Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 09, September 2022
BETWEEN KNOWING AND ACTING: PERAN
LITERASI KESEHATAN MENTAL DAN PENCARIAN BANTUAN TERHADAP SELF-HARM PADA
MAHASISWA
Qurrota A�yuni Fitriana1*, Diana Rahmasari2, Nanda Audia Vrisaba3,
Fitrania Maghfiroh4, Onny
Fransinata Anggara5
1*,2,3,4,5 Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri
Surabaya, Indonesia
Email: *[email protected]
Abstrak
Self-harm merupakan isu kesehatan
mental yang serius di kalangan mahasiswa. Hal ini perlu menjadi fokus bagi
berbagai pihak, salah satunya untuk memahami faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap perilaku tersebut. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran
literasi kesehatan mental dan pencarian bantuan sebagai faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku self-harm di kalangan mahasiswa. Pengumpulan data
dilakukan melalui skala psikologi secara daring dari sampel 323 mahasiswa.
Analisis data menggunakan uji regresi linier berganda untuk menguji hipotesis
penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa literasi kesehatan mental tidak
memiliki peran yang signifikan terhadap perilaku self-harm (Sig 0,218
> 0,05, t-hitung 1,234). Sebaliknya, pencarian bantuan terbukti memiliki
peran yang siginifikan terhadap perilaku self-harm (Sig 0,000 < 0,05,
t-hitung -3,916). Hasil koefisien determinasi (R-square) adalah 0,046, menunjukkan bahwa
literasi kesehatan mental dan pencarian bantuan secara bersama-sama menjelaskan
4,6% dari variabilitas perilaku self-harm. Saran lebih lanjut dari penelitian
ini yaitu mengeksplorasi lebih lanjut dalam mencegah hingga mengatasi self-harm,
termasuk lebih fokus pada pentingnya pencarian bantuan yang tepat dan efektif
pada mahasiswa.
Keywords : self-harm, literasi kesehatan mental, perilaku pencarian bantuan, mahasiswa
Abstrak
Self-harm
is a serious mental health issue among university students. Understanding the factors that contribute to this behavior needs to be
a focus for a number of parties. This study aimed to identify the role of
mental health literacy and help-seeking as factors influencing self-harm
behaviour among university students. Data were collected through online
psychological scales from a sample of 323 university students. Data analysis
used multiple linear regression tests to test the research hypotheses. The
findings revealed that self-harm behavior was not significantly influenced by
mental health literacy (Sig 0.218 > 0.05, t-count 1.234). Help-seeking, on
the other hand, was found to significantly influence self-harm behavior (Sig
0.000 0.05, t-count -3.916). R-square's coefficient of determination was 0.046,
indicating
that mental health literacy and help-seeking together explained 4.6% of the
variability in self-harm behaviour. Further research into preventing and
treating self-harm is advised, along with a greater emphasis on the value of
appropriate and efficient help-seeking among university students.
Kata kunci
:
self-harm, mental health literation, help-seeking behaviour, student
Pendahuluan
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa kesehatan mental kini harus menjadi
prioritas kesehatan masyarakat. Sebuah survei yang dilakukan di
Indonesia menemukan bahwa 4 dari 10 orang Indonesia memiliki pikiran untuk
menyakiti diri sendiri atau bunuh diri selama pandemi covid 19 (Liem,
Prawira, Magdalena, Siandita, & Hudiyana, 2022). Isolasi selama pandemi menyebabkan peningkatan masalah
kesehatan mental seperti stres, kecemasan, dan depresi.�
Istilah
self-harm diartikan sebagai tindakan melukai atau menghancurkan diri
sendiri secara impulsif sebagai cara untuk menghilangkan perasaan atau emosi
yang tidak menyenangkan. Hal ini dilakukan sebagai strategi untuk mengatasi
tekanan psikologis atau stres dan sebagai pengalihan perhatian dari situasi
sulit (Paes,
2017).
Dalam survei YouGov Omnibus tahun 2019, ditemukan lebih
dari sepertiga penduduk Indonesia mengaku pernah melukai dirinya sendiri, dua
dari lima di antaranya adalah remaja. Dan di RSUD dr. Soetomo tercatat ada 10
pasien remaja usia 13-15 tahun yang melakukan self-harm
dalam seminggu (Tarigan &
Apsari, 2022).
Tindakan
self-harm
umumnya dilakukan oleh remaja 14-24 tahun, masa dewasa awal dan status
mahasiswa (Gandhi et
al., 2018). Mahasiswa dikategorikan sebagai remaja akhir dan dewasa muda
yang rentan terhadap stres akibat banyak terjadi perubahan fisik dan emosional.
Stres yang dialami mahasiswa biasanya disebabkan oleh tekanan akademik,
hubungan sosial, dan interpersonal (Sondakh
& Theresa, 2020). Kesadaran masyarakat terhadap informasi kesehatan mental
meningkat dengan adanya platform daring
dan influencer yang membahas isu tersebut terlebih semenjak masa
pandemi. Namun, masih ada keraguan untuk mencari bantuan penanganan masalah
mental. Perilaku pencarian bantuan atau help-seeking behavior adalah tindakan
mencari bantuan profesional atau orang-orang terpercaya di masyarakat untuk
mendapatkan pemahaman, bimbingan, pengobatan, dan dukungan saat individu
menghadapi kesulitan atau stres (Umubyeyi, Mogren,
Ntaganira, & Krantz, 2016).
Keterlambatan mencari bantuan profesional
dari psikolog/psikiater mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain
rendahnya literasi kesehatan mental dan stigma negatif masyarakat terhadap
penderita penyakit mental (Bonabi et
al., 2016). Literasi kesehatan mental meliputi
pengetahuan tentang pencegahan gangguan jiwa, gejala berbagai gangguan jiwa,
pilihan bantuan dan penanganan, strategi mengatasi permasalahan ringan, dan
keterampilan pertolongan pertama untuk membantu orang lain dengan gangguan jiwa
(Jorm,
2012).
Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan mental di kampus
berdampak pada stigma negatif terhadap
mencari bantuan profesional oleh mahasiswa. Hanya sedikit perhatian yang
diberikan untuk meningkatkan literasi kesehatan mental di perguruan tinggi,
kecuali bagi mahasiswa di bidang kesehatan seperti kedokteran, kebidanan, dan
psikologi (Reavley, McCann, & Jorm, 2012).
Berdasarkan fenomena tersebut,
maka tujuan khusus penelitian ini adalah untuk menjelaskan dinamika antara
literasi kesehatan mental dan pencarian bantuan untuk tindakan menyakiti diri
sendiri di kalangan mahasiswa. Manfaat dari penelitian ini adalah mengembangkan
literasi kesehatan mental untuk mencegah tindakan menyakiti diri sendiri dan
mendorong pencarian bantuan pada mahasiswa yang membutuhkan tenaga profesional.
Selain itu, direncanakan intervensi lebih lanjut dalam bentuk modul dan program
literasi kesehatan mental mahasiswa.
Metode Penelitian
Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif dengan metode stratified random sampling. Pengambilan
data pada penelitian ini diperoleh dengan menyebarkan kuisioner berisi skala
yang telah disusun baik. Partisipan pada penelitian ini ialah mahasiswa aktif
S1 Universitas Negeri Surabaya yang bersedia mengisi kuisioner hingga selesai. Peneliti
menggunakan disproportionate sampling
daripada menggunakan proportionate
sampling. Variabel yang digunakan terdiri dari 3 jenis, yaitu variabel
bebas yang terdiri dari 2 variabel: Literasi Kesehatan Mental (X1)
dan Perilaku Pencarian Bantuan (X2), sedangkan untuk variabel
terikat yaitu self-harm (Y). Kemudian
untuk skala yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 3 jenis yaitu:
Skala Literasi Kesehatan Mental yang akan disusun oleh peneliti berdasarkan
teori dari Rowe, et.al., (2014). Skala Perilaku Pencarian Bantuan dengan menggunakan skala General
Help-Seeking Questionnare V (GSHQ-V) yang telah diterjemahkan ke dalam
Bahasa Indonesia oleh (Dodok,
Alfianto, & Wicaksono, 2022). Dan terakhir adalah Skala self-harm
dengan menggunakan Self-Harm Inventory
(SHI) yang telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia oleh (Kusumadewi,
Yoga, Sumarni, & Ismanto, 2020). Analisis data pada penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda
dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikat. Dari analisis regresi linier
berganda, peran secara parsial dari masing-masing variabel bebas dapat
diketahui. Begitu juga dengan peran simultan dari keseluruhan variabel bebas
terhadap variabel terikat dapat dijelaskan.�
Hasil Penelitian
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan antara dua
variabel bebas dengan satu variabel terikat, variabel bebas
terdiri dari dua yaitu literasi kesehatan mental dan pencarian bantuan. Sedangkan variabel terikat ialah perilaku self-harm
pada mahasiswa. Hasil analisis statistik menggunakan regresi linier berganda
menunjukkan
bahwa literasi kesehatan mental tidak memiliki peran
yang signifikan terhadap perilaku self-harm (Sig 0,218 >
0,05, t-hitung 1,234). Sebaliknya, pencarian bantuan memiliki peran yang signifikan terhadap perilaku self-harm
secara signifikan (Sig 0,000 < 0,05, t-hitung -3,916). Lebih jelasnya, nilai perhitungan dapat disimak pada tabel berikut.
Tabel 1
Hasil Uji
Regresi Berganda
Model |
Unstandardized
Coefficients |
Standardized
Coefficients |
t |
Sig. |
||
B |
Std. Error |
Beta |
||||
1 |
(Constant) |
6.263 |
1.714 |
|
3.655 |
.000 |
literasi_kesmen |
.024 |
.019 |
.070 |
1.234 |
.218 |
|
help_seeking |
-.087 |
.022 |
-.221 |
-3.916 |
.000 |
Tabel 2
Hasil Uji
Koefisien Determinasi
Model |
R |
R Square |
Adjusted R
Square |
Std. Error of
the Estimate |
1 |
.214a |
.046 |
����� .040 |
3.814 |
Meskipun demikian,
dari hasil perhitungan koefisien determinasi (R-square) didapatkan angka 0,046, yang berarti bahwa kedua variabel bebas yaitu literasi kesehatan mental dan pencarian bantuan secara
simultan menjelaskan 4,6% terhadap perilaku self-harm pada mahasiswa.
Pembahasan
Salah satu masalah
kesehatan� mental yang
banyak terjadi di kalangan anak muda khususnya mahasiswa ialah self harm (Gandhi et al., 2018). Riset yang dilaksanakan di Indonesia menunjukkan bahwa 4 dari 10 orang di Indonesia melakukan self harm dan
memiliki ide bunuh �diri selama
masa pandemi (Liem, Prawira, Magdalena, Siandita, & Hudiyana, 2022). Kondisi pandemi yang menuntut individu untuk
beraktivitas secara daring termasuk mencari informasi
melalui media daring, dapat meningkatkan
kesadaran pribadi mengenai kesehatan mental
(Farisandy, et.al, 2023; Syam, et.al, 2021). Meskipun
kesadaran masyarakat mengenai kesehatan mental meningkat, namun bagi individu dengan kondisi kesehatan mental
tertentu, mereka sering mengalami pelanggaran
berat hak asasi manusia, diskriminasi, dan stigma (WHO, 2022).
Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan, literasi kesehatan mental memiliki peran
yang tidak signifikan dalam kecenderungan perilaku self-harm pada
mahasiswa. Pengetahuan mengenai pencegahan gejala, penanganan, dan strategi
menolong diri sendiri kurang dapat mencegah perilaku self-harm pada
mahasiswa. Hal ini bertolak belakang dengan beberapa studi lain yang
menyebutkan bahwa literasi kesehatan mental dapat memberikan pemahaman dan
mempertahankan kesehatan mental yang positif serta mengurangi stigma terkait
dengan masalah gangguan mental (Jorm, 2012; Rowe, 2014)
Literasi kesehatan mental adalah sebuah konstruk multi
dimensi yang menggambarkan secara menyeluruh kemampuan seseorang dalam
mengenali masalah psikologis dan melakukan pertolongan psikologis ringan (Kelly, Jorm, Wright, 2007). Bagi individu,
pengetahuan bukanlah suatu hal yang secara otomatis dapat diaplikasikan ketika
ia menghadapi permasalahan. Literasi yang dimiliki juga dapat memberikan efek
berkebalikan, yaitu misalnya adanya self-diagnosis yang membuat individu
merasa terpuruk dengan kondisinya. Pemberian label terhadap diri menjadi hal
yang seringkali terjadi, sehingga perilaku self-harm tidak dapat
dihindari. Hasil penelitian dari Ismail, Kusumaningtyas dan Firngadi (2023),
menunjukkan bahwa self-diagnosis menjadi salah satu faktor risiko
individu yang kurang memiliki pengetahuan memadai mengenai kesehatan mental dan
gangguan mental. Hal ini dikarenakan mereka tidak mengenyam pendidikan yang
resmi dalam bidang psikologi atau psikiatri. Selain itu, self-diagnosis
memberikan gambaran bahwa individu memiliki kecenderungan untuk memiliki sikap
negatif terhadap kesehatan mental dan orang dengan gangguan jiwa. Hal ini
dikarenakan mereka memiliki stigma yang tinggi terhadap orang dengan gangguan
kesehatan mental.
Self-harm merupakan perilaku menyakiti diri yang
memiliki tujuan untuk mengalihkan emosi atau perasaan yang tidak nyaman dan
tidak tertahankan saat menghadapi masalah. Self - harm dilakukan
sebagai strategi mengatasi ekspresi tekanan emosional dan proses pengalihan atau
melarikan diri dari situasi yang sulit (Paes, 2017). Namun demikian, dampaknya dinilai sangat signifikan. Menurut WHO perilaku
self-harm (melukai diri �sendiri)
dan bunuh diri adalah penyebab kematian kedua di dunia diantara usia 18 hingga
29 tahun (WHO, 2022).
Dinamika psikologis pada individu di usia remaja dan dewasa awal berada pada tahap perkembangan
yang lebih rentan untuk mengalami
suatu permasalahan, dimana mereka masih cenderung bergantung dengan orang lain, khususnya orang tua dan
juga cenderung mengalami gejolak emosi yang kurang
stabil, seperti mengalami kecemasan, malu, maupun ketakutan dalam berelasi
dengan sosial atau lingkungannya (Syafitri, 2021). Permasalahan yang dihadapi oleh
individu dalam usia remaja dan dewasa
awal tersebut di satu sisi
menunjukkan bahwa mereka enggan untuk mencari bantuan namun di sisi lain,
mereka juga menginginkan untuk dibantu dengan cara ingin mendapatkan rasa
nyaman dan tenang dari penerimaan orang lain.
Hasil penelitian selanjutnya
ialah mengenai perilaku peran pencarian bantuan terhadap perilaku self-harm
yang memiliki peran signifikan. Hasil ini konsisten dengan
beberapa penelitian
sebelumnya yang menunjukkan efek positif dari pencarian bantuan profesional
atau sosial dalam mengurangi perilaku
self-harm (Rowe, et. al, 2014). �Berdasarkan
hasil analisis, terdapat peran yang signifikan namun bersifat berlawanan,
dimana menunjukkan semakin tinggi upaya individu dalam mencari bantuan,
semakin rendah tingkat perilaku
self-harm yang dilakukan. Individu yang melakukan self-harm
mengalami perasaan kesepian, kesulitan dalam menanggapi pengalaman negatif dan
toleransi yang rendah terhadap masalah (Bure�ov�, Barto�ov�, &
Čerň�k., 2015).
Selanjutnya, hasil penelitian ini
menunjukkan terdapat peran secara simultan dari literasi kesehatan mental dan
pencarian bantuan terhadap perilaku self-harm. Secara persentase tidak
banyak, hal ini menunjukkan bahwa masih banyak faktor lain
yang berkontribusi terhadap perilaku self-harm yang tidak ditangkap
dalam model penelitian yang dilakukan.
Hal ini menggarisbawahi kompleksitas masalah self-harm
dan kebutuhan untuk pendekatan yang lebih holistik dalam penelitian dan
intervensi.
Kesimpulan
Berdasarkan
studi yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa literasi kesehatan
mental tidak
memiliki peran yang signifikan dengan perilaku self-harm. Sebaliknya, pencarian bantuan memiliki peran yang signifikan terhadap perilaku self-harm
secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi literasi
kesehatan mental tidak berbanding lurus dengan kecenderungan perilaku self-harm
pada mahasiswa. Semakin tinggi pencarian bantuan maka semakin rendah
kecenderungan perilaku self-harm pada mahasiswa. Meskipun demikian,
kontribusi literasi kesehatan mental dan pencarian bantuan terhadap perilaku self-harm
pada mahasiswa hanya sebesar 4,6%, yang mana hal ini dapat disebabkan karena
kompleksitas pada permasalahan self-harm di usia dewasa awal. Saran yang
dapat diberikan kepada penelitian selanjutnya ialah, penelitian dapat dilakukan
pada sampel yang lebih luas yaitu tidak hanya mahasiswa namun juga siswa.
Selain itu diperlukan adanya eksplorasi lebih lanjut mengenai dimensi yang ada
pada literasi self-harm seperti sumber pengetahuan yang dimiliki oleh
individu untuk mendapatkan informasi mengenai kesehatan mental.
BIBLIOGRAFI
Bonabi, H., M�ller, M., Ajdacic-Gross, V.,
Eisele, J., Rodgers, S., Seifritz, E., � R�sch, N. (2016). Mental Health
Literacy, Attitudes to Help Seeking, and Perceived Need as Predictors of Mental
Health Service Use: A Longitudinal Study. Journal of Nervous & Mental
Disease, 204(4), 321�324.
https://doi.org/10.1097/NMD.0000000000000488
Bure�ov�, I.,
Barto�ov�, K., & Čerň�k M. (2015). Connection between parenting
styles and self-harm in adolescence. Procedia � Social and Behavioral Sciences,
171,1106-1113. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.01.272
Dodok, Y., Alfianto, A. G., & Wicaksono,
K. E. (2022). Pengujian Validasi Konten Kuesioner Ghsq-V Untuk Generasi Z
Versi Bahasa Suku Kodi. 7(1).
Gandhi, A., Luyckx, K., Baetens, I., Kiekens,
G., Sleuwaegen, E., Berens, A., � Claes, L. (2018). Age of onset of
non-suicidal self-injury in Dutch-speaking adolescents and emerging adults: An
event history analysis of pooled data. Comprehensive Psychiatry, 80,
170�178. https://doi.org/10.1016/j.comppsych.2017.10.007
Ismail, N.A.,
Kusumaningtyas, I., & Firngadi, M. S. K. (2023). Self-diagnose is
associated with knowledge and attitude towards mental illness of university
students in Indonesia. The Egyptian Journal of Neurology, Psychiatry and
Neurosurgery. 59, 162. https://doi.org/10.1186/s41983-023-00760-1
Jorm, A. F. (2012). Mental health literacy:
Empowering the community to take action for better mental health. American
Psychologist, 67(3), 231�243. https://doi.org/10.1037/a0025957
Kelly C, M., Jorm A. F, Wright, A. (2007). Improving mental health literacy as a strategy to facilitate early intervention for mental disorders. The Medical Journal
of Australia. 2007;187(7 Suppl), 1�5. https://doi.org/10.5694/j.1326- 5377.2007.tb01332.x.
Kusumadewi, A. F., Yoga, B. H., Sumarni, S.,
& Ismanto, S. H. (2020). Self-Harm Inventory (SHI) Versi Indonesia Sebagai
Instrumen Deteksi Dini Perilaku Self-Harm. Jurnal Psikiatri Surabaya, 8(1),
20. https://doi.org/10.20473/jps.v8i1.15009
Liem, A., Prawira, B., Magdalena, S.,
Siandita, M. J., & Hudiyana, J. (2022). Predicting self-harm and suicide
ideation during the COVID-19 pandemic in Indonesia: A nationwide survey report.
BMC Psychiatry, 22(1), 304.
https://doi.org/10.1186/s12888-022-03944-w
Paes, A. (2017). Self-harm in adolescence. InnovAiT:
Education and Inspiration for General Practice, 10(4), 202�208.
https://doi.org/10.1177/1755738016673861
Reavley, N. J., McCann, T. V., & Jorm, A.
F. (2012). Mental health literacy in higher education students: Mental health
literacy in higher education students. Early Intervention in Psychiatry,
6(1), 45�52. https://doi.org/10.1111/j.1751-7893.2011.00314.x
Rowe, S. L., French, R. S., Henderson, C.,
Ougrin, D., Slade, M., & Moran, P. (2014). Help-seeking behaviour and
adolescent self-harm: A systematic review. Australian & New Zealand
Journal of Psychiatry, 48(12), 1083�1095.
https://doi.org/10.1177/0004867414555718
Sebastian Pratama Sondakh, J. & Ria Maria
Theresa. (2020). Hubungan Stres Dengan Timbulnya Kecenderungan Gangguan Mental
Emosional Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional
�Veteran� Jakarta. Jurnal Kedokteran Universitas Palangka Raya, 8(1),
906�917. https://doi.org/10.37304/jkupr.v8i1.1496
Syafitri, D. U. (2021). Behavior seeking psychology assistance to students
of Sultan Agung
Islamic University Semarang.
1(1). https://doi.org/10.21070/iiucp.v1i1.604
Syam, R., Saleh, A., Purwita, I., Mawandani, N. W.,
Mayangsari, P., & Maharani, S. (2021). Program kesehatan mental �taking
care of your mental health and those around you� berbasis online sebagai upaya
peningkatan pemahaman kesehatan mental masyarakat. PENGABDI: Jurnal Hasil
Pengabdian Masyarakat, 2(2), 160-167.
Tarigan, T., & Apsari, N. C. (2022). Perilaku self-harm
atau melukai diri sendiri yang �dilakukan oleh
remaja (Self-harm or
self-injuring behavior by
adolescents). Focus : Jurnal Pekerjaan
Sosial, 4(2), 213. https://doi.org/10.24198/focus.v4i2.31405
Umubyeyi, A., Mogren, I., Ntaganira, J., &
Krantz, G. (2016). Perilaku mencari bantuan, hambatan dalam mendapatkan
perawatan, dan efikasi diri dalam mencari layanan kesehatan mental: Studi
berbasis populasi di Rwanda.
World Mental Health (WHO). (2022). World Mental Health
Report: Transforming Mental
Health for All. 2022. Dipublikasikan di https://www.who.int/publications/i/ item/9789240049338
Copyright
holder: Qurrota
A�yuni Fitriana, Diana Rahmasari, Nanda Audia Vrisaba, Fitrania Maghfiroh,
Onny Fransinata Anggara (2022) |
First
publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |