Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 1, Januari 2024

 

STRATEGI OPTIMALISASI SERTIFIKASI HALAL PRODUK UMK MAKANAN DAN MINUMAN DI INDONESIA: PENDEKATAN HYBRID SWOT – QUANTITATIVE STRATEGIC PLANNING MATRIX (QSPM)

 

Lintang Tranggono, Ibrahim Kholilul Rohman

Kajian Wilayah Timur Tengah dan Islam, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Penahapan kewajiban bersertifikat halal yang diamanatkan UU No.33 Tahun 2014 dimulai dari produk makanan dan minuman yang berakhir batas waktunya pada 17 Oktober 2024. Setelah batas waktu berakhir, sanksi dan penarikan dari perdaran akan diberlakukan. Hadirnya mekanisme self-declare yang diamanatkan UU No.11 Tahun 2020 diharapkan dapat mengakselerasi kewajiban bersertifikat halal pada produk UMK. Namun, pada faktanya jumlah sertifikasi halal produk UMK masih sangatlah rendah ditengah kejaran batas waktu yang semakin dekat. Peneliti menggunakan pendekatan hybrid untuk menganalisis faktor-faktor strategis internal dan eksternal berupa kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang terdapat dalam penyelenggaraan sertifikasi halal produk UMK makanan dan minuman melalui self-declare secara kualitatif, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan kuantitatif bobot dan rating pada matrik IFAS, EFAS, IE, dan SWOT untuk menemukan posisi strategis serta alternatif strategi yang dapat diterapkan. Analisis diakhiri dengan QSPM yang mengerucutkan alternatif strategi yang ada dalam satu posisi strategis yang sama menjadi satu strategi konkret yang diprioritaskan untuk  mengoptimalkan sertifikasi halal produk UMK makanan dan minuman di Indonesia.

Kata Kunci: Sertifikasi Halal, UMK, Strategi, Self-declare

 

Abstract

The implementation of halal certification stipulated by Law No. 33 of 2014 commenced with food and beverage products, with a deadline of 17th October 2024, for all of these products to be halal certified. After the expiration of the deadline, sanctions and the withdrawal of products from distribution will be enforced. It is anticipated that the self-declaration mechanism mandated by Law No. 11 of 2020 will hasten the obligation to obtain halal certification for MSEs’ products. However, the number of halal product certifications remains deficient as the deadline approaches. This research employed a hybrid approach to analyze internal and external strategic factors in the form of strengths, weaknesses, opportunities, and threats contained in the implementation of self-declare halal certification of MSEs’ food and beverage products qualitatively, followed by quantitative calculations of weights and ratings on the matrix IFAS, EFAS, IE, and SWOT to determine strategic positions and alternative strategies that can be implemented. The analysis concludes with QSPM, which narrows down alternative strategies that occupy the same strategic position into a concrete strategy prioritized to optimize halal certification for MSEs’ food and beverage products in Indonesia

Keywords: Halal Certification, MSEs, Strategy, Self-declare

 

 

Pendahuluan

Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh MABDA bertajuk The Muslim 500 edisi 2022, disebutkan terdapat 231,06 juta jiwa penduduk Indonesia yang beragama Islam (The Royal Islamic Strategic Center, 2021). Jumlah tersebut setara dengan 86,7%. Hal tersebut menegaskan posisi Indonesia sebagai negara dengan pemeluk Agama Islam terbesar di dunia. Merujuk data tersebut, salahsatu poin penting yang perlu diperhatikan dalam pasar indonesia adalah kehalalan produk (Kahfi, 2018). Halal secara bahasa berarti terbebas atau terlepas (Sulistiani, 2018). Pemerintah Indonesiaberkomitmen untuk menjadikan kehalalan produk sebagai aspek penting yang harus dijaga. Komitmen pemerintah tersebut diwujudkan dengan lahirnya Undang-undang No.33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) untuk menghadirkan jaminan akan kehalalan setiap produk yang dikonsumsi masyarakat (Aziz, 2018). Diantara dampak dari hadirnya UU No.33 tahun 2014 tersebut adalah perubahan ketentuan sertifikasi halal bagi produk yang diperjualbelikan di wilayah Indonesia dari sebelumnya bersifat sukarela (voluntary) menjadi wajib (mandatory) (Lynarbi et al., 2020). Dalam rangka mendukung implementasi UU No.33 tahun 2014 tersebut pemerintah menerbitkan aturan turunan yakni Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, dan Peraturan Menteri Agama Nomor 26 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal. Dalam regulasi yang telah dikeluarkan pemerintah tersebut disebutkan dalam pasal 67 UU No.33 tahun 2014 bahwa kewajiban sertifikasi halal terhadap produk yang beredar di wilayah Indonesia berlaku sejak lima tahun setelah diundangkan yang artinya mulai Oktober 2019 dan dilakukan secara bertahap berdasarkan Pasal 140 PP No. 39 Tahun 2021, mulai dari tahap pertama yakni produk makanan dan minuman yang dimulai sejak 17 Oktober 2019 hingga 17 Oktober 2024, dan tahap kedua untuk produk selain makanan dan minuman yang dimulai pada 17 Oktober 2021 dengan jangka waktu yang berbeda beda sesuai dengan kompleksitas produk (Kominfo.go.id, 2019). Hadirnya UU No.33 tahun 2014 tidak hanya untuk kemaslahatan konsumen dalam negeri melainkan juga merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan daya saing produk-produk halal Indonesia di pasar global (Saifullah et al., 2021).

Makanan dan minuman halal merupakan bisnis yang sangat vital dan strategis dalam percaturan industri halal global. Hal tersebut terlihat dari data yang dipublikasikan dalam SGIE 2022 dimana dari total konsumsi muslim terhadap produk halal dunia yang mencapai $2 Triliun, $1,27 Triliun-nya adalah konsumsi atas produk makanan halal. Meski demikian, faktanya secara global berdasarkan data SGIE 2022 negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) telah mengimpor senilai $279 Miliyar produk halal dengan 72% diantaranya adalah produk pangan halal. Sayangnya, pemasok produk-produk halal bernilai miliyaran dollar tersebut tidak berasal dari negara-negara dengan penduduk mayoritas Islam. China, India, Amerika Serikat, Brazil, dan Rusia merupakan lima negara pengekspor terbesar produk halal ke negara-negara OKI (Dinar Standard, 2022).

Salahsatu upaya dalam meningkatkan peran Indonesia dalam pasar industi halal global adalah berbagai perbaikan regulasi yang dituangkan dalam Pasal 48 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam pasal 48 tersebut terdapat beberapa perubahan yang sangat strategis terhadap beberapa pasal di UU No.33 Tahun 2014 tentang JPH diantaranya; kewajiban sertifikasi halal bagi produk UMK bersifat self declare berdasarkan standar halal yang diterapkan BPJPH dan permohonan sertifikasi halal yang diajukan oleh pelaku UMK tidak dikenakan biaya (gratis). Adanya mekanisme self-declare tersebut sangat penting mengingat kejaran batas waktu penahapan kewajiban sertifikasi halal untuk produk makanan dan minuman yang semakin dekat menuju 17 Oktober 2024. Sayangnya, berdasarkan data yang tercatat oleh LPPOM MUI, sejauh ini baru terdapat 10.643 UMK yang telah bersertifikasi halal (Arinawati, 2022). UMKM memiliki peraan yang sangat vital bagi perekonomian Indonesia, berdasarkan data terakhir yang dipublikasikan oleh Kementerian Koperasi dan UKM pada 2019, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 65,47 juta dimana 65,4 jutanya atau 99% dari jumlah tersebut merupakan usaha mikro dan kecil (UMK) dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 60,51% dimana 46,88% merupakan kontribusi UMK (Kemenkop UKM, 2019). Jika mengingat tahapan waktu berlakunya UU No.33 Tahun 2014 tentang JPH yang dimulai dengan industri makanan minuman sebagai prioritas pertama dari 17 Oktober 2021 sampai 17 Oktober 2024, maka kondisi penyelenggaraan jaminan produk halal UMK saat ini masih membuthkan dukungan dan inovasi untuk mengoptimalkan penyelenggaraannya. Jika melewati tanggal tersebut produk makanan dan minuman yang diperdagangkan belum memiliki sertifikat halal, maka seluruh pasal-pasal penindakan akan berlaku dan  tentunya akan sangat merugikan pelaku usaha. Oleh karena itu, penyelenggaraan jaminan produk halal pada produk UMK saat ini membutuhkan strategi optimalisasi untuk meningkatkan jumlah sertifikasi halal secara efektif dan efisien.

 

 

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian mixed-methods yang menggunakan penedekatan kualitatif dan kuantitatif dalam analisanya. Dalam penelitian ini pendekatan kualitatif akan digunakan dalam menganalisis dan mengeksplorasi faktor-faktor strategis dalam penyelenggaraan sertifikasi halal produk UMK makanan dan minuman melalui mekanisme self-declare. Faktor-faktor stratetegis yang dianalisis melalui pendekatan kualitatif adalah kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan. Setelah melakukan pendekatan kualitatif, penelitian ini dilanjutkan dengan analisis kuantitatif dengan bantuan matrix IFAS, EFAS, dan IE serta Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Pihak yang menjadi sumber informasi dalam penelitian ini terdiri 7 orang pakar dan praktisi level menengah ke atas yang berasal dari lembaga-lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraan sertifikasi halal UMK yakini BPJPH, MUI, LP3H, Koordinator Pendamping PPH, Forum Pengusaha Mikro, dan KNEKS. Atas dasar tersebut, desain penelitian ini merupakan eksploratori sekuensial dimana peneliti melakukan eksplorasi sebuah masalah dengan metode kualitatif kemudian hasil ekslplorasi tersebut digunakan untuk proyek selanjutnya menggunakan analisis kuantitatif (Creswell, 2020). Selain itu, penelitian ini juga menggunakan triangulasi untuk melakukan koreksi silang kualitas dan kevalidan data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, observasi, dan wawancara (Bryman, 2012).

 

 

 

Hasil dan Pembahasan

Mekanisme Sertifikasi Halal Self-declare

Alur sertifikasi halal melalui mekanisme self-declare dimulai dengan pendaftaran pelaku usaha di portal SIHALAL yang dapat diakses melalui link ptsp.halal.go.id. Pelaku usaha wajib melengkapi persyaratan data dan dokumen yang dibutuhkan yang terdiri dari NPWP, KTP, dan NIB pelaku usaha makanan/minuman. Setelah melengkapi info dasar, pelaku usaha bisa langsung mendaftarkan produknya melalui menu pengajuan self-declare. Pada tahap ini pelaku usaha wajib memasukkan kode fasilitasi yang sejauh ini hanya difasilitasi oleh pemerintah melalui program Sertifikasi Halal Gratis (SEHATI) secara periodik. Pelaku usaha juga diharuskan memilih pendamping PPH yang terafiliasi dengan LP3H yang telah disesuaikan lokasi tugasnya dengan domisili pelaku usaha secara otomatis. Pelaku usaha akan merinci alat, bahan, dan prosedur yang digunakan selama memproduksi produk. Mengingat program self-declare hanya diperuntukan bagi produk sederhana yang telah dipastikan kehalalannya, maka dalam tahap pengisian bahan, pelaku usaha wajib menginput nomor sertifikasi halal bahan yang digunakan kecuali pada bahan tertentu yang tidak diwajibkan bersertifikat halal seperti hasil pertanian buah dan sayur tanpa pengolahan. Selain mengisi kelengkapan di SIHALAL, pelaku usaha juga wajib mengisi manual sistem jaminan produk halal yang dikeluarkan BPJPH dalam format soft file. Manual SJPH tersebut kemudian ditandatangani dan disubmit bersama dengan data yang telah dilengkapi pada portal SIHALAL. Setelah mensubmit, pendamping PPH akan melakukan verifikasi dan validasi terhadap pengajuan pelaku usaha. Selanjutnya, pendamping PPH akan memberikan rekomendasi kepada BPJPH untuk meneruskan pengajuan sertifikasi halal ke sidang komisi fatwa. BPJPH kembali melakukan verifikasi dan validasi rekomendasi pendaming PPH sebelum diteruskan ke MUI. Apabila dinyatakan lengkap dan sesuai makan BPJPH akan mengirimkan pengajuan ke komisi fatwa MUI untuk melakukan sidang fatwa terhadap produk. MUI melakukan sidang dan melaporkan hasil fatwa ke BPJPH, apabila dinyatakan halal makan MUI memberikan rekomendasi untuk diterbitkannya sertifikat halal kepada BPJPH. Terakhir, BPJPH menerbitkan sertifikat halal didasari oleh hasil sidang fatwa MUI yang telah menyatakan kehalalan produk yang diajukan. Setelah itu, sertifikat halal dapat diterima pelaku usaha melalui portal SIHALAL. Secara sederhana berikut adalah gambaran alur sertifikasi halal produk UMK melalui mekanisme self-declare:

Timeline

Description automatically generated

Gambar 1. Alur Sertifikasi Halal

Sumber: (Kementerian Agama Republik Indonesia, 2022)

 

Internal Factor Analysis Summary (IFAS)

Dalam analisis lingkungan internal diketahui terdapat masing-masing lima kekuatan dan kelemahan yang terdapat dalam penyelenggaraan sertifikasi halal produk UMK melalui mekanisme mekanisme self-declare. Seluruh faktor strategis internal tersebut kemudian dihitung bobot dan ratingnya kemudian disajikan dalam tabulasi IFAS sebagai berikut:

Tabel 1. IFAS

Faktor Strategis

Bobot

Rating

Skor Tertimbang

Kekuatan (Strenght)

Integrasi sistem sertifikasi halal satu pintu melalui portal SIHALAL (S1)

0,15

4

0,57

Basis regulasi yang kuat dari tingkat UU hingga KEPKABAN (S2)

0,15

4

0,57

Pembebasan biaya sertifikasi halal yang difasilitasi program SEHATI (S3)

0,15

4

0,57

Pemanfaatan media sosial yang cukup intens sebagai sarana sosialisasi oleh BPJPH (S4)

0,13

3

0,43

Keaktifan lembaga pendamping PPH merekrut pendamping PPH dan menjaring pelaku UMK untuk mengikuti sertifikasi halal (S5)

0,13

3

0,43

Total Kekuatan

2,58

Kelemahan (Weakness)

Ketergantungan pada rilis program fasilitasi gratis yang dibatasi periode waktunya (W1)

0,05

1

0,07

Kurang luasnya cakupan produk UMK yang dapat disertifikasi halal melalui self-declare (W2)

0,06

2

0,09

Adanya persyaratan yang dianggap merepotkan pelaku UMK (W3)

0,07

2

0,13

Menumpuknya proses penetapan fatwa halal di MUI (W4)

0,05

1

0,07

Dana insentif yang dianggap terlalu kecil (W5)

0,06

2

0,09

Total Kelemahan

0,44

TOTAL IFAS

1

 

3,03

Selisih Kekuatan - Kelemahan

 

 

2,14

Sumber: Penulis, data diolah (2022)

 

External Factor Analysis Summary (EFAS)

Dalam analisis lingkungan eksternal diketahui terdapat 6 peluang dan 5 tantangan yang harus dihadapi dalam penyelenggaraan sertifikasi halal melalui self-declare. Seluruh faktor strategis tersebut telah dihitung bobot dan ratingnya kemudian disajikan dalam tabulasi EFAS berikut:

Tabel 2. EFAS

Faktor Strategis

Bobot

Rating

Skor Tertimbang

Peluang (Opportunity)

Terbukanya ruang kolaborasi bagi pihak-pihak lain untuk terlibat dalam penyelenggaraan sertifikasi halal UMK (O1)

0,10

3

0,29

Pertumbuhan UMK makanan dan minuman yang begitu pesat (O2)

0,11

3

0,36

Nilai tambah dan keunggulan kompetitif yang didapatkan UMK dengan sertifikasi halal (O3)

0,10

3

0,33

Peningkatan populasi & kebutuhan pangan muslim yang terus meningkat setiap tahunnya (O4)

0,11

4

0,40

Pesatnya pertumbuhan lembaga pendamping PPH (O5)

0,09

3

0,26

Jaringan keberterimaan yang semakin luas dengan lembaga halal luar negeri (O6)

0,09

3

0,23

Total Peluang

1,87

Tantangan (Threat)

Kurangnya literasi dan edukasi kepada pelaku UMK tentang urgensi sertifikasi halal produk (T1)

0,07

2

0,15

Kurangnya alternatif pembiayaan untuk fasilitasi sertifikasi selain dari APBN (T2)

0,07

2

0,15

Masih terkonsentrasinya lembaga pendamping PPH dan SDM pendamping PPH di Sumatera dan Jawa (T3)

0,08

3

0,20

Adanya kritik bahwa self-declare lebih berorientasi kemudahan bisnis dibanding pemenuhan substansi syariat (T4)

0,09

3

0,23

Kurangnya sistem pengawasan terhadap UMK yang telah bersertifikat halal (T5)

0,09

3

0,26

Total Tantangan

1,00

TOTAL EFAS

1

 

2,86

Selisih Peluang - Tantangan

 

 

0,87

Sumber: Penulis, data diolah (2022)

 

Matrik IE

Berikutnya, untuk mengetahui posisi strategi strategis yang ada saat ini matrik IE disusun berdasarkan hasil perhitungan IFAS dan EFAS yang telah dilakukan sebelumnya. Sebagai berikut:

Diagram

Description automatically generated

Gambar 2. Matrik IE

Sumber: Penulis, data diolah (2022)

 

Berdasarkan matrik IE terlihat bahwa posisi penyelenggaraan sertifikasi halal self-declare saat ini berada di sel IV yang berarti stability. Artinya dalam mengoptimalkannya, penyelenggaraan sertifikasi halal membutuhkan konsistensi dan komitmen dari para stakeholdernya.

 

Analisis SWOT

Setelah melakukan perhitungan IFAS, EFAS, dan IE, langkah berikutnya adalah melakukan analisis SWOT yang dimulai dengan penggambaran diagram untuk melihat kuadran posisi strategis saat ini untuk merumuskan strategi optimalisasi. Penyusunan diagram dilakukan dengan menggunakan sumbu X dan sumbu Y. Nilai sumbu X diperloeh dari selisih nilai total faktor strategis internal kekuatan (2,58) dengan total nilai kelemahan (0,44) sehingga diperoleh hasil sebesar 2,14. Selanjutnya, sumbu Y diperoleh dari selisih nilai total faktor strategis eksternal peluang (1,87) dengan total nilai tantangan (1,00) sehingga diperoleh hasil sebesar 0,87. Berikut adalah diagram SWOT penyelenggaraan sertifikasi halal self-declare:

Chart, diagram

Description automatically generated

Gambar 3. Diagram SWOT

Sumber: Penulis, data diolah (2022)

Berdasarkan diagram SWOT tersebut dapat diketahui bahwa penyelenggaraan sertifikasi halal produk UMK makanan dan minuman melalui mekanisme self-declare saat ini berada di kuadran I. Hal tersebut berarti untuk melakukan optimalisasi dalam penyelenggaraannya dibutuhkan alternatif strategi SO. Lebih lanjut, untuk memastikan bahwa penyelenggaraan sertifikasi halal melalui self-declare saat ini benar-benar berada dan membutuhkan strategi SO, maka penyusunan tabel matrik SWOT kuantitatif diperlukan dengan hasil sebagai berikut:

 

Tabel 3. Matrik SWOT Kuantitatif

EFAS/IFAS

S

W

2,58

0,44

O

1,87

4,45

2,31

T

1,00

3,58

1,44

Sumber: Penulis, data diolah (2022)

 

Hasil matrik SWOT kuantitatif di atas semakin memperkuat bahwa posisi strategis penyelenggaraan sertifikasi halal produk UMK makanan dan minuman memang benar berada dalam posisi SO dan membutuhkan alternatif strategi yang memanfaatkan kekuatan untuk memaksimalkan peluang yang ada. Hal tersebut nampak dari skor tertinggi pada matrik SWOT tersebut terdapat pada skor jumlah S dan O (warna hijau). Berikutnya, dibutuhkan matrik SWOT kualitatif yang merinci berbagai alternatif strategi yang dapat diterapkan untuk mengoptimalkan penyelenggaraan sertifikasi halal produk UMK makanan dan minuman di Indonesia dengan mencocokan masing-masing faktor strategis yang ada. Matrik SWOT kualitatif memuat berbagai alternatif strategi optimalisasi mulai dari strategi SO, WO, ST, dan WT yang dijabarkan sebagai berikut:

 

Tabel 4. Matrik SWOT Kualitatif

IFAS/EFAS

Kekuatan

Kelemahan

Peluang

STRATEGI SO

(SO1) Memperkuat jaringan kolaborasi antar stakeholder dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan sosialisasi dan edukasi urgensi sertifikasi halal kepada pelaku UMK (S4,S5,O1,O2,O3,O5)

(SO2) Membangun kemitraan lembaga pendamping PPH dengan lembaga halal luar negeri yang telah memiliki keberterimaan sertifikasi halal dengan Indonesia sebagai jembatan bagi UMK untuk masuk ke pasar global (S1,S2,S5,O1,O2,O3,O4,O5,O6)

STRATEGI WO

(WO1) Memaksimalkan keterlibatan pihak eksternal seperti Swasta, BUMN dan Lembaga Filantropi untuk berperan sebagai alternatif fasilitator dalam sertifikasi halal self-declare (W1,W4,W5,O1,O5,O6)

(WO2) Melakukan desentralisasi penetapan fatwa halal ke MUI daerah untuk mempercepat keputusan fatwa (W4,O1,O2,O4,O5)

Tantangan

STRATEGI ST

(ST1) Merinci ketentuan teknis tentang sistem pengawasan dan manajemen risiko terhadap produk yang telah bersertifikat halal (S1,S2,S5,T1,T3,T4,T5)

(ST2) Membuat daerah prioritas dalam perekrutan SDM pendamping PPH dan pendirian LPPH (S1,S2,S3,S5,T1,T3)

STRATEGI WT

(WT1) Konsentrasi sertifikasi halal hanya pada produk UMK hasil kurasi self-declare pada portal SIHALAL (W1,W3,W5,T1,T2,T4,T5)

(WT2) Mengoptimalkan peran pendamping PPH dengan skema “jemput bola” kepada pelaku UMK. (W1,W2,W3,W5,T1,T2,T4,T5)

Sumber: Penulis, data diolah (2022)

 

Mengingat hasil perhitungan SWOT dan IE yang menunjukkan bahwa penyelenggaraan sertifikasi halal produk UMK makanan dan minuman melalui mekanisme self-declare saat ini berada di posisi stability dan kuadran SO (progresif) yang memiliki dua alternatif strategi optimalisasi, maka analisis dilanjutkan dengan QSPM untuk mendapatkan hasil yang lebih konkret dengan mengerucutkan satu strategi yang lebih prioritas untuk diterapkan.

 

Analisis QSPM

Analisis QSPM difokuskan pada alternatif strategi yang berada pada kuadran SO yang merupakan posisi strategis dari penyelenggaraan sertifikasi halal self-declare saat ini. Pengukuran prioritas dengan membandingkan skor kemenarikan antara strategi (SO1) Memperkuat jaringan kolaborasi antar stakeholder dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan sosialisasi dan edukasi urgensi sertifikasi halal kepada pelaku UMK, dengan strategi (SO2) Membangun kemitraan lembaga pendamping PPH dengan lembaga halal luar negeri yang telah memiliki keberterimaan sertifikasi halal dengan Indonesia sebagai jembatan bagi UMK untuk masuk ke pasar global. Berikut adalah hasil tabulasi analisis QSPM:

 

Tabel 5. Matrik QSPM

Faktor Strategis

S,W,O,T

Bobot

Alternatif Strategi SO

SO1

SO2

AS

TAS

AS

TAS

S1

0,15

3

0,45

3

0,45

S2

0,15

3

0,45

3

0,45

S3

0,15

4

0,60

3

0,45

S4

0,13

2

0,26

2

0,26

S5

0,13

4

0,52

3

0,39

W1

0,05

4

0,21

2

0,10

W2

0,06

2

0,12

3

0,18

W3

0,07

4

0,29

2

0,14

W4

0,05

2

0,10

2

0,10

W5

0,06

3

0,18

3

0,26

O1

0,10

4

0,39

4

0,39

O2

0,11

4

0,43

4

0,43

O3

0,10

4

0,41

4

0,41

O4

0,11

4

0,45

3

0,34

O5

0,09

3

0,28

3

0,28

O6

0,09

2

0,17

4

0,35

T1

0,07

4

0,28

2

0,14

T2

0,07

2

0,14

2

0,14

T3

0,08

2

0,16

2

0,16

T4

0,09

3

0,26

2

0,17

T5

0,09

3

0,28

2

0,18

TOTAL

 

 

6,42

 

5,78

Sumber: Penulis, data diolah 2022

 

Menggunakan QSPM, dapat diketahui lebih lanjut alternatif strategi mana yang dapat lebih diproritaskan untuk diterapkan untuk mengoptimalkan penyelenggaraan sertifikasi halal produk UMK makanan dan minuman di Indonesia mengacu pada posisi strategisnya saat ini yang berada pada kuadran SO dengan memiliki dua alternatif strategi. Berdasarkan perhitungan QSPM dapat diketahui bahwa alternatif strategi SO1 yakni memperkuat jaringan kolaborasi antar stakeholder dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan sosialisasi dan edukasi urgensi sertifikasi halal kepada pelaku UMK mendapatkan nilai total sebesar 6,42, lebih besar dibandingkan alternatif strategi SO2 membangun kemitraan lembaga pendamping PPH dengan lembaga halal luar negeri yang telah memiliki keberterimaan sertifikasi halal dengan Indonesia sebagai jembatan bagi UMK untuk masuk ke pasar global yang hanya mendapatkan nilai total sebesar 5,78. Dengan demikan, strategi SO1 menjadi strategi yang prioritaskan untuk mengoptimalkan sertifikasi halal produk UMK makanan dan minuman di Indonesia.

 

Kesimpulan

Berdasarkan penjabaran hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa penyelenggaraan sertifikasi halal produk UMK makanan dan minuman melalui mekanisme self-declare saat ini sedang berada di fase stability berdasarkan matrik IE yang menunjukkan sel iv. Untuk itu, pihak-pihak yang terlibat di dalamnya baik BPJPH, MUI, dan LP3H harus memiliki komitmen dan konsistensi dalam menjalankan perannya masing-masing dengan baik. Dari analisis SWOT diketahui bahwa penyelenggaraan sertifikasi halal produk UMK makanan dan minuman melalui mekanisme self-declare saat ini membutuhkan alternatif strategi SO yang berarti progresif untuk dapat berjalan lebih optimal. Dari dua alternatif strategi yang terdapat pada kuadran SO, hasil QSPM menunjukkan bahwa strategi SO1 yakni memperkuat jaringan kolaborasi antar stakeholder dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan sosialisasi dan edukasi urgensi sertifikasi halal kepada pelaku UMK menjadi strategi yang paling diprioritaskan untuk diterapkan dalam optimalisasi sertifikasi halal produk UMK makanan dan minuman di Indonesia.

 

BIBLIOGRAFI

Arinawati, M. (2022, June 22). Closing Ceremony dan Webinar Halal Festival Syawal LPPOM MUI 1442 H. LPPOM MUI. https://www.youtube.com/watch?v=tj3vUi1ZM3c&t=13s

Aziz, M. (2018). Perspektif Maqashid Al-Syariah Dalam Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal Di Indonesia Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal. Al Hikmah: Jurnal Studi Keislaman, 7(2), 78–94. https://doi.org/10.36835/hjsk.v7i2.3284

Bryman, A. (2012). Social Research Methods (4th Edition). Oxford University Press.

Creswell, J. W. (2020). Pengantar Penelitian Mixed Methods (H. Malini, Ed.). Pustaka Pelajar.

Dhewanto, W., Rizqi, V. N., Yunita, F., Azzahra, S., & Adrian, D. (2019). Internasionalisasi UKM: Usaha Kecil dan Mikro Menuju Pasar Global. Penerbit Andi.

Dinar Standard. (2022). State of The Global Islamic Economy Report 2021/22: Unlocking Opportunity.

Handayani, T., & Pusporini. (2021). Membangun UMKM Syariah di Industri Halal. deepublish.

Kahfi, A. (2018). Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Muslim Di Indonesia. Jurisprudentie : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah Dan Hukum, 5(1), 47–63. https://doi.org/10.24252/jurisprudentie.v5i2.5399

Kemenkop UKM. (2019). Data UMKM. https://kemenkopukm.go.id/data-umkm/?aheuk6TTKLKLvjwhRfwqPVCdUeCfqGFUTFyI3dZ3Ddxl4ec83l

Kementerian Agama Republik Indonesia. (2022, June 11). Ini Syarat Daftar Sertifikasi Halal Gratis Kategori “Self Declare.” https://kemenag.go.id/read/ini-syarat-daftar-sertifikasi-halal-gratis-kategori-self-declare-kvlva

Kominfo.go.id. (2019). Pemerintah Siap Selenggarakan Jaminan Produk Halal. https://www.kominfo.go.id/content/detail/22210/pemerintah-siap-selenggarakan-jaminan-produk-halal/0/artikel_gpr

Lynarbi, I., Haque, M. G., PURWANTO, A., & Sunarsi, D. (2020). Analisis Pengaruh Lahirnya U.U No. 33 Tahun 2014 tentang JPH dan Terbitnya PP No. 31 Tahun 2019 tentang JPH terhadap Keputusan Melakukan MoU dan Perjanjian Kerja Sama Calon LPH dengan BPJPH. International Journal Of Social, Policy And Law, 1(1), 88–110. https://doi.org/10.8888/ijospl.v1i1.53

Peristiwo, H. (2019). Indonesian Halal Food Industry: Development, Opportunities and Challenges on Halal Supply Chains. Journal of Islamic Studies and Humanities, 4(2), 218–245. https://doi.org/10.21580/jish.42.5228

Pujiyanti, S., & Wahdi, A. (2020). Transaksi Bisnis Online dalam Perspektif Islam. SERAMBI: Jurnal Ekonomi Manajemen Dan Bisnis Islam, 2(2). https://doi.org/10.36407/serambi.v2i2.173

Saifullah, M. F., Wulandari, A., Puspita, A., Kulsum, U., & Wijayanti, N. P. I. (2021). Potensi Industri Halal Dalam Mendorong Kemajuan Perekonomian Di Indonesia (U. M. Lida, Ed.). Brimedia Global.

Sulasih, & Novandari, W. (2022). Analisis SWOT. Rumah Kreatif Wadas Kelir.

Sulistiani, S. L. (2018). Analisis Maqashid Syariah Dalam Pengembangan Hukum Industri Halal Di Indonesia. Jurnal Law & Justice, 3(2).

The Royal Islamic Strategic Center. (2021). The Muslim 500: The World’s Most Influential Muslims, 2022. https://themuslim500.com/books/The%20Muslim%20500%202022%20edition%20-%20Free%20eBook.pdf

 

 

Copyright holder:

Lintang Tranggono, Ibrahim Kholilul Rohman (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: