Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 1, Januari 2024
PENETAPAN STRATEGI EKONOMIS BIAYA
TERMAL BIOMASSA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF DI INDUSTRI SEMEN
Bangkit
Nadyo Priambodo*, Nurhadi Siswanto
Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Indonesia
Email:
[email protected]*
Abstrak
Memodelkan thermal
mixed biomassa melalui linear programming dengan mempertimbangkan ketidakpastian
kualitas biomassa membantu pengambilan keputusan dalam aspek ekonomis untuk
mendapatkan biaya bahan bakar yang terbaik. Metode melalui simulasi montecarlo
dengan faktor ketidakpastian kualitas biomassa untuk mendapatkan batasan
kualitas mixed biomassa. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan total biaya
bahan bakar yang optimal dengan penggunaan ketidakpastian kualitas biomassa
sebagai bahan bakar alternatif untuk dengan menggunakan linear programming.
Model tersebut digunakan pada simulasi montecarlo untuk mencari batasan
kualitas biomassa sebagai mixed biomassa. Hasil
optimasi linear programming didapatkan indeks biaya bahan bakar pada STEC 780
kcal/kg clinker sebesar 203,645 Rp./ton clinker dengan potensi penghematan
dibandingkan STEC 824 kcal/kg clinker pada musim hujan sebesar 5.5%. Pada musim
panen yang dibandingkan dengan STEC 785 kcal/kg clinker memberikan potensi
penghematan sebesar 1,7%. Hasil simulasi montecarlo didapatkan 39 skenario pada
kondisi musim hujan dengan 3 batasan kualitas Total Moisture (TM) sekam dan
cocopeat yang masih memberikan dampak penurunan indeks biaya bahan bakar 0,68%,
peningkatan TSR (Thermal Subtitution Rate) sebesar 34% dan penurunan emisi CO2
sebesar 1,1%. Pada musim panen didapatkan 26 skenario dengan 2 batasan kualitas
TM biomassa yang masih memberikan dampak penurunan indeks biaya bahan bakar
sebesar 1,22%, peningkatan TSR sebesar 42% dan penurunan emisi CO2 sebesar
1,95%. Implikasi kepada perusahaan dengan menurunkan STEC ke 780 kcal/kg
clinker dan menerapkan zonasi kualitas penyimpanan biomassa untuk menerapkan
strategi thermal mixed biomassa.
Kata kunci : Termal, Linear Programming, Montecarlo, Thermal Mixed, Thermal
Subtitution Rate, Total Moisture, Emisi CO2
Abstract
Modeling thermal mixed
biomass through linear programming by considering biomass quality uncertainty
helps decision making in the economic aspect to get the best fuel cost. Method
through montecarlo simulation with biomass quality uncertainty factor to get
mixed biomass quality limit. This study aims to obtain the optimal total fuel
cost by using biomass quality uncertainty as an alternative fuel using linear
programming. The model is used in montecarlo simulation to find the limit of
biomass quality as mixed biomass. The results of linear programming optimization obtained a fuel cost
index at STEC 780 kcal/kg clinker of 203,645 Rp./ton clinker with potential
savings compared to STEC 824 kcal/kg clinker in the rainy season of 5.5%. In
the harvest season compared to STEC 785 kcal/kg clinker provides potential
savings of 1.7%. Montecarlo simulation results obtained 39 scenarios in the
rainy season conditions with 3 limits on the quality of Total Moisture (TM)
chaff and cocopeat which still have an impact on reducing the fuel cost index
by 0.68%, increasing TSR (Thermal Subtitution Rate) by 34% and reducing CO2
emissions by 1.1%. In the harvest season, 26 scenarios were obtained with 2 TM
biomass quality limits that still had an impact on reducing the fuel cost index
by 1.22%, increasing TSR by 42% and reducing CO2 emissions by 1.95%.
Implications for the company by lowering STEC to 780 kcal/kg clinker and
implementing biomass storage quality zoning to implement a thermal mixed
biomass strategy.
Keyword:
Thermal,
Linear Programming, Montecarlo, Mixed Alternative Fuel, Total Moisture, CO2
Emission
Pendahuluan
Manufaktur
industri semen menyumbang sekitar 12 - 15% dari total penggunaan energi
industri dan bertanggung jawab terhadap emisi global sekitar 7% CO2 (Ali et al,
2011). Persentase ini meningkat seiring permintaan semen yang meningkat jauh
lebih cepat daripada pengurangan yang dicapai melalui proses inovasi. Sekitar
40% emisi CO2 disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil yang digunakan dalam
proses manufaktur semen, 50% adalah dibuat ketika batu kapur dipanaskan dan
didekarbonisasi untuk menghasilkan terak sedangkan listrik dan transportasi
masing-masing menyumbang 5% (Summerbell
et al., 2016)
Dengan penggunaan
bahan bakar batubara & minyak bumi yang saat ini mengalami kenaikan harga
yang sangat signifikan berdampak pada beban biaya operasional Perusahaan
sehingga diperlukan langkah strategis peningkatan pemakaian bahan bakar
alternatif untuk mensubtitusi bahan bakar Batubara (Liun
& Sunardi, 2014). Hal tersebut
mendukung komitmen pemerintah dalam mencapai target penurunan emisi maupun net
zero emission yang ditargetkan akan tercapai pada Tahun 2060.
Isu mengenai Green
House Gasses (GHG) dan emisi karbon (CO2) sebagai komitmen antar negara melalui
Paris Aggreement on Climate Change (2015) turut menyertai perubahan tren
industri semen ke arah penggunaan teknologi dan bahan-bahan ramah lingkungan (Latuconsina,
2023). Pada RJPP (Rencana
Jangka Panjang Perusahaan) salah satu perusahaan di industri semen menampilkan
beberapa potensi dan peluang peningkatan operassional berbasis Eco-Friendly
& Emission Cutting pada gambar 1 dan gambar 2.
Gambar 1. Rumah
Strategis Perusahaan di Industri Semen
Gambar 2. Solusi Operasional berbasis
Eco-Friendly & Emission Cutting
Penggunaan bahan bakar
biomassa dianggap karbon netral, oleh karena itu secara signifikan dapat
mengurangi emisi bahan bakar (Gao
et al., 2015). Biomassa adalah
istilah umum yang menggambarkan material dari tumbuhan dan hewan seperti kayu,
tanaman, rumput laut, material sisa pertanian dan proses kehutanan, industri
organik, manusia dan kotoran hewan (Saidur
et al., 2011). Dengan suhu proses
yang tinggi di kiln semen sangat cocok untuk pembakaran biomas maupun sampah (Ali
et al., 2011)
Namun kualitas
biomassa bervariasi dan densitas curah yang rendah serta nilai kalor yang
relatif lebih rendah dari bahan bakar batubara, bahan bakar biomassa dibutuhkan
dalam volume yang signifikan lebih banyak sehingga berdampak pada jumlah
pergerakan truk yang jauh lebih besar (Allen et al, 1998). Selanjutnya,
biomassa biasanya tersebar luas secara geografis, karena biasanya dipasok oleh perusahaan
kecil atau menengah peternakan (Roni
et al., 2014). Selain itu biomassa
dari hasil pertanian seperti sekam padi, bonggol jagung, cocopeat, bagas tebu,
akan melimpah pada musim panen. Akibatnya, biaya dan kompleksitas logistik
operasi adalah hambatan signifikan yang membatasi peningkatan penggunaan
biomassa.
Material biomassa yang
digunakan oleh Perusahaan di industri semen adalah sekam padi dan cocopeat (Hasibuan,
2022). Pemakaian biomassa
sekam padi dan cocopeat berperan penting sebagai bahan bakar alternatif yang
berpotensi untuk mensubtitusi batubara. Dengan kenaikan harga batubara yang
cukup signifikan serta dalam rangka program penurunan emisi maka penggunaan
energi alternatif menjadi langkah strategis yang utama agar keberlanjutan
Perusahaan tetap berlangsung di tengah krisis energi global.
Inisiatif strategis
tersebut salah satunya meningkatkan Thermal Subtitution Rate (TSR) dengan
peningkatan volume pemakaian bahan bakar alternatif, khususnya material
biomassa sekam padi dan cocopeat (Sharma
et al., 2023). Biomassa saat ini
yang memberikan kontribusi terbesar dalam pencapaian TSR sehingga perlu adanya
pengelolaan supply chain biomassa untuk menjamin ketersediaan pasokan biomass
ke Pabrik.
Beban biaya bahan
bakar produksi juga mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan harga batubara
domestik. Dengan tidak ada kenaikan harga biomassa sangat membantu menekan
pengeluaran anggaran dengan kenaikannya harga batubara. Akibat kenaikan harga
batubara global mendorong banyak perusahaan yang berinovasi untuk menggunakan
bahan bakar alternatif sebesar mungkin untuk menekan konsumsi batubara. Kondisi
tersebut akan mengancam penurunan supply biomassa ke perusahaan industri semen
karena kurang kompetitifnya harga dari pengadaan sehingga tidak cukup menarik
supplier untuk memasok biomassa sekam padi maupun cocopeat.
Namun alternatif
solusi menaikkan harga perolehan biomassa perlu pendekatan terhadap beberapa
parameter yang mempengaruhi nilai ekonomis untuk mensubtitusi biaya termal
batubara. Oleh sebab itu diperlukan reviu ekonomis biomassa secara kualitatif
dan kuantitatif sehingga didapatkan batasan biaya ekonomis yang ekivalen dengan
biaya batubara. Batasan parameter kualitas biomassa tersebut akan ditetapkan
pada dokumen Service Level Agreement (SLA) sebagai acuan pertimbangan beberapa
pihak untuk proses penerimaan biomassa. Setelah mendapatkan batasan biaya
termal dari biomassa tersebut dapat menjadi referensi untuk menentukan skema
pengadaan biomassa terhadap biaya termal bahan bakar produksi terak (Sari
et al., 2023).
Dari latar belakang
masalah yang telah diuraikan, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai
berikut: 1) Bagaimana menentukan batasan parameter yang mempengaruhi biaya
bahan bakar produksi terak dalam pemakaian biomassa (sekam padi dan cocopeat)
sebagai bahan bakar alternatif yang digunakan oleh perusahaan industri semen –
Pabrik Tuban? 2) Bagaimana permasalahan ketidakpastian kualitas biomassa dengan
pada industri semen sebagai bahan bakar alternatif untuk meminimalkan biaya
bahan bakar produksi terak? 3) Bagaimana menentukan skenario ketidakpastian
kualitas biomassa terhadap biaya bahan bakar produksi terak, TSR (Thermal
Subtitution Rate) dan emisi CO2?
Tujuan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi variabel dan
parameter (termasuk parameter untuk kategori ketidakpastian) yang mempengaruhi
biaya bahan bakar produksi terak. 2) Mengetahui permasalahan ketidakpastian
kualitas biomassa sebagai bahan bakar alternatif di industri semen untuk
meminimalkan biaya bahan bakar produksi terak. 3) Menganalisis beberapa
skenario untuk mendapatkan batasan ketidakpastian kualitas biomassa dengan
thermal mixed biomassa yang masih memberikan dampak penurunan biaya bahan bakar
produksi terak, TSR (Thermal Subtitution Rate) dan penurunan emisi CO2.
Manfaat yang
diharapkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Membantu perusahaan
industri semen – Pabrik Tuban, khususnya bagi pengambil keputusan, memiliki
referensi variabel dan parameter (termasuk kateogori ketidakpastian) yang
mempengaruhi biaya termal pemakaian bahan bakar agar memenuhi SLA. 2) Membantu
perusahaan industri semen – Pabrik Tuban, khususnya pengambil keputusan
memiliki gambaran mengenai permasalahan ketidakpastian kualitas biomassa
sebagai bahan bakar alternatif untuk meminimalkan biaya termal pemakaian bahan
bakar dengan mempertimbangkan ketidakpastian pasokan biomassa. Penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan total biaya bahan bakar yang optimal dengan
penggunaan ketidakpastian kualitas biomassa sebagai bahan bakar alternatif
untuk dengan menggunakan linear programming.
Metode
Penelitian
Desain penelitian ini adalah penelitian
deskriptif, yang mana digunakan untuk mendiskripsikan secara sistematis dan
akurat suatu situasi tertentu yang bersifat factual (Ramdhan, 2021). Dipilihnya penelitian deskriptif supaya temuan
yang ada dapat diperinci secara lebih luas. Selain itu juga karena variabel
yang ada akan diuraikan atas faktor – faktornya.
Metode penelitian yang digunakan adalah studi
kasus, yang mana merupakan bagian dari metode kualitatif yang hendak mendalami
suatu kasus tertentu secara lebih mendalam dengan melibatkan pengumpulan
berbagai macam sumber informasi. Tahap ini berisi identifikasi masalah yang
terjadi pada Perusahaan (Rosmalasari et al., 2020). Mengidentifikasi dilakukan dengan pengamatan
langsung dan wawancara dengan pihak internal perusahaan.
Pada tahap ini akan dilakukan studi literatur
dan lapangan. Untuk studi literatur dilakukan pencarian literatur baik melalui
buku, jurnal maupun tugas yang telah dikerjakan mengenai stochastic techno
economic, simulasi monte carlo, dan linear programming.
Hasil dan Pembahasan
Analisis Termal
Pada tahapan ini
dilakukan analisis termal dari hasil simulasi linear programming maupun metode
monte carlo untuk mendapatkan profil total termal bahan bakar, termal batubara
dan termal biomassa. Dalam kinerja di cement manufacture, subtitusi termal
batubara dengan termal bahan bakar alternatif disebut TSR (Thermal Substitution
Rate). Hasil analisis termal tersebut digunakan untuk menghitung dampak CO2
yang dihasilkan sehingga dapat dianalisis dampak CO2 terhadap penurunan STEC.
Konversi termal bahan
bakar batubara maupun biomassa yang dibutuhkan untuk memproduksi clinker ke CO2
yang dihasilkan mengacu pada IPCC (The Intergorvenmental Panel on Climate
Change) Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories
(http://www.ipcc-nggip.iges.or.jp). Berdasarkan IPCC, nilai faktor emisi CO2
untuk batubara sebesar 96 kg CO2/Giga Joule, untuk agricultural biomass (sekam
& cocopeat) sebesar 110 kg CO2/Giga Joule. Pada penelitian ini factor
jumlah clinker yang dibutuhkan untuk produksi semen sebesar 67%.
Analisis
Termal dan Emisi CO2 berdasarkan STEC
Berdasarkan hasil
optimasi linear programming dengan batasan STEC. Didapatkan indeks biaya bahan
bakar akan menurun 1% jika dapat menurunkan STEC sebesar 8 kcal/kg clinker.
Dengan menurunkan STEC yang mempengaruhi kebutuhan total termal menurun maka
dengan termal biomassa yang sama akan menaikkan TSR. Selain itu indeks emisi
CO2 per ton cement equivalent akan menurun sebesar 0,6 kg CO2/ton cement
equivalent setiap 1 kcal/kg clinker.
Analisis Termal dan Emisi CO2 pada Musim Hujan
Analisis termal dan emisi CO2 untuk musim hujan pada Tabel 4.23
berdasarkan hasil simulasi montecarlo pada musim hujan dengan kondisi STEC 780
kcal/kg clinker. Hasil indeks biaya untuk skenario 27 yaitu dengan kondisi TM
cocopeat maksimal 35% dan TM sekam maksimal 32,5% masih memberikan potensi
penghematan indeks biaya bahan bakar sebesar 53 Rp. /ton clinker dengan
probabilitas 45,15%.
Pada skenario 33 dengan kondisi TM cocopeat maksimal 45% dan TM sekam
maksimal 27,5% masih memberikan potensi penghematan 206 Rp. /ton clinker dengan
probabilitas 12,90%. Pada skenario 46 dengan kondisi TM cocopeat maksimal 65%
dan TM sekam maksimal 22,5% masih memberikan potensi penghematan sebesar 133 Rp
/ton clinker dengan probabilitas sebesar 24,42%. Batasan ketiga skenario tersebut
juga memberikan potensi kenaikan TSR dibandingkan baseline yang berdampak pada
penurunan indeks emisi CO2 per ton cement equivalent.
Analisis Termal dan Emisi CO2 pada Musim Panen
Berdasarkan hasil simulasi montecarlo pada musim hujan dengan kondisi
STEC 780 kcal/kg clinker. Hasil indeks biaya untuk skenario 25 yaitu dengan
kondisi TM cocopeat maksimal 35% dan TM sekam maksimal 22,5% masih memberikan
potensi penghematan indeks biaya bahan bakar sebesar 118 Rp /ton clinker dengan
probabilitas 38,62%. Pada skenario 31 dengan kondisi TM cocopeat maksimal 45%
dan TM sekam maksimal 17,5% masih memberikan potensi penghematan 416 Rp /ton
clinker dengan probabilitas 10,62%.
Pada skenario 45 dengan kondisi TM cocopeat maksimal 65% dan TM sekam
maksimal 17,5% masih memberikan potensi penghematan sebesar 71 Rp /ton clinker
dengan probabilitas sebesar 20,82%. Batasan ketiga skenario tersebut juga memberikan
potensi kenaikan TSR dibandingkan baseline yang berdampak pada penurunan indeks
emisi CO2 per ton cement equivalent.
Pada
kondisi realisasi di Perusahaan saat ini setiap jenis bahan bakar alternatif
diberikan batasan spesifikasi kualitas khususnya nilai kalori dan TM. Best
practice nya batasan nilai kalori > 2000 kcal/kg sebagai bahan bakar
alternatif (Mangallo
& Hasan, 2012). Hal tersebut
berdampak pada material biomassa cocopeat yang tidak digunakan atau tidak
diterima karena TM cocopeat melebihi dari 35%. Pada penelitian ini
mempertimbangkan skenario pencampuran biomassa sekam dan cocopeat dengan
skenario batasan TM dari kedua jenis biomassa tersebut.
Dari
optimasi linear programming didapatkan indeks biaya bahan bakar pada STEC 780
kcal/kg clinker sebesar 203.645 Rp /ton clinker dengan potensi penghematan
indeks biaya bahan bakar terhadap STEC dari 824 kcal/kg clinker sebesar 5,55%
setara 11.750 Rp /ton clinker. Potensi penghematan indeks biaya bahan bakar
terhadap STEC 785 kcal/kg clinker sebesar 1,7% setara 1.335 Rp /ton clinker (Priambodo,
2023).
Sedangkan
kombinasi linear programming dengan simulasi montecarlo berdasarkan
probabilitas kualitas TM biomassasekam dan cocopeat didapatkan peningkatan TSR
pada musim hujan 34% dan pada musim panen 42% dengan masih memberikan potensial
penghematan biaya bahan bakar pada musim hujan sebesar 0,68% dan pada musim
panen sebesar 1,2%. Untuk penurunan emisi CO2 pada musim hujan
sebesar 1,11% dan pada musim panen sebesar 1,95%.
Hasil simulasi indeks pemakaian batubara dan indeks biaya bahan bakar
pada musim hujan dengan STEC 780 kcal/kg clinker dibandingkan STEC 824 kcal/kg
clinker didapatkan 39 skenario dengan probabilitas 82,47%. Dari 39 skenario
tersebut memiliki 3 profil batasan TM (Total Moisture) sekam dan cocopeat sebagai
berikut
a. Skenario
46 dengan kondisi jika TM cocopeat maksimal 65% maka TM sekam maksimal 22,5%
dengan probabilitas sebesar 24,42%.
b. Skenario
33 dengan kondisi jika TM cocopeat maksimal 45% maka TM sekam maksimal 27,5%
dengan probabilitas sebesar 12,9%.
c. Skenario
27 dengan kondisi jika TM cocopeat maksimal 35% maka TM sekam maksimal 32,5%
dengan probabilitas sebesar 45,15%.
Hasil
simulasi indeks pemakaian batubara dan indeks biaya bahan bakar pada musim
panen dengan STEC 780 kcal/kg clinker dibandingkan STEC 785 kcal/kg clinker
didapatkan 26 skenario dengan probabilitas 82,47%. 26 skenario tersebut
memiliki 2 profil batasan TM (Total Moisture) sekam dan cocopeat sebagai
berikut
a. Skenario
45 dengan kondisi jika TM cocopeat maksimal 65% maka TM sekam maksimal 17,5%
dengan probabilitas sebesar 31,08%.
b. Skenario
25 dengan kondisi jika TM cocopeat maksimal 35% maka TM sekam maksimal 22,5%
dengan probabilitas sebesar 38,62%.
Berdasarkan
hasil simulasi tersebut pada musim panen dan musim hujan diperlukan zonasi
penyimpanan biomassa untuk implementasi strategi thermal mixed biomassa yang
berbeda dengan kondisi sebelumnya tanpa manajemen zonasi kualitas biomassa di
storage biomassa. Dari 3 batasan kualitas biomassa (sekam dan cocopeat) pada
musim hujan serta 2 batasan kualitas biomassa (sekam dan cocopeat) pada musim
panen dapat dijadikan 2 zonasi kualitas penyimpanan sekam dan 2 zonasi kualitas
penyimpanan cocopeat seperti pada gambar 4.21 (Apriliani,
2021). Untuk 2 zonasi kualitas penyimpanan sekam pada batasan TM zona 1 ≤ 22,5%
dan TM 22,5% < TM zona 2 ≤ 32,5%. Sedangkan zonasi kualitas penyimpanan
cocopeat dibagi menjadi 2 zona yaitu TM zona 1 ≤ 35% dan 35% < TM zona 2 ≤
65%.
Gambar
3. Usulan Zonasi Kualitas Penyimpanan
Biomassa
Dengan menggunakan simulasi monte carlo didapatkan SLA (Service Level
Agreement) baru yang sebelumnya ada batasan kualitas penerimaan pada sekam dari
TM maksimal 20% menjadi maksimal 22,5% pada musim panen dan maksimal 32,5% pada
musim hujan. Sedangkan batasan kualitas penerimaan pada biomassa cocopeat dari
TM maksimal 35% menjadi 65% pada musim hujan dan musim panen.
Dengan SLA baru tersebut dapat meningkatkan probabilitas pasokan biomassa
dari 38,6% menjadi 69,7% pada musim panen. Sedangkan pada musim hujan
probabilitas pasokan biomassa dari 40,46% menjadi 82,47%.
Berdasarkan implikasi praktis bagi perusahaan maka diperlukan kerangka
kerja perencanaan, pengawasan dan pengendalian yang melibatkan beberapa unit
kerja agar penghematan biaya bahan bakar dapat tercapai. Usulan kerangka kerja
perencanaan, pengawasan dan pengendalian penghematan biaya bahan bakar
ditampilkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Usulan Kerangka Kerja Perencanaan, Pengawasan dan Pengendalian Biaya
Bahan Bakar
Pada tahap input
perencanaan dilakukan pengumpulan data terkait parameter input. Data tersebut
diperoleh dari beberapa unit kerja yang terkait. Pada Unit Pengadaan memberikan
data terkait kemampuan pasokan batubara dan biomassa yang meliputi volume dan
harga. Pada model ini diasumsikan pasokan biomassa dibatasi oleh maksimal
kapasitas storage dan kapasitas feeder biomassa walaupun hasil dari penelitian
ini volume pasokan biomassa masih belum memenuhi batasan maksimal tersebut.
Pada Unit Pengendalian
dan Jaminan Kualitas menyediakan hasil uji analisa kualitas batubara dan
biomassa. Data tersebut dibutuhkan untuk menentukan volume dan kualitas mixed
biomassa dan batubara. Pada unit perencanaan produksi menyediakan
data rencana volume produksi terak dalam setahun. Perencanaan produksi tersebut
sudah direncanakan secara bulanan termasuk rencana overhaul / planned
maintenance.
Pada Unit Inbond
Inventory menyediakan alokasi tempat untuk zonasi penyimpanan biomassa
berdasarkan kualitas. Penentuan zonasi tersebut diimplementasikan setelah
mendapatkan feedback rencana skenario batasan kualitas setiap biomassa untuk
mixed alternative fuel. Pada unit perencanaan keuangan memberikan input batasan
anggaran yang diperbolehkan untuk melangsungkan kegiatan operasional
Perusahaan. Unit Perencanaan Keuangan juga berperan memastikan realisasi
penghematan biaya bahan bakar tersebut.
Pada Unit Waste
Management berperan dalam melakukan optimasi sekaligus menentukan skenario
mixed alternative fuel untuk mendapatkan biaya bahan bakar yang optimal. Hasil
dari unit waste management memberikan rekomendasi batasan kualitas biomassa
yang diterima oleh pengadaan berdasarkan skenario mixed alternative fuel Serta
potensi penghematan biaya bahan bakar.
Pada Unit Alat Angkut
Berat (AAB) berperan memasukan rasio mixed alternative fuel ke dalam hopper
feeder yang didapatkan rekomendasi dari unit waste management. Selain itu
mengawasi kesesuaian rasio volume biomassa yang dimasukkan ke hopper feeder
untuk mendapatkan rate biomassa per jam nya. Pada tahapan evaluasi dan laporan
dilakukan kolaborasi oleh unit evaluasi proses dan unit waste management. Unit
evaluasi proses berperan mengevaluasi dampak secara proses khususnya energi
termal dan emisi CO2. Unit Evaluasi Proses berkolaborasi dengan unit waste
management untuk memberikan laporan rekomendasi atas hasil implementasi
optimasi kepada unit kerja terkait. Hasil laporan tersebut menjadi dasar update
parameter oleh unit kerja terkait sebagai input perencanaan.
Kesimpulan
Berdasarkan optimasi dari model Linear
Programming sebagai berikut; a) Dengan menurunkan STEC (Spesific Thermal
Energy Consumption) dapat menurunkan biaya bahan bakar. Hasil linear
programming didapatkan indeks biaya bahan bakar yang optimal pada Batasan STEC
780 kcal/kg clinker. b) Pada STEC 780 kcal/kg clinker didapatkan indeks biaya
bahan bakar sebesar 203.645 Rp./ton clinker dengan indeks pemakaian batubara
sebesar 0,1995 ton/ton clinker. c) Potensi penghematan kondisi STEC 785 kcal/kg
clinker terhadap STEC 780 kcal/kg clinker dengan penurunan indeks biaya bahan
bakar sebesar 1.335 Rp./ton clinker, penurunan indeks pemakaian batubara
sebesar 0,0013 ton/ton clinker, penurunan emisi CO2 sebesar 3 kg CO2/ton cement
equivalent.
Berdasarkan Monte Carlo dengan
mempertimbangkan ketidakpastian kualitas biomassa sekam dan cocopeat dengan 49
skenario pada musim hujan dan musim panen yang dibandingkan pada baseline biaya
bahan bakar sebagai berikut, Hasil simulasi indeks pemakaian batubara dan
indeks biaya bahan bakar pada musim hujan dengan STEC 780 kcal/kg clinker
dibandingkan STEC 824 kcal/kg clinker didapatkan 39 skenario dengan
probabilitas 82,47%.
BIBLIOGRAFI
Ali, M. B., Saidur, R., & Hossain, M.
S. (2011). A review on emission analysis in cement industries. Renewable and
Sustainable Energy Reviews, 15(5), 2252–2261.
Apriliani, R. P. (2021). Pengaruh
konsentrasi nutrisi AB mix dan POC cangkang telur ayam broiler serta jenis
media tanam terhadap produksi sawi caisim (Brassica juncea L. Czern. Var.
Tosakan) hidroponik. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Gao, T., Shen, L., Shen, M., Chen, F., Liu,
L., & Gao, L. (2015). Analysis on differences of carbon dioxide emission
from cement production and their major determinants. Journal of Cleaner
Production, 103, 160–170.
Hasibuan, S. A. F. (2022). Pengaruh
Pengolahan Tanah dan Pemberian Mulsa Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Hasil
Produksi Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccaharata Sturt L.). Universitas
Medan Area.
Latuconsina, H. (2023). Improving Student
Knowledge and Understanding of the Greenhouse Gases Effects and Global Climate
Change and Their Adaptation and Mitigation Efforts. Agrikan Jurnal
Agribisnis Perikanan, 16(1), 275–285.
Liun, E., & Sunardi, S. (2014).
Perbandingan Harga Energi dari Sumber Energi Baru Terbarukan dan Fosil. Jurnal
Pengembangan Energi Nuklir, 16(2), 119–130.
Mangallo, D., & Hasan, D. (2012). Studi
Kemungkinan Pemakaian Sekam dan Jerami Padi sebagai Bahan Bakar Briket untuk
Ketel Uap di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. SINERGI.
Priambodo, B. N. (2023). Penetapan
Strategi Ekonomis Biaya Termal Biomassa Sebagai Bahan Bakar Alternatif Di
Industri Semen. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Ramdhan, M. (2021). Metode penelitian.
Cipta Media Nusantara.
Roni, M. S., Eksioglu, S. D., Searcy, E.,
& Jacobson, J. J. (2014). Estimating the variable cost for high-volume and
long-haul transportation of densified biomass and biofuel. Transportation
Research Part D: Transport and Environment, 29, 40–55.
Rosmalasari, T. D., Lestari, M. A.,
Dewantoro, F., & Russel, E. (2020). Pengembangan E-Marketing Sebagai Sistem
Informasi Layanan Pelanggan Pada Mega Florist Bandar Lampung. Journal of
Social Sciences and Technology for Community Service (JSSTCS), 1(1),
27–32.
Saidur, R., Abdelaziz, E. A., Demirbas, A.,
Hossain, M. S., & Mekhilef, S. (2011). A review on biomass as a fuel for
boilers. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 15(5),
2262–2289.
Sari, E. P., Hasugian, H., & Harahap,
M. I. (2023). Implikasi Kebijakan Ekspor Kelapa Sawit Terhadap Perekonomian
Indonesia dalam Perspektif Ekonomi Islam. Brilliant: Journal of Islamic
Economics and Finance, 1(2), 212–237.
Sharma, P., Sheth, P. N., & Mohapatra,
B. N. (2023). Co-processing of petcoke and producer gas obtained from RDF
gasification in a white cement plant: A techno-economic analysis. Energy,
265, 126248.
Summerbell, D. L., Barlow, C. Y., &
Cullen, J. M. (2016). Potential reduction of carbon emissions by performance
improvement: A cement industry case study. Journal of Cleaner Production,
135, 1327–1339.
Copyright holder: Bangkit Nadyo
Priambodo, Nurhadi Siswanto (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |