Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 1, Januari 2024

 

PENGARUH CSR SCORE TERHADAP KREDIT PERDAGANGAN PADA PERUSAHAAN NON-JASA KEUANGAN DI NEGARA ASEAN–5

 

Ika Sukmawati

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini menginvestigasi pengaruh CSR (Corporate Social Responsibility) score dan kredit perdagangan pada Perusahaan non-jasa keuangan di negara-negara ASEAN-5. Dengan menggunakan analisis data panel non-linear, sampel yang digunakan sebanyak 643 perusahaan publik di Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2022. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan non-linear antara CSR score dan kredit perdagangan. Penelitian lebih lanjut diperoleh informasi bahwa ukuran Perusahaan memoderasi hubungan non-linear tersebut. Temuan ini menunjukkan bahwa pemasok akan lebih mudah memberikan kredit perdagangan pada Perusahaan yang memiliki CSR score yang terus membaik. Penelitian ini berkontribusi pada literatur yang ada dengan menunjukkan bahwa pengaruh CSR score terhadap kredit perdagangan tidak bersifat linier dan dapat dipengaruhi oleh ukuran perusahaan.

Kata Kunci: Corporate Social Responsibility, CSR Score, Kredit Perdagangan, ASEAN-5, Ukuran Perusahaan

 

Abstract

This study investigates the effect of CSR (Corporate Social Responsibility) score and trade credit on non-financial services firms in ASEAN-5 countries. Using non-linear panel data analysis, the sample used was 643 public companies in Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand and the Philippines from 2013 to 2022. The results show that there is a non-linear relationship between CSR score and trade credit. Further research obtained information that Company size moderates the non-linear relationship. This finding suggests that suppliers are more likely to provide trade credit to companies that have an improving CSR score. This study contributes to the existing literature by showing that the effect of CSR score on trade credit is not linear and can be influenced by firm size.

Keywords: Corporate Social Responsibility, CSR score, trade credit, ASEAN-5, financial slack, firm size

 

 

Pendahuluan

Tanggung jawab sosial perusahaan, atau biasa disebut Corporate Social Responsibility (disingkat CSR), memainkan peran penting bagi perusahaan dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dan juga mendapat perhatian besar dari para manajer dan peneliti selama beberapa tahun terakhir ini (Huang, Do, & Kumar, 2019). Perhatian ini diberikan atas dasar dampak yang ditimbulkan dari pengoperasian bisnis perusahaan, khususnya perusahaan-perusahaan non-jasa keuangan, seperti kerusakan lingkungan, kelangkaan sumber daya dan penurunan efisiensi Perusahaan, masalah keselamatan kerja (Yousefian et al., 2023; Cai, 2022). Reputasi yang baik dapat memberikan keunggulan kompetitif bagi bisnis, sedangkan reputasi yang buruk dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan dari para pemangku kepentingan, sehingga mengurangi nilai perusahaan (Gong, Huang, Wu, Tian, & Li, 20220).

Selanjutnya laporan CSR berfungsi sebagai indikasi aktivitas CSR sebuah Perusahaan (Ma, He, Yuan, Zhang, & Zhang, 2023). Saat ini, semakin banyak perusahaan di seluruh dunia menggunakan auditor pihak ketiga untuk memverifikasi laporan CSR-nya karena adanya kebutuhan untuk menyampaikan pesan kepada berbagai pemangku kepentingan bahwa risiko lingkungan dan sosial dikelola dengan baik (Karaman, Orazalin, Uyar, & Shahbaz, 2020).

Gambar 1. menampilkan rata-rata nilai CSR di negara ASEAN-5 dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2022 menurut data nilai CSR yang dikeluarkan oleh CSRHub (CSRHub, 2023). Malaysia dan Thailand menempati posisi pertama dan kedua secara bergantian, sedangkan Indonesia selalu berada diurutan terakhir diantara kelima negara tersebut selama 6 tahun terakhir. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, Malaysia dan Thailand telah menyadari pentingnya kegiatan CSR dalam membentuk citra perusahaan yang positif.  

 

A graph of the number of countries/regions

Description automatically generated

Gambar 1. Rata-rata skor CSR negara ASEAN-5

Sumber: CSRHub (2023), diolah

 

Peningkatan aktivitas ekonomi telah menghasilkan dampak yang luas, baik positif maupun negatif. Dampak negatif dari kegiatan industri di Indonesia telah mendorong pemerintah Indonesia, masyarakat, dan eksekutif perusahaan untuk membuat undang-undang yang mengatur pelaksanaan dan pengungkapan CSR (Putri, Zamroni, & Sagala, 2022). Selain itu, baik pemerintah maupun perusahaan secara aktif berfokus dan berkomitmen untuk melaksanakan kegiatan CSR sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan (Sandewa & Baskoro, 2019). Salah satu tujuan awal dari CSR adalah untuk memastikan bahwa perusahaan bertanggung jawab atas hasil dari proses produksi mereka, namun banyak Perusahaan di Indonesia yang menganggap CSR sebagai biaya sehingga implementasi CSR belum dapat diterima secara luas di Indonesia (Gunawan, 2017; Dulkiah, Sulastri, Irwandi, & Sari, 2019; )

Perkembangan CSR di Malaysia mengalami kemajuan yang signifikan pada tahun 2006 ketika Perdana Menteri, yang juga menjabat sebagai Menteri Keuangan, menekankan dalam Pidato Anggaran 2007/08 bahwa Perusahaan Terbuka harus mengungkapkan kegiatan CSR mereka untuk mempromosikan budaya yang bertanggung jawab secara sosial.   Hal ini difasilitasi dengan diperkenalkannya The Silver Book oleh Putrajaya Committee on Government-Linked Companies (GLC), yang menyediakan pedoman aturan untuk pelaporan CSR kepada GLC dan juga kerangka kerja CSR untuk Public Listed Companies (PLC) diluncurkan untuk memungkinkan pelaporan CSR oleh Bursa Malaysia (BM) pada tahun 2006.  (Keong, Ramakrishnan, & Hishan, 2018). Namun, Malaysia tidak memiliki penerapan aturan akuntansi yang diterima secara global untuk pengungkapan informasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR).   Akibatnya, pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) di Malaysia sepenuhnya bersifat opsional, dan perusahaan memiliki otonomi penuh dalam menentukan informasi apa yang akan dimasukkan dalam laporan tahunan perusahaan (Keong, Ramakrishnan, & Hishan, 2018).

Menurut Abdifatah Ahmed (2013), perusahaan-perusahaan di Malaysia mencoba untuk membuat orang terkesan dengan mendapatkan penghargaan CSR, dimana hal tersebut menunjukkan bahwa mereka memiliki praktik-praktik terbaik. Dua contoh penghargaan CSR di Malaysia adalah penghargaan CSR Perdana Menteri dan ACCA MESRA (Penghargaan Pelaporan Lingkungan dan Sosial Malaysia). Ketika perusahaan memenangkan penghargaan CSR, media akan meliputnya secara positif sehingga hasilnya dapat membantu pencitraan Perusahaan dan juga mengurangi asimetri informasi. Malaysia cukup proaktif dalam memasukkan elemen-elemen tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) ke dalam indikator-indikator ekonominya (Sandewa & Baskoro, 2019).

Selanjutnya Robertson (2009), tanggung jawab sosial perusahaan di Singapura kemungkinan besar akan menyerupai perusahaan multinasional di Amerika Serikat dan Inggris karena kepemilikan perusahaan yang lebih banyak dimiliki oleh pemerintah daripada swasta, kerangka kerja tata kelola perusahaan yang kuat, ekonomi yang relatif terbuka terhadap investasi asing, dan sejarah panjang partisipasi dan aktivisme warga negara. Jika faktor-faktor tersebut tetap stabil, diperkirakan bahwa perusahaan multinasional akan memperluas inisiatif tanggung jawab sosial perusahaan mereka ke perusahaan yang lebih kecil maupun lokal.

Mengutip salah satu pernyataan dari responden di negara Singapura, yang tertuang dalam penelitian Robertson (2009), “Hambatan utama bagi CSR adalah kurangnya penghargaan bahwa CSR berkontribusi terhadap laba, dan hanya sedikit yang memahami bahwa CSR menguntungkan mereka”. Responden tersebut secara konsisten menyebutkan bahwa di negara Singapura perlu terus dilakukan edukasi tentang manfaat finansial dari CSR. Responden lainnya mengatakan bahwa perlu ada pengakuan secara bertahap bahwa perusahan UKM juga dapat mengambil bagian dalam CSR dimana CSR tidak diperuntukkan khusus untuk perusahaan multinasional saja.

Martin, Singh, & UNIES (2001) mengatakan bahwa perusahaan multinasional asing di Singapura lebih aktif dibandingkan perusahaan lokal dalam konteks isu lingkungan. Pada tahun 2005, Singapore Compact diluncurkan untuk menyediakan platform nasional untuk mempromosikan CSR lebih lanjut di Singapura. Sekretaris eksekutif dari Singapore Compact mengatakan bahwa kesejahteraan pekerja dan pemberian amal perusahaan adalah dua contoh dari sekian banyak jenis tanggung jawab sosial perusahaan yang telah dipraktikkan di Singapura selama beberapa waktu, namun kegiatan tersebut belum merata karena sebagian besar terbatas pada perusahaan multinasional dan bisnis lokal yang besar (Thomas, 2006 dalam Robertson, 2009).

Di antara negara-negara di Asia, Thailand termasuk yang paling maju dalam hal tata kelola perusahaan, yang dapat didefinisikan sebagai pengungkapan etis kebijakan dan prosedur Perusahaan meskipun perusahaan-perusahaan Thailand tidak terlalu proaktif dalam mempublikasikan kegiatan CSR-nya namun banyak bukti yang menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan Thailand secara aktif dan berhasil menggunakan taktik CSR (Boonnual, Prasertsri, & Panmanee, 2017; (Issarawornrawanich & Wuttichindanon, 2018). Berdasarkan Udomphoch & Pormsila (2023), gagasan "Ekonomi Kecukupan" dari H.M. Raja Bhumibol Adulyadej (Raja Rama 9) membantu rakyat Thailand menemukan keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari mereka, dan gagasan ini menjadi konsep utama dalam pembentukan CSR di Thailand. Konsep ini tidak hanya menjadi panduan untuk kemajuan ekonomi, tetapi juga untuk pembangunan sosial dan pelestarian lingkungan demi kesejahteraan negara. Budaya dianggap sebagai tahap awal dari tindakan CSR dengan melakukan melalui kontribusi atau amal, yang mengacu pada cara hidup dan nilai-nilai tradisional Thailand. Namun, pemberian tersebut tidak mengantisipasi konsekuensi jangka panjang sehingga perusahaan harus menciptakan dan menerapkan kegiatan CSR agar tercapai "Pembangunan Berkelanjutan" atau "Bisnis Berkelanjutan." Saat ini, banyak aksi perusahaan yang berada di berbagai tingkatan CSR, mulai dari kontribusi hingga integrasi pembangunan berkelanjutan ke dalam rencana perusahaan. Kegiatan CSR di Thailand sebagian besar merupakan inisiatif dari perusahaan besar, seperti MarketingOops, King Power International Group, Charoen Pokphand Group, Singha Corporation, dan Toyota Thailand yang menjadikan CSR sebagai strategi utama bisnis. Perusahaan UKM (Usaha Kecil dan Menengah) mencakup 90% dari seluruh perusahaan di Thailand, telah menciptakan produk berdasarkan budaya tradisional, kontribusi, dan amal. Begitu pun dengan perusahaan-perusahaan besar di Thailand telah menyadari bahwa investasi sosial dapat meningkatkan daya saing jangka panjang perusahaan.

Salah satu hal yang dilakukan oleh banyak perusahaan Filipina untuk terlibat aktif dengan masyarakat yaitu melalui kemitraan ataupun kegiatan amal (Chapple & Moon, 2005). Terlepas dari lokasi, status sosial ekonomi, jenis kelamin, atau usia seseorang, perusahaan-perusahaan di Filipina diyakini secara luas memiliki "kewajiban" terhadap para pekerjanya, lingkungan, dan masyarakat yang kurang mampu. (Mendoza, 2011).

Berdasarkan Lorenzo-Molo (2009), fokus utama CSR di Filipina adalah pendidikan, dengan program dan kegiatan yang ditujukan untuk siswa, orang tua dan akademisi, baik negeri maupun swasta dimana perusahaan-perusahaan besar yang dikendalikan oleh keluarga mendominasi sektor ini. Inisiasi dan pengelolaan kegiatan CSR ditempatkan di bawah sebuah yayasan, atau disebut sebagai bagian pengembangan sosial dan budaya. Di sisi lain, ada juga yang meminta bantuan perusahaan periklanan untuk mengembangkan dan melaksanakan CSR. Karena hubungan masyarakat (humas) di negara ini pada dasarnya terdiri dari hubungan media dan publisitas (Lorenzo-Molo, 2007). CSR dilihat sebagai kesempatan untuk menarik perhatian media dan karena perusahaan mendelegasikan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) kepada perusahaan humas dan periklanan, Publisitas merupakan komponen penting dari hubungan masyarakat konsumen.

Berdasarkan Ma, He, Yuan, Zhang, & Zhang (2023), kredit perdagangan adalah bentuk pembiayaan jangka pendek di mana pemasok menawarkan suatu bentuk instrumen keuangan kepada pembeli mereka. Kemampuan pembeli dalam membayar kredit perdagangan secara tepat waktu menjadi hal penting yang diperhatikan oleh pemasok, sehingga pemasok akan menilai operasi bisnis, reputasi dan akuntabilitas pembeli. Ketika sebuah perusahaan memiliki reputasi yang kuat dan rasa tanggung jawab yang tinggi, perusahaan tersebut diharapkan dapat berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi komitmennya sehingga risiko keterlambatan pembayaran menjadi sangat kecil. Praktik kredit perdagangan di setiap negara dapat berbeda tergantung dari nilai-nilai budaya, kerangka hukum, dan kondisi ekonomi. Bahkan karakteristik kredit perdagangan antar sektor industri di negara yang sama juga dapat berbeda.

Karakteristik setiap industri atau sektor akan secara langsung mempengaruhi bagaimana perusahaan mengambil keuntungan dari kredit perdagangan (Grau & Reig, 2018). Perusahaan dapat meningkatkan profitabilitas dengan memanfaatkan kredit perdagangan, namun jika penggunaan kredit perdagangan terlalu tinggi dapat menimbulkan peningkatan risiko kehilangan pendapatan atau biaya keuangan yang tinggi, sehingga mengurangi profitabilitas perusahaan (Hoang, Xiao, & Akbar, 2019). Penelitian yang dilakukan oleh Chalil & Siregar (2021) menggunakan sampel Perusahaan non jasa keuangan di Indonesia pada kurun waktu 2010 sampai dengan tahun 2019 dengan 11 jenis tipe industri berdasarkan klasifikasi GICS (Global Industry Classification Standard) memberikan hasil bahwa terdapat hubungan negatif antara kredit perdagangan dengan profitabilitas, namun bukti hubungan non linear antara utang usaha dan profitabilitas tidak dapat ditemukan. Hal ini dapat dikarenakan adanya kemungkinan perusahaan menggunakan kredit jangka pendek dari bank atau pinjaman jangka pendek lainnya, sehingga tidak mengandalkan utang usaha sebagai sumber daya jangka pendeknya. Selain itu, ukuran perusahaan juga mempengaruhi hasil penelitian, dimana kredit perdagangan memberikan dampak yang signifikan pada perusahaan kecil dibandingkan perusahaan besar sehingga semakin besar kredit perdagangan dapat menurunkan keuntungan Perusahaan karena tingginya biaya pengelolaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Molina & Preve (2016) menggunakan data perusahaan Amerika Serikat dari tahun 1978 sampai dengan tahun 2000, menjelaskan penggunaan kredit perdagangan oleh perusahaan-perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan akan menggunakan kredit perdagangan dalam jumlah yang lebih besar untuk menggantikan sumber pembiayaan dari bank. Perusahaan yang lebih kecil dan pangsa pasar yang juga kecil, serta memiliki produk yang lebih unik cenderung menggunakan lebih banyak pembiayaan kredit perdagangan ketika mengalami kesulitan. Selain itu, perusahaan akan mengalami penurunan tambahan minimal 11% dalam penjualan dan peningkatan profitabilitas diatas penurunan rata-rata 21% pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan yang secara signifikan meningkatkan hutang dagangnya.

Negara-negara yang kurang berkembang di Asia lebih bergantung pada kredit perdagangan daripada negara-negara yang lebih maju, yang ditunjukkan oleh jangka waktu kredit yang lebih panjang. Contohnya adalah perusahaan-perusahaan India memiliki jangka waktu kredit terpanjang dengan jangka waktu selama 90 hari, diikuti oleh perusahaan-perusahaan Malaysia dengan jangka waktu 30 hingga 90 hari, namun berbeda dengan Hong Kong dan Singapura yang memiliki jangka waktu kredit yang lebih pendek sekitar 30 hari (Paul, Devi, & Teh, 2012).

Ma, He, Yuan, Zhang, & Zhang (2023) berpendapat bahwa pemasok lebih cenderung memberikan kredit perdagangan kepada perusahaan yang menunjukkan sentimen positif dalam laporan CSR-nya dimana pemasok memandang perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial lebih etis dan tidak terlalu rentan terhadap penundaan atau gagal bayar. Oleh karena itu, ketika perusahaan mengungkapkan laporan CSR-nya, perusahaan harus memiliki narasi yang positif karena perusahaan harus menunjukkan kepada para pemangku kepentingannya, seperti pemasok, mengenai tanggung jawab sosial, reputasi, dan citra perusahaan melalui kegiatan yang telah dilakukannya dalam CSR. Ketika sebuah perusahaan dapat menunjukkan kegiatan CSR-nya, maka perusahaan tersebut memiliki kinerja CSR yang baik, dan kemungkinan pemasok untuk memberikan kredit perdagangan menjadi lebih tinggi. Literatur terkait hubungan CSR dengan kredit perdagangan di negara ASEAN-5 belum dikaji, dan sangat sedikit dibahas pada penelitian lainnya, seperti Shou, Shao, Wang, & Lai (2020) yang meneliti hubungan ini pada Perusahaan di China.

Konsep CSR telah banyak diteliti dalam literatur akademis. Namun, sampai dengan saat ini belum ada pengukuran CSR yang disepakati secara global. Terdapat beberapa metode pengukuran langsung tanggung jawab sosial yang ada, seperti Global Reporting Initiative (GRI) standard (Karaman, Orazalin, Uyar, & Shahbaz, 2020; Maharani & Rozzaid, 2022), indeks Kinder Lydenberg dan Domini (KLD) ( Fernandez, Burnett, & Gomez, 2018; Ali, Danish, & Asrar‐ul‐Haq, 2019), Gunning Fog Index (Ma, He, Yuan, Zhang, & Zhang, 2023) dan metode survei (Ferrell, Harrison, Ferrell, & Hair, 2019). Beberapa akademisi juga menggunakan peringkat basis data yang sudah ada untuk menilai CSR (Ma, He, Yuan, Zhang, & Zhang, 2023), dimana Hexun (Shou, Shao, Wang, & Lai, 2020), Sustainalytics (Surroca, Tribó, & Waddock, 2009; Lu & Herremans, 2019) dan CSRHub (Yousefian, Bascompta, Sanmiquel, & Vintró, 2023) adalah contoh perusahaan yang memberikan skor CSR dan digunakan oleh berbagai praktisi dan akademisi.

Penundaan pembayaran yang dilakukan oleh pembeli kepada pemasok disebut sebagai kredit perdagangan (Xu, Wu, & Dao, 2020), dan merupakan sumber keuangan jangka pendek yang penting. Penelitian terkait kredit perdagangan telah banyak dilakukan untuk mempelajari apa yang mendasari penawaran atau penggunaan kredit perdagangan. Hal-hal yang mendasari penggunaan kredit perdagangan, yaitu sebagai alternatif sumber pembiayaan Ketika kesulitan memperoleh pembiayaan dari bank (Love & Zaidi, 2010; Tian & Tian, 2022).

Beberapa penelitian tentang kredit perdagangan memiliki definisi berbeda dalam pengukurannya dan tidak ada ukuran yang disepakati hingga saat ini. Penelitian ini menggunakan metode pengukuran dari penelitian yang dilakukan oleh Xu, Wu, & Dao (2019) and Shou, Shao, Wang, & Lai (2020), yang mengukur kredit perdagangan berdasarkan rasio dari utang usaha terhadap harga pokok penjualan. Pengukuran kredit perdagangan yang dilakukan oleh peneliti lainnya, yaitu, rasio dari utang usaha terhadap total liabilitas (Xu, Pham, & Dao, 2020), rasio dari utang usaha terhadap total aset (Tian & Tian, 2022), dan rasio piutang usaha terhadap penjualan (Cheung & Pok, 2019).

Beberapa penelitian telah mengkaji hubungan antara CSR dan kredit perdagangan, seperti Zhang, Ma, Su, & Zhang (2014) menganalisis kegiatan CSR berupa sumbangan amal dapat menyebabkan pemasok lebih banyak memberikan kredit perdagangan dan efeknya signifikan pada perusahaan swasta. Kemudian Xu, Wu, & Dao (2019) membuktikan bahwa skor CSR yang lebih tinggi berhubungan dengan tingkat kredit perdagangan yang lebih tinggi, namun faktor yang mempengaruhinya secara spesifik tidak dianalisa lebih lanjut. Selain itu, mereka juga memeriksa empat komponen CSR individu, yaitu lingkungan, hubungan karyawan, komunitas dan keragaman, dan menemukan hubungan positif antara komponen-komponen ini dan kredit perdagangan. Penelitian yang dilakukan oleh  Shou, Shao, Wang, & Lai (2020) menyatakan bahwa kinerja CSR memiliki hubungan berbentuk U dengan kredit perdagangan.

Kawasan ASEAN-5, yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Singapura, Thailand dan Filipina, berperan penting dalam perekonomian global (Baek, et al., 2023), sehingga dapat dikatakan bahwa negara-negara tersebut merupakan negara dengan perekonomian yang penting di kasawan Asia Tenggara. Chapple & Moon (2005) menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara negara-negara ASEAN dalam hal bahasa, tingkat perkembangan, jumlah penduduk, agama yang dianut, dan lingkungan hukum. Kelima negara tersebut juga berada di wilayah yang berdekatan dan cukup mirip.

Penelitian CSR di negara-negara maju telah banyak diteliti, sedangkan penelitian CSR di negara-negara ASEAN masih jarang ditemukan (Mita, Silalahi, & Halimastussadiah, 2018). Lingkungan sosio-ekonomi dan bisnis yang beragam, memberikan latar yang kaya untuk mengeksplorasi interaksi antara praktik CSR dan dinamika kredit perdagangan. Secara keseluruhan, penelitian terkait CSR di negara-negara Asia Tenggara khususnya negara ASEAN-5 masih dapat terus dikembangkan.

Penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh CSR score terhadap kredit perdagangan pada perusahaan non jasa keuangan di negara ASEAN-5. Tujuan tersebut secara spesifik adalah; (1) menganalisis pengaruh CSR score terhadap kredit perdagangan pada perusahaan non jasa keuangan di negara ASEAN-5, (2) menganalisis pengaruh variabel moderasi financial slack terhadap hubungan antara CSR score dan kredit perdagangan pada perusahaan non jasa keuangan di negara ASEAN-5, dan (3) menganalisis pengaruh variabel moderasi ukuran perusahaan terhadap hubungan antara CSR score dan kredit perdagangan pada perusahaan non jasa keuangan di negara ASEAN-5.

 

Metode Penelitian

Model Penelitian

Penelitian ini mengadopsi metode yang dilakukan oleh Shou et al. (2020) dan Xu et al. (2019) untuk menganalisis hubungan antara CSR dan kredit perdagangan, berikut pengaruh dari variabel moderasi terhadap hubungan tersebut. Penelitian tersebut terdiri dari 3 model pengukuran: (1) Model 1, atau model dasar, hanya memasukkan variabel control; (2) Model 2 menambahkan CSR dan suku kuadratnya (CSR squared) ke dalam persamaan untuk menilai hubungan lengkung antara CSR dan kredit perdagangan; (3) Model 3 menambahkan moderator (yaitu, financial slack dan ukuran perusahaan) dan interaksinya terhadap CSR.

 

Spesifikasi Model

Penelitian yang dilakukan oleh Shou et al (2020) menggunakan regresi data panel untuk menganalisis hubungan antara CSR dan kredit perdagangan dengan moderasi Financial Slack dan ukuran Perusahaan. Hasil pengujian menggunakan regresi Random Effect Model, sebagai berikut:

Dengan;

, merupakan konstanta

 s.d. , merupakan koefisien regresi variable independen pada model 3

, merupakan error term

Peneliti juga mengadopsi model penelitian yang dilakukan oleh Xu, Wu, & Dao (2019) yang juga menggunakan regresi data panel dengan variable dependen berupa kredit perdagangan dan variable independent berupa CSR score. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Shou et al (2020) adalah tidak adanya variable moderasi dan beberapa perbedaan pada variable kontrol. Persamaan regresi untuk model penelitian Xu et al (2019) sebagai berikut:

Dengan;

, merupakan konstanta

 s.d. , merupakan koefisien regresi variable independen

, merupakan error term

 

Berdasarkan kedua model tersebut, peneliti membentuk model regresi baru yang akan digunakan pada penelitian ini, menjadi sebagai berikut:

Dengan:

, merupakan konstanta

 s.d. , merupakan koefisien regresi variable independen pada model 3

FSLACK, merupakan Financial slack

FSIZE, merupakan ukuran Perusahaan

AGE, merupakan umur Perusahaan

SOE, merupakan kepanjangan dari State Ownership

MKTSHARE, merupakan market share

ROA, merupakan profitibilitas

MTB, merupakan pertumbuhan perusahaan

LEV, merupakan leverage perusahaan

CLXTRADE, merupakan current liabilities

, merupakan error term

 

Hipotesis Penelitian

Mengacu pada perumusan masalah yang telah disebutkan pada bab sebelumnya, penelitian ini memiliki dua hipotesis untuk menganalisis hubungan antara CSR score dan kredit perdagangan dengan moderasi financial slack dan ukuran perusahaan

Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Kredit Perdagangan

Menurut Shou et al., (2020), pemasok lebih cenderung memberikan kredit perdagangan kepada perusahaan yang menunjukkan praktik CSR yang kuat. Hal ini dikarenakan pemasok yakin akan kredibilitas perusahaan-perusahaan tersebut ketika mereka bekerja sama dengan perusahaan yang menunjukkan kinerja CSR yang unggul. Kinerja CSR yang kuat juga menunjukkan kepada pemasok bahwa perusahaan memiliki banyak modal untuk digunakan dalam kegiatan CSR sehingga pemasok akan melihat bahwa perusahaan tidak membutuhkan banyak kredit perdagangan. Akibatnya, pemasok mungkin kurang bersedia memberikan kredit perdagangan kepada bisnis kliennya.

Cheung & Pok (2019) juga mengemukakan hal yang sama bahwa pemasok cenderung tidak memberikan kredit perdagangan kepada perusahaan ketika kinerja CSR nya baik. Kinerja yang kuat dapat memberikan indikasi yang baik untuk reputasi bisnis dan citra publik (Su, Peng, Tan, & Cheung, 2014), serta hubungan positif antara kepercayaan perusahaan pembeli dan kemungkinan pemasok menawarkan kredit perdagangan (Xu et al., 2019). Menurut Zhang et al., (2014) pemasok cenderung memberikan kredit perdagangan kepada perusahaan yang memiliki tingkat risiko operasional yang lebih rendah untuk mengurangi risiko bisnis secara keseluruhan,. Oleh karena itu, diharapkan bahwa pemasok lebih bersedia untuk menawarkan kredit perdagangan kepada perusahaan dengan tingkat kinerja CSR yang tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Shou et al., (2020) menunjukkan hubungan antara CSR dan kredit perdagangan berbentuk kurva U. Pola ini dapat diartikan ketika kinerja CSR meningkat, kredit perdagangan yang diperoleh dari pemasok akan menurun pada awalnya karena efek sinyal negatif lebih besar daripada sinyal positif. Lalu, ketika kinerja CSR perusahaan meningkat melebihi tingkat yang cukup tinggi, kredit perdagangan akan meningkat karena efek sinyal positif menjadi lebih kuat karena meningkatnya modal reputasi dan moral yang diperoleh perusahaan. Kesimpulannya, perusahaan dengan tingkat kinerja CSR yang sangat tinggi atau sangat rendah dapat menerima kredit perdagangan yang lebih tinggi dari pemasok dibandingkan dengan Perusahaan yang memiliki tingkat kinerja CSR yang rata-rata. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan hipotesis terkait CSR score terhadap kredit perdagangan, yaitu:

H1: CSR score memiliki hubungan non-linear dengan kredit perdagangan pada Perusahaan non jasa keuangan di negara ASEAN-5.

 

Financial Slack dan Ukuran Perusahaan terhadap Hubungan CSR Score dengan Kredit Perdagangan

Persepsi pemasok terhadap kekuatan sinyal CSR akan berubah ketika dihadapkan pada informasi terkait financial slack (kelonggaran keuangan). Ketika perusahaan memiliki financial slack yang lebih besar, perusahaan diasumsikan dapat membiayai kegiatan CSR dengan lebih baik, sehingga biaya kegiatan tersebut menjadi lebih murah bagi perusahaan (Shou et al., 2017). Hal ini dapat diartikan bahwa perusahaan dengan financial slack yang lebih besar akan lebih mampu membelanjakan dana untuk proyek-proyek CSR dan melakukan pekerjaan yang lebih baik tanpa dukungan dana dari pihak ke-3. Namun, ketika perusahaan tidak memiliki financial slack yang memadai, pemasok akan melihat sinyal bahwa kegiatan CSR perusahaan memiliki biaya yang tinggi karena timbulnya biaya utang. Pemasok akan melihat kinerja CSR perusahaan yang tidak memiliki financial slack sebagai sinyal yang lebih dapat dipercaya bahwa perusahaan membutuhkan sumber modal baru sehingga lebih mudah bagi perusahaan untuk mendapatkan kredit perdagangan dari penjual ketika mereka memiliki sedikit financial slack.

Di sisi lain, ukuran perusahaan dapat melemahkan sinyal dari kinerja CSR pada kredit perdagangan. Shou et al., (2020) menjelaskan bahwa Perusahaan UKM yang lebih kecil cukup sulit untuk mendapatkan akses ke sumber daya seperti modal dari pihak ketiga sehingga perusahaan akan beroperasi dengan sumber daya yang cukup terbatas untuk melaksanakan kegiatan CSR. Oleh karena itu, kinerja CSR perusahaan yang lebih kecil dapat memberikan sinyal yang lebih mahal dan karenanya lebih kredibel bagi pemasok dan dapat membantu perusahaan memperoleh kredit perdagangan dari pemasok.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan hipotesis terkait pengaruh moderasi financial slack dan ukuran Perusahaan terhadap hubungan antara CSR score dan kredit perdagangan, yaitu:

H2: Financial slack memoderasi hubungan antara CSR score dan kredit perdagangan.

H3: Ukuran Perusahaan memoderasi hubungan antara CSR score dan kredit perdagangan.

 

Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini merupakan data panel. Data panel menunjukkan lebih banyak variasi dan memberikan lebih banyak informasi, sehingga lebih efisien dibandingkan dengan data deret waktu (Sandberg, Alnoor, & Tiberius, 2023), serta memungkinkan identifikasi efek statistik dan korelasi yang lebih kuat dibandingkan dengan data deret waktu (Bell & Jones, 2015).

Penelitian ini mengambil sampel penelitian dengan rentang waktu 10 tahun dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2022. Sampel penelitian berupa data CSR score diperoleh dari basis data CSRHub untuk perusahaan-perusahaan yang berada di negara ASEAN-5, yaitu negara Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand dan Filipina. Data keuangan diperoleh dari basis data Refinitif Eikon untuk perusahaan non Jasa Keuangan di negara ASEAN-5.

 

Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari basis data CSRHub untuk data CSR, dan basis data Refinitiv Eikon untuk data keuangan. Populasi dari penelitian ini adalah Perusahaan non jasa keuangan yang berada di negara ASEAN-5. Pemilihan sampel akhir dilakukan secara purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan kriteria yang sebelumnya sudah ditentukan.

 

Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data pada penelitian ini mencakup tiga tahapan besar, yaitu pencarian data, pengolahan data, dan analisis hasil dari data yang digunakan. Langkah pertama adalah dengan pemilihan sampel data yang ada di basis data CSRHub dan Refinitiv Eikon dengan teknik purposive sampling. Hasil data ini kemudian dilakukan pengecekan adanya kemungkinan outlier yang dapat mengganggu hasil regresi dengan dengan menggunakan Uji Grubbs pada seluruh variable yang digunakan pada penelitian.

Menurut modul STATA (Couderc, 2007), uji Grubbs dapat digunakan untuk mendeteksi outlier dalam kumpulan data, baik dengan membuat variabel baru (sama dengan 1 jika observasi adalah outlier dan 0 jika tidak) atau mengeluarkan outlier dari kumpulan data. Uji Grubbs, yang juga dikenal sebagai uji residual normal maksimum, mendeteksi satu outlier pada setiap iterasi dan dihapuskan dari kumpulan data. Pengujian diulang sampai tidak ada outlier yang tersisa.

Hasil dari uji Grubbs diperoleh informasi bahwa variabel CSR dan FSIZE tidak ditemukan outlier, sedangkan variabel lainnya ditemukan outlier. Peneliti melakukan penanganan outlier dengan 2 metode, yaitu menghapus data outlier pada variable yang memiliki outlier kurang dari 50 dan melakukan transformasi persentil dengan cara winsorize data pada variabel yang memiliki outlier diatas 50. Hasil dari penanganan outlier tersebut, data penelitian menjadi sebanyak 6.375 observasi.

 

Hasil dan Pembahasan

Analisis Hasil Penentuan Model

Penentuan model dilakukan dengan melakukan uji Chow untuk mengestimasi model regresi terbaik antara Common Effect Model (CEM) dan Fixed Effect Model (FEM). Hipotesis nolnya adalah memilih CEM jika probabilitas cross section Chi-square > 0,05, dan sebaliknya jika probabilitas cross section Chi-square < 0,05 maka FEM yang dipilih.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 1. Hasil Uji Model Terbaik

Model

DV

IV

Uji Chow

Uji Hausman

Kesimpulan

1

TC

AGE, ROA, SOE, MKTSHARE, MTB, LEV, CLXTRADE

Prob. 0,0000, H0 diterima dengan Fiixed Effect Model (FEM)

Prob. 0,0000, H0 diterima dengan Fiixed Effect Model (FEM)

Model terbaik adalah Fixed Effect Model (FEM)

2

TC

CSR, CSR2, AGE, ROA, SOE, MKTSHARE, MTB, LEV, CLXTRADE

Prob. 0,0000, H0 diterima dengan Fiixed Effect Model (FEM)

Prob. 0,0000, H0 diterima dengan Fiixed Effect Model (FEM)

Model terbaik adalah Fixed Effect Model (FEM)

3

TC

CSR, CSR2, FSLACK, FSIZE, CSRFSLACK, CSR2FSLACK, CSRFSIZE, CSR2FSIZE AGE, ROA, SOE, MKTSHARE, MTB, LEV, CLXTRADE

Prob. 0,0000, H0 diterima dengan Fiixed Effect Model (FEM)

Prob. 0,0000, H0 diterima dengan Fiixed Effect Model (FEM)

Model terbaik adalah Fixed Effect Model (FEM)

Sumber: Peneliti, 2023, diolah

 

Uji Hausman dilakukan untuk mengestimasi model regresi terbaik antara FEM dan Random Effect Model (REM) dimana hipotesis nolnya adalah memilih REM ketika probabilitas cross section Chi-square > 0,05, dan jika hasilnya menunjukkan nilai sebaliknya maka FEM yang dipilih.

 

Analisis Hasil Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik untuk memenuhi asumsi BLUE (Best Linier Unbiased Estimate) pada model FEM dilakukan dengan menguji adanya heteroskedastisitas dan multikolinearitas pada data sampel.

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Peneliti menggunakan Uji Breusch-Pagan untuk mendeteksi adanya masalah heteroskedastisitas dalam model penelitian. Uji ini dilakukan untuk menilai keseragaman varians dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Hipotesa nolnya adalah varians yang dihasilkan sama atau seragam sebab pada kondisi ini model sudah dapat dikatakan bebas dari heteroskedastisitas atau dengan kata lain model telah homoskedastisitas.

 

Tabel 2. Hasil Uji Heteroskedastisitas

 

Prob > chi2

Hasil

Model 1

0,0000

Ada gejala heteroskedastisitas

Model 2

0,0000

Ada gejala heteroskedastisitas

Model 3

0,0000

Ada gejala heteroskedastisitas

Sumber: Peneliti, 2023, diolah

 

Hasil pada tabel 2 menunjukkan bahwa seluruh model memperoleh nilai probabilitas (prob > chi-square) sebesar 0,0000 atau berada dibawah tingkat signifikansi sebesar 5% sehingga hipotesis nolnya ditolak. Hipotesis nol yang tidak diterima mengindikasikan bahwa ditemukan masalah heteroskedastisitas dalam model penelitian. Merujuk pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, Shou et al. (2020) dan Xu et al. (2019) menggunakan robust standard errors untuk mengatasi permasalahan ini.

 

Hasil Uji Multikolinearitas

Pengujian adanya gejala multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan Uji Variance Inflation Factors (VIF) dan matriks korelasi. Jika model penelitian memiliki nilai VIF kurang dari 10 atau nilai 1/VIF lebih dari 0,10 maka tidak ada permasalahan multikolinearitas pada model penelitian (Shou et al., 2020). Tabel 4.5 menunjukkan hasil uji multikolinearitas dengan menampilkan nilai VIF dan 1/VIF pada seluruh model, dan hasilnya tidak ditemukan adanya multikolinearitas pada model penelitian.

 

Tabel 3. Hasil Uji Multikolinearitas

Variabel

Model 1

Model 2

Model 3

VIF

1/VIF

VIF

1/VIF

VIF

1/VIF

AGE

1,16

0,86

1,17

0,85

1,20

0,83

ROA

1,70

0,58

1,71

0,58

1,75

0,57

MKTSHARE

1,29

0,77

1,43

0,70

2,02

0,49

MTB

1,86

0,53

1,90

0,52

1,92

0,52

LEV

1,42

0,70

1,42

0,70

2,32

0,43

CLXTRADE

1,20

0,83

1,21

0,82

1,22

0,81

CSR

 

 

7,02

0,14

7,49

0,13

CSR2

 

 

6,06

0,16

6,52

0,15

FSLACK

 

 

 

 

1,89

0,52

FSIZE

 

 

 

 

2,25

0,44

CSRFSLACK

 

 

 

 

6,20

0,16

CSR2FSLACK

 

 

 

 

6,17

0,16

CSRFSIZE

 

 

 

 

6,47

0,15

CSR2FSIZE

 

 

 

 

6,32

0,15

Sumber: Peneliti, 2023, diolah

 

Analisis Hasil Uji Kelayakan Model

Pengujian berikutnya adalah uji kelayakan model berupa uji statistik t dan F yang dilakukan untuk melihat pengaruh variabel bebasnya secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama terhadap variabel terikatnya (TC) dan uji koefisien determinasi dilakukan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variabel terikatnya. Tabel 4.7 merupakan hasil regresi masing-masing model yang digunakan pada penelitian ini dengan menggunakan robust standard errors mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Shou et al. (2020).

 

Tabel 4. Hasil Regresi Seluruh Model FEM dengan Robust Standard Errors

VARIABEL

MODEL 1

MODEL 2

MODEL 3

Konstanta

-14,623484***

-13,828141***

-13,403649**

AGE

5,295494***

5,100075***

5,256631***

ROA

6,050253

3,696035

4,410002

MKTSHARE

15,532541

26,16231*

31,347601*

MTB

0,827819

0,425127

0,591977*

LEV

0,181317

-0,795703

0,946160

CLXTRADE

1,503519

1,088669

1,863785

Year dummies

(included)

(included)

(included)

Industry dummies

(included)

(included)

(included)

CSR

 

-0,195868***

-0,203599***

CSR2

 

1,587747***

1,855399***

FSLACK

 

 

0,198068

FSIZE

 

 

-0,342717

CSRFSLACK

 

 

-0,114893

CSR2FSLACK

 

 

0,242004

CSRFSIZE

 

 

0,885209***

CSR2FSIZE

 

 

-0,975141***

R-squared

0,106100

0,195946

0,199734

Sumber: Peneliti, 2023, diolah (signifikansi dengan * p < 0,05; ** p < 0,01; *** p < 0,001)

Analisis Hasil Uji F-Statistik

Nilai F-statistik ini dilakukan untuk melihat apakah secara simultan atau secara umum model ini bisa digunakan atau tidak. Jika nilai F-statistik kurang dari 5%, maka variabel independen secara bersama-sama memiliki kemampuan untuk menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel dependen. Hal ini menjeleskan bahwa secara simultan variasi dari variabel independen dan kontrol berpengaruh terhadap variabel dependen. Nilai probabilitas (F-statistik) pada seluruh model adalah 0,0000 atau lebih kecil dari 5%, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya pada model 1, variasi dari variabel kontrol berpengaruh terhadap kredit perdagangan perusahaan non-jasa keuangan di ASEAN-5. Pada model 2, variasi dari variabel independen dan variabel kontrol berpengaruh terhadap kredit perdagangan perusahaan non-jasa keuangan di ASEAN-5. Begitu pula pada model 3, variasi dari variabel independen, variabel kontrol dan moderasi berpengaruh terhadap kredit perdagangan perusahaan non-jasa keuangan di ASEAN-5.

 

Analisis Hasil Uji Hipotesis dan Interpretasi t-Statistik

Model 1 merupakan model dasar penelitian yang terdiri dari seluruh variabel kontrol tanpa melibatkan variabel independent, dan selanjutnya pada model 2, variabel independen dimasukkan ke dalam regresi. Hasilnya diperoleh bahwa CSR dan CSR squared menghasilkan nilai signifikansi dengan p < 0,001 dan koefisien masing-masing variable tersebut bernilai negatif dan positif. Koefisien dari variabel CSR adalah -0,195868 dan koefisien dari variabel CSR squared adalah 1,587747 yang menunjukkan bahwa CSR score memiliki hubungan non-linear terhadap kredit perdagangan pada perusahaan non-jasa keuangan. Pada awalnya pemasok menangkap sinyal negatif dari perusahaan ketika CSR score meningkat, yang menandakan bahwa perusahaan memiliki sumber keuangan yang besar untuk mendanai kegiatan CSR perusahaan dan berkurangnya kebutuhan kredit perdagangan. Namun, ketika CSR score perusahaan meningkat melebihi tingkat tertentu, pemasok mendapat sinyal positif dari Perusahaan sehingga kredit perdagangan yang diterima oleh Perusahaan kembali meningkat. Sinyal positif yang diterima oleh pemasok dapat berupa reputasi, moral, ataupun berkurangnya asimetri informasi karena CSR score yang terus membaik dan semakin terekspos. Hal ini menunjukkan bahwa CSR memiliki pengaruh non-linear terhadap kredit perdagangan dan sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shou et al. (2020). 

Pada model 3, dua variabel moderasi ditambahkan ke dalam regresi yaitu financial slack (FSLACK) dan ukuran Perusahaan (FSIZE) sehingga diperoleh hasil interaksi variabel CSR dengan FSLACK tidak berpengaruh positif terhadap kredit perdagangan. Hasil ini mematahkan hipotesis kedua pada penelitian ini dimana hipotesis financial slack memoderasi hubungan antara CSR score dengan kredit perdagangan ditolak. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shou et al. (2020), yang menjelaskan bahwa financial slack memperlemah hubungan antara kinerja CSR dengan kredit perdagangan karena koefisien regresi memiliki nilai negatif.

Hasil interaksi variabel CSR dengan ukuran Perusahaan (FSIZE) berpengaruh negatif terhadap kredit perdagangan (TC) dengan nilai signifikansi p < 0,001 dan koefisien sebesar -0,975141. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran Perusahaan mempengaruhi hubungan antara CSR dengan kredit perdagangan dan sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shou et al. (2020) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan memperlemah hubungan antara kinerja CSR dengan kredit perdagangan sehingga perusahaan yang memiliki ukuran perusahaan yang lebih kecil harus mempertimbangkan implementasi CSR untuk mendapat kredit perdagangan dari pemasok.

Hal yang sama dikemukakan oleh Xu et al. (2019) yang menyatakan bahwa pemasok cenderung mendanai perusahaan yang lebih besar, perusahaan yang memiliki peluang pertumbuhan yang lebih besar, dan perusahaan yang memiliki investasi yang lebih besar dalam aset lancar. Hal ini dikarenakan perusahaan yang lebih kecil memiliki tingkat asimetri informasi yang lebih besar antara perusahaan dan pemberi pinjaman (dalam hal ini pemasok) dan memiliki tingkat kelayakan kredit yang lebih rendah. Oleh karena itu, dengan adanya kegiatan CSR yang dilakukan oleh Perusahaan dapat memberikan informasi kepada pemasok terkait citra Perusahaan sehingga kendala  asimetri informasi dapat teratasi.

Berdasarkan tabel 4, model 1 hanya menampilkan hasil regresi dari seluruh variable kontrol terhadap variable dependen (TC) tanpa melibatkan variabel independennya (CSR). Variabel kontrol yang memiliki pengaruh terhadap kredit perdagangan (TC) adalah umur Perusahaan (AGE) dengan nilai signifikansi p < 0,001 dan koefisien yang positif, sehingga dapat diartikan semakin besar variabel AGE maka semakin besar pula variabel TC. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama umur Perusahaan maka semakin besar kebutuhan kredit perdagangan. Hasil ini berbeda dengan teori yang dikemukakan oleh Shou et al. (2020) dan Xu et al. (2019) dimana Perusahaan yang lebih tua sudah memiliki reputasi yang cukup baik dan memiliki akses yang lebih baik ke bank untuk memperoleh pembiayaan sehingga kebutuhan utang usaha dari pemasok semakin berkurang. Namun, hasil yang berbeda diperoleh oleh Canto-Cuevas et al. (2019) dimana umur perusahaan memiliki hubungan non linear dengan kredit perdagangan. Pada perusahaan yang lebih muda, kredit perdagangan memainkan peran penting sebagai sumber modal  untuk mempertahankan bisnis dan seiring dengan semakin berkembangnya perusahaan dan meningkatnya reputasi maka semakin terbuka akses perusahaan untuk mendapatkan modal dari sumber lain seperti bank. Ketika perusahaan berada pada tahap dewasa, hubungan antara kredit perdagangan dan umur perusahaan kembali menjadi positif dimana kredit perdagangan masih memainkan peran penting dan pemasok memberikan kredit perdagangan kepada perusahaan yang lebih tua dengan lebih mudah karena hubungan kepercayaan yang dibangun selama bertahun-tahun.

Rangkuman hasil penelitian berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dijelaskan dapat dilihat pada Tabel 5.

 

Tabel 5. Kesimpulan hipotesis

HA

Hipotesis

Hasil Pengujian

Kesimpulan

H1

CSR score memiliki hubungan non-linear dengan kredit perdagangan.

CSR score berpengaruh negative dan positif (non-linear) terhadap kredit perdagangan.

Tolak Ho

H2

Financial slack memoderasi hubungan antara CSR score dengan kredit perdagangan.

Financial slack tidak berpengaruh terhadap hubungan antara CSR score dengan kredit perdagangan

Tidak tolak Ho

H3

Ukuran perusahaan memoderasi hubungan antara CSR score dengan kredit perdagangan.

Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap hubungan antara CSR score dengan kredit perdagangan.

Tolak H0

 

 

Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh CSR score terhadap kredit perdagangan pada Perusahaan non-jasa keuangan di negara ASEAN-5. Hasil akhir menunjukkan bahwa CSR score memiliki hubungan non-linear terhadap kredit perdagangan dimana pada awalnya pemasok menganggap bahwa perusahaan yang mengalami peningkatan CSR score memiliki modal yang banyak sehingga tidak memerlukan kredit perdagangan. Namun ketika CSR score berada pada titik tertentu yang menyebabkan pemasok memperoleh informasi positif terkait Perusahaan, pemasok akan dengan mudah memberikan kredit perdagangan. 

Selain itu, penelitian ini juga mengukur moderasi dari financial slack dan ukuran Perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa hanya ukuran Perusahaan yang mampu memoderasi hubungan antara CSR score dengan kredit perdagangan pada Perusahaan non-jasa keuangan di negara ASEAN-5.

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Suttipun, M., Lakkanawanit, P., Swatdikun, T., & Dungtripop, W. (2021). The Impact of Corporate Social Responsibility on the Financial Performance of Listed Companies in Thailand. Sustainability. doi:10.3390/su13168920

Al Mubarak, Z., Ben Hamed, A., & Al Mubarak, M. (2018). Impact of corporate social responsibility on bank’s corporate image. Social Responsibility Journal. doi:10.1108/srj-01-2018-0015

Ali, H. Y., Danish, R. Q., & Asrar‐ul‐Haq, M. (2019). How corporate social responsibility boosts firm financial performance: The mediating role of corporate image and customer satisfaction. Corporate Social Responsibility and Environmental Management. doi:10.1002/csr.1781

Baek, N., Chahande, K., Eklou, K. M., Kinda, T., Nahata, V., Rawat, U., & Stepanyan, A. (2023, September 15). ASEAN-5: Further Harnessing the Benefits of Regional Integration amid Fragmentation Risks. Retrieved from International Monetary Fund: https://www.imf.org/en/Publications/WP/Issues/2023/09/14/ASEAN-5-Further-Harnessing-the-Benefits-of-Regional-Integration-amid-Fragmentation-Risks

Baumann-Pauly, D., & Wickert, C. (2013). Organizing Corporate Social Responsibility in Small and Large Firms: Size Matters. Journal of Business Ethics. doi:10.1007/s10551-013-1827-7

Bell, A., & Jones, K. (2015). Explaining Fixed Effects: Random Effects Modeling of Time-Series Cross-Sectional and Panel Data. Political Science Research and Methods, 3, 133-153. doi:10.1017/psrm.2014.7

Bendoly, E., Bachrach, D. G., Esper, T. L., Blanco, C., Iversen, J., & Yin, Y. (2021). Operations in the upper echelons: leading sustainability through stewardship. International Journal of Operations & Production Management, 1737-1760.

Bermaz Auto Berhad. (2023, December 17). Sustainability. Retrieved from BAuto Bermaz Auto Berhad: https://www.bauto.com.my/sustain.php

Boonnual , C., Prasertsri, W., & Panmanee, P. (2017). Corporate social responsibility and firm performance in Thailand. Journal of Business and Retail Management Research (JBRMR).

Cai, M. (2022). Influence of Social Media on Corporate Communication Social Responsibility Under Entrepreneurial Psychology. Frontiers in Psychology. doi:10.3389/fpsyg.2022.870373

Canto-Cuevas, F.-J., Palacín-Sánchez, M.-J., & Di Pietro, F. (2019). Trade credit as a sustainable resource during an SME’s life cycle. Sustainability, 11(3), 670. doi:10.3390/su11030670

Canto-Cuevas, F.-J., Palacín-Sánchez, M.-J., & Di Pietro, F. (2019). Trade Credit as a Sustainable Resource during an SME’s Life Cycle. Sustainability, 670. doi:10.3390/su11030670

Carroll, A. B., & Shabana, K. M. (2010). The Business Case for Corporate Social Responsibility: A Review of Concepts, Research and Practiceijm. International Journal of Management Reviews, 12(1), 85-105. doi:10.1111/j.1468-2370.2009.00275.x

Chalil, M., & Siregar, S. V. (2021). The effect of trade credit on company profitability. International Journal of Islamic and Social Sciences.

Chandrayanti, T., Salfadri, S., & Haryati, R. (2022). Analisa Kinerja Keuangan PT Garuda Indonesia (TBK) Sebagai Langkah Awal Identifikasi Permasalahan. MAMEN (Jurnal Manajemen), 1(4), 450-460. doi:10.55123/mamen.v1i4.707

Chapple, W., & Moon, J. (2005). Corporate Social Responsibility (CSR) in Asia: A Seven-Country Study of CSR Web Site Reporting. Business & Society. doi: 10.1177/0007650305281658

Cheung, A. (., & Pok, W. C. (2019). Corporate social responsibility and provision of trade credit. Journal of Contemporary Accounting and Economics. doi:10.1016/j.jcae.2019.100159

Couderc, N. (2007). GRUBBS: Stata module to perform Grubbs' test for outliers. Statistical Software Components S456803. Retrieved from GRUBBS: Stata module to perform Grubbs' test for outliers.

CSRHub. (2023, November 15). CSRHub Data Schema Description. Retrieved from CSRHub: https://www.csrhub.com/csrhub-esg-data-schema

De Jong, A., Zacharias, N. A., & Nijssen, E. J. (2020). How young companies can effectively manage their slack resources over time to ensure sales growth: the contingent role of value-based selling. Journal of the Academy of Marketing Science. doi:10.1007/s11747-020-00746-y

Drews, M. (2010). Measuring the business and societal benefits of corporate responsibility. . Corporate Governance: The International Journal of Business in Society, 10(4), 421–431. doi:10.1108/14720701011069650 

Dulkiah, M. O., Sulastri, L., Irwandi, & Sari, A. L. (2019). Corporate Social Responsibility (CSR) and Social Conflict Potencies in Mining Areas Community: Empirical Evidences from Indonesia. Journal of Critical Reviews.

Fernandez, W. D., Burnett, M. F., & Gomez, C. B. (2018). Women in the boardroom and corporate social performance: negotiating the double bind. Management Decision. doi:10.1108/MD-08-2017-0738

Fisman, R., & Love, I. (2003). Trade Credit, Financial Intermediary Development and Industry Growth. The Journal of Finance, 58(1), 353-374. doi:10.1111/1540-6261.00527

Gong, G., Huang, X., Wu, S., Tian, H., & Li, W. (20220). Punishment by Securities Regulators, Corporate Social Responsibility and the Cost of Debt. Journal of Business Ethics. doi:10.1007/s10551-020-04438-z

Grau, A. J., & Reig, A. (2018). Trade credit and determinants of profitability in Europe. The case of the agri-food industry. International Business Review. doi:10.1016/j.ibusrev.2018.02.005

Gujarati, D. N. (2003). Basic Econometrics (Fourth ed.). New York: McGraw-Hill.

Gunawan, J. (2017). Pengaruh corporate social responsibility dan corporate governance terhadap agresivitas pajak. Jurnal Akuntansi.

Hanif, H. A. (2019). Effect of Trade Credit on Firms Growth: A Case Study of Pakistani Non-financial Firms. Journal of Accounting and Finance in Emerging Economies, 5(2), 167-168. doi:10.26710/jafee.v5i2.621

Hejase, H., Farha, C., Haddad, Z., & Hamdar, B. (2012). Exploring the Multiple Benefits of CSR on Organizational Performance: Case of Lebanon. Journal of Social Sciences, COES&R-JSS, 1-23.

Hoang, H. C., Xiao, Q., & Akbar, S. (2019). Trade credit, firm profitability, and financial constraints Evidence from listed SMEs in East Asia and the Pacific. International Journal of Managerial Finance. doi:10.1108/IJMF-09-2018-0258

Huang, Y.-F., Do, M.-H., & Kumar, V. (2019). Consumers' perception on corporate social responsibility: Evidence from Vietnam. Corporate Social Responsibility and Environmental Management. doi:10.1002/csr.1746

Industry Classification Systems. (2023, November 20). Retrieved from Classification Codes: https://classification.codes/classifications/industry/

Inklaar, R., & Koetter, M. (2008). Financial dependence and industry growth in Europe: Better banks and higher productivity. SSRN Electronic Journal.

Ioannou, I., & Serafeim, G. (2014). The Impact of Corporate Social Responsibility on Investment Recommendation: Analysts' Perceptions and Shifting Institutional Logics. Strategic Management Journal, 36(7), 1053-1081. doi:10.1002/smj.2268

Issarawornrawanich, P., & Wuttichindanon, S. (2018). Corporate social responsibility practices and disclosures in Thailand. Social Responsibility Journal. doi:10.1108/SRJ-02-2017-0038

Karaman, A. S., Orazalin, N., Uyar, A., & Shahbaz, M. (2020). CSR achievement, reporting, and assurance in the energy sector: Does economic development matter? Energy Policy. doi:10.1016/j.enpol.2020.112007

Keong, L. B., Ramakrishnan, S., & Hishan, S. S. (2018). Corporate social responsibility practice of Malaysian public listed government-linked companies: A dimensional analysis. Management Science Letters. doi:10.5267/j.msl.2018.4.005

Lee, S., & Park, S.-Y. (2009). Financial impacts of socially responsible activities on airline companies. Journal of Hospitality & Tourism Research, 34(2), 185-203. doi:10.1177/1096348009349822

LIMITED, S. P. (2023, December 17). SPRC Sustainability. Retrieved from Star Petroleum Refining Public Company Limited: https://www.sprc.co.th/en/sustainability/SitePages/SPRC-Sustainability.aspx

Lorenzo-Molo, M. C. (2007). Understanding the reputation and image of the Philippine public relations industry. Public Relations Review.

Lorenzo-Molo, M. C. (2009). Why corporate social responsibility (CSR) remains a myth: The case of the Philippines). Asian Business & Management. doi:10.1057/abm.2009.2

Love, I., & Zaidi, R. (2010). Trade Credit, Bank Credit and Financial Crisis. International Review of Finance. doi:10.1111/j.1468-2443.2009.01100.x

Lu, J., & Herremans, I. M. (2019). Board gender diversity and environmental performance: An industries perspective. Business Strategy and the Environment. doi:10.1002/bse.2326

Ma, B., He, J., Yuan, H., Zhang, J., & Zhang, C. (2023). Corporate social responsibility and trade credit: the role of textual features. Journal of Electronic Business & Digital Economics. doi:10.1108/JEBDE-07-2022-0018

Maharani, A., & Rozzaid, Y. (2022). The Effect Of Disclosure CSR GRI-On Market Reaction In Listed Energy Based Companies In Indonesia. Jurnal Penelitian Ekonomi dan Akuntansi (JPENSI).

Marimi, K. (2023, December 17). Thailand's PTTOR to triple coffee shops overseas to 1,000. Retrieved from Nikkei Asia: https://asia.nikkei.com/Business/Food-Beverage/Thailand-s-PTTOR-to-triple-coffee-shops-overseas-to-1-000#:~:text=Cafe%20Amazon%20debuted%20in%202002,Thailand%20alone%20as%20of%20June.

Market Screener. (2023, December 17). Star Petroleum Refining Public : SPRC receives “CSR Recognition” Award as One of 87 companies from AMCHAM CSR Excellence Recognition Award 2021 Announcement. Retrieved from Market Screener: https://in.marketscreener.com/quote/stock/Star-Petroleum-Refining-26287778/news/Star-Petroleum-Refining-Public-SPRC-receives-CSR-Recognition-Award-as-One-of-87-companies-fr-37098289/

Martin, P., Singh, S., & UNIES, N. (2001). Corporate Environmental Responsibility in Singapore and Malaysia: the Potential and Limits of Voluntary Initiatives. New York: United Nations Research Institute for Social Development.

Mendoza, M. L. (2011). Developing a Corporate Social Responsibility Index in the Philippines: An Assessment. Transnational Corporation Review. doi:10.1080/19186444.2011.11658296

Mita, A. F., Silalahi, H. F., & Halimastussadiah, A. (2018). Corporate social responsibility (CSR) disclosure and banks’ financial performance in five ASEAN countries. Journal of Economics, Business, and Accountancy Ventura. doi:10.14414/jebav.v21i2.1437

Molina, C. A., & Preve, L. A. (2016). An Empirical Analysis of the Effect of Financial Distress on Trade Credit. Financial Management.

Neequaye, E. K., Amoako, G. K., & Attatsitsey, M. (2019). Corporate social responsibility and purchase intentions: perceptions and expectations of young consumers’ in Ghana. International Journal of Sustainable Society, 11(1), 44-64. doi:10.1504/IJSSOC.2019.101971

Ng'eny, A. K. (2021). The Moderating Effect of Age on Firms's Internal Determinants of Trade Credit of Listed Firms in Kenya. International Journal of Business Strategies.

Paul, S. Y., Devi, S. S., & Teh, C. G. (2012). Impact of late payment on Firms' profitability: Empirical evidence from Malaysia. Pacific-Basin Finance Journal. doi:10.1016/j.pacfin.2012.03.004

Phillips, R. L., & Ormsby, R. (2016). Industry classification schemes: An analysis and review. Journal of Business & Finance Librarianship.

Pradhan, A. K., & Nibedita, B. (2019). The Determinants of Corporate Social Responsibility: Evidence from Indian Firms. Global Business Review. doi:10.1177/0972150918814318

Putri, W. E., Zamroni, A., & Sagala, S. T. (2022). Evaluation of corporate social responsibility programs for local communities around mining companies in Kalimantan, Indonesia: environmental, economic, and social perspectives. Journal of Environment and Sustainability. doi:10.22515/sustinere.jes.v6i1.195

Rahman, A., Rozsa, Z., & Cepel, M. (2018). Trade credit and bank finance - Evidence from the Visegrad Group. Journal of Competitiveness. doi:10.7441/joc.2018.03.09

Robertson, D. C. (2009). Corporate Social Responsibility and Different Stages of Economic Development: Singapore, Turkey, and Ethiopia. Journal of Business Ethics. doi:10.1007/s10551-009-0311-x

Saeed, A., & Zureigat, Q. (2020). Corporate Social Responsibility, Trade Credit and Financial Crisis. Journal of Risk and Financial Management.

Samuel, S. D., Mahenthiran, S., & Ramasamy, R. (2022). CSR Disclosures, CSR Awards and Corporate Governance as Determinants of the Cost of Debt: Evidence from Malaysia. International Journal of Financial Studies. doi:10.3390/ijfs10040087

Sandberg, H., Alnoor, A., & Tiberius, V. (2023). Environmental, social, and governance ratings and financial performance: Evidence from the European food industry. Business Strategy and the Environment. doi:10.1002/bse.3259

Sandewa, W., & Baskoro, R. A. (2019). The Impact of Corporate Social Responsibility on Firm Performance: Evidence from Non-financial Sector in ASEAN-5 Countries 2012–2016. Atlantis Press. doi:10.2991/aprish-18.2019.34

Shou, Y., Shao, J., Wang, W., & Lai, K.-h. (2020). The impact of corporate social responsibility on trade credit: Evidence from Chinese small and medium-sized manufacturing enterprises. International Journal of Production Economics. doi:10.1016/j.ijpe.2020.107809

Solikhin , A., Khalik, I., & Yuliusman. (2022). Peran Corporate Social Responsibility dalam Hubungan Financial Slack terhadap Nilai Perusahaan BUMN yang Terdaftar di BEI Periode 2018-2021. Jurnal Manajemen Terapan dan Keuangan (Mankeu) .

Su, W., Peng, M. W., Tan, W., & Cheung, Y.-L. (2014). The Signaling Effect of Corporate Social Responsibility in Emerging Economies. Journal of Business Ethics. doi:10.1007/s10551-014-2404-4

Surroca, J., Tribó, J. A., & Waddock, S. (2009). Corporate responsibility and financial performance: The role of intangible resources. Strategic Management Journal. doi:10.1002/smj.820

The Economic Planing Unit . (2023, November 20). Tenth Malaysia Plan 2011-2015. Retrieved From Prime Minister’s Department Putrajaya: https://pmo.gov.my/dokumenattached/RMK/RMK10_Eds.pdf

Tian, H., & Tian, G. (2022). Corporate sustainability and trade credit financing: Evidence from environmental, social, and governance ratings. Corporate Social Responsibility and Environmental Management. doi: 10.1002/csr.2335

Tran, K. T., Nguyen, P. V., & Nguyen, L. M. (2018). The Role of Financial Slack, Employee Creative Self-Efficacy and Learning Orientation in Innovation and Organizational Performance. Administrative Sciences. doi:10.3390/admsci8040082

Udomphoch, P., & Pormsila, W. (2023). Communicating Corporate Social Responsibility through Green Packaging: A Case Study in Thailand. TEM Journal. doi:10.18421/TEM121-31

Voss, G. B., Sirdeshmukh, D., & Voss, Z. G. (2008). The Effects of Slack Resources and Environmental Threat on Product Exploration and Exploitation. Academy of Management Journal, 51(1), 147–164. doi:10.5465/AMJ.2008.30767373

Wong, D. (2023, December 17). MM2 Asia files notice of 3 straight years of losses. Retrieved from The Strait Times: https://www.straitstimes.com/business/companies-markets/mm2-asia-files-notice-of-3-straight-years-of-losses

Xu, H., Pham, T. H., & Dao, M. (2020). Annual report readability and trade credit. Review of Accounting and financing. doi:10.1108/RAF-10-2019-0221

Xu, H., Wu, J., & Dao, M. (2019). Corporate social responsibility and trade credit. Review of Quantitative Finance and Accounting. doi:10.1007/s11156-019-00829-0

Yousefian, M., Bascompta, M., Sanmiquel, L., & Vintró, C. (2023). Corporate social responsibility and economic growth in the mining industry. The Extractive Industries and Society, 13. doi:10.1016/j.exis.2023.101226

Yuniarta, G., Diatmika, I. G., & Yudantara, I. A. (2019). Analysis of Competitiveness Determinants of the Woodcraft Industry in Bali. Advances in Economics, Business and Management Research, 13.

Zhang , M., Ma, L., Su, J., & Zhang, W. (2014). Do Suppliers Applaud Corporate Social Performance? Journal of Businsss Ethics. doi:10.1007/s10551-013-1735-x

Zhang, M., Ma, L., Su, J., & Zhang, W. (2014). Do Suppliers Applaud Corporate Social Performance? J Bus Ethics, 121, 543–557. doi:10.1007/s10551-013-1735-x

 

 

Copyright holder:

Ika Sukmawati (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: