Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 12, Desember 2023

 

WANPRESTASI KLAIM POLIS ASURANSI: MENCEGAH KASUS WANPRESTASI OLEH PERUSAHAAN ASURANSI

 

Daniel Wibisono Bintoro, Gunardi Lie

Universitas Tarumanagara, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Pada kehidupan sehari-hari, manusia tidak bisa terhindar dari risiko, bisa berupa risiko kesehatan, kehilangan, kerusakan, kerugian finansial. Manusia tentu ingin untuk meminimalisir  risiko yang ada. Salah satu cara untuk meminimalisir risiko adalah dengan mengalihkan risiko kepada pihak ketiga dengan menggunakan jasa perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi (penanggung) akan memindahkan risiko dari tertanggung kepada perusahaan asuransi. Tentu dengan penggunaan jasa perusahaan asuransi untuk memindahkan risiko perlu timbal balik dari tertanggung dalam bentuk pembayaran premi. Peraturan asuransi di Indonesia sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Setelah terjadinya persetujuan dan telah dibuatnya sebuah polis asuransi sebagai kontrak atau perjanjian diantara kedua belah pihak. Dengan adanya suatu perjanjian, maka akan timbul kemungkinan untuk terjadi wanprestasi atau ingkar janji. Wanprestasi asuransi yang dibahas dalam penelitian ini adalah wanprestasi asuransi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif atau studi bahan kepustakaan. Perusahaan asuransi yang melakukan wanprestasi artinya adalah perusahaan asuransi tersebut tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan apa yang telah disepakati di polis asuransi sehingga terjadilah wanprestasi dan pemegang polis atau penerima manfaat dapat melanjutkan permasalahan ini ke pengadilan agar mendapatkan penyelesaian. Terdapat beberapa faktor dalam terjadinya wanprestasi oleh perusahaan asuransi yaitu faktor eksternal agen asuransi atau mitra asuransi dan faktor internal perusahaan asuransi tidak menjalankan proses sesuai dengan SOP. Dengan SOP dari perusahaan asuransi dan peraturan OJK yang lebih ketat diharapkan tingkat wanprestasi oleh perusahaan asuransi dapat diminimalisir.

Kata kunci: Wanprestasi, Klaim asuransi, Asuransi

 

Abstract

In everyday life, humans cannot avoid risks, these can be health risks, loss, damage, or financial losses. Humans certainly want to minimize existing risks. One way to minimize risk is to transfer the risk to a third party using the services of an insurance company. The insurance company (insurer) will transfer the risk from the insured to the insurance company. Of course, using the services of an insurance company to transfer risk requires reciprocity from the insured in the form of premium payments. Insurance regulations in Indonesia themselves are regulated in Law Number 40 of 2014 concerning Insurance. After the agreement has occurred and an insurance policy has been made as a contract or agreement between the two parties. With the existence of an agreement, the possibility of default or broken promises will arise. The insurance defaults discussed in this research are insurance defaults carried out by insurance companies. The research method used in this research is a normative juridical approach or study of library materials. An insurance company that commits a default means that the insurance company does not carry out its obligations in accordance with what has been agreed in the insurance policy so that a default occurs and the policy holder or beneficiary can take the matter to court to get a resolution. There are several factors in the occurrence of default by insurance companies, namely external factors of insurance agents or insurance partners and internal factors of insurance companies not carrying out processes in accordance with SOPs. With SOPs from insurance companies and stricter OJK regulations, it is hoped that the level of default by insurance companies can be minimized.

Keywords: Default, Insurance Claim, Insurance

 

Pendahuluan

Risiko merupakan salah satu hal yang harus dihadapi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Kata risiko ini sendiri sering dikaitkan dengan konsep yang bersifat negatif dan sering ditemukan dalam konteks kesehatan, keuangan, atau bisnis. Risiko pada dasarnya merujuk pada kemungkinan terjadinya kerugian, ketidakpastian, dan bahaya yang dapat mempengaruhi suatu peristiwa atau keputusan. Dengan adanya potensi risiko, manusia tentu ingin meminimalisir segala risiko yang ada dan akan mencari cara agar dapat meminimalisir kerugian, ketidakpastian, dan bahaya yang ada. Pengalihan risiko merupakan salah satu cara untuk meminimalisir risiko dan dilakukan dengan menggunakan jasa perusahaan asuransi yang dapat mengalihkan segala risiko finansial yang timbul didalam kehidupan sehari-hari. Jasa perusahaan asuransi merupakan salah satu jasa yang memberikan sarana finansial dalam kehidupan dan kestabilan ekonomi rumah tangga hingga ekonomi bisnis.

Asuransi dapat memberikan perlindungan finansial seperti melindungi pihak tertanggung dari berbagai risiko yang tidak terduga seperti sakit, kematian, kecelakaan, kerusakan properti, dan masih banyak hal lainnya. Dengan menggunakan asuransi maka dapat membantu mengurangi dampak finansial yang mungkin akan timbul oleh akibat peristiwa-peristiwa tersebut, sehingga asuransi dapat memberikan stabilitas keuangan, ketenangan pikiran, serta mendukung pemulihan ekonomi setelah terjadi kejadian yang merugikan bagi individu, keluarga, dan bisnis. Agar dapat menggunakan jasa asuransi, pembeli produk asuransi harus membayarkan premi dengan jumlah yang sudah diperhitungkan di dalam polis asuransi sebagai bentuk kewajiban tertanggung kepada penanggung. Penanggung kemudian akan melakukan kewajibannya yaitu untuk membayarkan manfaat atau klaim asuransi yang sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada polis asuransi jika terjadinya peristiwa sesuai dengan apa yang tercantumkan di dalam perjanjian asuransi tersebut (Arikha et al., 2021).

Peraturan asuransi di Indonesia di atur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Undang-undang tersebut menggantikan undang-undang yang mengatur asuransi sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. UU Perasuransian sendiri mendefinisikan asuransi sebagai:

   “Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

a)     Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

b)    Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Sedangkan, jika dilihat dari Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) definisi dari asuransi adalah “Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, di mana penanggung mengikat diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti.”

Perjanjian atau kontrak yang ada dalam asuransi disebut sebagai polis asuransi. Berdasarkan Pasal 255 KUHD, asuransi dibuat dengan akta tertulis yang dinamakan sebagai polis. Konsumen yang membeli suatu produk asuransi akan mendapatkan buku polis asuransi. Terdapat juga versi digital dari buku polis asuransi yang disebut sebagai e-polis. Buku polis asuransi berdasarkan hukum asuransi Indonesia, dibuat dengan menggunakan pendekatan tradisional, dimana pendekatan ini merincikan semua bahaya yang dipertanggungkan oleh penanggung dan juga tertanggung. Pendekatan ini juga membuat para pihak bebas dalam menentukan bahaya-bahaya yang akan dipertanggungkan (Anto & Adityo, 2021). Polis atau kontrak perjanjian merupakan hal yang sangat penting dan dapat juga digunakan untuk melindungi hak pemiliki polis jika terjadi sesuatu yang peristiwa yang tidak diinginkan di masa yang mendatang (Deviana & Hazar, 2020).

Polis asuransi merupakan suatu bentuk dari perjanjian atau kontrak yang dilakukan oleh dua belah pihak yaitu pihak tertanggung dan juga pihak penanggung atau dapat juga disebut sebagai perusahaan asuransi. Tentu dengan adanya suatu perjanjian hal seperti wanprestasi dapatlah terjadi. Wanprestasi merupakan keadaan dari salah satu pihak yang memiliki prestasi buruk oleh karena kelalaian dari pihak tersebut. Prof Subekti sendiri mempunyai pandangan bahwa wanprestasi adalah jika si berhutang tidak melakukan apa yang sudah dijanjikannya sehingga dikatakan sebagai melakukan wanprestasi.

Jika pemegang polis atau tertanggung melakukan wanprestasi, maka akan terjadi akibat hukum yaitu berakhirnya suatu perjanjian asuransi dan dengan berakhirnya perjanjian maka pihak tertanggung akan kehilangan haknya untuk mendapatkan manfaat dari asuransi. Tetapi jika perusahaan asuransi yang melakukan wanprestasi maka pemegang polis atau penerima manfaat bisa melakukan upaya hukum dengan mengajukan tuntutan terhadap perusahaan asuransi di Pengadilan Negeri. Kemampuan finansial yang menyebabkan gagal bayar adalah faktor terjadinya kasus wanprestasi asuransi yang dilakukan oleh pemegang polis. Sedangkan jika wanprestasi dilakukan oleh perusahaan asuransi terdapat banyak faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi. Oleh karena hal tersebut, penelitian ini mempunyai tujuan untuk mendalami permasalahan wanprestasi oleh perusahaan asuransi dan bagaimana cara untuk meminimalisir terjadinya kasus wanprestasi oleh perusahaan asuransi tersebut di kemudian hari.

 

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini merupakan metode pendekatan yuridis normatif. Spesifikasi penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif analitis. Metode pendekatan yuridis normatif merupakan salah satu metode penelitian hukum dengan cara mengkaji bahan kepustakaan atau juga dapat disebut sebagai library research). Sedangkan spesifikasi penelitian deskriptif analitis adalah salah satu metode penelitian yang mengumpulkan data-data yang sesuai sudah tervalidasi kebenarannya kemudian data-data yang sudah dikumpulkan disusun, kemudian diolah, dan langkah terakhir yaitu dianalisis demi dapat mendapatkan gambaran atas permasalahan yang ada. Peneliti dalam rangka mencari data yang lengkap dan akurat untuk penelitian ini mengumpulkan, mengkaji atau mempelajari, dan menganalisi bermacam-macam peraturan perundang-undangan, buku-buku, jurnal penelitian, dan bahan literatur lainnya (Stephanie et al., 2023). Pada penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan merupakan teknik analisis data kualitatif. Teknik ini mencakup segala hasil reduksi data, analisis, serta interpretasi data yang setelah itu dapat ditariknya suatu kesimpulan.

 

Hasil dan Pembahasan

Asuransi dapat memberikan bantuan untuk menghadapi risiko keuangan yang muncul baik oleh karena akibat dari macam-macam risiko mulai dari kematian hingga risiko terhadap harta benda pribadi (Indra & Wilda, 2021). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mengungkapkan bahwa mereka mulai melakukan banyak upaya agar terjadi pertumbuhan dalam perasuransian di Indonesia sejak tahun 2019 (Asyari, 2018). Akan tetapi oleh karena kasus gagal bayar atau wanprestasi klaim polis asuransi yang terjadi pada perusahaan-perusahaan asuransi besar, hal ini memberikan stigma negatif terhadap masyarakat Indonesia.

Definisi dari wanprestasi sendiri adalah pelaksanaan dari suatu perjanjian yang tidak tepat dengan waktu yang sebelumnya sudah disepakati atau dilakukan dengan cara yang tidak sesuai dengan apa yang selayaknya atau tidak dilaksanakan sama sekali suatu perjanjian. Wanprestasi sendiri juga dapat terjadi baik oleh karena disengaja maupun tidak disengaja. Wanprestasi dalam klaim polis asuransi artinya perusahaan asuransi melakukan pelanggaran perjanjian yang ada di dalam sebuah polis asuransi. Sebagai contoh, tidak melakukan kewajibannya yaitu membayarkan manfaat atau klaim asuransi sesuai dengan polis asuransi. Terdapat beberapa unsur dari wanprestasi yaitu (Niru, 2015):

1.   Berdasarkan KUHPerdata Pasal 1320, unsur dari wanprestasi adalah perjanjian yang sah;

2.   Adanya kerugian;

3.   Terdapat kesalahan yang disebabkan oleh adanya kelalaian atau kesengajaan;

4.   Ada sanksi dan pada umumnya berupa kompensasi atau ganti rugi;

5.   Berakibat terjadinya pembatalan pada suatu perjanjian, peralihan risiko, serta apabila masalah tersebut dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu pengadilan maka harus membayar semua biaya perkara.

Polis asuransi yang termasuk sebagai perjanjian tentu harus memenuhi berbagai syarat agar menjadi perjanjian yang sah. Peraturan keabsahan suatu perjanjuan terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata dan dalam pasal tersebut mengatur apa saja yang diperlukan untuk membuat persetujuan menjadi sah, yaitu (Elda, 2020):

1.   Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2.   Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3.   Suatu pokok persoalan tertentu;

4.   Suatu sebab yang tidak terlarang.

Perusahaan asuransi atau penanggung menyediakan perlindungan asuransi bagi pemegang polis atau tertanggung. Hak dari suatu perusahaan asuransi adalah menerima sejumlah premi yang dibayarkan oleh pemegang polis asuransi sesuai dengan jumlah yang sebelumnya sudah ditentukan dalam polis asuransi dan menilai risiko pemegang polis atau tertanggung yang akan diasuransikan. Dapat dibilang bahwa asuransi baru bisa berlaku jika kewajiban oleh tertanggung yaitu membayar premi dengan jumlah yang telah ditentukan telah dipenuhi. Hal itu membuat beralihnya risiko kepada penanggung yang dimulai saat dibayarkannya premi oleh tertanggung (Arnol & Taufik, 2017). Dengan adanya hak tentu terdapat juga kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan asuransi yaitu membayarkan manfaat atau klaim asuransi berdasarkan dengan ketentuan yang tertulis di dalam polis asuransi kepada pemegang polis atau penerima manfaat.

Perusahaan asuransi sebagai penanggung tentu mempunyai hak untuk menolak membayar klaim polis asuransi dengan alasan-alasan sebagai berikut:

1.   Risiko yang dialami tidak ditanggung oleh asuransi;

2.   Tidak sesuai dengan persyaratan polis asuransi;

3.   Data yang diterima oleh perusahaan asuransi tidak sesuai;

4.   Sudah melebihi batas waktu yang sudah ditentukan.

Terjadinya kegagalan dalam pencairan dana klaim asuransi sudah pasti merugikan pemegang polis. Tentu dengan adanya kerugian yang dialami oleh pemegang polis, maka pemegang polis dapat melakukan tuntutan terhadap perusahaan asuransi ke pengadilan dengan dasar gugatan melakukan wanprestasi dan dengan itu menuntut sejumlah uang sebagai kompensasi yang harus dibayarkan oleh perusahaan asuransi. Hal ini merupakan hal yang wajar dan dapat dilakukan jika terjadinya pelanggaran terhadap kontrak pada polis asuransi yang telah disepakati oleh kedua belah pihak oleh perusahaan asuransi (Soraya & Paramitha, 2022).

Wanprestasi oleh suatu perusahaan asuransi dapat dikategorikan menjadi dua faktor, faktor tersebut merupakan faktor eksternal dan faktor internal. Kategori pertama yaitu faktor eksternal yang dimaksud disini adalah pihak mitra perusahaan asuransi atau agen asuransi. Faktor eksternal oleh agen asuransi disini adalah agen asuransi yang bekerja bagi perusahaan asuransi lalai dalam melakukan kewajibannya atau memanipulasi hasil wawancara demi proposal polis asuransi disetujui. Sedangkan faktor internal disebabkan oleh perusahaan asuransi yang tidak mengikuti Standard Operational Procedure (SOP) atau dalam pedoman yang berisikan baik tahapan, langkah-langkah, prosedur-prosedur operasional standar, salah menginput data, dan tidak melakukan verifikasi terhadap dokumen-dokumen yang dilampirkan.

Berdasarkan Pasal 28 Ayat 2 UU Perasuransian Agen asuransi baru dapat menerima pembayaran premi atau dapat juga disebut sebagai kontribusi oleh Pemegang Polis setelah diberikannya persetujuan oleh Perusahaan Asuransi. Setelah diterimanya pembayaran premi, agen asuransi kemudian akan mendapatkan komisi yang merupakan suatu jumlah uang yang berdasarkan jumlah dari jasa atau produk yang dijual. Hal tersebut menyebabkan agen asuransi untuk gencar mencari nasabah baru demi mendapatkan komisi. Namun oleh karena hal itu juga, sebagian besar agen asuransi tidak mempedulikan kewajiban dalam melaksanakan pekerjaannya seperti melakukan wawancara dengan benar dan memasukkan data calon nasabah secara teliti.

Wanprestasi yang disebabkan oleh faktor internal sebenarnya dapat diminimalisir mengingat perusahaan asuransi adalah perusahaan yang besar dan memiliki standar operasi yang jelas dan ketat. Tentu faktor internal ini biasanya disebabkan oleh kesalahan manusia dalam melakukan proses input verifikasi data dalam proses diterbitkannya polis asuransi. Faktor internal ini dapaat diminimalisir dengan cara seperti menaikan kualitas pekerja dalam bidang pengecekan data dan menaikan standar operasi yang lebih jelas dan ketat sehingga dapat memperkecil persentase terjadinya kesalahan manusia dalam memverifikasi data dalam proses pembuatan polis asuransi.

Di dalam UU Perasuransian Pasal 28, terdapat penjelasan bahwa agen asuransi merupakan individu yang bekerja secara independen atau bekerja pada suatu badan usaha, yang mempunyai peran sebagai perwakilan dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah. Agen asuransi juga harus memenuhi kriteria tertentu agar dapat mewakili dan memasarkan produk-produk asuransi atau produk asuransi syariah. Hal ini membuat segala kelalaian yang dilakukan oleh agen asuransi termasuk juga sebagai kesalahan dari Perusahaan Asuransi. Agen asuransi sebagai faktor eksternal mempunyai peran yang penting dalam menjembatani antara calon nasabah dengan perusahaan asuransi. Hal seperti wawancara, pemeriksaan kesehatan, dan pengisian data calon nasabah merupakan kewajiban dari agen asuransi dalam melakukan pekerjaannya. Namun agen dalam melakukan hal-hal tersebut dapat terjadi kelalaian baik itu secara disengaja dan juga baik secara tidak disengaja. Oleh karena itu dengan adanya peraturan yang lebih ketat bagi agen asuransi yang diberikan oleh perusahaan asuransi diharapkan agen mampu menjaga profesionalisme dan meminimalisir kelalaian yang dapat menyebabkan wanprestasi oleh perusahaan asuransi dikemudian hari.

Dengan memperketat undang-undang asuransi dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) maka diharapkan dapat membuat standar operasional perusahaan asuransi yang lebih ketat dan menjaga profesionalisme staf perusahaan asuransi yang bertugas untuk memverifikasi dokumen yang diberikan oleh calon nasabah serta agen asuransi dalam menjual produk asuransi. Agen asuransi juga harus menjalani pelatihan dan uji kompetensi secara berkala agar dapat menjaga standar kualitas agen. Dari berbagai macam cara tersebut diharapkan dapat meminimalisir tingkat kesalahan manusia yang merupakan faktor dalam terjadinya wanprestasi klaim polis asuransi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi yang biasa ditemukan oleh karena adanya kelalaian baik dari agen asuransi maupun dari perusahaan asuransi. Calon nasabah asuransi dapat juga berpartisipasi untuk meminimalisir terjadinya wanprestasi klaim polis asuransi oleh perusahaan asuransi dengan cara memberikan informasi dengan jujur atas semua riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya.

 

Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah diuraikan diatas, Mencegah atau menghilangkan celah terjadinya kasus wanprestasi klaim polis asuransi oleh penanggung atau perusahaan asuransi mungkin susah untuk direalisasikan, tetapi penulis berpendapat bahwa dengan peraturan asuransi yang lebih ketat dalam proses seleksi calon nasabah atau screening Maka kasus wanprestasi klaim polis asuransi yang dilakukan oleh penanggung dapat diminimalisir. Agen asuransi diwajibkan untuk mengikuti pelatihan dan uji kompetensi secara berkala demi tujuan yaitu meningkatkan pengetahuan asuransi serta meningkatkan profesionalisme agen asuransi, dengan harapan dapat meminimalisir faktor kesalahan manusia atau yang disengaja dalam melakukan kewajibannya. Kasus wanprestasi dapat diminimalisir juga dengan adanya regulasi yang berasal dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memberikan perlindungan hukum yang lebih bersifat preventif terhadap terjadinya kasus wanprestasi oleh perusahaan asuransi. Dengan adanya peraturan OJK yang lebih ketat terhadap perusahaan asuransi, diharapkan dapat menekan faktor kesalahan dalam proses memverifikasi data permohonan polis asuransi. Calon nasabah asuransi juga dapat mencegah terjadinya wanprestasi oleh perusahaan asuransi dengan memberikan riwayat kesehatan dengan jujur.

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Afrita, I & Arifalina, W. (2021). Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Asuransi Jiwa terhadap Tertanggung dalam Pembayaran Klaim Asuransi. Jurnal Hukum Respublica, 20(2).

 

Alkahfi, M. A., & Yusrizal, Y. (2022). Analisis Penanganan Klaim Asuransi Proteksi Pembiayaan Syariah Pada PT. Asuransi Askrida Syariah Cabang Medan. El-Mal: Jurnal Kajian Ekonomi & Bisnis Islam3(6), 1308-1321.

 

Indonesia. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.

 

Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel voor Indonesie).

 

Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie).

 

Kustanto, A & Prakoso, A. (2021). Polis Sebagai Kekuatan Hukum dalam Asuransi. Jurnal Ilmu Hukum Qistie, 14(1).

 

Maramis, S., Kalalo, M., Mamengko, R. (2023). Kajian Hukum tentang Keabsahan Jual Beli Online pada Aplikasi Facebook. Jurnal Elektronik Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Unsrat, 11(4).

 

Palyama, S. (2022). Perlindungan Hukum Perlindungan Hukum Pemegang Polis Asuransi Jiwa Di Indonesia (Studi Kasus PT. Asuransi Jiwasraya). Jurnal Hukum dan Etika Kesehatan, 84-94.

 

Rambe, S & Sekarayu, P. (2022). Perlindungan Hukum Nasabah Atas Gagal Klaim Asuransi Akibat Ketidaktransparanan Informasi Polis Asuransi. Jurnal USM Law Review, 5(1).

 

Saputra, A., Listiyorini, D., Muzayanah. (2021). Tanggungjawab Asuransi dalam Mekanisme Klaim pada Perjanjian Asuransi Berdasarkan Prinsip Utmost Good Faith. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 9(1), 211-222.

 

Sinaga, N. (2015). Wanprestasi dan Akibatnya dalam Pelaksanaan Perjanjian. Jurnal Mitra Managemen, 7(2).

 

Suparmin, A. (2018). Asuransi Syariah di Indonesia Hukum Prospek dan Tantangan. El-Arbah: Jurnal Ekonomi, Bisnis dan Perbankan Syariah, 1(1).

 

Zainal, Elda. (2020). Hukum Asuransi. Jakarta: PT Cipta Gadhing Artha.

 

Siallagan, A & Siregar, T. (2017) Tinjauan Yuridis terhadap Penyelesaian Wanprestasi Perjanjian Asuransi dalam Putusan No. 537/Pdt.g/2013/PN.MDN. Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, 4(1).

Yuanitasari, D & Kusmayanti, H. (2020). Pengembangan Hujum Perjanjian dalam Pelaksanaan Asas Itikad Baik pada Tahap Pra Kontraktual. Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan Fakultas Hukum Unpad, 3 (2), 292-304.

 

 

Copyright holder:

Daniel Wibisono Bintoro, Gunardi Lie (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: