Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 1, Januari 2024
PENDIDIKAN KARAKTER ANAK
USIA SEKOLAH DASAR PADA KOMUNITAS MASYARAKAT ADAT BONOKELING DESA PEKUNCEN
KECAMATAN JATILAWANG KABUPATEN BANYUMAS
Dwi Fitri Yahni1*, Maria Ulpah2,
Siti Aisyah3
UPBJJ
Purwokerto, Indonesia1
Universitas
Islam Negeri Prof. K.H. Saifuddin Zuhri
Purwokerto, Indonesia2
FKIP Universitas Terbuka, Indonesia3
Email: d[email protected]1*, [email protected]2, [email protected]3
Abstrak
Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi karakteristik khas Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling
Desa Pekuncen Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas, serta menjelaskan metode
yang mereka terapkan dalam pendidikan karakter untuk anak usia sekolah dasar.
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan mengambil
data melalui wawancara langsung, observasi, dan studi dokumen. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa karakteristik khas Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling
adalah religius dan toleransi. Metode yang diterapkan dalam pendidikan karakter
anak usia sekolah dasar adalah dengan cara pitutur secara langsung, mengenalkan
adat budaya yang mengandung nilai-nilai karakter luhur melalui praktek langsung
dalam kegiatan adat dan pola kehidupan sehari-hari. Namun, pengaruh modernisasi
dan perkembangan teknologi menyebabkan nilai karakter religius dan toleransi
pada anak-anak usia sekolah dasar di Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling mulai
menurun. Penelitian ini memberikan manfaat teoritis dan praktis dalam
meningkatkan pendidikan karakter di komunitas tersebut serta menjadi referensi
bagi penelitian selanjutnya.
Kata kunci: Komunitas Masyarakat Adat
Bonokeling, pendidikan, karakter anak usia sekolah
dasar
Abstract
This study aims to identify
the distinctive characteristics of the Bonokeling Indigenous People's
Community, Pekuncen Village, Jatilawang District, Banyumas Regency, as well as
explain the methods they apply in character education for elementary school-age
children. The research method used is descriptive qualitative by taking data
through direct interviews, observations, and document studies. The results
showed that the distinctive characteristics of the Bonokeling Indigenous
Community are religious and tolerance. The method applied in character
education of elementary school-age children is by means of direct speech,
introducing cultural customs that contain noble character values through direct
practice in traditional activities and patterns of daily life. However, the
influence of modernization and technological developments caused the value of
religious character and tolerance in elementary school-age children in the
Bonokeling Indigenous Community to begin to decline. This research provides
theoretical and practical benefits in improving character education in the
community and becomes a reference for future research.
Keywords: Bonokeling Indigenous Peoples Community, education,
character of elementary
school age children.
Berdasarkan pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), Pemerintah Negara Indonesia bertanggung jawab untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Dalam pasal 31 ayat
1 yang berbunyi: (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Setiap anak yang dilahirkan memiliki hak
untuk mendapatkan pendidikan karakter
melalui pengasuhan dan perlindungan yang baik dari kedua orang tua mereka (Suryana, 2021). “Anak adalah amanah bagi orang
tuanya. Hatinya yang suci adalah subtansi
yang berharga. Jika dibiasakan dengan kebaikan, dia akan tumbuh dalam kebaikan dan bahagia di dunia dan
akhirat. Adapun jika ia dibiasakan dengan
kejelekan dan diabaikan begitu saja seperti binatang maka ia akan sengsara dan celaka, maka dari itu,
menjaga anak adalah dengan mendidik, mendisiplinkan, dan mengajarkannya akhlak-akhlak terpuji” (Valeza, 2017) (‘Ulwan, 2012).
Pernyataan di atas mengingatkan tentang peranan orang
tua yang mungkin saat ini banyak yang lupa dan
tidak menyadari bahwa anak adalah sebagai
titipan Tuhan yang harus diasuh dengan sebaik baiknya agar watak dan karakternya
dapat terbentuk dengan
baik.
Secara sederhana pendidikan karakter dapat
diartikan sebagai segala
upaya untuk mempengaruhi
karakter peserta didik. Namun untuk mengetahui makna yang sebenarnya, berikut dapat dijelaskan definisi pendidikan karakter
menurut Thomas Lickona.
Lickona menyatakan bahwa konsep pendidikan karakter adalah niat untuk membantu seseorang
agar dapat memahami,
fokus dan mengamalkan nilai-nilai moral inti (Bule, 2020). Secara lebih luas lagi, dia
mengatakan bahwa pendidikan karakter
merupakan upaya yang sengaja demi terwujudnya
kebaikan di mana kualitas manusia yang lebih baik secara pandangan umum bukan sekedar baik menurut perorangan, namun baik secara masyarakat luas.
Thoha (1996) menyatakan bahwa “pola asuh orang tua merupakan
sebuah metode terbaik yang dapat dilakukan orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa
tanggung jawab terhadap anak”. Pola asuh
orang tua akan diterima anak sebagai bantuan, bimbingan, tuntunan dan dorongan untuk membentuk dan
mengembangkan dirinya sebagai pribadi yang
berkarakter (Supriani & Arifudin, 2023). Orang tua merupakan komponen utama
dalam keluarga. Mereka adalah orang
pertama yang berpeluang mempengaruhi anak dalam bidang pendidikan, akhlak, budi pekerti, dan moral (Malik, 2021). Hal itu dimungkinkan karena merekalah yang paling pertama
bergaul dengan anaknya dan paling dekat
berkomunikasi, berinteraksi, dan paling banyak menyediakan waktu untuk anak, terutama ketika ia masih kecil. Merupakan hal yang
wajar jika orang tua memiliki pengaruh
yang sangat besar dalam tumbuh kembang anaknya (Dhiu & Fono, 2022). Dengan demikian, terlihatlah betapa
pentingnya peran keluarga dan orang
tua dalam membentuk watak dan karakter serta perkembangan anak. Orang tua harus melaksanakan proses
pendidikan dan pengasuhan terhadap anak-anak. Pendidikan dan pengasuhan yang dilakukan haruslah
sesuai dengan tuntunan norma agama, hukum, adat istiadat,
kesusilaan, kesopanan serta
pendidikan formal yang mereka lakukan
setiap hari di sekolah.
Salah
satu wilayah di Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas bagian selatan
terdapat sebuah desa yang masih memiliki dan mampu menjaga
kelestarian, kearifan lokal tentang adat istiadat dan budaya warisan
dari leluhur atau nenek moyang
mereka. Desa Pekuncen
Kecamatan Jatilawang Kabupaten
Banyumas sangat dikenal karena di sana terdapat Komunitas Masyarakat
Adat Bonokeling. Di tengah kehidupan
masyarakat yang serba modern dan canggih ini
tentunya menimbulkan dampak globalisasi pada gaya hidup dan nilai-nilai budaya,
namun di tengah-tengah dahsyatnya
gempuran perubahan zaman, Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling (KMAB)
masih tetap bertahan dan eksis dengan kebudayaan lokal yang dimilikinya. Hingga saat ini kebudayaan
lokal tersebut dapat terus eksis bertahan karena adanya upaya pelanggengan budaya
yang selalu diwariskan secara turun temurun
dari generasi ke generasi.
Keberadaan adat budaya yang mengandung nilai-nilai karakter luhur masih tetap dapat
bertahan di tengah anak putu, yang merupakan sebutan dari Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling, di
mana banyak wilayah lain yang nilai karakter toleransi dan peduli sosial khususnya
pada anak usia sekolah dasar sangatlah jarang kita temui. Sehingga hal tersebut
menjadikan identitas tersendiri bagi mereka Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling (KMAB) yang menunjukan karakteristik mereka yang berbeda dengan masyarakat lainya. Upaya pelanggengan adat budaya tersebut dilakukan mereka dengan cara yang
sederhana yaitu mendidik dan menerapkan pola pengasuhan pada anak-anak mereka sejak usia dini. Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling (KMAB) selalu berupaya menerapkan dan
menanamkan pendidikan karakter yang kuat dalam diri anak sejak usia dini agar
karakter tersebut dapat tumbuh dan berkembang dalam dirinya dan bersifat membangun
kepribadianya. Sehingga harapan
mereka, anak-anak mereka pun akan mengerti
dan belajar serta meniru tingkah laku, perilaku yang menjadi kebiasaan orang tuanya.
Namun
seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat (Mulyani & Haliza, 2021), nilai karakter religius dan toleransi
pada anak-anak usia sekolah dasar dalam Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling
mulai pudar dan menurun. Sebagian besar dari mereka sudah terpengaruh dengan
pola kehidupan yang modern dan tidak sesuai lagi dalam pola kehidupan komunitas
mereka sehari-hari. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Farid Haluti dkk
dalam penelitiannya yang berjudul “Peran Guru Dalam Membentuk Karakter Siswa Di
Era Modernisasi” menjelaskan bahwa modernisasi berdampak pada kemerosotan moral
siswa. Selain itu, Auliadi dkk dalam penelitiannya yang berjudul “Penguatan
karakter toleransi sosial pada siswa SD melalui pendidikan PKN” juga
menyebutkan bahwa pada saat ini Indonesia mengalami penurunan karakter, salah
satunya yaitu karakter toleransi yang disebabkan oleh perkembangan zaman dan
ilmu pengetahuan. Adapun Sistem pendidikan karakter kepada anak-anak trah
keturunan bonokeling dilakukan secara autodidak turun temurun yang sudah berjalan
dari generasi ke generasi. Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling melakukan
pendidikan karakter dengan cara yang sederhana yaitu melalui cara pitutur
secara langsung kepada anak, serta mengenalkan adat budaya yang mengandung nilai-nilai
karakter luhur melalui praktek langsung didalam setiap kegiatan adat dan pola
kehidupan sehari-hari. Masyarakat Bonokeling dikenal memiliki rasa persaudaraan
dan sistem kekerabatan yang erat,
semangat gotong royong yang tinggi, patuh dan
taat tradisi leluhur,
berperilaku sopan dan santun, jujur, toleransi
dan peduli sosial yang tinggi. Dengan
demikian bagaimana pendidikan karakter anak-anak usia sekolah dasar pada Komunitas Masyarakat Adat
Bonokeling (KMAB) dalam menjaga dan melestarikan budaya
leluhur mereka menjadi kajian penelitian ini. Sehubungan dengan latar belakang
di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:
"Pendidikan Karakter Anak Usia Sekolah
Dasar Pada Komunitas
Masyarakat Adat Bonokeling Desa Pekuncen Kecamatan
Jatilawang Kabupaten Banyumas"
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
karakteristik khas Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling Desa Pekuncen Kecamatan
Jatilawang Kabupaten Banyumas, serta menjelaskan metode yang mereka terapkan
dalam pendidikan karakter untuk anak usia sekolah dasar. Manfaat teoritisnya
adalah memberikan masukan untuk meningkatkan pendidikan karakter di komunitas
tersebut, serta menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya. Manfaat
praktisnya mencakup evaluasi dan refleksi bagi komunitas adat, pengalaman dan
pengetahuan bagi anak sekolah dasar, peningkatan kesadaran multikultural bagi
sekolah, masukan bagi guru, dan kontribusi pada kekayaan ilmu pengetahuan
tentang kearifan lokal budaya di bidang pendidikan karakter anak usia sekolah
dasar.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan peneliti sebagai
instrumen utama pengumpulan data. Sumber informasi utama adalah kepala desa dan
tokoh-tokoh Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling. Metode pengumpulan data
melibatkan observasi, wawancara, dan dokumentasi (Sugiyono, 2018). Observasi ditujukan kepada anak usia
sekolah dasar di wilayah Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling, sementara
wawancara dilakukan dengan ketua komunitas adat, anak-anak usia sekolah dasar,
dan orang tua. Dokumentasi melibatkan foto-foto kegiatan ritual dan lainnya
oleh komunitas. Proses pengumpulan data mengikuti prosedur primer berupa
wawancara dan observasi, dan sekunder berupa dokumentasi. Validitas data
diperiksa melalui triangulasi, membandingkan data dari sumber yang berbeda.
Analisis data dilakukan secara interaktif dengan menggunakan model Miles dan
Huberman.
Gambar 1. Analisis Data Menurut Miles dan Huberman
Penjelasan tahapan
penelitian meliputi pengumpulan data dengan teknik observasi, wawancara, dan
dokumentasi, diikuti oleh reduksi data yang melibatkan analisis, pemilihan
hal-hal pokok, fokus pada aspek penting, dan penemuan pola. Reduksi data
bertujuan untuk memudahkan fokus penelitian pada satu permasalahan. Setelah
itu, tahap penyajian data dilakukan untuk memahami dan merencanakan langkah
berikutnya berdasarkan pemahaman yang telah diperoleh. Penyajian data dilakukan
dalam bentuk narasi atau uraian singkat mengenai pendidikan karakter anak usia
sekolah dasar pada Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling. Tahapan terakhir
adalah simpulan atau verifikasi, di mana peneliti membuat kesimpulan awal yang
bersifat sementara, kemudian akan diperbarui berdasarkan analisis lebih lanjut
dari data observasi, wawancara, dan dokumentasi yang telah dikumpulkan.
Kesimpulan akhir dibuat berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Sesuai dengan tujuan penelitian yang penulis lakukan di Desa Pekuncen
Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas terkait dengan pendidikan karakter anak
usia sekolah dasar pada komunitas masyarakat adat bonokeling, penulis telah melakukan
kunjungan ke Desa Pekuncen dan mewawancarai pihak-pihak yang terkait dengan
penelitian seperti ketua komunitas masyarakat
adat bonokeling, juru kunci, bedogol, kepala desa Pekuncen, orang tua dan
anak-anak pada Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling. Selain tersebut di atas
peneliti juga mengambil dokumentasi sehingga peneliti memperoleh data dan dapat
melaporkan hasil penelitian sebagai berikut:
Komunitas
Masyarakat Adat Bonokeling Desa Pekuncen
Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas
Desa Pekuncen dikenal memiliki dan mampu menjaga kelestarian kearifan lokal warisan dari
leluhur atau nenek moyang mereka. Adapun kelompok masyarakat yang eksis menjaga
kearifan local tersebut bernama Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling, mereka
merupakan sekelompok masyarakat yang membangun sistem adat sebagai pokok
pangkal atau sendi utama organisasi sosial mereka. Seorang tokoh yang tersohor
bernama Kyai Bonokeling merupakan sosok yang menjadi cikal bakal dan basis
legitimasi dari semua sistem religi yang dibangun dan terintegrasi dalam
praktek adat istiadat dengan semua rangkaian upacara adat serta norma-norma
yang berlaku dari zaman dahulu hingga sekarang.
Era globalisasi dengan
kemajuan teknologi, informasi yang modern dan canggih tentunya menimbulkan perubahan
yang sangat besar terutama pada karakter, pola kehidupan pada manusia khususnya
mereka anak-anak yang berusia sekolah dasar. Pergeseran nilai karakter atau norma-norma
tersebut karena disebabkan pengaruh budaya asing yang masuk dengan begitu bebas
dan kuat. Era digital ditunjukan dengan begitu cepatnya masyarakat mendapatkan
informasi, kuatnya pengaruh media sosial sangat mempengaruhi perubahan karakter
warga masyarakat. Namun Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling (KMAB) sampai
dengan saat ini masih tetap bertahan dan eksis dengan kebudayaan lokal yang
dimilikinya sebagai warisan dari leluhur mereka. Hingga saat ini kebudayaan
lokal tersebut dapat terus bertahan karena adanya upaya pelanggengan budaya
yang selalu diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi mereka.
Keberadaan nilai-nilai budaya yang masih tetap terjaga, bertahan dan eksis
ditengah modernisasi, globalisasi menjadikan identitas tersendiri bagi mereka
Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling (KMAB) yang menunjukan karakteristik
mereka yang khas dan berbeda dengan masyarakat lainya. Masyarakat Bonokeling
tidak hanya memberi ilmu pengetahuan saja kepada anak-anak mereka, tetapi lebih
dari itu yakni membina karakter sehingga anak-anak mereka memiliki sikap
kepribadian yang berakhlaq mulia. Upaya pelestarian budaya tersebut dilakukan
mereka dengan cara melakukan pendidikan karakter pada anak usia dini khususnya
yang berusia sekolah dasar dan menerapkan karakter pada pola pengasuhan
sehingga anak-anak belajar dan mengerti serta menirukan karakter/perilaku, gaya
hidup orang mereka. Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling memiliki ciri khas
berpenampilan dalam keseharianya yaitu memakai pakaian bawah kain sarung
batik/jarit dan atasan baju warna hitam serta memakai ikat kepala atau bangkon.
Masyarakat Bonokeling
memiliki tradisi yang begitu kuat, religious, toleransi, semedulur, senang
gotong-royong, patuh, berperilaku sopan, santun, jujur, tolong menolong.
Pendidikan karakter pada anak usia sekolah dasar sangat diutamakan dengan
tujuan untuk menjaga dan melestarikan adat budaya leluhur, karena mereka adalah
kader penerus Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling sekaligus sebagai bekal
mereka menjalani kehidupan sosial bermasyarakat.
Kegiatan Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling Desa Pekuncen Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas
Dalam mempertahankan kearifan lokal yang mereka
miliki, Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling selalu rutin melakukan
kegiatan-kegiatan upacara adat atau yang biasa mereka sebut perlon. Adapun upacara adat atau perlon
yang selalu rutin mereka lakukan dalam menunjang pendidikan karakter adalah
sebagai berikut:
1) Upacara adat
perlon unggahan
2) Upacara adat
perlon turunan
3) Upacara adat
perlon besar
4) Upacara adat
perlon syura
5) Upacara adat
perlon maulud
6) Upacara adat
perlon rikat
7) Upacara adat
perlon wedi
8) Upacara adat
perlon senin pahing
9) Upacara adat
perlon selasa kliwon
10) Upacara adat
perlon kematian
11) Upacara adat
sedekah bumi
Metode pendidikan karakter anak usia sekolah dasar yang dilakukan
Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling Desa Pekuncen Kecamatan Jatilawang
Kabupaten Banyumas
Metode pendidikan karakter masyarakat bonokeling
yaitu sebuah langkah yang diterapkan secara sistematis dan terus menerus serta
berkelanjutan oleh anggota masyarakat yang tergabung dalam Komunitas Masyarakat
Adat Bonokeling demi tercapainya 18 (delapan belas) nilai karakter khususnya
anak-anak berusia sekolah dasar melalui penanaman nilai-nilai karakter yang
positif. Sesuai dengan rumusan dari Kementerian Pendidikan Nasional 18 nilai
karakter yang sebaiknya ditanamkan dalam diri anak-anak usia sekolah dasar
adalah sebagi berikut: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras,
kreatif, mandiri, demokrasi, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah
air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca,
peduli lingkungan, peduli social, tanggung jawab. Menanamkan pendidikan
karakter yang kuat sejak anak masih berusia dini merupakah satu langkah yang
tepat sasaran karena pada usia tersebut mereka masih polos dan bersih jiwanya,
sehingga mereka dapat menanamkan karakter dari hati dan pikiran mereka sampai
yang paling dasar. Pendidikan karakter dapat terlaksana dengan baik apabila
tercipta sinergitas yang baik antara orang tua, pemuka adat, serta peran masyarakat sekitar tempat tinggalnya. Komunitas Masyarakat
Adat Bonokeling memiliki metode
tersendiri dalam melakukan pendidikan karakter kepada
anak-anak mereka khususnya yang masih berusia
sekolah dasar.
Pelaksanaan pendidikan
karakter anak usia sekolah dasar pada Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling di Desa Pekuncen Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas
1) Deskripsi wawancara
Kegiatan wawancara dalam
penelitian ini dilaksanakan kepada para tokoh atau pemuka adat meliputi ketua
pokmas sekaligus juru bicara/bagian kehumasan, Juru Kunci Komunitas Masyarakat
Adat Bonokeling, para bedogol (pembantu juru kunci), Kepala Desa Pekuncen,
mengambil sampling orang tua yang memiliki anak usia sekolah dasar dan
merupakan pengikut ajaran kyai bonokeling, anak anak yang berusia sekolah dasar
pada Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling. Berikut adalah hasil
wawancara tentang pendidikan karakter anak-anak usia sekolah dasar pada
Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling Desa Pekuncen Kecamatan Jatilawang
Kabupaten Banyumas.
2)
Deskripsi
observasi
Peneliti melaksanakan
obsevasi atau pengamatan langsung mengenai semua kegiatan yang berkaitan dengan
penelitian. Kegiatan observasi dilaksanakan mulai tanggal
1 Juli 2023 sampai dengan 20 Oktober 2023.
Sasaran observasi adalah lokasi penelitian wilayah Desa Pekuncen
Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas secara umum, dan Komunitas
Masyarakat Adat Bonokeling secara khusus. Adapun hal–hal yang peneliti
observasi terkait tujuan penelitian adalah komplek pesemuaan adat bonokeling,
kondisi rumah para pemangku adat seperti balai agung, balai malang, rumah
tinggal kyai kunci, rumah tinggal para bedogol dan kegiatan upacara
adat/perlon, cara mereka melakukan pendidikan karakter kepada anak-anak mereka
serta sarana dan prasarana yang mendukung pendidikan karakter. Di samping
tersebut diatas peneliti juga melakukan pendekatan kepada para tokoh dan
masyarakat dan melakukan wawancara dialogis kepada mereka yang tergabung dalam
Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling dan anak-anak yang berusia sekolah dasar pada
Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling.
3)
Dokumentasi
Berdasarkan hasil
dokumentasi yang peneliti lakukan selama proses observasi berlangsung yang dimulai pada tanggal
1 Juli 2023 sampai dengan 20 Oktober 2023 di komplek pesemuan adat, rumah
ketua adat, juru kunci, para bedogol, rumah warga masyarakat yang memiliki anak
usia sekolah dasar yang tergabung dalam Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling.
Adapun hasil dokumentasi berupa foto-foto kegiatan upacara adat/perlon, situasi
komplek pesemuan adat, orang tua yang sedang memberikan nasehat kepada anaknya,
kondisi geografis Desa Pekuncen, anak-anak yang sedang srawung, anak-anak yang
sedang bermain handphone/game online, serta dokumentasi sinergitas para pejabat
yang tergabung dalam Forum Komunikasi pimpinan Desa (Forkompimdes) yang selalu
mendukung dan memberikan perlindungan, keamanan serta kenyamanan bagi
kelangsungan Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling.
Pada kegiatan
dokumentasi peneliti mengamati kegiatan upacara adat/perlon dan melihat anak-anak usia sekolah
dasar bersama orang tuanya sedang mengikuti kegiatan upacara adat perlon syura
di komplek pesemuan adat bonokeling. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan tersebut sangat
baik serta menunjang dalam pendidikan karakter anak usia sekolah dasar pada
anak-anak komunitas bonokeling karena anak-anak dapat bergabung dan terlibat
langsung dalam kegiatan upacara adat sehingga mereka dapat melihat, mengamati,
dan menirukan sehingga mereka paham dan terbiasa.
Pada kegiatan
dokumentasi juga dapat dilihat para orang tua selalu memberikan pitutur/nasehat
dan wejangan kepada anak-anak mereka secara intens yang mereka lakukan hampir setiap hari. Pendidikan
karakter mereka implementasikan dengan metode pemahaman,
pembiasaan, keteladanan, diskusi, bercerita sehingga anak tidak bosan dan
terjalin kedekatan emosional anak. Dalam kegiatan dokumentasi peneliti juga melihat
anak-anak sedang srawung dengan temen teman mereka, bahkan srwung kepada
saudara mereka dengan pendampingan orang tuanya. Melalui kegiatan srawung anak-anak dilatih untuk
berinteraksi sosial sejak dini sehingga mereka diharapkan memiliki sikap dan rasa
semedulur serta mudah bergaul.
Peneliti juga
mendokumentasikan kegiatan upacara adat kematian, pada hasil dokumentasi
tersebut dapat kita lihat rasa toleransi yang tinggi antara komunitas
masyarakat adat bonokeling dengan masyarakat diluar kelompok mereka. Hal
tersebut juga dapat kita lihat pada dokumentasi kegiatan adat rikat, dimana
mereka bersatu padu saling bahu membahu dan membaur dalam semua acara kegiatan.
Hal tersebut dapat terwujud karena adanya rasa toleransi, saling menghargai,
menghormati yang ditanamkam sejak mereka masih anak-anak.
Pembahasan
Desa Pekuncen berada wilayah Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas
Provinsi Jawa Tengah. Desa Pekuncen terbilang unik karena memiliki ciri khas
tersendiri dibandingkan dengan desa lainya. Sampai saat ini warga masyarakat
desa tersebut masih memegang teguh dan melaksanakan adat istiadat, kearifan
lokal warisan dari leluhur mereka. Adapun kelompok masyarakat tersebut menyebut
dirinya Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling. Secara topografi Desa Pekuncen
terdiri atas dataran rendah dan dataran tinggi yang berupa perbukitan dengan
luas kurang lebih 506.64 ha. Desa Pekuncen sebelah utara berbatasan Desa
Kedungwringin, sebelah selatan Desa Sanggrahan, Kecamatan Kesugihan, Kabupaten
Cilacap sebelah timur berbatsan Desa Karanglewas sebelah barat berbatasan Desa
Gunungwetan, dan memiliki 3 (tiga) pembagian wilayah dusun yaitu dusun
kalilirep, dusun kalisalak, dusun ndukuh pekuncen. Secara demografi Desa
Pekuncen memiliki jumlah penduduk 6.040 jiwa, laki-laki 3.066 jiwa, perempuan
2.974 jiwa. Secara umum masyarakat Desa Pekuncen bermata pencaharian sebagai
petani dan pekebun serta buruh harian. Desa Pekuncen belum meliliki saluran
irigasi yang memadai sehingga dalam bercocok tanam masih mengandalkan musim
penghujan.
Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling merupakan sekelompok masyarakat yang
memiliki sistem adat begitu kuat. Mereka membangun sistem adat tersebut sebagai
landasan dasar atau sendi utama organisasi sosial mereka. Adapun cikal bakal
komunitas masyarakat adat bonokeling adalah seorang tokoh bernama Kyai Bonokeling
yang konon berasal dari pasir luhur, pada waktu itu masih wilayah kekuasaan
kerajaan padjajaran. Beliau dipercaya memiliki kesaktian dan ilmu kebatinan
yang tinggi. Kyai Bonokeling meninggalkan kerajaan dan memilih menepi guna
mendapatkan ketentraman jiwa dari hiruk pikuknya duniawi. Beliau menepi dan
membuka lahan pertanian di suatu wilayah, yang saat ini dikenal Desa Pekuncen.
Selain mengajarkan cara bertani dan beternak kyai Bonokeling juga mengajarkan
keyakinan agama islam melalui akulturasi budaya setempat. Serangkaian upacara
adat dan norma sosial yang berlaku dari zaman dahulu hingga sekarang dijaga
secara turun-temurun oleh anak cucu bonokeling atau trah bonokeling.
Perubahan zaman terus berjalan dan sangat begitu
cepat tentunya membawa banyak perubahan dan dampak ditimbulkan baik itu yang bersifat positif maupun bersifat negatif (Hidayat, 2020). Era globalisasi dapat membawa banyak perubahan terhadap sikap, mental,
perilaku, pola/gaya kehidupan, serta dapat berdampak pada kemerosotan moral
atau nilai karakter masyarakat khususnya anak-anak apabila tidak dibekali
dengan pendidikan karakter yang benar-benar serius (Leoni, 2021). Dengan mental dan sikap kepribadian serta
karakter yang kuat maka kita akan bisa menjalani dan menghadapi perubahan zaman di era globalisasi yang serba canggih dan digital
ini. Karakter yang kuat adalah jawaban dalam menjalani pola kehidupan saat ini,
untuk membentuk karakter yang kuat maka diperlukan metode pendidikan karakter
yang baik (Lickona, 2022). Saat yang paling baik dan tepat dalam menanamkan pendidikan karakter adalah saat seseorang masih kecil atau
usia sedini mungkin sampai anak
usia sekolah dasar.
Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling memiliki ciri khas berpenampilan
dalam keseharianya yaitu menggunakan pakaian serba hitam, bawah jarit/kain
sarung batik atas baju warna hitam serta tutup kepala kain ikat atau blangkon.
Anak putu bonokeling dikenal memiliki karakter religus, jujur, toleransi,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri demoktaris, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat cinta damai, gemar
membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab. Namun sesuai hasil
observasi, wawancara, data, dokumentasi yang diperoleh diantara beberapa
karakter tersebut diatas yang paling menonjol adalah karakter religious dan
toleransi. Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling memiliki sifat dan sikap
terbuka karena mereka sadar tidak akan mampu melawan perubahan zaman. Budaya
baik mereka terima dan pergunakan untuk menunjang kehidupan, budaya buruk
mereka buang jauh tentunya dengan filter budaya dan keteguhan hati menjaga adat
tradisi leluhur. Secara umum dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) Komunitas
Masyarakat Adat Bonokeling menganut keyakinan agama islam walaupun dalam
prakteknya mereka hanya menjalankan tiga rukun islam saja selain haji dan
sholat. Seiring perkembangan zaman selain Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling
di desa pekuncen juga ada kelompok masyarakat Islam yang menjalankan lima rukun
Islam. Dengan perbedaan keyakinan tersebut mereka hidup berdampingan dengan
baik dan tidak saling hina, cemooh, hujat apalagi sampai terjadi konflik atau
gesekan fisik, hingga saat ini belum pernah terjadi perselisihan dan
perdebatan, hal demikian dapat terwujud karena adanya rasa toleransi dalam
beragama yang tinggi.
Ada berbagai metode dalam menanamkan pendidikan karakter khususnya kepada anak usia sekolah dasar, untuk itu diperlukan strategi yang tepat agar pendidikan karakter dapat terimplementasi secara baik dan maksimal. Berbagai macam upaya
dilakukan oleh orang tua, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, pemerintah, dan pemangku
kebijakan lainya agar dapat mewujudkan
karakter baik dan mulia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama, lingkungan, dan kebangsaaan. Berikut adalah pembahasan hasil
penelitian tentang Pendidikan Karakter Anak Usia Sekolah Dasar Pada Komunitas Masyarakar
Adat Bonokeling Desa Pekuncen Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas
berdasarkan data yang diperoleh dari observasi, dokumentasi dilokasi
penelitian.
Dari hasil observasi yang
dilakukan oleh penulis, saat ini masyarakat mulai mengalami
pergeseran karakter dan pola kehidupan mereka cenderung konsumtif dan
mulai memiliki sikap individualisme. Pergeseran
nilai karakter atau norma-norma disebabkan adanya pengaruh
budaya asing yang masuk dengan begitu kuat seiring era globalisasi dan
modernisasi (Suradi, 2018). Komunitas
Masyarakat Adat Bonokeling (KMAB) sampai dengan saat ini masih tetap bertahan
dan eksis dengan kearifan lokal yang dimilikinya walaupun roda zaman terus menggerusnya. Kearifan lokal
tersebut dapat terus bertahan dan lestari karena adanya upaya-upaya pelanggengan, pelestarian budaya mereka
lakukan. Metode
pendidikan yang mereka terapkan secara sederhana yaitu dengan pemahaman, pembiasaan,
keteladanan, diskusi, bercerita.
Berdasarkan hasil observasi dapat disimpulkan
bahwa pendidikan karakter anak usia sekolah dasar Pada Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling sudah terimplementasi dengan baik. Mereka tidak pernah memaksakan kehendak kepada anak
dan cucunya terkait dengan hal keyakinan, bahkan mereka mendukung semua langkah
anak-anak mereka dalam upaya pembentukan karakter demi kebaikan dan hal
positif. Metode pendidikan karakter yang diterapkan oleh komunitas masyarakat
adat bonokeling kepada anak-anak mereka tergolong sederhana, yaitu metode
pemahaman, pembiasaan, keteladanan, diskusi, bercerita.
1. Metode
pemahaman.
Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling sudah
mengimplementasikan metode pemahaman tentang 18 (delapan belas) nilai karakter
sesuai panduan dari Kementerian Pendidikan Nasional khususnya kepada anak-anak
usia sekolah dasar sehingga mereka memiliki sikap, perilaku, akhlaq, budi
pekerti yang luhur. Adapun implementasi metode pemahaman melalui pitutur,
wejangan, dan nasehat, serta sebuah keteladanan secara terus menerus sehingga
mereka benar-benar memiliki pemahaman yang baik tentang maksud dan tujuan dari
kegiatan tersebut. Pernyataan tersebut diatas sependapat dengan pernyataan
Samani dan Hariyanto (2013:45) dalam bukunya menjelaskan bahwa pendidikan
karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi
manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga serta rasa
dan karsa.. Melalui pemahaman yang baik dan benar
sehingga tidak terjadi penyimpangan atau gagal pemahaman sehingga anak anak
memiliki karakter seperti yang diharapkan.
2. Metode
pembiasaan
Pembiasaan adalah suatu proses yang dilakukan
secara berulang-ulang guna membiasakan individu dalam bersikap berperilaku dan
berpikir yang baik dan benar. Kesimpulan dari kebiasaan adalah dalam proses
pembiasaan berintikan pengalaman, sedangkan yang dibiasakan adalah sesuatu yang
diamalkan. Pembiasaan tentang nilai karakter yang baik memang tidak mudah,
dibutuhkan waktu yang lama sehingga harus diulang-ulang terus agar anak
benar-benar paham dan mengerti mengenai maksud dan tujuanya. Komunitas
Masyarakat Adat Bonokeling sudah mengimplementasikan metode kebiasaan kepada
anak-anak mereka dan metode tersebut sudah dapat di rasakan hasilnya, anak
tanpa dipaksa, perintah, sudah tahu tugas dan kewajibanya. Adapun maksud dan tujuan yang ingin
dicapai metode pembiasaan adalah melatih kebiasaan mereka dan menumbuhkan
semangat serta kedisiplinan. Metode pembiasaan ini sependapat dengan Pernyataan
Hebert bisno yang menyatakan bahwa metode adalah teknik-teknik yang
digeneralisasikan dengan baik agar dapat diterima dan digunakan secara sama
dalam suatu disiplin, praktik, serta bidang-bidangnya. Hal tersebut di kuatkan
oleh pendapat Pius Partanto dan M. Dahlan Barry yang menyatakan bahwa metode
adalah cara yang teratur dan sistematis dalam melakukan suatu kegiatan sehingga
akan menjadi sebuah kebiasaan karena kegiatan tersebut dilakukan terus berulang
ulang dan sistematis sehingga anak akan mengerti dan paham karena sudah
terbiasa.
3. Keteladanan
Keteladanan yaitu segala sesuatu yang
berhubungan dengan sikap, perbuatan, perkataan, dan perilaku seseorang yang
dicontoh, ditiru, teladani oleh orang maupun pihak lain. Dari hasil observasi
dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling
sudah menerapkan metode keteladanan dalam pendidikan karakter sehari-hari,
anak-anak selalu diberikan contoh sebuah keteladanan tentang 18 (dengan delapan
belas) nilai karakter sesuai pedoman Kemendiknas. Dari hasil pengamatan dapat
disimpulkan bahwa anak-anak sudah memiliki nilai karakter yang baik namun
diantara sekian banyak karakter yang paling
menonjol adalah karakter religious dan karakter toleransi hal ini dilihat
dengan anak-anak rajin mengikuti kegiatan ritual adat, patuh pada ajaran
leluhur, serta menghadiri kegiatan keagamaan seperti sholat taraweh dan juga
memiliki sikap toleransi yang tinggi yang di tunjukan mereka tidak mengolok-olok
temanya yang pakai baju adat dan mengikuti kegiatan upacara ritual adat. Metode
pemahaman ini sependapat dengan Heri Rahyubi (2012:236) bahwa metode adalah
suatu model cara yang dapat dilakukan dalam kegiatan belajar-mengajar untuk
mencapai proses pendidikan yang baik, sehingga melalui sebuah keteladanan dari
orang tua, pemuka adat, lingkungan tempat tinggal tentang nilai karakter yang
baik dan mulia maka anak-anak akan melihat, mengamati, menilai, menirukan,
tentang sikap dan perilaku dari sosok teladan mereka sehingga dapat menumbuhkan
motivasi serta inspirasi kepada diri anak-anak.
4. Metode
diskusi
Diskusi menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai
suatu hal atau masalah. Pendidikan karakter melalui metode diskusi dinilai
sangat efektif menurut para ahli. Menurut Armai Arief (2002:145) diskusi adalah
suatu proses yang melibatkan dua individu atau lebih berintegrasi secara verbal
dan saling berhadapan saling tukar informasi, saling mempertahankan pendapat,
dalam memecahkan sebuah masalah tertentu. Melalui sebuah forum diskusi maka
akan terjadi kontak langsung antara anak-anak dengan orang tua, tokoh adat,
masyarakat, dan warga dalam lingkungan setempat. Metode diskusi sangat membantu
anak-anak dalam menyampaikan pendapatnya, dalam situasi yang nyaman anak dapat
lebih terbuka sehingga kita dapat mengerti permasalahanya yang dihadapi dan
mencarikan solusinya. Dari hasil obsevasi dapat disimpulkan bahwa Komunitas
Masyarakat Adat Bonokeling sudah menerapkan pendidikan karakter melalui metode
diskusi dalam keseharian. Metode diskusi tersebut diimplementasikan dalam
kegiatan gendhu-gendhu rasa, tukar kawruh, ngendong. Tukar kawruh adalah suatu kegiatan yang
dilakukan dalam suatu forum baik formal maupun non formal dimana kegiatan
tersebut garis besarnya adalah belajar tentang suatu hal, dengan cara
saling tanya jawab, diskusi, dan tukar informasi. Tukar kawruh dapat dilakukan
dalam sebuah forum diskusi maupun secara perorangan. Komunitas masyarakat adat
bonokeling memiliki pandangan bahwa orang hidup harus terus belajar sampai
akhir hayatnya. Pernyataan
tersebut sejalan dengan Hamid darmadi bahwa metode adalah suatu cara atau jalan
yang haruis dilalui dalam upaya untuk mencapai sebuah tujuan sehingga dengan
metode diskusi maka permasalahan yang ada akan dapat di pecahkan dengan
sebaik-baiknya dan dapat di terima oleh semua pihak.
5. Metode
bercerita
Bercerita adalah menyampaikan serangkaian peristiwa
yang dialami oleh sang tokoh. Adapun sang tokoh dalam cerita tersebut dapat berupa manusia,
binatang, dan makhluk-makhluk lain, baik tokoh tersebut nyata maupun rekaan
saja. Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling
telah menerapkan metode bercerita dalam melakukan pendidikan karakter pada
anak-anak mereka khususnya yang masih berusia sekolah dasar. Metode bercerita
lebih menarik dan mengena dihati anak-anak karena tidak membosankan. Komunitas
Masyarakat Adat Bonokeling mengimplementasikan metode bercerita dalam kehidupan
sehari-hari dengan sebutan“dopokan”. Pendidikan karakter dengan
metode pemahaman, pembiasaan, keteladanan yang dilakukan oleh Komunitas
Masyarakat Adat Bonokeling memiliki persamaan dengan penelitian Apriani
berjudul Penerapan Metode Keteladanan Dan Pembiasaan Dalam Membentuk Karakter
Islami Anak di Dusun Rumbia Desa Lunjen Kecamatan Buntu Kabupaten Enrekang dari
Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar. Sedangkan pada nomor empat dan nomor
lima sependapat dengan pendapat Thomas Lickona dalam Educating For Character yang menyatakan bahwa penerapan pendidikan
karakter dapat dilakukan dengan metode diskusi dan metode bercerita sehingga
anak akan tertarik dan tidak jenuh serta bosan.
Berdasarkan data tersebut di atas, pelaksanaan kegiatan pendidikan karakter anak usia
sekolah dasar pada komunitas masyarakat adat
bonokeling sudah sesuai dengan tujuan dari pendidikan nasional yang tertuang
dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 pada bab 1 pasal 1 ayat 1
tentang sistem pendidikan nasional yang menyebutkan bahwa: “ pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pendidikan
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spriritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta ketrampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Keberhasilan kegiatan pendidikan
karakter dipengaruhi oleh peranan
orang tua, para pemuka adat dalam komunitas
masyarakat adat bonokeling, para tokoh, dan
anak-anak usia sekolah dasar itu
sendiri. Berdasarkan hasil wawancara orang tua, Ketua
Komunitas Masyarakat Adat, juru kunci, para bedogol, Kepala Desa Pekuncen,
sudah sangat baik. Sudah terjalinya kolaborasi serta sinergi antara semua pihak, berdasarkan data yang ada, observasi, dan dokumentasi
diperoleh kesimpulan bahwa peranan anak-anak usia sekolah dasar dalam kegiatan pendidikan karakter
masih dalam kategori kurang baik. Hal ini dikarenakan masih
ada anak-anak yang belum fokus mengikuti pendidikan karakter dan masih ada yang bermain.
Koordinasi, kolaborasi semua pihak
sangat penting bahkan wajib karena dengan adanya koordinasi, kolaborasi yang
baik maka pendidikan karakter pada anak-anak usia sekolah dasar dapat
terlaksana dengan baik dan maksimal. Berdasarkan
penelitian diatas dapat ditarik kesimpulan
koordinasi sudah berjalan dengan baik. Data tersebut juga di dukung
dari hasil wawancara terhadap ketua komunitas adat , juru kunci, para bedogol,
kepala desa, orang tua dan juga anak-anak usia sekolah dasar pada komunitas
masyarakat adat bonokeling. Dari keterangan para narasumber
menyatakan bahwa koordinasi dilakukan setiap saat kapanpun di
manapun.
Maraknya permainan dalam gawai merupakan
tantangan tersendiri dalam pendidikan karakter khususnya anak-anak usia sekolah dasar pada
komunitas msyarakat adat bonokeling. Melalui pemahaman, pembiasaan ,
keteladanan, diskusi, yang baik, maka
orang tua selaku orang terdekat dengan anak-anak dapat mengarahkan anak-anak
mereka agar tidak terlena dengan dampak buruk dari gawai sehingga anak
anak-anak dapat membagi waktu antara belajar dan bermain.
Prinsip
pendidikan karakter yang dilaksanakan kepada anak anak usia sekolah dasar pada
Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling Desa Pekuncen Kecamatan Jatilawang
Kabupaten Banyumas sudah berlangsung dengan baik. Pelaksanaan kegiatan
pendidikan karakter berjalan dengan baik dan tidak ada kekerasan dan
intimidasi dari berbagai pihak. Berkaitan dengan prinsip pendidikan karakter
hal yang perlu disoroti adalah para orang tua dan pemangku adat tidak pernah
memaksakan kehendaknya atau mewajibkan anak untuk mengikuti jejak mereka pada
saat anak sudah dewasa nanti. Namun memberikan pendidikan dan membentuk
karakter yang kuat adalah tugas dan tanggung jawab mereka saat usia
mereka masih dini.
6. Kendala
yang dihadapi dalam pendidikan karakter anak usia sekolah dasar pada komunitas
masyarakat adat bonokeling.
Dari hasil kunjungan dilokasi
penelitian, observasi, dan hasil wawancara dapat ditarik kesimpulan bahwa
kegiatan pendidikan karakter anak usia sekolah dasar pada Komunitas Masyarakat Adat
Bonokeling Desa Pekuncen tidak berjalan dengan mulus/semudah itu. Mereka
banyak sekali mengalami beberapa kendala dan hambatan. Adapun beberapa kendala, hambatan
yang dihadapi adalah sebagai berikut:
a). Usia mereka masih anak-anak seneng bermain sehingga lupa waktu untuk belajar, terkadang sulit
dikendalikan.
b). Pola pikir mereka masih anak-anak sehingga sudut pandangnya masih
sempit terkadang sulit menerima, memahami sebuah nasehat.
c). Era globalisasi dengan perkembangan Iptek yang pesat tentunya sangat
berpengengaruh pada perkembangan mental dan emosional serta gaya hidup mereka.
d). Perkembangan media informasi dan media social yang begitu cepat
dapat mempengaruhi pola pikir dan mental sehingga merubah karakter mereka.
e). Pergaulan anak-anak sehari-hari akan mempengaruhi sifat dan karakter mereka sehingga orang tua
harus benar-benar memantau
pergaulan anak-anak agar tidak salah pergaulan.
f). Demografi wilayah Desa Pekuncen yang terdiri dari dataran rendah dan
dataran tinggi sehingga dapat mempengaruhi karakter bagi anak-anak dalam melakakukan
aktifitas dan pola kehidupan sehari-hari.
g). Sarana dan prasarana di lingkungan komplek pesemuan adat bonokeling
maupun ruang publik Desa Pekuncen yang menunjang pendidikan karakter belum
lengkap dan memadai.
Dari beberapa kendala,
hambatan tersebut diatas, para orang tua, pemuka adat, unsur pemerintahan desa
selalu melakukan koordinasi dan komunikasi guna mencari solusi cara untuk
mengatasi kendala tersebut. Mereka juga sadar dan memiliki sebuah keyakinan
bahwa anak tidak boleh dipaksakan dan ditekan dalam menerima pendidikan
karakte, karena sesuatu yang dipaksakan akan berakibat kurang baik bagi
perkembangan anak.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
observasi, data hasil penelitian dan dan dokumentasi yang penulis uraikan dalam
BAB IV dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter anak-anak usia sekolah dasar
pada Komunitas Masyarakat Adat Bonokeling di Desa Pekuncen Kecamatan Jatilawang
Kabupaten Banyumas dapat dikatakan cukup baik dan berhasil. Komunitas
Masyarakat Adat Bonokeling memiliki beberapa keunikan yang menjadi ciri khas
tersendiri bagi komunitas mereka. Keunikan yang menjadi ciri khas masyarakat
bonokeling tersebut ditunjukan dengan gaya mereka berpakaian/penampilan
sehari-hari yaitu memakai ikat kepala atau blangkon dan memakai pakaian serba
hitam. Selain penampilan mereka juga melakukan kegiatan yang dikemas dalam
upacara ritual adat yang biasa disebut perlonan.
Nilai karakter religious dan toleransi adalah karakter yang paling menonjol dari
18 nilai karakter yang direkomendasikan oleh Kemendiknas yaitu; religius,
jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokrasi, rasa
ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial, dan tanggung jawab.
Metode yang
diterapkan dalam menunjang pendidikan karakter pada anak usia sekolah dasar dalam Komunitas Masyarakat
Adat Bonokeling terbilang sangat sedehana dan praktis yaitu dengan
metode pemahaman, pembiasaan, keteladanan, diskusi, bercerita. Metode tersebut mereka
terapkan dalam menjalani pola kehidupan sehari yang diimplementasikan dalam
bentuk pitutur, gendhu-gendhu rasa, ngendong, tukar kawruh, srawung,
dopokan, dan pelatihan secara langsung pada kegiatan upacara adat sehingga mereka
mengerti, paham, dan terbiasa. Secara umum Komunitas masyarakat adat
bonokeling memiliki sifat terbuka tidak menutup diri pada perkembangan zaman.
Masyarakat bonokeling tidak pernah memaksakan kehendaknya kepada anak-anak mereka untuk mengikuti jejak orang
tuanya, selain itu mereka juga sangat menjunjung tinggi sistem adat dan
kekerabatan.
BIBLIOGRAFI
Annisa,
F. (2019). Ritual Unggahan Pada Komunitas Adat Bonokeling (Studi kasus pada
Komunitas Adat Bonokeling di Kabupaten Banyumas menggunakan teori Liminalitas
Victor Turner). SOSIALITAS; Jurnal Ilmiah Pend. Sos Ant, 8(1).
Auliadi,
A., Dewi, D. A., & Furnamasar, Y. F. (2021). Penguatan karakter toleransi
sosial pada siswa SD melalui pembelajaran PKN. Mahaguru: Jurnal
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 2(2), 146-152.
Bule, O. (2020). Mendidik Karakter
Anak Melalui Pendidikan Agama Di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dan
Kebudayaan Missio, 12(2), 179–191.
Dhiu, K. D., & Fono, Y. M.
(2022). Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia
Dini. EDUKIDS: Jurnal Inovasi Pendidikan Anak Usia Dini, 2(1),
56–61.
Haluti,
F., Ali, N., Jumahir, J., & Saleh, S. K. (2023). Peran Guru Dalam Membentuk
Karakter Siswa Di Era Modernisasi. Jurnal Pendidikan Glasser, 7(1),
211-216.
Hidayat, H. (2020). Pengaruh dan
Ancaman Globalisasi Terhadap Kebudayaan Indonesia. Ad-Dariyah: Jurnal
Dialektika, Sosial Dan Budaya, 1(2), 32–43.
Kusumawati, E. (2023). Optimalisasi Mutu
Pendidikan melalui Kepemimpinan Inovatif. Jurnal Bahana Manajemen
Pendidikan, 12(1), 107-111.
Kusumawati, E. (2023). The effect of situational leadership,
organizational culture and achievement motivation on the work professionalism
of kindergarten teacher.
Kusumawati, E. (2022). School Committee
Participation In Realizing The Quality Of Education. Infokum, 10(5),
880-886.
Leoni, T. D. (2021). Pembelajaran
Apresiasi Sastra Sebagai Pendekatan Untuk Penguatan Karakter Dan Mental Anak
Dalam Menghadapi Situasi Covid-19. Bahasa, Sastra, Dan Pembelajarannya Dalam
Masa Pandemi Covid, 19, 83.
Lickona, T. (2022). Mendidik untuk
membentuk karakter. Bumi Aksara.
Malik, I. (2021). Pola Asuh Orang
Tua dalam Membentuk Akhlak Anak di Keluarga Nelayan Kelurahan Sumber Jaya
Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu. IAIN Bengkulu.
Mulyani, F., & Haliza, N. (2021).
Analisis perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam pendidikan. Jurnal
Pendidikan Dan Konseling. Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK), 3(1),
101–109.
Rohana,
E. (2018). Character education relation with spiritual intelligence in islamic
education perspective. International Journal of Nusantara Islam, 6(2),
165-174.
Sugiyono. (2018). Metode
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta.
Supriani, Y., & Arifudin, O.
(2023). Partisipasi orang tua dalam pendidikan anak usia dini. Plamboyan Edu,
1(1), 95–105.
Suradi, A. (2018). Pendidikan
Berbasis Multikultural dalam Pelestarian Kebudayaan Lokal Nusantara di Era
Globalisasi. Wahana Akademika: Jurnal Studi Islam Dan Sosial, 5(1),
111–130.
Suryana, D. (2021). Pendidikan
anak usia dini teori dan praktik pembelajaran. Prenada Media.
Valeza, A. R. (2017). Peran orang
tua dalam meningkatkan Prestasi anak di perum tanjung raya permai kelurahan
pematang wangi kecamatan tanjung senang bandar lampung. UIN Raden Intan
Lampung.
Copyright holder: Dwi Fitri Yahni, Maria Ulpah, Siti Aisyah (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed
under: |