Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 1, Januari 2024
PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP KONSUMEN SEBAGAI PENUMPANG YANG MENGALAMI KERUGIAN MATERIIL DAN
IMMATERIIL DIKARENAKAN MASKAPAI YANG MEMBATALKAN JADWAL PENERBANGAN
Mulia Rachman Hakim, Gunawan Djajaputra
Fakultas Hukum, Universitas Tarumanagara,
Indonesia
Email:
[email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian
Ini Membahas Pokok Permasalahan
Pengaturan Tentang Pembatalan Jadwal Penerbangan Pesawat Pada Badan Usaha Niaga Berjadwal di Indonesia menurut
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, bentuk perlindungan hukum bagi konsumen
sebagai penumpang pesawat yang mengalami kerugian materiil dan immateriil
dikarenakan pihak maskapai penerbangan
membatalkan jadwal penerbangan, dan upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen
sebagai penumpang pesawat yang mengalami kerugian materiil dan immateriil
dikarenakan pihak maskapai penerbangan
membatalkan jadwal penerbangan. Tujuan dari
Penelitian ini adalah untuk
menganalisis bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Sebagai Penumpang Yang
Mengalami Kerugian Materiil Dan Immateriil Dikarenakan Maskapai Yang Membatalkan
Jadwal Penerbangan. Penyusunan makalah ini menggunakan penelitian yuridis
normatif dengan pendekatan teoritis terhadap fenomena bentuk Perlindungan Hukum
Terhadap Konsumen Sebagai Penumpang Yang Mengalami Kerugian Materiil Dan
Immateriil Dikarenakan Maskapai Yang Membatalkan Jadwal Penerbangan. Pengaturan
Tentang Pembatalan Jadwal Penerbangan Pesawat Pada Badan Usaha Niaga Berjadwal di Indonesia menurut
Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Pasal 2, menyatakan Perlindungan konsumen
berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen,
serta kepastian hukum. Hak untuk
mendapatkan kompensasi atau ganti rugi atau penggantian, juga diatur dalam
Undang-undang perlindungan konsumen, ketika barang dan atau jasa yang diterima
tidak sesuai dengan perjanjian atau apabila tidak sebagaimana mestinya. Dalam
Undang-undang perlindungan konsumen terdapat 3 (tiga) pasal yang mengatur
mengenai tanggung jawab produk, yaitu Pasal 19, Pasal 23 dan Pasal 28. Upaya
hukum yang dapat ditempuh konsumen yang mengalami kerugian materiil dan
immateriil dikarenakan pihak maskapai penerbangan membatalkan jadwal
penerbangan, dapat dilakukan peradilan maupun diluar peradilan.
Kata Kunci: Perlindungan hukum konsumen; Maskapai Membatalkan Jadwal Penerbangan;
Penumpang mengalami Kerugian Materiil dan Immateriil
Abstract
This research
discusses the main issues regarding regulations regarding the cancellation of
aircraft flight schedules at scheduled commercial business entities in
Indonesia according to the Consumer Protection Law, forms of legal protection
for consumers as airplane passengers who experience material and immaterial
losses due to airlines canceling flight schedules, and legal remedies. which
can be taken by consumers as airplane passengers who experience material and
immaterial losses due to airlines canceling flight schedules. The aim of this
research is to analyze the form of legal protection for consumers as passengers
who experience material and immaterial losses due to airlines canceling flight
schedules. The preparation of this paper uses normative juridical research with
a theoretical approach to the phenomenon of legal protection for consumers as
passengers who experience material and immaterial losses due to airlines
canceling flight schedules. Regulations Regarding Cancellation of Airplane
Flight Schedules at Scheduled Commercial Business Entities in Indonesia
according to the Consumer Protection Law. Article 2 states that consumer
protection is based on benefits, justice, balance, consumer security and
safety, as well as legal certainty. The right to obtain compensation or
compensation or replacement is also regulated in the consumer protection law,
when the goods and/or services received do not comply with the agreement or if
they are not as they should be. In the consumer protection law there are 3 (three)
articles that regulate product responsibility, namely Article 19, Article 23
and Article 28. Legal remedies that can be taken by consumers who experience
material and immaterial losses due to airlines canceling flight schedules, can
be carried out in court or outside of court.
Keywords: Consumer
legal protection; Airlines Cancel Flight Schedules; Passengers experience
material and immaterial losses.
Pendahuluan
Masyarakat pada masa kini dituntut memiliki mobilitas yang tinggi dalam beraktivitas, seperti berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain dalam waktu yang singkat. Untuk mendukung kegiatan tersebut, diperlukan transportasi yang memadai. Salah satunya adalah transportasi udara atau biasa disebut dengan pesawat terbang (Karim et al., 2023). Bedasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara (Dewi, 2021; Saily et al., 2022).
Angkutan udara semakin mengalami peningkatan seiring dengan kemajuan teknologi dan kebutuhan manusia yang selalu berkembang. Hal ini tentu saja membawa konsekuensi dibutuhkannya peraturan perundang-undangan tentang pengangkutan udara yang tepat dengan perkembangan masyarakat dan sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional di bidang angkutan udara. Kebijakan umum angkutan udara diarahkan untuk mewujudkan terselenggaranya angkutan udara secara selamat, aman, cepat, efisien, teratur, nyaman, dan ekonomis. Kebijakan tersebut berperan dalam rangka menunjang dan mendukung sektor-sektor pembangunan lainnya.
Dari tujuan kebijakan umum angkutan udara tersebut terlihat dengan jelas bahwa sangat bertentangan dengan adanya peristiwa pembatalan jadwal penerbangan yang mencerminkan kurang disiplinnya pihak dari maskapai penerbangan (Setiani, 2016). Salah satu kasus yang mencerminkan hal tersebut adalah Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor 176/Pdt.G/2019/PN Ptk , bahwa Kasuwan sebagai penumpang pesawat yang mengalami pembatalan jadwal penerbangan rute Ketapang ke Pontianak (15:55-16:40 WIB) dengan Nomor Tiket: 9902139819276. Pembatalan jadwal penerbangan dilakukan oleh pihak maskapai yaitu PT. Lion Mentari Airlines Cabang Pontianak. Sehingga mengakibatkan Kasuwan mengalami kerugian materiil dan immateriil akibat tindakan PT. Lion Mentari Airlines Cabang Pontianak yang membatalkan jadwal penerbangan tanpa penjelasan atau memberitahukan alasan sebab masalahnya.
Oleh karena itu perbuatan PT. Lion Mentari
Airlines tersebut melanggar Pasal 4 Huruf C Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, yang antara lain berbunyi “hak atas informasi
yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa”
dan “hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan”, jo pasal 19 ayat 1 yang berbunyi “Pelaku usaha bertanggung jawab
memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen
akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Bedasarkan Pasal 4 Huruf C dan Pasal 19 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Maka pihak maskapai PT. Lion Mentari Airlines wajib bertanggung jawab secara profesional dengan membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Kasuwan sebagai penumpang pesawat yang mengalami pembatalan jadwal penerbangan. Tanggung jawab profesional adalah tanggung jawab hukum (legal liability) mengenai jasa profesional yang diberikan kepada konsumen. Tanggung jawab profesional ini muncul karena mereka (penyedia jasa profesional) gagal memenuhi perjanjian yang disepakati oleh mereka atau akibat karena kelalaian penyedia jasa tersebut sehingga mengakibatkan terjadinya perbuatan melawan hukum (PUTRA, 2018).
Maka bedasarkan Putusan tersebut pembatalan jadwal penerbangan yang dilakukan oleh pihak penyedia jasa penerbangan merupakan suatu pelanggaran, karena tidak terlaksananya suatu perjanjian pengangkutan dengan baik sesuai dengan yang telah disepakati sebelumnya. Pelanggaran atau tidak dilaksanakannya suatu perjanjian pengangkutan dapat timbul juga dalam hal jika adanya pembatalan di pihak pengangkut dengan akibat bahwa sasaran dari pelaksanaan usaha tersebut menjadi terhalang atau tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan yang seharusnya dan para penumpang dibenarkan menyatakan bahwa perjanjian tersebut batal.
Adapun didalam pengangkutan udara, antara pengangkut atau maskapai penerbangan dan konsumen jasa penerbangan mengikatkan diri kedalam perjanjian pengangkutan yang berbentuk tiket pesawat. Tiket pesawat merupakan dokumen berbentuk cetak, melalui proses elektronik, atau bentuk lainnya, yang merupakan salah satu alat bukti adanya perjanjian angkutan udara antara penumpang dengan pengangkut atau maskapai penerbangan, dan hak penumpang untuk menggunakan pesawat udara atau diangkut dengan pesawat udara (Umar, 2016).
Hubungan maskapai dengan penumpang sudah memiliki perjanjian yang tertulis dalam tiket pesawat (Hosea et al., 2021). Tiket pesawat menjadi bukti perjanjian antara pihak maskapai dengan penumpang tentang hak dan kewajiban antara kedua belah pihak. Kewajiban penumpang adalah membayar tiket pesawat sesuai harga yang telah ditentukan, sementara kewajiban maskapai adalah memberangkatkan penumpang yang telah membeli tiket dan bertanggung jawab atas beberapa masalah seperti keterlambatan atau pembatalan jadwal penerbangan sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 2 huruf E Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara yang menyatakan: “Pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawab atas kerugian terhadap keterlambatan angkutan udara.”
Pembatalan Jadwal Penerbangan tanpa penjelasan atau memberitahukan alasan sebab masalahnya yang dilakukan oleh Pihak maskapai jika dihubungkan dengan hukum pengangkutan dan hukum Perlidungan Konsumen maka pihak maskapai tidak melakukan kewajibannya dengan baik dan benar sehingga dapat menyebabkan kerugian bagi konsumen atau penumpang tersebut. Konsumen yang dirugikan dalam kasus ini berhak untuk mendapatkan ganti rugi dari pihak maskapai.
Dalam kenyataannya di lapangan, perjanjian antara penumpang dan maskapai tidak berjalan baik (Juliana et al., 2016). Penumpang masih kesulitan karena ketidakpastian dari pihak maskapai. Dan Juga penumpang pesawat juga sering sekali mengeluhkan bahwa pelayanan pemberian informasi pembatalan dan pelayanan keberatan dan tanggung jawab maskapai penerbangan tidak diberikan dengan profesional seperti berbelit-belit dan tidak transparan. Rendahnya kualitas pelayanan maskapai penerbangan ini merupakan fenomena keseharian yang dinilai tidak adil, dan sangat tidak memperhatikan kepentingan penumpang. Kejadian dilapangan tersebut memperlihatkan bagaimana lemahnya hubungan antara pihak maskapai dan penumpang pesawat (Yuli, 2021). Perlindungan hukum adalah suatu tindakan untuk melindungi atau memberikan pertolongan kepada subjek hukum, dengan menggunakan perangkat-perangkat hukum. Bedasarkan pengertian dari perlidungan hukum tersebut, Pihak Maskapai dan penumpang pesawat harus memiliki perlindungan hukum yang jelas agar kedua belah pihak dapat menjalankan kewajibannya dengan baik dan memperoleh hak yang jelas.
Berdasarkan latar belakang dan Permasalahan di atas, maka tujuan dari penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan tentang Pembatalan jadwal penerbangan pesawat pada Badan Usaha Niaga Berdjawal di Indonesia menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
2) Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk perlindungan hukum bagi konsumen sebagai penumpang pesawat yang mengalami kerugian materiil dan immateriil dikarenakan pihak maskapai penerbangan membatalkan jadwal penerbangan.
3) Untuk mengetahui dan menganalisis upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen sebagai penumpang pesawat yang mengalami kerugian materiil dan immateriil dikarenakan pihak maskapai penerbangan membatalkan jadwal penerbangan.
Metode
Penelitian
Jenis
Penelitian
Penyusunan
Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif (normative legal
research) karena penelitian ini merupakan penelitian pustaka atau studi dokumen
yang dilakukan atau hanya ditujukan pada peraturan tertulis atau bahan hukum
lainnya (Waluyo, 1996).
Penelitian normatif adalah suatu pendekatan yang mengkaji hukum sebagai asas,
yang dilakukan menurut penelitian hukum normatif atau penelitian hukum tertulis
atau penelitian hukum doktrinal, yang bertujuan untuk menemukan jawaban yang
benar dengan membuktikan kebenaran yang dicari dalam ketentuan hukum yang
tertulis di dalam Undang-Undang (Irianto, 2011).
Jenis
dan Sumber Data
Jenis
dan Sumber Data Bahan utama penelitian ini adalah bahan kepustakaan yang
terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum skunder dan bahan hukum tersier.
Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan dan putusan
pengadilan. Bahan hukum skunder terdiri dari berbagai referensi terkait dengan
hukum Penerbangan, Perlidungan Hukum pada Penumpang, dan maskapai penerbangan
yang membatalkan jadwal penerbangan. berbagai jurnal ilmiah serta hasil
penelitian yang terkait dengan masalah pada makalah ini. Bahan hukum tersier
terdiri dari kamus hukum, enseklopedia Crime and Justice dan berbagai kamus
yang relevan.
Teknik
Pengumpulan Data
Ada
dua macam metode atau teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam
penelitian ini. Pertama-tama penelitian ini akan memusatkan perhatian pada
bahan tertulis berupa literatur-literatur hukum penerbangan dan peraturan
perundangan-undangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Disamping itu
juga akan dianalisis pendapat para pakar yang terdapat didalam jurnal-jurnal,
ataupun hasil pertemuan ilmiah berupa makalah dan hasil penelitian yang
dipublikasikan.
Pendekatan
Penelitian
ini dilakukan secara pendekatan teoretis pada Perlindungan Hukum Terhadap
Konsumen Sebagai Penumpang Yang Mengalami Kerugian Materiil Dan Immateriil
Dikarenakan Maskapai Yang Membatalkan Jadwal Penerbangan. Bahan pustaka dan
Hukum serta perundang-undangan yang relevan dengan Masalah yang akan dibahas
adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, Putusan Pengadilan
Negeri Pontianak Nomor 176/Pdt.G/2019/PN.Ptk., Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77
Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.
Teknik
Analis Data
Metode
analisis data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif, yaitu analisis
dilakukan bukan dengan menggunakan angka atau rumus statistik, tetapi dengan
mengevaluasi uraian kata atau kalimat yang digunakan. Berdasarkan norma hukum,
teori atau pendapat ahli dan logika, sehingga dapat ditarik kesimpulan yang
logis dan masalah dapat diselesaikan
Hasil dan Pembahasan
Pengaturan Tentang Pembatalan Jadwal Penerbangan Pesawat
Pada Badan Usaha Niaga Berjadwal di
Indonesia menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Salah satu transportasi perhubungan yang
menonjol peranannya bagi Indonesia yang terdiri dari banyak pulau-pulau yang
merupakan sektor penting dalam kehidupan bangsa dan negara adalah perhubungan
melalui jalur transportasi udara. Transportasi udara mempunyai karakteristik
kecepatan yang tinggi dan dapat melakukan sampai keseluruh wilayah yang tidak
bisa dijangkau oleh moda transportasi lain. Namun dalam praktiknya pemberian
pelayanan penerbangan terhadap masyarakat sering terjadi hambatan-hambatan
salah satunya yaitu terjadinya keterlambatan dan pembatalan jadwal penerbangan.
Pembatalan (cancelation of flight) dapat diartikan sebagai suatu
penundaan keberangkatan ataupun pengalihan penerbangan disebabkan karena
kondisi-kondisi tertentu.
Menurut Pasal 2 Undang-undang
perlindungan konsumen Nomor 8 Tahun 1999 (UUPK) menyatakan Perlindungan
konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan
konsumen, serta kepastian hukum (Sunandika, 2019). Berdasarkan Pasal Pasal 1 angka 2 UUPK
dan Pasal 3 Pasal 2 UUPK, menyatakan bahwa konsumen merupakan setiap orang
pemakai barang dan/atau jasa, untuk digunakan kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain dan tidak diperdagangkan Apabila terjadi wanprestasi
berupa keterlambatan dan pembatalan jadwal penerbangan yang disebabkan oleh kelalaian pelaku usaha,
yaitu maskapai penerbangan, berdasarkan Pasal 4 UUPK, diantaranya mengatur
mengenai Hak atas kenyamanan, dalam hal ini konsumen berhak atas kenyamanan,
hak keamanan dan keselamatan mengkonsumsi barang dan atau jasa, dalam hal ini
konsumen juga memiliki hak atas keamanan serta keselamatan. Hak untuk memilih
barang dan atau jasa dan juga mendapatkan barang dan atau jasa sesuai dengan
nilai tukar, dalam hal ini jelas dikatakan dalam undang-undang bahwa konsumen
memiliki hak dalam memperoleh jasa angkutan sesuai dengan nilai tukarnya dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan serta Hak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut.
Hak untuk mendapatkan kompensasi
atau ganti rugi atau penggantian, juga diatur dalam Undang-undang perlindungan
konsumen, ketika barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau apabila tidak sebagaimana mestinya. Berdasarkan hal tersebut
maka konsumen berhak mendapat ganti rugi dari pelaku usaha. Dalam Undang-undang
perlindungan konsumen terdapat 3 (tiga) pasal yang mengatur mengenai tanggung
jawab produk, yaitu Pasal 19, Pasal 23 dan Pasal 28. Pada Pasal 19
Undang-undang perlindungan konsumen ayat (1) menyebutkan bahwa Pelaku Usaha
dalam hal ini pihak maskapai penerbangan bertanggung jawab memberikan ganti
rugi apabila terjadi kerusakan, pencemaran dan atau kerugian terhadap pihak
konsumen ketika mengkonsumsi barang dan atau jasa, dalam hal ini yang dimaksud
jasa angkuta udara, yang dihasilkan atau diperdagangkan. Ayat (2) mengenai
Ganti rugi pada ayat (1), bisa berupa pengembalian uang atau penggantian jasa
yang sejenis atau sama nilainya maksudnya ketika pihak konsumen mengalami pembatalan
maka berhak mendapatkan penggantian yang senilai dengan tiket yang telah
dibayarkan. Hal tersebut dijadikan acuan ketika pihak pelaku usaha ingin
memberikan ganti rugi terhadap pihak konsumen. Menurut ayat (3) Mengatur
mengenai pemberian ganti rugi terhadap konsumen diberikan tenggang waktu 7
(tujuh) hari terhitung sejak tanggal transaksi dilakukan.
Seiring dengan diberlakukan-nya
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), maka
hak-hak konsumen sudah dapat diperjuangkan dengan dasar hukum yang sudah
dilegitimasi. Secara umum, konsumen memiliki 4 hak yang
telah berlaku universal, yaitu
1)
Hak untuk mendapatkan
keamanan
2) Hak
untuk mendapatkan informasi
3) Hak
untuk memilih
4)
Hak untuk didengar
Disamping hak-hak tersebut di atas
pada dasarnya dari sudut pandang konsumen ada tiga hal yang perlu mendapatkan
perlindungan dari kebijakan perlindungan konsumen yaitu: aspek kemudahan (accessability), kemampuan (affordability), dan
ketersediaan (availability) (Ongkorahardjo et
al., 2008).
Oleh karena hal tersebut pemerintah
sedang membentuk peraturan tentang pemberian sanksi berupa ganti kerugian
sesuai dengan waktu keterlambatan yang dialami oleh penumpang. Peraturan
tersebut mengacu pada peraturan IATA (International Air Transport
Association). Hal tersebut sebagai upaya agar pihak maskapai penerbangan
lebih meningkatkan aspek pelayanan, kenyamanan dan keamanan bagi penumpang.
Kompensasi yang akan diterapkan antara lain pemberian makanan ringan dengan keterlambatan
di atas 30 (tiga puluh) menit, kemudian makanan berat dengan keterlambatan 90
(Sembilan puluh) menit lebih, dan pemberian akomodasi jika keterlambatan
terjadi 180 (seratus delapan puluh) menit lebih dengan catatan tidak ada
penerbangan berikutnya. Sebenarnya, aturan kompensasi tersebut sudah dimiliki
oleh masing-masing maskapai penerbangan, namun sering kali diabaikan karena
masakapai penerbangan berusaha menekan harga seminim mungkin untuk meningkatkan
jumlah penumpangnya, dengan mengurangi pengeluaran-pengeluaran dari operasional
pesawat.
Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Sebagai
Penumpang Pesawat Yang Mengalami Kerugian Materiil Dan Immateriil
Dikarenakan Pihak Maskapai Penerbangan
Membatalkan Jadwal Penerbangan
Sebagai
salah satu transportasi yang memiliki banyak aspek pendukung, transportasi
penerbangan atau angkutan udara mempunyai kekurangan dalam pelayanannya yaitu
salah satunya terjadi keterlambatan dan pembatalan jadwal penerbangan oleh
pihak maskapai penerbangan (cancelation of flight). yang mengakibatkan
Konsumen Sebagai Penumpang Pesawat Yang Mengalami Kerugian Materiil Dan
Immateriil.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa perlindungan konsumen
adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan
perlindungan kepada konsumen. Adapun yang dimaksud dengan konsumen menurut
Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, adalah setiap orang
pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhuk hidup lain yang
mengonsumsi secara langsung barang dan/atau jasa yang diperolehnya dan bukan
untuk kepentingan komersil. Perlindungan hukum terbagi menjadi 2 (dua) yakni
perlindungan hukum preventif, dan perlindungan hukum represif..
Menurut pendapat Philipus M. Hadjon, Perlindungan hukum preventif adalah
perlindungan hukum yang diberikan sebelum terjadinya suatu peristiwa atau
keadaan yang merugikan atau tidak diinginkan sehingga perlindungan hukum
preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu sengketa (Philipus, 1987). Perlindungan hukum ini diatur dalam
Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan dituangkan dalam bentuk pemberian hak
dan kewajiban bagi masing-masing pihak yaitu pelaku usaha dan konsumen yang
tercantum dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen. Selanjutnya mengenai perbuatan yang dilarang
bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999. Adapun mengenai tanggung jawab pelaku usaha diatur dalam
Pasal 19 sampai dengan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.
Sementara yang dimaksud dengan perlindungan hukum represif, adalah
perlindungan hukum yang diberikan setelah terjadinya suatu peristiwa atau
keadaan yang merugikan atau tidak diinginkan. Perlindungan hukum represif
bertujuan untuk menyelesaikan suatu sengketa yang telah terjadi (Philipus, 1987). Perlindungan hukum represif ini biasanya
dituangkan dalam bentuk pemberian sanksi kepada pelaku usaha yang dapat
berbentuk sanksi administratif. Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen,
perlindungan hukum represif diatur dalam Pasal 60 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen yaitu berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua
ratus juta rupiah) juga bisa dengan sanksi pidana sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 62 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yakni berupa pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua
miliar rupiah), serta sanksi pidana tambahannya sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 63 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Apabila pelaku usaha terbukti melakukan pelanggaran terhadap hak-hak
konsumen. Calon penumpang sebelum keberangkatan terlebih dahulu melakukan
transaksi pemesanan tiket pesawat, maka lahir hubungan hukum antara konsumen
(pihak yang memesan tiket) dengan maskapai atau angkutan uadara (meskipun
penjual adalah pihak ketiga, seperti penjualan online yang dilakukan oleh
traveloka, tiket.com, ataupun biro jasa penjualan tiket lainnya). Hubungan
kontraktual oleh penyedia jasa penjualan secara online dituangkan dalam bentuk
kontrak elektronik yang mereka sepakati berupa kontrak baku yang telah
disetujui oleh konsumen ketika mengisi form pembelian tiket pesawat dalam situs
penyedia layanan jasa tiket. Segala perjanjian didalam kontrak yang telah
disepakati itu lah yang kemudian menjadi dasar perlindungan yang dapat
diberikan kepada konsumen.
Pelaku usaha tidak dapat berdalih dengan ketersediaan maskapai penerbangan
yang bisa mengangkut penumpang pada waktu yang bersangkutan. Hal tersebut merupakan
tindakan yang tidak diperbolehkan oleh pelaku usaha dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana yang telah diatur dalam
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 9 ayat (1) huruf e, Pasal 4 huruf
(c), dan Pasal 7 huruf (b). Dalam Pasal 4 huruf c UUPK berbunyi “Konsumen
berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Adapun yang
dimaksud dengan “benar” adalah sesuai sebagaimana adanya serta dapat dipercaya
dan cocok dengan keadaan yang sesungguhnya. “Jelas” mengandung arti yang
terang, nyata, ataupun gamblang. Sementara yang dimaksud “jujur” adalah tidak
bohong ataupun curang mengenai suatu keadaan barang dan/atau jasa. Pasal 7
huruf b Undang-Undang Perlindungan Konsumen berbunyi “Pelaku usaha berkewajiban
untuk memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan,
dan pemeliharaan”. Pasal ini merupakan kewajiban dari pelaku usaha. Pelaku
Usaha diwajibkan untuk memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai waktu yang telah di tentukan oleh mereka. Jika memang terjadi
pembatalan untuk suatu tujuan penerbangan seharusnya pelaku usaha tanggap dan
responsif dalam melakukan penyesuaian dan mencari alternatif lainnya agar
konsumen tidak dirugikan.
Upaya Hukum Yang Dapat Ditempuh Konsumen Sebagai
Penumpang Pesawat Yang Mengalami Kerugian Materiil Dan Immateriil
Dikarenakan Pihak Maskapai Penerbangan
Membatalkan Jadwal Penerbangan
Bahwa jika
pelaku usaha dalam hal ini Pihak Maskapai Penerbangan Membatalkan Jadwal
Penerbangan tidak melakukan ganti rugi terhadap konsumen dalam hal ini
Penumpang Pesawat Yang Mengalami Kerugian Materiil Dan Immateriil sesuai perintah Undang-undang, maka konsumen
dapat melakukan upaya hukum sebagaimana yang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang perlindungan Konsumen pada Pasal 45 dinyatakan:
1) Setiap
konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang
bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui
peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
2) Penyelesaian
sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan
berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
3) Penyelesaian
sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggungjawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang.
4) Apabila
telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan
melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak
berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.
Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan Ketentuan mengenai penyelesaian
Sengketa di luar Pengadilan, diatur pada Pasal 47 yang menyatakan bahwa
penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk
mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai
tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan
terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.
Memilih penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan dapat dilakukan melalui beberapa model penyelesaian sengketa, diantaranya melalui Alternatif Resolusi Masalah (ARM) di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, atau melalui Direktorat Perlindungan Konsumen atau lokasi-lokasi lain baik untuk kedua belah pihak yang telah disetujui. Penyelesaian melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) BPSK adalah institusi non struktural yang memiliki fungsi sebagai “institusi yang menyelesaikan permasalahan konsumen diluar pengadilan secara murah, cepat dan sederhana”. Selain itu bisa juga menjadi sebuah akses untuk mendapatkan infomasi dan jaminan perlindungan hukum yang sejajar baik untuk konsumen maupun pelaku usaha (Sutrisno et al., 2022). Dalam menangani dan mengatur permasalahan konsumen, BPSK memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan dan keterangan dari para pihak yang bersengketa. Tagihan, hasil test lab dan bukti-bukti lain oleh konsumen dan pengusaha dengan mengikat penyelesaian akhir. Tugas-tugas utama BPSK sebagai berikut:
1) Menangani
permasalahan konsumen melalui mediasi, konsiliasi atau arbitrasi
2) Konsultasi
konsumen dalam hal perlindungan konsumen
3) Mengontrol
penambahan dari bagian-bagian standarisasi
4)
Memberikan sanksi
administrasi terhadap pengusaha yang menyalahi aturan
Dikaitkan dengan konsumen transportasi udara niaga, maka pasal tersebut
juga dapat diberlakukan yaitu bahwa para penumpang yang dirugikan oleh
perusahaan penerbangan dapat mengajukan gugatan terhadap perusahaan
penerbangan. Penyelesaian sengketanya dapat ditempuh melalui pengadilan atau di
luar pengadilan.
Kesimpulan
Pengaturan tentang Pembatalan Jadwal Penerbangan Pesawat yang terjadi di Indonesia menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999 (UUPK) bahwa berdasarkan Pasal 2 Undang-undang perlindungan konsumen (UUPK) menyatakan Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum, pembatalan jadwal penerbangan pesawat, yang disebabkan oleh kelalaian pelaku usaha, yaitu maskapai penerbangan, berdasarkan Pasal 4 UUPK, diantaranya mengatur mengenai Hak atas kenyamanan, dalam hal ini konsumen berhak atas kenyamanan, hak keamanan dan keselamatan mengkonsumsi barang dan atau jasa, dan konsumen juga memiliki hak atas keamanan serta keselamatan. Hak untuk mendapatkan kompensasi atau ganti rugi atau penggantian, juga diatur dalam Undang-undang perlindungan konsumen, ketika barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau apabila tidak sebagaimana mestinya. Berdasarkan hal tersebut maka konsumen berhak mendapat ganti rugi dari pelaku usaha (maskapai penerbangan).
Bentuk
perlindungan hukum bagi konsumen yang mengalami kerugian materiil dan
immateriil atas pembatalan jadwal penerbangan oleh pihak maskapai perlindungan hukum konsumen terbagi menjadi 2 (dua) yakni
perlindungan hukum preventif, dan perlindungan hukum represif. Perlindungan
hukum preventif adalah perlindungan hukum yang diberikan sebelum terjadinya
suatu peristiwa, dan diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam
bentuk pemberian hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak yaitu pelaku usaha
dan konsumen yang tercantum dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sedangkan perlindungan hukum
represif adalah perlindungan hukum yang diberikan setelah terjadinya suatu
peristiwa, yang biasanya dituangkan dalam bentuk pemberian sanksi kepada pelaku
usaha yang dapat berbentuk sanksi administratif, selain itu perlindungan hukum represif diatur juga dalam
Pasal 60 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu berupa penetapan ganti rugi
paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) juga bisa dengan sanksi
pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 62 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen yakni berupa pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana
denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah), serta sanksi
pidana tambahannya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 63 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen.
Upaya
hukum yang dapat ditempuh konsumen yang mengalami kerugian materiil dan
immateriil dikarenakan pihak maskapai penerbangan membatalkan jadwal
penerbangan, yakni setiap konsumen yang dirugikan dapat
menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa
antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di
lingkungan peradilan umum dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45, dan
Penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan di luar pengadilan ketentuan
mengenai penyelesaian sengketa di luar pengadilan, diatur pada Pasal 47 yang
menyatakan bahwa penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan
diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti
rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi
kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.
Dewi, N. M. T. (2021). Perlindungan Hukum
Bagi Penumpang Pesawat Udara Jika Terjadi Keterlambatan Jadwal Penerbangan
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Kertha
Wicaksana, 15(2), 122–129.
Hosea, E., Hernawati, E., & Susanto, H.
(2021). Pencantuman Klausula Baku pada Tiket Pesawat Maskapai La Ditinjau dari
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. CALYPTRA,
9(2).
Irianto, S. (2011). Metode Penelitian
Hukum: Konstelasi dan Refleksi. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Juliana, A., Turisno, B. E., & Suharto,
R. (2016). Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan terhadap Kerugian Konsumen
Selaku Penumpang Atas Kehilangan dan Kerusakan Barang Bagasi Tercatat (Studi
Kasus PT. Lion Mentari Airlines). Diponegoro Law Journal, 5(2),
1–11.
Karim, H. A., Lis Lesmini, S. H., Sunarta,
D. A., SH, M. E., Suparman, A., SI, S., Kom, M., Yunus, A. I., Khasanah, S. P.,
& Kom, M. (2023). Manajemen transportasi. Cendikia Mulia Mandiri.
Ongkorahardjo, M. D. P. A., Susanto, A.,
& Rachmawati, D. (2008). Analisis pengaruh human capital terhadap kinerja
perusahaan (studi empiris pada kantor akuntan publik di Indonesia). Jurnal
Akuntansi Dan Keuangan, 10(1), 11–21.
Philipus, M. H. (1987). Perlindungan Hukum
Bagi Rakyat Indonesia. Bina Ilmu, Surabaya, 25.
Putra, J. K. (2018). Pertanggungjawaban
Hukum Pelaku Usaha Penyedia Jasa Parkir Pada Hotel Jatra Kota Balikpapan
Berdasarkan Prinsip Pertanggungjawaban Profesional. Jurnal de Jure, 10(2).
Saily, S. R., Peilouw, J. S. F., &
Hanafi, I. H. (2022). Penegakan Kedaulatan Di Wilayah Udara Indonesia
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. TATOHI:
Jurnal Ilmu Hukum, 2(4), 341–360.
Setiani, B. (2016). Tanggung jawab maskapai
penerbangan sebagai penyedia jasa penerbangan kepada penumpang akibat
keterlambatan penerbangan. Jurnal Novelty, 7(1).
Sunandika, B. N. (2019). Perlindungan
Hukum Penumpang Maskapai Penerbangan Lion Air Atas Kerusakan Bagasi Tercatat
Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen JO Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 77 Tahun 2011 Tentang
Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Fakultas Hukum Universitas
Pasundan.
Sutrisno, B., Kurniawan, K., & Martini,
D. (2022). Penyuluhan Hukum Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dan
Penyelesaian Sengketanya di Desa Sigerongan, Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok
Barat. Indonesian Journal of Education and Community Services, 2(1),
151–161.
Umar, S. H. (2016). Pengaruh Strategi
Pemasaran B2b (Business To Business) Dan B2c (Business To Customer) Terhadap
Cara Pembelian Tiket Pesawat Di Lingkungan Mahasiswa. Flight Attendant
Kedirgantaraan: Jurnal Public Relation, Pelayanan, Pariwisata, 3(2),
27–38.
Waluyo, B. (1996). Metode penelitian hukum.
Jakarta: Sinar Grafika.
Yuli, S. (2021). Analisi Hukum Terhadap
Penumpang Pesawat Atas Keterlambatan Keberangkatan Penerbangan Domestik Di
Bandara Internasional Kualanamu Deli Serdang. Universitas Medan Area.
Copyright holder: Mulia Rachman Hakim, Gunawan Djajaputra (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |