Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 12, Desember 2023
WANPRESTASI
KLAIM POLIS ASURANSI: MENCEGAH KASUS WANPRESTASI OLEH PERUSAHAAN ASURANSI
Daniel
Wibisono Bintoro, Gunardi
Lie
Universitas Tarumanagara, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Pada kehidupan sehari-hari, manusia
tidak bisa terhindar dari risiko, bisa berupa risiko kesehatan, kehilangan,
kerusakan, kerugian finansial. Manusia tentu ingin untuk meminimalisir risiko yang ada. Salah satu cara untuk
meminimalisir risiko adalah dengan mengalihkan risiko kepada pihak ketiga
dengan menggunakan jasa perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi (penanggung)
akan memindahkan risiko dari tertanggung kepada perusahaan asuransi. Tentu
dengan penggunaan jasa perusahaan asuransi untuk memindahkan risiko perlu
timbal balik dari tertanggung dalam bentuk pembayaran premi. Peraturan asuransi
di Indonesia sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian. Setelah terjadinya persetujuan dan telah dibuatnya sebuah polis
asuransi sebagai kontrak atau perjanjian diantara kedua belah pihak. Dengan
adanya suatu perjanjian, maka akan timbul kemungkinan untuk terjadi wanprestasi
atau ingkar janji. Wanprestasi asuransi yang dibahas dalam penelitian ini
adalah wanprestasi asuransi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi. Metode
penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis
normatif atau studi bahan kepustakaan. Perusahaan asuransi yang melakukan
wanprestasi artinya adalah perusahaan asuransi tersebut tidak melaksanakan
kewajibannya sesuai dengan apa yang telah disepakati di polis asuransi sehingga
terjadilah wanprestasi dan pemegang polis atau penerima manfaat dapat
melanjutkan permasalahan ini ke pengadilan agar mendapatkan penyelesaian.
Terdapat beberapa faktor dalam terjadinya wanprestasi oleh perusahaan asuransi
yaitu faktor eksternal agen asuransi atau mitra asuransi dan faktor internal
perusahaan asuransi tidak menjalankan proses sesuai dengan SOP. Dengan SOP dari
perusahaan asuransi dan peraturan OJK yang lebih ketat diharapkan tingkat
wanprestasi oleh perusahaan asuransi dapat diminimalisir.
Kata kunci: Wanprestasi, Klaim asuransi, Asuransi
Abstract
In
everyday life, humans cannot avoid risks, these can be health risks, loss,
damage, or financial losses. Humans certainly want to minimize existing risks.
One way to minimize risk is to transfer the risk to a third party using the
services of an insurance company. The insurance company (insurer) will transfer
the risk from the insured to the insurance company. Of course, using the
services of an insurance company to transfer risk requires reciprocity from the
insured in the form of premium payments. Insurance regulations in Indonesia
themselves are regulated in Law Number 40 of 2014 concerning Insurance. After
the agreement has occurred and an insurance policy has been made as a contract
or agreement between the two parties. With the existence of an agreement, the
possibility of default or broken promises will arise. The insurance defaults
discussed in this research are insurance defaults carried out by insurance
companies. The research method used in this research is a normative juridical
approach or study of library materials. An insurance company that commits a
default means that the insurance company does not carry out its obligations in
accordance with what has been agreed in the insurance policy so that a default
occurs and the policy holder or beneficiary can take the matter to court to get
a resolution. There are several factors in the occurrence of default by
insurance companies, namely external factors of insurance agents or insurance
partners and internal factors of insurance companies not carrying out processes
in accordance with SOPs. With SOPs from insurance companies and stricter OJK
regulations, it is hoped that the level of default by insurance companies can
be minimized.
Keywords:
Default, Insurance Claim, Insurance
Pendahuluan
Risiko
merupakan salah satu hal yang harus dihadapi manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Kata risiko ini sendiri sering dikaitkan dengan konsep yang
bersifat negatif dan sering ditemukan dalam konteks kesehatan, keuangan, atau
bisnis. Risiko pada dasarnya merujuk pada kemungkinan terjadinya kerugian,
ketidakpastian, dan bahaya yang dapat mempengaruhi suatu peristiwa atau
keputusan. Dengan adanya potensi risiko, manusia tentu ingin meminimalisir
segala risiko yang ada dan akan mencari cara agar dapat meminimalisir kerugian,
ketidakpastian, dan bahaya yang ada. Pengalihan risiko merupakan salah satu
cara untuk meminimalisir risiko dan dilakukan dengan menggunakan jasa
perusahaan asuransi yang dapat mengalihkan segala risiko finansial yang timbul
didalam kehidupan sehari-hari. Jasa perusahaan asuransi merupakan salah satu
jasa yang memberikan sarana finansial dalam kehidupan dan kestabilan ekonomi
rumah tangga hingga ekonomi bisnis.
Asuransi
dapat memberikan perlindungan finansial seperti melindungi pihak tertanggung
dari berbagai risiko yang tidak terduga seperti sakit, kematian, kecelakaan,
kerusakan properti, dan masih banyak hal lainnya. Dengan menggunakan asuransi
maka dapat membantu mengurangi dampak finansial yang mungkin akan timbul oleh
akibat peristiwa-peristiwa tersebut, sehingga asuransi dapat memberikan
stabilitas keuangan, ketenangan pikiran, serta mendukung pemulihan ekonomi
setelah terjadi kejadian yang merugikan bagi individu, keluarga, dan bisnis.
Agar dapat menggunakan jasa asuransi, pembeli produk asuransi harus membayarkan
premi dengan jumlah yang sudah diperhitungkan di dalam polis asuransi sebagai
bentuk kewajiban tertanggung kepada penanggung. Penanggung kemudian akan
melakukan kewajibannya yaitu untuk membayarkan manfaat atau klaim asuransi yang
sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada polis asuransi jika terjadinya
peristiwa sesuai dengan apa yang tercantumkan di dalam perjanjian asuransi
tersebut (Arikha et al., 2021).
Peraturan
asuransi di Indonesia di atur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian. Undang-undang tersebut menggantikan undang-undang yang mengatur
asuransi sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian. UU Perasuransian sendiri mendefinisikan asuransi sebagai:
“Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak,
yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi
penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
a) Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis
karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau
pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
b) Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya
tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan
manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil
pengelolaan dana.
Sedangkan,
jika dilihat dari Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) definisi dari asuransi
adalah “Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, di mana penanggung
mengikat diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan
kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat
keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat diderita karena suatu
peristiwa yang tidak pasti.”
Perjanjian
atau kontrak yang ada dalam asuransi disebut sebagai polis asuransi.
Berdasarkan Pasal 255 KUHD, asuransi dibuat dengan akta tertulis yang dinamakan
sebagai polis. Konsumen yang membeli suatu produk asuransi akan mendapatkan
buku polis asuransi. Terdapat juga versi digital dari buku polis asuransi yang
disebut sebagai e-polis. Buku polis asuransi berdasarkan hukum asuransi
Indonesia, dibuat dengan menggunakan pendekatan tradisional, dimana pendekatan
ini merincikan semua bahaya yang dipertanggungkan oleh penanggung dan juga
tertanggung. Pendekatan ini juga membuat para pihak bebas dalam menentukan
bahaya-bahaya yang akan dipertanggungkan (Anto & Adityo, 2021). Polis atau
kontrak perjanjian merupakan hal yang sangat penting dan dapat juga digunakan
untuk melindungi hak pemiliki polis jika terjadi sesuatu yang peristiwa yang
tidak diinginkan di masa yang mendatang (Deviana & Hazar, 2020).
Polis
asuransi merupakan suatu bentuk dari perjanjian atau kontrak yang dilakukan
oleh dua belah pihak yaitu pihak tertanggung dan juga pihak penanggung atau
dapat juga disebut sebagai perusahaan asuransi. Tentu dengan adanya suatu
perjanjian hal seperti wanprestasi dapatlah terjadi. Wanprestasi merupakan
keadaan dari salah satu pihak yang memiliki prestasi buruk oleh karena
kelalaian dari pihak tersebut. Prof Subekti sendiri mempunyai pandangan bahwa
wanprestasi adalah jika si berhutang tidak melakukan apa yang sudah
dijanjikannya sehingga dikatakan sebagai melakukan wanprestasi.
Jika
pemegang polis atau tertanggung melakukan wanprestasi, maka akan terjadi akibat
hukum yaitu berakhirnya suatu perjanjian asuransi dan dengan berakhirnya
perjanjian maka pihak tertanggung akan kehilangan haknya untuk mendapatkan
manfaat dari asuransi. Tetapi jika perusahaan asuransi yang melakukan
wanprestasi maka pemegang polis atau penerima manfaat bisa melakukan upaya
hukum dengan mengajukan tuntutan terhadap perusahaan asuransi di Pengadilan
Negeri. Kemampuan finansial yang menyebabkan gagal bayar adalah faktor
terjadinya kasus wanprestasi asuransi yang dilakukan oleh pemegang polis.
Sedangkan jika wanprestasi dilakukan oleh perusahaan asuransi terdapat banyak
faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi. Oleh karena hal tersebut,
penelitian ini mempunyai tujuan untuk mendalami permasalahan wanprestasi oleh
perusahaan asuransi dan bagaimana cara untuk meminimalisir terjadinya kasus
wanprestasi oleh perusahaan asuransi tersebut di kemudian hari.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang
digunakan pada penelitian ini merupakan metode pendekatan yuridis normatif. Spesifikasi
penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif analitis. Metode
pendekatan yuridis normatif merupakan salah satu metode penelitian hukum dengan
cara mengkaji bahan kepustakaan atau juga dapat disebut sebagai library
research). Sedangkan spesifikasi penelitian deskriptif analitis adalah
salah satu metode penelitian yang mengumpulkan data-data yang sesuai sudah
tervalidasi kebenarannya kemudian data-data yang sudah dikumpulkan disusun, kemudian
diolah, dan langkah terakhir yaitu dianalisis demi dapat mendapatkan gambaran
atas permasalahan yang ada. Peneliti dalam rangka mencari data yang lengkap dan
akurat untuk penelitian ini mengumpulkan, mengkaji atau mempelajari, dan
menganalisi bermacam-macam peraturan perundang-undangan, buku-buku, jurnal
penelitian, dan bahan literatur lainnya (Stephanie et al., 2023). Pada penelitian
ini, teknik analisis data yang digunakan merupakan teknik analisis data
kualitatif. Teknik ini mencakup segala hasil reduksi data, analisis, serta
interpretasi data yang setelah itu dapat ditariknya suatu kesimpulan.
Hasil dan
Pembahasan
Asuransi dapat memberikan
bantuan untuk menghadapi risiko keuangan yang muncul baik oleh karena akibat
dari macam-macam risiko mulai dari kematian hingga risiko terhadap harta benda
pribadi (Indra & Wilda, 2021). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mengungkapkan
bahwa mereka mulai melakukan banyak upaya agar terjadi pertumbuhan dalam
perasuransian di Indonesia sejak tahun 2019 (Asyari, 2018). Akan tetapi oleh
karena kasus gagal bayar atau wanprestasi klaim polis asuransi yang terjadi
pada perusahaan-perusahaan asuransi besar, hal ini memberikan stigma negatif
terhadap masyarakat Indonesia.
Definisi dari wanprestasi
sendiri adalah pelaksanaan dari suatu perjanjian yang tidak tepat dengan waktu
yang sebelumnya sudah disepakati atau dilakukan dengan cara yang tidak sesuai
dengan apa yang selayaknya atau tidak dilaksanakan sama sekali suatu
perjanjian. Wanprestasi sendiri juga dapat terjadi baik oleh karena disengaja
maupun tidak disengaja. Wanprestasi dalam klaim polis asuransi artinya
perusahaan asuransi melakukan pelanggaran perjanjian yang ada di dalam sebuah
polis asuransi. Sebagai contoh, tidak melakukan kewajibannya yaitu membayarkan
manfaat atau klaim asuransi sesuai dengan polis asuransi. Terdapat beberapa
unsur dari wanprestasi yaitu (Niru, 2015):
1. Berdasarkan KUHPerdata Pasal 1320, unsur dari wanprestasi adalah
perjanjian yang sah;
2. Adanya kerugian;
3. Terdapat kesalahan yang disebabkan oleh adanya kelalaian atau
kesengajaan;
4. Ada sanksi dan pada umumnya berupa kompensasi atau ganti rugi;
5. Berakibat terjadinya pembatalan pada suatu perjanjian, peralihan
risiko, serta apabila masalah tersebut dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu
pengadilan maka harus membayar semua biaya perkara.
Polis asuransi yang termasuk
sebagai perjanjian tentu harus memenuhi berbagai syarat agar menjadi perjanjian
yang sah. Peraturan keabsahan suatu perjanjuan terdapat dalam Pasal 1320 KUH
Perdata dan dalam pasal tersebut mengatur apa saja yang diperlukan untuk
membuat persetujuan menjadi sah, yaitu (Elda, 2020):
1. Kesepakatan
mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu
pokok persoalan tertentu;
4. Suatu
sebab yang tidak terlarang.
Perusahaan asuransi atau
penanggung menyediakan perlindungan asuransi bagi pemegang polis atau
tertanggung. Hak dari suatu perusahaan asuransi adalah menerima sejumlah premi yang
dibayarkan oleh pemegang polis asuransi sesuai dengan jumlah yang sebelumnya
sudah ditentukan dalam polis asuransi dan menilai risiko pemegang polis atau
tertanggung yang akan diasuransikan. Dapat dibilang bahwa asuransi baru bisa
berlaku jika kewajiban oleh tertanggung yaitu membayar premi dengan jumlah yang
telah ditentukan telah dipenuhi. Hal itu membuat beralihnya risiko kepada
penanggung yang dimulai saat dibayarkannya premi oleh tertanggung (Arnol &
Taufik, 2017). Dengan adanya hak tentu terdapat juga kewajiban yang harus
dipenuhi oleh perusahaan asuransi yaitu membayarkan manfaat atau klaim asuransi
berdasarkan dengan ketentuan yang tertulis di dalam polis asuransi kepada
pemegang polis atau penerima manfaat.
Perusahaan asuransi sebagai penanggung tentu
mempunyai hak untuk menolak membayar klaim polis asuransi dengan alasan-alasan
sebagai berikut:
1. Risiko yang dialami tidak ditanggung oleh asuransi;
2. Tidak sesuai dengan persyaratan polis asuransi;
3. Data yang diterima oleh perusahaan asuransi tidak sesuai;
4. Sudah melebihi batas waktu yang sudah ditentukan.
Terjadinya kegagalan dalam
pencairan dana klaim asuransi sudah pasti merugikan pemegang polis. Tentu
dengan adanya kerugian yang dialami oleh pemegang polis, maka pemegang polis
dapat melakukan tuntutan terhadap perusahaan asuransi ke pengadilan dengan
dasar gugatan melakukan wanprestasi dan dengan itu menuntut sejumlah uang
sebagai kompensasi yang harus dibayarkan oleh perusahaan asuransi. Hal ini merupakan
hal yang wajar dan dapat dilakukan jika terjadinya pelanggaran terhadap kontrak
pada polis asuransi yang telah disepakati oleh kedua belah pihak oleh
perusahaan asuransi (Soraya & Paramitha, 2022).
Wanprestasi oleh suatu
perusahaan asuransi dapat dikategorikan menjadi dua faktor, faktor tersebut
merupakan faktor eksternal dan faktor internal. Kategori pertama yaitu faktor
eksternal yang dimaksud disini adalah pihak mitra perusahaan asuransi atau agen
asuransi. Faktor eksternal oleh agen asuransi disini adalah agen asuransi yang
bekerja bagi perusahaan asuransi lalai dalam melakukan kewajibannya atau
memanipulasi hasil wawancara demi proposal polis asuransi disetujui. Sedangkan
faktor internal disebabkan oleh perusahaan asuransi yang tidak mengikuti Standard
Operational Procedure (SOP) atau dalam pedoman yang berisikan baik tahapan,
langkah-langkah, prosedur-prosedur operasional standar, salah menginput data,
dan tidak melakukan verifikasi terhadap dokumen-dokumen yang dilampirkan.
Berdasarkan Pasal 28 Ayat 2 UU
Perasuransian Agen asuransi baru dapat menerima pembayaran premi atau dapat
juga disebut sebagai kontribusi oleh Pemegang Polis setelah diberikannya
persetujuan oleh Perusahaan Asuransi. Setelah diterimanya pembayaran premi,
agen asuransi kemudian akan mendapatkan komisi yang merupakan suatu jumlah uang
yang berdasarkan jumlah dari jasa atau produk yang dijual. Hal tersebut
menyebabkan agen asuransi untuk gencar mencari nasabah baru demi mendapatkan
komisi. Namun oleh karena hal itu juga, sebagian besar agen asuransi tidak
mempedulikan kewajiban dalam melaksanakan pekerjaannya seperti melakukan
wawancara dengan benar dan memasukkan data calon nasabah secara teliti.
Wanprestasi yang disebabkan
oleh faktor internal sebenarnya dapat diminimalisir mengingat perusahaan
asuransi adalah perusahaan yang besar dan memiliki standar operasi yang jelas
dan ketat. Tentu faktor internal ini biasanya disebabkan oleh kesalahan manusia
dalam melakukan proses input verifikasi data dalam proses diterbitkannya polis
asuransi. Faktor internal ini dapaat diminimalisir dengan cara seperti menaikan
kualitas pekerja dalam bidang pengecekan data dan menaikan standar operasi yang
lebih jelas dan ketat sehingga dapat memperkecil persentase terjadinya
kesalahan manusia dalam memverifikasi data dalam proses pembuatan polis
asuransi.
Di dalam UU Perasuransian
Pasal 28, terdapat penjelasan bahwa agen asuransi merupakan individu yang
bekerja secara independen atau bekerja pada suatu badan usaha, yang mempunyai
peran sebagai perwakilan dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
Syariah. Agen asuransi juga harus memenuhi kriteria tertentu agar dapat
mewakili dan memasarkan produk-produk asuransi atau produk asuransi syariah.
Hal ini membuat segala kelalaian yang dilakukan oleh agen asuransi termasuk
juga sebagai kesalahan dari Perusahaan Asuransi. Agen asuransi sebagai faktor
eksternal mempunyai peran yang penting dalam menjembatani antara calon nasabah
dengan perusahaan asuransi. Hal seperti wawancara, pemeriksaan kesehatan, dan
pengisian data calon nasabah merupakan kewajiban dari agen asuransi dalam
melakukan pekerjaannya. Namun agen dalam melakukan hal-hal tersebut dapat
terjadi kelalaian baik itu secara disengaja dan juga baik secara tidak
disengaja. Oleh karena itu dengan adanya peraturan yang lebih ketat bagi agen
asuransi yang diberikan oleh perusahaan asuransi diharapkan agen mampu menjaga
profesionalisme dan meminimalisir kelalaian yang dapat menyebabkan wanprestasi
oleh perusahaan asuransi dikemudian hari.
Dengan memperketat
undang-undang asuransi dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) maka
diharapkan dapat membuat standar operasional perusahaan asuransi yang lebih
ketat dan menjaga profesionalisme staf perusahaan asuransi yang bertugas untuk
memverifikasi dokumen yang diberikan oleh calon nasabah serta agen asuransi
dalam menjual produk asuransi. Agen asuransi juga harus menjalani pelatihan dan
uji kompetensi secara berkala agar dapat menjaga standar kualitas agen. Dari
berbagai macam cara tersebut diharapkan dapat meminimalisir tingkat kesalahan
manusia yang merupakan faktor dalam terjadinya wanprestasi klaim polis asuransi
yang dilakukan oleh perusahaan asuransi yang biasa ditemukan oleh karena adanya
kelalaian baik dari agen asuransi maupun dari perusahaan asuransi. Calon
nasabah asuransi dapat juga berpartisipasi untuk meminimalisir terjadinya
wanprestasi klaim polis asuransi oleh perusahaan asuransi dengan cara
memberikan informasi dengan jujur atas semua riwayat penyakit yang pernah
diderita sebelumnya.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah diuraikan diatas, Mencegah atau menghilangkan celah terjadinya kasus wanprestasi klaim polis asuransi oleh penanggung atau perusahaan asuransi mungkin susah untuk direalisasikan, tetapi penulis berpendapat bahwa dengan peraturan asuransi yang lebih ketat dalam proses seleksi calon nasabah atau screening Maka kasus wanprestasi klaim polis asuransi yang dilakukan oleh penanggung dapat diminimalisir. Agen asuransi diwajibkan untuk mengikuti pelatihan dan uji kompetensi secara berkala demi tujuan yaitu meningkatkan pengetahuan asuransi serta meningkatkan profesionalisme agen asuransi, dengan harapan dapat meminimalisir faktor kesalahan manusia atau yang disengaja dalam melakukan kewajibannya. Kasus wanprestasi dapat diminimalisir juga dengan adanya regulasi yang berasal dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memberikan perlindungan hukum yang lebih bersifat preventif terhadap terjadinya kasus wanprestasi oleh perusahaan asuransi. Dengan adanya peraturan OJK yang lebih ketat terhadap perusahaan asuransi, diharapkan dapat menekan faktor kesalahan dalam proses memverifikasi data permohonan polis asuransi. Calon nasabah asuransi juga dapat mencegah terjadinya wanprestasi oleh perusahaan asuransi dengan memberikan riwayat kesehatan dengan jujur.
Afrita,
I & Arifalina, W. (2021). Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Asuransi Jiwa
terhadap Tertanggung dalam Pembayaran Klaim Asuransi. Jurnal Hukum Respublica,
20(2).
Alkahfi, M. A., &
Yusrizal, Y. (2022). Analisis Penanganan Klaim Asuransi Proteksi Pembiayaan
Syariah Pada PT. Asuransi Askrida Syariah Cabang Medan. El-Mal: Jurnal
Kajian Ekonomi & Bisnis Islam, 3(6), 1308-1321.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2014 Tentang Perasuransian.
Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (Wetboek van Koophandel voor Indonesie).
Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie).
Kustanto, A & Prakoso, A. (2021). Polis
Sebagai Kekuatan Hukum dalam Asuransi. Jurnal Ilmu Hukum Qistie, 14(1).
Maramis, S., Kalalo, M., Mamengko, R. (2023).
Kajian Hukum tentang Keabsahan Jual Beli Online pada Aplikasi Facebook. Jurnal
Elektronik Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Unsrat, 11(4).
Palyama, S. (2022).
Perlindungan Hukum Perlindungan Hukum Pemegang Polis Asuransi Jiwa Di Indonesia
(Studi Kasus PT. Asuransi Jiwasraya). Jurnal Hukum dan Etika Kesehatan,
84-94.
Rambe, S & Sekarayu, P. (2022).
Perlindungan Hukum Nasabah Atas Gagal Klaim Asuransi Akibat Ketidaktransparanan
Informasi Polis Asuransi. Jurnal USM Law Review, 5(1).
Saputra, A., Listiyorini, D., Muzayanah.
(2021). Tanggungjawab Asuransi dalam Mekanisme Klaim pada Perjanjian Asuransi
Berdasarkan Prinsip Utmost Good Faith. Jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan Undiksha, 9(1), 211-222.
Sinaga, N. (2015). Wanprestasi dan Akibatnya
dalam Pelaksanaan Perjanjian. Jurnal Mitra Managemen, 7(2).
Suparmin, A. (2018). Asuransi Syariah di
Indonesia Hukum Prospek dan Tantangan. El-Arbah: Jurnal Ekonomi, Bisnis dan
Perbankan Syariah, 1(1).
Zainal, Elda. (2020). Hukum Asuransi.
Jakarta: PT Cipta Gadhing Artha.
Siallagan, A & Siregar, T. (2017)
Tinjauan Yuridis terhadap Penyelesaian Wanprestasi Perjanjian Asuransi dalam
Putusan No. 537/Pdt.g/2013/PN.MDN. Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, 4(1).
Yuanitasari, D & Kusmayanti, H. (2020).
Pengembangan Hujum Perjanjian dalam Pelaksanaan Asas Itikad Baik pada Tahap Pra
Kontraktual. Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan Fakultas Hukum Unpad, 3 (2),
292-304.
Copyright holder: Daniel Wibisono Bintoro, Gunardi Lie (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |