Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 1, Januari 2024
STRATEGI OPTIMALISASI
SERTIFIKASI HALAL PRODUK UMK MAKANAN DAN MINUMAN DI INDONESIA: PENDEKATAN
HYBRID SWOT – QUANTITATIVE STRATEGIC PLANNING MATRIX (QSPM)
Lintang Tranggono, Ibrahim
Kholilul Rohman
Kajian Wilayah Timur Tengah dan Islam, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Penahapan kewajiban bersertifikat halal
yang diamanatkan UU No.33 Tahun 2014 dimulai dari produk makanan dan minuman
yang berakhir batas waktunya pada 17 Oktober 2024. Setelah batas waktu
berakhir, sanksi dan penarikan dari perdaran akan diberlakukan. Hadirnya
mekanisme self-declare yang diamanatkan UU No.11 Tahun 2020 diharapkan dapat
mengakselerasi kewajiban bersertifikat halal pada produk UMK. Namun, pada
faktanya jumlah sertifikasi halal produk UMK masih sangatlah rendah ditengah
kejaran batas waktu yang semakin dekat. Peneliti menggunakan pendekatan hybrid
untuk menganalisis faktor-faktor strategis internal dan eksternal berupa
kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang terdapat dalam penyelenggaraan
sertifikasi halal produk UMK makanan dan minuman melalui self-declare secara
kualitatif, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan kuantitatif bobot dan
rating pada matrik IFAS, EFAS, IE, dan SWOT untuk menemukan posisi strategis
serta alternatif strategi yang dapat diterapkan. Analisis diakhiri dengan QSPM
yang mengerucutkan alternatif strategi yang ada dalam satu posisi strategis
yang sama menjadi satu strategi konkret yang diprioritaskan untuk mengoptimalkan sertifikasi halal produk UMK
makanan dan minuman di Indonesia.
Kata Kunci: Sertifikasi Halal, UMK, Strategi,
Self-declare
Abstract
The implementation of halal certification stipulated
by Law No. 33 of 2014 commenced with food and beverage products, with a
deadline of 17th October 2024, for all of these products to be halal certified.
After the expiration of the deadline, sanctions and the withdrawal of products
from distribution will be enforced. It is anticipated that the self-declaration
mechanism mandated by Law No. 11 of 2020 will hasten the obligation to obtain
halal certification for MSEs’ products. However, the number of halal product
certifications remains deficient as the deadline approaches. This research
employed a hybrid approach to analyze internal and external strategic factors
in the form of strengths, weaknesses, opportunities, and threats contained in
the implementation of self-declare halal certification of MSEs’ food and
beverage products qualitatively, followed by quantitative calculations of
weights and ratings on the matrix IFAS, EFAS, IE, and SWOT to determine
strategic positions and alternative strategies that can be implemented. The
analysis concludes with QSPM, which narrows down alternative strategies that
occupy the same strategic position into a concrete strategy prioritized to
optimize halal certification for MSEs’ food and beverage products in Indonesia
Keywords: Halal
Certification, MSEs, Strategy, Self-declare
Pendahuluan
Berdasarkan
data yang dipublikasikan oleh MABDA bertajuk The Muslim 500 edisi 2022,
disebutkan terdapat 231,06 juta jiwa penduduk Indonesia yang beragama Islam
Makanan dan
minuman halal merupakan bisnis yang sangat vital dan strategis dalam percaturan
industri halal global. Hal tersebut terlihat dari data yang dipublikasikan
dalam SGIE 2022 dimana dari total konsumsi muslim terhadap produk halal dunia
yang mencapai $2 Triliun, $1,27 Triliun-nya adalah konsumsi atas produk makanan
halal. Meski demikian, faktanya secara global berdasarkan data SGIE 2022
negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) telah mengimpor senilai
$279 Miliyar produk halal dengan 72% diantaranya adalah produk pangan halal.
Sayangnya, pemasok produk-produk halal bernilai miliyaran dollar tersebut tidak
berasal dari negara-negara dengan penduduk mayoritas Islam. China, India,
Amerika Serikat, Brazil, dan Rusia merupakan lima negara pengekspor terbesar
produk halal ke negara-negara OKI
Salahsatu upaya
dalam meningkatkan peran Indonesia dalam pasar industi halal global adalah
berbagai perbaikan regulasi yang dituangkan dalam Pasal 48 UU Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja. Dalam pasal 48 tersebut terdapat beberapa perubahan
yang sangat strategis terhadap beberapa pasal di UU No.33 Tahun 2014 tentang
JPH diantaranya; kewajiban sertifikasi halal bagi produk UMK bersifat self
declare berdasarkan standar halal yang diterapkan BPJPH dan permohonan
sertifikasi halal yang diajukan oleh pelaku UMK tidak dikenakan biaya (gratis).
Adanya mekanisme self-declare tersebut sangat penting mengingat kejaran
batas waktu penahapan kewajiban sertifikasi halal untuk produk makanan dan
minuman yang semakin dekat menuju 17 Oktober 2024. Sayangnya, berdasarkan data
yang tercatat oleh LPPOM MUI, sejauh ini baru terdapat 10.643 UMK yang telah
bersertifikasi halal
Metode
Penelitian
Penelitian ini
merupakan penelitian mixed-methods yang menggunakan penedekatan
kualitatif dan kuantitatif dalam analisanya. Dalam penelitian ini pendekatan
kualitatif akan digunakan dalam menganalisis dan mengeksplorasi faktor-faktor
strategis dalam penyelenggaraan sertifikasi halal produk UMK makanan dan
minuman melalui mekanisme self-declare. Faktor-faktor stratetegis yang
dianalisis melalui pendekatan kualitatif adalah kekuatan, kelemahan, peluang,
dan tantangan. Setelah melakukan pendekatan kualitatif, penelitian ini
dilanjutkan dengan analisis kuantitatif dengan bantuan matrix IFAS, EFAS, dan
IE serta Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Pihak yang
menjadi sumber informasi dalam penelitian ini terdiri 7 orang pakar dan
praktisi level menengah ke atas yang berasal dari lembaga-lembaga yang terlibat
dalam penyelenggaraan sertifikasi halal UMK yakini BPJPH, MUI, LP3H,
Koordinator Pendamping PPH, Forum Pengusaha Mikro, dan KNEKS. Atas dasar
tersebut, desain penelitian ini merupakan eksploratori sekuensial dimana
peneliti melakukan eksplorasi sebuah masalah dengan metode kualitatif kemudian
hasil ekslplorasi tersebut digunakan untuk proyek selanjutnya menggunakan
analisis kuantitatif
Hasil dan Pembahasan
Mekanisme
Sertifikasi Halal Self-declare
Alur sertifikasi
halal melalui mekanisme self-declare dimulai dengan pendaftaran pelaku
usaha di portal SIHALAL yang dapat diakses melalui link ptsp.halal.go.id.
Pelaku usaha wajib melengkapi persyaratan data dan dokumen yang dibutuhkan yang
terdiri dari NPWP, KTP, dan NIB pelaku usaha makanan/minuman. Setelah
melengkapi info dasar, pelaku usaha bisa langsung mendaftarkan produknya
melalui menu pengajuan self-declare. Pada tahap ini pelaku usaha wajib
memasukkan kode fasilitasi yang sejauh ini hanya difasilitasi oleh pemerintah
melalui program Sertifikasi Halal Gratis (SEHATI) secara periodik. Pelaku usaha
juga diharuskan memilih pendamping PPH yang terafiliasi dengan LP3H yang telah
disesuaikan lokasi tugasnya dengan domisili pelaku usaha secara otomatis.
Pelaku usaha akan merinci alat, bahan, dan prosedur yang digunakan selama
memproduksi produk. Mengingat program self-declare hanya diperuntukan
bagi produk sederhana yang telah dipastikan kehalalannya, maka dalam tahap
pengisian bahan, pelaku usaha wajib menginput nomor sertifikasi halal bahan
yang digunakan kecuali pada bahan tertentu yang tidak diwajibkan bersertifikat
halal seperti hasil pertanian buah dan sayur tanpa pengolahan. Selain mengisi
kelengkapan di SIHALAL, pelaku usaha juga wajib mengisi manual sistem jaminan
produk halal yang dikeluarkan BPJPH dalam format soft file. Manual SJPH
tersebut kemudian ditandatangani dan disubmit bersama dengan data yang telah
dilengkapi pada portal SIHALAL. Setelah mensubmit, pendamping PPH akan
melakukan verifikasi dan validasi terhadap pengajuan pelaku usaha. Selanjutnya,
pendamping PPH akan memberikan rekomendasi kepada BPJPH untuk meneruskan
pengajuan sertifikasi halal ke sidang komisi fatwa. BPJPH kembali melakukan
verifikasi dan validasi rekomendasi pendaming PPH sebelum diteruskan ke MUI.
Apabila dinyatakan lengkap dan sesuai makan BPJPH akan mengirimkan pengajuan ke
komisi fatwa MUI untuk melakukan sidang fatwa terhadap produk. MUI melakukan
sidang dan melaporkan hasil fatwa ke BPJPH, apabila dinyatakan halal makan MUI
memberikan rekomendasi untuk diterbitkannya sertifikat halal kepada BPJPH.
Terakhir, BPJPH menerbitkan sertifikat halal didasari oleh hasil sidang fatwa
MUI yang telah menyatakan kehalalan produk yang diajukan. Setelah itu,
sertifikat halal dapat diterima pelaku usaha melalui portal SIHALAL. Secara
sederhana berikut adalah gambaran alur sertifikasi halal produk UMK melalui
mekanisme self-declare:
Gambar 1. Alur Sertifikasi Halal
Sumber:
Internal
Factor Analysis Summary (IFAS)
Dalam analisis
lingkungan internal diketahui terdapat masing-masing lima kekuatan dan
kelemahan yang terdapat dalam penyelenggaraan sertifikasi halal produk UMK
melalui mekanisme mekanisme self-declare. Seluruh faktor strategis
internal tersebut kemudian dihitung bobot dan ratingnya kemudian disajikan
dalam tabulasi IFAS sebagai berikut:
Tabel 1. IFAS
Faktor Strategis |
Bobot |
Rating |
Skor Tertimbang |
Kekuatan (Strenght) |
|||
Integrasi sistem sertifikasi halal
satu pintu melalui portal SIHALAL (S1) |
0,15 |
4 |
0,57 |
Basis regulasi yang kuat dari tingkat
UU hingga KEPKABAN (S2) |
0,15 |
4 |
0,57 |
Pembebasan biaya sertifikasi halal
yang difasilitasi program SEHATI (S3) |
0,15 |
4 |
0,57 |
Pemanfaatan media sosial yang cukup
intens sebagai sarana sosialisasi oleh BPJPH (S4) |
0,13 |
3 |
0,43 |
Keaktifan lembaga pendamping PPH
merekrut pendamping PPH dan menjaring pelaku UMK untuk mengikuti sertifikasi
halal (S5) |
0,13 |
3 |
0,43 |
Total Kekuatan |
2,58 |
||
Kelemahan (Weakness) |
|||
Ketergantungan pada rilis program
fasilitasi gratis yang dibatasi periode waktunya (W1) |
0,05 |
1 |
0,07 |
Kurang luasnya cakupan produk UMK
yang dapat disertifikasi halal melalui self-declare (W2) |
0,06 |
2 |
0,09 |
Adanya persyaratan yang dianggap
merepotkan pelaku UMK (W3) |
0,07 |
2 |
0,13 |
Menumpuknya proses penetapan fatwa
halal di MUI (W4) |
0,05 |
1 |
0,07 |
Dana insentif yang dianggap terlalu
kecil (W5) |
0,06 |
2 |
0,09 |
Total Kelemahan |
0,44 |
||
TOTAL IFAS |
1 |
|
3,03 |
Selisih Kekuatan - Kelemahan |
|
|
2,14 |
Sumber:
Penulis, data diolah (2022)
External Factor
Analysis Summary (EFAS)
Dalam analisis
lingkungan eksternal diketahui terdapat 6 peluang dan 5 tantangan yang harus
dihadapi dalam penyelenggaraan sertifikasi halal melalui self-declare.
Seluruh faktor strategis tersebut telah dihitung bobot dan ratingnya kemudian
disajikan dalam tabulasi EFAS berikut:
Tabel 2. EFAS
Faktor Strategis |
Bobot |
Rating |
Skor Tertimbang |
Peluang (Opportunity) |
|||
Terbukanya ruang kolaborasi bagi
pihak-pihak lain untuk terlibat dalam penyelenggaraan sertifikasi halal UMK
(O1) |
0,10 |
3 |
0,29 |
Pertumbuhan UMK makanan dan minuman
yang begitu pesat (O2) |
0,11 |
3 |
0,36 |
Nilai tambah dan keunggulan
kompetitif yang didapatkan UMK dengan sertifikasi halal (O3) |
0,10 |
3 |
0,33 |
Peningkatan populasi & kebutuhan
pangan muslim yang terus meningkat setiap tahunnya (O4) |
0,11 |
4 |
0,40 |
Pesatnya pertumbuhan lembaga
pendamping PPH (O5) |
0,09 |
3 |
0,26 |
Jaringan keberterimaan yang semakin
luas dengan lembaga halal luar negeri (O6) |
0,09 |
3 |
0,23 |
Total Peluang |
1,87 |
||
Tantangan (Threat) |
|||
Kurangnya literasi dan edukasi kepada
pelaku UMK tentang urgensi sertifikasi halal produk (T1) |
0,07 |
2 |
0,15 |
Kurangnya alternatif pembiayaan untuk
fasilitasi sertifikasi selain dari APBN (T2) |
0,07 |
2 |
0,15 |
Masih terkonsentrasinya lembaga
pendamping PPH dan SDM pendamping PPH di Sumatera dan Jawa (T3) |
0,08 |
3 |
0,20 |
Adanya kritik bahwa self-declare
lebih berorientasi kemudahan bisnis dibanding pemenuhan substansi syariat
(T4) |
0,09 |
3 |
0,23 |
Kurangnya sistem pengawasan terhadap
UMK yang telah bersertifikat halal (T5) |
0,09 |
3 |
0,26 |
Total Tantangan |
1,00 |
||
TOTAL EFAS |
1 |
|
2,86 |
Selisih Peluang - Tantangan |
|
|
0,87 |
Sumber: Penulis, data
diolah (2022)
Matrik IE
Berikutnya, untuk mengetahui posisi
strategi strategis yang ada saat ini matrik IE disusun berdasarkan hasil
perhitungan IFAS dan EFAS yang telah dilakukan sebelumnya. Sebagai berikut:
Gambar 2. Matrik IE
Sumber: Penulis, data
diolah (2022)
Berdasarkan matrik IE terlihat bahwa
posisi penyelenggaraan sertifikasi halal self-declare saat ini berada di
sel IV yang berarti stability. Artinya dalam mengoptimalkannya,
penyelenggaraan sertifikasi halal membutuhkan konsistensi dan komitmen dari
para stakeholdernya.
Analisis SWOT
Setelah melakukan perhitungan
IFAS, EFAS, dan IE, langkah berikutnya adalah melakukan analisis SWOT yang dimulai
dengan penggambaran diagram untuk melihat kuadran posisi strategis saat ini
untuk merumuskan strategi optimalisasi. Penyusunan diagram
dilakukan dengan menggunakan sumbu X dan sumbu Y. Nilai sumbu X diperloeh dari
selisih nilai total faktor strategis internal kekuatan (2,58) dengan total
nilai kelemahan (0,44) sehingga diperoleh hasil sebesar 2,14. Selanjutnya,
sumbu Y diperoleh dari selisih nilai total faktor strategis eksternal peluang
(1,87) dengan total nilai tantangan (1,00) sehingga diperoleh hasil sebesar
0,87. Berikut adalah diagram SWOT penyelenggaraan sertifikasi halal self-declare:
Gambar 3. Diagram SWOT
Sumber: Penulis, data diolah (2022)
Berdasarkan
diagram SWOT tersebut dapat diketahui bahwa penyelenggaraan sertifikasi halal
produk UMK makanan dan minuman melalui mekanisme self-declare saat ini
berada di kuadran I. Hal tersebut berarti untuk melakukan optimalisasi dalam
penyelenggaraannya dibutuhkan alternatif strategi SO. Lebih lanjut, untuk
memastikan bahwa penyelenggaraan sertifikasi halal melalui self-declare
saat ini benar-benar berada dan membutuhkan strategi SO, maka penyusunan tabel
matrik SWOT kuantitatif diperlukan dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 3. Matrik SWOT Kuantitatif
EFAS/IFAS |
S |
W |
|
2,58 |
0,44 |
||
O |
1,87 |
4,45 |
2,31 |
T |
1,00 |
3,58 |
1,44 |
Sumber: Penulis, data diolah (2022)
Hasil
matrik SWOT kuantitatif di atas semakin memperkuat bahwa posisi strategis
penyelenggaraan sertifikasi halal produk UMK makanan dan minuman memang benar
berada dalam posisi SO dan membutuhkan alternatif strategi yang memanfaatkan
kekuatan untuk memaksimalkan peluang yang ada. Hal tersebut nampak dari skor
tertinggi pada matrik SWOT tersebut terdapat pada skor jumlah S dan O (warna
hijau). Berikutnya, dibutuhkan matrik SWOT kualitatif yang merinci berbagai
alternatif strategi yang dapat diterapkan untuk mengoptimalkan penyelenggaraan
sertifikasi halal produk UMK makanan dan minuman di Indonesia dengan mencocokan
masing-masing faktor strategis yang ada. Matrik SWOT kualitatif memuat berbagai
alternatif strategi optimalisasi mulai dari strategi SO, WO, ST, dan WT yang
dijabarkan sebagai berikut:
Tabel 4. Matrik SWOT Kualitatif
Kekuatan |
Kelemahan |
|
Peluang |
STRATEGI SO (SO1) Memperkuat jaringan kolaborasi antar stakeholder dengan
memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan sosialisasi dan edukasi
urgensi sertifikasi halal kepada pelaku UMK (S4,S5,O1,O2,O3,O5) (SO2) Membangun kemitraan lembaga pendamping PPH dengan
lembaga halal luar negeri yang telah memiliki keberterimaan sertifikasi halal
dengan Indonesia sebagai jembatan bagi UMK untuk masuk ke pasar global
(S1,S2,S5,O1,O2,O3,O4,O5,O6) |
STRATEGI WO (WO1) Memaksimalkan keterlibatan pihak eksternal seperti
Swasta, BUMN dan Lembaga Filantropi untuk berperan sebagai alternatif
fasilitator dalam sertifikasi halal self-declare (W1,W4,W5,O1,O5,O6) (WO2) Melakukan desentralisasi penetapan fatwa halal ke
MUI daerah untuk mempercepat keputusan fatwa (W4,O1,O2,O4,O5) |
Tantangan |
STRATEGI ST (ST1) Merinci ketentuan teknis tentang sistem pengawasan
dan manajemen risiko terhadap produk yang telah bersertifikat halal
(S1,S2,S5,T1,T3,T4,T5) (ST2) Membuat daerah prioritas dalam perekrutan SDM pendamping
PPH dan pendirian LPPH (S1,S2,S3,S5,T1,T3) |
STRATEGI WT (WT1) Konsentrasi sertifikasi halal hanya pada produk UMK
hasil kurasi self-declare pada portal SIHALAL (W1,W3,W5,T1,T2,T4,T5) (WT2) Mengoptimalkan peran pendamping PPH dengan skema
“jemput bola” kepada pelaku UMK. (W1,W2,W3,W5,T1,T2,T4,T5) |
Sumber: Penulis, data diolah (2022)
Mengingat hasil
perhitungan SWOT dan IE yang menunjukkan bahwa penyelenggaraan sertifikasi
halal produk UMK makanan dan minuman melalui mekanisme self-declare saat
ini berada di posisi stability dan kuadran SO (progresif) yang memiliki
dua alternatif strategi optimalisasi, maka analisis dilanjutkan dengan QSPM
untuk mendapatkan hasil yang lebih konkret dengan mengerucutkan satu strategi
yang lebih prioritas untuk diterapkan.
Analisis
QSPM
Analisis
QSPM difokuskan pada alternatif strategi yang berada pada kuadran SO yang
merupakan posisi strategis dari penyelenggaraan sertifikasi halal self-declare
saat ini. Pengukuran prioritas dengan membandingkan skor kemenarikan antara
strategi (SO1) Memperkuat jaringan kolaborasi antar stakeholder dengan
memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan sosialisasi dan edukasi
urgensi sertifikasi halal kepada pelaku UMK, dengan strategi (SO2) Membangun
kemitraan lembaga pendamping PPH dengan lembaga halal luar negeri yang telah
memiliki keberterimaan sertifikasi halal dengan Indonesia sebagai jembatan bagi
UMK untuk masuk ke pasar global. Berikut adalah hasil tabulasi analisis QSPM:
Tabel 5. Matrik QSPM
Faktor Strategis S,W,O,T |
Bobot |
Alternatif Strategi SO |
|||
SO1 |
SO2 |
||||
AS |
TAS |
AS |
TAS |
||
S1 |
0,15 |
3 |
0,45 |
3 |
0,45 |
S2 |
0,15 |
3 |
0,45 |
3 |
0,45 |
S3 |
0,15 |
4 |
0,60 |
3 |
0,45 |
S4 |
0,13 |
2 |
0,26 |
2 |
0,26 |
S5 |
0,13 |
4 |
0,52 |
3 |
0,39 |
W1 |
0,05 |
4 |
0,21 |
2 |
0,10 |
W2 |
0,06 |
2 |
0,12 |
3 |
0,18 |
W3 |
0,07 |
4 |
0,29 |
2 |
0,14 |
W4 |
0,05 |
2 |
0,10 |
2 |
0,10 |
W5 |
0,06 |
3 |
0,18 |
3 |
0,26 |
O1 |
0,10 |
4 |
0,39 |
4 |
0,39 |
O2 |
0,11 |
4 |
0,43 |
4 |
0,43 |
O3 |
0,10 |
4 |
0,41 |
4 |
0,41 |
O4 |
0,11 |
4 |
0,45 |
3 |
0,34 |
O5 |
0,09 |
3 |
0,28 |
3 |
0,28 |
O6 |
0,09 |
2 |
0,17 |
4 |
0,35 |
T1 |
0,07 |
4 |
0,28 |
2 |
0,14 |
T2 |
0,07 |
2 |
0,14 |
2 |
0,14 |
T3 |
0,08 |
2 |
0,16 |
2 |
0,16 |
T4 |
0,09 |
3 |
0,26 |
2 |
0,17 |
T5 |
0,09 |
3 |
0,28 |
2 |
0,18 |
TOTAL |
|
|
6,42 |
|
5,78 |
Sumber: Penulis, data diolah 2022
Menggunakan QSPM,
dapat diketahui lebih lanjut alternatif strategi mana yang dapat lebih
diproritaskan untuk diterapkan untuk mengoptimalkan penyelenggaraan sertifikasi
halal produk UMK makanan dan minuman di Indonesia mengacu pada posisi
strategisnya saat ini yang berada pada kuadran SO dengan memiliki dua
alternatif strategi. Berdasarkan perhitungan QSPM dapat diketahui bahwa
alternatif strategi SO1 yakni memperkuat jaringan kolaborasi antar stakeholder
dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan sosialisasi dan
edukasi urgensi sertifikasi halal kepada pelaku UMK mendapatkan nilai total
sebesar 6,42, lebih besar dibandingkan alternatif strategi SO2 membangun
kemitraan lembaga pendamping PPH dengan lembaga halal luar negeri yang telah
memiliki keberterimaan sertifikasi halal dengan Indonesia sebagai jembatan bagi
UMK untuk masuk ke pasar global yang hanya mendapatkan nilai total sebesar
5,78. Dengan demikan, strategi SO1 menjadi strategi yang prioritaskan untuk
mengoptimalkan sertifikasi halal produk UMK makanan dan minuman di Indonesia.
Kesimpulan
Berdasarkan penjabaran hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa penyelenggaraan sertifikasi halal produk UMK makanan dan minuman melalui mekanisme self-declare saat ini sedang berada di fase stability berdasarkan matrik IE yang menunjukkan sel iv. Untuk itu, pihak-pihak yang terlibat di dalamnya baik BPJPH, MUI, dan LP3H harus memiliki komitmen dan konsistensi dalam menjalankan perannya masing-masing dengan baik. Dari analisis SWOT diketahui bahwa penyelenggaraan sertifikasi halal produk UMK makanan dan minuman melalui mekanisme self-declare saat ini membutuhkan alternatif strategi SO yang berarti progresif untuk dapat berjalan lebih optimal. Dari dua alternatif strategi yang terdapat pada kuadran SO, hasil QSPM menunjukkan bahwa strategi SO1 yakni memperkuat jaringan kolaborasi antar stakeholder dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan sosialisasi dan edukasi urgensi sertifikasi halal kepada pelaku UMK menjadi strategi yang paling diprioritaskan untuk diterapkan dalam optimalisasi sertifikasi halal produk UMK makanan dan minuman di Indonesia.
Arinawati, M. (2022, June 22). Closing Ceremony dan
Webinar Halal Festival Syawal LPPOM MUI 1442 H. LPPOM MUI. https://www.youtube.com/watch?v=tj3vUi1ZM3c&t=13s
Aziz, M. (2018). Perspektif Maqashid Al-Syariah Dalam Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal Di Indonesia Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal. Al Hikmah: Jurnal Studi Keislaman, 7(2), 78–94. https://doi.org/10.36835/hjsk.v7i2.3284
Bryman, A. (2012). Social Research Methods (4th Edition). Oxford University Press.
Creswell, J. W. (2020). Pengantar Penelitian Mixed Methods (H. Malini, Ed.). Pustaka Pelajar.
Dhewanto, W., Rizqi, V. N., Yunita, F., Azzahra, S., & Adrian, D. (2019). Internasionalisasi UKM: Usaha Kecil dan Mikro Menuju Pasar Global. Penerbit Andi.
Dinar Standard. (2022). State of The Global Islamic Economy Report 2021/22: Unlocking Opportunity.
Handayani, T., & Pusporini. (2021). Membangun UMKM Syariah di Industri Halal. deepublish.
Kahfi, A. (2018). Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Muslim Di Indonesia. Jurisprudentie : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah Dan Hukum, 5(1), 47–63. https://doi.org/10.24252/jurisprudentie.v5i2.5399
Kemenkop UKM. (2019). Data UMKM. https://kemenkopukm.go.id/data-umkm/?aheuk6TTKLKLvjwhRfwqPVCdUeCfqGFUTFyI3dZ3Ddxl4ec83l
Kementerian Agama Republik Indonesia. (2022, June 11). Ini Syarat Daftar Sertifikasi Halal Gratis Kategori “Self Declare.” https://kemenag.go.id/read/ini-syarat-daftar-sertifikasi-halal-gratis-kategori-self-declare-kvlva
Kominfo.go.id. (2019). Pemerintah Siap Selenggarakan Jaminan Produk Halal. https://www.kominfo.go.id/content/detail/22210/pemerintah-siap-selenggarakan-jaminan-produk-halal/0/artikel_gpr
Lynarbi, I., Haque, M. G., PURWANTO, A., & Sunarsi, D. (2020). Analisis Pengaruh Lahirnya U.U No. 33 Tahun 2014 tentang JPH dan Terbitnya PP No. 31 Tahun 2019 tentang JPH terhadap Keputusan Melakukan MoU dan Perjanjian Kerja Sama Calon LPH dengan BPJPH. International Journal Of Social, Policy And Law, 1(1), 88–110. https://doi.org/10.8888/ijospl.v1i1.53
Peristiwo, H. (2019). Indonesian Halal Food Industry: Development, Opportunities and Challenges on Halal Supply Chains. Journal of Islamic Studies and Humanities, 4(2), 218–245. https://doi.org/10.21580/jish.42.5228
Pujiyanti, S., & Wahdi, A. (2020). Transaksi Bisnis Online dalam Perspektif Islam. SERAMBI: Jurnal Ekonomi Manajemen Dan Bisnis Islam, 2(2). https://doi.org/10.36407/serambi.v2i2.173
Saifullah, M. F., Wulandari, A., Puspita, A., Kulsum, U., & Wijayanti, N. P. I. (2021). Potensi Industri Halal Dalam Mendorong Kemajuan Perekonomian Di Indonesia (U. M. Lida, Ed.). Brimedia Global.
Sulasih, & Novandari, W. (2022). Analisis SWOT. Rumah Kreatif Wadas Kelir.
Sulistiani, S. L. (2018). Analisis Maqashid Syariah Dalam Pengembangan Hukum Industri Halal Di Indonesia. Jurnal Law & Justice, 3(2).
The Royal Islamic Strategic Center. (2021). The Muslim 500: The World’s Most Influential Muslims, 2022. https://themuslim500.com/books/The%20Muslim%20500%202022%20edition%20-%20Free%20eBook.pdf
Copyright holder: Lintang Tranggono, Ibrahim Kholilul Rohman (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |