Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 4, April 2024

 

ANALISIS PERMINTAAN UANG DI INDONESIA

 

Sari Nurmetri1, Muhammad Adnan2*

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh, Aceh, Indonesia1,2

Email: [email protected]1, [email protected]2*

 

Abstrak

Kebijakan moneter yang dilakukan oleh pememrintah melalui Bank Sentral adalah untuk mempengaruhi dan mengarahkan berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan yang bertujaun untuk kestabilan harga dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi.  Kebijakan moneter tersebut akan berpengaruh terhadap perputaran jumlah uang beredar dalam suatu  perekonomian yang tercermin  pada perkembangan jumlah uang beredar, kredit, nilai tukar, suku bunga serta berbagai variable ekonomi dan keuangan lainnya. Tujuan penelitian untuk menganalisi pengaruh Inflasi, Suku Bunga dan E-Money terhadap Permintaan Uang di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Data yang digunakan adalah inflasi, suku bunga, e-money dan permintaan uang tahun 2017-2022. Sumber data dari Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia. Metode analisis data yang digunakan adalah model Error Correction Model (ECM). Hasil uji ECM untuk jangka panjang menyatakan inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan uang, sedangkan suku bunga untuk jangka panjang tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan uang. Variabel E-money untuk angka panjang berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan uang. Sementara uji ECM dalam jangka pendek, variabel inflasi dan suku bunga tidak memiliki pengaruh terhadap permintaan uang di Indonesia, pada variabel e-money berpengaruh signifikan terhadap permintaan uang.

Kata Kunci: Inflation, Interest Rates, E-Money, Money Demand

 

Abstract

The Central Bank, acting on behalf of the government, uses monetary policy to influence economic and financial activities in order to achieve price stability while also considering economic growth. The circulation of money supply in an economy is affected by monetary policy, which is reflected in the development of various economic and financial variables such as money supply, credit, exchange rates, and interest rates. This study analyzes the impact of inflation, interest rates, and e-money on money demand in Indonesia using a quantitative approach. The data used in this research are inflation, interest rates, e-money, and money demand from 2017 to 2022, sourced from the Central Bureau of Statistics and Bank Indonesia. The Error Correction Model (ECM) model is used for data analysis. The long-term ECM test results show that inflation has a significant negative effect on money demand, while interest rates do not have a significant effect on money demand. In the long term, the e-money variable has a significant positive effect on the demand for money. In the short term, however, inflation and interest rates do not affect the demand for money in Indonesia, while the e-money variable has a significant effect on the demand for money.

Keywords: Inflation, Interest Rates, E-Money, Money Demand

 

 

 

 

Pendahuluan

Ketidakstabilan ekonomi mempengaruhi perkembangan ekonomi global dengan semakin meningkatnya integrasi ekonomi antarnegara. Perubahan dalam perekonomian global yang terus berlanjut pada tahun 2023 menimbulkan tantangan dalam upaya memperkuat keberlanjutan ekonomi dunia. Kebijakan perdagangan yang lebih berfokus pada tingkat domestik dan peningkatan resiko geopolitik di beberapa negara telah memicu ketidakpastian di pasar keuangan global dan menekan pertumbuhan ekonomi global, termasuk di Indonesia. Negara berkembang seperti Indonesia, saat ini menghadapi tantangan ketidakstabilan ekonomi (Astanti et al., 2024).

Pertumbuhan permintaan uang meningkat pada September 2023, tercatat sebesar
Rp. 8.440,0 triliun atau tumbuh 6,0 persen dari bulan sebelumnya yaitu sebesar 5,9 persen. Peningkatan tersebut terutama dipengaruhi oleh perkembangan penyaluran kredit, dimana pada September 2023 penyaluran kredit tercatat tumbuh sebesar 8,7 persen
(Arman et al., 2023). Permintaan uang memainkan peranan penting dalam perekonomian terutama dalam konteks pembuatan kebijakan, seperti kebijakan moneter. Kebijakan yang diterapkan oleh bank sentral akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian.  Perubahan dalam permintaan uang memiliki dampak signifikan pada perekonomian, karena peningkatan permintaan uang dapat meningkatkan permintaan atas barang dan jasa yang pada akhirnya dapat mendorong kenaikan harga-harga dan inflasi.

Perekonomian Indonesia sering mengalami fluktuasi dan dalam periode dari tahun 2017 hingga 2022 pertumbuhan permintaan uang di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Bank Indonesia, diketahui pada tahun 2022 terjadi peningkatan permintaan uang sebesar Rp.8.528,5 triliun. Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh dua faktor penting yakni adanya akselerasi pertumbuhan penyaluran kredit baik yang bersifat produktif maupun konsumtif mengalami penguatan, yang pada gilirannya meningkatnya permintaan uang. Kondisi ini mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh kredit. Kemudian, perkembangan keuangan pemerintah mengalami kontraksi yang dapat dilihat dari pertumbuhan negatif tagihan bersih sistem moneter kepada Pemerintah Pusat, terutama dalam simpanan Pemerintah (Sulistiono & Boediningsih, 2024). Deskripsi permintaan uang di Indonesia ditunjukkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Grafik Perkembangan Permintaan Uang di Indonesia

Tahun 2017-2022 (Triliun Rupiah)

Sumber: Bank Indonesia (2023)

 

Fenomena naik turunnya permintaan uang di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah inflasi yang memainkan peranan penting, dimana inflasi yang tinggi dapat menyebabkan penurunan daya beli uang. Selain itu, tingkat suku bunga yang tinggi cenderung mengurangi permintaan uang, karena meminjam uang menjadi lebih mahal. Begitu juga dengan adanya e-money dapat mengurangi permintaan fisik, dimana orang lebih sering menggunakan transaksi non tunai. Mankiw (2013) mengemukakan bahwa jika permintaan uang terus meningkat, maka konsumsi masyarakat akan naik yang akhirnya dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara permintaan masyarakat dan penawaran dari produsen. Jika kondisi ini terjadi maka produsen akan menaikkan harga barang-barangnya.

Inflasi merupakan suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku secara umum dalam suatu perekonomian, hal ini terjadi karena tidak seimbangnya arus barang dan arus uang yang disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya inflasi, tidak semua inflasi berdampak negatif terhadap perekonomian, terutama apabila terjadi inflasi ringan dibawah sepuluh persen. Inflasi ringan dapat mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi (Ardiansyah, 2017). Perubahan tingkat inflasi dapat berdampak langsung pada permintaan uang, dimana tingkat inflasi yang tinggi cenderung mengurangi daya beli uang sehingga memungkinkan masyarakat membutuhkan lebih banyak uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

 Tingkat inflasi di Indonesia telah mengalami fluktuasi yang signifikan dalam rentang tahun 2017 hingga 2022. Pada tahun 2022, tingkat inflasi lebih tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yakni mencapai 5,51 persen, sementara inflasi terendah tercatat pada tahun 2020 sebesar 1,68 persen. Perubahan tingkat inflasi dipengaruhi oleh tarikan permintaan (demand pull inflation) dan desakan biaya (cost push inflation) (Zulfahmi, 2012). Kenaikan inflasi yang signifikan ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh dampak pandemi Covid-19, dimana setelah terjadinya pandemi pemerintah berupaya mengendalikan kembali perekonomian Indonesia (Saparinda, 2021).

Suku bunga juga berperan penting dalam permintaan uang. Suku bunga dapat dipandang sebagai pendapatan yang diperoleh dari tabungan. Perubahan suku bunga akan berpengaruh terhadap perkembangan suku bunga Pasar Uang Antara Bank (PUAB), suku bunga deposito, dan suku bunga kredit. Suku bunga yang tinggi akan menyebabkan masyarakat lebih senang untuk menyimpan uangnya di bank yang akan menyebabkan kegiatan investasi dan konsumsi berkurang dan akan menyebabkan kegiatan perekonomian menurun (Nasir, 2021). Dalam konteks ini, tingkat suku bunga di Indonesia pada tahun 2018 suku bunga mengalami peningkatan sebesar 6,00% dari tahun sebelumnya sebesar 3,61%. Artinya tingkat suku bunga mengalami fluktuasi. Suku bunga kebijakan moneter yang tetap rendah dan likuiditas yang sangat longgar mendorong suku bunga kredit perbankan terus menurun (Hidayat et al., 2022). Di pasar uang dan pasar dana, suku bunga PUAB overnight dan suku bunga deposito 1 bulan perbankan telah menurun, pada tahun 2021. Di pasar kredit, penurunan SBDK perbankan terus berlanjut, diikuti penurunan suku bunga kredit baru pada seluruh kelompok Bank, kecuali BPD. Aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat yang meningkat mendorong perbaikan persepsi risiko perbankan, sehingga berdampak positif bagi penurunan suku bunga kredit baru (Hidayat & Hardiyanto, 2022).

Perkembangan teknologi telah mengubah kebutuhan masyarakat terhadap alat pembayaran yang cepat, akurat dan aman dalam transaksi elektronik. Evolusi alat pembayaran dari logam dan uang kertas konvensional hingga alat pembayaran elektronik. Uang elektronik (E-money) adalah alat pembayaran yang dikeluarkan berdasarkan jumlah uang yang telah dimasukkan sebelumnya oleh pemegangnya ke penerbit. Pergeseran masyarakat dari uang tunai ke uang elektronik berdampak pada permintaan uang, dimana semakin banyaknya transaksi yang dilakukan secara elektronik mengakibatkan jumlah uang fisik yang beredar dalam perekonomian dapat berkurang. Hal ini yang menyebabkan uang elektronik (E-money) juga menjadi bagian yang dapat mempengaruhi permintaan uang di Indonesia (Lestari & Indrarini, 2023).

Penggunaan e-money dalam kehidupan sehari-hari telah meningkat, misalnya untuk transportasi, belanja online dengan penggunaan e-money yang diterbitkan oleh Bank-Bank umum maupun diterbitkan oleh sebuah perusahaan. Di Indonesia sendiri sudah menunjukkan peningkatan transaksi e-money setiap tahunnya, dalam penelitian ini pada rentang tahun 2017 sampai 2022. Diketahui pada tahun 2021 nilai transaksi e-money sebesar Rp 305,43 triliun dan mengalami peningkatan di tahun 2022 sebesar Rp 407,53 triliun. Kondisi ini menjelaskan bahwa hadirnya e-money dapat memberi kemudahan dalam bertransaksi, memungkinkan transaksi elektronik semakin aman dan cepat serta banyaknya potongan harga dan promo-promo yang ditawarkan yang membuat pengguna lebih tertarik menggunakan transaksi elektronik (Dewanta & Putri, 2022).

Anwar (2020)Menyatakan bahwa tingkat suku bunga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan uang, sedangkan variabel inflasi memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan uang. Selanjutnya Polontalo (2018) menyatakan bahwa dalam jangka pendek hanya variabel tingkat bunga yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap permintaan uang, sedangkan dalam jangka panjang hanya inflasi yang berpengaruh signifikan terhadap permintaan uang. Secara simultan dalam jangka pendek dan jangka panjang mempunyai pengaruh signifikan terhadap permintaan uang. Purnamawati (2021) menyatakan bahwa dalam jangka panjang e-money, transaksi kartu debet dan transaksi kartu kredit berpengaruh signifikan terhadap permintaan uang di Indonesia. Sedangkan, inflasi dalam jangka pendek tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan uang di Indonesia. Sementara, dalam jangka panjang hanya transaksi kartu debet yang berpengaruh signifikan terhadap permintaan uang di Indonesia.

Anwar (2016) menyatakan bahwa inflasi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap permintaan uang di Indonesia, sementara pengaruh suku bunga dan produk domestik bruto tidak terlalu besar terhadap permintaan uang di Indonesia. Penelitian Masitho (2021) menyatakan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) mempunyai hubungan yang positif dan berpengaruh signifikan terhadap Permintaan Uang (M2). Inflasi mempunyai hubungan negatif sehingga berpengaruh tidak signifikan atau tidak berkontribusi terhadap Permintaan Uang (M2). Hasil penelitian Mukhtar (2018) menyatakan bahwa dalam jangka panjang inflasi berpengaruh positif terhadap permintaan uang, sedangkan suku bunga berpengaruh negatif terhadap permintaan uang. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada penelitian sebelumnya inflasi mempunyai pengaruh terhadap permintaan uang sedangkan suku bunga ada yang berpengaruh positif dan juga ada yang berpengaruh negatif.

Berdasarkan teori Kuantitas Uang dari Milton Friedman bahwa jumlah uang beredar sangatlah penting untuk dijaga karena keterkaitannya terhadap inflasi, suku bunga dan e-money dalam perekonomian, sehingga jumlah uang beredar harus benar-benar dijaga kestabilannya agar tidak berdampak pada perekonomian di Indonesia. Oleh karena itu penelitian bertujuan untuk menganalisi pengaruh inflasi, suku bunga dan e-money terhadap Permintaan Uang di Indonesia dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil penelitian ini berguna bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan mengenai inflasi, suku bunga, e-money dan permintaan uang di Indonesia.

 

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif adalah metode penelitian yang dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan data sekunder, analisis data bersifat kuantitatif dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (2018).

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data runtun waktu dari situs resmi Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI). Periode data yang digunakan adalah data tahun 2017-2022 di Indonesia.

Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua variabel. Variabel yang pertama merupakan variabel independen yaitu Inflasi, Suku Bunga dan E-money. Variabel yang kedua adalah variabel dependen, yaitu Permintaan Uang.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Error Correction Model (ECM). Jenis data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data time series yaitu data bulanan dari permintaan uang, inflasi, suku bunga dan e-money selama periode 2017-2022. Data time series seringkali mengakibatkan regresi yang tidak tepat karena datanya tidak stasioner. Data yang tidak stasioner dapat menunjukkan ketidakseimbangan hubungan dalam jangka pendek, namun ada kecenderungan jangka panjang untuk memiliki hubungan yang seimbang. Oleh karena itu, Error Correction Model (ECM) menjadi model yang relevan dalam penelitian ini karena pada umumnya data time series cenderung tidak stasioner (H. Adnan, 2014).

Sebelum melakukan estimasi ECM akan dilakukan beberapa tahapan, seperti uji stationer data dan uji derajat kointegrasi (Rantebua et al., 2020). Model persamaan ECM secara umum dapat ditunjukkan sebagai berikut:

Y= α + 1Xit1 + 2X2it + 3X3it +eit…………………………………     (3.1)

Model persamaanya adalah sebagai berikut:

Yit= α + 1INFit + 2SBit + 2E-moneyit + eit……………………...       (3.2)

Keterangan:

Y                     = Permintaan Uang

α                      = Konstanta

                     = Koefisien Regresi masing-masing variabel independen

INF                  = Inflasi

SB                   = Suku Bunga

E-money        = Electronic Money

e                       = Standar error

 

 

 

Uji Stasioneritas Data

Uji Stasioneritas merupakan tahap awal pada pengujian data time series, yang bertujuan untuk menentukan apakah data tersebut stasioner atau tidak stasioner. Dimana, data dianggap stasioner jika memenuhi tiga kriteria yaitu rata-rata dan varians konstan sepanjang waktu serta kovarians antara data time series hanya bergantung pada lag antara dua periode waktu (M. Adnan, 2023). Cara untuk menguji stasioneritas data dapat dilakukan dengan membandingkan antara nilai probabilitas dengan nilai signifikansi (α=10%). Keputusan dapat diambil, apabila:

a.   Nilai Probabilitas > Nilai Signifikansi (α=10%), maka data tidak stasioneritas

b.   Nilai Probabilitas < Nilai Signifikansi (α=10%), maka data stasioneritas

 

Uji Derajat Kointegrasi

            Kointegrasi merupakan kombinasi hubungan linear dari variabel-variabel yang non-stasioner, dimana semua variabel tersebut harus terintegrasi pada orde atau derajat yang sama. Tujuan dilakukannya uji kointegrasi yaitu untuk mengetahui adanya hubungan keseimbangan jangka panjang antar variabel dependen dan variabel independen. Hasil uji kointegrasi diperoleh dengan membentuk residual melalui regresi variabel independen terhadap variabel dependen, dimana residual tersebut harus stasioner pada tingkat level agar dapat dikatakan memiliki kointegrasi (Romanda, 2020).

 

Hasil dan Pembahasan

Analisis Hasil Penelitian

Hasil Uji Akar Unit

 Dalam analisis ECM jangka panjang dan jangka pendek, pengujian data adalah langkah pertama yakni menguji apakah data yang digunakan bersifat stasioner atau tidak. Data dapat dikatakan stasioner apabila rata-rata dan variannya konstan sepanjang rentang waktu yang diamati (Widarjono, 2013). Penelitian ini menggunakan uji akar unit Augmented Dickey-Fuller (ADF). Jika nilai probabilitas lebih kecil dari nilai signifikansi 10%, maka dapat disimpulkan bahwa data yang diamati bersifat stasioner. Sebaliknya, jika nilai probabilitas lebih besar dari nilai signifikansi 10%, maka dapat disimpulkan bahwa data yang diamati tidak stasioner (Widarjono, 2013). Hasil uji akar unit pada tingkat level dan tingkat first difference dapat dilihat pada tabel 1     dibawah ini.

 

Tabel 1. Hasil Uji Augmented Dickey-Fuller (ADF)

Variabel

Probabilitas

Probabilitas

Level

First

 

Difference

Permintaan Uang

0.9998

0.0001

Inflasi

0.3819

0.0001

Suku Bunga

0.6882

0.0001

E-Money

0.9950

0.0000

Sumber: Hasil Olah E-Views 12 (2023)

 

Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil uji akar unit variabel pada tingkat level, semua variabel penelitian tidak ada yang stasioner dikarenakan nilai probabilitas lebih besar (>) dari nilai signifikansi. Dikarenakan terdapat variabel yang belum stasioner pada tingkat level, maka selanjutnya melakukan uji derajat integrasi untuk memenuhi asumsi model ECM. Dalam hal ini, data harus menjadi stasioner pada tingkat yang sama atau dalam penelitian ini data stasioner pada tingkat first difference. Dimana, pada tingkat first difference semua variabel penelitian stasioner dikarenakan dikarenakan nilai probabilitas lebih kecil (<) dari nilai signifikansi.

 

Hasil Uji Kointegrasi

Setelah menyelesaikan uji akar unit dan menentukan derajat integrasi pada tingkat first difference, langkah berikutnya adalah melakukan uji kointegrasi untuk menentukan ukuran jangka panjang. Dimna, uji kointegrasi biasanya digunakan untuk menentukan apakah terdapat hubungan jangka panjang yang signifikan antara dua atau lebih variabel. Pengujian ini dilakukan agar tidak terdapat regresi yang luncung dari data time series yang dikarenakan data tidak stasioner (Iladini & Agustina, 2020). Berikut hasil uji kointegrasi pada tabel 2 dibawah ini.

 

Tabel 2. Hasil Uji Kointegrasi Terhadap Residual dengan ADF

   Variabel

t-statistik

Probabilitas

   ECT

-3.568395

0.0089

Sumber: Hasil Olah E-Views 12 (2023)

 

Pada tahapan awal pengujian ini akan mendapatkan residual dari hasil regresi jangka panjang, yang biasanya disebut dengan ECT. Langkah selanjutnya yakni melakukan uji akar unit pada tingkat level. Syarat diterimanya model ECM ialah variabel ECT harus stasioner pada tingkat level dan nilai koefisien ECT (-1) berada pada rentang -0 sampai -1 dan probabilitasnya signifikan. Hasil uji kointegrasi ini pada Tabel 4.4 dibawah ini.

 

Tabel 3 Kointegrasi Nilai ECT (-1)

      Variabel

Koefisien

t-statistik

Probabilitas

      ECT(-1)

-0.333912

-3.568395

0.0007

Sumber: Hasil Olah E-Views 12 (2023)

 

Berdasarkan Tabel 2 dan 3 diatas dapat disimpulkan bahwa residual dalam persamaan jangka panjang telah stasioner di tingkat level, ditandai dengan nilai probabilitas di angka 0.0089 lebih kecil dari 0.10. Selain itu juga pada nilai ECT (-1) koefisiennya berada di angka -0.333912 dan probabilitasnya signifikan di angka 0.0007, artinya residual tidak mengandung akar unit dan variabel ECT menunjukkan adanya kointegrasi sehingga permodelan ECM menjadi terpenuhi.

 

Hasil Estimasi ECM

Setelah terbukti adanya kointegrasi antar variabel melalui uji kointegrasi, tahap berikutnya adalah membangun model   ECM (Error Correction Model). Model ECM digunakan sebagai alat analisis untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antar variabel dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Berikut    adalah hasil estimasi model ECM untuk jangka Panjang yang ditampilkan dalam tabel 4 di bawah ini:

 

Tabel 4. Hasil Regresi ECM Jangka Panjang

  Variabel

Koefisien

t-statistik

Probabilitas

INF

-0.105691

-2.077992

0.0415

SB

 0.058339

 1.031287

0.3061

E-Money

 0.082061

 38.18102

0.0000

C

 5.325110

 30.76185

0.0000

R-Squared

 0.970751

F-Statistik

 752.2757

Prob(F-Statistik)

 0.000000

 

 

Sumber: Hasil Olah Eviews 12 (2023)

 

PUt = 5.325110 – 0.105691Inft + 0.058339Sbt + 0.082061Emoneyt + et…….…………………….. (4.1)

 

Variabel independen dalam penelitian ini adalah inflasi, suku bunga dan e-money, sedangkan variabel dependennya adalah permintaan uang. Berdasarkan Tabel 5 diperoleh hasil R2 sebesar 0.970751 yang berarti 97.07% variasi permintaan uang dapat dijelaskan oleh variabel inflasi, suku bunga dan e-money. Kemudian, 2.93% digambarkan oleh varibel lain diluar model. Dari hasil persamaan jangka panjang yang diperoleh, dapat diinterpretasikan bahwa hanya terdapat satu variabel bebas dalam penelitian ini yang tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap permintaan uang di Indonesia untuk jangka panjang. Variabel tersebut adalah suku bunga (X2). Dapat terlihat bahwa nilai probabilitas variabel terebut berada diatas taraf signifikansi yaitu 0.10 atau 10%. Sementara, variabel inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan uang, serta e-money memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan uang.

 

Tabel 5. Hasil Regresi ECM Jangka Pendek

  Variabel

Koefisien

t-statistik

Probabilitas

D(INF)

-0.004133

 

0.8982

D(SB)

 0.051807

 

0.2178

D(E-Money)

 0.023057

 

0.0020

ECT(-1)

-0.131464

 

0.0638

C

 0.037426

 

0.0018

R-Squared

 0.151817

F-Statistik

 2.953341

Prob(F-Statistik)

 0.026244

 

 

Sumber: Hasil Olah Eviews 12 (2023)

 

ΔPUt = 0.037426 – 0.004133ΔInft + 0.051807ΔSbt + 0.023057ΔEmoneyt – 0.131464ECTt-1 + et.. (4.2)

 

Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan hasil regresi jangka pendek, dimana diketahui bahwa koefisien ECT dalam model ECM memiliki tanda negatif (-0.131464) dan nilai probabilitas sebesar 0.0638 < 0.10 artinya nilai ECT sudah lolos signifikansi 10% dan sudah terpenuhi karena sudah bernilai negatif. Nilai ECT sebesar -0.131464 memiliki makna bahwa terjadinya proses penyesuaian dalam jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjang terjadi cukup cepat. Hasil untuk R2 adalah 0.151817 yang berarti 15.18% variabilitas permintaan uang bisa digambarkan oleh semua variabel bebas yakni inflasi, suku bunga dan  e-money. Kemudian 84.82% dapat digambarkan oleh variabel lain diluar penelitian. Hasil estimasi menunjukkan variabel e-money memiliki pengaruh jangka pendek terhadap permintaan uang. Sedangkan variabel inflasi dan suku bunga tidak memiliki pengaruh jangka pendek terhadap permintaan uang, hal ini didasarkan pada nilai probabilitas lebih besar dari α = 10%.

 

Pembahasan Hasil Penelitian

Pengaruh Inflasi Terhadap Permintaan Uang

Menurut teori kuantitas, terdapat hubungan antara inflasi dan permintaan uang dimana perubahan dalam permintaaan uang dapat berdampak pada tingkat inflasi. Sebaliknya kenaikan harga dapat mengakibatkan peningkatan permintaan uang, yang pada gilirannya mempengaruhi permintaan uang tersebut. Oleh karena itu, penurunan tingkat inflasi dapat mengakibatkan perlambatan dalam pertumbuhan permintaan uang. 

Berdasarkan hasil estimasi model ECM untuk jangka panjang diketahui koefisien variabel Inflasi sebesar -0.105691 dan nilai probabilitas sebesar 0.0415 yang lebih kecil dari taraf signifikansi α = 0.10, artinya Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Permintaan Uang di Indonesia pada periode 2017-2022. Kondisi ini menjelaskan bahwa ketika Inflasi naik satu satuan maka akan menurunkan Permintaan Uang sebesar 0.105691. Selanjutnya, dalam estimasi ECM dalam jangka pendek menyatakan bahwa variabel Inflasi tidak memiliki pengaruh terhadap Permintaan Uang di Indonesia. Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan inflasi sebesar 1%, maka permintaan uang akan tetap.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori ekonomi yang menyatakan bahwa hubungan antara inflasi dan permintaan uang adalah positif. Dimana, pengaruh negatif yang ditimbulkan Inflasi pada jangka panjang dan jangka pendek diduga karena pada saat inflasi turun, permintaan uang tidak ikut turun melainkan semakin meningkat. Hal ini disebabkan tingginya pertumbuhan uang kuasi yang didorong oleh peningkatan simpanan berjangka dan giro valas pada Desember 2021. Sementara, pertumbuhan giro rupiah sedikit tertahan oleh perlambatan dana float (saldo) uang elektronik (Indonesia, Pendaftaran Beasiswa Bank Nomor, 2022). Dari hasil interpretasi di atas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Polontalo (2018) yaitu dalam jangka panjang inflasi yang berpengaruh signifikan terhadap permintaan uang.

 

Pengaruh Suku Bunga Terhadap Permintaan Uang

Teori ekonomi menjelaskan bahwa ketika suku bunga naik, biaya memiliki uang tunai meningkat sehingga membuat orang cenderung menyimpan lebih sedikit uang tunai dan lebih banyak uang di rekening tabungan atau bentuk investasi yang menghasilkan bunga. Sebaliknya, ketika suku bunga turun biaya memiliki uang tunai menjadi lebih rendah dan orang cenderung untuk memegang lebih banyak uang tunai.

Berdasarkan hasil estimasi model ECM untuk jangka panjang diketahui koefisien variabel Suku Bunga sebesar 0.058339 dan nilai probabilitas sebesar 0.3061 yang lebih besar dari taraf signifikansi α = 0.10, artinya Suku Bunga berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap Permintaan Uang di Indonesia pada periode 2017-2022. Hal ini menjelaskan bahwa ketika Suku Bunga naik satu satuan maka akan Permintaan Uang juga ikut naik sebesar 0.058339. Selanjutnya, pada estimasi ECM jangka pendek menunjukkan bahwa Suku Bunga juga tidak berpengaruh signifikan terhadap Permintaan Uang di Indonesia.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Anwar (2016), menyatakan bahwa tingkat suku bunga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan uang di Indonesia, tetapi tidak sejalan dengan penelitian Widodo (2021), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa suku bunga berpengaruh negatif terhadap permintaan uang. Menurut Mishkin (2017), kenaikan suku bunga akan mengakibatkan penurunan permintaan agregat atau pengeluaran investasi, sebaliknya peningkatan suku bunga akan mengakibatkan peningkatan permintaan agregat.

 

Pengaruh E-Money Terhadap Permintaan Uang

Pada dasarnya permintaan uang merupakan total uang yang berada di masyarakat yang awalnya hanya berupa uang kartal, giral maupun tabungan. Namun, pada saat uang elektronik sudah mulai digunakan menyebabkan penggunaan uang elektronik (e-money) semakin melonjak. E-money ialah alat pembayaran non-tunai yang sah dan legal, dimana nilai uangnya disimpan terlebih dahulu oleh penerbit dan tersimpan dalam bentuk elektronik. Tujuannya untuk mengurangi penggunaan uang tunai dengan menggantikannya dengan transaksi elektronik.

Berdasarkan hasil estimasi model ECM untuk jangka panjang diketahui koefisien variabel E-money sebesar 0.082061 dan nilai probabilitas sebesar 0.0000 yang lebih kecil dari taraf signifikansi α = 0.10, artinya E-money berpengaruh positif dan signifikan terhadap Permintaan Uang di Indonesia pada periode 2017-2022. Hal ini menjelaskan bahwa ketika E-money naik satu satuan maka akan menaikkan Permintaan Uang sebesar 0.082061. Selanjutnya, pada estimasi ECM jangka pendek menunjukkan bahwa koefisien variabel E-money sebesar 0.023057 dengan probabilitas sebesar 0.0200 lebih kecil dari 0.10, menunjukkan bahwa E-money berpengaruh positif dan signifikan terhadap Permintaan Uang di Indonesia.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Dewanta (2022) menjelaskan bahwa E-money berpengaruh positif dan signifikan terhadap Permintaan Uang. Didukung juga oleh hasil penelitian Fitri (2020), dimana dalam penelitiannya menjelaskan dalam E-money terdapat istilah float yang merujuk pada sejumlah dana yang dimiliki oleh issuer, tercatat dalam kartu E-money tetapi belum dilakukan penarikan atau sudah digunakan untuk pembayaran namun belum ditagihkan oleh merchant. Sehingga dengan mempertimbangkan karakteristik E-money yang memungkinkam dana float ini dapat digunakan kapan saja sebagai alat pembayaran, maka jenis dana ini dapat dikategorikan sebagai dana yang sangat likuid atau dapat disetarakan dengan uang tunai (cash) atau giro sehingga dapat dikategorikan sebagai bagian dari M1. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Purnamawati (2021) menyatakan dalam jangka panjang e-money berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan uang di Indonesia, artinya adanya pembayaran non tunai akan menurunkan permintaan uang.

 

Pengaruh Inflasi, Suku Bunga dan E-Money Terhadap Permintaan Uang

Berdasarkan hasil estimasi ECM jangka panjang, dapat disimpulkan bahwa seluruh varibel bebas yakni inflasi, suku bunga dan e-money secara simultan mampu mempengaruhi permintaan uang. Dimana, diketahui nilai probabilitas (F-statistik) lebih kecil dari taraf signifikansi (0.00000 < 0.10). Selanjutnya, hasil estimasi ECM jangka pendek memiliki nilai probabilitas sebesar 0.026244 lebih kecil dari taraf signifikansi 0.10, Kondisi ini menjelaskan bahwa secara bersama-sama variabel inflasi, suku bunga dan e-money secara bersama-sama berpengaruh terhadap permintaan uang baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.

Inflasi mempunyai pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap permintaan uang, artinya inflasi meningkat maka permintaan uang akan menurun di Indonesia. Sebaiknya, Inflasi yang tinggi cenderung meningkatkan permintaan uang. Suku bunga meningkat maka permintaan uang akan menurun di Indonesia. Penggunaan e-money dapat mengurangi permintaan uang tunai, namun pada beberapa kasus e-money dapat meningkatkan permintaan uang tunai karena pengguna dapat mencairkan saldo menjadi uang tunai.  Hal ini sesuai dengan penelitian Qarina (2022) dimana secara simultan dalam jangka pendek dan jangka panjang variabel inflasi, suku bunga dan e-money mempunyai pengaruh signifikan terhadap permintaan uang.

 

Kesimpulan

Permintaan uang sering digunakan sebagai indikator untuk mengukur tingkat likuiditas dalam suatu ekonomi, ini mencerminkan seberapa banyak masyarakat menginginkan uang tunai untuk transaksi atau sebagai bentuk tabungan. Permintaan uang sebagai acuan terhadap tingkat aktivitas ekonomi dan kestabilan harga. Berdasarkan hasil estimasi dengan ECM untuk jangka panjang diketahui bahwa inflasi berpengaruh negatif terhadap permintaan uang di Indonesia. E-money berpengaruh positif dan signifikan, sedangkan suku bunga tidak berpengaruh terhadap permintaan uang di Indonesia. Hasil ECM untuk jangka pendek menunjukkan e-money brpengaruh positif dan signifikan, sementara inflasi dan suku bunga tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan uang di Indonesia. Penelitian ini memberikan beberapa rekomendasi kepada pemerintah dan Bank Indonesia dalam menentukan kebijakan ekonomi Indonesia. Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak keputusan terhadap permintaan uang, sementara Bank Indonesia perlu cermat dalam mengendalikan jumlah uang beredar dan menentukan suku bunga untuk menjaga stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Peneliti selanjutnya disarankan agar menambah variabel-variabel lain, seperti pendapatan, harga barang, fasilitas kredit, selera masyarakat, produk domestik bruto dan lain-lain, serta menggunakan metode analisis ekonometrik lain seperti VECM, VAR, GARDH, ARDL dan sejenisnya juga memungkinkan. Peneliti selanjutnya juga dapat menggunakan data time series dengan periode lebih panjang atau data panel agar memberikan gambaran yang lebih mendetail terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang.

 

BIBLIOGRAFI

 

Adnan, H. (2014). An analysis of the factors affecting online purchasing behavior of Pakistani consumers. International Journal of Marketing Studies, 6(5), 133.

Adnan, M. (2023). Exploring the role of domestic and foreign factors in Indonesian Islamic mutual funds. Journal of Enterprise and Development (JED), 5(3), 414–430.

Anwar, C. J. (2016). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Foreign Direct Investment (Fdi) Di Kawasan Asia Tenggara. Media Trend, 11(2), 175–194.

Anwar, C. J., & Andria, M. P. (2016). Hubungan Variabel Makroekonomi Dengan Permintaan Uang di Indonesia Sebelum dan Sesudah Krisis Moneter. Jurnal Ekonomi-Qu, 6(1).

Anwar, M., Pratama, A., Saputra, R. A., Kholilah, N., Alfayyadh, N., Nurtam, M. R., & Laksmana, I. (2020). Rancang Bangun dan Analisis Mesin Pengupas Kulit Kacang Tanah Tipe Silinder Horizontal. Agroteknika, 3(2), 109–119.

Ardiansyah, H. (2017). Pengaruh inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Jurnal Pendidikan Ekonomi (JUPE), 5(3).

Arman, A., Sawitri, N. N., & Saefuddin, A. (2023). Ketahanan Ekonomi Nasional Masa dan Pasca Covid-19 Melalui Penguatan UMKM Indonesia. E-Journal Ekonomi Bisnis Dan Akuntansi, 10(2), 87–97.

Astanti, A., Azhar, J. Z., Maharani, T., Ramandha, R. I., & Palilingan, W. K. (2024). Analisis Kinerja Keuangan Bank Syariah di Indonesia Periode 2020-2022 Menggunakan Metode RGEC. Southeast Asia Journal of Business, Accounting, and Entrepreneurship, 2(1), 17–26.

Dewanta, A., & Putri, A. I. N. (2022). Pengaruh E-Money terhadap permintaan uang pada sebelum dan sesudah Covid-19. Jurnal Kebijakan Ekonomi Dan Keuangan, 186–197.

Fitri, N., & Suriono, H. (2020). Analisis Pengaruh Sistem Pembayran dengan Menggunakan Kartu Atm, Kartu Kredit dan E-Money terhadap Jumlah Uang Beredar (M1) di Indonesia Periode 2013-2017. Jurnal Manajemen, Ekonomi Sains (MES), 1(2), 70–83.

Hidayat, A. R., Alifah, N., & Laksana, M. O. (2022). Financial Performance Analysis: Manufacturing Companies In Indonesia Before And Post The 2008 Global Economic Crisis. Journal of Comprehensive Science (JCS), 1(5), 1267–1275.

Hidayat, A. R., & Hardiyanto, F. (2022). Lembaga Keuangan dan Kebijakan Publik Dalam Menangani Krisis Ekonomi Global. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 7(10), 17710–17719.

Iladini, K., & Agustina, N. (2020). Analisis Time Series Pendekatan Error Correction Mechanism: Pengaruh Penerapan ACFTA Terhadap Ekspor Kopi Indonesia ke China Periode 2006-2018. Jurnal Statistika Dan Aplikasinya, 4(2), 82–94.

Indonesia, Pendaftaran Beasiswa Bank Nomor, P. P. (2022). Tahun 2022. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun.

Lestari, P., & Indrarini, R. (2023). Pengaruh Sistem Pembayaran Non-tunai Terhadap Permintaan Uang di Indonesia. Jurnal Mirai Management, 8(2), 235–245.

Mankiw, N. G. (2013). Defending the one percent. Journal of Economic Perspectives, 27(3), 21–34.

Masitho, D., Mustopa, R., Brata, B., & Suherman, D. (2021). Analisa Kualitas Limbah Cair Industri Tahu dan Strategi Pengelolaan Penanganan Limbah Cair Industri Tahu Wilayah Kabupaten Rejang Lebong. Naturalis: Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan, 10(2), 410–415.

Mishkin, F. S. (2017). Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan (11th ed.). Salemba Empat.

Mukhtar, S., Iranto, D., & Rosmala, R. (2018). The Analysis of Factors Which Influence The Demand For Money In Indonesia Period 2001-2015 By Using Error Correction Model (ECM) Approach. Jurnal Ecoplan, 1(2), 65–72.

Nasir, M. (2021). Determination of internet banking customer satisfaction-Study at SOE bank in Indonesia. Jurnal Minds: Manajemen Ide Dan Inspirasi, 8(1), 127–140.

Polontalo, F., Rotinsulu, T. O., & Maramis, M. T. B. (2018). Analisis Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Uang Di Indonesia Periode 2010.1 –2017.4. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 18(3).

Purnamawati, I. G. A., & Yuniarta, G. A. (2021). Loan Restructuring, Human Capital and Digital towards MSME Performance in the COVID-19 Pandemic. APMBA (Asia Pacific Management and Business Application), 10(2), 177–192.

Qarina, Q. (2022). dampak investasi, suku bunga, dan inflasi terhadap permintaan uang di sulawesi selatan periode 2006-2020. Bulletin of Economic Studies (BEST), 2(3), 125–137.

Rantebua, S., Ilmu, P., Pascasarjana, E., Halu, U., Kendari, O., & Suriadi, L. O. (2020). Analisis pengaruh kebijakan fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi indonesia. Jurnal Progres Ekonomi Pembangunan (JPEP), 5(1), 1–11.

Romanda, R. (2020). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia Tahun 2015-2019 dengan Pendekatan Error Corection Model (ECM). Jurnal Akuntansi Dan Ekonomika, 10(1), 119–128.

Saparinda, R. W. (2021). Dampak Pandemi Covid–19 Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan (Studi Empiris pada PT. Bank Negara Indonesia Persero Tbk). Jurnal Edukasi (Ekonomi, Pendidikan Dan Akuntansi), 9(2), 131.

Sugiyono, S. (2018). Metode Penelitian Kualitatif untuk Penelitian yang Bersifat: Eksploratif, Enterpretif, Interaktif dan Konstruktif. Bandung: CV. Alfabeta.

Sulistiono, S., & Boediningsih, W. (2024). Peran Lembaga Keuangan Dalam Meningkatkan Kemudahan Berusaha di Indonesia Pasca Pandemi Covid-19. ALADALAH: Jurnal Politik, Sosial, Hukum Dan Humaniora, 2(1), 249–261.

Widarjono, A. (2013). Food Demand in Yogyakarta: Susenas 2011. KINERJA, 17(2).

Widodo, H. (2021). Pendidikan holistik berbasis budaya sekolah. UAD PRESS.

Zulfahmi, A. S. (2012). Pengaruh Faktor-Faktor Ekonomi terhadap Inflasi di Indonesia. Jurnal Organisasi Dan Manajemen, 8.

 

Copyright holder:

Sari Nurmetri, Muhammad Adnan (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: