Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 4, April
2024
PENGARUH MANAJEMEN PENGETAHUAN TERHADAP KOMITMEN (STUDI PADA KANTOR
SEKRETARIAT DAERAH KOTA DEPOK)
Endro Sariono1, Tri Waluyo2, Marison Sitorus3
Universitas Nasional, Jakarta, Indonesia1,2,3
Email: endro.sariono@gmail.com1, [email protected]2, [email protected]3
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pengaruh manajemen pengetahuan Pemerintah Kota Depok terhadap komitmen Aparatur
Sipil Negara (ASN), di tengah meningkatnya kebutuhan akan komitmen ASN dalam
menjaga efisiensi dan meningkatkan kualitas layanan publik. Peran ASN sebagai
ujung tombak dalam penyelenggaraan pemerintahan menjadi krusial dalam era
reformasi administrasi publik. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis
jalur untuk mengetahui pengaruh manajemen pengetahuan terhadap komitmen ASN.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, disimpulkan bahwa manajemen
pengetahuan yang terdiri dari variabel kondisi pengungkit, variabel organisasi
pembelajar, dan variabel modal pengetahuan organisasi berpengaruh langsung
terhadap variabel komitmen ASN. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh
langsung manajemen pengetahuan terhadap komitmen ASN dapat dianggap cukup
berarti.
Kata Kunci: Manajemen Pengetahuan,
Kondisi Pengungkit, Organisasi Pembelajar, Modal Pengetahuan Organisasi, Komitmen
Abstract
This
study aims to analyze the influence of knowledge management of Depok City
Government on the commitment of Civil Servants (ASN), against the backdrop of
the increasing need for ASN commitment in maintaining efficiency and improving
the quality of public services. The role of ASN as the backbone of public
administration has become crucial in the era of public administration reform.
The research method used is path analysis to determine the effect of knowledge
management on ASN commitment. Based on the results of analysis and discussion,
it is concluded that knowledge management consisting of leverage condition
variables, organizational learning variables, and organizational knowledge
capital variables directly affect ASN commitment variables. The results of this
study indicate that the direct influence of knowledge management on ASN
commitment can be considered quite significant.
Keywords: Knowledge Management,
Leverage Conditions, Learning Organization, Organizational Knowledge Capital, Commitment
Pendahuluan
Kegiatan
administrasi pemerintahan daerah yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara
(ASN) sangat terkait dengan komitmen ASN
sebagai suatu jabatan profesi. Komitmen pada kegiatan administrasi pemerintahan
daerah membutuhkan pengetahuan dan kompetensi kerja sesuai dengan bidang
pekerjaannya. ASN akan menghasilkan performansi yang efektif jika mereka
memiliki pengetahuan yang cukup baik dan dapat diaplikasikan dalam kegiatan koordinasi,
monitoring dan evaluasi. Dengan pengetahuan yang dimiliki, maka kapasitas
kegiatan koordinasi, monitoring dan evaluasi terhadap organisasi perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kota Depok menjadi efektif (Maulana, 2019).
Kualitas
pengetahuan ASN dapat dibentuk melalui proses transformasi/berbagi pengetahuan
yang terjadi melalui proses interaksi di antara berbagai anggota-anggota dalam
organisasi. Kegiatan transformasi pengetahuan dalam organisasi tersebut
dilakukan secara fundamental dan terus-menerus, yang diwujudkan melalui
implementasi manajemen pengetahuan. Efektivitas implementasi manajemen
pengetahuan membutuhkan lingkungan kerja yang kondusif untuk terjadinya proses
transformasi pengetahuan dan pemaknaan sebuah informasi, serta didukung pula
oleh kualitas manusia, teknologi, struktur organisasi, rasa saling percaya,
budaya belajar, sistem penghargaan dan pola kepemimpinan (Syafaruddin et al., 2016).
Menurut Gayatri (2020) komitmen organisasi didefinisikan sebagai suatu keadaan
di mana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan
keinginannya untuk mempertahankan
keanggotaan dalam organisasi tersebut. Sejalan dengan pendapat Angraini (2021) menjelaskan bahwa komitmen
organisasi merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada
organisasi dan proses berkelanjutan dimana organisasi mengekspresikan
perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan berkelanjutan.
Menurut Huriyah (2022) komitmen organisasi didefinisikan sebagai (1) keinginan
kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu; (2) kenginan untuk
berusaha keras sesuai keinginan organisasi; dan (3) keyakinan tertentu, dan
penerimaan nilai dan tujuan organisasi.
Sedangkan Wahdaniah 2016; (2016) menyatakan bahwa komitmen organisasi bersifat multidimensi
yang tersusun atas tiga dimensi, yaitu (1) komitmen afektif adalah keterikatan
karyawan, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi; (2) komitmen
berkelanjutan adalah komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan
keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini mungkin karena kehilangan
senioritas atas promosi dan benefit; (3) komitmen normatif adalah perasaan
wajib untuk tetap berada dalam organisasi.
Pengetahuan merupakan
informasi yang mengubah sesuatu atau seseorang, hal itu terjadi ketika
informasi tersebut menjadi dasar untuk bertindak, atau ketika informasi
tersebut memampukan seseorang atau institusi untuk mengambil tindakan yang
berbeda atau tindakan yang lebih efektif (Ghani
& Saputra, 2017). Sedangkan Tjakraatmadja
dan Lantu (2006) mendefinisikan modal intelektual/modal pengetahuan
organisasi sebagai kapasitas disiplin intelektual organisasi sebagai hasil
internalisasi, eksternalisasi, kombinasi, dan sosialisasi secara sinerjistik
dari kompetensi intelektual seluruh karyawan yang memiliki komitmen pada visi
bersama, dan terjadi karena adanya media proses transformasi pengetahuan.
Menurut Stewart (2001) modal intelektual sebagai
pengetahuan yang mengubah input sumber daya menjadi lebih bernilai, dan modal
intelektual perusahaan diantaranya adalah modal sumber daya manusia, modal
struktur, dan modal pelanggan.
Gambar
1. Kreasi Nilai dalam Model Modal
Intelektual
Sumber: Tobing (2007)
Manajemen pengetahuan
merupakan proses penciptaan pengetahuan, teknologi dan sistem baru secara
kontinyu, penyebaran secara luas melalui organisasi dan mewujudkannya dalam
bentuk produk atau jasa baru dengan cepat, serta membuat perubahan dalam
organisasi (Nonaka
& Takeuchi, 2007). Sedangkan Tjakraatmadja dan Lantu (2006) memberikan definisi manajemen pengetahuan sebagai
langkah-langkah sistematik untuk mengelola pengetahuan dalam organisasi,
menciptakan nilai dan meningkatkan keungulan kompetitif. Lebih lanjut
Tjakraatmadja dan Lantu menjelaskan bahwa manajemen pengetahuan merupakan
proses sistematik untuk menemukan, memilih, mengorganisasikan, menyarikan, dan
menyajikan informasi dengan cara tertentu, sehingga para pekerja mampu
memanfaatkan dan meningkatkan penguasaan pengetahuan dalam suatu bidang kajian
spesifik, untuk kemudian menginstitusionalkannya menjadi modal pengetahuan
organisasi (modal intelektual).
Agar lebih kondusif
terhadap implementasi manajemen pengetahuan perlu dikembangkan organisasi
pembelajar, yaitu dengan menumbuhkan keterampilan organisasi dalam
aktivitas-aktivitas pemecahan masalah secara sistematik, pengujicobaan
pendekatan-pendekan baru, pembelajaran dari pengalaman masa lalu, pembelajaran
dari praktisi yang berpengalaman dari pihak-pihak lain, dan pentransferan
pengetahuan secara cepat dan efisien ke seluruh organisasi (Garvin, 1988).
Menurut Markuadt (1994) bahwa konsep organisasi pembelajar dengan menggambarkan
model organisasi pembelajar secara matematis berupa gambar irisan antara
pembelajaran, organisasi, manusia, pengethauan, dan teknologi dengan
pembelajaran berada di pusat irisan. Gambaran ini hakikatnya menjelaskan bahwa
proses pembelajaran juga merupakan bagian dan harus terjadi baik dalam subsistem
manusia, teknologi, pengethuan, dan organisasi.
Gambar
2. Model Sistem Organisasi Pembelajar
Sumber: Marquardt, Michael J., (1996)
Menurut Senge (2017) untuk menjadi organisasi pembelajar,
organisasi perlu menerapkan lima disiplin yang menyatu dan membentuk organisasi
pembelajar. Kelima disiplin organisasi pembelajar yang dikenal dengan The Fifth Discipline sebagai berikut:
(1) Berpikir Sistemik (system thinking),
yaitu bahwa organisasi harus mampu melihat pola perubahan secara keseluruhan,
dengan cara berpikir bahwa segala usaha manusia saling berkaitan, saling
mempengaruhi, dan membentuk sinergi; (2) Keahlian Pribadi (personal mastery), yaitu merupakan suatu disiplin yang antara lain
menunjukkan kemampuan untuk senantiasa mengklarifikasi dan mendalami visi
pribadi, memfokuskan energi, mengembangkan kesabaran, dan memandang realitas
secara objektif; (3) Model Mental (mental
models), yaitu bahwa setiap orang perlu berpikir secara reflektif dan
senantiasa memperbaiki gambaran internalnya mengenai dunia sekitarnya, dan atas
dasar itu bertindak dan mengambil keputusan yang sesuai; (4) Berbagi Visi (share vision), adalah komitmen dan tekad
dari semua orang dalam organisasi atas kesamaan identitas dan perasaan senasib
yang perlu dijabarkan dalam suatu visi yang dimiliki bersama, bukan sekadar
kepatuhan kepada pimpinan; (5) Pembelajaran Tim (team learning), yaitu bahwa pembelajaran
tim diawali dengan adanya dialog yang memungkinkan tim itu menemukan jati
dirinya, sehingga melalui kegiatan dialog ini dapat berlangsung kegiatan
belajar untuk memahami pola interaksi dan peran masing-masing anggota dalam
tim.
Proses transformasi
pengetahuan akan lebih efektif bila didukung oleh kondisi yang memungkinkan
aktivitas manajemen pengethuan dapat berlangsung lebih baik, yaitu melalui
peran faktor-faktor lain sebagai pengungkit (enabler condition). Kondisi pengungkit merupakan suatu ruang yang
dapat menumbuhkembangkan munculnya hubungan antar anggota organisasi, atau
semacam konteks organisasi yang dapat berbentuk ruang, maya, mental atau
mungkin gabungan ketiganya. Kondisi pengungkit paling kurang dapat dipicu oleh
tiga faktor utama, yaitu orang (sosial), organisasi, dan teknologi. Ketiga faktor tersebut harus dimaknai sebagai
satu kesatuan di mana proses penciptaan dan transformasi pengetahuan merupakan
interaksi sosial antara orang-orang yang ada di dalam organisasi. Sementara
itu, teknologi informasi dan komunikasi dalam proses penciptaan pengetahuan
tersebut berperan sebagai fasilitator (Takeuchi et al.,
2021).
Menurut Hartanto (1998) menjelaskan bahwa rasa saling percaya yang terdapat di
antara anggota organisasi akan memudahkan proses dialog dan olah intelektual.
Menurut Kim dan Mauborgne
(1997) menyatakan bahwa dalam penciptaan dan berbagi
pengetahuan diperlukan suatu kepemimpinan organisasi yang dapat memberdayakan
dan menumbuhkan sikap aktif bekerja sama di antara anggota organisasi dalam
penciptaan dan berbagi pengetahuan. Sejalan dengan pandangan Kim dan Mauborgne,
Tjakraatmadja dan Lantu (2017) membagi komponen kepemipinan dalam organisasi pembelajar
memiliki empat fungsi utama, yaitu (1) sebagai pemberi informasi/sosialisasi;
(2) sebagai pemberi arah/visioner; (3) sebagai pelatih; dan (4) sebagai agen
perubahan.
Berkaitan dengan masalah manajemen pengetahuan dan komitmen yang telah
dipaparkan di atas, Sangkala (2009) menyatakan bahwa menumbuhkembangkan komitmen karyawan
dapat dilakukan bila organisasi mampu memformulasikan tujuan/visi dan mengajukannya
kepada mereka dan mengaitkan tujuan organisasi tersebut dengan pikiran dan
perilaku karyawan. Sedangkan Agrawal dan Thite
(2003), menunjukkan bahwa pekerja yang berpengetahuan cenderung
memiliki kepribadian yang unik dan karakteristik pekerjaan, salah satunya
adalah mereka lebih berkomitmen kepada profesi daripada organisasi. Mereka
sebagian besar mengelola karier dan pembelajarannya. Dalam mencari pekerjaan,
pekerja berpengetahuan terus-menerus mencari posisi yang memfasilitasi belajar sepanjang hidupnya serta prosesnya,
mereka lebih berkomitmen kepada profesinya dibanding organisasi dimana mereka
bekerja, karena ketiadaan kepercayaan dan penghargaan, mereka lebih memilih
untuk menimbun pengetahuan tasitnya dan mengkreasi kenikmatan bagi diri mereka
sendiri. Kofman dan Senge (1993) mengatakan bahwa untuk
membangun individu yang mau dan mampu belajar, membutuhkan lingkungan belajar
yang kondusif. Lingkungan belajar yang kondusif, merupakan suasana kerja yang
dapat menumbuhkan komitmen setiap individu untuk mau bekerja dan bekerjasama
dengan anggota organisasi lainnya.
Penelitian ini bertujuan menganalisa pengaruh manajemen pengetahuan
Pemerintah Kota Depok terhadap komitmen Aparatur Sipil Negara (ASN).
Metode
Penelitian
Unit Analisis
Penelitian dilaksanakan
pada kantor Sekretariat Daerah Kota Depok yang berdomisili di Kota Depok
Provinsi Jawa Barat. Instansi pemerintah ini bertanggung jawab atas kegiatan
koordinasi, monitoring dan evaluasi terhadap kinerja perangkat daerah di
lingkungan Pemerintah Kota Depok.
Data dan Variabel
Populasi dalam penelitian
ini adalah para ASN di lingkungan Sekretariat Daerah Kota Depok dan berjumlah
97 responden yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner penelitian.
Jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data primer (Hidayat & Alifah,
2022). Data primer penelitian
ini dijaring dengan menggunakan instrumen berupa angket/kuesioner tentang
manajemen pengetahuan dan komitmen. Penelitian ini dilakukan dengan metode
survei dengan menggunakan analisis jalur (path
analysis).
Dalam penelitian ini
dibahas empat variabel, yaitu variabel kondisi pengungkit (X1),
variabel organisasi pembelajar (X2), varibel modal pengetahuan
organisasi (X3), dan komimen (Y). Variabel pertama, kedua, dan
ketiga merupakan variabel bebas yaitu manajemen pengetahuan Sekretariat Daerah
Kota Depok, sedangkan variabel yang keempat, yaitu komitmen ASN merupakan
variabel terikat.
Teknik Pengolahan Data
Untuk menganalisis data
pada penelitian ini digunakan dua alat analisis, sesuai dengan fungsinya
masing-masing. Pertama, statistik deskriptif, yaitu analisis dengan
menggunakan frekuensi, mean, modus,
median, varians, dan standar deviasi. Kedua statistik parametris melalui teknik
korelasi product moment, untuk mencari koefisien korelasi antar variabel dan
perhitungan harga koefisien jalur (ρyx) serta membuktikan hipotesis
penelitian.
Hasil dan Pembahasan
Deskriptif Responden
Hasil analisis deskriptif
responden yang menjelaskan jenis kelamin, status pernikahan, umur, dan tingkat
pendidikan ASN akan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Frekuensi dan
Persentase Deskriptif Responden Variabel Jenis Kelamin, Status Pernkahan, Umur
dan Tingkat Pendidikan
No. |
Variabel |
Klasifikasi |
Frekuensi |
Persentase |
Total |
1. |
Jenis
Kelamin |
1.
Wanita 2.
Pria |
35 62 |
36,1 % 63,9 % |
97 (100%) |
2. |
Status
Pernikahan |
1.
Menikah 2.
Belum Menikah |
85 12 |
87,6 % 12,4 % |
97 (100%) |
3. |
Umur |
1.
Dibawah 30 tahun 2.
Diatas 30 – 40 tahun 3.
Diatas 40 – 50 tahun 4.
Diatas 50 tahun |
14 8 55 20 |
14,4 % 8,2 % 56,7 % 29,6 % |
97 (100%) |
4. |
Tingkat
Pendidikan |
1.
SLTA/Diploma 2.
Sarjana (S1) 3.
Magister (S2) 4.
Doktor (S3) |
21 46 30 0 |
21,6 % 47,4 % 30,9 % 0 % |
97 (100%) |
Sedangkan hasil analisis
deskriptif responden yang menjelaskan masa kerja sebagai ASN, masa kerja ASN
Setda , jenjang pangkat ASN, jenis jabatan akan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Frekuensi dan
Persentase Deskriptif Responden Variabel Masa Kerja PNS, Masa Kerja Pemeriksa
Pajak, Jenjang Pangkat, dan Jenis KPP
No. |
Variabel |
Klasifikasi |
Frekuensi |
Persentase |
Total |
1. |
Masa Kerja PNS |
1.
Dibawah 3 tahun 2. 3
– 5 tahun 3.
Diatas 5 – 10 tahun 4.
Diatas 10 tahun |
15 5 35 42 |
15,5 % 5,2 % 36,1 % 43,3 % |
97 (100%) |
2. |
Masa Kerja ASN Setda |
1.
Dibawah 3 tahun 2. 3
– 5 tahun 3.
Diatas 5 – 10 tahun 4.
Diatas 10 tahun |
14 33 40 10 |
14,4 % 34,0 % 41,2 % 10,3 % |
97 (100%) |
3. |
Jenjang Jabatan |
1. Staf
Pelaksana 2. Eselon
Tingkat IV 3. Eselon
Tingkat III 4. Eselon
Tingkat II |
52 30 10 5 |
53,7% 30,9 % 10,3 % 5,1 % |
97 (100%) |
4. |
Jenis Jabatan |
1. Fungsional 2. Struktural |
72 25 |
74,3 % 25,7 % |
97 (100%) |
Berdasarkan hasil
analisis uji deskriptif responden responden penelitian dalam Tabel 3, dapat
dijelaskan bahwa dari jawaban responden terungkap bahwa jenis responden
didominasi oleh pria, tingkat pendidikan didominasi oleh strata satu (S1), masa
kerja responden sebagai ASN sebagian besar
di atas 5 s.d. 10 tahun, dan jenjang jabatan ASN didominasi oleh Staf Pelaksana. Hasil uji
statistik deskriptif secara rinci akan ditampilkan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Statistik Deskriptif
Responden Penelitian
|
|
Jenis Kelamin |
Status Perkawinan |
Umur |
Tingkat
Pendidikan |
Masa Kerja PNS |
Masa Kerja Di Setda |
Jenjang
Jabatan |
Level/ Jabatan |
N |
|
97 |
97 |
97 |
97 |
97 |
97 |
97 |
97 |
Mean |
1.64 |
1.46 |
2.84 |
2.26 |
2.31 |
2.47 |
2.69 |
1.25 |
|
Median |
2.00 |
1.00 |
3.00 |
2.00 |
2.00 |
3.00 |
3.00 |
1.00 |
|
Mode |
2 |
1 |
3 |
3 |
2 |
3 |
3 |
1 |
|
S.Deviasi |
.483 |
.501 |
.921 |
.794 |
.795 |
.867 |
.961 |
.434 |
|
Variance |
.233 |
.251 |
.848 |
.631 |
.633 |
.752 |
.924 |
.188 |
|
Minimum |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
|
Maximum |
2 |
2 |
4 |
3 |
4 |
4 |
4 |
2 |
|
Sum |
159 |
142 |
275 |
219 |
224 |
240 |
261 |
121 |
Analisis Pengaruh
Manajemen Pengetahuan Terhadap Komitmen
Syarat untuk melakukan
analisis jalur dan menghitung besarnya koefisien jalur adalah apabila semua
variabel yang akan diuji berkorelasi satu sama lain. Koefisien jalur
menunjukkan kuatnya variabel independen ( kondisi pengungkit, organisasi
pembelajar dan modal pengetahuan organisasi) terhadap variabel dependen
(komitmen). Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan SPSS, harga
korelasi antar variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Matrik Koefisien
Korelasi Antar Variabel
|
Kondisi
Pengungkit (X1) |
Organisasi
Pembelajar (X2) |
Modal
Pengetahuan (X3) |
Komitmen
Pemeriksa (Y) |
Kondisi
Pengungkit (X1) |
1 |
|
|
|
Organisasi
Pembelajar (X2) |
0,779 |
1 |
|
|
Modal
Pengetahuan (X3) |
0,887 |
0,807 |
1 |
|
Komitmen
Pemeriksa (Y) |
0,759 |
0,753 |
0,744 |
1 |
Berdasarkan Tabel 4. di
atas, terdapat enam pasang harga korelasi yaitu r21, r31,
ry1, r32, ry2, dan ry3. Sedangkan
jalur variabel penelitian yaitu ρy1 = pengaruh X1
terhadap Y; ρy2 =
pengaruh X2 terhadap Y; dan ρy1
= pengaruh X3 terhadap Y.
Langkah berikutnya adalah
menghitung harga koefisien jalur sesuai dengan model penelitian, seperti
ditunjukkan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Thitung dan Signifikansi Kondisi
Pengungkit (X1), Organisasi Pembelajar (X2), dan Modal
Pengetahuan Organisasi (X3) Secara
Bersama-sama terhadap Komitmen ASN
(Y)
Model |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients |
t |
Sig. |
||
B |
Std. Error |
Beta |
||||
1 |
(Constant) |
3.281 |
2.273 |
|
1.443 |
.152 |
KONDISI PENGUNGKIT |
.273 |
.107 |
.356 |
2.564 |
.012 |
|
ORGANISASI PEMBELAJAR |
.160 |
.046 |
.375 |
3.448 |
.001 |
|
MODAL PENGETAHUAN ORGANISASI |
.265 |
.311 |
.126 |
.854 |
.395 |
|
a. Dependent Variable: KOMITMEN ASN |
|
|
|
Berdasarkan hasil perhitungan data seperti ditunjukkan dalam Tabel 5., maka
diperoleh harga koefisien jalur untuk masing-masing jalur pada Tabel 6.
Tabel
6. Derajat Signifikansi Koefisien Jalur
Jalur |
Koefisien Jalur |
t hitung |
t tabel α = 0,05 |
Keterangan |
ρy1 |
0,356 |
11.252 |
1.9858 |
Sangat Singnifikan |
ρy2 |
0,375 |
11.047 |
1.9858 |
Sangat Singnifikan |
ρy3 |
0,126 |
10.725 |
1.9858 |
Sangat Singnifikan |
Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 6. maka model akhir hasil
pengujian tersebut dapat digambarkan dalam Gambar 3.
Gambar 3. Model Hubungan Struktural Antar Variabel
Berdasarkan Gambar 2. di atas, terlihat bahwa jalur yang memiliki
nilai yang relatif cukup besar yaitu jalur antara ρy2 yang menggambarkan pengaruh organisasi
pembelajar terhadap komitmen cukup besar, yakni sebesar 0,375. Berikutnya jalur
antara ρy1 yang menggambarkan
pengaruh kondisi pengungkit, yakni sebesar 0,356. Posisi ketiga antara ρy3 yang menggambarkan pengaruh
modal pengetahuan organisasi terhadap komitmen, yakni sebesar 0,126. Kekuatan
hubungan antar variabel manajemen pengetahuan dapat dijelaskan bahwa kekuatan
hubungan kondisi pengungkit dengan organisasi pembelajar ditunjukkan oleh
koefisien korelasi sebesar 0,779, hubungan organisasi pembelajar dengan modal
pengetahuan organisasi sebesar 0,807 dan kekuatan hubungan kondisi pengungkit
dengan modal pengetahuan organisasi sebesar 0,887. Nilai koefisien korelasi
antar variabel manajemen pengetahuan menunjukkan hubungan positif dan sangat
signifikan.
Hasil temuan ini juga
mengungkapkan bahwa perolehan harga koefisien jalur masing-masing jalur
variabel manajemen pengetahuan terhadap variabel komitmen ASN, dapat dianggap
cukup berarti. Penggolongan kategori harga koefisien jalur tersebut sesuai
dengan pendapat Sugiyono (2007) menyatakan beberapa studi empirik telah banyak
menyarankan untuk menggunakan pegangan bahwa koefisien jalur kurang dari 0,05
dapat dianggap tidak berarti.
Dengan memperhatikan
temuan dan hasil penelitian seperti ditunjukkan dalam Gambar 2. mengungkapkan
bahwa ternyata secara empiris variabel organisasi pembelajar merupakan variabel
yang mempunyai pengaruh terkuat dan memberikan kontribusi terbesar terhadap
variabel komitmen ASN. Variabel yang mempunyai pengaruh terkuat kedua dan
memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap komitmen ASN Setda Kota
Depok adalah kondisi pengungkit.
Selanjutnya variabel yang mempunyai pengaruh terkuat ketiga dan juga memberikan
kontribusi yang sangat signifikan terhadap komitmen ASN Setda Kota Depok adalah
modal pengetahuan organisasi. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa komitmen ASN
Setda Kota Depok dapat lebih ditingkatkan dengan jalan menetapkan dan
memperbaiki kondisi pengungkit, memperbaiki proses organisasi pembelajar, dan
meningkatkan modal pengetahuan organisasi secara terus-menerus.
Temuan penelitian ini dapat
diinterpretasikan bahwa bahwa untuk
membangun individu yang mau dan mampu belajar, membutuhkan lingkungan belajar
yang kondusif. Lingkungan belajar yang kondusif, merupakan suasana kerja yang
dapat menumbuhkan komitmen setiap individu untuk mau bekerja dan bekerjasama
dengan anggota organisasi lainnya. Upaya meningkatkan komitmen ASN melalui
kondisi pengungkit manajemen pengetahuan, salah satu langkah yang dapat
dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas kondisi pengungkit manajemen
pengetahuan pada organisasi Sekretariat Daerah Kota Depok.
Kondisi pengungkit yang
dapat meningkatkan komitmen para ASN membutuhkan lingkungan belajar yang
kondusif yaitu melalui: (1) meningkatkan rasa saling percaya di antara anggota
organisasi organisasi; (2) meningkatkan budaya belajar yang dicirikan oleh
semangat kebiasaan saling berbagi pengetahuan dan kebiasaan untuk terus belajar
secara berkelanjutan; (3) meningkatkan kualitas teknologi informasi yang
adaptif terhadap kebutuhan pelayanan perpajakan dan kebutuhan individu/pegawai
sebagai salah satu fasilitas belajar dalam proses transformasi/berbagi
pengetahuan; (4) adanya sistem penghargaan yang adil dan transparan yang dapat
memotivasi anggota organisasi/pegawai untuk meningkatkan pengetahuannya melalui
proses belajar individual dan organisasional; (5) meningkatkan kualitas
struktur organisasi yang mampu mengalirkan informasi secara cepat/lancar,
mengatur pembagian kerja yang fleksibel, memiliki sistem koordinasi dan sistem
kendali yang efektif; (6) peran dan tipe
kepemimpinan yang dibutuhkan untuk mendukung organisasi pembelajar yang
berbasis pengetahuan adalah kepemimpinan yang mampu menyediakan informasi dan
mendorong penciptaan pengetahuan, mengambil bagian dari pembelajaran organisasi
dan memfasilitasi individu/tim untuk berkembang.
Hasil penelitian ini juga
menunjukkan bahwa dalam mengubah sikap pegawai, organisasi Sekretariat Daerah
Kota Depok harus memperhitungkan komitmen, karena komitmen menjadi variabel
penting yang mempengaruhi sikap para ASN ketika berpartisipasi dalam membagikan
pengetahuan/transformasi pengetahuan mereka kepada teman-teman profesinya. Upaya
meningkatkan komitmen ASN melalui organisasi pembelajar/jalur transformasi
pengetahuan adalah adanya proses berbagi/transformasi pengetahuan di antara
anggota organisasi.
Sejumlah kondisi yang
dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas organisasi DJP sebagai organisasi
pembelajar antara lain: (1) membangun keterampilan belajar individual untuk
menghasilkan keahlian pribadi; (2) membangun kemampuan belajar tim, untuk
meningkatkan efektifitas proses berbagi pengetahuan antar anggota; (3)
membangun kemampuan belajar organisasional, untuk menghasilkan sumber daya
manusia yang memiliki kinerja prima; (4) adanya komitmen pimpinan untuk
menjadikan pembelajaran sebagai bagian penting dari organisasi untuk mencapai
visi dan misi organisasi; (5) diperlukan komitmen kepemimpinan untuk membuat
model perubahan yang diinginkan serta komitmen untuk menghilangkan rasa takut
dalam organisasi; (6) budaya organisasi yang mendorong komunitas organisasi melakukan
proses ujicoba metode baru, kolaborasi, inovasi, dan proses kreasi pengetahuan
serta melakukan proses dialog (berbagi nilai, visi, dan pengetahuan) untuk
membangun kecerdasan bersama.
Hasil penelitian ini
membuktikan bahwa pekerja yang berpengetahuan cenderung lebih berkomitmen
kepada profesinya, mereka sebagian besar mengelola karier dan pembelajarannya.
Dalam mencari pekerjaan, pekerja berpengetahuan terus-menerus mencari posisi
yang memfasilitasi belajar sepanjang
hidupnya serta prosesnya, karena ketiadaan kepercayaan dan penghargaan, mereka
lebih memilih untuk menimbun pengetahuan tasitnya dan mengkreasi kenikmatan
bagi diri mereka sendiri.
Beberapa hal yang dapat
diformulasikan oleh organisasi Sekretariat Daerah Kota Depok dalam upaya
meningkatkan komitmen ASN melalui modal pengetahuan organisasi yaitu (1)
meningkatkan kualitas pengetahuan anggota organisasi/pegawai melalui pelatihan
keterampilan memecahkan masalah secara sistematik, bereksperimen dengan
pendekatan baru, belajar dari pengalaman dan dari praktisi yang berhasil guna
meningkatkan kompetensi intelektual pegawai Sekretariat Daerah Kota Depok; (2)
meningkatkan kualitas database pengetahuan dan kualitas teknologi informasi
yang memenuhi tuntutan kualitas pelayanan prima pemerintahan daerah serta
kebutuhan individu/pegawai untuk proses
belajar individual; (3) dibutuhkan peran dan komitmen pimpinan untuk memotivasi
dan meningkatkan perilaku pegawai dalam
berprestasi, berinovasi, perilaku belajar, dan komunikasi yang efektif; (4)
organisasi Sekretariat Daerah Kota Depok harus merumuskan mekanisme formal
maupun informal untuk mewadahi proses berbagi pengetahuan, berbagi model mental
dan berbagi visi yang efektif di dalam organisasinya.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis penelitian, dapat disimpulkan bahwa makin
berkualitas kondisi pengungkit, organisasi pembelajar, dan modal pengetahuan
organisasi, makin kuat komitmen pemeriksa pajak. Oleh karena itu, peningkatan
kualitas kondisi pengungkit, organisasi pembelajar, dan modal pengetahuan organisasi
akan meningkatkan komitmen pemeriksa pajak. Dengan demikian, kondisi
pengungkit, organisasi pembelajar, dan modal pengetahuan organisasi merupakan
varian dari komitmen, dan untuk meningkatkan komitmen ASN, diperlukan
peningkatan kualitas dalam ketiga aspek tersebut.
BIBLIOGRAFI
Agrawal, N. M., &
Thite, M. (2003). Human resource issues, challenges and strategies in the
Indian software industry. International Journal of Human Resources
Development and Management, 3(3), 249–264.
Angraini, R., Parawangi,
A., & Mustari, N. (2021). Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja
Pegawai di Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah Kabupaten Enrekang. Kajian
Ilmiah Mahasiswa Administrasi Publik (KIMAP), 2(3), 875–888.
Gayatri, E., &
Muttaqiyathun, A. (2020). Pengaruh Job Insecurity, Beban Kerja, Kepuasan Kerja
dan Komitmen Organisasi terhadap Turnover Intention Karyawan Milenial. Prosiding
University Research Colloquium, 77–85.
Ghani, A., & Saputra,
A. D. (2017). Analisis Pengaruh Pendidikan Dan Faktor Sosial Terhadap
Pengetahuan Masyarakat Tentang Bank Syariah (Studi Kasus Di Dusun Pandean
Pundung Wukirsari Imogiri Bantul) Angga Dwi Saputra dan Abdul Ghani. JESI
(Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia), 6(1), 12–22.
Hartanto, A. (1998). Perencanaan
dan pembuatan motor induksi rotor sangkar 3 phasa, 3 HP dengan 2 kecepatan
sinkron 1500 RPM dan 3000 RPM. Petra Christian University.
Hidayat, A. R., &
Alifah, N. (2022). Analysis of The Basis of The Creative Economy in The Development
Strategy of Economic Innovation. Asian Journal of Social and Humanities,
1(3), 95–104.
Huriyah, H., & Rahayu,
B. S. (2022). Determinan Kinerja Dosen Bersertifikasi di Politeknik Pratama
Mulia Surakarta. Surakarta Management Journal, 4(1), 30–43.
Kim, W. C., &
Mauborgne, R. (1997). Value innovation. Havard Business Review, 1.
Kofman, F., & Senge,
P. M. (1993). Communities of commitment: The heart of learning organizations. Organizational
Dynamics, 22(2), 5–23.
Marquardt, C., & Mai,
N. (1994). A computational procedure for movement analysis in handwriting. Journal
of Neuroscience Methods, 52(1), 39–45.
Marquardt, M. J. (1996).
Cyberlearning: New possibilities for HRD. Training & Development, 50(11),
56–58.
Maulana, D. (2019).
Kedudukan Ganda Kecamatan Sebagai Perangkat Daerah dan Perangkat Wilayah:
Penyelenggaraan Kecamatan di Kabupaten Pandeglang Berdasarkan Undang–Undang
Nomor 23 Tahun 2014. Jurnal Kebijakan Pembangunan Daerah, 3(2),
97–112.
Nonaka, I., &
Takeuchi, H. (2007). The knowledge-creating company. Harvard Business Review,
85(7/8), 162.
Sangkala, A. A. (2009).
Analisis kinerja keuangan berdasarkan rasio profitabilitas pada perusahaan
pabrik roti tony bakery Pare-Pare. Jurnal Ekonomi Balance Fekon Unismuh
Makassar, 1.
Senge, P. M. (2017). The
leaders new work: Building learning organizations. In Leadership
perspectives (pp. 51–67). Routledge.
Stewart, S. H., &
Kushner, M. G. (2001). Introduction to the special issue on “Anxiety
Sensitivity and Addictive Behaviors.” Addictive Behaviors, 26(6),
775–785.
Sugiyono. (2007). Statistika
untuk penelitian. Alfabeta.
Syafaruddin, S., Asrul,
A., Mesiono, M., Wijaya, C., & Usiono, U. (2016). Inovasi pendidikan:
suatu analisis terhadap kebijakan baru pendidikan.
Takeuchi, H., Matsumoto,
T., Morimoto, K., Atsumi, J., Yamamoto, S., Nakagawa, T., Yamada, S., Kurosaki,
A., Shiraishi, Y., & Hasebe, T. (2021). Pre-operative endovascular coil
embolisation for chronic pulmonary aspergillosis. The International Journal
of Tuberculosis and Lung Disease, 25(9), 725–731.
https://doi.org/doi.org/10.5588/ijtld.21.0028
Tjakraatmadja, J. H.,
& Lantu, D. C. (2006). Knowledge management dalam konteks organisasi
pembelajar. Bandung: SBM-ITB.
Tjakrawerdaja, S.,
Soedarno, S., Lenggono, P. S., Purwandaya, B., Karim, M., & Agusalim, L.
(2017). Sistem Ekonomi Pancasila. Rajawali Press.
Tobing, L. E., &
Glenwick, D. S. (2007). Predictors and moderators of psychological distress in
mothers of children with pervasive developmental disorders. Journal of
Family Social Work, 10(4), 1–22.
Wahdaniah, W., Tjahjono,
H. K., & Maryati, T. (2016). Peran Mediasi Komitmen Organisasi Pada
Pengaruh Stres Kerja Dan Persepsi Dukungan Organisasi Terhadap Intensi Keluar
Karyawan (Studi Empiris Pada Perusahaan Pembiayaan di Kota Makassar). JBTI:
Jurnal Bisnis: Teori Dan Implementasi, 7(1), 17–35.
Copyright
holder: Endro Sariono, Tri Waluyo, Marison Sitorus (2024) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |