Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 1, Januari 2024

 

PERILAKU PERUNDUNGAN DAN STRATEGI PENANGANANNYA DI SD NEGERI PAGEDANGAN 02

 

Indah Sapitri, Johar Alimuddin, Sandra Kusumaning Adji

Program Pascasarjana, Universitas Terbuka, Indonesia

Email: sapitriindah49@gmail.com*, joharalimuddin@gmail.com,

[email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Bentuk-bentuk bullying yang terjadi pada kelas atas di SD Negeri Pagedangan 02 Adiwerna (2) Peran guru kelas atas di SD Negeri Pagedangan 02 Adiwerna terhadap bullying (3) Cara mengatasi bullying pada kelas atas di SD Negeri Pagedangan 02 Adiwerna (4) Hambatan yang dialami guru dalam mengatasi kasus bullying pada siswa kelas atas di SD Negeri Pagedangan 02 Adiwerna. Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif, informan penelitian ini adalah kepala sekolah, guru kelas atas, pelaku dan korban Teknik pengumpulan data wawancara mendalam, observasi, dokumentasi dan catatan lapangan. Data dianalisis interaktif dengan cara reduksi data, penyajian data, kemudian menarik kesimpulan. Teknik pemeriksaan keabsahan data dengan menggunakan trianggulasi. Hasil penelitian menunjukan (1) Bentuk-bentuk bullying yang terjadi pada kelas atas yaitu bullying verbal dan fisik, (2) Peran guru terhadap bullying pada siswa kelas atas sebagai orang yang membimbing atau yang memberi nasehat dan mengarahkan serta membina siswa sehingga dapat mengatasi kasus atau masalah yang terjadi, (3) cara mengatasi bullying yaitu memanggil siswa, meminta menceritakan apa yang terjadi, memberi nasehat, dan memberikan sanksi atau hukuman, dan (4) hambatan yang terjadi, mudahnya siswa mengulangi perilaku bullying, orang tua siswaa merasa anaknya benar, peran aktif orang tua masih kurang

Kata Kunci: Bullying, peran guru, strategi

 

Abstract

This study aims to determine: (1) The forms of bullying that occur in the upper class of Pagedangan 02 Adiwerna , (2)Tthe role of upper class teachers in SD Negeri Pagedangan Adiwerna 02 Adiwerna against intimidation (3) How to overcome intimidation in the upper class In SD Negeri Pagedangan Adiwerna 02 Adiwerna (4) Obstacles experienced by teachers in handling bullying cases in high school students of SD Negeri Pagedangan Adiwerna 02 Adiwerna. This research is included in qualitative descriptive research, informants in this research are principal, upper class teacher, perpetrator and victim Technique of collecting data of in-depth interview, observation, documentation and field note. Data were analyzed interactively by means of data reduction, data presentation, then draw the conclusion. Technique examination of data validity by using triangulation. The results show that: (1) The forms of bullying that occur in the upper classes of bullying verbal and physical (2) The role of the teacher in the case of bullying in upper-class students as the person who guides or advises and directs and guides the students to solve the cases or problems that occur (3) How to overcome bullying is to call students, ask to tell what happened, give advice, and give sanctions or punishment (4) Constraints that occur, students can easily repeat the behavior of bullying, parents feel that the child is right, the parent's active role is still lacking.

Keywords: Bullying, the role of the teacher, strategies

 

Pendahuluan

Pendidikan sebagai bagian paling penting dalam proses kehidupan manusia.  Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang (Fauzi, 2022).

Dalam UU No. 23 Tahun 2002 pasal 4 tentang perlindungan anak menyebutkan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi dan segala jenis tindakan kekerasan pada diri anak yang biasa disebut dengan perundungan atau bullying (Santriati, 2020). Maka dari itu ekosistem sekolah yang baik dan kondusif dapat mendorong peserta didik mengembangkan potensi terbaiknya. Sekolah harus menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk peserta didik menimba ilmu. Tidak hanya mempelajari materi pelajaran, tapi juga mempelajari cara bersosialisasi, pengembangan bakat dan minat serta mengembangkan karakter-karakter yang baik.

Pemerintah sudah mencanangkan adanya pendidikan ramah anak yang tertuang dalam UU No. 23 Tahun 2002 pasal 54 tentang perlindungan anak (Riasih, 2020). Mengupas hak-hak anak dan menganjurkan untuk tidak melakukan kekerasan pada anak atau yang sering disebut bullying. Menurut Kesuma (2011) Bullying merupakan “suatu perilaku agresif yang bersifat negatif pada seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan secara berulang-ulang dengan sengaja untuk menyakiti orang lain baik secara fisik ataupun mental karena adanya penyalahgunaan ketidakseimbangan kekuatan”. Senada dengan pernyataan diatas, Glenn dan Shauna (2013) menjelaskan bahwa “bullying is aggressive behavior that involves unwanted, negative actions, involves a pattern of behavior repeated over time and involves an imbalance of power and strength”.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI, 2016) mengidentifikasi kasus yang mengacu pada klaster perlindungan anak dari tahun 2011-2016. KPAI menyebutkan angka korban bullying di atas 50 sejak 2011-2016. Terakhir, pada tahun 2016 angka korban mencapai 81. Angka tersebut ditemukan pada kasus bullying yang terjadi di lingkungan sekolah. Untuk angka pelaku bullying, KPAI (2016) menemukan jumlah di atas 40 orang. Pada tahun 2016, jumlah pelaku bullying di lingkungan sekolah mengalami kenaikan menjadi 93 orang. Selain data dari KPAI beberapa tindak perundungan juga sangat bumming di dunia maya, seperti terdapat dalam instagram, facebook, line, tweeter, youtube, grup whatsaap dan televisi. Kasus tindak perundungan yang tidak tertangani bahkan dapat menyebabkan korban meninggal dunia. Kasus meninggalnya seorang anak yang berinisial SR, berusia 8 tahun yang sedang duduk di bangku kelas II SDN Longkewang, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, menjadi bukti parahnya kasus perundungan saat ini. Dengan melihat banyaknya kasus di atas, kini Perundungan menjadi perhatian para pendidik, profesional, dan bahkan dunia.Tindak perundungan, sebenarnya bukan hal yang baru bagi dunia pendidikan. hal ini terbukti dengan disusunya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa “anak-anak berhak mendapatkan perlindungan dan tindak perundungan dan diskriminasi.

Penyebab kekerasan anak di sekolah kebanyakan datang dari teman sebaya atau kakak kelas yang melalui intimidasi terhadap pihak yang lemah. Menurut Priyatna (2010: 6-8) mengemukakan bahwa faktor-faktor penyebab perundungan antara lain: Faktor keluarga dan lingkungan pergaulan. Apabila fenomena perundungan terjadi terus menerus dan tidak segera ditangani maka akan menimbulkan dampak negatif bagi dunia pendidikan di Indonesia. Penelitian yang dilakukan Putro (2016) yang berjudul “Bullying dan Penanganannya pada Kelas Bawah di SD Muhammadiyah 5 Surakarta” dapat diambil kesimpulan bahwa penanganan yang dilakukan guru dalam menangani bullying di kelas bawah yaitu: 1) Memanggil siswa yang terlibat bullying, 2) Menelusuri permasalahan yang sebenarnya terjadi, 3) Memberikan nasihat kepada siswa yang dihubungkan dengan muatan-muatan pembelajaran, 4) Menumbuhkan jiwa empati, 5) Adanya penanaman nilai-nilai agama, 6) Memiliki buku catatan kasus siswa, 7) Dihadapkan kepada kepala sekolah dan bila perlu memanggil orang tua siswa jika kasus bullying sulit ditangani. Dampak dari tindakan perundungan pada korban tidak bisa disepelekan.

Dampak perundungan dapat mengancam setiap pihak yang terlibat, baik anak-anak yang dibully,anak-anakyang mem-bully,anak-anak yang menyaksikan bullying, bahkan sekolah dengan isu bullying secara keseluruhan. Bullying dapat membawa pengaruh buruk terhadap kesehatan fisik maupun mental anak. Pada kasus yang berat, bullying dapat menjadi pemicu tindakan yang fatal, seperti bunuh diri dan sebagainya.

Kasus perundungan juga terjadi di SDN Pagedangan 2 tempat saya melakukan kegiatan penelitian. Di SD ini sering terjadi kasus perundungan, terutama pada kelas tinggi. Pada hasil pengamatan saya kasus perundungan ini terjadi dikelas empat, lima dan enam ada salah satu siswa yang sering menjadi pelaku perundungan, siswa ini sangat familiar di kalangan guru-guru SDN Pagedangan 02.Dari hasil penelitian yang saya lakukan dampak yang terjadi pada siswa yang megalami perundungan yaitu siswa menjadi pendiam,tidak percaya diri,prestasi akademik menurun dan merasa takut  jika ingin berangkat sekolah.

Mengingat bahaya dan pentingnya penanganan perundungan yang dilakukan di sekolah dasar, maka saya tertarik melakukan penelitian dengan judul “Perilaku Perundungan dan Strategi Penangananya di SDN Pagedangan 02.” 

Penelitian ini mengidentifikasi perilaku perundungan yang terjadi di SD Negeri Pagedangan 02 dengan merumuskan dua pertanyaan penelitian, yaitu mengapa perilaku perundungan terjadi dan bagaimana cara mengatasinya. Tujuan penelitian mencakup pemahaman jenis-jenis perilaku perundungan, strategi penanganannya, dan hambatan yang dihadapi dalam proses penanggulangannya di lingkungan sekolah tersebut. Manfaat penelitian ini bersifat teoritis, memperkuat penelitian sebelumnya, dan dapat digunakan untuk mengembangkan wawasan terhadap berbagai kasus perundungan dan program pencegahannya. Secara praktis, penelitian ini memberikan manfaat bagi peneliti, sekolah, dan dunia pendidikan secara keseluruhan, melibatkan strategi penanganan perundungan, peningkatan kinerja guru, serta kontribusi terhadap pengembangan sistem pendidikan yang lebih baik. Siswa juga diuntungkan dengan mendapatkan informasi dan gambaran mengenai strategi pencegahan dan penanganan perundungan di sekolah.

 

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Data yang dikumpulkan melalui pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif ini berupa kata-kata hasil wawancara, informasi catatan di lapangan berdasarkan observasi peneliti, gambar, atau foto, arsip, dan dokumen. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk mendeskripsikan atau menggambarkan melalui kata-kata secara apa adanya tentang perilaku perundungan dan strategi penangananya di SD Negeri Pagedangan 02 Adiwerna.

Tekhnik dan Prosedur Pengumpulan Data

  Teknik pengumpulan data merupakan salah satu tahapan sangat penting dalam penelitian. Sugiyono (2017) menjelaskan bahwa teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama penelitian adalah mendapatkan data. Teknik pengumpulan data yang benar akan menghasilkan data yang sangat kredibilitas.

Adapun teknik pengumpulan data yang akan digunakan antara lain:

1.Wawancara

Wawancara pada penelitian dilakukan kepada kepala sekolah, guru kelas IV, V dan guru kelas IV, siswa, orang tua, siswa, tenaga kependidikan, penjaga sekolah.Wawancara dengan kepala sekolah dan guru kelas dilakukan secara terstruktur,sedangkan wawancara dengan siswa, orang tua siswa, penjaga sekolah dilakukan secara tak terstruktur.

2. Observasi

Dalam penelitian ini, observasi dilakukan untuk melihat perilaku perundungan yang terjadi di SDN Pagedangan 02. Tujuannya untuk memperoleh data terkait perilaku perundungan dan strategi penanganan perundungan di SDN Pagedangan 02.

3.Dokumentasi

Dalam penelitian ini melakukan studi terhadap dokumen-dokumen terkait usaha maupun strategi sekolah dalam menangani permasalahan perundungan disekolah,antara lain :

a. Visi, misi, tujuan sekolah

b. Peraturan,Tata tertib sekolah

c. Catatan perilaku siswa

Subjek Penelitian

Subjek penelitian merupakan sumber dimana informasi maupun data diperoleh peneliti. Dalam penelitian kualitatif subjek penelitian dinamakan informan, narasumber, partisipan (Sugiyono, 2007: 50). Subjek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru kelas IV,V dan guru kelas VI (6 orang), siswa, orang tua siswa (1 orang), penjaga sekolah.Kepala sekolah berperan sebagai key informan terkait dengan perundungan dan penanganan perundungan (data diperoleh melalui wawancara), guru kelas berperan sebagai informan (data diperoleh melalui wawancara), sedangkan data dari siswa terkait observasi perundungan (semua siswa kelas IV,V dan kelas VI) dan wawancara tak terstruktur dengan pelaku dan korban (2 siswa). Untuk memperoleh data terkait karakteristik korban dan perlakuan perundungan yang di terima korban, maka dilakukan wawancara tak terstruktur dengan orang tua korban (2 orang). Data terkait perundungan dan penanganannya juga diperoleh melalui wawancara tak terstruktur dengan penjaga sekolah.

Instrumen Penelitian

1. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara digunakan untuk membantu saat wawancara kepada subjek penelitian/ informan.

2. Pedoman Observasi

Pedoman observasi digunakan sebagai acuan/kisi-kisi dalam pelaksanaan observasi terkait dengan strategi penanganan perundungan di SDN Pagedangan 02. Dengan adanya pedoman observasi ini peneliti lebih mudah dalam melaksanakan observasi karena data yang akan diobservasi sudah direncanakan dan ditulis dalam pedoman observasi.

3.Dokumentasi

Dokumen yang digunakan peneliti berupa foto-foto,data serta gambar mengenai sekolah SDN Pagedangan 02. Dokumen yang diperoleh kemudian untuk validasi dan pendukung data yang diperoleh dari wawancara dan observasi.

Teknis Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sebelum di lapangan, selama di lapangan dan sesudah di lapangan. Analisis sebelum di lapangan dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan/pengamatan awal. Analisis selama di lapangan menggunakan Model Miles and Huberman  (2014:14) meliputi :

Gambar 1. Komponen- komponen Analisis Data Model Interaktif

 

Dari gambar model analisa data menurut Miles dan Huberman di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :

1.     Pengumpulan Data

Pengumpulan data dari metode yang di lakukan yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. Semua jenis data ini memiliki satu aspek kunci secara umum, analisinya terutama tergantung pada keterampilan integratif dan interpretatif dari peneliti. Interpretasi diperlukan karena data yang dikumpulkan jarang berbentuk angka, data kaya rincian dan panjang.

2.     Kondensasi Data (Data Condensation)

Miles dan Huberman (2007) Dalam kondensasi data merujuk kepada proses menyeleksi, memfokuskan, menyederhanakan, mengabstraksi dan mentransformasi data yang terdapat pada catatan lapangan maupun transkip dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut:

a.     Pemilihan (Selecting)

Menurut Miles dan Huberman (2007) peneliti harus bertindak selektif, yaitu menentukan dimensi-dimensi mana yang lebih penting, hubungan-hubungan mana yang mungkin lebih bermakna, dan sebagai konsekuensinya, informasi apa yang dapat dikumpulkan dan dianalisis.

b.     Pengerucutan (Focusing)

Miles dan Huberman (2007) menyatakan bahwa memfokuskan data merupakan bentuk pra-analis. Pada tahap ini, peneliti memfokuskan data yang berhubungan dengan rumusan masalah penelitian. Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap seleksi data. Peneliti hanya membatasi data yang berdasarkan dari rumusan  masalah.

c.     Peringkasan (Abstracting)

Tahap membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataanpernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya. Pada tahap ini, data yang telah terkumpul dievaluasi khususnya yang berkaitan dengan kualitas dan cukupan data.

d.     Penyederhanaan dan Transformasi(Data Simplifying dan Transforming)

Data dalam penelitian ini selanjutnya disederhanakan dan dan ditransformasikan dalam berbagai cara yakni melalui seleksi yang ketat melalui ringkasan atau uraian singkat, menggolongkan data dalam satu pola yang lebih luas, dan sebagainya.

3.     Penyajian Data

Langkah berikut setelah kondensasi data adalah penyajian data yang dimaknai oleh Miles dan Huberman (2007) sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan mencermati penyajian data tersebut, peneliti akan lebih mudah memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Artinya apakah peneliti meneruskan analisisnya atau mencoba untuk mengambil sebuah tindakan dengan memperdalam temuan tersebut.

4.     Penarikan Kesimpulan/Verifikasi

Dari beberapa tahap yang telah dilakukan dan yang terakhir adalah penarikan kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan serta mengecek ulang dengan bukti yang telah ditemukan di lapangan. Peneliti akan mengambil kesimpulan terkait strategi komunikasi 

Keabsahan Data

Mengingat data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, maka uji validitas data yang dilakukan lebih ditekankan pada uji coba validitas data kualitatif. Peneliti menggukanan triangulasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi teknik dan sumber. Triangulasi teknik dilakukan dengan cara membandingkan data-data yang diperoleh dari wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sedangkan triangulasi sumber dilakukan dengan cara membandingkan data-data yang diperoleh dari wawancara dengan subjek penelitian.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi teknik dan sumber. Triangulasi teknik dilakukan dengan cara membandingkan data-data yang diperoleh dari wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sedangkan triangulasi sumber dilakukan dengan cara membandingkan data-data yang diperoleh dari wawancara dengan subjek penelitian.

 

Hasil  dan Pembahasan

Perundungan merupakan permasalah dalam bidang pendidikan harus segera ditangani sejak awal. Mulai dari jejang sekolah dasar, bahkan dari jenjang kelas bawah. Usia siswa kelas bawah berkisar antara enam sampi delapan tahun, dimana masih dalam tahap usia golden age. Berikut ini hasil penelitian dan pembahasan mengenai bentuk-bentuk bullying dan penanganannya pada kelas atas bawah di SD Negeri Pagedangan 02 Adiwerna.

Tindakan Guru Kelas Atas Terhadap Perundungan

Guru yang berperan sebagai pendidik tidak hanya bertanggung jawab pada nilai akademis siswa, tetapi juga memiliki tanggung jawab dalam membentuk tingkah laku dan karakter siswa. Dalam kasus perundungan yang terjadi pada siswa, guru berhak dengan segera melakukan berbagai tindakan untuk merespon perilaku perundungan siswa agar terhindar dari berbagai macam kekerasan. Sesuai dengan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 4 yang berbunyi “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Guru kelas atas di SD Negeri Pagedangan 02 Adiwerna telah melakukan berbagai tindakan terhadap perundungan yang terjadi pada siswanya. Tindakan guru kelas atas ini berupa menumbuhkan jiwa empati siswa, mengutamakan kasih sayang dan rasa keibuan, dan segera mencari akar permasalahan. Tindakan guru kelas atas tersebut sesuai dengan pendapat Coloroso (2007) yang mengemukakan beberapa hal yang bisa menjadi tindakan guru terhadap perundungan, diantaranya adalah segera tangani dan tumbuhkan empati. Guru kelas atas di SD Negeri Pagedangan 02 Adiwerna juga meminimalisir terjadinya kekerasan terhadap siswa dalam mengambil tindakan, juga adanya buku kasus untuk mencatan setiap perilaku bullying siswa. Sesuai dengan pendapat Johar (2021) menjelaskan strategi yang bisa dipertimbangkan sebagai tindakan terhadap bullying yaitu jangan melawan dengan kekerasan dan buat catatan peristiwa perundungan. Tindakan yang dilakukan guru terhadap bullying ini hendaknya dilakukan dengan penuh perhatian dan rasa sabar.

 

Bentuk-Bentuk Perundungan pada Kelas Atas

Perilaku siswa yang mencerminkan perundungan memang banyak terjadi tanpa disadari oleh guru maupun siswa itu sendiri. Secara umum perundungan dibedakan menjadi tiga bentuk. Menurut Chakrawati (2015) menyatakan bahwa bentuk bullying secara garis besar adalah bullying fisik, bullying verbal, dan bullying psikis. Bentuk-bentuk bullying yang terjadi pada kelas bawah atas di SD Negeri Pagedangan 02 Adiwerna juga dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu: a) Bentuk bullying fisik, berupa memukul, mendorong, dan melempar, b) Bentuk bullying verbal, berupa mengejek dan memanggil nama orang tua siswa dengan tidak semestinya, dan c) Bentuk bullying psikis atau relasional berupa pengucilan terhadap siswa lain. Bentuk-bentuk bullying yang terjadi di SD Negeri Pagedangan 02 Adiwerna tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian terdahulu oleh Mustikasari (2015) dengan judul “Penanganan Bullying di SD Negeri 3 Manggung Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali”. Hasilnya adalah bentuk bullying fisik berupa memukul, mendorong, meminjam barang dengan paksa, mencubit, menendang. Bentuk bullying verbal berupa memberi nama julukan, membentak, dan menyoraki. Bentuk bullying psikis berupa memandang dengan sinis.

 

 

 

Penanganan Guru Kelas Bawah Terhadap Bullying

Penanganan guru kelas bawah terhadap bullying sangatlah berperan penting dalam memutus rantai bullying sejak dini. Usia siswa kelas bawah yang berkisar antara enam sampai delapan tahun dapat dijadikan pondasi dalam membentuk karakter siswa yang anti bullying, sebab masa perkembangannya yang masuk dalam golden age. Sesuai pendapat dari Chatib (2015) yang menyatakan bahwa usia 0-8 tahun ibarat pondasi bangunan, jika pondasi bangunan disusun dengan bahan yang baik dan kuat, maka bangunan setinggi apapun di atasnya akan berdiri kuat juga, pondasi itu adalah anak usia 0-8 tahun, dan bangunan itu adalah anak kita setelahnya. Demikian yang telah dijelaskan oleh Chatib dapat mendasari penanganan terhadap bullying harus dilakukan sejak jenjang kelas bawah di sekolah dasar. Guru kelas atas di SD Negeri Pagedangan 02 Adiwerna telah melakukan berbagai penanganan untuk menghadapi kasus bullying siswanya, diantaranya: a) Memanggil siswa yang terlibat bullying, b) Menelusuri permasalahan yang sebenarnya, c) Memberikan nasihat kepada siswa yang dihubungkan dengan muatan pembelajaran di kelas, d) 8 Menumbuhkan jiwa empati, e) Penanaman nilai-nilai agama, f) Memiliki buku catatan kasus, dan g) Dihadapkan kepada kepala sekolah dan orang tua siswa apabila bullying sulit ditangani. Penanganan yang dilakukan guru kelas bawah di SD Negeri Pagedangan 02 sudah sesuai dengan pendapat dari Morgan (2014) dalam menangani bullying jangan membiarkan pelaku bullying bebas, jangan melawan dengan kekerasan. Ditambah dengan pendapat dari Coloroso (2007) dalam menangani bullying ciptakan kesempatan berbuat baik, segera tangani dengan disiplin, tumbuhkan empati, ajari keterampilan berteman, ajari untuk berbuat baik. Penanganan bullying yang dilakukan guru kelas bawah di SD Negeri Pagedangan 02 Adiwerna dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan rasa sayang kepada siswanya.

 

Hambatan Guru dalam Menangani Kasus Bullying

Penanganan yang dilakukan guru terhadap kasus bullying yang terjadi pada siswanya tentu tidak luput dari sesuatu yang menghambat proses penanganan bullying. Hambatan ini dapat mengganggu kinerja guru dalam memutus rantai bullying dan menangani pelaku serta korban bullying. Sesuai dengan pendapat Chatib (2015) yang sudah dicantumkan pada pembahasan sebelumnya bahwa usia 0-8 tahun ibarat pondasi bangunan, jika pondasi disusun dengan bahan yang kuat, maka bangunan setinggi apapun yag berdiri di atasnya akan tetap berdiri kokoh, pondasi itu adalah anak usia 0-8 tahun, dan bangunan itu adalah anak setelahnya. Usia 0-8 tahun adalah masa golden age dimana diri siswa akan dibentuk karakternya mulai dari keluarga di rumah. Apabila keluarga kurang bisa berperan aktif dalam pembentukan karakter siswa, maka akan banyak perilaku siswa yang menyimpang. Hal inilah yang menjadi hambatan besar bagi guru kelas atas di SD Negeri Pagedangan 02 Adiwerna dalam menangani bullying, yaitu keluarga. Keluarga yang dimaksud adalah keluarga yang kurang peduli terhadap perkembangan siswa, keberadaan keluarga siswa terutama orang tua yang selalu menganggap siswa benar, dan latar belakang keluarga yang mungkin saja berasal dari keluarga broken home.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa guru kelas atas di SD Negeri Pagedangan 02 Adiwerna telah melakukan tindakan terhadap bullying siswanya dengan mengutamakan rasa kasih sayang, tanpa kekerasan, dan mencatat kasus perilaku siswa. Bentuk-bentuk bullying melibatkan fisik, verbal, dan psikis atau relasional. Guru kelas atas telah melakukan penanganan, termasuk pemanggilan siswa, penyelidikan permasalahan, memberikan nasihat, menumbuhkan empati, penanaman nilai-nilai agama, dan berkomunikasi dengan kepala sekolah serta melibatkan orang tua siswa. Meskipun demikian, penanganan tidak selalu berjalan mulus dan dihadapi hambatan seperti siswa yang semakin marah, sikap membela diri dari orang tua, dan latar belakang keluarga broken home. Oleh karena itu, saran yang dapat diberikan melibatkan peningkatan pengawasan sekolah, kepekaan guru terhadap perilaku bullying, pencatatan kasus-kasus bullying, dan peran positif orang tua dalam menciptakan hubungan yang hangat dengan anak.

 

BIBLIOGRAFI

 

Adhiatma, W., & Christianto, L. P. (Eds.). (2019). Suara psikologi: untuk insan Indonesia. Penerbit Unika Atma Jaya Jakarta.

Astuti, P. R. (2008). Meredam bullying: 3 cara efektif mengatasi KPAC kekerasan pada anak.

Chakrawati, F. (2015). Bullying siapa takut. Solo: Tiga Ananda.

Coloroso, B. (2007). Stop bullying (memutus rantai kekerasan anak dari prasekolah hingga SMU). Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi.

Denson, T. F., DeWall, C. N., & Finkel, E. J. (2012). Self-control and aggression. Current directions in psychological science21(1), 20-25.

Fauzi, A. (2022). Pengaruh Prestasi Belajar Aqidah Akhlak Terhadap Kepatuhan Tata Tertib Siswa Di MA Muhammadiyah 05 Paciran: Pengaruh Prestasi Belajar Aqidah Akhlak Terhadap Kepatuhan Tata Tertib Siswa Di MA Muhammadiyah 05 Paciran. Jurnal Penelitian Dan Pendidikan Agama Islam Karang Asem, 5(1), 40–51.

Johar, R., & Hanum, L. (2021). Strategi Belajar Mengajar: Untuk Menjadi Guru yang Profesional. Syiah Kuala University Press.

Koonce, G. L., & Mayo, S. S. (2013). Effects of elementary school students’ gender and grade level on bullying. American International Journal of Social Science2(7), 1-10.

Kesuma, D. (2011). Pendidikan karakter: kajian teori dan praktik di sekolah. PT Remaja Rosdakarya.

Kusumawati, E. (2023). The effect of situational leadership, organizational culture and achievement motivation on the work professionalism of kindergarten teacher.

Kusumawati, E. (2023). Optimalisasi Mutu Pendidikan melalui Kepemimpinan Inovatif. Jurnal Bahana Manajemen Pendidikan12(1), 107-111.

Kusumawati, E. (2023). Implementation of Kindergarten Supervisor Academic Supervision. International Journal of Social Service and Research3(9), 2251-2258. Miles, M. B., & Huberman, A. M. (2007). Analisis Data Kualitatif. Jakarta. Universitas Indonesia Press.

Mustikasari, R. D. (2015). Penanganan Bullying di SD Negeri 3 Manggung Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Putro, M. L. (2016). Bullying dan Penanganannya pada Kelas Bawah di SD Muhammadiyah 5 Surakarta. Jurnal Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Riasih, T. (2020). Pemenuhan Hak Anak: Studi Kasus di Desa Ciburial Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung. Praktik Pekerjaan Sosial Dengan Individu Dan Keluarga, 99–112.

Santriati, A. T. (2020). Perlindungan Hak Pendidikan Anak Terlantar Menurut Undang Undang Perlindungan Anak. EL WAHDAH, 1(1), 1–13.

Sugiyono, P. D. (2017). Metode penelitian bisnis: pendekatan kuantitatif, kualitatif, kombinasi, dan R&D. Penerbit CV. Alfabeta: Bandung, 225.

 

 

Copyright holder:

Indah Sapitri, Johar Alimuddin, Sandra Kusumaning Adji (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: