingga variabel cash ratio memberikan pengaruh paling besar terhadap ROA.

 

Pembahasan

Berdasarkan hasil output dalam model vecm serta dalam analisis impulse response function dan variance decomposition dalam penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut:

Pengaruh days of sales outstanding terhadap profitabilitas

DSO memiliki hubungan negatif dengan ROA. Artinya, semakin efisien perusahaan dalam mengumpulkan piutang, semakin tinggi ROA-nya. Hal ini mencapai stabilitas pada periode ke-15 setelah guncangan. Temuan ini sejalan dengan beberapa penelitian yang menyatakan bahwa pengelolaan piutang yang baik meningkatkan aliran kas dan kesempatan untuk meningkatkan transaksi penjualan ataupun investasi lainnya yang dapat meningkatkan ROA.

Pengaruh days of sales in inventory terhadap profitabilitas

DSI menunjukkan hubungan positif dengan ROA, dengan stabilisasi di periode ke-12. Ini berarti, dalam kasus tertentu, menyimpan inventori lebih lama dapat menguntungkan jika adanya proyeksi kenaikan harga untuk mengantisipasi permintaan. Temuan ini bertentangan dengan beberapa studi yang menyebutkan bahwa manajemen persediaan yang efisien dengan mengurangi hari persediaan dapat meningkatkan ROA. Namun variabel ini tidak berpengaruh signifikan.

Pengaruh days of payable outstanding terhadap profitabilitas

DPO juga menunjukkan hubungan positif dengan ROA, mencapai stabilitas di periode ke-15. Kondisi ini memberikan informasi bahwa menunda pembayaran ke pemasok akan mempertahankan ketersediaan saldo kas sehingga dapat meningkatkan ROA. Ini berbeda dari beberapa studi yang mengaitkan manajemen hutang dengan dampak negatif terhadap ROA tetapi sesuai dengan studi lainnya yang menyatakan bahwa penundaan pembayaran juga dapat meningkatkan profitabilitas.

Pengaruh cash conversion cycle terhadap profitabilitas

ROA menunjukkan respons negatif terhadap perubahan pada CCC, dengan stabilisasi respon di periode ke-12. Respon positif ini menunjukkan bahwa pengurangan dalam CCC yakni periode konversi kas yang lebih singkat dapat meningkatkan ROA. Keefektifan manajemen modal kerja tercermin melalui CCC yang lebih singkat, yang pada akhirnya meningkatkan profitabilitas. Ini terjadi karena pengurangan dalam CCC yang berarti perusahaan lebih cepat mengubah penjualan dan piutangnya menjadi kas, yang dapat digunakan untuk peningkatan transaksi penjualan ataupun investasi lainnya.

Pengaruh cash ratio dan current ratio terhadap profitabilitas

Pada hasil yang dihasilkan dalam model 2 kedua variabel mempunyai pengaruh signifikan namun memiliki respon yang berbeda. ROA meningkat ketika current ratio meningkat dan menurun ketika cash ratio meningkat, dengan titik stabilisasi pada periode yang sama yaitu periode ke-12. Respon positif terhadap current ratio menunjukkan bahwa tingkat likuiditas yang lebih tinggi, yang ditunjukkan oleh posisi aset lancar lebih besar dibandingkan kewajiban lancar mempengaruhi persepsi keamanan dan likuiditas perusahaan sehingga mendorong peningkatan penjualan dan aktivitas bisnis lainnya yang pada akhirnya meningkatkan ROA. Sebaliknya, respon negatif terhadap cash ratio menandakan bahwa memegang terlalu banyak kas atau setara kas tidak efisien. Hal Ini berarti bahwa dana yang dipegang dalam bentuk tunai dapat digunakan dalam investasi/ bisnis yang produktif yang dapat menghasilkan pendapatan ataupun keuntungan.

 

Implikasi Manajerial

Dalam perusahaan perdagangan, pemahaman mendalam tentang dinamika modal kerja sangatlah penting, khususnya dalam kaitannya dengan pengaruhnya terhadap profitabilitas yaitu Return on Assets.

Untuk variabel days of sales in outstanding, dengan hasil korelasi negatif dengan ROA maka manajemen perusahaan memerlukan sistem pengelolaan piutang yang lebih agresif dan efektif, dimana unit penagihan dan piutang mengutamakan peningkatan kecepatan konversi piutang menjadi kas, yang akan mengalirkan lebih banyak sumber daya kas dan setara kasnya untuk investasi sehingga meningkatkan profitabilitas. Untuk variabel days sales in inventory, terungkap bahwa ada hubungan positif dengan ROA, yang sedikit kontraintuitif jika dibandingkan dengan literatur yang ada. Ini mengisyaratkan bahwa dalam kondisi tertentu, menahan persediaan lebih lama dapat membawa keuntungan, perusahaan perlu mempertimbangkan dalam skala konteks pasar dan siklus bisnis yang lebih luas, namun variabel ini tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. Selanjutnya, days of payable outstanding dengan hasil korelasi positif dengan ROA, hal ini menunjukkan bahwa manajemen perusahaan perlu membuat proyeksi dalam pembayaran dengan mengoptimalkan likuiditas yang tersedia seperti melakukan penundaan pembayaran ke supplier sampai batas waktu yang tertentu sesuai dengan kontrak, dengan syarat tidak mengganggu hubungan bisnis dengan supplier tersebut.

Adapun siklus konversi kas dari hasil penelitian memberikan rekomendasi bahwa proses yang lebih efisien  dalam mengelola cash conversion cycle dari pembelian produk hingga pembayaran dapat meningkatkan profitabilitas. Manajemen perusahaan dapat memfokuskan pada pengurangan waktu mendapatkan dana dan peningkatannya untuk mencapai efisiensi.

Dalam hal rasio likuiditas, ada sebuah perbedaan antara cash ratio yang memiliki hubungan negatif dengan ROA, sementara current ratio berbanding terbalik. Hal ini berdampak bahwa current ratio yang tinggi mampu mendukung peningkatan profitabilitas, namun cash ratio yang berlebihan juga dapat merugikan perusahaan. Manajemen perusahaan perlu mengatur likuiditas yang lebih dinamis, di mana kas harus diinvestasikan dengan tepat sasaran dan tidak hanya disimpan dalam bentuk kas yang tidak produktif.

 

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian pada PT XYZ selama periode 2016-2021, mengungkapkan hasil penelitian yang menunjukkan hubungan kompleks antara variabel manajemen modal kerja dan likuiditas dengan Return on Assets (ROA), dengan days of payable in outstanding dan current ratio berhubungan positif dan signifikan terhadap ROA, sementara days of sales outstanding, cash ratio dan cash conversion cycle berhubungan negatif dan signifikan terhadap ROA. Variabel days of sales in inventory tidak berdampak terhadap ROA. Perusahaan dapat menentukan kebijakan dalam operasional yang terkait manajemen modal kerja khususnya perhatian pada aktivitas yang terkait days of payable outstanding. Penerapkan kebijakan standar untuk penentuan term of payment dalam kontrak pembelian dengan supplier untuk memperpanjang waktu pembayaran kepada supplier, tampaknya mampu memberikan peningkatan profitabilitas.

BIBLIOGRAFI

 

Afrifa, G. A., & Tingbani, I. (2018). Working capital management, cash flow and SMEs’ performance. International Journal of Banking, Accounting and Finance, 9(1), 19–43.

Amponsah-Kwatiah, K., & Asiamah, M. (2020). Working capital management and profitability of listed manufacturing firms in Ghana. International Journal of Productivity and Performance Management. https://doi.org/10.1108/IJPPM-02-2020-0043

Deloof, M. (2003). Does working capital management affect profitability of Belgian firms? Journal of Business Finance and Accounting, 30(3–4), 573–588. https://doi.org/10.1111/1468-5957.00008

Eda, O., & Mehmet, S. (2009). Relationship between efficiency level of working capital management and return on total assets in ISE. International Journal of Business and Management, 4(10), 109–114.

Fadun, O. S., & Oye, D. (2020). Impacts of operational risk management on financial performance: a case of commercial banks in Nigeria. International Journal of Finance & Banking Studies, 9(1), 22–35.

Gill, J. J., & Hyman, P. (2010). Phage choice, isolation, and preparation for phage therapy. Current Pharmaceutical Biotechnology, 11(1), 2–14.

Gull, A. A., & Arshad, M. (2013). Influence of working capital management and liquidity on financial soundness of firms listed at Karachi stock exchange. IOSR Journal of Busibess and Management, 11(2), 52–57.

Ismail, R. (2016). Impact of liquidity management on profitability of Pakistani firms: A case of KSE-100 Index. International Journal of Innovation and Applied Studies, 14(2), 304.

Khan, M. A. I., Biswas, B., Smith, E., Naidu, R., & Megharaj, M. (2018). Toxicity assessment of fresh and weathered petroleum hydrocarbons in contaminated soil-a review. Chemosphere, 212, 755–767.

Lazaridis, I., & Tryfonidis, D. (2006). Relationship between working capital management and profitability of listed companies in the Athens stock exchange. Journal of Financial Management and Analysis, 19(1).

Madushanka, K. H. I., & Jathurika, M. (2018). The impact of liquidity ratios on profitability. International Research Journal of Advanced Engineering and Science, 3(4), 157–161.

Quayyum, S. T. (2011). Effects of working capital management and liquidity: Evidence from the cement industry of Bangladesh. Journal of Business and Technology (Dhaka), 6(1), 37–47.

Samo, A. H., & Murad, H. (2019). Impact of liquidity and financial leverage on firm’s profitability–an empirical analysis of the textile industry of Pakistan. Research Journal of Textile and Apparel, 23(4), 291–305.

Silva, M. F. C. (2017). Working capital management, performance and financial constraints: the case of German firms. Universidade do Minho (Portugal).

Simon, Z. Z., Achsani, N. A., Manurung, A. H., & Sembel, R. (2015). The determinants of rental rates and selling prices of office spaces in Jakarta, a macroeconometric model using VECM approach. International Journal of Economics and Finance, 7(3), 165–178.

Ukaegbu, B. (2014). The significance of working capital management in determining firm profitability: Evidence from developing economies in Africa. Research in International Business and Finance, 31, 1–16.

Vikash, V., Meenakshi Virmani, M. V., Malik, R. K., & Pardeep Singh, P. S. (2014). Impact of CIDR in combination with different hormones for treatment of anestrus in buffaloes under field conditions in Haryana.

Yofa, R. D., & Erwidodo, E. S. (2020). Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Ekspor Dan Impor Komoditas Pertanian. Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi Dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian.

 

Copyright holder:

Dedy Sanjaya, Trias Andati, Noer Azam Achsani (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: