Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
7, No. 09, September 2022
PENERAPAN KONSEP FLEKSIBILITAS ARSITEKTUR DALAM PERENCANAAN PUSAT INDUSTRI
KREATIF DI SIDOARJO
� Mahasiswa Program Studi Sarjana Arsitektur, UPN �Veteran� Jawa Timur, Indonesia
�
Dosen Program Studi Arsitektur, UPN �Veteran� Jawa Timur, Indonesia
E-mail; *[email protected]
Pesatnya
pertumbuhan industri kreatif di era digital serta gaya hidup praktis dan
dinamis menuntut cara-cara kerja baru yang didukung oleh teknologi informasi.
Oleh karena itu, Sidoarjo, sebagai kota dengan kepadatan penduduk terbesar
kedua di Jawa Timur, perlu menyikapi perkembangan ini dengan pengadaan
infrastruktur yang mendukung. Saat ini, Sidoarjo belum memiliki wadah bagi
freelancer, pengusaha muda, dan masyarakat untuk bekerja secara produktif dan
kreatif. Studi dilakukan untuk menganalisis bagaimana menghadirkan
fleksibilitas ruang melalui pengolahan tata ruang dalam dan luar. Pusat
Industri Kreatif di Sidoarjo diharapkan menjadi solusi dengan menyediakan ruang
fleksibel yang dapat meningkatkan produktivitas dan kreativitas. Data lapangan
dan literatur digunakan untuk mengidentifikasi skema pengaturan ruang dan
bentuk yang dapat mengakomodasi perubahan serta memaksimalkan fungsi ruang. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa konsep fleksibilitas arsitektur adalah solusi
efisien dan efektif untuk pusat industri kreatif. Pengaturan ruang yang dapat
beradaptasi dengan perbedaan kebutuhan pengguna akan mendukung kegiatan
industri ekonomi kreatif di Sidoarjo. Dengan demikian, infrastruktur yang
mendukung produktivitas dan kreativitas freelancer, pengusaha muda, dan
masyarakat dapat terwujud.
Kata kunci: Fleksibilitas Arsitektur, Olah Ruang, Pusat Industri Kreatif.
Abstract
The rapid growth of the creative industry in the
digital era, coupled with a practical and dynamic lifestyle, demands new
working methods supported by information technology. Therefore, Sidoarjo, as
the second most densely populated city in East Java, needs to respond to this
development by providing supportive infrastructure. Currently, Sidoarjo lacks a
platform for freelancers, young entrepreneurs, and the community to work
productively and creatively.
A study was conducted to analyze how to introduce
spatial flexibility through the management of interior and exterior spatial
arrangements. The Creative Industry Center in Sidoarjo is expected to be a
solution by offering flexible spaces that can enhance productivity and
creativity. Field data and literature were utilized to identify spatial
arrangement schemes and forms that can accommodate changes and maximize space
functionality. The research results indicate that the concept of architectural
flexibility is an efficient and effective solution for a creative industry
center. Spatial arrangements adaptable to varying user needs will support
creative economic activities in Sidoarjo. Consequently, infrastructure
supporting the productivity and creativity of freelancers, young entrepreneurs,
and the community can be realized.
Keywords: Architectural
Flexibility, Space, Creative
Industry Center.
Pusat Industri Kreatif merupakan unit pelayanan penyelenggaraan industri kreatif di lingkungan kota yang mewadahi ruang bagi pelaku sektor ekonomi kreatif untuk memproduksi, memasarkan dan mengelola usahanya serta dibekali oleh fasilitas program entrepreneurship dan craftmanship dengan pakar-pakar industri kreatif sebagai pendamping dan kuratornya. Pusat industri kreatif menampung fungsi produksi, pemasaran, pameran/pertunjukkan dan edukasi.
Kota Sidoarjo merupakan kota dengan kepadatan penduduk terbesar kedua setelah Surabaya di Jawa Timur dengan laju penduduk sebesar 1,654 pada rentang tahun 2010 - 2018. Sidoarjo juga dikenal dengan kegiatan UMKM nya, hingga 2020 ada sekitar 206.745 UMKM, dengan 7ribu yang tercatat aktif di Sidoarjo. Hal ini menunjukkan besar minat penduduk Sidoarjo untuk membuka usaha/bisnis, sehingga diperlukan sarana yang dapat mewadahi proses bekerja para startup agar dapat mengembangkan kreativitasnya dan membangun koneksi dengan relasi.
Pangestu (2008) menyebutkan bahwa industri kreatif dikelompokkan kedalam 16 subsektor. Subsektor tersebut diantaranya: Arsitektur dan desain interior, desain komunikasi visual, desain produk, fashion, film, animasi video, fotografi, kriya (kerajinan tangan), kuliner, musik, penerbitan, periklanan, seni pertunjukan seni rupa, televisi dan radio. Ke- 16 sektor tersebut merupakan acuan dalam pengembangan jenis usaha kreatif yang ada di Indonesia.
Gambar 1. Subsektor Ekonomi Kreatif (Sumber: bekraf.go.id)
��������������������������������������������������������������
����������� Untuk mampu
mengakomodasi keragaman dan kompleksitas aktivitas pelakunya, strategi
yang digunakan dalam perencanaan Pusat Industri Kreatif
di Sidoarjo yaitu dengan menerapkan konsep
fleksibilitas ruang dalam arsitektur. Fleksibilitas berasal dari kata dasar fleksibel yang berarti cepat menyesuaikan diri. Sedangkan fleksibilitas ruang dalam arsitektur merupakan konsep
bangunan atau ruang yang memungkinkan ruang untuk terjadi
perubahan menyesuaikan dengan kebutuhan aktivitas penggunanya. Menurut Geoff (2007) terdapat lima prinsip dalam fleksibilitas arsitektur, diantaranya; adaptable, universal, movable, transformable, dan responsive. Adaptable merupakan
prinsip dimana komponen fix atau struktur
tetap yang dapat diadaptasi bersama
partisi yang dapat dipindah-pindahkan untuk
tiap-tiap penggunaan (komponen
non-fix). Universal yaitu kemudahan untuk disesuaikan
dengan bermacam-macam penggunaan berbeda. Seringkali ditandai dengan rancangan
open plan atau desain tipologi
bebas. Movable yaitu bangunan dapat dipindahpindah,
terdiri dari struktur-struktur yang dapat dibongkar pasang atau bangunan tersebut
dipecah dan disusun
lagi. Transformable yaitu desain yang menggunakan modular
unit (unit komponen yang ditambah atau dikurangi) sehingga perubahan
bentuk dapat terjadi secara signifikan karena terdiri dari modul-modul atau komponen non-fix.
Responsive yaitu bangunan atau ruang merespon beberapa stimulan dari
luar dan dapat menyesuaikan penggunaannya sehingga dapat menampilkan karakter
yang berbeda.
Salah satu contoh bangunan Pusat Industri Kreatif yang menerapkan konsep fleksibilitas arsitektur adalah Bandung Creative Hub. Bandung Creative Hub merupakan salah satu wujud visi misi walikota Bandung yaitu Ridwan Kamil untuk membawa kota Bandung menjadi kota kreatif dunia sehingga warga Bandung tinggal membawa gagasan saja, coretan imajinasinya dapat diwujudkan melalui prototipe/contohnya di Bandung Creative Hub. Beralamatkan di Jl. Laswi No.7, Kacapiring, Kec. Batununggal, Kota Bandung, Jawa Barat (40271), tepatnya di pertigaan Jl. Laswi � Jl Sukabumi. Bandung Creative Hub difungsikan sebagai inkubator industi kreatif dalam rupa ruang kerja bersama, wadah pengembangan karya, dan area pameran. Bangunan ini hadir sebagai fasilitas pelayanan publik. Dalam bangunan ini terdapat area pameran, galeri seni, stan, musholla, perpustakaan, kafe, co-working space, studio tari, studio musik, ruang auditorium, studio fotografi, 4 ruang kelas, ruang fesyen, aula, ruang pengelola dan ruang arsip desain.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Dengan dilakukan penelitian pada objek sejenis dan melakukan analisis yang didasarkan pada data dilapangan yang dikomparasikan dengan literatur. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana cara menghadirkan fleksibilitas ruang melalui pengolahan tata ruang dalam dan tata ruang luar. Dengan menghadirkan beberapa skema pengaturan ruang dan bentuk, sehingga dapat mengakomodir perubahan-perubahan yang terjadi dan memaksimalkan fungsi ruang.
Kota Sidoarjo merupakan kota dengan kegiatan industri ekonomi kreatif yang besar. hingga 2020 ada sekitar 206.745 UMKM, dengan 7ribu yang tercatat aktif di Sidoarjo. Beragamnya kegiatan ekonomi kreatif ini perlu diwadahi suatu infrastruktur. Pusat Industri Kreatif dihadirkan melalui ruang yang fleksibel sehingga memfasilitasi produktivitas dan kreatifitas.
Pusat industri kreatif merupakan unit pelayanan penyelenggaraan industri kreatif di lingkungan kota yang mewadahi ruang bagi pelaku sektor ekonomi kreatif. Beragamnya sektor dalam industri kreatif membuat kebutuhan untuk pemenuhan aktivitas menjadi beragam pula. Untuk mampu mengakomodasi keragaman dan kompleksitas aktivitas pelakunya, perlu dilakukan penyusunan pola kegiatan dan kebutuhan pada tiap ruang. Kompleksitas aktivitas ini dapat dibuat seefisien mungkin dengan menerapkan konsep fleksibilitas arsitektur.
Fleksibilitas arsitektur merupakan konsep bangunan atau ruang yang memungkinkan ruang untuk terjadi perubahan menyesuaikan dengan kebutuhan aktivitas penggunanya. Penerapan konsep fleksibilitas ruang merupakan salah satu cara untuk mencapai efisiensi dan efektivitas ruang sehingga diharapkan mampu mengakomodasi perbedaan kebutuhan pengguna yang kompleks dan beragam.
Studi objek yang digunakan pada penelitian ini adalah Bandung Creative Hub. Gedung Bandung Creative Center difungsikan bagi Warga Bandung, terutama kalangan muda, untuk berkarya dan juga mengekspresikan kreatifitasnya. Gedung ini menjadi pusat kreatif pertama di Indonesia, dan kedua di Asia Tenggara. Dan merupakan bangunan subpusat pelayanan kota. Beralamatkan di Jl. Laswi No.7, Kacapiring, Kec. Batununggal, Kota Bandung, Jawa Barat (40271), tepatnya di pertigaan Jl. Laswi � Jl Sukabumi. Bangunan 5 lantai dengan luas �10.000 m�.
Berdasarkan studi objek dan literatur, pada bangunan Bandung Creative Hub prinsip fleksibilitas arsitektur diterapkan dalam tiga konsep, yakni konsep fleksibilitas Layout atau tata ruang, fleksibilitas luasan atau dimensi ruang, dan fleksibilitas sifat ruang.
Menata, merancang, mendesain, mengatur, serta mengorganisasikan unsur-unsur, objek atau ruang berdasarkan pertimbangan praktis, ekonomis, estetis dan ergonomis untuk tujuan tertentu adalah salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan dalam penataan ruang pameran (Susanto, 2004: 171).
Penataan pada ruang pameran Bandung Creative Hub dibuat terbuka tanpa dinding masif, hubungan antara ruang pameran dengan ruang art work dan design store memiliki pencapaian langsung. Hal ini membuat penataan ruang dapat menyesuaikan kebutuhan. Sekat pemisah antar ruang menggunakan perabot maupun papan.
Gambar 2. Denah Bandung Creative Hub (Sumber: google)
Dengan model ruang tanpa penyekat masif membuat pola sirkulasi ruang dan pencapaian dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Pada beberapa kegiatan ruang pameran dapat diatur dengan sirkulasi linear menggunakan perabot maupun barang yang dipamerakan. Dan pada kondisi lain ruang dapat dibuat terpusat maupun cluster.
Gambar 3. Area pameran (Sumber: google)
Selain pada ruang pameran, fleksibilitas layout atau tata ruang juga diterapkan pada ruang auditorium. Penataan ruang panggung dan ruang penonton menjadi hal penting dalam sebuah ruang pertunjukan. Menurut Doelle (1993), bentuk ruang pertunjukan dapat dibagi menjadi empat macam tipe, antara lain: tipe area penuh, tipe proscenium, tipe trust stage, dan tipe transverse stage. Tipe area penuh memiliki bentuk segi empat dimana panggung berada di salah satu sisi dan ruang penonton berada di sisi lainnya, atau panggung berada di tengah ruang penonton. Tipe proscenium berbentuk kipas/melingkar dimana penonton berada pada satu sisi dengan bentuk melingkar sehingga kemampuan visual penonton terfokus pada satu pusat (panggung pertunjukan) dan tidak terganggu dengan posisi. Tipe trust stage memiliki bentuk seperti tapal kuda dimana penonton berada pada tiga sisi sedangkan panggung berada pada sisi lainnya. Tipe Transverse Stage yaitu panggung berada di tengah dan penonton di kedua sisi panggung sehingga saling berhadapan.
Gambar 4. Tipe ruang pertunjukan (Sumber: google)
Pada ruang auditorium Bandung Creative Hub sirkulasi utama berada pada bagian tengah, dengan layar dan panggung berada pada bagian depan. Area penonton dengan model tribun, namun kursi dapat dilipat dan diatur ketinggiannya. Sehingga penyesuaian tata atur ruangan akan lebih mudah dengan penyesuaian kebutuhan. Pada area paling belakang tetap dapat menikmati pertunjukan karena memiliki level ketinggina yang lebih. Namun apabila area pertunjukkan berubah posisi, hal ini tetap dimungkinkan dan nyaman dengan pengaturan kursi yang dapat dilipat, dan ketinggian bangku pada tiap barisan.
Gambar 5. Denah Bandung Creative
Hub (Sumber: google)
Gambar 6. Ruang Auditorium (Sumber: google)
Fleksibilitas luasan atau dimensi ruang diterapkan pada area co-working, ruang kelas dan ruang pameran. Untuk mencapai perubahan luasan pada ruang, prinsip fleksibilitas yang diterapkan yaitu prinsip movable. Movable yaitu bangunan dapat dipindah-pindah, terdiri dari struktur-struktur yang dapat dibongkar pasang atau bangunan tersebut dipecah dan disusun lagi (Geoff, 2007).
Penerapan prinsip movable ini terdapat pada penggunaan partisi untuk pembentukan dimensi ruang, sehingga ruang mampu mengakomodasi perbedaan kebutuhan kapasitas pengguna. Fleksibilitas luasan atau dimensi ruang pada ruang kelas Bandung Creative Hub yakni terdapat empat tipe ruang dengan perbedaan dimensi. Pertama yaitu tipe A yang memiliki dimensi ruang 64m�, tipe ini mampu mewadahi jumlah user terbanyak yaitu dengan membuka (melipat) seluruh partisi sehingga terbentuk satu ruangan besar. Kedua, tipe B yaitu memiliki dimensi ruang 32m�, dengan membuka sebagian partisi sehingga terbentuk dua ruang terpisah yang dapat digunakan berbeda dalam waktu bersamaan. Ketiga, tipe C yaitu memiliki dimensi ruang 32m�, dengan membuka sebagian partisi sehingga terbentuk dua ruang terpisah yang dapat digunakan berbeda dalam waktu bersamaan. Dan keempat, tipe D yaitu memiliki dimensi ruang 16m�, dengan cara memasang seluruh partisi sehingga terbentuk empat ruang terpisah yang dapat digunakan berbeda dalam waktu bersamaan.
Gambar 7. Denah Bandung Creative Hub
(Sumber: google)
Gambar 8. Ilustrasi dimensi ruang (Sumber: google)
Pada area co-working, prinsip movable diterapkan pada penggunaan partisi perabot. Dimensi ruang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengguna dan aktivitas didalamnya. Penerapan fleksibilitas digunakan dengan tujuan mendapatkan ruang yang mampu menyesuaikan perubahan kapasitas pengguna yang membutuhkan ruang kerja secara individu maupun dalam tim. Perubahan dimensi ini diwujudkan dengan pengaturan perabot sebagai partisi, dan juga penataan meja.
Gambar 9. Denah Bandung Creative
Hub (Sumber: google)
Gambar 10. Area co-working (Sumber: google)
Pada aula Bandung Creative Hub ruangan dengan bentuk persegi
dirancang untuk memenuhi berbagai
kegiatan, umumnya untuk memenuhi kebutuhan komoditas. Ruangan ini terletak pada lantai paling atas dan
memiliki selasar yang langsung mengakses keluar, namun tetap terdapat partisi diantaranya. Hal ini lah yang
membuat ruangan ini dapat digunakan dengan sifat tertutup dan juga terbuka.
Gambar 11. Denah Bandung Creative Hub
(Sumber: google)
Gambar 12. Ruang Aula Bandung Creative
Hub (Sumber: google)
Pada perpustakaan Bandung Creative Hub fleksibilitas sifat ruang dicapai dengan penggunaan perabot. Terdapat area yang dapat digunakan secara privat, dan terdapat pula area yang bersifat semi publik. Penyediaan bilik yang digunakan secara privat mampu memenuhi kebutuhan pengguna perpustakaan secara pribadi. Namun fungsi ruang semi publik dapat dipenuhi pula dengan tersedianya area diskusi.
Gambar 13. Perpustakaan Bandung Creative Hub (Sumber: google)
Fleksibilitas arsitektur merupakan konsep bangunan atau ruang yang memungkinkan ruang untuk terjadi perubahan menyesuaikan dengan kebutuhan aktivitas penggunanya. Prinsip ini diterapkan digunakan untuk menciptakan efisiensi ruang pada bangunan, sehingga ruang-ruang dalam bangunan mampu beradaptasi menyesuaikan ragam kebutuhan penggunanya.
Pada bangunan Bandung Creative Hub penerapan konsep fleksibilitas arsitektur di terapkan pada tiga konsep, yakni konsep fleksibilitas Layout atau tata ruang, fleksibilitas luasan atau dimensi ruang, dan fleksibilitas sifat ruang.
Fleksibilitas Layout atau tata ruang terdapat pada penataan ruang pameran dan ruang auditorium. Ruang pameran dibuat dengan penataan yang transformable sehingga dapat menyesuaikan denga kebutuhan. Ruang auditorium dibuat dengan model tribun, namun kursi dapat menyesuaikan dengan ketinggian yang dibutuhkan, dan dapat diatur dengan melipatnya, sehingga pengelolaan ruang dapat disesuaikan.
Fleksibilitas Luasan atau dimensi ruang terdapat pada ruang kelas, area co-working, dan ruang pameran. Untuk mencapai perubahan luasan pada ruang, prinsip fleksibilitas yang diterapkan yaitu prinsip movable. Pada ruang kelas terdapat empat pola pembentukan dimensi ruang, dengan merubah partisi antar ruang. Sehingga akan terbentuk dimensi ruang yang berbeda. Pada area co-working berubahan dimensi diwujudkan melalui perubahan tatanan perabot yang menjadi partisi antar area. Dan pada area pameran perubahan dimensi menyesuaikan dengan kebutuhan melalui sekat perabot, papan, maupun bahan pamer. Hal ini menyesuaikan dengan Layout atau tata ruang.
Fleksibilitas sifat ruang terdapat pada aula dan perpustakaan. Pada aula ruangan yang terhubung dengan selasar yang langsung berorientasi keluar dapat memiliki sifat tertutup atau privat dan juga dapat bersifat terbuka atau semi publik. Dan pada perpustakaan tersedia area yang dapat digunakan secara pribadi atau privat dan area diskusi yang bersifat semi publik.
Berdasar studi objek dan literatur yang ada, Konsep fleksibilitas arsitektur merupakan solusi yang tepat guna mencapai efisiensi dan efektivitas ruang, sehingga penerapannya cocok bila digunakan pada bangunan pusat industri kreatif karena mampu mengakomodasi perbedaan kebutuhan pengguna yang kompleks dan beragam. Hal inipun sejalan dengan kebutuhan kota Sidoarjo akan pengadaan infrastruktur yang dapat mewadahi kegiatan industri ekonomi kreatif yang besar. sehingga dapat memfasilitasi produktivitas dan kreatifitas para freelancer, pengusaha muda, maupun masyarakat.
Abidin, Ahmad, 2017, Bandung Creative Center, Tempat Berkarya Anak Muda Bandung, Infobdg, Bandung. Diakses melalui https://www.infobdg.com/
Badan Ekonomi Kreatif. 2017. Kementerian Pariwasata dan Ekonomi Kreatif. UU No 7 Tahun 2016 tentang Perdagangan Produk berbasis ekonomi kreatif. Jakarta
Direktoral Jendral Cipta Karya. Profil Kota Sidoarjo. Jawa Timur : Direktoral Jendral Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Diakses melalui https://ciptakarya.pu.go.id/
Doelle, Leslie L., Lea Prasetyo. 1993. Environmental Acoustics (terjemahan: Akustik Lingkungan). Jakarta: Erlangga
Geoff. (2007, November 15th). Flexibility in Architecture, The way We Live. Diakses melalui https://thewaywelive.wordpress.com/2007/11/15/flexibility-in-architecture/
Jamil, Eneng, 2017, Menyusuri bandung creative hub, ayobandung.com, Bandung. Diakses melalui https://www.ayobandung.com/
Jessica, 2018, Pusat Industri Kreatif Kota Pontianak (Pontianak
Creative Hub), Jurnal online mahasiswa Arsitektur Universitas Tanjungpura Vol.6, Universitas tanjungpura, Kalimantan Barat
Kronenburg, Robert. 2007. Flexible: Architecture that Responds to Change. Lauren King Publisher. London
No name, 2018, BCH pusat kegiatan komunitas dan pegiat kreatif, wisatabdg.com, Bandung. Diakses melalui https://www.wisatabdg.com/
No���� name,����������� 2019,���� facebook��� page���� UPTBCH,��� facebook.���� Diakses���� melalui https://www.facebook.com/pg/UPTBCH
Pangestu, Mari. 2008. Pengembangan Industri Kreatif Menuju Visi Ekonomi Kreatif 2025. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Jakarta
Putra, Dzikri P., etall. 2013. Pusat Industri Kreatif di Pontianak, Jurnal Online Mahasiswa Arsitektur Langkau Betang Vol.1/ Nomor 1/ Maret 2013, Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura, Kalimantan Barat.
Susanto, Mikke. 2004. Meninmbang Ruang Menata Rupa. Galang Press: Yogyakarta.
Copyright holder: Jelita
Arrum Marnisari, Sri Suryani Yuprapti Winasih (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |