Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 1, Januari 2024
PENGARUH CSR SCORE
TERHADAP KREDIT PERDAGANGAN PADA PERUSAHAAN NON-JASA KEUANGAN DI NEGARA ASEAN–5
Ika Sukmawati
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini
menginvestigasi pengaruh CSR (Corporate Social Responsibility) score dan kredit
perdagangan pada Perusahaan non-jasa keuangan di negara-negara ASEAN-5. Dengan
menggunakan analisis data panel non-linear, sampel yang digunakan sebanyak 643
perusahaan publik di Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina dari
tahun 2013 sampai dengan tahun 2022. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat hubungan non-linear antara CSR score dan kredit perdagangan.
Penelitian lebih lanjut diperoleh informasi bahwa ukuran Perusahaan memoderasi
hubungan non-linear tersebut. Temuan ini menunjukkan bahwa pemasok akan lebih
mudah memberikan kredit perdagangan pada Perusahaan yang memiliki CSR score
yang terus membaik. Penelitian ini berkontribusi pada literatur yang ada dengan
menunjukkan bahwa pengaruh CSR score terhadap kredit perdagangan tidak bersifat
linier dan dapat dipengaruhi oleh ukuran perusahaan.
Kata Kunci: Corporate Social Responsibility, CSR Score, Kredit Perdagangan, ASEAN-5, Ukuran Perusahaan
Abstract
This study investigates the effect of CSR (Corporate
Social Responsibility) score and trade credit on non-financial services firms
in ASEAN-5 countries. Using non-linear panel data analysis, the sample used was
643 public companies in Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand and the
Philippines from 2013 to 2022. The results show that there is a non-linear
relationship between CSR score and trade credit. Further research obtained information
that Company size moderates the non-linear relationship. This finding suggests
that suppliers are more likely to provide trade credit to companies that have
an improving CSR score. This study contributes to the existing literature by
showing that the effect of CSR score on trade credit is not linear and can be
influenced by firm size.
Keywords: Corporate Social
Responsibility, CSR score, trade credit, ASEAN-5, financial slack, firm size
Pendahuluan
Tanggung jawab
sosial perusahaan, atau biasa disebut Corporate Social Responsibility
(disingkat CSR), memainkan peran penting bagi perusahaan dalam mencapai tujuan
pembangunan berkelanjutan dan juga mendapat perhatian besar dari para manajer
dan peneliti selama beberapa tahun terakhir ini
Selanjutnya
laporan CSR berfungsi sebagai indikasi aktivitas CSR sebuah Perusahaan
Gambar 1.
menampilkan rata-rata nilai CSR di negara ASEAN-5 dari tahun 2017 sampai dengan
tahun 2022 menurut data nilai CSR yang dikeluarkan oleh CSRHub
Gambar 1. Rata-rata skor CSR negara ASEAN-5
Sumber: CSRHub (2023), diolah
Peningkatan
aktivitas ekonomi telah menghasilkan dampak yang luas, baik positif maupun
negatif. Dampak negatif dari kegiatan industri di Indonesia telah mendorong
pemerintah Indonesia, masyarakat, dan eksekutif perusahaan untuk membuat
undang-undang yang mengatur pelaksanaan dan pengungkapan CSR
Perkembangan
CSR di Malaysia mengalami kemajuan yang signifikan pada tahun 2006 ketika
Perdana Menteri, yang juga menjabat sebagai Menteri Keuangan, menekankan dalam
Pidato Anggaran 2007/08 bahwa Perusahaan Terbuka harus mengungkapkan kegiatan
CSR mereka untuk mempromosikan budaya yang bertanggung jawab secara
sosial. Hal ini difasilitasi dengan
diperkenalkannya The Silver Book oleh Putrajaya Committee on Government-Linked
Companies (GLC), yang menyediakan pedoman aturan untuk pelaporan CSR
kepada GLC dan juga kerangka kerja CSR untuk Public Listed Companies
(PLC) diluncurkan untuk memungkinkan pelaporan CSR oleh Bursa Malaysia (BM)
pada tahun 2006.
Menurut
Abdifatah Ahmed (2013), perusahaan-perusahaan di Malaysia mencoba untuk membuat
orang terkesan dengan mendapatkan penghargaan CSR, dimana hal tersebut
menunjukkan bahwa mereka memiliki praktik-praktik terbaik. Dua contoh
penghargaan CSR di Malaysia adalah penghargaan CSR Perdana Menteri dan ACCA
MESRA (Penghargaan Pelaporan Lingkungan dan Sosial Malaysia). Ketika perusahaan
memenangkan penghargaan CSR, media akan meliputnya secara positif sehingga
hasilnya dapat membantu pencitraan Perusahaan dan juga mengurangi asimetri
informasi. Malaysia cukup proaktif dalam memasukkan elemen-elemen tanggung
jawab sosial perusahaan (CSR) ke dalam indikator-indikator ekonominya
Selanjutnya Robertson
(2009), tanggung jawab sosial perusahaan di Singapura
kemungkinan besar akan menyerupai perusahaan multinasional di Amerika Serikat
dan Inggris karena kepemilikan perusahaan yang lebih banyak dimiliki oleh
pemerintah daripada swasta, kerangka kerja tata kelola perusahaan yang kuat,
ekonomi yang relatif terbuka terhadap investasi asing, dan sejarah panjang
partisipasi dan aktivisme warga negara. Jika faktor-faktor tersebut tetap
stabil, diperkirakan bahwa perusahaan multinasional akan memperluas inisiatif
tanggung jawab sosial perusahaan mereka ke perusahaan yang lebih kecil maupun
lokal.
Mengutip salah
satu pernyataan dari responden di negara Singapura, yang tertuang dalam
penelitian Robertson (2009), “Hambatan utama bagi CSR adalah kurangnya penghargaan
bahwa CSR berkontribusi terhadap laba, dan hanya sedikit yang memahami bahwa
CSR menguntungkan mereka”. Responden tersebut secara konsisten menyebutkan
bahwa di negara Singapura perlu terus dilakukan edukasi tentang manfaat
finansial dari CSR. Responden lainnya mengatakan bahwa perlu ada pengakuan
secara bertahap bahwa perusahan UKM juga dapat mengambil bagian dalam CSR
dimana CSR tidak diperuntukkan khusus untuk perusahaan multinasional saja.
Martin, Singh, & UNIES (2001) mengatakan bahwa
perusahaan multinasional asing di Singapura lebih aktif dibandingkan perusahaan
lokal dalam konteks isu lingkungan. Pada tahun 2005, Singapore Compact
diluncurkan untuk menyediakan platform nasional untuk mempromosikan CSR lebih
lanjut di Singapura. Sekretaris eksekutif dari Singapore Compact mengatakan
bahwa kesejahteraan pekerja dan pemberian amal perusahaan adalah dua contoh
dari sekian banyak jenis tanggung jawab sosial perusahaan yang telah
dipraktikkan di Singapura selama beberapa waktu, namun kegiatan tersebut belum
merata karena sebagian besar terbatas pada perusahaan multinasional dan bisnis
lokal yang besar (Thomas, 2006 dalam Robertson, 2009).
Di antara
negara-negara di Asia, Thailand termasuk yang paling maju dalam hal tata kelola
perusahaan, yang dapat didefinisikan sebagai pengungkapan etis kebijakan dan
prosedur Perusahaan meskipun perusahaan-perusahaan Thailand tidak terlalu
proaktif dalam mempublikasikan kegiatan CSR-nya namun banyak bukti yang
menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan Thailand secara aktif dan berhasil menggunakan
taktik CSR (Boonnual, Prasertsri, & Panmanee, 2017; (Issarawornrawanich &
Wuttichindanon, 2018). Berdasarkan Udomphoch
& Pormsila (2023), gagasan "Ekonomi
Kecukupan" dari H.M. Raja Bhumibol Adulyadej (Raja Rama 9) membantu rakyat
Thailand menemukan keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari mereka, dan gagasan
ini menjadi konsep utama dalam pembentukan CSR di Thailand. Konsep ini tidak
hanya menjadi panduan untuk kemajuan ekonomi, tetapi juga untuk pembangunan
sosial dan pelestarian lingkungan demi kesejahteraan negara. Budaya dianggap
sebagai tahap awal dari tindakan CSR dengan melakukan melalui kontribusi atau
amal, yang mengacu pada cara hidup dan nilai-nilai tradisional Thailand. Namun,
pemberian tersebut tidak mengantisipasi konsekuensi jangka panjang sehingga
perusahaan harus menciptakan dan menerapkan kegiatan CSR agar tercapai
"Pembangunan Berkelanjutan" atau "Bisnis Berkelanjutan."
Saat ini, banyak aksi perusahaan yang berada di berbagai tingkatan CSR, mulai
dari kontribusi hingga integrasi pembangunan berkelanjutan ke dalam rencana
perusahaan. Kegiatan CSR di Thailand sebagian besar merupakan inisiatif dari
perusahaan besar, seperti MarketingOops, King Power International Group,
Charoen Pokphand Group, Singha Corporation, dan Toyota Thailand yang menjadikan
CSR sebagai strategi utama bisnis. Perusahaan UKM (Usaha Kecil dan Menengah)
mencakup 90% dari seluruh perusahaan di Thailand, telah menciptakan produk
berdasarkan budaya tradisional, kontribusi, dan amal. Begitu pun dengan
perusahaan-perusahaan besar di Thailand telah menyadari bahwa investasi sosial
dapat meningkatkan daya saing jangka panjang perusahaan.
Salah satu hal
yang dilakukan oleh banyak perusahaan Filipina untuk terlibat aktif dengan
masyarakat yaitu melalui kemitraan ataupun kegiatan amal
Berdasarkan Lorenzo-Molo
(2009), fokus utama CSR di Filipina adalah pendidikan,
dengan program dan kegiatan yang ditujukan untuk siswa, orang tua dan
akademisi, baik negeri maupun swasta dimana perusahaan-perusahaan besar yang
dikendalikan oleh keluarga mendominasi sektor ini. Inisiasi dan pengelolaan
kegiatan CSR ditempatkan di bawah sebuah yayasan, atau disebut sebagai bagian
pengembangan sosial dan budaya. Di sisi lain, ada juga yang meminta bantuan
perusahaan periklanan untuk mengembangkan dan melaksanakan CSR. Karena hubungan
masyarakat (humas) di negara ini pada dasarnya terdiri dari hubungan media dan
publisitas (Lorenzo-Molo, 2007). CSR dilihat sebagai kesempatan
untuk menarik perhatian media dan karena perusahaan mendelegasikan tanggung
jawab sosial perusahaan (CSR) kepada perusahaan humas dan periklanan,
Publisitas merupakan komponen penting dari hubungan masyarakat konsumen.
Berdasarkan Ma, He, Yuan, Zhang, & Zhang (2023), kredit perdagangan adalah bentuk pembiayaan jangka pendek di mana
pemasok menawarkan suatu bentuk instrumen keuangan kepada pembeli mereka.
Kemampuan pembeli dalam membayar kredit perdagangan secara tepat waktu menjadi
hal penting yang diperhatikan oleh pemasok, sehingga pemasok akan menilai
operasi bisnis, reputasi dan akuntabilitas pembeli. Ketika sebuah perusahaan
memiliki reputasi yang kuat dan rasa tanggung jawab yang tinggi, perusahaan
tersebut diharapkan dapat berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi
komitmennya sehingga risiko keterlambatan pembayaran menjadi sangat kecil.
Praktik kredit perdagangan di setiap negara dapat berbeda tergantung dari
nilai-nilai budaya, kerangka hukum, dan kondisi ekonomi. Bahkan karakteristik
kredit perdagangan antar sektor industri di negara yang sama juga dapat
berbeda.
Karakteristik
setiap industri atau sektor akan secara langsung mempengaruhi bagaimana
perusahaan mengambil keuntungan dari kredit perdagangan
Penelitian
yang dilakukan oleh Molina & Preve (2016) menggunakan data perusahaan Amerika Serikat dari
tahun 1978 sampai dengan tahun 2000, menjelaskan penggunaan kredit perdagangan
oleh perusahaan-perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Perusahaan yang
mengalami kesulitan keuangan akan menggunakan kredit perdagangan dalam jumlah
yang lebih besar untuk menggantikan sumber pembiayaan dari bank. Perusahaan
yang lebih kecil dan pangsa pasar yang juga kecil, serta memiliki produk yang lebih
unik cenderung menggunakan lebih banyak pembiayaan kredit perdagangan ketika
mengalami kesulitan. Selain itu, perusahaan akan mengalami penurunan tambahan
minimal 11% dalam penjualan dan peningkatan profitabilitas diatas penurunan
rata-rata 21% pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan yang secara
signifikan meningkatkan hutang dagangnya.
Negara-negara
yang kurang berkembang di Asia lebih bergantung pada kredit perdagangan
daripada negara-negara yang lebih maju, yang ditunjukkan oleh jangka waktu
kredit yang lebih panjang. Contohnya adalah perusahaan-perusahaan India
memiliki jangka waktu kredit terpanjang dengan jangka waktu selama 90 hari,
diikuti oleh perusahaan-perusahaan Malaysia dengan jangka waktu 30 hingga 90
hari, namun berbeda dengan Hong Kong dan Singapura yang memiliki jangka waktu
kredit yang lebih pendek sekitar 30 hari
Ma, He, Yuan, Zhang, & Zhang (2023) berpendapat
bahwa pemasok lebih cenderung memberikan kredit perdagangan kepada perusahaan
yang menunjukkan sentimen positif dalam laporan CSR-nya dimana pemasok
memandang perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial lebih etis dan tidak
terlalu rentan terhadap penundaan atau gagal bayar. Oleh karena itu, ketika perusahaan mengungkapkan laporan CSR-nya,
perusahaan harus memiliki narasi yang positif karena perusahaan harus
menunjukkan kepada para pemangku kepentingannya, seperti pemasok, mengenai
tanggung jawab sosial, reputasi, dan citra perusahaan melalui kegiatan yang telah
dilakukannya dalam CSR. Ketika sebuah perusahaan dapat menunjukkan kegiatan
CSR-nya, maka perusahaan tersebut memiliki kinerja CSR yang baik, dan
kemungkinan pemasok untuk memberikan kredit perdagangan menjadi lebih tinggi.
Literatur terkait hubungan CSR dengan kredit perdagangan di negara ASEAN-5
belum dikaji, dan sangat sedikit dibahas pada penelitian lainnya, seperti Shou, Shao,
Wang, & Lai (2020) yang meneliti hubungan ini pada
Perusahaan di China.
Konsep CSR
telah banyak diteliti dalam literatur akademis. Namun,
sampai dengan saat ini belum ada pengukuran CSR yang disepakati secara global.
Terdapat beberapa metode pengukuran langsung tanggung jawab sosial yang ada,
seperti Global Reporting Initiative (GRI) standard (Karaman, Orazalin, Uyar, & Shahbaz, 2020; Maharani
& Rozzaid, 2022), indeks Kinder Lydenberg dan Domini (KLD) ( Fernandez, Burnett, & Gomez, 2018; Ali, Danish,
& Asrar‐ul‐Haq, 2019), Gunning Fog Index
Penundaan
pembayaran yang dilakukan oleh pembeli kepada pemasok disebut sebagai kredit
perdagangan (Xu, Wu, & Dao, 2020), dan merupakan sumber keuangan jangka
pendek yang penting. Penelitian terkait kredit perdagangan telah banyak
dilakukan untuk mempelajari apa yang mendasari penawaran atau penggunaan kredit
perdagangan. Hal-hal yang mendasari penggunaan kredit perdagangan, yaitu
sebagai alternatif sumber pembiayaan Ketika kesulitan memperoleh pembiayaan
dari bank (Love & Zaidi, 2010; Tian &
Tian, 2022).
Beberapa
penelitian tentang kredit perdagangan memiliki definisi berbeda dalam
pengukurannya dan tidak ada ukuran yang disepakati hingga saat ini. Penelitian
ini menggunakan metode pengukuran dari penelitian yang dilakukan oleh Xu, Wu,
& Dao (2019) and Shou, Shao, Wang, & Lai (2020), yang mengukur
kredit perdagangan berdasarkan rasio dari utang usaha
terhadap harga pokok penjualan. Pengukuran kredit perdagangan yang dilakukan
oleh peneliti lainnya, yaitu, rasio dari utang usaha terhadap total liabilitas (Xu, Pham,
& Dao, 2020), rasio dari utang usaha terhadap total aset
Beberapa
penelitian telah mengkaji hubungan antara CSR dan kredit perdagangan, seperti Zhang, Ma,
Su, & Zhang (2014) menganalisis kegiatan CSR berupa
sumbangan amal dapat menyebabkan pemasok lebih banyak memberikan kredit
perdagangan dan efeknya signifikan pada perusahaan swasta. Kemudian Xu, Wu,
& Dao (2019) membuktikan bahwa skor CSR yang lebih tinggi
berhubungan dengan tingkat kredit perdagangan yang lebih tinggi, namun faktor
yang mempengaruhinya secara spesifik tidak dianalisa lebih lanjut. Selain itu,
mereka juga memeriksa empat komponen CSR individu, yaitu lingkungan, hubungan
karyawan, komunitas dan keragaman, dan menemukan hubungan positif antara
komponen-komponen ini dan kredit perdagangan. Penelitian yang dilakukan
oleh Shou, Shao, Wang, &
Lai (2020) menyatakan bahwa kinerja CSR memiliki hubungan
berbentuk U dengan kredit perdagangan.
Kawasan
ASEAN-5, yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Singapura, Thailand
dan Filipina, berperan penting dalam perekonomian global
Penelitian CSR
di negara-negara maju telah banyak diteliti, sedangkan penelitian CSR di
negara-negara ASEAN masih jarang ditemukan (Mita, Silalahi, &
Halimastussadiah, 2018). Lingkungan sosio-ekonomi dan bisnis yang beragam,
memberikan latar yang kaya untuk mengeksplorasi interaksi antara praktik CSR
dan dinamika kredit perdagangan. Secara keseluruhan, penelitian terkait CSR di
negara-negara Asia Tenggara khususnya negara ASEAN-5 masih dapat terus
dikembangkan.
Penelitian ini
dibuat dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh CSR score terhadap kredit
perdagangan pada perusahaan non jasa keuangan di negara ASEAN-5. Tujuan
tersebut secara spesifik adalah; (1) menganalisis pengaruh CSR score terhadap
kredit perdagangan pada perusahaan non jasa keuangan di negara ASEAN-5, (2) menganalisis
pengaruh variabel moderasi financial slack terhadap hubungan antara CSR
score dan kredit perdagangan pada perusahaan non jasa keuangan di negara
ASEAN-5, dan (3) menganalisis pengaruh variabel moderasi ukuran perusahaan
terhadap hubungan antara CSR score dan kredit perdagangan pada perusahaan non
jasa keuangan di negara ASEAN-5.
Metode
Penelitian
Penelitian ini
mengadopsi metode yang dilakukan oleh Shou et al.
(2020) dan Xu et al. (2019) untuk menganalisis hubungan antara CSR dan
kredit perdagangan, berikut pengaruh dari variabel moderasi terhadap hubungan
tersebut. Penelitian tersebut terdiri dari 3 model pengukuran: (1) Model 1,
atau model dasar, hanya memasukkan variabel control; (2) Model 2 menambahkan
CSR dan suku kuadratnya (CSR squared) ke dalam persamaan untuk menilai hubungan
lengkung antara CSR dan kredit perdagangan; (3) Model 3 menambahkan moderator
(yaitu, financial slack dan ukuran perusahaan) dan interaksinya terhadap CSR.
Spesifikasi Model
Penelitian yang dilakukan oleh Shou et al (2020) menggunakan
regresi data panel untuk menganalisis hubungan antara CSR dan kredit
perdagangan dengan moderasi Financial Slack dan ukuran Perusahaan. Hasil
pengujian menggunakan regresi Random Effect Model, sebagai berikut:
Dengan;
, merupakan konstanta
s.d. , merupakan koefisien regresi variable independen pada model 3
, merupakan error term
Peneliti juga mengadopsi model penelitian yang dilakukan oleh Xu, Wu,
& Dao (2019) yang juga menggunakan regresi data panel dengan
variable dependen berupa kredit perdagangan dan variable independent berupa CSR
score. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Shou et al (2020) adalah
tidak adanya variable moderasi dan beberapa perbedaan pada variable kontrol.
Persamaan regresi untuk model penelitian Xu et al (2019) sebagai berikut:
Dengan;
, merupakan konstanta
s.d. , merupakan koefisien regresi variable independen
, merupakan error term
Berdasarkan kedua model tersebut, peneliti membentuk model regresi
baru yang akan digunakan pada penelitian ini, menjadi sebagai berikut:
Dengan:
, merupakan konstanta
s.d. , merupakan koefisien regresi variable independen pada model 3
FSLACK, merupakan Financial slack
FSIZE, merupakan ukuran Perusahaan
AGE, merupakan umur Perusahaan
SOE, merupakan kepanjangan dari State Ownership
MKTSHARE, merupakan market share
ROA, merupakan profitibilitas
MTB, merupakan pertumbuhan perusahaan
LEV, merupakan leverage perusahaan
CLXTRADE, merupakan current liabilities
, merupakan error term
Mengacu pada perumusan masalah yang telah disebutkan pada bab
sebelumnya, penelitian ini memiliki dua hipotesis untuk menganalisis hubungan
antara CSR score dan kredit perdagangan dengan moderasi financial slack
dan ukuran perusahaan
Corporate Social
Responsibility (CSR) terhadap Kredit Perdagangan
Menurut Shou
et al., (2020), pemasok lebih cenderung memberikan kredit perdagangan kepada
perusahaan yang menunjukkan praktik CSR yang kuat. Hal ini dikarenakan pemasok
yakin akan kredibilitas perusahaan-perusahaan tersebut ketika mereka bekerja
sama dengan perusahaan yang menunjukkan kinerja CSR yang unggul. Kinerja CSR
yang kuat juga menunjukkan kepada pemasok bahwa perusahaan memiliki banyak
modal untuk digunakan dalam kegiatan CSR sehingga pemasok akan melihat bahwa
perusahaan tidak membutuhkan banyak kredit perdagangan. Akibatnya, pemasok
mungkin kurang bersedia memberikan kredit perdagangan kepada bisnis kliennya.
Cheung & Pok (2019) juga
mengemukakan hal yang sama bahwa pemasok cenderung tidak memberikan kredit
perdagangan kepada perusahaan ketika kinerja CSR nya baik. Kinerja yang kuat
dapat memberikan indikasi yang baik untuk reputasi bisnis dan citra publik
Penelitian
yang dilakukan oleh Shou et al., (2020) menunjukkan hubungan antara CSR dan
kredit perdagangan berbentuk kurva U. Pola ini dapat diartikan ketika kinerja
CSR meningkat, kredit perdagangan yang diperoleh dari pemasok akan menurun pada
awalnya karena efek sinyal negatif lebih besar daripada sinyal positif. Lalu,
ketika kinerja CSR perusahaan meningkat melebihi tingkat yang cukup tinggi,
kredit perdagangan akan meningkat karena efek sinyal positif menjadi lebih kuat
karena meningkatnya modal reputasi dan moral yang diperoleh perusahaan.
Kesimpulannya, perusahaan dengan tingkat kinerja CSR yang sangat tinggi atau
sangat rendah dapat menerima kredit perdagangan yang lebih tinggi dari pemasok
dibandingkan dengan Perusahaan yang memiliki tingkat kinerja CSR yang
rata-rata. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan
hipotesis terkait CSR score terhadap kredit perdagangan, yaitu:
H1: CSR score memiliki hubungan
non-linear dengan kredit perdagangan pada Perusahaan non jasa keuangan di
negara ASEAN-5.
Financial Slack dan Ukuran Perusahaan terhadap
Hubungan CSR Score dengan Kredit Perdagangan
Persepsi
pemasok terhadap kekuatan sinyal CSR akan berubah ketika dihadapkan pada
informasi terkait financial slack (kelonggaran keuangan). Ketika
perusahaan memiliki financial slack yang lebih besar, perusahaan
diasumsikan dapat membiayai kegiatan CSR dengan lebih baik, sehingga biaya
kegiatan tersebut menjadi lebih murah bagi perusahaan (Shou et al., 2017). Hal
ini dapat diartikan bahwa perusahaan dengan financial slack yang lebih
besar akan lebih mampu membelanjakan dana untuk proyek-proyek CSR dan melakukan
pekerjaan yang lebih baik tanpa dukungan dana dari pihak ke-3. Namun, ketika
perusahaan tidak memiliki financial slack yang memadai, pemasok akan
melihat sinyal bahwa kegiatan CSR perusahaan memiliki biaya yang tinggi karena
timbulnya biaya utang. Pemasok akan melihat kinerja CSR perusahaan yang tidak
memiliki financial slack sebagai sinyal yang lebih dapat dipercaya bahwa
perusahaan membutuhkan sumber modal baru sehingga lebih mudah bagi perusahaan
untuk mendapatkan kredit perdagangan dari penjual ketika mereka memiliki
sedikit financial slack.
Di sisi lain,
ukuran perusahaan dapat melemahkan sinyal dari kinerja CSR pada kredit
perdagangan. Shou et al., (2020) menjelaskan bahwa Perusahaan UKM yang lebih
kecil cukup sulit untuk mendapatkan akses ke sumber daya seperti modal dari
pihak ketiga sehingga perusahaan akan beroperasi dengan sumber daya yang cukup
terbatas untuk melaksanakan kegiatan CSR. Oleh karena itu, kinerja CSR
perusahaan yang lebih kecil dapat memberikan sinyal yang lebih mahal dan
karenanya lebih kredibel bagi pemasok dan dapat membantu perusahaan memperoleh
kredit perdagangan dari pemasok.
Berdasarkan
hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan hipotesis terkait pengaruh
moderasi financial slack dan ukuran Perusahaan terhadap hubungan antara CSR
score dan kredit perdagangan, yaitu:
H2: Financial slack memoderasi hubungan
antara CSR score dan kredit perdagangan.
H3: Ukuran Perusahaan memoderasi hubungan
antara CSR score dan kredit perdagangan.
Data yang
dikumpulkan pada penelitian ini merupakan data panel. Data panel menunjukkan
lebih banyak variasi dan memberikan lebih banyak informasi, sehingga lebih
efisien dibandingkan dengan data deret waktu (Sandberg, Alnoor, & Tiberius,
2023), serta memungkinkan identifikasi efek statistik dan korelasi yang lebih
kuat dibandingkan dengan data deret waktu (Bell & Jones, 2015).
Penelitian ini mengambil sampel penelitian dengan rentang waktu 10
tahun dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2022. Sampel penelitian berupa data
CSR score diperoleh dari basis data CSRHub untuk perusahaan-perusahaan yang
berada di negara ASEAN-5, yaitu negara Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand
dan Filipina. Data keuangan diperoleh dari basis data Refinitif Eikon untuk
perusahaan non Jasa Keuangan di negara ASEAN-5.
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari basis
data CSRHub untuk data CSR, dan basis data Refinitiv Eikon untuk data keuangan.
Populasi dari penelitian ini adalah Perusahaan non jasa keuangan yang berada di
negara ASEAN-5. Pemilihan sampel akhir dilakukan secara purposive sampling,
yaitu pengambilan sampel berdasarkan kriteria yang sebelumnya sudah ditentukan.
Teknik
pengolahan data pada penelitian ini mencakup tiga tahapan besar, yaitu
pencarian data, pengolahan data, dan analisis hasil dari data yang digunakan.
Langkah pertama adalah dengan pemilihan sampel data yang ada di basis data
CSRHub dan Refinitiv Eikon dengan teknik purposive sampling. Hasil data ini
kemudian dilakukan pengecekan adanya kemungkinan outlier yang dapat mengganggu
hasil regresi dengan dengan menggunakan Uji Grubbs pada seluruh variable yang
digunakan pada penelitian.
Menurut modul STATA (Couderc, 2007), uji Grubbs dapat digunakan
untuk mendeteksi outlier dalam kumpulan data, baik dengan membuat variabel baru
(sama dengan 1 jika observasi adalah outlier dan 0 jika tidak) atau
mengeluarkan outlier dari kumpulan data. Uji Grubbs, yang juga dikenal sebagai
uji residual normal maksimum, mendeteksi satu outlier pada setiap iterasi dan
dihapuskan dari kumpulan data. Pengujian diulang sampai tidak ada outlier yang
tersisa.
Hasil dari uji Grubbs diperoleh informasi bahwa variabel CSR dan
FSIZE tidak ditemukan outlier, sedangkan variabel lainnya ditemukan outlier.
Peneliti melakukan penanganan outlier dengan 2 metode, yaitu menghapus data
outlier pada variable yang memiliki outlier kurang dari 50 dan melakukan
transformasi persentil dengan cara winsorize data pada variabel yang memiliki
outlier diatas 50. Hasil dari penanganan outlier tersebut, data penelitian
menjadi sebanyak 6.375 observasi.
Hasil dan Pembahasan
Penentuan model dilakukan dengan melakukan uji Chow untuk
mengestimasi model regresi terbaik antara Common Effect Model (CEM) dan Fixed
Effect Model (FEM). Hipotesis nolnya adalah memilih CEM jika probabilitas cross
section Chi-square > 0,05, dan sebaliknya jika probabilitas cross
section Chi-square < 0,05 maka FEM yang dipilih.
Tabel 1.
Hasil Uji Model Terbaik
Model |
DV |
IV |
Uji
Chow |
Uji
Hausman |
Kesimpulan |
1 |
TC |
AGE, ROA, SOE, MKTSHARE, MTB, LEV, CLXTRADE |
Prob. 0,0000, H0 diterima dengan Fiixed Effect Model (FEM) |
Prob. 0,0000, H0 diterima dengan Fiixed Effect Model (FEM) |
Model terbaik adalah Fixed Effect Model (FEM) |
2 |
TC |
CSR, CSR2, AGE, ROA, SOE, MKTSHARE, MTB, LEV, CLXTRADE |
Prob. 0,0000, H0 diterima dengan Fiixed Effect Model (FEM) |
Prob. 0,0000, H0 diterima dengan Fiixed Effect Model (FEM) |
Model terbaik adalah Fixed Effect Model (FEM) |
3 |
TC |
CSR, CSR2, FSLACK, FSIZE, CSRFSLACK, CSR2FSLACK, CSRFSIZE, CSR2FSIZE AGE, ROA, SOE, MKTSHARE, MTB, LEV,
CLXTRADE |
Prob. 0,0000, H0 diterima dengan Fiixed Effect Model (FEM) |
Prob. 0,0000, H0 diterima dengan Fiixed Effect Model (FEM) |
Model terbaik adalah Fixed Effect Model (FEM) |
Sumber:
Peneliti, 2023, diolah
Uji Hausman
dilakukan untuk mengestimasi model regresi terbaik antara FEM dan Random Effect
Model (REM) dimana hipotesis nolnya adalah memilih REM ketika probabilitas cross
section Chi-square > 0,05, dan jika hasilnya menunjukkan nilai
sebaliknya maka FEM yang dipilih.
Pengujian
asumsi klasik untuk memenuhi asumsi BLUE (Best Linier Unbiased Estimate) pada
model FEM dilakukan dengan menguji adanya heteroskedastisitas dan
multikolinearitas pada data sampel.
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Peneliti menggunakan Uji Breusch-Pagan untuk mendeteksi adanya
masalah heteroskedastisitas dalam model penelitian. Uji ini dilakukan untuk
menilai keseragaman varians dari residual untuk semua pengamatan pada model
regresi. Hipotesa nolnya adalah varians yang dihasilkan sama atau seragam sebab
pada kondisi ini model sudah dapat dikatakan bebas dari heteroskedastisitas
atau dengan kata lain model telah homoskedastisitas.
Tabel 2. Hasil
Uji Heteroskedastisitas
|
Prob >
chi2 |
Hasil |
Model 1 |
0,0000 |
Ada gejala
heteroskedastisitas |
Model 2 |
0,0000 |
Ada gejala heteroskedastisitas |
Model 3 |
0,0000 |
Ada gejala
heteroskedastisitas |
Sumber: Peneliti, 2023, diolah
Hasil pada tabel 2 menunjukkan bahwa seluruh model memperoleh nilai
probabilitas (prob > chi-square) sebesar 0,0000 atau berada dibawah tingkat
signifikansi sebesar 5% sehingga hipotesis nolnya ditolak. Hipotesis nol yang
tidak diterima mengindikasikan bahwa ditemukan masalah heteroskedastisitas
dalam model penelitian. Merujuk pada penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, Shou et al. (2020) dan Xu et al. (2019) menggunakan robust
standard errors untuk mengatasi permasalahan ini.
Hasil Uji Multikolinearitas
Pengujian adanya gejala multikolinearitas dilakukan dengan
menggunakan Uji Variance Inflation Factors (VIF) dan matriks korelasi. Jika
model penelitian memiliki nilai VIF kurang dari 10 atau nilai 1/VIF lebih dari
0,10 maka tidak ada permasalahan multikolinearitas pada model penelitian (Shou
et al., 2020). Tabel 4.5 menunjukkan hasil uji multikolinearitas dengan
menampilkan nilai VIF dan 1/VIF pada seluruh model, dan hasilnya tidak
ditemukan adanya multikolinearitas pada model penelitian.
Tabel 3. Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel |
Model 1 |
Model 2 |
Model 3 |
|||
VIF |
1/VIF |
VIF |
1/VIF |
VIF |
1/VIF |
|
AGE |
1,16 |
0,86 |
1,17 |
0,85 |
1,20 |
0,83 |
ROA |
1,70 |
0,58 |
1,71 |
0,58 |
1,75 |
0,57 |
MKTSHARE |
1,29 |
0,77 |
1,43 |
0,70 |
2,02 |
0,49 |
MTB |
1,86 |
0,53 |
1,90 |
0,52 |
1,92 |
0,52 |
LEV |
1,42 |
0,70 |
1,42 |
0,70 |
2,32 |
0,43 |
CLXTRADE |
1,20 |
0,83 |
1,21 |
0,82 |
1,22 |
0,81 |
CSR |
|
|
7,02 |
0,14 |
7,49 |
0,13 |
CSR2 |
|
|
6,06 |
0,16 |
6,52 |
0,15 |
FSLACK |
|
|
|
|
1,89 |
0,52 |
FSIZE |
|
|
|
|
2,25 |
0,44 |
CSRFSLACK |
|
|
|
|
6,20 |
0,16 |
CSR2FSLACK |
|
|
|
|
6,17 |
0,16 |
CSRFSIZE |
|
|
|
|
6,47 |
0,15 |
CSR2FSIZE |
|
|
|
|
6,32 |
0,15 |
Sumber: Peneliti, 2023, diolah
Pengujian berikutnya adalah uji kelayakan model berupa uji
statistik t dan F yang dilakukan untuk melihat pengaruh variabel bebasnya
secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama terhadap variabel terikatnya
(TC) dan uji koefisien determinasi dilakukan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variabel terikatnya. Tabel 4.7 merupakan
hasil regresi masing-masing model yang digunakan pada penelitian ini dengan
menggunakan robust standard errors mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh
Shou et al. (2020).
Tabel 4.
Hasil Regresi Seluruh Model FEM dengan Robust Standard Errors
VARIABEL |
MODEL 1 |
MODEL 2 |
MODEL 3 |
Konstanta |
-14,623484*** |
-13,828141*** |
-13,403649** |
AGE |
5,295494*** |
5,100075*** |
5,256631*** |
ROA |
6,050253 |
3,696035 |
4,410002 |
MKTSHARE |
15,532541 |
26,16231* |
31,347601* |
MTB |
0,827819 |
0,425127 |
0,591977* |
LEV |
0,181317 |
-0,795703 |
0,946160 |
CLXTRADE |
1,503519 |
1,088669 |
1,863785 |
Year dummies |
(included) |
(included) |
(included) |
Industry dummies |
(included) |
(included) |
(included) |
CSR |
|
-0,195868*** |
-0,203599*** |
CSR2 |
|
1,587747*** |
1,855399*** |
FSLACK |
|
|
0,198068 |
FSIZE |
|
|
-0,342717 |
CSRFSLACK |
|
|
-0,114893 |
CSR2FSLACK |
|
|
0,242004 |
CSRFSIZE |
|
|
0,885209*** |
CSR2FSIZE |
|
|
-0,975141*** |
R-squared |
0,106100 |
0,195946 |
0,199734 |
Sumber: Peneliti, 2023, diolah
(signifikansi dengan * p < 0,05; ** p < 0,01; *** p < 0,001)
Analisis Hasil
Uji F-Statistik
Nilai F-statistik ini dilakukan untuk melihat apakah secara
simultan atau secara umum model ini bisa digunakan atau tidak. Jika nilai
F-statistik kurang dari 5%, maka variabel independen secara bersama-sama
memiliki kemampuan untuk menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel dependen.
Hal ini menjeleskan bahwa secara simultan variasi dari variabel independen dan
kontrol berpengaruh terhadap variabel dependen. Nilai probabilitas
(F-statistik) pada seluruh model adalah 0,0000 atau lebih kecil dari 5%, maka
H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya pada model 1, variasi dari variabel kontrol
berpengaruh terhadap kredit perdagangan perusahaan non-jasa keuangan di
ASEAN-5. Pada model 2, variasi dari variabel independen dan variabel kontrol
berpengaruh terhadap kredit perdagangan perusahaan non-jasa keuangan di
ASEAN-5. Begitu pula pada model 3, variasi dari variabel independen, variabel
kontrol dan moderasi berpengaruh terhadap kredit perdagangan perusahaan
non-jasa keuangan di ASEAN-5.
Analisis Hasil Uji Hipotesis dan Interpretasi t-Statistik
Model 1 merupakan model dasar penelitian yang terdiri dari seluruh
variabel kontrol tanpa melibatkan variabel independent, dan selanjutnya pada
model 2, variabel independen dimasukkan ke dalam regresi. Hasilnya diperoleh
bahwa CSR dan CSR squared menghasilkan nilai signifikansi dengan p < 0,001
dan koefisien masing-masing variable tersebut bernilai negatif dan positif.
Koefisien dari variabel CSR adalah -0,195868 dan koefisien dari variabel CSR
squared adalah 1,587747 yang menunjukkan bahwa CSR score memiliki hubungan
non-linear terhadap kredit perdagangan pada perusahaan non-jasa keuangan. Pada
awalnya pemasok menangkap sinyal negatif dari perusahaan ketika CSR score
meningkat, yang menandakan bahwa perusahaan memiliki sumber keuangan yang besar
untuk mendanai kegiatan CSR perusahaan dan berkurangnya kebutuhan kredit
perdagangan. Namun, ketika CSR score perusahaan meningkat melebihi tingkat
tertentu, pemasok mendapat sinyal positif dari Perusahaan sehingga kredit
perdagangan yang diterima oleh Perusahaan kembali meningkat. Sinyal positif
yang diterima oleh pemasok dapat berupa reputasi, moral, ataupun berkurangnya
asimetri informasi karena CSR score yang terus membaik dan semakin terekspos.
Hal ini menunjukkan bahwa CSR memiliki pengaruh non-linear terhadap kredit
perdagangan dan sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shou et al.
(2020).
Pada model 3, dua variabel moderasi ditambahkan ke dalam regresi
yaitu financial slack (FSLACK) dan ukuran Perusahaan (FSIZE) sehingga diperoleh
hasil interaksi variabel CSR dengan FSLACK tidak berpengaruh positif terhadap
kredit perdagangan. Hasil ini mematahkan hipotesis kedua pada penelitian ini
dimana hipotesis financial slack memoderasi hubungan antara CSR
score dengan kredit perdagangan ditolak. Hasil penelitian ini berbeda dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Shou et al. (2020), yang menjelaskan bahwa
financial slack memperlemah hubungan antara kinerja CSR dengan kredit
perdagangan karena koefisien regresi memiliki nilai negatif.
Hasil interaksi variabel CSR dengan ukuran Perusahaan (FSIZE)
berpengaruh negatif terhadap kredit perdagangan (TC) dengan nilai signifikansi
p < 0,001 dan koefisien sebesar -0,975141. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran
Perusahaan mempengaruhi hubungan antara CSR dengan kredit perdagangan dan
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shou et al. (2020) yang
menyatakan bahwa ukuran perusahaan memperlemah hubungan antara kinerja CSR
dengan kredit perdagangan sehingga perusahaan yang memiliki ukuran perusahaan
yang lebih kecil harus mempertimbangkan implementasi CSR untuk mendapat kredit
perdagangan dari pemasok.
Hal yang sama dikemukakan oleh Xu et al. (2019) yang menyatakan
bahwa pemasok cenderung mendanai perusahaan yang lebih besar, perusahaan yang
memiliki peluang pertumbuhan yang lebih besar, dan perusahaan yang memiliki
investasi yang lebih besar dalam aset lancar. Hal ini dikarenakan perusahaan
yang lebih kecil memiliki tingkat asimetri informasi yang lebih besar antara
perusahaan dan pemberi pinjaman (dalam hal ini pemasok) dan memiliki tingkat
kelayakan kredit yang lebih rendah. Oleh karena itu, dengan adanya kegiatan CSR
yang dilakukan oleh Perusahaan dapat memberikan informasi kepada pemasok
terkait citra Perusahaan sehingga kendala
asimetri informasi dapat teratasi.
Berdasarkan tabel 4, model 1 hanya menampilkan hasil regresi dari
seluruh variable kontrol terhadap variable dependen (TC) tanpa melibatkan
variabel independennya (CSR). Variabel kontrol yang memiliki pengaruh terhadap
kredit perdagangan (TC) adalah umur Perusahaan (AGE) dengan nilai signifikansi
p < 0,001 dan koefisien yang positif, sehingga dapat diartikan semakin besar
variabel AGE maka semakin besar pula variabel TC. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin lama umur Perusahaan maka semakin besar kebutuhan kredit perdagangan.
Hasil ini berbeda dengan teori yang dikemukakan oleh Shou et al. (2020) dan Xu
et al. (2019) dimana Perusahaan yang lebih tua sudah memiliki reputasi yang
cukup baik dan memiliki akses yang lebih baik ke bank untuk memperoleh
pembiayaan sehingga kebutuhan utang usaha dari pemasok semakin berkurang.
Namun, hasil yang berbeda diperoleh oleh Canto-Cuevas et al. (2019)
dimana umur perusahaan memiliki hubungan non linear dengan kredit perdagangan.
Pada perusahaan yang lebih muda, kredit perdagangan memainkan peran penting
sebagai sumber modal untuk mempertahankan
bisnis dan seiring dengan semakin berkembangnya perusahaan dan meningkatnya
reputasi maka semakin terbuka akses perusahaan untuk mendapatkan modal dari
sumber lain seperti bank. Ketika perusahaan berada pada tahap dewasa, hubungan
antara kredit perdagangan dan umur perusahaan kembali menjadi positif dimana
kredit perdagangan masih memainkan peran penting dan pemasok memberikan kredit
perdagangan kepada perusahaan yang lebih tua dengan lebih mudah karena hubungan
kepercayaan yang dibangun selama bertahun-tahun.
Rangkuman
hasil penelitian berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dijelaskan dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5.
Kesimpulan hipotesis
HA |
Hipotesis |
Hasil Pengujian |
Kesimpulan |
H1 |
CSR score memiliki hubungan non-linear dengan
kredit perdagangan. |
CSR score berpengaruh negative dan positif
(non-linear) terhadap kredit perdagangan. |
Tolak Ho |
H2 |
Financial slack memoderasi hubungan antara CSR
score dengan kredit perdagangan. |
Financial slack tidak berpengaruh terhadap hubungan
antara CSR score dengan kredit perdagangan |
Tidak tolak Ho |
H3 |
Ukuran perusahaan memoderasi hubungan antara CSR
score dengan kredit perdagangan. |
Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap
hubungan antara CSR score dengan kredit perdagangan. |
Tolak H0 |
Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh CSR score terhadap
kredit perdagangan pada Perusahaan non-jasa keuangan di negara ASEAN-5. Hasil
akhir menunjukkan bahwa CSR score memiliki hubungan non-linear terhadap kredit
perdagangan dimana pada awalnya pemasok menganggap bahwa perusahaan yang
mengalami peningkatan CSR score memiliki modal yang banyak sehingga tidak
memerlukan kredit perdagangan. Namun ketika CSR score berada pada titik
tertentu yang menyebabkan pemasok memperoleh informasi positif terkait
Perusahaan, pemasok akan dengan mudah memberikan kredit perdagangan.
Selain itu, penelitian ini juga mengukur moderasi dari financial
slack dan ukuran Perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa hanya ukuran Perusahaan
yang mampu memoderasi hubungan antara CSR score dengan kredit perdagangan pada
Perusahaan non-jasa keuangan di negara ASEAN-5.
BIBLIOGRAFI
Suttipun, M., Lakkanawanit, P., Swatdikun, T., & Dungtripop, W.
(2021). The Impact of Corporate Social Responsibility on the Financial
Performance of Listed Companies in Thailand. Sustainability.
doi:10.3390/su13168920
Al Mubarak, Z., Ben Hamed, A., & Al Mubarak, M. (2018). Impact of
corporate social responsibility on bank’s corporate image. Social
Responsibility Journal. doi:10.1108/srj-01-2018-0015
Ali, H. Y., Danish, R. Q., & Asrar‐ul‐Haq, M. (2019). How corporate
social responsibility boosts firm financial performance: The mediating role of
corporate image and customer satisfaction. Corporate Social Responsibility
and Environmental Management. doi:10.1002/csr.1781
Baek, N., Chahande, K., Eklou, K. M., Kinda, T., Nahata, V., Rawat, U.,
& Stepanyan, A. (2023, September 15). ASEAN-5: Further Harnessing the
Benefits of Regional Integration amid Fragmentation Risks. Retrieved from
International Monetary Fund: https://www.imf.org/en/Publications/WP/Issues/2023/09/14/ASEAN-5-Further-Harnessing-the-Benefits-of-Regional-Integration-amid-Fragmentation-Risks
Baumann-Pauly, D., & Wickert, C. (2013). Organizing Corporate Social
Responsibility in Small and Large Firms: Size Matters. Journal of Business
Ethics. doi:10.1007/s10551-013-1827-7
Bell, A., & Jones, K. (2015). Explaining Fixed Effects: Random Effects
Modeling of Time-Series Cross-Sectional and Panel Data. Political Science
Research and Methods, 3, 133-153. doi:10.1017/psrm.2014.7
Bendoly, E., Bachrach, D. G., Esper, T. L., Blanco, C., Iversen, J., &
Yin, Y. (2021). Operations in the upper echelons: leading sustainability
through stewardship. International Journal of Operations & Production
Management, 1737-1760.
Bermaz Auto Berhad. (2023, December 17). Sustainability. Retrieved
from BAuto Bermaz Auto Berhad: https://www.bauto.com.my/sustain.php
Boonnual , C., Prasertsri, W., & Panmanee, P. (2017). Corporate social
responsibility and firm performance in Thailand. Journal of Business and
Retail Management Research (JBRMR).
Cai, M. (2022). Influence of Social Media on Corporate Communication
Social Responsibility Under Entrepreneurial Psychology. Frontiers in
Psychology. doi:10.3389/fpsyg.2022.870373
Canto-Cuevas, F.-J., Palacín-Sánchez, M.-J., & Di Pietro, F. (2019).
Trade credit as a sustainable resource during an SME’s life cycle. Sustainability,
11(3), 670. doi:10.3390/su11030670
Canto-Cuevas, F.-J., Palacín-Sánchez, M.-J., & Di Pietro, F. (2019).
Trade Credit as a Sustainable Resource during an SME’s Life Cycle. Sustainability,
670. doi:10.3390/su11030670
Carroll, A. B., & Shabana, K. M. (2010). The Business Case for
Corporate Social Responsibility: A Review of Concepts, Research and
Practiceijm. International Journal of Management Reviews, 12(1), 85-105.
doi:10.1111/j.1468-2370.2009.00275.x
Chalil, M., & Siregar, S. V. (2021). The effect of trade credit on
company profitability. International Journal of Islamic and Social Sciences.
Chandrayanti, T., Salfadri, S., & Haryati, R. (2022). Analisa Kinerja
Keuangan PT Garuda Indonesia (TBK) Sebagai Langkah Awal Identifikasi
Permasalahan. MAMEN (Jurnal Manajemen), 1(4), 450-460.
doi:10.55123/mamen.v1i4.707
Chapple, W., & Moon, J. (2005). Corporate Social Responsibility (CSR)
in Asia: A Seven-Country Study of CSR Web Site Reporting. Business &
Society. doi: 10.1177/0007650305281658
Cheung, A. (., & Pok, W. C. (2019). Corporate social responsibility
and provision of trade credit. Journal of Contemporary Accounting and
Economics. doi:10.1016/j.jcae.2019.100159
Couderc, N. (2007). GRUBBS: Stata module to perform Grubbs' test for
outliers. Statistical Software Components S456803. Retrieved from
GRUBBS: Stata module to perform Grubbs' test for outliers.
CSRHub. (2023, November 15). CSRHub Data Schema Description.
Retrieved from CSRHub: https://www.csrhub.com/csrhub-esg-data-schema
De Jong, A., Zacharias, N. A., & Nijssen, E. J. (2020). How young
companies can effectively manage their slack resources over time to ensure
sales growth: the contingent role of value-based selling. Journal of the
Academy of Marketing Science. doi:10.1007/s11747-020-00746-y
Drews, M. (2010). Measuring the business and societal benefits of
corporate responsibility. . Corporate Governance: The International Journal
of Business in Society, 10(4), 421–431. doi:10.1108/14720701011069650
Dulkiah, M. O., Sulastri, L., Irwandi, & Sari, A. L. (2019). Corporate
Social Responsibility (CSR) and Social Conflict Potencies in Mining Areas
Community: Empirical Evidences from Indonesia. Journal of Critical Reviews.
Fernandez, W. D., Burnett, M. F., & Gomez, C. B. (2018). Women in the
boardroom and corporate social performance: negotiating the double bind. Management
Decision. doi:10.1108/MD-08-2017-0738
Fisman, R., & Love, I. (2003). Trade Credit, Financial Intermediary
Development and Industry Growth. The Journal of Finance, 58(1), 353-374.
doi:10.1111/1540-6261.00527
Gong, G., Huang, X., Wu, S., Tian, H., & Li, W. (20220). Punishment by
Securities Regulators, Corporate Social Responsibility and the Cost of Debt. Journal
of Business Ethics. doi:10.1007/s10551-020-04438-z
Grau, A. J., & Reig, A. (2018). Trade credit and determinants of
profitability in Europe. The case of the agri-food industry. International
Business Review. doi:10.1016/j.ibusrev.2018.02.005
Gujarati, D. N. (2003). Basic Econometrics (Fourth ed.). New York:
McGraw-Hill.
Gunawan, J. (2017). Pengaruh corporate social responsibility dan corporate
governance terhadap agresivitas pajak. Jurnal Akuntansi.
Hanif, H. A. (2019). Effect of Trade Credit on Firms Growth: A Case Study
of Pakistani Non-financial Firms. Journal of Accounting and Finance in
Emerging Economies, 5(2), 167-168. doi:10.26710/jafee.v5i2.621
Hejase, H., Farha, C., Haddad, Z., & Hamdar, B. (2012). Exploring the
Multiple Benefits of CSR on Organizational Performance: Case of Lebanon. Journal
of Social Sciences, COES&R-JSS, 1-23.
Hoang, H. C., Xiao, Q., & Akbar, S. (2019). Trade credit, firm
profitability, and financial constraints Evidence from listed SMEs in East Asia
and the Pacific. International Journal of Managerial Finance.
doi:10.1108/IJMF-09-2018-0258
Huang, Y.-F., Do, M.-H., & Kumar, V. (2019). Consumers' perception on
corporate social responsibility: Evidence from Vietnam. Corporate Social Responsibility
and Environmental Management. doi:10.1002/csr.1746
Industry Classification Systems. (2023, November 20). Retrieved from Classification Codes:
https://classification.codes/classifications/industry/
Inklaar, R., & Koetter, M. (2008). Financial dependence and industry
growth in Europe: Better banks and higher productivity. SSRN Electronic
Journal.
Ioannou, I., & Serafeim, G. (2014). The Impact of Corporate Social
Responsibility on Investment Recommendation: Analysts' Perceptions and Shifting
Institutional Logics. Strategic Management Journal, 36(7), 1053-1081.
doi:10.1002/smj.2268
Issarawornrawanich, P., & Wuttichindanon, S. (2018). Corporate social
responsibility practices and disclosures in Thailand. Social Responsibility
Journal. doi:10.1108/SRJ-02-2017-0038
Karaman, A. S., Orazalin, N., Uyar, A., & Shahbaz, M. (2020). CSR
achievement, reporting, and assurance in the energy sector: Does economic
development matter? Energy Policy. doi:10.1016/j.enpol.2020.112007
Keong, L. B., Ramakrishnan, S., & Hishan, S. S. (2018). Corporate
social responsibility practice of Malaysian public listed government-linked
companies: A dimensional analysis. Management Science Letters.
doi:10.5267/j.msl.2018.4.005
Lee, S., & Park, S.-Y. (2009). Financial impacts of socially
responsible activities on airline companies. Journal of Hospitality &
Tourism Research, 34(2), 185-203. doi:10.1177/1096348009349822
LIMITED, S. P. (2023, December 17). SPRC Sustainability. Retrieved
from Star Petroleum Refining Public Company Limited:
https://www.sprc.co.th/en/sustainability/SitePages/SPRC-Sustainability.aspx
Lorenzo-Molo, M. C. (2007). Understanding the reputation and image of the
Philippine public relations industry. Public Relations Review.
Lorenzo-Molo, M. C. (2009). Why corporate social responsibility (CSR)
remains a myth: The case of the Philippines). Asian Business &
Management. doi:10.1057/abm.2009.2
Love, I., & Zaidi, R. (2010). Trade Credit, Bank Credit and Financial
Crisis. International Review of Finance. doi:10.1111/j.1468-2443.2009.01100.x
Lu, J., & Herremans, I. M. (2019). Board gender diversity and
environmental performance: An industries perspective. Business Strategy and
the Environment. doi:10.1002/bse.2326
Ma, B., He, J., Yuan, H., Zhang, J., & Zhang, C. (2023). Corporate
social responsibility and trade credit: the role of textual features. Journal
of Electronic Business & Digital Economics.
doi:10.1108/JEBDE-07-2022-0018
Maharani, A., & Rozzaid, Y. (2022). The Effect Of Disclosure CSR
GRI-On Market Reaction In Listed Energy Based Companies In Indonesia. Jurnal
Penelitian Ekonomi dan Akuntansi (JPENSI).
Marimi, K. (2023, December 17). Thailand's PTTOR to triple coffee shops
overseas to 1,000. Retrieved from Nikkei Asia:
https://asia.nikkei.com/Business/Food-Beverage/Thailand-s-PTTOR-to-triple-coffee-shops-overseas-to-1-000#:~:text=Cafe%20Amazon%20debuted%20in%202002,Thailand%20alone%20as%20of%20June.
Market Screener. (2023, December 17). Star Petroleum Refining Public :
SPRC receives “CSR Recognition” Award as One of 87 companies from AMCHAM CSR
Excellence Recognition Award 2021 Announcement. Retrieved from Market
Screener: https://in.marketscreener.com/quote/stock/Star-Petroleum-Refining-26287778/news/Star-Petroleum-Refining-Public-SPRC-receives-CSR-Recognition-Award-as-One-of-87-companies-fr-37098289/
Martin, P., Singh, S., & UNIES, N. (2001). Corporate Environmental
Responsibility in Singapore and Malaysia: the Potential and Limits of Voluntary
Initiatives. New York: United Nations Research Institute for Social
Development.
Mendoza, M. L. (2011). Developing a Corporate Social Responsibility Index
in the Philippines: An Assessment. Transnational Corporation Review.
doi:10.1080/19186444.2011.11658296
Mita, A. F., Silalahi, H. F., & Halimastussadiah, A. (2018). Corporate
social responsibility (CSR) disclosure and banks’ financial performance in five
ASEAN countries. Journal of Economics, Business, and Accountancy Ventura.
doi:10.14414/jebav.v21i2.1437
Molina, C. A., & Preve, L. A. (2016). An Empirical Analysis of the
Effect of Financial Distress on Trade Credit. Financial Management.
Neequaye, E. K., Amoako, G. K., & Attatsitsey, M. (2019). Corporate
social responsibility and purchase intentions: perceptions and expectations of
young consumers’ in Ghana. International Journal of Sustainable Society, 11(1),
44-64. doi:10.1504/IJSSOC.2019.101971
Ng'eny, A. K. (2021). The Moderating Effect of Age on Firms's Internal
Determinants of Trade Credit of Listed Firms in Kenya. International Journal
of Business Strategies.
Paul, S. Y., Devi, S. S., & Teh, C. G. (2012). Impact of late payment
on Firms' profitability: Empirical evidence from Malaysia. Pacific-Basin
Finance Journal. doi:10.1016/j.pacfin.2012.03.004
Phillips, R. L., & Ormsby, R. (2016). Industry classification schemes:
An analysis and review. Journal of Business & Finance Librarianship.
Pradhan, A. K., & Nibedita, B. (2019). The Determinants of Corporate
Social Responsibility: Evidence from Indian Firms. Global Business Review.
doi:10.1177/0972150918814318
Putri, W. E., Zamroni, A., & Sagala, S. T. (2022). Evaluation of
corporate social responsibility programs for local communities around mining
companies in Kalimantan, Indonesia: environmental, economic, and social
perspectives. Journal of Environment and Sustainability. doi:10.22515/sustinere.jes.v6i1.195
Rahman, A., Rozsa, Z., & Cepel, M. (2018). Trade credit and bank
finance - Evidence from the Visegrad Group. Journal of Competitiveness.
doi:10.7441/joc.2018.03.09
Robertson, D. C. (2009). Corporate Social Responsibility and Different
Stages of Economic Development: Singapore, Turkey, and Ethiopia. Journal of
Business Ethics. doi:10.1007/s10551-009-0311-x
Saeed, A., & Zureigat, Q. (2020). Corporate Social Responsibility,
Trade Credit and Financial Crisis. Journal of Risk and Financial Management.
Samuel, S. D., Mahenthiran, S., & Ramasamy, R. (2022). CSR
Disclosures, CSR Awards and Corporate Governance as Determinants of the Cost of
Debt: Evidence from Malaysia. International Journal of Financial Studies.
doi:10.3390/ijfs10040087
Sandberg, H., Alnoor, A., & Tiberius, V. (2023). Environmental,
social, and governance ratings and financial performance: Evidence from the
European food industry. Business Strategy and the Environment.
doi:10.1002/bse.3259
Sandewa, W., & Baskoro, R. A. (2019). The Impact of Corporate Social
Responsibility on Firm Performance: Evidence from Non-financial Sector in
ASEAN-5 Countries 2012–2016. Atlantis Press.
doi:10.2991/aprish-18.2019.34
Shou, Y., Shao, J., Wang, W., & Lai, K.-h. (2020). The impact of corporate
social responsibility on trade credit: Evidence from Chinese small and
medium-sized manufacturing enterprises. International Journal of Production
Economics. doi:10.1016/j.ijpe.2020.107809
Solikhin , A., Khalik, I., & Yuliusman. (2022). Peran Corporate Social
Responsibility dalam Hubungan Financial Slack terhadap Nilai Perusahaan BUMN
yang Terdaftar di BEI Periode 2018-2021. Jurnal Manajemen Terapan dan
Keuangan (Mankeu) .
Su, W., Peng, M. W., Tan, W., & Cheung, Y.-L. (2014). The Signaling
Effect of Corporate Social Responsibility in Emerging Economies. Journal of
Business Ethics. doi:10.1007/s10551-014-2404-4
Surroca, J., Tribó, J. A., & Waddock, S. (2009). Corporate
responsibility and financial performance: The role of intangible resources. Strategic
Management Journal. doi:10.1002/smj.820
The Economic Planing Unit . (2023, November 20). Tenth Malaysia Plan
2011-2015. Retrieved From Prime Minister’s Department Putrajaya:
https://pmo.gov.my/dokumenattached/RMK/RMK10_Eds.pdf
Tian, H., & Tian, G. (2022). Corporate sustainability and trade credit
financing: Evidence from environmental, social, and governance ratings. Corporate
Social Responsibility and Environmental Management. doi: 10.1002/csr.2335
Tran, K. T., Nguyen, P. V., & Nguyen, L. M. (2018). The Role of
Financial Slack, Employee Creative Self-Efficacy and Learning Orientation in
Innovation and Organizational Performance. Administrative Sciences.
doi:10.3390/admsci8040082
Udomphoch, P., & Pormsila, W. (2023). Communicating Corporate Social
Responsibility through Green Packaging: A Case Study in Thailand. TEM
Journal. doi:10.18421/TEM121-31
Voss, G. B., Sirdeshmukh, D., & Voss, Z. G. (2008). The Effects of
Slack Resources and Environmental Threat on Product Exploration and Exploitation.
Academy of Management Journal, 51(1), 147–164.
doi:10.5465/AMJ.2008.30767373
Wong, D. (2023, December 17). MM2 Asia files notice of 3 straight years
of losses. Retrieved from The Strait Times:
https://www.straitstimes.com/business/companies-markets/mm2-asia-files-notice-of-3-straight-years-of-losses
Xu, H., Pham, T. H., & Dao, M. (2020). Annual report readability and
trade credit. Review of Accounting and financing.
doi:10.1108/RAF-10-2019-0221
Xu, H., Wu, J., & Dao, M. (2019). Corporate social responsibility and
trade credit. Review of Quantitative Finance and Accounting.
doi:10.1007/s11156-019-00829-0
Yousefian, M., Bascompta, M., Sanmiquel, L., & Vintró, C. (2023).
Corporate social responsibility and economic growth in the mining industry. The
Extractive Industries and Society, 13. doi:10.1016/j.exis.2023.101226
Yuniarta, G., Diatmika, I. G., & Yudantara, I. A. (2019). Analysis of
Competitiveness Determinants of the Woodcraft Industry in Bali. Advances in
Economics, Business and Management Research, 13.
Zhang , M., Ma, L., Su, J., & Zhang, W. (2014). Do Suppliers Applaud
Corporate Social Performance? Journal of Businsss Ethics.
doi:10.1007/s10551-013-1735-x
Zhang, M., Ma, L., Su, J., & Zhang, W. (2014). Do Suppliers Applaud
Corporate Social Performance? J Bus Ethics, 121, 543–557.
doi:10.1007/s10551-013-1735-x
Copyright holder: Ika Sukmawati (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |