Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 2, Februari 2024

 

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DATA PRIBADI NASABAH PINJAMAN ONLINE (STUDI DI OVO)

 

Farel Luis Fernando, Andria Luhur

Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Dalam layanan pinjaman online,banyak masalah mengenai menyebarluaskan data pribadi yang dilakukan pihak penyelenggara pinjaman online tanpa memberitahu atau meminta izin dari nasabahnya.terkait hal itu perlindungan hukum terhadap data pribadi dalam layanan pinjaman online dan sanksi terhadap pelanggaran tersebut. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui perlindungan hukum data pribadi nasabah pinjaman online. Metode yang digunakan adalah metode hukum normatif dengan pendekatan fakta dan perundang-undangan. Hasil studi menunjukan perlindungan hukum dan sanksi bagi pelanggar data pribadi dalam pinjaman online telah tercantum dalam peraturan otoritas jasa keuangan No.77/POJK.01/2016 tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi, yang ditegaskan pada pasal 26 bahwa pihak penyelenggara wajib bertanggungjawab menjaga rahasia,keutuhan Dan ketersediaan data pribadi nasabah serta pemanfaatannya harus memperoleh persetujuan dari nasabah kecuali ditentukan lain oleh ketentuan perundang-undangan.Sanksi terhadap pelanggaran data pribadi nasabah di atur dalam pasal 47 ayat(1), yaitu sanksi administratif berupa peringatan tertulis,denda,kewajiban membayar uang tertentu, pembatasan kegiatan usaha dan pencabutan izin.

Kata Kunci: Perlindungan hukum,Data pribadi,Nasabah,pinjaman online

 

Abstract

In online loan services, there are many problems regarding disseminating personal data by online loan providers without notifying or asking permission from their customers. Related to this, legal protection for personal data in online loan services and sanctions for violations. The purpose of this paper is to find out legal protection. personal data of online loan customers. The method used is a normative legal method with an approach to facts and legislation. The results of the study show that legal protection and sanctions for violators of personal data in online loans have been stated in the regulation of the financial services authority No. 77/POJK.01/ 2016 concerning information technology-based lending and borrowing services, which is emphasized in article 26 that the organizer is obliged to be responsible for maintaining the confidentiality, integrity and availability of customer personal data and its use must obtain approval from the customer unless otherwise stipulated by the provisions of the law. Sanctions for violations of customer personal data are regulated in Article 47 paragraph (1), namely administrative sanctions in the form of written warnings, fines, obligation to pay certain money, restrictions on business activities and revocation of licenses. 

Keywords: Legal protection, Personal data, Customers, online loans

 

 

Pendahuluan

Di era sekarang ini perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang mempunyai pengaruh signifikan dalam perubahan ini yang dimana kebutuhan masyarakat yang  sebelumnya bersifat tradisional  berubah menjadi serba digital sehingga jarak ruang dan waktu menjadi tidak terbatas.

Salah satu teknologi yang sangat signifikan adalah transaksi pinjaman online . Transaksi pinjaman online merupakan kemudahan bertransaksi dimana dapat melalui media online tanpa harus susah payah bertemu dengan si peminjam atau yang memberi pinjaman.adanya sistem pinjaman online ini memberikan dampak yang baik karena penduduk yang tinggal di desa atau pelosok dapat melakukan proses pinjam meminjam ini (Sari, 2018).

Dalam proses pinjam meminjam ini pelaksanaan pemberian kredit dilakukan secara cepat dan efektif. Dengan metode melalui media sosial ini.Media sosial merupakan media online sebagai sarana interaksi sosial antar sesama manusia . media sosial juga memberikan keuntungan bagi Pemberi pinjaaman karena mendapatkan konsumen tanpa ada batas ruang dan waktu.Hal ini merupakan keunggulan dalam melakukan pinjaman online melalui media online.

Menurut peraturan otoritas jasa keuangan no 77/POJK.01.2016 pasal 1 bab 1 yang berisi ketentuan umum (Supangkat, 2020),ada beberapa pihak dalam pelaksanaan layanan pinjaman online berbasis online ini antara lain:

1)  Penyelenggara layanan pinjaman online yang merupakan badan hukum yang menyediakan,mengelola,mengoperasikan pinjaman online ini

2)  Penerima pinjaman online ialah orang atau badan hukum yang punya hutang karena meminjam uang 

3)  Pemberi pinjaman merupakan orang atau badan hukum yang memberi hutang kepada penerima pinjaman online

Penyalahgunaan data pribadi pernah terjadi dalam Rupiah plus.Rupiah plus ialah suatu aplikasi yang menyelenggarakan pinjaman online ini.kasusnya ialah bahwa Rupiah plus menyebar luaskan data pribadi nasabah tanpa memberi tahu atau tanpa izin dari si nasabah tersebut.penyebarannya dilakukan dengan cara memberikan pesan ke semua kontak telepon peminjam,yang mana isi pesan tersebut ialah data pribadi peminjam (Putera, 2018).

Masalah yang sering terjadi dalam pinjaman online sebagai berikut:

1)  penagihan dengan cara tidak baik

2)  bunga pinjaman yang besar 

3)  pengambilan data pribadi

4)  penagihan sebelum jatuh tempo tanpa kenal waktu

5)  alamat penyelenggara pinjaman online tidak jelas

6)  penggantian nama aplikasi pinjaman online tanpa memberitahu peminjam namun bunga pinjaman terus berjalan.

Dan masalah yang sedang marak baru-baru ini adalah tentang pinjaman online ilegal yang banyak orang tertipu dan terjerat bunga yang besar dan cara pengambilan dilakukan dengan berbagai tekanan dan ancaman (Prasetya, 2023). Masalah ini sangat sulit diberantas karena pemerintah belum maksimal dalam menyampaikan sosialisasi terhadap masyarakat dalam pinjaman ilegal, literasi keuangan di indonesia masih sangat rendah dan tidak di barengi dengan inklusinya, yang terakhir pemerintah hanya mengurus program pinjaman pada masyarakat.masalah yang ditimbulkan oleh pinjaman online ilegal ini yang pertama pencairan dana tanpa persetujuan peminjam,kedua adalah penagihan dengan cara memaksa dan ancaman, dan yang terakhir adalah penyebaran data pribadi dan penagihan dengan mengolok peminjam pinjaman.

Dan masih banyak lagi,akibatnya peminjam yang tidak bisa membayar paling buruknya melakukan pencurian atau bisa sampai bunuh diri kerugian-kerugian  yang sering dialami peminjam pinjaman online ini ada seperti:

1)  bunga harian

Karena didalam pinjaman online tidak sama seperti yang diberikan di bank yang menetapkan bunga bulanan didalam pinjaman online menetapkan bunga harian oleh sebab itu jika ingin melakukan pinjaman online dipikir-pikir dahulu karena sistem bunga harian

2)  tidak semua pinjaman online langsung cair dan terpercaya 

Karena tidak asing kasus penipuan berkedok langsung cair oleh karena itu sebaiknya jika ingin melakukan pinjaman online periksa dahulu penyedia layanan pinjaman online itu sudah terdaftar dalam OJK(otoritas jasa keuangan)atau belum 

Dalam pelaksanaan pinjaman online perlu adanya regulasi sebagai bentuk pengawasan oleh lembaga yang berwenang, karena ada peraturan memberikan keamanan hukum bagi individu atau badan hukum dan memberikan perlindungan terhadap pelanggaran hak dan pihak yang beritikad buruk (Disemadi & Regent, 2021).

Maka dari itu lembaga otoritas keuangan mengeluarkan peraturan no.77/POJK.01/2016 yang salah satunya berisi mengatur tentang regulasi mendirikan layanan fintech dan peraturan no.77/POJK.01/2016 pasal 26 tentang kerahasiaan data.penyelenggara memiliki tanggung jawab ganti rugi jika melanggar aturan tersebut.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perlindungan terhadap penyalahgunaan pribadi dalam perspektif HAM.hasil yang di harapkan dari penelitian ini agar hukum yang mengatur tentang pinjaman online dapat melindungi pengguna pinjaman online. 

 

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini yaitu metode penelitian hukum normatif dengan melakukan pendekatan peraturan perundangundangan (The statute Approach) dan pendekatan fakta (The Fact Approach). Pendekatan perundang-undangan dengan cara menelaah semua peraturan perundang-undangan yang ada yang berhubungan dengan permasalahan di dalam penulisan ini. Dan pendekatan fakta dengan mencari kenyataan-kenyataan atau fakta yang berkaitan dengan permasalahan dalam penulisan ini (Marzuki, 2016).

 

Hasil dan Pembahasan

Pertama Perlindungan hukum bagi pengguna layanan produk pembiayaan Fintech Peer to Peer Lending khususnya bagi pemberi pinjaman untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat modern guna memperbaiki kebutuhan permodalan yang sulit untuk memasuki pasar dalam Lembaga Keuangan Perbankan (Fais, 2021). Peraturan yang telah dikeluarkan tentang Peer to Peer Lending sampai sekarang yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan SEOJK

Nomor 18/SEJOK.01/2017 tentang Tata Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi pada Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi belum dapat menjangkau kepentingan perlindungan hukum terhadap pengguna layanan ini. Selain itu dalam peraturan Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan yang diatur dalam POJK Nomor 1/POJK.07/2013 belum dapat menjangkau pasar peer to peer lending karena belum ada aturan yang menyatakan bahwa peer to peer lending masuk dalam peraturan perlindungan konsumen sektor jasa keuangan. Kedua,Perlindungan hukum data pribadi telah diatur dalam Pasal 26 UU ITE.

Secara khusus perlindungan data pribadi peminjam dalam layanan pinjaman online diatur dalam POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, yang ditegaskan pada Pasal 26 bahwa pihak penyelenggara wajib dan bertanggung jawab menjaga kerahasiaan, keutuhan dan ketersediaan data pribadi pengguna serta dalam pemanfaatannya harus memperoleh persetujuan dari pemilik data pribadi kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundangundangan. Sanksi terhadap pelanggaran data pribadi yang mencakup pencemaran nama baik, diatur dalam Pasal 45 UU ITE berupa sanksi pidana. Selain sanksi pidana, secara khusus juga diatur dalam Pasal 47 ayat (1) POJK No. 77/POJK.01/2016 yaitu sanksi administratif, berupa peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, dan pencabutan izin Berdasarkan Hal tersebut ditemukan saran Pertama, Pengaturan mengenai praktek peer to peer lending di Indonesia harusnya lebih diperbanyak dalam melindungi pengguna baik investor maupun peminjam.

Perlu adanya penyesuain regulasi dan aturan terkait perlindungan konsumen diantaranya yaitu menambahkan Fintech ke dalam kerangka kerja perlindungan konsumen Indonesia serta juga memberikan penegasan terhadap regulasi atas hak konsumen dalam hubungan usaha dengan perusahaan Fintech. Regulasi diharapkan dapat menangani permasalahan-permasalahan utama seperti kerahasian, keamanan, integritas dan2 reliabilitas data yang disajikan perusahaan Fintech kepada masyarakat serta perlindungan hukum terhadap penggunapengguna layanan Fintech khususnya peer to peer lending. Kedua, untuk mencegah terjadinya pelanggaran data pribadi, disarankan untuk menghindari penggunaan layanan pinjaman berbasis online apabila tidak dalam keadaan yang sangat membutuhkan. Bagi penyelenggara pinjaman online, disarankan agar melaksanakan kegiatan usaha dengan jujur, beritikad baik serta sesuai dengan peraturan perundangundangan dalam menggunakan data pribadi nasabah dengan sebaik-baiknya dan tetap menjaga kerahasiaannyaSaat ini telah muncul pinjaman online yang memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan akses kredit. Pinjaman online Di satu sisi memberikan kemudahan bagi masyarakat namun disisi lain dapat merugikan masyarakat dengan tersebarnya data pribadi. Oleh karenanya perlindungan konsumen dan perlindungan data pribadi konsumen sangat diperlukan. Terkait dengan hal itu, maka penting untuk dikaji mengenai perlindungan hukum terhadap data pribadi peminjam dalam layanan aplikasi pinjaman online, dan sanksi terhadap pelanggaran data pribadi. 

Data pribadi menurut peraturan PMK dan informatika Republik Indonesia ketentuan umum pasal 1 data pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya Pinjaman online di atur dalam peraturan otoritas jasa keuangan nomor 77/POJK.01/2016 tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi

Data apa saja yang harus dilindungi sebagai berikut:

1)  nomer KK

2)  NIK 

3)  keterangan fisik dan mental

4)  NIK ayah kandung dan NIK ibu kandung

5)  catatan peristiwa penting

Hampir semua terutama NIK sebagai sumber utama data pribadi oleh karena itu harus dijaga dan dilindungi.data pribadi sangat dibutuhkan karena untuk menghindari kasus pelecehan atau bullying secara online maka dari itu perlindungan terhadap data perlu dilakukan agar terhindar dari kejahatan dunia maya.

 

Perlindungan Hukum Terhadap Data Pribadi Peminjam Dalam Layanan Aplikasi Pinjaman Online                                                                                                                     

Perkembangan teknologi informasi pada masa ini telah mampu melaksanakan pengumpulan, penyimpanan, pembagian serta penganalisisan data. Konsep dari perlindungan data pribadi menjelaskan bahwa setiap individu memiliki hak untuk menentukan mengenai apakah dirinya akan bergabung dengan masyarakat dan membagikan/bertukar data pribadi atau tidak. Hukum perlindungan data mencakup langkah-langkah perlindungan terhadap keamanan data pribadi, serta syarat-syarat mengenai penggunaan data pribadi seseorang (Rosadi, 2016).

UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dalam Pasal 29 ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi….” Maka dalam pernyataan tersebut, dapat ditarik kesimpulan mengenai perlindungan data pribadi merupakan hak (privacy rights) yang dimiliki setiap orang yang harus dilindung oleh negara, dimana dalam privacy rights setiap orang memilki hak untuk menutup atau merahasiakan hal-hal yang sifatnya pribadi (Wiranjaya & Ariana, 2016).

Perlindungan data pribadi telah diatur dalam UU No. 19Tahun 2016

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, yang tercantum dalam Pasal 26 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa: 

(1) Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundangundangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.  

(2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini. 

Ketentuan yang diatur tersebut, telah memberikan hak kepada pemilik data pribadi untuk tetap menjaga kerahasiaan data pribadinya, apabila data pribadinya telah tersebar dan disalahgunakan oleh pihak lain, maka pemilik data pribadi dapat mengajukan gugatan ke pengadilan. Gugatan yang dimaksud berupa gugatan perdata yang diajukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Ketentuan pasal tersebut merupakan perlindungan yang diberikan terhadap data pribadi seseorang secara umum, artinya dalam setiap kegiatan yang menyangkut transaksi elektronik yang menggunakan data pribadi seseorang maka wajib untuk menjaga dan melindu ngi data pribadi tersebut, dengan pengaturan tersebut, maka setiap orang memiliki hak untuk menyimpan, merawat dan menjaga kerahasiaan datanya agar data yang dimiliki tetap bersifat pribadi. Setiap data pribadi yang telah diberikan tersebut harus digunakan sesuai dengan persetujuan dari orang yang memiliki dan harus dijaga kerahasiannya.  

Mengenai perlindungan data pribadi dalam layanan pinjaman online, Otoritas Jasa Keuangan telah mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Dalam peraturan tersebut telah mengatur mengenai perlindungan data pribadi peminjam dalam rangka menggunakan layanan pinjam-meminjam berbasis teknologi. Pasal 26 huruf a POJK ini menyatakan bahwa penyelenggara wajib “menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya sejak data diperoleh hingga data tersebut dimusnahkan.” Hal ini berarti pihak pemberi pinjaman memiliki kewajiban untuk merahasiakan data pribadi peminjam dimulai dari proses perjanjian pinjam-meminjam dibuat hingga selesainya perjanjian tersebut. Kewajiban tersebut harus dilaksakan guna tercapainya perlindungan terhadap data pribadi peminjam.  

Selanjutnya, Pasal 26 huruf c POJK ini menyatakan bahwa penyelenggara wajib “menjamin bahwa perolehan, penggunaan, pemanfaatan, dan pengungkapan data pribadi... yang diperoleh oleh Penyelenggara berdasarkan persetujuan pemilik data pribadi, data transaksi, dan data keuangan, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.” Berdasarkan pasal tersebut jelas bahwa, tanpa persetujuan dari pemilik data pribadi (peminjam), maka pihak pemberi pinjaman tidak dapat menggunakan data pribadi tersebut untuk kegiatan apapun, kecuali dengan persetujuan pemilik atau ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyelenggara pinjaman online juga dilarang untuk memberikan atau menyebarluaskan data atau informasi mengenai pengguna kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari pengguna atau diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.  

Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tersebut, telah menjamin adanya kepastian hukum mengenai perlindungan terhadap data pribadi. Perlindungan tersebut berupa pemberian hak kepada peminjam untuk dilindungi data pribadinya dalam penyelenggaraan pinjaman online. Apabila hak yang dimiliki tersebut dilanggar, maka peminjam dapat menyelesaikan masalah tersebut melalui upaya hukum, yaitu upaya hukum nonyudisial (di luar peradilan) dan upaya hukum yudisial (peradilan). Upaya hukum non-yudisial dapat dilakukan dengan cara pengaduan kepada pengawas di bidang jasa keuangan yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kemudian OJK akan memberikan peringatan atau teguran kepada penyelenggara. Sedangkan, upaya hukum yudisial bersifat represif artinya telah memasuki proses penegakan hukum. Upaya hukum ini diajukan setelah pelanggaran terjadi dengan maksud untuk mengembalikan atau memulihkan keadaan. Upaya hukum ini dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan ke pengadilan. Pengajuan gugatan ke pengadilan tidak hanya untuk menggugat penyelenggara pinjaman online yang telah menyebarluaskan data pribadi peminjam, tetapi juga kepada pihak ketiga dan pihak yang tidak memiliki hubungan hukum dengan pemilik data pribadi yang telah menyalahgunakan data pribadi tersebut. Dengan diberikannya hak tersebut, maka telah adanya kepastian hukum berupa perlindungan hukum terhadap data pribadi peminjam dalam penggunaan layanan aplikasi pinjaman online. Perlindungan hukum yang dimaksud yaitu perlindungan terhadap kerahasiaan data pribadi peminjam agar data pribadinya tidak disebarluaskan atau agar tetap dijaga kerahasiannya oleh pihak penyelenggara pinjaman online, serta berhak untuk mengajukan upaya hukum apabila data pribadinya disebarluaskan tanpa persetujuan.  

Dalam mengajukan pinjaman online terdapat syarat yang harus dipenuhi sebelum pinjam meminjam uang.

1)    syarat umumnya adaalah berusia minimal 21 tahun dan maksimal 55 sampai 60 tahun punya pekerjaaan dengan adanya slip gaji serta punya rekening

2)    harus melampirkan data diri yakni KTP dan foto selfie bersama KTP

3)    melampirkan slip gaji untuk penanda bahwa punya pekerjaan dan mampu membayar cicilan pinjaman online atau dapat melampirkan bukti rekening tabungan

4)    agar terhindar dari penipuan pastikan perusahaan pinjaman online tersebut sudah terdaftar dalam OJK

 

 

Sanksi Terhadap Pelanggaran Data Pribadi 

Pelanggaran terhadap data pribadi menyebabkan adanya akibat hukum bagi pelanggar. Akibat hukum adalah akibat yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum. Dengan demikian, akibat hukum dari adanya pelanggaran data pribadi oleh pihak penyelenggara pinjaman online yaitu berupa penjatuhan sanksi.  

Dalam ketentuan hukum perdata, jenis perikatan yang paling penting adalah perikatan yang lahir dari perjanjian (Asyhadie, 2006). Kegiatan pinjam-meminjam uang merupakan salah satu perikatan yang lahir dari perjanjian. Menurut pendapat Ch. Gatot Wardoyo perjanjian kredit/perjanjian pinjam-meminjam uang mempunyai fungsi sebagai; perjanjian pokok, alat bukti mengenai batas-batas hak dan kewajiban para pihak dan sebagai alat untuk melakukan monitoring (Hermansyah, 2020).

Dalam pembuatan perjanjian, harus memenuhi syaratsyarat sahnya suatu perjanjian, sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dalam klausula perjanjian tersebut, diatur mengenai hak dan kewajiban para pihak. Dengan adanya hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, maka dalam hal ini, pihak pemberi pinjaman harus melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan guna tercapainya perlindungan hukum bagi peminjam, namun prakteknya dalam keadaan tertentu, pihak pemberi pinjaman tidak melaksanakan kewajibannya (Setiawan, 2021).

Hal tersebut tentu dapat merugikan pmmmmmmeminjam. Secara yuridis formal setiap orang yang merasa dirugikan dapat melakukan tuntutan ganti rugi dan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu wajib mengganti kerugian tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata.  

Perlindungan hukum perlu diberikan kepada peminjam dari tindakan sepihak yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam hal ini yaitu pemberi pinjaman (Suharnoko, 2015). Serta peminjam memiliki hak untuk mendapatkan penyelesaian hokum (Kristiyanti, 2011).

Agar tercapainya perlindungan hukum, maka dibutuhkan sanksi dalam pelaksanaannya. Pemberian sanksi dilatarbelakangi atas adanya kebutuhan dari masyarakat terhadap kejahatan atau pelanggaran yang terjadi di lingkungannya. Sanksi akan menciptakan ketertiban dan keamanan dalam masyarakat. 

Jika dikaitkan dengan penyebarluasan data pribadi yang dilakukan oleh pihak penyelenggara pinjaman online, dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyatakan bahwa, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”, maka sanksi yang dijatuhkan diatur dalam ketentuan pidana UU ITE yaitu pada Pasal 45 yang menyatakan bahwa, “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama  6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”. Selain sanksi pidana, secara khusus pelanggaran data pribadi di bidang pinjaman online juga dapat dikenakan sanksi administratif, sebagaimana diatur dalam Pasal 47 POJK No. 77/POJK.01/2016, yang menyatakan bahwa: 

Atas pelanggaran kewajiban dan larangan dalam peraturan OJK ini, OJK berwenang mengenakan sanksi administratif terhadap Penyelenggara berupa:

1)    peringatan tertulis; 

2)    denda, yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu; 

3)    pembatasan kegiatan usaha; dan 

4)    pencabutan izin. 

Selanjutnya, Pasal 47 ayat (2) dan (3) POJK tersebut menyatakan bahwa, sanksi administratif berupa denda, pembatasan kegiatan usaha dan pencabutan izin, dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, kemudian sanksi administratif berupa denda dapat dikenakan secara tersendiri atau secara bersama-sama dengan pengenaan sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha dan pencabutan izin. 

Peringatan tertulis merupakan teguran tertulis yang diberikan oleh OJK kepada penyelenggara pinjaman online agar pihak penyelenggara tidak mengulangi tindakan pelanggaran yang dilakukan dan merugikan pihak lain. Sanksi denda, merupakan kewajiban yang diberikan oleh OJK kepada penyelenggara pinjaman online untuk membayar sejumlah uang, sehingga memberikan efek jera kepada penyelenggara karena telah melanggar dan merugikan pihak lain. Pembatasan kegiatan usaha merupakan pembatasan kapasitas penerimaan nasabah peminjam uang yang dilakukan penyelenggara pinjaman online dalam waktu tertentu. Hal ini dilakukan agar calon nasabah tidak dirugikan akibat pelanggaran data pribadi yang dilakukan oleh penyelenggara. Pencabutan izin usaha merupakan sanksi terberat yang dijatuhkan kepada penyelenggara pinjaman online. Sanksi ini menyebabkan penyelenggara tidak dapat lagi melaksanakan kegiatan usahanya secara legal. Sanksi administratif tersebut diberikan oleh OJK selaku pengawas kegiatan di bidang jasa keuangan, termasuk juga pada pinjaman online. Sanksi diberikan kepada penyelenggara pinjaman online setelah OJK menerima laporan dari beberapa pihak yang telah

dirugikan, kemudian selanjutnya dilakukan pemeriksaan, apabila penyelenggara terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan merugikan beberapa pihak, maka sanksi akan dijatuhkan.

 

Bentuk Pertanggung Jawaban Pinjaman Online

Menurut data yang dicatat oleh asosiasi fintech pendanaan bersama indonesia (AFPI) bahwa jumlah penyaluran pinjaman sudah mencapai 249 triliun rupiah per agustus 2021.sementara jumlah peminjam mencapai 479juta, baik individu maupun entitas.pinjaman online banyak menawarkan keuntungan dan kemudahan akan tetapi juga terdapat bentuk dan potensi kerugian yang dialami oleh pengguna baik pemberi dan penerima di antaranya:

 

Resiko gagal bayar

Dalam layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi yang diatur dalam peraturan otoritas jasa keuangan nomer 77 tahun 2016 belum memberikan bagaimana tanggung jawab ketika gagal bayar (Pasal 21 POJK77/POJK.01/2016”Tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi”), dalam layanan pinjaman kita menemukan bahwa penyelenggara memberikan ketentuan terhadap pengguna yang menyatakan bahwa: (1) pinjaman antara pihak pemberi dan penerima merupakan kesepakatan perdata antara keduanya jadi segala resiko yang ada di tanggung sepenuhnya oleh kedua pihak, (2) terhadap resiko gagal bayar ditanggung sepenuhnya oleh pemberi pinjaman dan penyelenggara tidak bertanggung jawab atas resiko tersebut karena peminjaman didasarkan pada kesepakatan pemberi dan penerima pinjaman (Syaifudin, 2020).

Apabila dihubungkan dengan konsep pertanggung jawaban hukum dalam kaitannya terhadap perlindungan konsumen,maka ketentuan itu tidak dapat di benarkan karena penyelenggara layanan turut bertanggung jawab terhadap segala kerugian dan kelalaian yang timbul olehnya.maka,penyelenggara berkewajiban dalam menganalisa kredit penerima pinjaman.penyelenggara harus menjalankan prinsip kehati-hatian dengan menerapkan prinsip mengenal penerima pinjaman .Hal ini di lakukan untuk mengidentifikasi dan menentukan seseorang yang berhak menerima pinjaman berdasarkan pertimbangan terhadap hasil analisis kredit yang meliputi nilai kredit,pendapatan peminjam,bunga,dan sejarah peminjaman.Ini dilakukan agar meminimalisir resiko gagal bayar.

Dalam kaitannya terhadap resiko gagal bayar,upaya yang dilakukan agar memberi rasa aman terhadap peminjam adalah dengan inisiatif memberi perlindungan berupa dana proteksi yang bertujuan agar meminimalisir kerugian pemberi pinjaman.ini merupakan salah satu upaya bentuk tanggung jawab terhadap kualitas pelayanan dan jaminan perlindungan yang di terapkan (Hariyana, 2019).

Cyber security dan kebocoran data pengguna

Salah satu penyebab terkait dengan kemudahan dalam mengakses pinjaman yang menimbulkan banyak terjadinya cyber crime,karena layanan tersebut dapat di akses dari waktu dan tempat mana saja sehingga rentan kejahatan.kerugian yang dialami adalah bocornya data pengguna baik pemberi dan penerima pinjaman serta melacak transaksi keuangan yang dilakukan, resiko ini dapat mengurangi minat masyarakat untuk melakukan pinjaman online kedepannya.

Penyelenggara harus menyediakan jaminan keamanan dan melindungi data pribadi pengguna jasa layanan, sehingga penyelenggara layanan wajib melakukan perlindungan data pribadi berdasarkan asas perlindungan data pribadi yang baik,diantaranya: (1) asas penghormatan terhadap data peibadi sebagai bagian dari privasi, (2) asas kelayakan sistem elektronik yang digunakan dalam melindungi data pribadi, (3) asas tanggung jawab atas penguasaan data pengguna, (4) asas persetujuan, (5) asas ketersediaan aturan dalam mengelola data pribadi, dan (6) asas keutuhan,keabsahan,dan kemutakhiran data pribadi. Dalam aturan yang di keluarkan otoritas jasa keuangan sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan yaitu pada pasal 26 peraturan otoritas jasa keuangan nomer 77 tahun 2016 yang ada pokoknya menyebutkan bahwa (Lihat pasal 2 ayat 2 Peraturan menteri komunikasi dan informatika republik indonesia Nomer 20 tahun 2016):

1)  penyelenggara wajib menjaga privasi data pribadi sejak dikelola hingga dimusnahkan

2)  penyelenggara wajib menyediakan dan melakukan proses autentikasi,verifikasi,dan validasi terhadap data pribadi

3)  dalam memperoleh,menggunakan,serta memanfaatkan oleh penyelenggara wajib atas dasar persetujuan pemilik data pribadi,kecuali terdapat ketentuan lain.

Tanggung jawab penyelenggara bertujuan untuk menjamin hak dan kepentingan hukum dari pengguna jasa layanan peer to peer lending.Terhadap kesalahan atau kelalaian yang di sebabkan penyelenggara sudah menjadi tanggung jawab dan atas dasar etikad baik untuk memberi ganti rugi atas kesalahannya.Oleh sebab itu,pengaturan terhadap besaran dan batasan tanggung jawab penyelenggara harus lebih jelas diatur.Dalam aturan yang berlaku saat ini yaitu POJK nomer 77/POJK.01/2016 Tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi belum mengatur secara jelas tentang perlindungan berupa tanggung jawab penyelnggara layanan pinjaman sebagai pelaku usaha yang berbadan hukum di indonesia sehingga didapatkan keadaan yang lebih seimbang dan meminimalisir resiko-resiko pengguna.

 

Kesimpulan

Sesuai dengan pembahasan permasalahan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan; (1) perlindungan hukum data pribadi telah diatur dalam Pasal 26 UU ITE. Secara khusus perlindungan data pribadi peminjam dalam layanan pinjaman online diatur dalam POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, yang ditegaskan pada Pasal 26 bahwa pihak penyelenggara wajib dan bertanggung jawab menjaga kerahasiaan, keutuhan dan ketersediaan data pribadi pengguna serta dalam pemanfaatannya harus memperoleh persetujuan dari pemilik data pribadi kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan peperundangundangan, dan (2) sanksi terhadap pelanggaran data pribadi yang mencakup pencemaran nama baik, diatur dalam Pasal 45 UU  ITE berupa sanksi pidana. Selain sanksi pidana, secara khusus juga diatur dalam Pasal 47 ayat (1) POJK No. 77/POJK.01/2016 yaitu sanksi administratif, berupa peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, dan pencabutan izin.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Asyhadie, Z. (2006). Hukum Bisnis dan Pelaksanaannya di Indonesia. PT Raja Grafindo Persada.

Disemadi, H. S., & Regent, R. (2021). Urgensi Suatu Regulasi yang Komprehensif Tentang Fintech Berbasis Pinjaman Online Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen di Indonesia. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 7(2), 605–618.

Fais, K. (2021). Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Tegnologi Informasi. Al-Adl: Jurnal Hukum, 13(1), 70–90.

Hariyana, T. D. (2019). Legal protection for Provider in Peer to Peer Lending: An Example from Indonesian Regulation. Indonesian Journal of Law and Economics Review, 2(2), 10–21070.

Hermansyah, S. H. (2020). Hukum Perbankan Nasional Indonesia: Edisi 3. Prenada Media.

Kristiyanti, C. T. S. (2011). Hukum perlindungan Konsumen, Cet. III, Sinar Grafika. Jakarta.

Marzuki, P. M. (2016). Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Cetakan Ke-12. Jakarta: Kencana.

Prasetya, D. I. (2023). Faktor-Faktor Pendorong Dan Risk Taking Behavior Pada Mahasiswa Nasabah Pinjaman Online (pinjol) Di Unissula. Universitas Islam Sultan Agung.

Putera, A. D. (2018). Netizen Pertanyakan Cara Penagihan Fintech Ini. Diterima Dari: Https://Ekonomi. Kompas. Com/Read/2018/06/30/131400426/Netizen-Pertanyakan-Cara-Penagihan-Fintech-Ini Diakses Pada, 4.

Rosadi, S. D. (2016). Konsep perlindungan hukum atas privasi dan data pribadi dikaitkan dengan penggunaan cloud computing di Indonesia. Yustisia, 5(1), 35–53.

Sari, A. R. (2018). Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Pinjaman Dalam Penyelenggaraan Financial Technology Berbasis Peer To Peer Lending Di Indonesia.

Setiawan, I. K. O. (2021). Hukum Perikatan. Bumi Aksara.

Suharnoko. (2015). Hukum Perjanjian Teori dan Analisis Kasus. Prenada Media.

Supangkat, N. A. (2020). Problematika Penyelenggaraan Financial Technology Berbasis Peer-To-Peer Lending (Analisa Yuridis Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK. 01/2016). Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Syaifudin, A. (2020). Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Di Dalam Layanan Financial Technology Berbasis Peer To Peer (P2P) Lending (Studi Kasus di PT. Pasar Dana Pinjaman Jakarta). Dinamika, 26(4), 408–421.

Wiranjaya, I. D. G. A., & Ariana, I. G. P. (2016). Perlindungan Hukum Terhadap Pelanggaran Privasi Konsumen Dalam Bertransaksi Online. Kerta Semaya, 4(4).

 

 

Copyright holder:

Farel Luis Fernando, Andria Luhur (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: