Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 09, September 2022����

 

RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT SEBAGAI PREDIKTOR DISFUNGSI ORGAN PADA PASIEN SEPSIS BERDASARKAN DIAGNOSIS QSOFA DI RUANGAN INTENSIVE CARE UNIT RSUD WALED

 

Faradilla Fitri Santika1*, Isti Noviani2, Friska Oktavrisa3

1* Fakultas Kedokteran, Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Indonesia

2, 3 Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Sepsis adalah respon sistemik inang terhadap infeksi. Pada tahun 2018, tingkat kejadian sepsis di Indonesia masih tinggi, mencapai 30,29% dengan tingkat kematian berkisar antara 11,56% hingga 49%. Usia rata-rata pasien adalah 49,4 tahun dan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki. Kriteria klinis untuk mendiagnosis sepsis dapat menggunakan quick sequential organ failure assessment (qSOFA). Berbagai penanda awal sepsis telah dikembangkan untuk diagnosis sepsis, salah satunya yaitu rasio neutrofil limfosit sebagai metode yang cepat dan mudah untuk menilai adanya inflamasi dan memprediksi angka kematian di intensive care unit (ICU). Rasio neutrofil terhadap limfosit (RNL) memiliki potensi untuk memprediksi bakteremia pada pasien dengan infeksi yang didapat dari komunitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasio neutrofil limfosit sebagai prediktor disfungsi organ pada pasien sepsis berdasarkan diagnosis qSOFA di ruangan intensive care unit RSUD waled. Metode ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional. Pengambilan data dengan cara total sampling. Data tersebut dianalisis menggunakan chi square untuk mengetahui rasio neutrofil limfosit sebagai prediktor pada pasien sepsis berdasarkan diagnosis qSOFA. Terdapat hubungan bermakna rasio neutrofil limfosit sebagai prediktor disfungsi organ pada pasien sepsis berdasarkan diagnosis qSOFA (p = 0,01). Rasio neutrofil limfosit bisa menjadi prediktor disfungsi organ pada pasien sepsis berdasarkan diagnosis qSOFA.

 

Kata Kunci: RNL, qSOFA, ICU, Sepsis.

 
Abstract

Sepsis is the host's systemic response to infection. In 2018, the incidence rate of sepsis in Indonesia remained high, reaching 30.29%, with mortality rates ranging from 11.56% to 49%. The average age of patients was 49.4 years, and the majority were male. Clinical criteria for diagnosing sepsis can use the quick sequential organ failure assessment (qSOFA). Various early sepsis markers have been developed for sepsis diagnosis, one of which is the neutrophil-to-lymphocyte ratio as a quick and easy method to assess inflammation and predict mortality in the intensive care unit (ICU). The neutrophil-to-lymphocyte ratio (NLR) has the potential to predict bacteremia in patients with community-acquired infections. This study aims to determine the neutrophil-to-lymphocyte ratio as a predictor of organ dysfunction in sepsis patients based on qSOFA diagnosis in the ICU of RSUD Waled. This is an analytical observational study with a cross-sectional design. Data were collected using total sampling. The data were analyzed using chi-square to determine the neutrophil-to-lymphocyte ratio as a predictor in sepsis patients based on qSOFA diagnosis. There was a significant association between the neutrophil-to-lymphocyte ratio as a predictor of organ dysfunction in sepsis patients based on qSOFA diagnosis (p = 0.01). The neutrophil-to-lymphocyte ratio can be a predictor of organ dysfunction in sepsis patients based on qSOFA diagnosis.

 

Keywords: NLR, qSOFA, ICU, Sepsis.

 

Pendahuluan

Sepsis merupakan kondisi dimana terjadi invasi bakteri ke dalam pembuluh darah yang akan menyebabkan inflamasi sistemik dengan melibatkan banyak mediator inflamasi ataupun sitokin.(1)

Ketika terjadi sepsis, proses fibrinolitik terganggu oleh plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), yang menghalangi plasminogen untuk berubah menjadi plasmin dan mengurangi kerusakan fibrin. Pada proses ini, aktivitas koagulasi tetap berlangsung dan mengakibatkan pembentukan bekuan fibrin. Gumpalan fibrin ini kemudian masuk ke dalam aliran darah, mengganggu pasokan oksigen ke jaringan maupun organ tubuh. Hasilnya adalah iskemia jaringan dan disfungsi organ, seperti disfungsi pernapasan, kardiovaskular, ginjal, hepar, serta terjadi penurunan kesadaran.(1)

Menurut World Health Organization (WHO), pasien terdiagnosis sepsis mencapai 30 juta kasus setiap tahun di seluruh dunia. Banyaknya kasus tersebut dapat mengakibatkan 6 juta kematian setiap tahunnya.(1) Namun, penelitian yang dilakukan oleh Rudd, et al di tahun 2017 mencatat bahwa telah terjadi kasus sepsis sebanyak 48,9 juta dan kematian yang disebabkan oleh sepsis di seluruh dunia mencapai angka 11 juta. (2) Data tentang kejadian sepsis di Indonesia masih sangat terbatas. Pada tahun 2018, tingkat kejadian sepsis di Indonesia masih tinggi, mencapai 30,29% dengan tingkat kematian berkisar antara 11,56% hingga 49%. Pada tahun 2017 di Kota Padang terdapat 718 pasien sepsis, sedangkan di tahun 2018 di Kota Medan terdapat 457 pasien terdiagnosis sepsis. (9) Kriteria klinis untuk dapat mengetahui kegagalan fungsi organ pada pasien sepsis menggunakan quick sequential organ failure assessment (qSOFA), dimana terdapat 3 kriteria yaitu ketika respiratory rate ≥22 kali per menit, perubahan status mental atau kesadaran, dan tekanan darah sistolik ≤100 mmHg. Sepsis dapat ditegakan apabila terdapat ≥2 kriteria tersebut.(1)

Berbagai penanda awal untuk mendiagnosis sepsis telah dikembangkan. Pemeriksaan C-Reactive Protein (CRP), Laju Endap Darah (LED), dan jumlah leukosit memberikan hasil yang kurang sensitif, terutama dalam mengidentifikasi infeksi bakteri. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Jekarl et al, disampaikan bahwa sensitifitas dan spesifisitas penanda awal seperti CRP (66,5% dan 50,8%), LED (56,2% dan 55,3%), dan jumlah leukosit (41% dan 77,8%) pada pasien yang dicurigai mengalami infeksi.(2)

Standar baku emas dalam mendiagnosis sepsis masih bergantung pada hasil kultur darah, yang memerlukan waktu yang cukup lama untuk pemeriksaannya yaitu 3-5 hari. Sensitifitas hasil dari kultur darah masih rendah, hanya dapat mengidentifikasi sekitar 20-40% pasien sepsis dengan hasil positif, sementara 70% pasien sepsis mendapatkan hasil kultur darah yang negatif meskipun memiliki gejala klinis yang sesuai. Selain itu, spesifisitas kultur darah juga dapat terganggu karena adanya kontaminasi. Oleh karena itu, diperlukan metode yang lebih cepat dalam mendiagnosis sepsis, seperti penggunaan rasio neutrofil limfosit (RNL).(3)

Respons imun ketika terjadi invasi bakteri ditandai oleh peningkatan jumlah neutrofil dan penurunan jumlah limfosit dalam darah. Akibat dari peningkatan jumlah neutrofil dan penurunan jumlah limfosit ini, dapat mengakibatkan peningkatan RNL. Rasio neutrofil limfosit adalah perbandingan antara jumlah neutrofil absolut dan jumlah limfosit absolut dalam darah. Jumlah neutrofil dan limfosit dapat diukur melalui pemeriksaan darah rutin yang sering dilakukan di rumah sakit, yaitu pemeriksaan differential count.(4)

Rasio neutrofil limfosit (RNL) merupakan metode yang cepat dan sederhana untuk menilai adanya inflamasi serta untuk memprediksi angka kematian di intensive care unit (ICU). Rasio neutrofil limfosit (RNL) memiliki potensi untuk memprediksi terjadinya bakteremia. Sensitifitas dan spesifisitas RNL mencapai 75% dan 44,44%, yang menunjukkan bahwa RNL memiliki sensitifitas yang baik dalam mengidentifikasi sepsis pada tahap awal. Angka kematian akibat bakteremia mencapai 25-30%, yang kemudian meningkat menjadi 50% pada kasus sepsis.(5)

Menurut penelitian Iswandi, et al pada tahun 2019, terdapat hubungan antara rasio neutrofil limfosit (RNL) dengan pasien sepsis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, pasien sepsis yang memiliki nilai RNaL >13,05 sebanyak 18 pasien (66,67%) meninggal, sedangkan pada pasien geriatri yang memiliki nilai RNL <13,05, sebanyak 9 pasien (36%) meninggal. (3) Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Epiloksa, et al pada tahun 2020, yaitu terdapat korelasi positif antara RNL dan skor SOFA (r = 0,982 dan p <0,05). Stimulasi dari bone marrow ketika terjadi inflamasi sistemik menyebabkan peningkatan jumlah neutrofil dan penurunan jumlah limfosit dalam darah. Peningkatan jumlah neutrofil terjadi karena di rangsang oleh sitokin proinflamasi seperti IL-6, IL-1, dan TNF-α yang dihasilkan oleh makrofag, sementara penurunan jumlah limfosit terjadi akibat peningkatan sekresi hormon glukokortikoid yang menghambat produksi limfosit.(3)�� Berdasarkan beberapa sumber diatas penulis tertarik untuk meneliti tentang rasio neutrofil limfosit sebagai prediktor disfungsi organ pada pasien sepsis berdasarkan diagnosis qSOFA di ruangan intensive care unit rsud waled periode bulan Januari 2020-Desember 2022 agar diagnosis dapat tegak secara benar dan mendapat penatalaksanaan yang tepat, penulis juga tertarik karena RSUD Waled merupakan salah satu rumah sakit pendidikan di wilayah 3 Jawa Barat.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Waled, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat pada bulan Juli 2023. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik obsevasional dengan menggunakan rancangan Cross sectional dan pengumpulan data menggunakan data sekunder yaitu rekam medis. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien yang dirawat di ruangan ICU RSUD Waled pada bulan Januari 2020-Desember 2022 dan data rekam medis pada bulan Januari 2020-Desember 2022 yang lengkap. Penelitian telah mendapatkan persetujuan dari Komisi Etik FK UGJ dengan nomor 54/EC/FKUGJ/VI/2023. Data dianalisis dengan analisis univariat dan analisis bivariat menggunakan uji statistik chi square untuk menganalisis pengaruh variabel disertai dengan tabel distribusi frekuensi serta tabel analisis chi square.

 

Hasil dan Pembahasan

����������� Dalam penelitian ini, sebanyak 121 sampel yang dapat memenuhi kriteria inklusi untuk menilai pengaruh nilai RNL sebagai prediktor disfungsi organ pada pasien sepsis berdasarkan diagnosis qSOFA yang di rawat di Intensive Care Unit RSUD Waled periode 2020-2022.

 

Hasil analisis univariat

 

Tabel 1

Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien

Karakteristik

Frekuensi (n)

Persentasi (%)

Usia

 

 

17-25

1

1%

26-35

6

4,92%

36-44

18

14,75%

45-59

49

40,98%

60-74

41

33,61%

75-90

6

4,92%

Jenis Kelamin

 

 

Laki-laki

67

55,4%

Perempuan

54

44,6%

 

Tabel 1 menunjukan karakteristik usia dengan rentang umur 45-59 tahun merupakan presentase usia paling banyak pasien yang dirawat di ICU yaitu sebanyak 40,98%. Distribusi jenis kelamin pasien yang dirawat di ICU lebih banyak laki-laki dengan presentase sebanyak 55,4% dibandingkan perempuan dengan presentase sebanyak 44,6%.

 

Tabel 2

Distribusi Nilai RNL

RNL

Standar Deviasi

Jumlah

Rata-Rata

Persentase

Tinggi ≥3,13

11,520

71

11,8139579

90%

Normal <3,13

11,610

50

1,86514385

10%

 

Tabel 2 menunjukan bahwa distribusi pasien yang memiliki nilai RNL yang tinggi sebanyak 71 pasien dengan standar deviasi 11,52 dan rata rata nya adalah 11,81 dimana mendapatkan presentase sebanyak 90%.

Tabel 3

Distribusi Nilai qSOFA

qSofa

Jumlah

Persentase

1

57

47%

2

30

27%

3

34

26%

 

Tabel 3 menunjukan bahwa distribusi pasien yang memiliki nilai qSOFA positif (2) sebanyak 30 pasien dengan presentase 27%. Dan untuk pasien dengan qSOFA positif (3) sebanyak 34 pasien dengan presentase 26 %. Distribusi qSOFA dalam penelitian ini, didapatkan banyak pasien dengan qSOFA positif yaitu sebanyak 64 pasien.

 

Tabel 4

Nilai RNL dan qSOFA Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

RNL

qSOFA

 

 

Positif

Negatif

Laki-Laki

Tinggi

30

12

 

Normal

8

17

Perempuan

Tinggi

17

12

 

Normal

8

17

 

Tabel 4 menunjukan bahwa analisis nilai RNL dan skor qSOFA berdasarkan jenis kelamin didapatkan sebanyak 30 pasien laki-laki dengan RNL tinggi dan qSOFA positif dan sebanyak 17 pasien dengan RNL tinggi dan qSOFA positif.

 

Tabel 5

Analisis Nilai RNL dan qSOFA Berdasarkan Usia

Usia

RNL

qSOFA

 

 

Positif

Negatif

17-25

Tinggi

0

0

 

Normal

0

1

26-35

Tinggi

3

0

 

Normal

1

2

36-45

Tinggi

12

3

 

Normal

2

1

45-59

Tinggi

14

14

 

Normal

6

15

60-74

Tinggi

16

7

 

Normal

7

11

75-90

Tinggi

2

0

 

Normal

0

4

 

Tabel 5 menunjukan bahwa pasien dengan rentang usia 60-74 memiliki nilai RNL tinggi dan qSOFA positif lebih banyak.

 

Hasil analisis bivariat

 

Tabel 6

Analisis Bivariat Variabel Penelitian

 

qSOFA

P value

Positif

Negatif

 

RNL

Tinggi

42

30

0,01

Normal

14

35

 

Tabel 6 menunjukan bahwa hasil Uji Chi Square diperoleh nilai signifikansi 0,01 yang menunjukan bahwa ada pengaruh yang bermakna.

a.       Sebanyak 42 orang memiliki nilai RNL tinggi dan nilai qSOFA positif.

b.      Sebanyak 30 orang memiliki nilai RNL tinggi dan nilai qSOFA negatif.

c.       Sebanyak 14 orang memiliki nilai RNL normal dan nilai qSOFA positif.

d.      Sebanyak 35 orang nilai RNL normal, memiliki nilai qSOFA negatif.

 

Uji sensitivitas

Berdasarkan uji sensitifitas didapatkan hasil 75%, yang artinya sensitifitas RNL dapat digunakan untuk menentukan diagnosis awal pada pasien sepsis.

 

Uji spesifitas

Berdasarkan uji spesifitas didapatkan hasil 46%, yang artinya spesifitas RNL tidak cukup baik untuk menentukan diagnosis awal pada pasien sepsis.

 

Rasio Prevalen

Berdasarkan perhitungan nilai rasio prevalen yang didapat adalah 2, bahwa jika RP > 1 variabel bebas pada penelitian ini merupakan faktor resiko terjadinya sepsis.

 

Pembahasan

Pada penelitian ini pasien jenis kelamin laki�laki (55,4%) lebih banyak dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan (44,6%). Pasien dengan jenis kelamin laki-laki yang memiliki nilai RNL tinggi dan qSOFA positif sebanyak 26 pasien. Sedangkan pasien dengan jeis kelamin perempuan yang memiliki nilai RNL tinggi dan qSOFA positif sebanyak 16 pasien. Pada kasus ini laki-laki menjadi faktor resiko kemungkinan terjadinya sepsis(32)

Pada penelitian lain yang dilakukan pada tahun 2020 di Padang tentang hubungan RNL dengan skor SOFA pada pasien sepsis di ICU yang mengatakan bahwa 76,7% subjek penelitian adalah laki-laki.(8) Dan penelitian pada tahun 2019 di Yogyakarta tentang hubungan RNL dengan outcome sepsis pada pasien geriatri yang mendapatkan hasil 51,92% untuk jenis kelamin laki-laki.(7) Hormon estrogen pada wanita memiliki efek perlindungan terhadap terjadinya infeksi, sepsis, dan trauma. Hal ini terkait dengan peningkatan mediator anti-inflamasi pada pasien wanita, yang pada akhirnya meningkatkan prognosis mereka. Namun, hormon estrogen juga memiliki dampak yang berlawanan saat merespons stres, yang dapat menyebabkan peningkatan mediator inflamasi seperti sitokin. Hal ini dapat meningkatkan risiko kematian pada pasien wanita dibandingkan dengan pasien pria. Hormon estrogen juga berperan dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan meningkatkan produksi IL-4 dan IL-10, yang dapat meningkatkan produksi antibodi. (15)

Pada tabel 5 frekuensi usia terbanyak RNL tinggi dan qSOFA positif pada subjek penelitian ini adalah di rentang umur 60-74 tahun. Penelitian ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Epiloksa, et al di mana rata-rata usia subjek penelitian adalah 50,2 tahun, dengan rentang usia antara 12 hingga 91 tahun. (9) Hasil studi lain yang dilakukan oleh Darwis, et al juga mendekati temuan dari penelitian ini, di mana median usia subjek adalah 66 tahun, dengan rentang usia berkisar antara 60 hingga 87 tahun.(7) Hal ini dapat terjadi karena adanya respon makrofag dan innate immunity lainnya mengalami penurunan seiring bertambahnya usia, bersamaan dengan penurunan jumlah limfosit T karena reabsorbsi timus. Individu yang lebih muda cenderung memiliki respon inflamasi yang lebih baik. Hal ini disebabkan oleh perubahan dalam sistem kekebalan tubuh pada usia lanjut, seperti menurunya fungsi leukosit dalam menghilangkan antigen, serta perubahan bentuk sitokin proinflamasi. (15)

Hasil analisis tabulasi silang dibuat untuk menentukan RNL dan skor qSOFA dapat menjadi rujukan dalam mendiagnosis sepsis. Pada tabel 6 terdapat 42 pasien dengan nilai RNL tinggi dan skor qSOFA positif, dimana keadaan ini menjelaskan bahwa terjadi inflamasi sistemik dan adanya disfungsi organ pada pasien. Sesuai dengan penelitian Spoto, et al bila nila RNL tinggi dan nilai qSOFA positif menandakan terjadinya sepsis. Pada penelitian tersebut juga menyatakan angka positive predictive value sebesar 99,7% dan nilai negative predictive value sebesar 76%. (33) Penelitian Linda, et al juga menyatakan nilai RNL yang tinggi dan skor SOFA meningkat memiliki korelasi yang signifikan pada pasien sepsis.(35)

Nilai RNL dan skor qSOFA dalam mendiagnosis sepsis dilakukan uji sensitifitas dan uji spesifisitas untuk mengetahui persentase masing-masing data tersebut. Didapatkan nilai uji sensitifitas pada penelitian ini sebesar 75% dan nilai uji spesifisitas sebesar 46%. Penelitian ini sejalan dengan peneltian Irawati, et al dimana sensitifitas dan spesifisitas RNL mencapai 75% dan 44,44%, yang menunjukkan bahwa RNL memiliki sensitifitas yang baik dalam mengidentifikasi sepsis pada tahap awal.(34) Namun berbeda dengan penelitian Spoto, et al yang meneliti secara terpisah antara RNL dengan qSOFA, dimana untuk qSOFA didapatkan nilai sensitifitas 51,4% dan nilai spesifisitas 99,2%, sedangkan RNL nilai sensitifitas 64,2% dan nilai spesifitas 80,16%.(33) Pada penelitian lain oleh Dafitria, et al mendapatkan nilai sensitifitas RNL 60% dan nilai spesifisitas 66,7%, sedangkan pada nilai uji sensitifitas qSOFA 60% dan spesifitas 77,8%.(35)

Berdasarkan pada tabel 6, dilakukan uji rasio prevalen dan didapatkan hasil perhitungan yaitu 2, artinya bila RNL meningkat menjadi faktor resiko terjadinya kegagalan fungsi organ. Sesuai dengan penelitian Li, et al terdapat hubungan yang signifikan antara RNL dan qSOFA serta menjadi prediktor prognosis kematian bila nilai RNL tinggi dan skor qSOFA meningkat.(36)

Rata-rata RNL dalam penelitian ini adalah 11,7, angka ini melebihi nilai normal RNL yang seharusnya <3,13. RNL meningkat disebabkan oleh adanya mekanisme yang bertanggung jawab atas limfositopenia pada sepsis. Mekanisme ini melibatkan proses marginalisasi dan redistribusi limfosit dalam sistem limfatik, serta percepatan proses apoptosis. Apoptosis adalah proses kematian sel yang terjadi ketika bakteri atau produk bakteri merangsang makrofag untuk melepaskan zat-zat proapoptosis seperti TNF-α, nitrit oksida (NO), dan glukokortikoid. Kondisi ini pada akhirnya akan menghambat produksi limfosit.(2,31)

Penelitian ini mendapatkan pengaruh positif sangat kuat antara RNL dengan skor qSOFA. Hasil ini sesuai dengan penelitian Epiloksa, et al dimana terdapat korelasi antara kedua parameter tersebut (r = 0,96, p <0,05). (9)

Sistem kekebalan tubuh merespon inflamasi sistemik dengan meningkatkan jumlah neutrofil dan mengurangi jumlah limfosit. Hal ini disebabkan oleh perubahan dalam regulasi apoptosis selama keadaan inflamasi sistemik. Keterlambatan dalam proses apoptosis neutrophil, memperpanjang aktivitas neutrofil dalam proses inflamasi yang dapat meningkatkan produksi toksin metabolik. Toksin metabolik dan sitokin inflamasi yang dilepaskan oleh neutrofil dapat mengakibatkan kerusakan pada jaringan dan disfungsi organ. Saat seseorang mengalami sepsis, apoptosis pada sel B dan sel T cenderung mengalami penurunan. Limfositopenia mengurangi jumlah efektor inflamasi dan dapat menghambat respons imun adaptif. Hal ini membuat pasien menjadi lebih rentan terhadap infeksi nosokomial (infeksi yang didapat di lingkungan perawatan medis) dan invasi mikroba oportunistik. Kondisi ini dapat memicu respons inflamasi sistemik yang lebih lanjut.(2,31)

 

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik pasien terbanyak berada pada rentang usia 45-59 tahun, mencakup sekitar 40,50% dari total pasien, dengan mayoritas jenis kelamin adalah laki-laki, mencapai sekitar 55,4%. Ditemukan bahwa sebanyak 71 pasien memiliki distribusi nilai RNL yang tinggi, dengan standar deviasi sebesar 11,52 dan rata-rata 11,81. Selain itu, 64 pasien menunjukkan distribusi skor qSOFA yang positif, menghasilkan presentase sebesar 53%. Laki-laki menjadi jenis kelamin yang paling dominan dalam kelompok pasien dengan nilai RNL tinggi dan qSOFA positif, mencapai 30 pasien. Rentang usia 60-74 tahun juga menonjol dengan 16 pasien yang memiliki nilai RNL tinggi dan qSOFA positif. Secara keseluruhan, 42 orang menunjukkan kedua karakteristik ini. Analisis sensitivitas menghasilkan nilai 75%, menunjukkan bahwa RNL memiliki sensitivitas yang baik untuk diagnosis awal pasien sepsis. Namun, uji spesifitas menghasilkan nilai 46%, menunjukkan bahwa spesifitas RNL tidak cukup baik untuk diagnosis awal sepsis. Selain itu, dengan nilai rasio prevalensi sebesar 2 dan p value sebesar 0,01 dari analisis bivariat menggunakan chi-square, penelitian ini menyarankan bahwa skor qSOFA dapat berpotensi menjadi prediktor sepsis.


BIBLIOGRAFI

 

Adiwijono. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI. Interna Publishing.

 

Ali, A., Kedokteran, F., Halu Oleo U., & Correspoding Author K. (2021). Uji Sensitivitas Dan Spesifisitas Rasio Neutrofil Limfosit Terhadap Skor Sequential Organ Failure Assesment Dalam Diagnosis Awal Sepsis Di Rumah Sakit Sensitivity And Specificity Test Of Neutrofil Limfosite Ratio Against Sequential Organ Failure Assessment Scores In Early Sepsis Diagnosis In The Hospital.

 

Arif, S. K., Bau, A., Rukka, S., & Wahyuni, S. (2017). Comparison of Neutrophils-lymphocytes Ratio and Procalcitonin Parameters in Sepsis Patient Treated in Intensive Care Unit Dr. Wahidin Hospital, Makassar, Indonesia. Journal of Medical Science, 17-21.

 

Bouwman, W., Verhaegh, W., & Stolpe, A. van de. (2021). Androgen Receptor Pathway Activity Assay for Sepsis Diagnosis and Prediction of Favorable Prognosis. Front Med (Lausanne), 1-12. doi:10.3389/fmed.2021.767145

 

Burns, B. (2023). Systemic Inflammatory Response Syndrome. National Library of Medicine. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK547669/

 

Caraballo, C., & Jaimes, F. (2019). Organ Dysfunction in Sepsis : An Ominous Trajectory From Infection To Death, 629-640.

 

Chakraborty, R. K., & Burns, B. (2017). Changing definitions of sepsis. Turk Anesteziyoloji ve Reanimasyon Dernegi Dergisi, 45(3), 129-138. doi:10.5152/TJAR.2017.93753

 

Darwis, I., & Probosuseno. (2019). Hubungan Neutrophil Lymphocyte Ratio dengan Outcome Sepsis pada Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Journal Kedokteran Unila, 3(1), 147-153.

 

Delaloye, J., & Calandra, T. (2014). Invasive candidiasis as a cause of sepsis in the critically ill patient, 161-169.

 

Dafitri, I. A., Khairsyaf, O., Medison, I., & Sabri, Y. S. (2020). Korelasi qSOFA dan NLR Terhadap Kadar Prokalsitonin Untuk Memprediksi Luaran Pasien Sepsis Pneumonia di RSUP dr. M. DJAMIL Padang. J Respir Indo, 40(3), 173-176. http://www.jurnalrespirologi.org

 

Echeverria, C., et al. (2019). Endothelial Dysfunction in Pregnancy Metabolic Disorders. Molecular Basis of Disease. Elsevier.

 

Febrianto, R., Farhanah, N., & Sari, E. P. (2016). Menurut Kategori American Burn Association dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Sepsis di RSUP Dr. Kariadi, 1526-1534.

 

G�l, F., Arslantaş, M. K., Cinel, İ., & Kumar, A. (2017). Changing definitions of sepsis. Turk Anesteziyoloji ve Reanimasyon Dernegi Dergisi, 45(3), 129-138. doi:10.5152/TJAR.2017.93753

 

Gyawali, B., Ramakrishna, K., & Dhamoon, A. S. (2019). Sepsis: The evolution in definition, pathophysiology, and management. SAGE Open Med, 7, 205031211983504. doi:10.1177/2050312119835043

 

Iba, T., Umemura, Y., et al. (2019). Diagnosis of sepsis-induced disseminated intravascular coagulation and coagulopathy, 223-232. doi:10.1002/ams2.411

 

Jekarl, D. W., Lee, S., Kim, M., et al. (2019). Procalcitonin as a prognostic marker for sepsis based on SEPSIS ‐ 3, 1-7. doi:10.1002/jcla.22996

 

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Pedoman interpretasi data klinik. Kementrian kesehatan RI, 1-83.

 

Kundu, S., Tabassum, S., & Kumar, R. (2020). A perspective on sepsis pathogenesis, biomarkers and diagnosis: A concise survey. Med Devices Sens, 3(4), 1-22. doi:10.1002/mds3.10089

 

Levy, M. M., Evans, L. E., & Rhodes, A. (2018). The Surviving Sepsis Campaign Bundle : 2018 update. Intensive Care Med, 44(6), 925-928. doi:10.1007/s00134-018-5085-0

 

Liu, J., Liu, Y., Xiang, P., et al. (2020). Neutrophil-to-lymphocyte ratio predicts critical illness patients with 2019 coronavirus disease in the early stage. J Transl Med, 18(1), 1-12. doi:10.1186/s12967-020-02374-0

 

Mahapatra, S., & Hefffiner, A. C. (2023). Septic Shock. NCBI. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430939/?report=printable

 

Patklin, P. D. S. (2020). Usulan Panduan Pemeriksaan Laboratorium Covid-19. PDS PatKLIn, 1-3.

 

Pikwer, A., Carlsson, M., Mahmoud, D. A., & Castegren, M. (2020). The Patient�s Gender Influencing the Accuracy of Diagnosis and Proposed Sepsis Treatment in Constructed Cases. Emerg Med Int, 2020, 1-7. doi:10.1155/2020/4823095

 

Pool, R., Gomez, H., & Kellum, J. A. (2019). Mechanisms, 34(1), 63-80. doi:10.1016/j.ccc.2017.08.003

 

Purba, A. K. R., Mariana, N., Aliska, G., et al. (2020). The burden and costs of sepsis and reimbursement of its treatment in a developing country: An observational study on focal infections in Indonesia. International Journal of Infectious Diseases, 96, 211-218. doi:10.1016/j.ijid.2020.04.075

 

Purwanto, D. S., & Astrawinata, D. A. W. (2018). Mekanisme Kompleks Sepsis dan Syok Septik. Jurnal Biomedik (Jbm), 10(3), 143. doi:10.35790/jbm.10.3.2018.21979

 

Purwanto, D. S., & Astrawinata, D. A. W. (2019). Pemeriksaan Laboratorium sebagai Indikator Sepsis dan Syok Septik, 1-9.

 

Rsup AT, & Sudirohusodo, W. (2021). Tesis Hubungan Skor qSOFA, skor SOFA dan Kadar Laktat Darah Dengan Mortalitas Pasien Sepsis Halaman Pengajuan Hubungan Skor qSOFA, skor SOFA dan Kadar Laktat Darah Dengan Mortalitas Pasien Sepsis.

 

Rumah, D., Abdoel, S. H., & Bandar, M. (2015). Hubungan Lama Hari Pemasangan Kateter Dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih Pada Pasien Yang Terpasang Kateter di Ruang Rawat Inap Penyakit, 28-33.

 

Rudd, K. E., Johnson, S. C., Agesa, K. M., et al. (2020). Global, regional, and national sepsis incidence and mortality, 1990�2017: analysis for the Global Burden of Disease Study. The Lancet, 395(10219), 200-211. doi:10.1016/S0140-6736(19)32989-7

 

Saputra, I. M. Y., Gustawan, W., Utama, M. D., & Arhana, B. (2019). Rasio Neutrofil dan Limfosit (NLCR) Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Infeksi Bakteri di Ruang Rawat Anak RSUP Sanglah Denpasar. Sari Pediatri, 20(6), 354. doi:10.14238/sp20.6.2019.354-9

 

Singer, M. M. F., Deutschman, C. S. M. M., Seymour, C. W. M. M., et al. (2016). The Third International Consensus Definitions for Sepsis and Septic Shock (Sepsis-3), 23. doi:doi: 10.1001/jama.2016.0287

 

Simmons, J. M., & Pittet, J. F. M. (2015). The Coagulopathy of Acute Sepsis, 18. doi:10.1097/ACO.0000000000000163

 

Spoto, S., Lupoi, D. M., Valeriani, E., et al. (2021). Diagnostic accuracy and prognostic value of neutrophil-to-lymphocyte and platelet-to-lymphocyte ratios in septic patients outside the intensive care unit. Medicina (Lithuania), 57(8), 1-11. doi:10.3390/medicina57080811

 

Sudiartha, I. P. G., Wiargitha, I. K., Gde, T., & Mahadewa, B. (2020). Perbedaan nilai Neutrophil Lymphocyte Ratio ( NLR ) terhadap pemeriksaan kultur darah dalam mendiagnosis sepsis pada pasien peritonitis di RSUP Sanglah , Bali , Indonesia, 11(1), 165-171. doi:10.15562/ism.v11i1.571

 

Ummaimah Epiloksa, A., Efrida, A., & Syahrul, Z. (2020). Hubungan Rasio Neutrofil � Limfosit Dengan Skor Sequential Organ Failure Assesment Pada Pasien Sepsis Di Intensive Care Unit RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 9(1S), 16-21. doi:10.25077/jka.v9i1s.1150

 

Wafiyatunisa, Z. (2016). Hubungan Obesitas dengan Terjadinya Preeklampsia. Jurnal Majority, 5(5).

 

WHO. (n.d.). Maternal Mortality Evidence Brief Progress. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/maternal-mortality

 

Ziarno, N. L. P., Ivana, & Nur, A. F. (2019). Hubungan Obesitas dengan Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Hamil: Jurnal Kesehatan Tadulako.

Copyright holder:

Faradilla Fitri Santika, Isti Noviani, Friska Oktavrisa (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: