Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 3, Maret 2024
PENGARUH DERAJAT KEPARAHAN
TERHADAP KEJADIAN RESISTENSI DOKSISIKLIN PADA PENDERITA AKNE VULGARIS
Zilpa Widyastuti*,
Harijono Kariosentono, Arie Kusumawardani
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia
Email: [email protected]*
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh derajat keparahan akne vulgaris (AV) terhadap kejadian resistensi
antibiotik doksisiklin. Penelitian ini merupakan penelitian observasional
analitik dengan desain cross-sectional yang berlokasi di poliklinik
kulit dan kelamin RSUD Dr. Moewardi, pada bulan Agustus hingga September 2023.
Subjek pada penelitian ini penderita AV derajat sedang-berat. Derajat keparahan
AV dinilai menggunakan sistem skoring Global Acne Grading System (GAGS), sedangkan
kejadian resistensi doksisiklin dinilai dengan menggunakan metode disc
diffusion. Terdapat sebanyak 31 subyek pada penelitian ini dengan AV
derajat sedang-berat. Terdapat sebanyak 3 subjek (9,68%) yang mengalami
resistensi doksisiklin. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
yang signifikan dari derajat keparahan AV terhadap kejadian resistensi
doksisiklin pada C. acnes (p = 0,041). Secara umum, dapat
disimpulkan bahwa derajat keparahan AV berpengaruh terhadap timbulnya
resistensi doksisiklin pada C. acnes.
Kata Kunci: Akne Vulgaris,
Derajat Keparahan, Doksisiklin, Resistensi Antibiotik
Abstract
The aim of this study was to determine the effect of
acne vulgaris (AV) severity on the incidence of doxycycline antibiotic
resistance in Cutibacterium acnes bacteria. This study was an analytical
observational study with a cross-sectional design located at the skin and
genital polyclinic of Dr. Moewardi Hospital, from August to September 2023. The
subjects in this study were patients with moderate-severe AV. The severity of
AV was assessed using the Global Acne Grading System (GAGS) scoring system,
while the incidence of doxycycline resistance was assessed using the disc
diffusion method. There were 31 subjects in this study with moderate-severe AV.
There were 3 subjects (9.68%) who experienced doxycycline resistance. The
results of data analysis showed that there was a significant effect of AV
severity on the incidence of doxycycline resistance in C. acnes (p = 0.041). In
general, it can be concluded that the severity of AV affects the onset of
doxycycline resistance in C. acnes.
Keywords:
Acne Vulgaris, Degree of Severity, Doxycycline, Antibiotic Resistance
Pendahuluan
Akne
vulgaris (AV) adalah suatu penyakit inflamasi kronis pada kelenjar sebasea
kulit akibat infeksi bakteri Cutibacterium acnes (Kang, 2019). Prevalensi
AV di seluruh dunia diperkirakan mencapai 9,4% dengan sebagian besarnya terjadi
pada kelompok usia remaja dan dewasa muda (Layton et al., 2021). Akne
vulgaris, khususnya AV derajat sedang-berat, memerlukan pemberian antibiotik
baik topikal maupun sistemik untuk mendapatkan hasil pengobatan yang optimal.
Penggunaan antibiotik pada AV telah berlangsung selama enam dekade dan telah
menjadi salah satu terapi utama untuk AV. Akan tetapi, akibat penggunaan
antibiotik yang tidak bijaksana dan tidak sesuai resep dokter menyebabkan
timbulnya resistensi terhadap berbagai jenis antibiotik (Kang, 2019; Lee et
al., 2019; Zhang et al., 2019). Prevalensi C. acnes yang
resistan antibiotik bervariasi di berbagai belahan dunia dan telah mengalami
peningkatan selama bertahun-tahun dari 20% pada tahun 1979 menjadi 64% pada
tahun 2000. Antibiotik hanya direkomendasikan pada AV derajat sedang dan berat,
dan oleh karena itu diduga terdapat keterlibatan derajat keparahan terhadap
kejadian resistensi antibiotik pada C. acnes sebagai bakteri penyebab AV
(Dessinioti & Katsambas, 2017).
Doksisiklin
merupakan salah satu antibiotik utama dalam terapi AV. Pedoman tata laksana AV di Singapura
yang dikeluarkan oleh Dermatology Society of Singapore menyatakan bahwa
doksisiklin merupakan antibiotik lini pertama untuk AV (Oon et al.,
2019). Pedoman tata laksana AV di Inggris yang dikeluarkan oleh National
Institute for Health Care Excellence (NICE) menyatakan doksisiklin merupakan
antibiotik lini pertama untuk AV khususnya pada pasien dengan AV derajat sedang
dan berat (NICE, 2021). Pedoman tata laksana AV di Amerika Serikat yang
dikeluarkan oleh American Academy of Dermatology menyatakan bahwa
golongan tetraksiklin seperti doksisiklin, tetrasiklin, dan minosiklin sebagai
antibiotik lini pertama untuk AV, sementara itu golongan makrolid seperti
eritromisin dan azitromisin adalah antibiotik lini kedua (Zaenglein et al.,
2016). Mengingat tingginya penggunaan antibiotik doksisiklin di berbagai
belahan dunia, maka penelitian lebih lanjut dirasa sangat perlu untuk
dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh derajat keparahan
terhadap kejadian resistensi doksisiklin pada penderita AV.
Metode
Penelitian
Penelitian ini merupakan
penelitian observasional analitik dengan desain cross-sectional.
Penelitian ini dilakukan di poliklinik kulit dan kelamin RSUD Dr. Moewardi
Surakarta, Indonesia, pada bulan Agustus-September 2023. Kriteria inklusi pada
penelitian ini adalah pasien dengan AV derajat sedang-berat berdasarkan
kriteria GAGS dan berusia antara 12 hingga 40 tahun. Kriteria eksklusi pada
penelitian ini adalah pasien yang mengundurkan diri selama periode penelitian,
memiliki riwayat konsumsi antibiotik sistemik selama 1 bulan terakhir, dan
hasil kultur bakteri menunjukkan bakteri selain C. acnes. Diagnosis AV
dilakukan oleh dokter spesialis kulit dan kelamin dengan penentuan derajat
berdasarkan kriteria GAGS. Pemeriksaan sensitivitas antibiotik dilakukan pada
kultur bakteri C. acnes dengan metode disc diffusion yang
dikerjakan oleh ahli mikrobiologi. Bakteri C. acnes dikatakan resisten
doksisiklin apabila memiliki zona hambat ≤12 mm.
Analisis data pada
penelitian ini menggunakan aplikasi IBM SPSS versi 20 (Chicago, USA). Data
karakteristik pasien AV diproleh dari data rekam medis yang terdiri atas usia,
jenis kelamin, pekerjaan, durasi penyakit, riwayat penggunaan antibiotik, dan
derajat keparahan AV. Teknik analisis data uji Fisher exact digunakan untuk
menentukan pengaruh derajat keparahan AV terhadap kejadian resistensi doksisiklin
pada penderita AV. Pengaruh dianggap signifikan apabila diproleh nilai p <
0,05. Penelitian ini telah mendapatkan bersetujuan dari Komite Etik Penelitian
RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan Nomor 1.289/X/HREC/2022.
Hasil dan Pembahasan
Pada penelitian ini
terdapat 31 subyek dengan AV derajat sedang-berat yang diikutsertakan dalam
penelitian ini. Rerata usia subyek pada penelitian ini adalah 20,61 ± 4,64
tahun dengan distribusi jenis kelamin yang hampir setara antara subyek pria dan
wanita. Rasio perbandingan jenis kelamin pria dan wanita didapatkan sebesar
1:1,07. Pekerjaan yang paling banyak ditemukan di antara subyek penelitian ini
adalah pelajar/mahasiswa (80,65%), disusul oleh karyawan swasta (19,35%).
Durasi penyakit memiliki rerata 6,9 ± 3,69 bulan. Sebanyak 16 subyek (51,61%)
memiliki riwayat penggunaan antibiotik. Subyek dengan AV derajat sedang lebih
dominan (55,84%) dibandingkan dengan subyek AV derajat berat (45,16%).
Karakteristik subyek penelitian disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik
subyek penelitian
N (%)/Mean ±
SD |
|
Usia (tahun) |
20,61 ±
4,64 |
Jenis Kelamin Pria Wanita |
15 (48,39%) 16 (51,61%) |
Pekerjaan Karyawan Swasta Pelajar/Mahasiswa |
6 (19,35%) 25 (80,65%) |
Durasi Penyakit (bulan) |
6,9 ± 3,69 |
Riwayat penggunaan Antibiotik Ya Tidak |
16 (51,61%) 15 (48,39%) |
Derajat Keparahan Sedang Berat |
17 (55,84%) 14 (45,16%) |
Resistensi
doksisiklin pada subyek dengan AV derajat sedang-berat ditemukan pada 3 dari 31
subyek. Dengan demikian, angka resistensi doksisiklin didapatkan sebesar 9,68%.
Data resistensi doksisiklin disajikan pada gambar 1.
Gambar 1. Resistensi doksisiklin dan eritromisin
Pada
penelitian ini dilakukan analisis hubungan antara derajat keparahan AV dengan
resistensi doksisiklin. Hasil analisis data menunjukkan bahwa derajat keparahan
AV berhubungan signifikan dengan resistensi doksisiklin (p = 0,041.
Hasil analisis data disajikan pada tabel
2.
Tabel 2. Hubungan derajat keparahan AV dengan resistensi
doksisiklin
Doksisiklin |
Derajat Keparahan AV |
p |
|
Sedang |
Berat |
||
Sensitif Resisten |
17 0 |
11 3 |
0,041* |
1Fisher
exact; *Signifikan
pada p<0,05
Pembahasan
Pada
penelitian ini terdapat 31 subyek dengan akne vulgaris derajat sedang-berat.
Subyek pada penelitian ini memiliki rerata usia 20,61 tahun dengan distribusi
jenis kelamin antara pria dan wanita yang merata. Rasio perbandingan subyek
antara pria dan wanita didapatkan sebesar 1:1,07. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian oleh Chilicka et al. yang juga menemukan rerata usia
penderita AV di Polandia adalah 19,5 tahun (Chilicka et al., 2022).
Tingginya kejadian AV pada kelompok usia remaja hingga hingga dewasa muda
disebabkan karena hormon pemicu AV seperti dihydrotestosterone (DHT)
mengalami peningkatan signifikan selama masa pubertas kelompok usia ini (Lynn et
al., 2016).
Pada
penelitian ini didapatkan distribusi yang hampir merata antara subyek pria dan
wanita. Jumlah subyek wanita sedikit lebih banyak dibandingkan subyek pria.
Berbagai studi melaporkan hasil yang berbeda terkait distribusi jenis kelamin
pada pasien AV. Penelitian oleh Mizwar et al. melaporkan kejadian AV
yang lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Hal ini diduga diakibatkan
oleh penggunaan alat-alat kosmetik yang lebih tinggi pada wanita sehingga
menimbulkan lesi AV (Mizwar et al., 2013). Penelitian oleh Suh et al.
(2021) di Korea yang melibatkan 539 wanita menemukan
keterkaitan antara penggunaan kosmetik dengan kejadian AV pada wanitA. Sementara
itu, hasil berbeda dilaporkan oleh Tarigan et al. (2022) yang
melaporkan kejadian AV yang lebih tinggi pada pria yang disebabkan tingginya
kadar androgen dan karakteristik kulit yang cendrung lebih berminyak
dibandingkan wanita (Tarigan et al., 2022; Deliana et al., 2019).
Pada
penelitian ini didapatkan sebagian besar subyek adalah pelajar/mahasiswa. Hal
ini sejalan dengan penelitian oleh Öztekin dan Öztekin (2020) yang menemukan
kejadian akne vulgaris paling banyak ditemukan pada pasien mahasiswa.
Penelitian Mizwar et al. (2013) melaporkan pelajar sebagai pekerjaan yang
paling umum diidentifikasi pada pasien dengan AV. Tingginya angka AV pada
pelajar berkaitan dengan usia para pelajar ini yang masih dalam masa pubertas
yang mengakibatkan peningkatan berbagai hormon pubertas yang sekaligus
berdampak pada timbulnya lesi akne (Mizwar et al., 2013).
Subyek pada
penelitian ini juga didapatkan memiliki rerata durasi penyakit selama 6,9
bulan. Hasil ini sejalan dengan penelitian oleh Thappa dan Adityan (2009) yang melaporkan durasi penyakit AV yang
paling banyak dilaporkan adalah 0-12 bulan. Rerata durasi
penyakit AV adalah selama 26,86 bulan dengan yang paling singkat adalah 0,5
bulan dan yang terlama adalah 72 bulan (Indramaya et al., 2019). Pasien
derajat sedang lebih dominan pada penelitian ini dibandingkan derajat berat.
Hasil ini sejalan dengan penelitian oleh Deliana et al. (2019) yang mendapati
pasien AV derajat sedang lebih dominan dibandingkan derajat berat. Penelitian
lain oleh Soethama et al. (2020) juga melaporkan pasien AV derajat sedang yang
lebih dominan dibandingkan derajat berat.
Pada penelitian ini didapatkan kejadian
resistensi doksisiklin. Doksisiklin ditemukan resisten pada 3 dari 31 subyek
penelitian (9,68%). Alkhawaja et al. (2020) pada
penelitiannya terkait kasus resistensi antibiotik C. acnes di negara
Yordania melaporkan bahwa angka resistensi doksisiklin sebesar 37%. Penelitian
lainnya oleh Lorduy di Kolombia melaporkan angka resistensi doksisiklin sebesar
5,49% (Lorduy et al., 2021). Cutibacterium acnes adalah bakteri
komensal yang membentuk keseimbangan yang baik dengan spesies mikroba lain dari
mikrobioma kulit. C. acnes telah diidentifikasi dalam komunitas biofilm
multi-spesies pada kulit dan di dalam kelenjar sebasea. Biofilm didefinisikan
oleh tiga komponen penting: sel mikroba, permukaan tempat sel-sel ini menempel,
dan matriks polimer ekstraseluler yang diproduksi sendiri di mana sel-sel
tertanam dan membentuk komunitas yang lebih besar. Biofilm ini melindungi
bakteri dari terapi antibiotik dengan membatasi penetrasi konsentrasi antimikroba
yang efektif (Dessinioti & Katsambas, 2017).
Temuan
berikutnya pada penelitian ini adalah adalah adanya hubungan antara derajat
keparahan AV dengan kejadian resistensi doksisiklin dan eritromisin. Akne
vulgaris derajat berat berkaitan dengan kejadian resistensi doksisiklin dan
eritromisin pada C. acnes yang lebih tinggi. Friedman et al.
mengungkapkan bahwa infeksi oleh bakteri yang resistan antibiotik akan
menyebabkan manifestasi klinis yang lebih berat karena bakteri akan menjadi
lebih sulit untuk dieradikasi dan menyebabkan progresivitas penyakit (Friedman et
al., 2016). Hal inilah yang menyebabkan keterkaitan antara derajat
keparahan AV dengan kejadian resistensi antibiotik.
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 9,68% C. acnes resisten terhadap doksisiklin. Selain itu, penelitian ini juga menemukan adanya hubungan yang signifikan antara derajat keparahan jerawat vulgaris (AV) dan kejadian resistensi terhadap doksisiklin. Hal ini menunjukkan bahwa derajat keparahan AV dapat berkontribusi terhadap perkembangan resistensi terhadap doksisiklin pada strain C. acnes. Oleh karena itu, para klinisi sebaiknya mempertimbangkan derajat keparahan AV saat meresepkan doksisiklin untuk memastikan pengobatan yang efektif dan meminimalkan risiko resistensi antibiotik.
Alkhawaja, E., Hammadi, S., Abdelmalek,
M., Mahasneh, N., Alkhawaja, B. and Abdelmalek, S. M. (2020). Antibiotic
resistant Cutibacterium acnes among acne patients in Jordan: a cross sectional
study. BMC Dermatology, 20(1), 17.
Chilicka, K., Rogowska, A.
M., Szyguła, R., Rusztowicz, M., & Nowicka, D. (2022). Efficacy of
Oxybrasion in the Treatment of Acne Vulgaris: A Preliminary Report. Journal
of clinical medicine, 11(13), 3824.
Deliana, R., Amalia, R.,
& Jusuf, N. K. (2019). Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Akne Vulgaris
pada Siswa-Siswi SMA Negeri 7 Medan. Cermin Dunia Kedokteran, 46(4),
253–255.
Dessinioti,
C., & Katsambas, A. (2017). Propionibacterium acnes and antimicrobial
resistance in acne. Clinics in
dermatology, 35(2), 163–167.
Friedman,
N. D., Temkin, E., & Carmeli, Y. (2016). The negative impact of antibiotic
resistance. Clinical Microbiology and Infection, 22(5), 416–422.
Indramaya, D. M.,
Umborowati, M. A., Manuputty, A. G., Widiatma, R. R., Lydiawati, E., Setyaningrum,
T., & Rahmadewi, R. (2019). Kualitas Hidup Pasien Dxewasa Muda dengan Akne
Vulgaris Derajat Sedang di Indonesia. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit Dan
Kelamin, 31(3), 210–215.
Kang, S.
(2019) Fitzpatrick’s dermatology. 9th
ed. New York: McGraw-Hill Education.
Layton,
A. M., Thiboutot, D. and Tan, J. (2021). Reviewing the global burden of acne:
how could we improve care to reduce the burden. British Journal of Dermatology, 184(2), 219–225.
Lee, Y.
B., Byun, E. J., & Kim, H. S. (2019). Potential Role of the Microbiome in
Acne: A Comprehensive Review. Journal of
clinical medicine, 8(7), 987.
Lorduy, H. J.C., Pérez
Cely, H. C., Casadiego Rincón, E. J., Henao Riveros, S. C., & Colorado, C.
L. (2021). Cutibacterium Acnes Tetracycline Resistance Profile in Patients with
Acne Vulgaris, in a Colombian Dermatologic Center. Actas
dermo-sifiliograficas, S0001-7310(21)00191-5.
Lynn, D. D., Umari, T.,
Dunnick, C. A., & Dellavalle, R. P. (2016). The epidemiology of acne
vulgaris in late adolescence. Adolescent health, medicine and therapeutics,
7, 13–25.
Mizwar, M., Kapantow, M.
G. and Suling, P. L. (2013). Profil Akne Vulgaris Di Rsup Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado Periode 2009-2011. e-CliniC, 1(2).
National
Institute for Health and Care Excellence (NICE). (2021). Acne vulgaris:
management. British Association of Dermatologist.p.1-57.
Oon, H.
H., Wong, S. N., Aw, D. C. W., Cheong, W. K., Goh, C. L., & Tan, H. H.
(2019). Acne Management Guidelines by the Dermatological Society of Singapore. The
Journal of clinical and aesthetic dermatology, 12(7), 34–50.
Öztekin, C., &
Öztekin, A. (2020). The association of depression, loneliness and internet
addiction levels in patients with acne vulgaris. BioPsychoSocial medicine,
14, 1-7.
Soethama, N.M.S.M. &
Indira, I.G.A.A.E. (2020). Profil Umum Akne Vulgaris Pada Pelajar Sekolah
Menengah Atas Negeri Denpasar Timur. Jurnal Medika Udayana, 9(4), 12-21.
Suh, D. H., Oh, H., Lee,
S. J., Kim, H. J., & Ryu, H. J. (2021). Relationship between acne and the
use of cosmetics: Results of a questionnaire study in 539 Korean individuals. Journal
of cosmetic dermatology, 20(7), 2172–2178.
Tarigan, J., Gilbert,
M.G.P., Siahaan, D.L. (2022). Hubungan Riwayat Keluarga, Stres, Kualitas Tidur,
Makanan, Dan Kadar Zinc Pada Derajat Keparahan Akne Vulgaris. Majalah Ilmiah
Methoda, 12(2), 93-102.
Thappa, D., & Adityan,
B. (2009). Profile of acne vulgaris-A hospital-based study from South India. Indian
Journal of Dermatology, Venereology and Leprology, 75(3), 272.
Zaenglein,
A. L., Pathy, A. L., Schlosser, B. J., Alikhan, A., Baldwin, H. E., Berson, D.
S., Bowe, W. P., Graber, E. M., Harper, J. C., Kang, S., Keri, J. E., Leyden,
J. J., Reynolds, R. V, Silverberg, N. B., Stein Gold, L. F., Tollefson, M. M.,
Weiss, J. S., Dolan, N. C., Sagan, A. A., Stern, M., Boyer, K. M. and Bhushan,
R. (2016). Guidelines of care for the management of acne vulgaris. Journal of the American Academy of
Dermatology, 74(5), 945–72-33.
Zhang,
N., Yuan, R., Xin, K. Z. and Lu, Z. (2019). Antimicrobial Susceptibility,
Biotypes and Phylotypes of Clinical Cutibacterium (Formerly Propionibacterium)
acnes Strains Isolated from Acne Patients : An Observational Study. Dermatology and Therapy, 9(4), 735–746.
Copyright holder: Zilpa Widyastuti, Harijono Kariosentono, Arie
Kusumawardani (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |