Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
3, Maret 2024
RESOLUSI KONFLIK BUDAYA ‘UANG JAPUIK’ SUKU PARIAMAN DI
SUMATERA BARAT
Shanty Dewi Fauzy
Universitas Sahid, Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Tradisi ‘Uang Japuik’ sudah
menjadi tradisi turun menurun pada
suku Pariaman di Provinsi Sumatera Barat yang dalam
pelaksanaannya sering terjadi konflik antar dua keluarga
calon mempelai. Pertengahan November 2023 lalu publik dikejutkan dengan T peristiwa bunuh diri seorang
wanita yang tidak mampu memenuhi Uang Japuik sebesar
Rp. 500 juta seperti yang diminta oleh keluarga calon
suaminya. Penelitian ini bertujuan memberikan
resolusi atas konflik yang mungkin terjadi karena tradisi Uang Japuik.
Metode penelitian dilakukan secara kualitatif deskriptif dengan cara observasi
melalui studi kasus. Hasil penelitian adalah melakukan resolusi konflik menggunakan model kontroversi konstruktif dengan memberikan opsi penyelesaian yaitu: jumlah nominal Uang Japuik yang ditetapkan keluarga calon mempelai pria namun
jumlah tersebut tidak bisa dipenuhi
oleh keluarga calon mempelai wanita maka sisanya
dapat dipenuhi oleh calon mempelai
pria atau keluarganya, karena Uang Japuik itu
sendiri akan kembali kepada keluarga calon mempelai pria. Dengan menerapkan resolusi konflik yang sesuai maka tradisi
Uang Japuik tetap dapat dilestarikan
dan tidak kehilangan makna sesungguhnya.
Kata
Kunci: Tradisi, Uang Japuik, Budaya
Abstract
The
tradition of 'Japuik Money' has become a tradition
down and down in the Pariaman tribe in West Sumatra
Province, in its implementation there are often conflicts between two families
of prospective brides. In mid-November 2023, the public was shocked by the
suicide of a woman who was unable to meet Japuik's
money of Rp. 500 million as requested by her future
husband's family. This study aims to provide a resolution to conflicts that may
occur due to this Japuik Money tradition. The
research method is carried out qualitatively descriptively by observation
through case studies. The result of the study is to conduct conflict resolution
using a constructive controversy model by providing settlement options, namely:
the nominal amount of Japuik Money set by the groom's
family but the amount cannot be met by the bride's family then the rest can be
met by the prospective groom or his family, because the Japuik
Money itself will return to the groom's family. By implementing appropriate
conflict resolution, the tradition of Japuik Money
can still be preserved and does not lose its true meaning.
Keywords: Tradition, Japuik Money,
Culture
Pendahuluan
Pertengahan bulan November 2023 lalu
masyarakat Indonesia dikejutkan dengan berita viral
tentang peristiwa bunuh diri seorang wanita muda dikarenakan batal menikah
dengan calon pengantin pria pilihannya karena keluarga wanita muda tersebut
tidak mampu memenuhi syarat ‘uang japuik’ dari pihak
keluarga calon pengantin pria yang ditetapkan sebesar Rp. 500 juta (Fitriyani, 2023). Berita ini selain diliput media lokal
juga ditayangkan oleh media nasional baik itu media cetak, media televisi,
media digital, dan beritanya juga berseliweran di berbagai platform media
sosial seperti Facebook, Instagram, Youtobe, dan Tiktok dengan
ditambahkan dengan berbagai bumbu-bumbu opini agar berita terlihat lebih
dramatis dengan tujuan mengumpulkan viewer dan
popularitas akun media sosial tersebut.
Diantara berita-berita kontroversi tersebut,
beberapa berita di media massa yang dapat dirangkum adalah berita dari
kilat.com tanggal 16 November 2023 dengan judul Diminta Uang Japuik Rp. 500 Juta Gadis Asal Pariaman Tewas Bunuh Diri (Sekar, 2023), berita TribunJateng.com tanggal 15
November 2023 dengan judul Gagal Menikah Gegara Tidak
Dapat Restu Perempuan Ini Nekat Akhiri Hidup di Penginapan Kota Padang, berita
harianhaluan.com tanggal 19 November 2023 dengan judul Ramai Isu Penyebab
Perempuan Bunuh Diri Akibat Uang Mahar di Padang Keluarga Pria Angkat Bicara (Prabasari, 2023), berita infoSumbar.com tanggal 19 November 2023
dengan judul Soal Perempuan Bunuh Diri di Padang Karena Uang Jemput PKDP Minta Netizen Tak Lagi Menggiring Opini (Rahmat, 2023), lalu jurnal The Asian Parental juga
mengangkat topik dengan judul Batal Nikah Karena Uang Japuik
500 Juta Mempelai Wanita Ini Bunuh Diri.
Lalu apa sebenarnya ‘uang japuik’ tersebut? Menurut seorang praktisi adat Minangkabau
yaitu Syuhendri Datuk Siri Maharajo
sebagaimana dikutip Republika.com bahwa masing-masing daerah di Minangkabau
memiliki proses adat perkawinan yang khas sebagaimana wilayah lain di
Indonesia. Proses adat tersebut khas dan menjadi ciri khas dan simbol setiap
daerah. Uang Japuik artinya Uang Jemputan yang
berlaku di salah satu wilayah di propinsi Sumatera
Barat yaitu Pariaman yang merupakan wilayah pesisir pantai
(Asmelinda et al., 2023). Budaya dan adat perkawinan daerah
pesisir pantai tersebut berbeda dengan budaya dan adat perkawinan di wilayah
darat atau pegunungan, dimana pada daerah darat atau
daerah pegunungan tidak berlaku budaya uang japuik
ini (Sulistiani & Idris, 2021).
Kebiasaan, tradisi, dan
budaya di Minangkabau menganut matrilineal dimana
harta pusaka turun kepada keturunan garis ibu sehingga kaum wanita di Minangkau dilindungi sistem pewarisan matrilineal dalam
artian tanah, rumah dan harta benda diperuntukkan untuk perempuan, namun hak
kontrol tetap berada di tangan paman (mamak/saudara laki-laki ibu) (Delmiati, 2020). Tradisi perkawinan di Pariaman ini memposisikan calon mempelai pria sebagai pendatang yang
harus dijemput dan disambut oleh pihak keluarga calon mempelai wanita, dan
selanjutnya makna aktifitas dijemput ini kemudian
disimbolkan dengan menjemput sekaligus memberikan sejumlah uang (Martha, 2020).
Pada hakikatnya uang japuik
ini diberikan oleh pihak keluarga calon mempelai wanita kepada pihak keluarga
calon mempelai pria dimana Uang Japuik
pada awalnya secara simbolis merupakan bentuk subsidi dari masyarakat Pariaman
untuk anak kemenakan yang akan melangsungkan pernikahan dan menjalani kehidupan
berumah tangga (Anita & Brata, 2023). Lalu selanjutnya pihak keluarga calon
mempelai pria akan membalas dengan memberikan
Baleh Jalang. Baleh
Jalang adalah sejumlah uang atau bentuk lain sebagai pengganti uang yang
disiapkan keluarga calon mempelai pria untuk mengimbangi Uang Japuik dari pihak calon mempelai wanita sebelumnya. Namun
dalam perkembangannya terjadi perubahan mindset
terhadap budaya ini seolah-olah uang jemputan disesuaikan dengan tingginya
pendidikan, jabatan, dan lain sebagainya. Menurut Syuhendri
lagi, uang jemputan pada dasarnya tidak selalu uang tunai rupiah karena prinsip
dari uang jemputan itu adalah saling memuliakan antar keluarga.
Cara menentukan besar jumlah dan bentuk
uang jemputan berdasarkan kepada gotong royong dalam keluarga, namun rasa
gotong royong ini yang mulai menipis sehingga menjadi tradisi dan budaya yang
memunculkan ragam tafsir dalam masyarakat, pungkas Syuhendri.
Dewasa ini masalah sering terjadi dikarenakan masalah uang jemputan ini
dikaitkan dengan harga diri suatu keluarga di tengah masyarakat. Semakin tinggi
pendidikan dan atau pekerjaan calon pengantin pria maka semakin besar pula uang
jemputannya, sehingga uang jemputan jadi kehilangan makna sebagai sarana saling
memuliakan antar keluarga.
Selanjutnya Sekretaris Umum Lembaga
Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat, Jasman Rizal Datuk Bandaro Bendang menegaskan bahwa budaya Uang Japuik bukanlah budaya Minangkabau secara keseluruhan,
namun tradisi dan adat pada wilayah Pariaman dimana
sudah mulai banyak ditinggalkan oleh masyarakat karena banyak pertentangan yang
kerap terjadi di masyarakat terkait persiapan pernikahan. Menurut Jasman, di
zaman modern saat ini mulai banyak generasi muda di wilayah Pariaman terutama
generasi muda yang menentang adat ini. Namun dari beberapa sumber yang
diperoleh bahwa tradisi dan adar Uang Japuik ni masih dilakukan di wilayah Pariaman karena masyarakat
menganggap tradisi ini adalah budaya yang sudah dilakukan secara turun menurun,
meskipun generasi muda banyak yang menolak namun orang tua, keluarga, dan ninik
mamak dari pihak keluarga calon mempelai pria masih menetapkan persyaratan Uang
Japuik ini, karena Uang Japuik
ini sering dikaitkan dengan stigma harga diri keluarga calon mempelai pria.
Pada penelitian ini teori utama yang dipergunakan adalah Hermeneutika Budaya yang membutuhkan pengamatan dan penggambaran tindakan pada sebuah kelompok masyarakat. Clifford Geertz menggambarkan penafsiran budaya sebagai deskripsi padat dan deskripsi tipis. Deskripsi padat adalah penafsir menggambarkan kegiatan budaya dari sudut pandang penduduk asli, dan deskripsi tipis adalah menggambarkan pola perilaku dan pemahaman bagi para pelaku. Proses Penafsiran adalah sebuah gerakan maju mundur dalam sebuah lingkaran antara apa yang terjadi dari luar ke apa yang diartikan sebagai sebuah kejadian (Littlejohn, 2014).
Gambar 1. Budaya Uang Japuk
(Al Munir, 2021)
Beberapa penelitian terdahulu oleh Husna (2020) menyatakan bahwa
telah terjadi perubahan dalam tradisi Uang Japuik
dari benda menjadi uang, selanjutnya penelitian Nurhani (2023) menemukan bahwa
besaran Uang Japuik tergantung status sosial keluarga
mempelai pria dan penelitian Salsabila (2023) menghasilkan
kesimpulan bahwa perubahan pelaksanaan Uang Japuik
disebabkan oleh faktor ekonomi dan sosial. Dari beberapa penelitian terdahulu
penulis menyimpulkan bahwa telah terjadi pergeseran makna budaya Uang Japuik. Berdasarkan teori Hermeneutika
Budaya deskripsi padat dari masyarakat
suku Pariaman adalah tetap ingin mempertahankan budaya tersebut karena
merupakan ciri khas suku dan tradisi turun menurun sedangkan dari deskripsi
tipis yaitu pemahaman keluarga pelaku telah terpecah dimana ada yang
menjalankan tradisi itu sesuai filosofi awalnya namun ada yang telah mengalami
pergeseran karena dikaitkan dengan harga diri dan status sosial keluarga.
Pergeseran pemahaman ini membuat penerapan budaya Uang Japuik
ini rentan akan terjadi konflik.
Berdasarkan paparan singkat di atas maka tradisi dan budaya Uang Japuik ini menurut penulis memiliki potensi untuk terjadi konflik, baik itu konflik ringan berupa riak-riak kecil sampai kepada masalah ekstrim sebagaimana kejadian bunuh diri seorang wanita muda yang terjadi di Padang pada pertengahan bulan November 2023 lalu. Atas dasar itu penulis tertarik untuk melakukan kajian resolusi konflik yang dikaitkan dengan teori-teori resolusi konflik atas potensi permasalahan yang akan terjadi terkait Uang Japuik pada masyarakat Pariaman di Sumatera Barat. Penelitian ini bertujuan memberikan resolusi atas konflik yang mungkin terjadi karena tradisi Uang Japuik.
Metode Penelitian
Paradigma Penelitian ini
adalah Interpretif bahwa kebenaran atau realitas atau
realita tidak memiliki satu sisi,
sehingga dalat dikaji dari berbagai
sudut pandang, dengan penafsiran yang berbeda-beda dengan tradisi Fenomenologis yang mempelajari budaya melalui interaksi interpersonal.
Level Komunikasi adalah
level masyarakat dan budaya dimana pada
level ini bahasa bukanlah media yang kaku untuk menyebarkan informasi, tetapi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh interaksi sehari-hari. Pola interaksi di dalam masyarakat menentukan bentuk pengaruh terhadap nilai, opini, dan perilaku.
Menggunakan Metode Penelitan Kualitatif dengan cara observasi
studi kasus dengan data analisis dilakukan terhadap teks dari berbagai
sumber dan jenis Penelitian Deskriptif yaitu penelitian dengan cara mendeskripsikan fenomena yang ada.
Hasil dan
Pembahasan
Analisis dan Pembahasan
Pihak - Pihak yang Terlibat
Gambar 2. Pihak Terlibat dalam
Budaya Uang Japuik
Sesuai gambar di atas, dapat dijelaskan
pihak-pihak yang terlibat dan berperan pada tradisi dan budaya Uang Japuik ini adalah:
1) Calon pengantin wanita
2) Orangtua calon pengantin wanita
3) Keluarga besar calon pengantin wanita
4) Ninik Mamak keluarga calon mempelai wanita
(Pemuka Adat/Suku)
5) Calon pengantin pria
6) Orangtua calon pengantin pria
7) Keluarga besar calon pengantin pria
8) Ninik Mamak keluarga calon mempelai pria
(Pemuka Adat/Suku)
Ketika calon pengantin pria dan calon
pengantin wanita memutuskan untuk menikah, maka pembicaraan dan pembahasan
tentang Uang Japuik pun mulai dilakukan. Besaran Uang
Japuik dan tekhnis pelaksanaanya dibahas oleh pihak keluarga calon mempelai
pria yang terdiri dari orangtua, keluarga besar dari
pihak ibu (paman dan bibi) calon
mempelai pria, dan ninik mamak beserta para datuk tetua adat suku dari calon
mempelai pria. Setelah besaran Uang Japuik ditentukan
selanjutnya disampaikan kepada pihak keluarga calon mempelai wanita untuk
menentukan tekhnis pelaksanaannya. Setelah disepakati
segala sesuatunya maka ditentukan waktu dan tekhnis
penyerahannya yang biasanya sebelum akad nikah langsungkan.
Penerima akhir dari Uang Japuik
ini biasanya ada tiga titik yaitu; keluarga calon mempelai pria, diserahkan ke
calon mempelai pria, atau diserahkan kembali ke mempelai wanita dengan alur sbb:
1) Uang Japuik
diserahkan dan diterima oleh keluarga calon mempelai pria dan penerimanya
sesuai dengan kesepakatan keluarga, apakah orangtua
saja atau dibagikan juga untuk keluarga besar dan ninik mamak.
2) Uang Japuik yang
telah diterima dari keluarga calon mempelai wanita itu kemudian diberikan
kembali oleh keluarga kepada calon pengantin pria kepada pengantin sebagai
subsidi untuk membina rumah tangga.
3) Uang Japuik yang
telah diterima oleh pengantin pria sesuai point 2
selanjutnya diserahkan kembali kepada mempelai wanita.
Alur penyerahan Uang Japuik
di atas terjadi pada kondisi ideal, dimana semua
pihak menyetujui dan melaksanakan semua hasil kesepakatan. Namun kadang terjadi
juga kondisi negosiasi dan tawar menawar terkait jumlah Uang Japuik dan apabila kedua belah pihak keluarga calon
mempelai sepakat untuk bernegosiasi, konflik juga tidak terjadi pada kondisi
seperti ini. Selanjutnya kita akan membahas jika kesepakatan tidak tercapai
oleh para kedua belah pihak keluarga sehingga berpotensi untuk menimbulkan
konflik.
Isu
Utama Konflik
Sebagaimana yang dipaparkan pada latar
belakang, telah terjadi kasus bunuh diri yang dilakukan seorang wanita muda
calon mempelai wanita di Padang Sumatera Barat ditengarai penyebabnya karena
keluarganya tidak mampu menyediakan Uang Japuik yang dipersyaratkan pihak keluarga calon mempelai pria sebesar
Rp. 500 juta, dimana kedua keluarga berasal dari
wilayah Pariaman yang masih memberlakukan adat dan budaya Uang Japuik ini.
Kalau ditilik dari sejarah Uang Japuik ini, makna dan tujuannya sangat mulia yaitu sebagai
bentuk subsidi kepada keluarga muda dari pihak keluarga serta makna lain yaitu
memuliakan kedua keluarga yang nantinya akan jadi keluarga besar. Namun dalam
perkembangannya, maknanya mulai bergeser karena jumlahnya dikaitkan dengan
pendidikan dan jabatan calon mempelai pria.
Jika nominal disepakati kedua belah pihak keluarga
bisa dikatakan tidak ada konflik yang terjadi, namun isu utama yang berpotensi
menjadi konflik adalah :
1) Nilai nominal Uang Japuik
yang diminta pihak keluarga calon mempelai pria tidak disetujui oleh pihak
keluarga calon mempelai wanita.
2) Terdapat beda budaya walaupun sesama
berasal dari suku Minangkabau dan sama-sama menganut Matrilineal. Misalnya
calon mempelai wanita berasal dari Bukittinggi yang tidak menganut budaya
tersebut akan menikah dengan calon mempelai pria yang berasal dari Pariaman.
3) Terdapat beda suku dengan paham yang
berbeda, misalnya calon mempelai wanita bersuku Jawa yang menganut Patrilineal
yang akan menikah dengan calon mempelai pria yang berasal dari Pariaman yang
menganut Matrilineal.
Teori
Kontroversi Konstruktif
Untuk kasus di atas penyelesaian masalah
yang sesuai adalah melalui resolusi konflik Kontroversi Konstruktif, dimana resolusi ini akan ada jika ide seseorang atau
kelompok, informasi, kesimpulan, teori yang tidak sesuai dengan ide orang lain
atau kelompok lain, dimana kedua pihak itu sama-sama ingin mencapai kesepakatan.
Kontroversi Konstruktif memotivasi orang atau kelompok untuk mencari ilmu
pengetahuan dan mencari informasi dari sudut pandang lain.
Kontroversi Konstruktif berbeda dengan
proses lain seperti : pencarian persetujuan (concurrence
seeking), debat, dan pembelajaran individual. Dimana Kontroversi Konstruksi adalah salah satu resolusi
konflik secara kreatif yang dilakukan melalui diskusi. Adapun resolusi konflik
melalui proses debat lebih kepada proses kompetisi untuk menang diatas kelompok lain. Sedangkan pencarian persetujuan lebih
cenderung menekan perselisihan dan mendukung yang dominan.
Teori struktur-proses-hasil oleh Jhonson (2000) menyatakan
bahwa situasi menentukan proses
interaksi, dan proses interaksi menentukan hasil (tergantung kepada sikap dan
perilaku pribadi). Johnson dan Johnson (2017) mengemukakan Teori Kontroversi, dimana dalam menyelesaikan ketidaksetujuan
melalui tiga cara yaitu : kontroversi konstruktif, debat, dan mencari persetujuan.
Gambar 3. Kontroversi
Konstruktif
Penjabaran dari Struktur-Proses-Hasil dari Kontroversi Konstruktif, pencarian persetujuan (concurrence seeking), dan debat di atas dapat dilihat dari tabel 1.
Tabel 1. Penjabaran Struktur-Proses-Hasil
|
Kontroversi
Konstruktif |
Debat |
Mencari
Persetujuan |
Pola Interaksi |
Presentasi,
penyampaian/ advokasi, elaborasi, alasan |
Presentasi,
penyampaian/ advokasi, elaborasi, alasan |
Presentasi,
penyampaian/ advokasi, elaborasi, alasan |
Ditantang oleh
pandangan yang berlawanan |
Ditantang oleh
pandangan yang berlawanan |
Tekanan dari
mayoritas |
|
Reaksi Internal |
Ketidakpastian, konflik
kognitif tentang kebenaran pandangan sendiri, ketidakseimbangan |
Ketidakpastian, konflik
kognitif tentang kebenaran pandangan sendiri, ketidakseimbangan |
Konflik antara
penerimaan publik dengan keyakinan pribadi |
|
Keingintahuan,
pencarian informasi |
Menolak pendapat
penentang |
Mengabaikan, menghindari
informasi penentang |
Menghasilkan Perilaku |
Adaptasi dengan
perspektif beragam, konsep ulang, sintesis, integrasi penilaian terbaik dari
maksud |
Ketaatan yang
kaku kepada pendapat awal, penolakan pendapat penentang |
Kompromi untuk
mengakhiri konflik, kesesuaian dengan pendapat umum, setuju secara publik
walau tidak setuju secara pribadi |
Proses Interaksi Kontroversi Konstruktif
Kontroversi Konstruktif dan Mencari
Persetujuan masing-masing melalui proses berbeda dalam interaksi diantara individual, yang memberikan hasil yang berbeda
pula (Johnson dan Johnson).
Proses interaksi pada Kontriversi
Konstruktif:
1) Pihak I menyampaikan suatu permasalahan
dengan keterbatasan informasi, dimana pihak I
tersebut punya keyakinan tinggi akan pendapat mereka.
2) Selanjutnya pihak I menyampaikan pendapat
kelompok kepada kelompok II, kelompok I tersebut akan memperdalam pemahaman
akan pendapat mereka dengan berbagai data dan fakta.
3) Ketika pihak II menantang pendapat pihak
I, masing-masing pihak akan berusaha menyangkal pendapat lawan yang membantah
pendapat mereka.
4) Saat pihak I dihadapkan dengan pendapat
yang berbeda dengan perspektif versi pihak II, pihak I kemudian menjadi
terpengaruh dan bimbang dengan pendapat awalnya yang memicu permasalahan konsep
dan ketidakseimbangan.
5) Lalu pihak I dan pihak II masing-masing
dihadapkan dengan pendapat dalam konteks kerjasama,
keduanya cenderung untuk bertanya ulang dan mencari berbagai informasi
tambahan, mencari tambahan informasi lain dari berbagai sudut pandang.
6) Dengan menyesuaikan perspektif
masing-masing pihak melalui pemahaman bersama dan bersedia menerima informasi
baru dengan perspektif pihak lain, akhirnya masing-masing pihak memperoleh
kesimpulan baru dengan konsep yang baru.
Pencegahan dan Penanganan Konflik
Terhadap kasus Uang Japuik
ini, pendekatan resolusi konflik yang sesuai untuk diusulkan adalah melalui
Kontroversi Konstruktif. Apabila pendekatan penyelesaiannya melalui debat maka
tidak ada kesepakatan yang didapatkan, pihak yang menang adalah pihak yang
paling kuat daya tawarnya dalam hal ini adalah pihak keluarga calon mempelai
laki-laki sehingga bisa saja membuat kasus bunuh diri seperti ini dapat
terulang lagi yang disebabkan oleh putus asanya calon mempelai wanita. Di sisi
lain apabila pendekatannya melalui pencarian persetujuan (concurrence seeking), maka
salah satu pihak keluarga akan mengalah, yang lemah akan mengalah kepada yang
dominan. Mengalah bisa dalam artian bersedia membayar sejumlah besaran Uang Japuik seperti yang dipersyaratkan
atau justru mengalah dengan cara membatalkan pernikahan.
Resolusi konflik melalui Kontroversi
Konstruktif mempunyai syarat utama yaitu bahwa kedua pihak keluarga harus sama-sama ingin mencapai kesepakatan. Dimana dalam prosesnya kedua belah pihak bisa menggunakan Agency atau penengah.
Gambar 4. Resolusi Konflik Melalui Kontroversi Konstruktif
Sehingga
proses resolusi konflik melalui alur sebagai berikut:
1) Pihak keluarga calon mempelai pria
menetapkan Uang Japuik beserta syarat dan
ketentuannya sesuai dengan asumsi-asumsi dan sudut pandang mereka dan punya
keyakinan tinggi akan kebenaran pendapat mereka tersebut.
2) Selanjutnya keluarga calon mempelai pria
menyampaikan hasil keputusan mereka
kepada keluarga calon mempelai wanita, dengan menyampaikan fakta-fakta
beserta alasan penetapan Uang Japuik beserta
persyaratan tanbahan lainnya, seperti biaya
pendidikan yang telah dikeluarkan, jabatan calon mempelai pria, kebutuhan
persiapan pernikahan pada keluarga calon mempelai pria, kebiasaan dan tradisi
di keluarga, dll.
3) Ketika pihak keluarga calon mempelai
wanita menantang pendapat pihak keluarga calon mempelai pria, masing-masing
pihak keluarga akan berusaha menyangkal pendapat lawan yang membantah pendapat
mereka. Pihak keluarga calon mempelai wanita akan menjelaskan alasan-alasan
keberatan mereka, misal kemampuan ekonomi keluarga, kebiasaan dan tradisi
keluarga, pandangan dari sisi kedua mempelai, kebutuhan biaya pernikahan pihak
calon mempelajari wanita, dll.
4) Saat pihak keluarga calon mempelai pria
dihadapkan dengan pendapat yang berbeda dengan perspektif versi pihak keluarga calon mempelai
wanita, pihak keluarga calon mempelai pria menjadi terpengaruh dan
mempertimbangkan ulang dengan pendapat awalnya yang selanjutnya dibicarakan
lagi pada level internal keluarga.
5) Lalu pihak keluarga calon mempelai pria
dan pihak keluarga calon mempelai wanita masing-masing dihadapkan
dengan pendapat dalam konteks kerjasama, kedua
keluarga cenderung untuk bertanya ulang dan mencari berbagai informasi tambahan
dari berbagai sudut pandang. Masing-masing keluarga kembali berembuk dengan
tambahan informasi dari perspektif berbeda dari masing-masing keluarga.
Dengan menyesuaikan perspektif masing-masing pihak melalui pemahaman bersama dan bersedia menerima informasi baru dengan perspektif pihak lain, akhirnya masing-masing pihak keluarga memperoleh kesimpulan baru dengan konsep yang baru, sesuai tabel 2.
Tabel 2. Resolusi Konflik Melalui Kontroversi Konstruktif
Resolusi Konflik |
Solusi 1 |
Solusi 2 |
Solusi 3 |
Menerima Uang Japuik sesuai permintaan |
tidak ada konflik |
|
|
Menerima Uang Japuik, nilai tidak sesuai permintaan |
Uang Japuik diterima sesuai kemampuan wanita |
Uang Japuik sesuai permintaan keluarga pria, selisih ditutup
mempelai pria |
Uang Japuik sesuai permintaan keluarga pria, selisih ditutup
orang tua mempelai pria |
Perbedaan Budaya,
tidak setuju Uang Japuik |
Uang Japuik sesuai permintaan keluarga pria, semuanya ditutup
mempelai pria |
Uang Japuik sesuai permintaan keluarga pria, semuanya ditutup
orang tua mempelai pria |
|
Perbedaan Suku,
tidak setuju Uang Japuik |
Uang Japuik sesuai permintaan keluarga pria, semuanya ditutup
mempelai pria |
Uang Japuik sesuai permintaan keluarga pria, semuanya ditutup
orang tua mempelai pria |
|
Kesimpulan
Budaya Uang Japuik, sebuah tradisi turun-temurun di masyarakat Pariaman, Sumatera Barat, merupakan manifestasi dari sistem Matrilineal suku Minangkabau, di mana uang ini digunakan sebagai upaya penjemputan calon mempelai pria ke rumah calon mempelai wanita. Namun, dalam perkembangannya, Uang Japuik telah menjadi penentu kelas dan harga diri suatu keluarga, menyebabkan berbagai konflik yang berkisar dari masalah kecil hingga tragedi bunuh diri. Resolusi konflik yang diusulkan adalah melalui pendekatan Konstruksi Konstruktivisme dengan melibatkan pihak penengah seperti alim ulama, tokoh masyarakat, atau pemerintah setempat. Solusi untuk perbedaan pandangan antar keluarga calon mempelai adalah dengan menutup kekurangan jumlah Uang Japuik oleh calon mempelai pria atau keluarganya, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, dan uang tersebut kembali kepada keluarga calon pengantin pria.
Al Munir, M. I. (2021). Hermeneutika
sebagai Metode dalam Kajian Kebudayaan. Titian: Jurnal Ilmu Humaniora, 5(1),
101–116.
Anita, N., & Brata, N. T. (2023). Makna
Budaya Bajapuik dalam Pernikahan Etnis Minangkabau di Kota Pariaman Sumatra
Barat. Jurnal Mahasiswa Antropologi Dan Sosiologi Indonesia (JuMASI), 1(1),
12–31.
Asmelinda, N., Erlina, B., & Ainita, O.
(2023). Hukum Adat Dari Tradisi Perkawinan (Uang Japuik Dan Uang Hilang) Yang
Berasal Dari Daerah Padang Pariaman Sumatera Barat. Qiyas: Jurnal Hukum
Islam Dan Peradilan, 8(1), 1–11.
Delmiati, S. (2020). Proses Pembayaran Uang
Japuik dan Uang Ilang dalam Sistem Perkawinan di Nagari Manggopoh Kabupaten
Agam. IJOCE: Indonesia Journal of Civic Education, 1(1), 22–27.
Fitriyani. (2023). Batal Nikah Karena
Uang Japuik 500 juta, Mempelai Wanita Ini Bunuh Diri. The Asian Parent.
Husna, R. S. (2020). Uang Japuik :
Tradisi Dalam Perkawinan Masyarakat Pariaman (Perspektif Antropologi Agama di
Kota Pariaman). UIN Jakarta.
Johnson, D. W., & Johnson, R. T. (2017).
The use of cooperative procedures in teacher education and professional
development. Journal of Education for Teaching, 43(3), 284–295.
Johnson, D. W., Johnson, R. T., &
Tjosvold, D. (2000). Constructive controversy. The Handbook of Conflict
Resolution: Theory and Practice, 65–85.
Littlejohn. (2014). Teori Komunikasi.
Salemba Humanika.
Martha, Z. (2020). Persepsi dan Makna
Tradisi Perkawinan Bajapuik pada Masyarakat Sungai Garingging Kabupaten Padang
Pariaman. Biokultur, 9(1), 20–40.
Nadira, N. (2023). Penerapan Tradisi Uang
Japuik dalam Perkawinan di Kecamatan VII Koto Padang Pariaman dalam Presfektif
Hukum Islam. Jurnal Kebaruan, 1(1), 73–80.
Prabasari, A. (2023). Gagal Menikah
Gegara Tak Dapat Restu, Perempuan Ini Nekat Akhiri Hidup di Penginapan Kota
Padang. TribunJateng.Com.
Rahmat. (2023). Soal Perempuan Bunuh
Diri di Padang Karena Uang Jemput, PKDP Minta Netizen Tak Lagi Menggiring Opini.
InfoSumbar.
https://infosumbar.net/berita/berita-sumbar/padang/soal-perempuan-bunuh-diri-di-padang-karena-uang-jemput-pkdp-minta-netizen-tak-lagi-menggiring-opini/
Salsabila, S., Nurman, S., Putra, I., &
Dewi, S. F. (2023). Studi perubahan persepsi masyarakat tentang uang japuik. Journal
of Education, Cultural and Politics, 3(1), 172–178.
Sekar, D. A. (2023). Dimibta Uang Japuik
500 juta, Gadis Asal Pariaman Tewas Bunuh Diri di Penginapan di Padang.
Kilat.Com.
Sulistiani, R. W., & Idris, I. (2021).
Pengaruh Status Sosial Ekonomi Terhadap Uang Japuik di Kabupaten Padang
Pariaman. Jurnal Kajian Ekonomi Dan Pembangunan, 3(1), 87–96.
Copyright holder: Shanty Dewi Fauzy (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |