Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 09, September 2022

 

EFEKTIVITAS HUKUM LARANGAN RIBA TERHADAP METODE PEMBAYARAN ONLINE

 

Arma Dhoni

Universitas Indonesia, Indonesia

E-mail: [email protected]

 

Abstrak

Artikel ini bermaksud untuk mengkaji system pembayaran kredit dalam perspektif ekonomi Islam. Dengan menggunakan studi kasus SPayLater. Artikel ini menyimpulkan bahwa SPayLater mengandung riba. Metode yang dipakai dalam penelitian berdasarkan data kualitatif. Dalam Islam, ada aturan khusus terkait pembayaran cicilan seperti ini mengingat utang sangat dekat dengan riba bila terdapat keuntungan di dalamnya. Tetapi walaupun SPayLater ini terdapat kemungkinan mengandung riba, perilaku berbelanja menggunakan SPayLater justru tidaklah rendah dengan berbagai macam kemudahan yang ditawarkan dan kebutuhan pada masyarakat membuat fenomena ini perlu digali tentang hukum nya agar menjadi lebih jelas.

 

KataKunci: Pinjaman; Kredit; Riba; Ekonomi Islam.

 

Abstract

This article intends to examine the credit payment system from an Islamic economic perspective. By using the SPayLater case study. This article concludes that SPayLater contains usury. The method used in the research is based on qualitative data. In Islam, there are special rules regarding installment payments like this considering that debt is very close to usury if there is profit in it. However, even though SPayLater may contain usury, shopping behavior using SPayLater is actually not low. With the various conveniences offered and the needs of society, this phenomenon needs to be explored about the law so that it becomes clearer.

 

Keywords: Loans; Credit; Usury; Islamic Economics.

 

Pendahuluan

Bentuk jual beli akan berkembang sesuai dengan berkembangnya suatu masyarakat. Jual beli yang dulunya hanya dilakukan dengan cara tukar menukar barang kemudian berubah menjadi jual beli dengan alat tukar berupa uang. Lalu saat ini manusia menciptakan teknologi yang mampu menjadikan jual beli tidak perlu bertemu tatap muka antara pihak penjual dengan pihak pembeli atau disebut dengan jual beli secara elektronik. Terdapat banyak bentuk jual beli secara elektronik, namun salah satu bentuk jual beli secara elektronik yang sangat diminati saat ini adalah jual beli melalui marketplace. Marketplace yang sedang ramai digunakan saat ini adalah Shopee. Marketplace itu sendiri adalah suatu platform dimana memiliki tugas sebagai perantara antara penjual dan pembeli untuk melakukan beberapa proses dalam transaksi suatu produk dengan cara online.

Shopee yang didirikan pada 2009 oleh Forrest Li merupakan situs elektronik komersial yang berkantor pusat di Singapura di bawah SEA Group. Chris Feng yang pernah memimpin Zalora dan Lazada, mantan karyawan Rocket Internet adalah pemimpin Shopee. Mengingat Shopee muncul setelah adanya tokopedia dan laza, maka Shopee merupakan yang telah berhasil menghebohkan pasar marketplace (Nurmia Noviantri, 2019). Shopee juga telah berkerja sama dengan berbagai layanan kurir di seluruh pasarnya (Eva Miranda Lubis, 2019). Menggunakan Shopee juga cukuplah mudah, karena dapat diakses menggunakan handphone ataupun komputer. Jika menggunakan handphone bisa mengunduh aplikasi Shopee yang tersedia di Appstore ataupun Google Play Store.

Kelebihan yang dimiliki Shopee adalah mudah untuk memasukkan gambar barang yang akan dijual berikut harga maupun jumlah ketersediaan barangnya. Shopee juga menyediakan fitur komunikasi sehingga pembeli bisa berdiskusi dengan penjual, tanpa harus melakukan komunikasi melalui aplikasi lain. Hal menarik lainnya ialah Shopee juga memberikan promo gratis ongkos kirim (Diyah Ayu Minuriha, 2018). Salah satu fitur yang harus diperhatikan mengenai halal haram dari aplikasi Shopee adalah pembayaran secara kredit atau disebut Paylater.

Shopee telah merilis fitur Paylater bernama SPayLater. Paylater merupakan cara pembayarankreditdengancicilantanpa menggunakan kartu kredit, hanya saja Paylater berbentuk digital bukan fisik (Sigi Putri Davni, 2022). Dalam Islam, ada aturan khusus terkait pembayaran cicilan seperti ini mengingat utang sangat dekat dengan riba bila terdapat keuntungan di dalamnya. Tetapi walaupun SPayLater ini terdapat kemungkinan mengandung riba, perilaku berbelanja menggunakan SPayLater justru tidaklah rendah. Tak jarang dalam lingkup pertemanan saat berkumpul mereka berbagi cerita tentang pembelian apa saja yang telah dilakukan dan menyarankan membayar dengan SPayLater saja dengan alasan yang penting punya dahulu. Berdasarkan fenomena sosiologi ini, membuat tulisan mengenai �Efektivitas Hukum Larangan Riba Terhadap Metode Pembayaran Online (Studi Kasus Spaylater)� sangatlah menarik karena kejadian ini sangat dekat prakteknya dalam kehidupan sehari-hari.

Dari uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu Bagaimana pandangan hukum Islam mengenai SPayLater dan Mengapa masyarakat menggunakan SPayLater.

 

 

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan (Library Research) dengan fokus pada analisis buku, literatur, dan data terkait untuk mengeksplorasi pengaruh lokasi usaha terhadap minat beli konsumen di Pasar Oeba Kota Kupang. Dengan pendekatan kuantitatif, data primer diperoleh melalui kuesioner dari 100 responden yang dipilih secara acak, kemudian dianalisis menggunakan analisis regresi sederhana. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh positif lokasi terhadap minat beli konsumen, di mana semakin strategis lokasi Pasar Oeba, semakin tinggi minat konsumen untuk berbelanja. Penelitian ini mengemukakan bahwa lokasi memegang peran penting dalam meningkatkan minat beli konsumen di Pasar Oeba Kota Kupang. Dengan kata kunci seperti Minat Beli, Lokasi Usaha, Konsumen, Pasar Tradisional, dan Kupang, penelitian ini memberikan wawasan mendalam terkait faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dan strategi pemasaran di pasar tradisional tersebut.

 

Hasil dan Pembahasan

Shopee menjelaskan SPayLater adalah pinjaman instan hingga Rp6.000.000 untuk membayar dalam satu bulan tanpa bunga atau dengan pilihan cicilan dua, tiga, enam, dan dua belas bulan tanpa memerlukan kartu kredit (Shopee, 2022). Walaupun di kesempatan itu Shopee menyebutkan tanpa bunga, tetapi di kesempatan yang lain pula Shopee menyebutkan adanya bunga. Shopee menyebutkan transaksi menggunakan SPayLater akan dikenakan suku bunga sekecil-kecilnya 2.95% untuk program Beli Sekarang Bayar Nanti yang diselesaikan dalam waktu satu bulan dan cicilan yang diselesaikan dalam waktu tiga, enam, dan dua belas bulan (Shopee, 2022). Alur singkat jual beli melalui Shopee secara singkat adalah penjual memajang barang > konsumen memilih barang > konsumen memasukkan ke keranjang > konsumen membayar barang disertai ongkos kirim > uang ditahan marketplace > penjual mendapat pemberitahuan dari marketplace untuk mengirim barang > barang diterima konsumen > marketplace mengirim uang ke penjual.

Jual beli memang dibolehkan pada dasarnya selama dilakukan dengan suka sama suka dari dua belah pihak. Tetapi, tidak selamanya seluruh jual beli yang didasari dengan suka sama suka ini menjadikan hukumnya halal. Jual beli babi tetaplah haram walaupun kedua belah pihak menyetujui jual beli tersebut. Artinya ada hal yang harus diperhatikan dalam berjual beli, baik dari segi barang yang dijual, maupun cara melakukan pembayarannya. Sikap berhati-hati seperti ini dianjurkan dalam Islam karena barangsiapa yang menjaga dirinya dari syubhat, sesungguhnya ia telah menjaga agamanya dan kehormatannya.

Shopee sendiri yang menyatakan bahwa SPayLater adalah pinjaman, dan akad pinjaman (khususnya uang) dalam hukum islam disebut qardh, dan shopee pula yang menyatakan bahwa pinjaman tersebut dikenakan bunga sekecilnya 2.95%. Dari keterangan ini saja sudah jelas pinjaman melalui SPayLater tersebut mengandung riba. Islam memang membolehkan untuk mengutang dan tidaklah perbuatan ini tercela (Sayyid Sabiq, 2020). Bahkan Quran Surah al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan secara detil bagaimana Allah menjelaskan bagaimana melakukan utang. Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam sendiri wafat dalam keadaan memiliki utang dengan barang gadai baju besi beliau (Ammi Nur Baits, 2017). Ini merupakan bukti bahwa mengutang bukanlah perbuatan tercela. Namun demikian ada batasan yang diberikan yaitu jangan sampai ada riba di dalam utang tersebut. Riba telah banyak disebutkan di dalam al-quran dan hadits tentang pelarangannya, termasuk riba dalam jumlah besar maupun sedikit.

Dapat dipahami bahwa mengutang dibolehkan dalam Islam selama tidak terdapat riba di dalamnya. Hukum ini juga berlaku pada pinjaman berbasis digital, dengan alasan mekanisme utang piutangnya saja yang berubah karena dilakukan melalui internet. Perkembangan ini yaitu melakukan utang piutang melalui internet tidaklah dilarang dalam islam karena terdapat kaidah hukum asal muamalah dibolehkan sampai ada dalil yang melarangnya (Isnaini Mas�ulah, 2021). Sampai saat ini, tidak ada fatwa yang menyatakan haram menggunakan internet. Artinya yang perlu diperhatikan hanyalah pada teknis pinjamannya, bukan internetnya.

Adapun yang dimaksud riba dalam utang adalah tambahan yang harus dibayarkan dari utang pokok. Misalnya A mengutang 10 kepada B tetapi B meminta dikembalikan 12. Selisih dari 12 dengan 10, yaitu 2 adalah riba dalam utang tersebut. Bisa juga dalam kejadian A mengutang 10 kepada B untuk tempo 1 bulan. Ternyata A baru bisa membayarnya dalam waktu 2 bulan sehingga B meminta denda sebesar 3 atas keterlambatannya. Denda sebesar 3 disini adalah riba dalam utang tersebut. Untuk memudahkannya ada kaidah yang dibuat yaitu setiap piutang yang mendatangkan keuntungan maka itu riba (Muhammad Abdtuh Tuasikal, 2022).

Untuk membuktikan kebenaran adanya kelebihan yang harus dibayar jika menggunakan SPayLater dalam pinjamannya, penulis langsung mencoba fitur tersebut. Di kesempatan ini penulis hanya akan mencoba membeli EVOS BASE WRISTBAND 2022 BLACK dan EVOS BASE WRISTBAND 2022 NAVY dengan total harga Rp. 50.000. Tetapi Shopee membebankan biaya layanan senilai Rp. 1.000 untuk seluruh transaksi yang dilakukan dan 1% dari harga barang yaitu Rp. 500 karena menggunakan SPayLater, sehingga harga pokoknya sebesar Rp. 51.500. Adapun untuk biaya ongkos kirim seharusnya penulis dibebankan senilai sembilan ribu rupiah, tetapi karena mempunyai voucher gratis ongkir maka biaya ongkir digratiskan. Walau demikian, ada juga voucher gratis ongkir khusus yang hanya diberikan kepada pengguna bila menggunakan SPayLater.

Dalam menggunakan SPayLater, penulis langsung diberikan pilihan dalam membayar pinjaman nantinya. Tersedia empat pilihan, yaitu Beli Sekarang Bayar Nanti, cicilan 3X, cicilan 6X, dan cicilan 12X. Setiap pilihan tersebut menyebabkan perbedaan total harga. Shopee langsung menampilkan besaran cicilan perbulan, tetapi tidak dengan total keseluruhannya. Lengkapnya ada di tabel berikut ini.

 

 

 

 

Tabel 1

Besaran Cicilan Perbulan

Harga Pokok

Pilihan SPayLater

Total Harga

Nilai Riba

51.500

50.000 = harga pokok

1.000 = biaya transaksi

500 = 1% X harga pokok

Beli Sekarang Barang Nanti

60.741

9.241

Cicilan 3x

21.407/bln = 64.221

12.721

Cicilan 6x

11.573/bln = 69.438

17.938

Cicilan 12x

6.653/bln = 79.836

28.336

 

Berdasarkan penjelasan di atas, sangatlah jelas pinjaman yang disediakan SPayLater mengandung riba, karena selisih harga utang dengan harga yang harus dibayarkan tersebut. Bahkan dalam cicilan 12x, besarnya riba sudah bisa membeli sebuah EVOS BASE WRISTBAND 2022 BLACK seharga Rp. 25.000. Ini merupakan bentuk yang lebih parah dari ribanya orang jahiliah karena dahulu orang jahiliah tidak membuat kesepakatan adanya tambahan di awal akad, namun tatkala jatuh tempo pihak yang berutang tidak bisa membayar, maka pihak yang memberi utang memberikan tempo lagi dengan bunga. Adapun 1% dari harga barang yaitu Rp. 500 tidaklah mengapa karena ini murni upah administrasinya (Abu Abdillah Afifudin, 2020).

Walaupun terdapat riba di dalam SPayLater, hukum utang dengan adanya riba tersebut sah. Sementara syarat tambahan pembayaran ketika melunasi utang, dihukumi batal karena seluruh syarat yang bertentangan dengan syariat maka hukumnya batal mengingat tambahan tersebut adalah riba (Admin, 2022). Artinya mengutang ke Shopee dengan SpayLater dianggap sah walau tidak dianjurkan melakukannya, karena mau tidak mau pengguna harus membayar utang sekaligus bunganya. Maksud dari hal ini diterangkan bukanlah untuk memotivasi pengguna untuk menggunakan SPayLater, tetapi hal ini berkaitan dengan keabsahan jual beli. Ketika utang dengan riba terhitung tidak sah, maka uang yang diserahkan Shopee juga tidak berpindah kepemilikan kepada yang mengutang. Jika seperti ini, maka pengguna SPayLater melakukan jual beli dengan uang pihak lain yaitu uang Shopee dan ini tidak dibenarkan.

Mengingat utang dengan riba tersebut sah, maka uang tersebut berpindah kepemilikan kepada pengguna SpayLater. Pembeli boleh menggunakan uang itu untuk membeli barang di Shopee sehingga terjadilah jual beli secara biasa. Pembeli memiliki kewajiban membayar utang kepada Shopee dengan bunga yang ditentukan Shopee. Ringkasnya, akad yang terjadi dengan penjual adalah jual beli biasa, sementara SPaylater adalah utang berbunga. Perlu ditekankan kembali walaupun akad SPayLater sah, dosa riba termasuk dosa besar.

Besarnya dosa riba sampai disebutkan oleh nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sebagai salah satu dari tujuh dosa besar yang akan menjerumuskan pelakunya ke dalam neraka. Padahal beberapa contoh dari tujuh dosa besar tersebut adalah syirik, sihir, dan membunuh. Ternyata memakan riba yang sudah dianggap biasa ini memiliki dosa yang begitu besar. Bahkan dosa memakan riba tidak melihat jumlahnya besar atau pun kecil. Memakan satu dirham hasil riba itu sama dosanya dengan tiga puluh enam kali berzina. Yang terkecil dari dosa riba sendiri seperti menzinai ibunya sendiri.

Mengingat dinar dan dirham tidak lagi dijual oleh antam (Putu Agus Pransuamitra, 2022), maka kita melihat harga dirham dari penjual yang lain. Disebutkan harga satu dirham adalah Rp. 206.950 dari toko yang telah menjual lebih dari seribu dirham (Kusumadewa, 2022). Jika melihat dari nilai riba SPayLater berdasarkan contoh pembelian di atas, maka besarannya tidak sampai dengan satu dirham. Artinya, pemakan riba tersebut terkena ancaman dosa seperti menzinai ibu sendiri hanya karena Rp. 28.336 yang ia ambil.

Melalui penjelasan di atas, seharusnya orang yang mengetahui hal ini akan merasa takut untuk melakukannya. Tetapi mengapa keadaan justru terbalik mengingat pengguna SPayLater ternyata banyak. Bahkan salah satu penggunanya sempat viral di dunia maya karena tagihan SPayLaternya membengkak hingga Rp. 17.000.000 (Hanif Pandu Setiawa, 2022). Apakah mungkin pengguna SPayLater tidak mengetahui adanya riba dalam SPayLater, atau ada alasan lain yang menyebabkan mereka menggunakannya.

Alasan Masyarakat Menggunakan SPayLater

Mencari alasan masyarakat melakukan sesuatu yang dalam hal ini menggunakan SPayLater merupakan ciri khas dari penelitian sosiologi hukum karena dalam penelitiannya. Peneliti tidak diharuskan menentukan benar atau salahnya perbuatan masyarakat, tetapi cukup mencari tau alasannya di balik perbuatan tersebut. Pada kesempatan kali ini, peneliti berhasil melakukan wawancara terhadap tiga orang. Wawancara dilakukan melalui video call whatsapp mengingat informan berada di Medan.

Dari ketiga orang yang berhasil di wawancara, mereka berlatar belakang pekerja dan mahasiswa yang tingkat ekonominya dapat dikatakan cukup. Mereka memang hobi belanja dan memutuskan menggunakan Shopee karena harga yang lebih murah, pilihan yang lebih banyak, dan lebih mudah untuk membeli melalui Shopee dibanding ke toko langsung. Barang yang dibeli juga beragam mulai dari pulsa, sepatu, pakaian, dan juga skincare. Artinya tidak selamanya barang yang dibeli dengan cicilan haruslah barang mahal.

Mereka juga dapat dikatakan telah lama menggunakan SPayLater. Awal menggunakan SPayLater karena tergiur voucher gratis ongkir dan juga keinginan untuk membeli barang tetapi keuangan belum cukup. Ada yang menggunakan pilihan Beli Sekarang Bayar Nanti dan pilihan cicilan 6 bulan. Bagi mereka SPayLater ini sangat memudahkan mereka untuk memenuhi kebutuhan maupun keinginan mereka. Biasanya ketika orang tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli barang impian, ia harus menabung 6 bulan terlebih dahulu. Tetapi dengan SPaylater, ia bisa membelinya sekarang dengan membayarnya 6 bulan kemudian. Seperti itulah maksud kemudahan bagi mereka.

Mereka juga sadar kalau menggunakan SPayLater membuat harga barangnya menjadi lebih mahal seperti yang telah disebutkan di bab sebelumnya, tetapi hal ini tidak menjadi masalah karena voucher gratis ongkir itu lebih menguntungkan mengingat biaya kirim ke lokasi mereka berkisar empat puluh ribu. Biasanya juga barang yang menggunakan SPayLater hanya bertambah sepuluh ribu dan bayarnya juga bisa dicicil sehingga tidak terlalu diambil pusing. Empat puluh ribu untuk ongkir itu seperti biaya sia-sia bagi penggiat belanja online karena ia tidak mendapatkan apapun dari pembayaran tersebut. Tetapi naiknya harga sedikit dari SPayLater dianggap normal karena dianggap harga cicilan wajar lebih mahal.

Bahkan mereka juga pernah terkena denda dalam pembayarannya. Dendanya juga sampai puluhan ribu jika terlambat sehari. Tetapi hal ini tidak menghentikan mereka karena bagi mereka denda hanya terjadi kalau telat, bukan sejak awal. Solusi bagi mereka adalah lebih disiplin saja untuk membayar karena masih banyak keuntungan lain yang bisa dipertahankan untuk menggunakan SPayLater.

Walau demikian, ternyata mereka mengetahui adanya riba dalam SPayLater. Bahkan ada yang mengetahui SPayLater mengandung riba sejak pertama kali menggunakannya. Menurut salah satu dari mereka juga mengatakan pengetahuan tentang riba dalam utang itu sudahlah ilmu yang diketahui secara umum. Maksudnya, setiap orang sudah mengetahui riba dalam utang karena sudah banyak juga orang yang andil menyebarkan informasi tersebut. Tetapi hal ini masih mereka langgar karena terlena akan voucher gratis ongkir maupun mudahnya memenuhi keinginan mereka. Rasa bersalah tetap timbul setiap kali menggunakan SPayLater tersebut.

Untuk saat ini ketiganya telah berhenti menggunakan SPayLater setelah berhasil memantapkan hati untuk meninggalkan riba. Menurut mereka juga saat itu tidak ada sanksi khusus yang dikenakan bila melakukan riba sehingga terlena untuk menggunakan SPayLater kembali. Ada yang telah berhasil berhenti seluruhnya dan ada juga hanya yang tinggal membayar sisa cicilannya saja. Mereka mengaku cukup berat untuk meninggalkan SPayLater karena keuntungan-keuntungan tersebut. Mereka juga menyarakan agar sebisa mungkin jangan pernah mencoba menggunakan SPayLater.

Jika menggunakan teori kesadaran hukum, dapat dipahami bahwa pengguna SPayLater tersebut dalam dimensi kognitif mengetahui adanya riba di dalam SPayLater tersebut. Bahkan mereka tetap melakukannya walau dalam keadaan terus merasa bersalah setiap kali menggunakannya. Butuh waktu yang lama untuk memantapkan hati untuk meninggalkan SPayLater yang mengandung riba. Mereka paham perbuatannya salah tetapi alasan seperti keadaan darurat dan voucher gratis ongkir dari SPayLater membuat mereka tetap melanggar larangan riba tersebut. Dengan diketahuinya oleh mereka tentang larangan riba merupakan bentuk dari kesadaran hukum. Dapat dipahami juga ternyata tidak selamanya larangan dikerjakan karena ketidaktahuan. Bisa saja larangan tetap terjadi karena kebutuhan tertentu seperti alasan yang mereka ungkapkan. Artinya, mereka melanggar hukum larangan riba karena tidak mampu mengendalikan diri untuk taat terhadap hukum.

Besarnya dosa riba sampai disebutkan oleh nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sebagai salah satu dari tujuh dosa besar yang akan menjerumuskan pelakunya ke dalam neraka. Padahal beberapa contoh dari tujuh dosa besar tersebut adalah syirik, sihir, dan membunuh. Ternyata memakan riba yang sudah dianggap biasa ini memiliki dosa yang begitu besar. Bahkan dosa memakan riba tidak melihat jumlahnya besar atau pun kecil. Memakan satu dirham hasil riba itu sama dosanya dengan tiga puluh enam kali berzina. Yang terkecil dari dosa riba sendiri seperti menzinai ibunya sendiri.

Kesadaran hukum dimensi afektif baru hadir ketika rasa bersalah tersebut kian menumpuk. Tidak ada pihak yang memaksa mereka untuk berhenti menggunakan SPayLater. Berhentinya mereka murni karena inisiatif pribadi. Jika dilihat dari sisi keimanan, tentu ini merupakan kegelisahan hati yang kian membesar karena secara sadar dan terus menerus melakukan kesalahan yang sama. Mereka paham seharusnya larangan tersebut dipatuhi karena itulah inti keimanan dalam Islam walaupun tidak ada sanksi langsung bila dilanggar. Maksudnya walaupun perbuatan itu dianggap biasa di kalangan umum dan tidak ada yang peduli bila melakunannya, peraturan tersebut harus dipatuhi karena begitulah keimanan.

Berhentinya mereka dari menggunakan SPayLater merupakan puncak dari kesadaran hukum yaitu kepatuhan hukum. Kesadaran hukum sendiri merupakan titik terendah dari kepatuhan hukum karena sekedar tahu akan adanya hukum sudah dianggap sadar hukum. Walau demikian, kesadaran hukum datang dari diri sendiri tanpa paksaan tetapi kepatuhan hukum bisa saja karena takut akan sanksi. Tetapi pada kondisi ketiga informan di atas, mereka berhenti murni atas kemauannya sendiri dan larangan riba juga tidak diatur oleh negara. Ini merupakan tingkat kepatuhan hukum yang lebih tinggi lagi yaitu internalization, karena patuhnya ia terhadap hukum seperti telah mendarah daging. Ia melakukannya bukan karena berharap hadiah atau bukan karena takut sanksi (compliance), dan bukan pula menjaga hubungan baik dengan kelompoknya (identification).

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat dua kesimpulan utama. Pertama, dari perspektif hukum Islam, SPayLater dianggap mengandung riba karena Shopee menetapkan tambahan pembayaran berdasarkan durasi cicilan dan memberlakukan denda keterlambatan pembayaran. Meskipun demikian, transaksi jual beli dengan menggunakan SPayLater dianggap sah karena akad jual belinya terpisah dari akad utang piutang dengan SPayLater. Kedua, masyarakat menggunakan SPayLater karena adanya voucher gratis ongkir eksklusif dan kemudahan memenuhi kebutuhan tanpa perlu menabung terlebih dahulu. Saran yang dapat diberikan mencakup edukasi kepada masyarakat tentang hukum riba dalam SPayLater, serta pembangunan hukum yang melarang praktik riba beserta sanksinya agar masyarakat lebih patuh terhadap aturan larangan riba.

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Wikipedia, �Shopee� (https://id.wikipedia.org/wiki/Shopee, Diakses pada 10 November 2022, 11:22)

 

Nurmia Noviantri, Skripsi: �Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Online Shopee dan Perlindungan Konsumen di Shopee Menurut Mahasiswa UIN Syahid Jakarta� (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2019), h. 7.

 

Eva Miranda Lubis, Tesis: �Pengaruh Harga, Kepercayaan, Kemudahan Penggunaan Aplikasi, dan Promosi Terhadap Keputusan Belanja Online di Shopee Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univesitas Sumatera Utara� (Medan: USU, 2019) h. 81.

 

Diyah Ayu Minuriha, Skripsi: �Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli dalam Marketplace Online Shopee di Kalangan Mahasiswa UINSA Surabaya� (Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2018), h. 4.

 

Sigi Putri Davni, �Transaksi E-Commerce: Fitur Shopee Paylater dalam Perspektif Ekonomi Islam� (https://sef.feb.ugm.ac.id/shariarticle2201/, diakses pada 10 November 2022, 11:37)

 

 

Iwan Zainul Fuad, Tesis: �Kesadaran Hukum Pengusaha Kecil Di Bidang Pangan Dalam Kemasan Di Kota Semarang Terhadap Regulasi Sertifikasi Produk Halal� (Semarang: Universitas Diponegoro, 2010), 47.

 

Shopee, �Metode pembayaran apa saja yang dapat digunakan di Shopee� (https://help.shopee.co.id/s/article/Metode-pembayaran-apa-saja-yang-dapat-digunakan-di-Shopee, Diakses pada 10 November 2022, 11:39)

 

Shopee, "[SPayLater - Pembayaran] Bagaimana cara membayar pesanan dengan SPayLater?" (https://help.shopee.co.id/portal/article/72936?previousPage=other%20articles, diakses pada 10 November 2022, 12:54)

 

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 4, Penerbit Insan Kamil Solo, Jawa Tengah, 2020, h. 123.

 

Ammi Nur Baits, #Ada Orang Utang, Pustaka Muamalah Jogja, Yogjakarta, 2017, h. 37.

 

Isnaini Mas�ulah, �Legalitas Pinjaman Online Dalam Perspektif Hukum Islam�, Jurnal Hukum Ekonomi Islam, Vol 5 No 2, 2021, h. 135.

 

Muhammad Abdtuh Tuasikal, �Riba Al Qardh� (Https://Pengusahamuslim.Com/1057-Riba-Al-Qardh-Riba-Dalam-Hutang-Piutang.Html, Diakses Pada 11 November 22:09)

 

Abu Abdillah Afifudin, Fikih Kontemporer Bisnis Tanpa Riba Pedoman Aman Agar Selamat Dari Jerat-Jerat Riba, At-Tuqa, Yogyakarta, 2020, (Abu Abdillah Afifudin II) h. 37.

 

Admin, �Kaidah dalam fiqih jual beli (bagian 04)� (https://pengusahamuslim.com/4951-kaidah-dalam-fiqh-jual-beli-bagian-04.html, diakses pada 10 november 2022, 16:56)

 

Putu Agus Pransuamitra, �Sempat Heboh Di Pasar Muamalah, Antam Stop Jual Koin Dinar?� (https://www.cnbcindonesia.com/syariah/20210302190154-29-227355/sempat-heboh-di-pasar-muamalah-antam-stop-jual-koin-dinar, diakses pada 14 November 2022, 11:21)

 

Kusumadewa, �Koin 1 Dirham Antam Perak Murni� (https://www.tokopedia.com/kusumadewa/koin-1-dirham-antam-perak-murni?extParam=ivf%3Dfalse%26src%3Dsearch&refined=true, Diakses pada 14 november 2022, 11:25)

 

Hanif Pandu Setiawa, �Viral Tagihan Spaylater Membengkak Jadi Rp17 Juta, Ini Penjelasan Shopee� (https://hai.grid.id/read/072786094/viral-tagihan-spaylater-membengkak-jadi-rp17-juta-ini-penjelasan-shopee?page=all, Diakses pada 14 november 2022, 11:36)

Copyright holder:

Arma Dhoni (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: